149
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERORIENTASI
LEARNER AUTONOMY PADA TOPIK OPTIKA GEOMETRI UNTUK
MELATIHKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH
The Development of Instructional Materials oriented to Learner Autonomy on
Geometric Optics Subject to Train Problem Solving Skill
Abdul Salam M.
1*, Sarah Miriam
1, Misbah
11
Pendidikan Fisika FKIP ULM, Jalan Brigjend H. Hasan Basry, Banjarmasin
*email: salam@unlam.ac.id
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran fisika dasar topik Optika Geometri yang valid, praktis, dan efektif untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berorientasi pada learner autonomy. Penelitian ini dilaksanakan dengan one group pretest and postest design. Subjek uji coba penelitian adalah mahasiswa semester dua (2) program studi Pendidikan Fisika FKIP ULM tahun akademik 2016/2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan: (1) valid berdasarkan penilaian pakar, (2) praktis berdasarkan hasil keterlaksanaan RPP, dan (3) efektif berdasarkan peningkatan hasil belajar mahasiswa dengan gain score yang berkategori sedang.
Kata kunci: learner autonomy, keterampilan pemecahan masalah, optika geometri
Abstract. This study was intended to develope a valid, practical, and effective instructional material of fundamental physics on geometric optics subject to train problem solving skill. The Instructional materials developed were oriented to learner autonomy. This study was conducted in one group pretest and postest design. The subject of this study is the second (2nd) semester student of Physics Education Study
Program of FKIP ULM at the academic year of 2016/2017. The study result showed that the developed instructional materials were declared: (1) valid according to the expert judgment, (2) practical according to the application lesson plan in classroom, and (3) effective according to student achievement giving gain score of medium category.
Keywords: learner autonomy, problem solving skill, geometric optics
PENDAHULUAN
Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses menegaskan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keseluruhan
prinsip-prinsip pembelajaran diatas bermuara pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan
mengembangkan segala potensi yang ada pada diri siswa atau peserta didik.
Mewujudkan pola pembelajaran yang mampu memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif di kelas adalah sesuatu yang tidak mudah. Diperlukan kemampuan guru
untuk menarik perhatian peserta didik, salah satunya dengan berupaya memunculkan
masalah pembelajaran yang memang berkaitan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta
didik. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penguasaan pengetahuan prasyarat oleh
peserta didik untuk memasuki sebuah topik baru. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka mustahil
pembelajaran yang berpusat pada siswa akan berjalan. Oleh karena itu, menjadi penting bagi
guru/dosen untuk mengetahui seberapa besar kemampuan/pengetahuan prasyarat peserta
didik sehingga guru/dosen mampu merumuskan tugas dan tanggung jawab yang akan
diamanahkan kepada peserta didiknya.
(Howe & Jones, 1993) memperkenalkan sebuah konsep untuk mengatur tugas dan
tanggung jawab pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan
150
mempertimbangkan hal-hal diatas yang dikenal dengan istilah learner autonomy. Learner
autonomy didasarkan pada gagasan bahwa peserta didik harus dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kompetensi yang akan dilatihkan
(Balcinkali, 2010). Dengan demikian sehingga siswa diharapkan lebih fokus dan
bertanggungjawab pada pembelajaran mereka sendiri. Dengan learner autonomy peserta
didik dikelompokkan ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan kemampuan awal mereka
dan sekaligus mengatur tanggung jawabnya dalam proses pembelajaran. Learner autonomy
juga tidak lepas terhadap tanggung jawab pendidik, khususnya berkenaan dengan peran dan
tanggung jawabnya dalam kelas serta pemilihan model pembelajaran yang digunakan.
Model-model pembelajaran yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik peserta didik,
materi, dan lingkungan belajar.
Dalam konteks pembelajaran fisika di FKIP Universitas Lambung Mangkurat,
masalah memotivasi peserta didik agar aktif dan learner autonomy sangatlah penting
mengingat masih begitu rendahnya kompetensi dasar keilmuan yang dimiliki oleh
mahasiswa sebagai calon guru. Proses perkuliahan masih didominasi oleh dosen dengan
metode ceramah dan diikuti contoh soal, dan drill (latihan). Mahasiswa sebagai subjek
belajar lebih sering diposisikan sebagai pendengar sehingga menjadi tidak aktif. Selain itu,
modul praktikum yang digunakan di laboratonium juga sudah sangat lengkap dan sistematis.
Akibatnya, keterampilan proses sains siswa kurang bterlatih secara komprehensif (Salam M.,
Prabowo, & Supardi, 2015).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya telah membuktikan bahwa pembelajaran
dengan learner autonomy efektif untuk meningkatkan kompetensi dasar keilmuan mahasiswa
pendidikan fisika pada perkuliahan fisika dasar topik listrik dinamis (Salam M., Prabowo, &
Supardi, 2015). Rancangan penelitian ini merupakan kelanjutan penelitian pada topik fisika
dasar yang lain, yakni optika geometri. Peneliti memiliki keyakinan yang kuat bahwa masih
rendahnya penguasaan kompetensi dasar keilmuan mahasiswa khususnya keterampilan
pemecahan masalah bisa diatasi dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran topik Optika Geometri yang berorientasi pada
learner autonomy dan kearifan lokal untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah
mahasiswa. Penelitian mengadaptasi model pengembangan Dick & Carey (Dick, Carey, &
Carey, 2009) untuk menghasilkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Materi Ajar, dan Tes Hasil Belajar
(THB).
Tahapan
pengembangan
yang
dilaksanakan
meliputi:
(1)
menganalisis
tujuan/kompetensi dasar, (2) menganalisis perkuliahan, (3) menganalisis mahasiswa, (4)
merumuskan tujuan kinerja, (5) menyusun tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi
perkuliahan, (7) mengembangkan perangkat pembelajaran, (8) melaksanakan validasi, (9)
melaksanakan Uji Coba I, dan (10) melaksanakan uji Coba II. Artikel ini mendeskripsikan
hasil pelaksanaan Uji Coba I yang merupakan bagian dari pengembangan perangkat
pembelajaran secara utuh.
Subjek penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa RPP, LKM, Materi Ajar,
dan THB. Objek Penelitian berupa kelayakan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
validitas, kepraktisan, dan keefektifan dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
Selanjutnya yang menjadi subjek uji coba perangkat pembelajaran adalah mahasiswa
Pendidikan Fisika yang memprogramkan mata kuliah Fisika Dasar II pada tahun akademik
2016/2017, sebanyak 20 orang.
Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
masing data yang diperoleh selama tahapan pengembangan. Skor penilaian terhadap
masing-masing perangkat pembelajaran diperoleh dari hasil penilaian pakar dengan menggunakan
beberapa indikator. Skor tersebut dirata-ratakan kemudian diklasifikasikan berdasarkan
kategori pada tabel 1. Skor keterlaksanaan RPP juga dirat-ratakan kemudian diklasifikasikan
berdasarkan pengaktegorian pada tabel 1. Data tersebut dijadikan dasar untuk menentukan
151
kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Selanjutnya Data hasil belajar baik
sebelum dan sesudah pembelajaran dianalisis secara deskriptif untuk menentukan nilai
maksimum, nilai minimum, rerata, dan standar deviasi. Selanjutnya dihitung nilai gain
ternormalisasi dengan menggunakan formula (Hake, 1998):
i i fS
S
S
g
%
%
100
%
%
Dengan g adalah gain ternormalisasi,
S
fadalah nilai postest, dan
S
iadalah nilai
pretest. Nilai tersebut disesuaikan dengan nilai acuan gain pada tabel 3 untuk melihat
kategori efek peningkatan hasil belajar mahasiswa setelah diterapkannya perangkat
pembelajaran yang dikembangkan.
Tabel 1. Acuan validitas perangkat dan keterlaksanaan RPP Rentang Skor Kategori
≥4,21 3,40 - 4,20 2,60 - 3,40 1,80 - 2,60 ≤1,80 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Baik Tidak Baik
Diadaptasi dari Widoyoko, (2012: 238) Tabel 2. Acuan nilai gain
Rentang Skor Kategori
0,70 0,7 ≥ g ≥ 0,3 < 0,3 Tinggi Sedang Rendah (Hake, 1998)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi RPP,
LKM, Materi Ajar, dan THB. Perangkat pembelajaran ini diharapkan mampu melatihkan
keterampilan pemecahan masalah bagi mahasiswa pada topik Optika Geometri dengan
memperhatikan otonomi belajar bagi mahasiswa. Perangkat pembelajaran yang dirancang
selanjutnya divalidasi oleh ahli/pakar untuk memperoleh perangkat yang valid. Selanjutnya,
perangkat tersebut di uji coba pada kelas terbatas untuk mengetahui kepraktisan dan
keefektivannya.
1. Hasil validasi ahli/pakar
Proses validasi merupakan proses penelaahan oleh pakar menggunakan sejumlah
indikator untuk setiap jenis perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Rencana
pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan panduan yang didesain sedemikian rupa oleh
guru/dosen untuk mengimplementasikan pembelajaran di kelas. Penelaahan pakar terhadap
RPP meliputi komponen tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, waktu, dukungan
antar perangkat pembelajaran, metode sajian, dan bahasa yang digunakan. Berdasarkan hasil
penilaian pakar, diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,18 yang berkategori baik dengan
reliabilitas sebesar 99,02%.
Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) adalah panduan sekaligus kertas kerja bagi
mahasiswa dalam melakukan pemecahan masalah. Pemecahan masalah disini terdiri atas
pemecahan masalah melalui kegiatan eksperimen dan pemecahan masalah soal-soal latihan
level kognitif C3 (penerapan) maupun C4 (analisis). Indikator dalam penilaian LKM
meliputi aspek petunjuk, kelayakan isi, prosedur, dan pertanyaan. Berdasarkan hasil
penilaian pakar, diperoleh nilai rata-rata LKM sebesar 3,86 yang berkategori baik dengan
reliabilitas sebesar 98,97%.
Materi Ajar Optika Geometri digunakan oleh mahasiswa sebagai salah satu sumber
belajar dalam proses belajar mengajar di kelas. Materi ajar yang dikembangkan terdiri atas
sampul, kata pengantar, daftar isi, tujuan pembelajaran, pembahasan materi yang dilengkapi
dengan gambar, contoh soal, latihan, rangkuman, daftar pustaka, dan glosarium. Materi ajar
didesain sedemikian rupa untuk mengakomodir kebutuhan sumber belajar minimal yang
152
diperlukan dalam proses pembelajaran. Adapun indikator penilaian untuk materi ajar
meliputi: komponen kelayakan isi, kebahasaan, dan komponen penyajian. Hasil penilaian
pakar menunjukkan bahwa materi ajar yang dikembangkan berkategori baik dengan nilai
rata-rata sebesar 4,00 dan dengan reliabilitas sebesar 99,33%.
Perangkat pembelajaran yang terakhir adalah THB yang sekaligus merupakan
instrumen untuk menilai ketercapaian tujuan pembelajaran. THB yang dikembangkan
berupa soal essay berjumlah 6 nomor dengan level kognitif C2 sampai dengan C6. Indikator
penilaian terhadap THB meliputi aspek validitas isi, bahasa serta penulisan soal. Hasil
penilaian pakar menunjukkan bahwa THB yang dikembangkan berkategori baik dengan
nilai rata-rata sebesar 3,98 dan dengan reliabilitas sebesar 99,48%.
Berdasarkan hasil penilaian pakar terhadap perangkat pembelajaran, diketahui bahwa
keseluruhannya adalah berkategori baik. Dengan demikian seluruh perangkat pembelajaran
dinyatakan valid. Selanjutnya perangkat pembelajaran dapat digunakan/diimplementasikan
dalam proses pembelajaran pada tahap uji coba untuk mengetahui tingkat kepraktisan dan
efektivitasnya.
2. Hasil uji coba
Uji coba terbatas dilaksanakan dalam 3 kali tatap muka dengan alokasi waktu
masing-masing sebesar 150 menit. Pertemuan pertama membahas topik pemantulan cahaya
dengan menggunakan model pengajaran langsung. Tujuannya adalah untuk membekali
mahasiswa tentang keterampilan melakukan eksperimen yang berkaitan dengan hukum
pemantulan cahaya dan sifat-sifat bayangan yang terbentuk oleh cermin datar, cekung, dan
cembung. Selanjutnya secara bertahap, mahasiswa dibekali dengan kemampuan melakukan
pemodelan matematis terhadap hasil eksperimen yang dilakukan. Berdasarkan tabel 3,
diketahui bahwa keterlaksanaan RPP sudah berjalan dengan baik.
Tabel 3. Keterlaksanaan Pembelajaran Langsung
Fase Pembelajaran Skor Kategori 1. Menjelaskan tujuan dan mempersiapkan mahasiswa 4,25 Sangat Baik 2. Mendemonstrasikan pengetahuan/ keterampilan 4,25 Sangat Baik 3. Membimbing pelatihan 4,17 Baik 4. Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik 4,00 Baik 5. Membimbing pelatihan lanjutan dan penerapan 3,80 Baik
Pada pertemuan kedua, dosen menggunakan model pembelajaran inquiry/discovery
learning tipe terbimbing. Pembelajaran ini terdiri atas 5 fase pembelajaran (Sutman,
Schmuckler, & Woodfield, 2008). Umumnya fase-fase pembelajaran berjalan dengan sangat
baik. Pertemuan kedua membahas tentang pembiasan cahaya oleh satu bidang permukaan
pembias yang diikuti dengan pemodelan matematis berdasarkan hasil eksperimen. Oleh
karena sifatnya yang masih terbimbing, maka LKM yang digunakan mahasiswa masih
dilengkapi dengan Rumusan masalah dan atau tujuan eksperimen, alat/bahan, serta prosedur
kerja.
Tabel 4. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri/Discovery Terbimbing Fase Pembelajaran Skor Kategori Menyampaikan masalah (Inquiry) 4,00 Baik Menjelaskan prosedur penyelidikan (Method) 4,50 Sangat baik Melaksanakan penyelidikan (Investigation) 4,50 Sangat baik Mempresentasikan hasil penyelidikan (Conclusion) 4,00 Baik Mendiskusikan penerapan (Extension) 4,33 Sangat baik
Perkuliahan ketiga menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation. Fase-fase pembelaran yang tampak pada tabel 5 adalah fase-fase pembelajaran
kooperatif secara umum. Adapun ciri khas dari langkah-langkah tipe group investigation
yang terdiri dari 6 langkah (Sharan, 1990) dilebur ke dalam fase-fase pembelajaran
kooperatif. Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa keterlaksanaan fase-fase
pembelajaran kooperatif telah berkategori sangat baik.
153
Tabel 5. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Fase Pembelajaran Skor Kategori Memotivasi mahasiswa dan menyampaikan tujuan 4,50 Sangat Baik Menjelaskan informasi 4,50 Sangat Baik Mengorganisasikan mahasiswa ke dalam tim-tim belajar 4,67 Sangat Baik Membimbing kelompok bekerja dan belajar 4,33 Sangat Baik Evaluasi 4,40 Sangat Baik Memberikan penghargaan 3,67 Baik
Secara umum tipe-tipe pembelajaran kooperatif berada pada level otonomi tingkat II.
Namun demikian, khusus untuk pembelajaran kooperatif tipe kelompok investigasi (Group
Investigation) berada pada level III. Hal ini disebabkan karena salah satu tuntutan dari
pembelajaran kooperatif tipe ini adalah siswa yang harus bisa merencanakan sendiri
pemecahan masalah akademik yang diberikan bersama dengan kelompoknya. Investigasi
kelompok menempatkan siswa/mahasiswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja
sama merencanakan proyek, melaksanakan investigasi, menyajikan temuan dan
mengevaluasinya secara bersama (Doymus, Simsek, Karacop, & Ada, 2009). Dengan
demikian, jenis LKM yang digunakan dalam penelitian ini tidak mencantumkan tujuan, alat
dan bahan, prosedur kerja percobaan/ekesperimen. Mahasiswa diharapkan memaksimalkan
sumber daya yang ada atau yang dipersiapkan oleh dosen untuk memecahkan masalah
akademik yang diberikan. Intervensi dari dosen untuk menyiapkan beberapa alat dan bahan
ini dimungkinkan dengan pertimbangan waktu dan efektivitas penyelidikan.
Berdasarkan pemaparan data diatas, terlihat bahwa keterlaksanaan fase-fase
pembelajaran berorientasi learner autonomy dapat terlaksana dengan baik, bahkan sebagian
besar fase-fase pembelajarannya bisa dilaksanakan dengan sangat baik. Hal ini menunjukkan
bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan tergolong praktis. Kesiapan mahasiswa
berupa pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan bisa terpenuhi sehingga
hambatan yang dialami pada setiap level otonomi dapat diatasi dengan baik.
Efektivitas perangkat pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari hasil pretest dan
postest. Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa rerata pretest mahasiswa sebesar 12,2 dengan
deviasi standar sebesar 5,1. Selanjutnya nilai rerata postest adalah 69,8 dengan deviasi
standar sebesar 11,9. Dengan skor maksimum yang mungkin dicapai adalah 100, maka
peningkatan hasil belajar mahasiswa berdasarkan nilai gain ternormalisasi adalah 0,66 yang
termasuk dalam kategori sedang/efektif. Hal ini sejalan dengan temuan peneliti sebelumnya
bahwa pembelajaran inovatif yang mempertimbangkan learner autonomy efektif untuk
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada topik listrik dinamis (Salam M., Prabowo, &
Supardi, 2015).
Tabel 5. Hasil Belajar Mahasiswa Nilai Pretest Postest Nilai Maksimum 23 87 Rerata 12,6 70,0 Nilai Minimum 6 50 Deviasi standar 5,1 11,9 Gain score 0,66