• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERORIENTASI LEARNER AUTONOMY PADA TOPIK OPTIKA GEOMETRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERORIENTASI LEARNER AUTONOMY PADA TOPIK OPTIKA GEOMETRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

149

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERORIENTASI

LEARNER AUTONOMY PADA TOPIK OPTIKA GEOMETRI UNTUK

MELATIHKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

The Development of Instructional Materials oriented to Learner Autonomy on

Geometric Optics Subject to Train Problem Solving Skill

Abdul Salam M.

1

*, Sarah Miriam

1

, Misbah

1

1

Pendidikan Fisika FKIP ULM, Jalan Brigjend H. Hasan Basry, Banjarmasin

*email: salam@unlam.ac.id

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran fisika dasar topik Optika Geometri yang valid, praktis, dan efektif untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berorientasi pada learner autonomy. Penelitian ini dilaksanakan dengan one group pretest and postest design. Subjek uji coba penelitian adalah mahasiswa semester dua (2) program studi Pendidikan Fisika FKIP ULM tahun akademik 2016/2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan: (1) valid berdasarkan penilaian pakar, (2) praktis berdasarkan hasil keterlaksanaan RPP, dan (3) efektif berdasarkan peningkatan hasil belajar mahasiswa dengan gain score yang berkategori sedang.

Kata kunci: learner autonomy, keterampilan pemecahan masalah, optika geometri

Abstract. This study was intended to develope a valid, practical, and effective instructional material of fundamental physics on geometric optics subject to train problem solving skill. The Instructional materials developed were oriented to learner autonomy. This study was conducted in one group pretest and postest design. The subject of this study is the second (2nd) semester student of Physics Education Study

Program of FKIP ULM at the academic year of 2016/2017. The study result showed that the developed instructional materials were declared: (1) valid according to the expert judgment, (2) practical according to the application lesson plan in classroom, and (3) effective according to student achievement giving gain score of medium category.

Keywords: learner autonomy, problem solving skill, geometric optics

PENDAHULUAN

Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses menegaskan bahwa

proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keseluruhan

prinsip-prinsip pembelajaran diatas bermuara pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan

mengembangkan segala potensi yang ada pada diri siswa atau peserta didik.

Mewujudkan pola pembelajaran yang mampu memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif di kelas adalah sesuatu yang tidak mudah. Diperlukan kemampuan guru

untuk menarik perhatian peserta didik, salah satunya dengan berupaya memunculkan

masalah pembelajaran yang memang berkaitan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta

didik. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penguasaan pengetahuan prasyarat oleh

peserta didik untuk memasuki sebuah topik baru. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka mustahil

pembelajaran yang berpusat pada siswa akan berjalan. Oleh karena itu, menjadi penting bagi

guru/dosen untuk mengetahui seberapa besar kemampuan/pengetahuan prasyarat peserta

didik sehingga guru/dosen mampu merumuskan tugas dan tanggung jawab yang akan

diamanahkan kepada peserta didiknya.

(Howe & Jones, 1993) memperkenalkan sebuah konsep untuk mengatur tugas dan

tanggung jawab pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan

(2)

150

mempertimbangkan hal-hal diatas yang dikenal dengan istilah learner autonomy. Learner

autonomy didasarkan pada gagasan bahwa peserta didik harus dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kompetensi yang akan dilatihkan

(Balcinkali, 2010). Dengan demikian sehingga siswa diharapkan lebih fokus dan

bertanggungjawab pada pembelajaran mereka sendiri. Dengan learner autonomy peserta

didik dikelompokkan ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan kemampuan awal mereka

dan sekaligus mengatur tanggung jawabnya dalam proses pembelajaran. Learner autonomy

juga tidak lepas terhadap tanggung jawab pendidik, khususnya berkenaan dengan peran dan

tanggung jawabnya dalam kelas serta pemilihan model pembelajaran yang digunakan.

Model-model pembelajaran yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik peserta didik,

materi, dan lingkungan belajar.

Dalam konteks pembelajaran fisika di FKIP Universitas Lambung Mangkurat,

masalah memotivasi peserta didik agar aktif dan learner autonomy sangatlah penting

mengingat masih begitu rendahnya kompetensi dasar keilmuan yang dimiliki oleh

mahasiswa sebagai calon guru. Proses perkuliahan masih didominasi oleh dosen dengan

metode ceramah dan diikuti contoh soal, dan drill (latihan). Mahasiswa sebagai subjek

belajar lebih sering diposisikan sebagai pendengar sehingga menjadi tidak aktif. Selain itu,

modul praktikum yang digunakan di laboratonium juga sudah sangat lengkap dan sistematis.

Akibatnya, keterampilan proses sains siswa kurang bterlatih secara komprehensif (Salam M.,

Prabowo, & Supardi, 2015).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya telah membuktikan bahwa pembelajaran

dengan learner autonomy efektif untuk meningkatkan kompetensi dasar keilmuan mahasiswa

pendidikan fisika pada perkuliahan fisika dasar topik listrik dinamis (Salam M., Prabowo, &

Supardi, 2015). Rancangan penelitian ini merupakan kelanjutan penelitian pada topik fisika

dasar yang lain, yakni optika geometri. Peneliti memiliki keyakinan yang kuat bahwa masih

rendahnya penguasaan kompetensi dasar keilmuan mahasiswa khususnya keterampilan

pemecahan masalah bisa diatasi dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk

mengembangkan perangkat pembelajaran topik Optika Geometri yang berorientasi pada

learner autonomy dan kearifan lokal untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah

mahasiswa. Penelitian mengadaptasi model pengembangan Dick & Carey (Dick, Carey, &

Carey, 2009) untuk menghasilkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), Materi Ajar, dan Tes Hasil Belajar

(THB).

Tahapan

pengembangan

yang

dilaksanakan

meliputi:

(1)

menganalisis

tujuan/kompetensi dasar, (2) menganalisis perkuliahan, (3) menganalisis mahasiswa, (4)

merumuskan tujuan kinerja, (5) menyusun tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi

perkuliahan, (7) mengembangkan perangkat pembelajaran, (8) melaksanakan validasi, (9)

melaksanakan Uji Coba I, dan (10) melaksanakan uji Coba II. Artikel ini mendeskripsikan

hasil pelaksanaan Uji Coba I yang merupakan bagian dari pengembangan perangkat

pembelajaran secara utuh.

Subjek penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa RPP, LKM, Materi Ajar,

dan THB. Objek Penelitian berupa kelayakan perangkat pembelajaran yang terdiri dari

validitas, kepraktisan, dan keefektifan dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Selanjutnya yang menjadi subjek uji coba perangkat pembelajaran adalah mahasiswa

Pendidikan Fisika yang memprogramkan mata kuliah Fisika Dasar II pada tahun akademik

2016/2017, sebanyak 20 orang.

Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan

masing data yang diperoleh selama tahapan pengembangan. Skor penilaian terhadap

masing-masing perangkat pembelajaran diperoleh dari hasil penilaian pakar dengan menggunakan

beberapa indikator. Skor tersebut dirata-ratakan kemudian diklasifikasikan berdasarkan

kategori pada tabel 1. Skor keterlaksanaan RPP juga dirat-ratakan kemudian diklasifikasikan

berdasarkan pengaktegorian pada tabel 1. Data tersebut dijadikan dasar untuk menentukan

(3)

151

kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Selanjutnya Data hasil belajar baik

sebelum dan sesudah pembelajaran dianalisis secara deskriptif untuk menentukan nilai

maksimum, nilai minimum, rerata, dan standar deviasi. Selanjutnya dihitung nilai gain

ternormalisasi dengan menggunakan formula (Hake, 1998):

i i f

S

S

S

g

%

%

100

%

%

Dengan g adalah gain ternormalisasi,

S

f

adalah nilai postest, dan

S

i

adalah nilai

pretest. Nilai tersebut disesuaikan dengan nilai acuan gain pada tabel 3 untuk melihat

kategori efek peningkatan hasil belajar mahasiswa setelah diterapkannya perangkat

pembelajaran yang dikembangkan.

Tabel 1. Acuan validitas perangkat dan keterlaksanaan RPP Rentang Skor Kategori

≥4,21 3,40 - 4,20 2,60 - 3,40 1,80 - 2,60 ≤1,80 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Baik Tidak Baik

Diadaptasi dari Widoyoko, (2012: 238) Tabel 2. Acuan nilai gain

Rentang Skor Kategori

0,70 0,7 ≥ g ≥ 0,3 < 0,3 Tinggi Sedang Rendah (Hake, 1998)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi RPP,

LKM, Materi Ajar, dan THB. Perangkat pembelajaran ini diharapkan mampu melatihkan

keterampilan pemecahan masalah bagi mahasiswa pada topik Optika Geometri dengan

memperhatikan otonomi belajar bagi mahasiswa. Perangkat pembelajaran yang dirancang

selanjutnya divalidasi oleh ahli/pakar untuk memperoleh perangkat yang valid. Selanjutnya,

perangkat tersebut di uji coba pada kelas terbatas untuk mengetahui kepraktisan dan

keefektivannya.

1. Hasil validasi ahli/pakar

Proses validasi merupakan proses penelaahan oleh pakar menggunakan sejumlah

indikator untuk setiap jenis perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Rencana

pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan panduan yang didesain sedemikian rupa oleh

guru/dosen untuk mengimplementasikan pembelajaran di kelas. Penelaahan pakar terhadap

RPP meliputi komponen tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, waktu, dukungan

antar perangkat pembelajaran, metode sajian, dan bahasa yang digunakan. Berdasarkan hasil

penilaian pakar, diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,18 yang berkategori baik dengan

reliabilitas sebesar 99,02%.

Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) adalah panduan sekaligus kertas kerja bagi

mahasiswa dalam melakukan pemecahan masalah. Pemecahan masalah disini terdiri atas

pemecahan masalah melalui kegiatan eksperimen dan pemecahan masalah soal-soal latihan

level kognitif C3 (penerapan) maupun C4 (analisis). Indikator dalam penilaian LKM

meliputi aspek petunjuk, kelayakan isi, prosedur, dan pertanyaan. Berdasarkan hasil

penilaian pakar, diperoleh nilai rata-rata LKM sebesar 3,86 yang berkategori baik dengan

reliabilitas sebesar 98,97%.

Materi Ajar Optika Geometri digunakan oleh mahasiswa sebagai salah satu sumber

belajar dalam proses belajar mengajar di kelas. Materi ajar yang dikembangkan terdiri atas

sampul, kata pengantar, daftar isi, tujuan pembelajaran, pembahasan materi yang dilengkapi

dengan gambar, contoh soal, latihan, rangkuman, daftar pustaka, dan glosarium. Materi ajar

didesain sedemikian rupa untuk mengakomodir kebutuhan sumber belajar minimal yang

(4)

152

diperlukan dalam proses pembelajaran. Adapun indikator penilaian untuk materi ajar

meliputi: komponen kelayakan isi, kebahasaan, dan komponen penyajian. Hasil penilaian

pakar menunjukkan bahwa materi ajar yang dikembangkan berkategori baik dengan nilai

rata-rata sebesar 4,00 dan dengan reliabilitas sebesar 99,33%.

Perangkat pembelajaran yang terakhir adalah THB yang sekaligus merupakan

instrumen untuk menilai ketercapaian tujuan pembelajaran. THB yang dikembangkan

berupa soal essay berjumlah 6 nomor dengan level kognitif C2 sampai dengan C6. Indikator

penilaian terhadap THB meliputi aspek validitas isi, bahasa serta penulisan soal. Hasil

penilaian pakar menunjukkan bahwa THB yang dikembangkan berkategori baik dengan

nilai rata-rata sebesar 3,98 dan dengan reliabilitas sebesar 99,48%.

Berdasarkan hasil penilaian pakar terhadap perangkat pembelajaran, diketahui bahwa

keseluruhannya adalah berkategori baik. Dengan demikian seluruh perangkat pembelajaran

dinyatakan valid. Selanjutnya perangkat pembelajaran dapat digunakan/diimplementasikan

dalam proses pembelajaran pada tahap uji coba untuk mengetahui tingkat kepraktisan dan

efektivitasnya.

2. Hasil uji coba

Uji coba terbatas dilaksanakan dalam 3 kali tatap muka dengan alokasi waktu

masing-masing sebesar 150 menit. Pertemuan pertama membahas topik pemantulan cahaya

dengan menggunakan model pengajaran langsung. Tujuannya adalah untuk membekali

mahasiswa tentang keterampilan melakukan eksperimen yang berkaitan dengan hukum

pemantulan cahaya dan sifat-sifat bayangan yang terbentuk oleh cermin datar, cekung, dan

cembung. Selanjutnya secara bertahap, mahasiswa dibekali dengan kemampuan melakukan

pemodelan matematis terhadap hasil eksperimen yang dilakukan. Berdasarkan tabel 3,

diketahui bahwa keterlaksanaan RPP sudah berjalan dengan baik.

Tabel 3. Keterlaksanaan Pembelajaran Langsung

Fase Pembelajaran Skor Kategori 1. Menjelaskan tujuan dan mempersiapkan mahasiswa 4,25 Sangat Baik 2. Mendemonstrasikan pengetahuan/ keterampilan 4,25 Sangat Baik 3. Membimbing pelatihan 4,17 Baik 4. Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik 4,00 Baik 5. Membimbing pelatihan lanjutan dan penerapan 3,80 Baik

Pada pertemuan kedua, dosen menggunakan model pembelajaran inquiry/discovery

learning tipe terbimbing. Pembelajaran ini terdiri atas 5 fase pembelajaran (Sutman,

Schmuckler, & Woodfield, 2008). Umumnya fase-fase pembelajaran berjalan dengan sangat

baik. Pertemuan kedua membahas tentang pembiasan cahaya oleh satu bidang permukaan

pembias yang diikuti dengan pemodelan matematis berdasarkan hasil eksperimen. Oleh

karena sifatnya yang masih terbimbing, maka LKM yang digunakan mahasiswa masih

dilengkapi dengan Rumusan masalah dan atau tujuan eksperimen, alat/bahan, serta prosedur

kerja.

Tabel 4. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri/Discovery Terbimbing Fase Pembelajaran Skor Kategori Menyampaikan masalah (Inquiry) 4,00 Baik Menjelaskan prosedur penyelidikan (Method) 4,50 Sangat baik Melaksanakan penyelidikan (Investigation) 4,50 Sangat baik Mempresentasikan hasil penyelidikan (Conclusion) 4,00 Baik Mendiskusikan penerapan (Extension) 4,33 Sangat baik

Perkuliahan ketiga menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group

investigation. Fase-fase pembelaran yang tampak pada tabel 5 adalah fase-fase pembelajaran

kooperatif secara umum. Adapun ciri khas dari langkah-langkah tipe group investigation

yang terdiri dari 6 langkah (Sharan, 1990) dilebur ke dalam fase-fase pembelajaran

kooperatif. Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa keterlaksanaan fase-fase

pembelajaran kooperatif telah berkategori sangat baik.

(5)

153

Tabel 5. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif

Fase Pembelajaran Skor Kategori Memotivasi mahasiswa dan menyampaikan tujuan 4,50 Sangat Baik Menjelaskan informasi 4,50 Sangat Baik Mengorganisasikan mahasiswa ke dalam tim-tim belajar 4,67 Sangat Baik Membimbing kelompok bekerja dan belajar 4,33 Sangat Baik Evaluasi 4,40 Sangat Baik Memberikan penghargaan 3,67 Baik

Secara umum tipe-tipe pembelajaran kooperatif berada pada level otonomi tingkat II.

Namun demikian, khusus untuk pembelajaran kooperatif tipe kelompok investigasi (Group

Investigation) berada pada level III. Hal ini disebabkan karena salah satu tuntutan dari

pembelajaran kooperatif tipe ini adalah siswa yang harus bisa merencanakan sendiri

pemecahan masalah akademik yang diberikan bersama dengan kelompoknya. Investigasi

kelompok menempatkan siswa/mahasiswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja

sama merencanakan proyek, melaksanakan investigasi, menyajikan temuan dan

mengevaluasinya secara bersama (Doymus, Simsek, Karacop, & Ada, 2009). Dengan

demikian, jenis LKM yang digunakan dalam penelitian ini tidak mencantumkan tujuan, alat

dan bahan, prosedur kerja percobaan/ekesperimen. Mahasiswa diharapkan memaksimalkan

sumber daya yang ada atau yang dipersiapkan oleh dosen untuk memecahkan masalah

akademik yang diberikan. Intervensi dari dosen untuk menyiapkan beberapa alat dan bahan

ini dimungkinkan dengan pertimbangan waktu dan efektivitas penyelidikan.

Berdasarkan pemaparan data diatas, terlihat bahwa keterlaksanaan fase-fase

pembelajaran berorientasi learner autonomy dapat terlaksana dengan baik, bahkan sebagian

besar fase-fase pembelajarannya bisa dilaksanakan dengan sangat baik. Hal ini menunjukkan

bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan tergolong praktis. Kesiapan mahasiswa

berupa pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan bisa terpenuhi sehingga

hambatan yang dialami pada setiap level otonomi dapat diatasi dengan baik.

Efektivitas perangkat pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari hasil pretest dan

postest. Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa rerata pretest mahasiswa sebesar 12,2 dengan

deviasi standar sebesar 5,1. Selanjutnya nilai rerata postest adalah 69,8 dengan deviasi

standar sebesar 11,9. Dengan skor maksimum yang mungkin dicapai adalah 100, maka

peningkatan hasil belajar mahasiswa berdasarkan nilai gain ternormalisasi adalah 0,66 yang

termasuk dalam kategori sedang/efektif. Hal ini sejalan dengan temuan peneliti sebelumnya

bahwa pembelajaran inovatif yang mempertimbangkan learner autonomy efektif untuk

meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada topik listrik dinamis (Salam M., Prabowo, &

Supardi, 2015).

Tabel 5. Hasil Belajar Mahasiswa Nilai Pretest Postest Nilai Maksimum 23 87 Rerata 12,6 70,0 Nilai Minimum 6 50 Deviasi standar 5,1 11,9 Gain score 0,66

Tes Hasil Belajar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 pertanyaan terdiri

atas level pertanyaan memahami (C2) sebanyak dua nomor, sedangkan level kognitif lainnya

(menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6))

masing-masing diwakili satu nomor soal. Soal-soal pemecahan masalah yang disajikan dalam THB

memiliki proporsi paling besar. Kualifikasi soal C4 dan C5 dalam penelitian ini pada

dasarnya untuk menguji keterampilan mahasiswa menyelesaikan masalah yang memerlukan

kemampuan analisis matematis dan pemodelan dalam bentuk gambar jejak berkas cahaya.

Selain itu, mahasiswa juga dilatih pemecahan masalahnya melalui kreativitas menyusun

eksperimen sederhana yang berakar pada keterampilan proses sains (level C6).

Proporsi terendah dari rerata skor jawaban mahasiswa disumbangkan oleh pertanyaan

pada level C2 dan C3 yang menuntut siswa menggambarkan proses pembentukan bayangan

pada lensa dan cermin. Beberapa mahasiswa masih keliru menggunakan sinar-sinar istimewa

(6)

154

pada lensa maupun cermin. Kebiasaan di sekolah menengah dan buku-buku penerbit yang

selalu menempatkan benda/objek diatas sumbu utama juga mengakibatkan mahasiswa keliru

menggambar ketika diminta membuat objek yang simetris terhadap sumbu utama. Untuk

pembentukan bayangan pada lup, beberapa mahasiswa masih keliru menempatkan

benda/objek sehingga bayangan yang terbentuk tidak diperbesar.

Hal-hal seperti ini tentu memerlukan pengulangan dan pembiasaan, sehingga

siswa/mahasiswa tidak hanya terpaku pada satu kondisi tertentu saja, namun bisa

menerapkan pemahamannya untuk berbagi situasi yang diberikan. Hal ini sesuai dengan

hukum Law of exercise yang mengisyaratkan pentingnya pengulangan/latihan agar

seseorang memiliki pemahaman yang baik tentang sesuatu atau menjadi terampil. Selain itu,

menurut teori pemrosesan informasi kebiasaan menggunakan sebuah pengetahuan dan atau

keterampilan akan menjadikan pengetahuan/keterampilan tersebut tidak mudah untuk

dilupakan dan akhirnya bisa naik ke memori jangka panjang seseorang.

SIMPULAN

Berdasarkan pemaparan data dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

perangkat pembelajaran fisika topik optika geometri yang dikembangkan dengan

berorientasi pada learner autonomy dinyatakan layak (valid, praktis, dan efektif) untuk

digunakan pada uji coba sebenarnya.

DAFTAR RUJUKAN

Balcinkali, C. (2010). Learner Autonomy in Language Learning: Student Teachers' Beliefs.

Australian Journal of Teacher Education, 35(1); 90-103.

Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. (2009). The Systematic Design of Instruction, 7th

edition. New Jersey: Pearson.

Doymus, K., Simsek, U., Karacop, A., & Ada, a. S. (2009). Effects of Two Cooperative

Learning Strategies on Teaching and Learning Topics of Thermochemistry. World

Applied Sciences Journal , 7(1), 34-42.

Hake, R. R. (1998). Interactive-engagement vs traditional methods: A six-thousand student

survey of Mechanics test data for introductory physics courses. American Journal

of physics, 66(1), 64-74.

Howe, A. C., & Jones, L. (1993). Engaging Children In Science. New York: Macmillan

Publishing Company.

Salam M., A., Prabowo, & Supardi, Z. A. (2015). Pengembangan Perangkat Perkuliahan

Inovatif berdasarkan Tingkat Otonomi Pebelajar pada Perkuliahan Fisika Dasar.

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains, 4(1) 547-556.

Sharan, Y. S. (1990). Group Investigation Expands Cooperative Learning. Educational

Leadership, 47, 17-21.

Sutman, F. X., Schmuckler, J. S., & Woodfield, J. D. (2008). The Science Quest Using

Inquiry/Dizcovery to Enhance Student Learning. San Fransisco: John Wiley &

Sons.

Gambar

Tabel 4. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri/Discovery Terbimbing
Tabel 5. Hasil Belajar Mahasiswa

Referensi

Dokumen terkait

Dapatan dari soal selidik dianalisis secara deskriptif menunjukkan secara keseluruhan tahap insentif keimanan yang telah diberikan oleh pengurus atau pentadbir maahad

Penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan merkuri ( Hg ) pada air aliran sungai Muara Botung yang diambil 10 titik

Rasanya harus sudah mulai dipikirkan untuk mengalihkan dana pembangunan jalan tol atau fly over pada perbaikan moda angkutan umum misalnya dengan memberikan kemudahan bagi

Pengaruh Persepsi, Pembelajaran, Keluarga dan Kelompok Acuan Terhadap Keputusan Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Tulungagung Menjadi Nasabah Bank Syariah. Berdasarkan

Belum efektifnya pengaturan hukum atas kaya seni tradisional di Indonesia adalah karena budaya masyarakat Indonesia khususnya yang kurang mengenal hak kekayaan

Selama proses pembelajaran peneliti dan guru tematik mengadakan pengamatan yang terus menerus pada kegiatan belajar siswa. Disamping itu, guru tematik juga

Teori peluang bagi ruang sampel berhingga ( finite ) memberikan segugus bilangan nyata yang disebut pembobot atau peluang yang bernilai 0 sampai 1. Peluang merupakan

Perihal berjaga-jaga ini juga disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti