• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1 KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN

DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER)

Oleh

OKTAVIA LESTARI F34061939

2010

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

2

KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN

DENGAN PENGERING SEMPROT (

SPRAY DRYER

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

OKTAVIA LESTARI F34061939

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3 Oktavia Lestari. F34061939. Kajian Produksi Tanin Bubuk dari Gambir Asalan dengan Pengering Semprot (Spray Dryer). Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan E.Gumbira Sa’id. 2010.

RINGKASAN

Gambir asalan merupakan produk tanaman gambir (Uncaria gambir

(Hunt.) Roxb) yang berasal dari getah daun gambir dengan mengalami tahapan pengolahan tertentu. Senyawa utama yang terkandung di dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam catechutannat dengan persentase masing-masing senyawa adalah 7-30% dan 22-55%. Katekin dan tanin merupakan produk hasil pemurnian komponen yang terkandung dalam produk gambir asalan. Berbagai penelitian yang dilakukan dalam proses pemurnian gambir pada umumnya berkaitan dengan cara pemurnian untuk menghasilkan katekin murni. Penelitian tentang pemurnian gambir yang menghasilkan tanin (ekstraksi tanin) perlu dilakukan lebih lanjut untuk menghasilkan produk tanin yang lebih baik. Pembuatan tanin dalam bentuk bubuk dilakukan dengan menggunakan alat pengering semprot atau spray dryer. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanin bubuk dari gambir asalan dengan proses ekstraksi dan mendapatkan perlakuan terbaik dalam produksi tanin bubuk dari gambir asalan.

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu pelarut (air) yang digunakan (400C, 600C, dan 800C) dan perbandingan jumlah pelarut (air) dengan gambir asalan dalam proses ekstraksi (8:1, 10:1, dan 12:1 v/b). Jumlah gambir asalan yang digunakan tiap perlakuan adalah 150 gram sehingga variasi jumlah pelarut yang digunakan adalah 1200 ml, 1500 ml, dan 1800 ml. Pengujian dilakukan terhadap bahan (gambir asalan) dan produk tanin bubuk. Pengujian terhadap gambir asalan meliputi analisis proksimat, kadar tanin dan kadar katekin. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap tanin bubuk yang dihasilkan adalah kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji warna, dan kadar bahan tidak larut dalam air.

Hasil dari pengujian yang telah dilakukan terhadap gambir asalan sebagai bahan baku pembuatan tanin menunjukkan nilai kadar air 12,36% (wet basis), kadar abu 12,21% (wet basis), kadar lemak 1,61% (wet basis), kadar serat kasar 6,16% (wet basis), kadar protein 3,43% (wet basis), dan kadar tanin sebesar 38,45% (wet basis). Setelah mengalami proses ekstraksi, hasil pengujian kadar tanin dalam tanin bubuk (dry basis) bervariasi dengan kisaran 83% hingga 98%. Rendeman produk tanin bubuk (dry basis) hasil pemurnian bervariasi dengan kisaran 16% hingga 42%.

Hasil pengujian terhadap produk tanin bubuk yang dikeringkan dengan

spray dryer memiliki kadar air (dry basis) 4%-6,06%, kadar abu (dry basis) 3,85% - 5,17%, dan kadar bahan tidak larut air (dry basis) 2,99%-4,43%. Hasil pengujian warna menunjukkan bahwa produk tanin bubuk memiliki nilai derajat hoe rata-rata 79,82 yang memperlihatkan spektrum warna kuning kecoklatan. Nilai whiteness dari tanin bubuk berkisar antara 69,20%-77,96%.

Secara umum, pada proses ekstraksi, penggunaan suhu pelarut yang semakin tinggi dapat meningkatkan nilai kadar tanin produk. Penggunaan perbandingan jumlah pelarut dengan gambir asalan yang semakin banyak dapat

(4)

4 meningkatkan rendemen tanin bubuk dan kadar tanin pada produk. Proses pengeringan dengan spray dryer menghasilkan tanin bubuk dengan ukuran butiran yang seragam. Kestabilan suhu pada proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap proses pembuatan tanin bubuk seperti nilai kadar air dan nilai

whiteness.

Berdasarkan hasil analisis ragam pada α = 0,05 perlakuan faktor perbandingan jumlah air dan gambir asalan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar tanin, kadar air, kadar abu, whiteness, dan kadar bahan tidak larut air tetapi berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen tanin bubuk. Perlakuan faktor suhu pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap semua nilai parameter uji. Interkasi antara perlakuan faktor perbandingan jumlah air dengan gambir asalan dan faktor suhu pealrut memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai kadar tanin, kadar air, kadar abu, dan kadar bahan tidak larut air tetapi berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen tanin bubuk dan nilai whiteness.

Perlakuan pada penelitian yang menghasilkan produk tanin bubuk dengan kualitas terbaik dikaitkan dengan efiesiensi proses dan kualitas mutu tanin. Perlakuan terbaik yang menghasilkan produk tanin bubuk dengan mutu yang tinggi adalah ekstraksi dengan suhu air 800C dan perbandingan jumlah air dengan gambir asalan 12:1. Perlakuan tersebut menghasilkan produk yang memiliki nilai kadar tanin 95,67% (dry basis), rendemen 41,79 % (dry basis), kadar air 4,85% (dry basis), kadar abu 4,04 % (dry basis), whiteness 71,73%, dan kadar bahan tidak larut air 3,72% (dry basis).

(5)

5 Oktavia Lestari. F34061939. Study of Tannin Powder Production from Gambier Extract Using Spray Dryer. Supervised by Ade Iskandar and E.Gumbira Sa’id. 2010.

SUMMARY

Gambier extract is a product of gambier plant wich is made from leaf gum and twig gambier plant with certain processing. Main compounds of the gambier extract are pseudotanin catechin and catechutannat acid with the percentage of 7-30% and 22-55%. Catechin and tannin in gambier extract can be purified in order to get products wich have high purity.

Some researches were done in the purification of gambier extract related to get pure catechin. However, research for the purification of gambir extract to get pure tannin need to be done. Tannin powder was prepared using drying process with spray dryer. The objectives of this study were to get tannin powder from gambier extract with extraction process and to get the best combination treatment for tannin extraction.

This study was done by several factor treatments. They were water temperatures (400C, 600C, dan 800C) and ratio of water and gambier extracts (8:1, 10:1, dan 12:1 v/b). Each treatment in the study used 150 gram gambier extracts. Analysis in this research was done for gambier extract and tannin product. Analysis of gambier extract included proximat analysis and tannin content. Some analysis which were done for tannin product consist of tannin content, moisture content, ash content, color test and insolubility in water content material.

The results of analysis which have been done on gambier extract as raw material for tannin powder production have moisture content of 12,36% (wet basis), ash content 12,21% (wet basis), fat content 1,61% (wet basis), rough fiber content 6,16% (wet basis), protein content 3,43% (wet basis), and tannin content 38,45% (wet basis). After extraction process, value of tannin content in tannin product (dry basis) has value from 83% to 98%. Yield of tannin product (dry basis) from purification process has a range value from 16% to 42%.

Tannin powder product which were dried by spray dryer has moisture content value (dry basis) between 4% and 6,06%, ash content (dry basis) from 85% to 5,17%, and water insoluble material (dry basis) from 2.99% to 4.43%. Tannin product on color test has hoe degree with average 79.82 which shows yellow color spectrum. Whiteness of tannin product has value between 69.20% and 77.96%.

Based on the results, increasing ratio of total water and gambier extract increased yield and tannin content in the product. Generally, increasing temperature of water on tannin extraction increased tannin content in the product. Tannin content and the content of water insoluble material showed the purity level of tannin product. The lower grade of water insoluble material showed smaller value of non tannin material and showed product with better purity. Drying

process which used spray dryer could produce tannin powder with uniform grain size. Stability of temperature in drying process could give effects to the preparation of tannin powder like mousiture content and whiteness value.

Based on the analysis of variance at α = 0.05, factor of total water and gambier extract ratio did not affect significantly to the value of tannin content,

(6)

6 moisture content, ash content, whiteness, and water insoluble material content but it gave significantly effects for the yield value of tannin product. Solvent temperature factor of treatment did not give significantly effects to the value of all test parameters. Interaction between solvent temperature and ratio of total water and gambier extract factor influenced unsignificantly on the value of tannin content, moisture content, ash content, and content of water insoluble material. However, it gave significantly effect for the yield value and the whiteness value of tannin product.

The treatment which produces the best quality tannin product has relations with process efficiency and quality of tannin. The best treatment which produces high quality tannin product is extracted with water temperature 800C and ratio of the total water with gambier extraxt 12:1 (v/b). That treatment produces tannin product wich has value of tannin content 98.62% (dry basis), yield 41.79% (dry basis), moisture content 4.85% (dry basis), ash content 4.04% (dry basis), whiteness 71,73%, and water insoluble material content 3.72% (dry basis).

(7)

7 Judul Skripsi : Kajian Produksi Tanin Bubuk dari Gambir Asalan

dengan Pengering Semprot(Spray Dryer) Nama : Oktavia Lestari

Nim : F34061939

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Ade Iskandar, MSi Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev NIP. 19630205 198803 1 001 NIP. 19550521 197903 1 002

Mengetahui : Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP. 19621009 198903 2 001

(8)

8 SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Produksi Tanin Bubuk dari Gambir Asalan dengan Pengering Semprot (Spray Dryer)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen

pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan

Oktavia Lestari F34061939

(9)

9 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen tanggal 4 Oktober 1988, penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Achmad Soerono dan Sumarti. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1993 di TK Aisiyah Bustanul Atfal II. Tahun 1994 penulis melanjutkan ke SD N Kutosari 4. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan ke SMP N 1 Kebumen dan lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjukan pendidikan ke SMA N 1 Kebumen dan lulus tahun 2006.

Penulis diterima di program sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kulaih Fisika TPB (2007-2009), Asisten Praktikum Peralatan Industri Pertanian (2010), dan pernah mengajar fisika pada salah satu Bimbingan Belajar Mahasiswa TPB (2007-2010).

Pada saat menjalani kegiatan akademik, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, beberapa kepanitian, dan menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) pada departemen Kesekretariatan tahun 2007-2008, pengurus Forum Bina Islami Fateta divisi Dana Usaha tahun 2007-2008 dan divisi Power of Akhwat tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Kebumen (FORKOMA) pada tahun 2006-2010.

Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2009 di PG Madukismo PT Madubaru, dengan topik “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi dan Penyimpanan Gula di PG Madukismo PT Madubaru”. Penulis melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana tahun 2010 dengan judul “Kajian Produksi Tanin Bubuk dari Gambir Asalan dengan Pengering Semprot (Spray Dryer)”.

(10)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Produksi Tanin Bubuk dari Gambir Asalan dengan Pengering Semprot (Spray Dryer)”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Ir. Ade Iskandar, MSi dan Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev., selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga selesainya skripsi penulis.

2. Bapak Ir. Andes Ismayana, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

3. Ayah, Ibu , dan adik tercinta yang telah memberikan segenap kasih sayang kepada penulis, terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat, motivasi, dan pengorbanannya.

4. Bapak Ir. Alexie Heryandi, MT., Nur Avni Evalia SP, MM, dan Aditya Hadiwijoyo SPt, atas segala bimbingan, informasi, dan perhatian selama penyusunan skripsi.

5. Bapak Warisman dan keluarga atas bantuan, dukungan, dan doa yang telah diberikan.

6. Teman-teman satu tim penelitian (Pramitasari Anung Putri, Shanty Raharjo Pratama, dan Resa Denasta Syarif) yang selalu saling memberikan semangat dan dukungan.

7. Teman-teman satu perjuangan di Andhika House Kavling 4 (Trisna Priandini Q., Yani Yuliani, Rahayu Lestari, Stevanny O., Dian Octavianingsih, dan Anggin Indira S. atas doa, dukungan, dan semangat

(11)

ii yang telah diberikan serta kebersamaan selama empat tahun yang tak terlupakan

8. Teman-teman satu bimbingan (Adrian Dharma Putra dan Budiman) yang selalu mendukung satu sama lain.

9. Teman-teman TIN 43 yang telah memberi semangat kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan

penyusunan skripsi.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini mungkin masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari beberapa pihak sehingga dapat membangun ke arah yang lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2010 Penulis

(12)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN... 3

C. RUANG LINGKUP ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. TANAMAN GAMBIR ... 4

B. GAMBIR ... 5

C. TANIN... 12

D. EKSTRAKSI TANIN ... 15

E. PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 20

A. ALAT DAN BAHAN ... 20

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 20

C. TATA LAKSANA PENELITIAN... 20

D. PROSEDUR ANALISIS ... 22

E. RANCANGAN PERCOBAAN ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A.KARAKTERISTIK GAMBIR ASALAN ... 24

B.EKSTRAKSI TANIN ... 26 C.ANALISIS PRODUK ... 33 1. Rendemen ... 33 2. Kadar Tanin ... 35 3. Kadar Air ... 37 4. Kadar Abu ... 39

(13)

iv Halaman

5. Warna... 41

6. Kadar Bahan Tidak Larut Air ... 45

D.PERLAKUAN TERBAIK... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A.KESIMPULAN ... 51

B.SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(14)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir ... 5

Gambar 2. Struktur Kimia Katekin ... 6

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat ... 7

Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin ... 8

Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia ... 9

Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat ... 10

Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis ... 13

Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi ... 13

Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin ... 16

Gambar 10. Bagian dan Tahapan Proses pada Pengering Semprot dengan Susunan Open Cycle Concurrent ... 19

Gambar 11. Alat Spray Dryer ... 21

Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Tanin Bubuk dari Gambir Asalan pada Penelitian Ini... 22

Gambar 13. Gambir Asalan sebagai Bahan Baku ... 28

Gambar 14. Hasil Proses Penyaringan Berupa Kotoran ... 28

Gambar 15. Proses Pengendapan dalam Ekstraksi Tanin ... 29

Gambar 16. Fraksi Katekin ... 29

Gambar 17. Larutan Tanin ... 30

Gambar 18. Tanin Bubuk Hasil Pengeringan dengan Spray Dryer... 31

Gambar 19. Tanin yang Telah Mengalami Perubahan Warna ... 32

Gambar 20. Tanin Bubuk yang Dikemas dengan Plastik ... 32

Gambar 21. Grafik Hubungan Rendemen Tanin dengan Perbandingan Jumlah Air dan Gambir Asalan ... 33

Gambar 22. Grafik Hubungan Kadar Tanin dengan Jumlah Air dan Gambir Asalan ... 36

Gambar 23. Grafik Hubungan Kadar Air Tanin Bubuk (Dry Basis) dengan Perbandingan Jumlah Air dan Gambir Asalan ... 38

(15)

vi Halaman Gambar 24. Grafik Hubungan Kadar Abu Tanin Bubuk dengan Perbandingan

Jumlah Air dan Gambir Asalan ... 40

Gambar 25. Diagram Warna Hue Tanin Bubuk ... 43

Gambar 26. Grafik Hubungan Whiteness Tanin Bubuk dengan Jumlah Air dan Gambir Asalan ... 44

Gambar 27. Penampakan Contoh Tanin Bubuk ... 44

Gambar 28. Grafik Hubungan Kadar Bahan Tidak Larut Air Tanin Bubuk dengan Jumlah Pelarut dan Bahan ... 46

Gambar 29. Grafik Hubungan Persentase Jumlah Tanin yang Terekstrak per Bobot Tanin dengan Jumlah Pelarut dan Bahan ... 48

Gambar 30. Rangkaian Alat Spray Dryer ... 58

Gambar 31. Spektrofotometer HACH untuk Mengukur Kadar Tanin ... 61

Gambar 32. Proses Ekstraksi Tanin Bubuk ... 63

(16)

vii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir ... 6

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Gambir Asalan ... 24

Tabel 3. Hasil Pengukuran Warna Tanin Bubuk ... 42

Tabel 4. Standar Tanin Industrial Grade GB 5308-85 ... 48

Tabel 5. Hasil Pengukuran Rendemen Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 65

Tabel 6. Hasil Pengukuran Kadar Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 65

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kadar Air Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 65

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kadar Abu Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 66

Tabel 9. Hasil Pengukuran Nilai Whiteness Tanin Bubuk ... 66

Tabel 10. Hasil Pengukuran Kadar Bahan Tidak Larut Air Tanin Bubuk (Dry Basis)... 66

Tabel 11. Hasil Analisis Ragam terhadap Rendemen Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 67

Tabel 12. Hasil Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perbandingan Jumlah Air dan Gambir Asalan terhadap Rendemen Tanin Bubuk (Dry Basis). 68 Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Duncan Pengaruh Suhu Air terhadap Rendemen Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 68

Tabel 14. Hasil Analisis Ragam terhadap Kadar Tanin Bubuk (Dry Basis) 69 Tabel 15. Hasil Analisis Ragam terhadap Kadar Air Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 70

Tabel 16. Hasil Analisis Ragam terhadap Kadar Abu Tanin Bubuk (Dry Basis) ... 71

Tabel 17. Hasil Analisis Ragam terhadap Nilai Whiteness Tanin Bubuk .... 72

Tabel 18. Hasil Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perbandingan Jumlah Air dan Gambir Asalan terhadap Nilai Whiteness Tanin Bubuk ... 73

Tabel 19. Hasil Uji Lanjut Duncan Pengaruh Suhu Air terhadap Nilai Whiteness Tanin Bubuk ... 73

(17)

viii Halaman Tabel 20. Hasil Analisis Ragam Kadar BahanTidak Larut Air Tanin Bubuk

(18)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rangkaian Alat Spray Dryer ... 58

Lampiran 2. Prosedur Analisis ... 59

Lampiran 3. Proses Ekstraksi Tanin Bubuk ... 63

Lampiran 4. Neraca Massa Produksi Tanin Bubuk ... 64

Lampiran 5. Nilai Hasil Analisis Tanin Bubuk ... 65

Lampiran 6. Analisis Ragam Rendemen Tanin Bubuk... 67

Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan Rendemen Tanin Bubuk ... 68

Lampiran 8. Analisis Ragam Kadar Tanin Bubuk ... 70

Lampiran 9. Analisis Ragam Kadar Air Tanin Bubuk... 70

Lampiran 10. Analisis Ragam Kadar Abu Tanin Bubuk ... 71

Lampiran 11. Analisis Ragam Nilai Whiteness Tanin Bubuk ... 72

Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan Nilai Whiteness Tanin Bubuk ... 73 Lampiran 13. Analisis Ragam Kadar Bahan Tidak Larut Air Tanin Bubuk 74

(19)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gambir asalan adalah produk tanaman gambir (Uncaria gambir

(Hunt.) Roxb) yang berasal dari getah daun gambir dengan mengalami tahapan pengolahan tertentu. Gambir asalan merupakan produk ekspor andalan Indonesia yang memiliki negara tujuan ekspor seperti India, Pakistan, Nepal, Banglades, Filipina, Singapura, dan Australia. Sebesar 84% total gambir asalan Indonesia diekspor menuju India (BPS, 2008).

Mutu gambir Indonesia mengalami kondisi yang fluktuatif sehingga menyebabkan ketidakstabilan nilai ekspor yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor yang kurang baik setiap tahunnya. Mutu gambir yang rendah menyebabkan harga di pasaran dunia menjadi rendah dan memberikan pengaruh pada penurunan permintaan pasar ekspor. Berdasarkan data ekspor gambir Indonesia pada tahun 2008, jumlah negara tujuan ekspor gambir Indonesia berkurang seperti Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Yaman, Sudan, dan Italia (BPS, 2008).

Penurunan pasar ekspor gambir Indonesia memerlukan adanya upaya peningkatan mutu produk gambir. Peningkatan mutu gambir dapat dilakukan dengan perbaikan proses pada pembuatan produk gambir dan diversifikasi gambir menjadi beberapa produk turunan yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Diversifikasi gambir menjadi produk olahan atau produk turunan gambir diharapkan dapat meningkatkan nilai jual gambir, meningkatkan nilai ekspor gambir mentah maupun gambir olahan (produk turunan), menyejahterakan kehidupan petani gambir dan membuka lapangan pekerjaan.

Menurut Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira-Sa’id, et al. (2009a), senyawa utama yang terkandung di dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam catechutannat dengan persentase masing-masing senyawa adalah 7-30% dan 22-55%. Kandungan utama dalam produk gambir asalan tersebut dapat diekstrak sehingga menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi.

(20)

2 Menurut Gumbira-Sa’id, et al. (2009a), katekin dan tanin merupakan dua produk utama hasil pemurnian komponen yang terkandung dalam produk gambir asalan. Rasio nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi tanin untuk tiga kilogram gambir adalah 83,81 % dan katekin adalah 91,67 %. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan produksi gambir olahan menjadi tanin memiliki potensi besar untuk dilakukan dan tidak kalah penting dengan katekin.

Penelitian yang dilakukan oleh Nazir dan Norman (2001) menunjukkan bahwa proses pemurnian gambir menjadi katekin murni dapat menghasilkan tanin yang berasal dari sisa pencucian pemurnian katekin. Berdasarkan hal tersebut, tidak hanya katekin, tetapi tanin juga dapat dihasilkan dari gambir. Berbagai penelitian yang dilakukan dalam proses pemurnian gambir pada umumnya berkaitan dengan cara pemurnian untuk menghasilkan katekin murni. Penelitian tentang pemurnian gambir yang menghasilkan tanin (ekstraksi tanin) perlu dilakukan lebih lanjut untuk menghasilkan produk tanin yang lebih baik.

Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki manfaat cukup banyak. Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil digunakan sebagai pewarna. Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust inhibitor) (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Menurut Carter et al. (1978), tanin dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur. Tanin adalah zat yang berfungsi membersihkan dan menyegarkan mulut, sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi.

Manfaat tanin yang potensial dalam bidang industri dan nilai jual tanin yang tinggi mendorong untuk dilakukan peningkatkan proses yang menghasilkan produk tanin dengan kualitas lebih baik. Dalam dunia perdagangan, tanin dapat dijual dalam bentuk balok dan bubuk. Proses pembuatan tanin dari gambir asalan menjadi bubuk dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering semprot atau spray dryer. Dalam penelitian ini

(21)

3 dilakukan proses pembuatan tanin bubuk dari gambir asalan yang diharapkan dapat menghasilkan tanin yang memiliki kadar tanin tinggi dengan tahapan proses yang optimum.

B. TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanin dari gambir asalan dengan proses ekstraksi dan mendapatkan perlakuan terbaik dalam produksi tanin bubuk dari gambir asalan.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan ekstraksi tanin dari gambir asalan dan menentukan perlakuan terbaik dengan faktor perlakuan suhu air (400C, 600C dan 800C ) dan perlakuan perbandingan jumlah pelarut (air) dan gambir asalan (8:1, 10:1 dan 12:1 v/b)

2. Melakukan pengeringan larutan ekstrak tanin dengan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer)

(22)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN GAMBIR

Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994 dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub-klas : Monocotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiceae Genus : Uncaria

Spesies : Uncaria gambir Roxb.

Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira-Sa’id , et al. 2009a).

Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5 tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada 40 – 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1.

(23)

5 Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir (Gumbira-Sa’id , et al., 2009b)

Menurut Sastrapradja et al., (1980) dalam Nazir (2000), tanaman gambir ditemukan liar di hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, dan di Semenanjung Malaya. Di samping itu, tanaman gambir juga dibudidayakan di Jawa, Bali, dan Maluku. Tanaman ini umumnya tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut.

B. GAMBIR

Gambir atau gambir asalan merupakan produk yang berasal dari ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang telah dikeringkan. Dalam perdagangan dunia, gambir dikenal sebagai gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Daun dan ranting merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai ekonomi. Senyawa-senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam (Hadad et al., 2007 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Komponen-konponen kimia yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 1.

(24)

6 Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir

No. Nama Komponen Jumlah (%)

1 Catechin 7 – 33 2 Asam catechutannat 20 – 55 3 Pyrocathecol 20 -30 4 Gambir flouresensi 1 – 3 5 Red Catechu 3 – 5 6 Quersetin 2 – 4 7 Fixed oil 1 – 2 8 Lilin 1 – 2 9 Alkaloid Sedikit

Sumber : Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira Sa’id, et al. (2009a) Berikut ini merupakan karakteristik umum komponen-komponen yang terkandung dalam gambir (Thorpe dan Whiteley, 1921; Nazir, 2000 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a):

1. Katekin

Katekin (C15H14O6) tergolong dalam jenis pseudotanin dan termasuk

polifenol antioksidan yang bersifat dapat larut dalam alkohol dingin, air panas, serta asam asetat glasial dan aseton. Katekin sukar larut dalam air dingin dan eter, selain itu tidak larut dalam CHCl3, metil eter dan benzene.

Katekin membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb(CH3COO)2.

Katekin menghasilkan larutan yang berwarna biru jika bereaksi dengan FeCl3. Jika katekin bereaksi dengan pine wood dan HCl akan terbentuk phloro glucinol.

Menurut Muchtar (2000), senyawa katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, jika dalam bentuk kering berbentuk kristal berwarna kuning. Struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.

(25)

7 2. Asam catechutannat

Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam eter. Asam catechutannat membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb (CH3COO)2 dan membentuk endapan berwarna hijau jika bereaksi dengan

CHCl3. Asam catechutannat bereaksi dengan pine wood dan HCl

membentuk reaksi phloro glucinol. Asam catechutannat disebut anhydride

dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110oC dengan larutan alkali karbonat. Struktur kimia asam catechutannat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000) 3. Pyrocathecol

Pyrocathecol larut dalam air, alkohol, eter, benzene, klorofom dan larut baik pada piridin dengan larutan bersifat basa, jika dipanaskan akan membentuk catechol. Pyrocathecol membentuk warna hijau dengan FeCl3

dan membentuk endapan dengan brom. Larutannya dalam air cepat berwarna coklat. Pyrocathecol dapat mereduksi perak amoniakal dan larutan Fehling.

4. Gambir flouresensi

Gambir flouresensi dapat dilihat apabila larutan gambir dikocok dengan petroleum eter dalam suasana sedikit basa. Gambir flouresensi pada lapisan petroleum eter akan terlihat perpendaran berwarna hijau.

5. Redcatechu

Redcatechu merupakan gambir yang memberikan warna merah. 6. Fixed oil

(26)

8 7. Quersetin

Quersetin (C15H10O7) merupakan senyawa turunan flavonoid tanaman

yang larut dalam air dan alkohol. Warna quersetin berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan. Quersetin memiliki manfaat sebagai anti-inflammatory dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang menguntungkan lainnya. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a) 8. Lilin

Lilin terdapat pada permukaan daun gambir. Lilin merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol.

9. Alkaloid

Alkaloid terdapat tujuh jenis alkaloid pada tanaman gambir yaitu

dihidrogambir taninna, gambirdina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambir-tanina. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa (tanin kondensasi). Tanin tersebut merupakan turunan dari flavanol yang tidak dapat dihidrolisis dengan asam ataupun basa.

Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Di Malaysia, gambir digunakan untuk obat luka bakar, sedangkan rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta obat kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern, gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, antara lain: sebagai bahan baku obat penyakit hati dan bahan baku permen yang melegakan tenggorokan bagi perokok di Jepang (Nazir, 2000).

(27)

9 Gambir dapat dimanfaatkan dalam industri kulit, tekstil, dan kosmetika. Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit dalam industri kulit. Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat warna. Gambir digunakan sebagai pembantu untuk mendapatkan warna coklat dan kemerah-merahan pada pembuatan kain batik. Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).

Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambar beberapa jenis gambir dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a) a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch;

d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block

Gambir asalan diolah melalui beberapa tahapan yaitu perebusan, pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan. Pada tahap pengolahan secara tradisional terjadi penurunan kadar catechutannatnya karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Zammarel dan Risfaheri, 1991 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Diagram alir pembuatan gambir rakyat dapat dilihat pada Gambar 6.

a b c

(28)

10 Daun Perebusan Pengepresan Pengendapan Penirisan Pencetakan Pengeringan Gambir

Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id, et al.

2009a)

Berdasarkan laporan Gumbira-Sa’id, et al. (2009b), secara rinci urutan proses pengolahan gambir yang dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebagai berikut:

1. Perebusan daun

Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3-4 kg per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dari anyaman bambu, di dalamnya terdapat jala rajut dari plastik atau tali kulit, kemudian dimasukkan ke dalam wajan yang berisi air yang sudah mendidih terlebih dahulu. Lama perebusan berkisar antara 1-1,5 jam. Selama perebusan dilakukan pembalikan bahan agar pematangam terjadi secara merata. Gulungan daun gambir

(29)

dibolak-11 balik sambil ditusuk-tusuk dengan kayu untuk memberi jalan air panas agar perebusan merata.

2. Pengempaan

Setelah daun gambir selesai direbus dan diangkat, daun kemudian dililit kembali oleh rajut agar daun tetap berada dalam gulungan. Air bekas rebusan disiramkan kembali ke daun yang akan dikempa karena masih banyak asam samak yang terlarut dalam proses perebusan. Alat kempa yang digunakan dapat berupa kempa yang terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan panjang kayu sekitar tiga meter. Proses pengempaan membutuhkan waktu sekitar 60 menit.

3. Pengendapan

Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan dimasukkan ke dalam sebuah tempat pengendapan terdiri dari kayu mirip perahu yang disebut peraku. Pengendapan memerlukan waktu sekitar 8-12 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal seperti pasta tetapi lebih encer.

4. Penirisan

Alat penirisan terbuat dari kain blacu, tali, dan alat pemberat seperti kayu dan lain-lain. Getah dalam bentuk pasta encer dimasukkan ke dalam kain blacu, diikat dan dipres lagi dengan alat pemberat agar pasta yang terjadi lebih pekat dan dapat segera dicetak. Penirisan biasanya memerlukan waktu 10-20 jam, tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan.

5. Pencetakan

Bentuk cetakan gambir terdiri dari tiga macam. Untuk konsumsi dalam negeri (makan sirih), gambir dicetak berbentuk silinder cekung. Untuk tujuan ekspor atau industri batik, penyamak dan lain-lain, gambir dicetak berbentuk koin dan silinder. Setiap kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar 25-30 menit per orang.

(30)

12 Pengeringan merupakan proses terakhir dalam pengolahan gambir. Gambir hasil cetakan kemudian diletakkan di atas tempat seperti baki, kemudian dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung, gambir dikeringkan di atas tungku perebusan daun. Pengeringan memerlukan waktu dua hingga tiga hari tergantung pada cuaca. C. TANIN

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari hutan tanaman industri seperti akasia (Acacia sp), eukaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978).

Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin memberikan bau dan rasa yang khas dan memberikan warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Berdasarkan Hathway (1962), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar dari 2000.

Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol yang dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolizable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin terdapat juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki bobot molekul tinggi (Pizzi, 1983).

Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat

(31)

13 warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin terkondensasi). Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mudah terhidrolisis dengan asam, basa, dan enzim yang membentuk asam galat dan beberapa asam lainnya (Tyler dalam Yeni et al., 2004). Contoh struktur molekul tanin terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 7 dan tanin terkondensasi pada Gambar 8.

Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis (Gross, 1992).

Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi (Copriady, 2002) Tanin terkondensasi terjadi melalui biosintesis dengan cara kondensasi katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan kemudian membentuk senyawa oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan putus dan dibebaskan monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis merupakan senyawa ester dari gula sederhana. Ikatan ester tersebut dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas yaitu galotanin (ester asam galat dan glukosa) dan ellagitanin (ester asam heksahidroksiidefenat dan glukosa) (Harbone, 1987).

(32)

14 Menurut Browning (1966), sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan fenolik-OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Sifat kimia tanin

a. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan

bersifat koloid. Oleh karena itu, di dalam air bersifat koloid dan asam lemah

b. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya

c. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi tersebut digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama

d. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan

phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,890C-101,670C e. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim

f. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer- polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen

2. Sifat fisik tanin

a. Umumnya tanin mempunyai bobot molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin tidak berbentuk (amorf) dan tidak mempunyai titik leleh

b. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut

c. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astringent)

d. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka

(33)

15 e. Tanin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan

merupakan racun

Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil digunakan sebagai pewarna. Tanin dapat digunakan untuk mewarnai sutera, wool, dan kain batik. Dalam industri farmasi, tanin dapat digunakan sebagai obat anti diare, obat kumur, dan obat sakit kulit (Nazir, 2000 dalam Yeni, et al.,2004). Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust inhibitor) (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a).

Tanin dapat berfungsi sebagai zat yang dapat membersihkan dan menyegarkan mulut sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Tanin juga memiliki fungsi sebagai zat antibakteri. Secara garis besar, mekanisme tanin sebagai zat antibakteri adalah sebagai berikut: toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin sendiri (Akiyama, et al. 2001). Menurut Masduki (1996), tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik

D. EKSTRAKSI TANIN

Ekstraksi merupakan unit operasi yang melibatkan pemisahan komponen-komponen pembentuk suatu bahan dengan cara melarutkannya ke dalam cairan lain (pelarut). Metode yang paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur semua bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950). Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air karena lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah senyawa polifenol yang terikut dalam ekstrak tanin tersebut (Hathway,

(34)

16 Gambir Asalan Pasta Filtrat Tanin Katekin Adhesiv e Pelarutan dalam Air Panas Pendinginan Komponen Tidak Larut Pemerasan Pencucian Berulang (Dengan Air Dingin)

Pelarutan Dengan Etanol

Senyawa Non Katekin

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Komponen Larut

Pasta

Tanin

1962). Fengel (1993) menambahkan dalam proses ekstraksi, tanin yang dihasilkan bukan merupakan tanin murni tetapi masih mengandung unsur-unsur lainnya. Tanin yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.

Proses ekstraksi tanin yang berasal dari gambir asalan merupakan serangkaian proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan produk tanin dan katekin. Proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan tanin dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)

(35)

17 Menurut Syafii (2000), tanin yang terdapat pada kulit Acacia decurrens dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kulit pada suhu dan waktu tertentu serta jenis pengekstrak tertentu, tergantung pada asal bahan baku. Suhu dan lama ekstraksi merupakan faktor yang perlu untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi efisiensi dalam proses ekstraksi. Pada pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan diperoleh tanin dalam jumlah yang besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena komponen non tanin yang terlarut semakin besar.

Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut akan meningkat dengan meningkatnya suhu karena peningkatan suhu akan mempermudah penetrasi pelarut dalam sel bahan. Namun, penggunaan suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan senyawa tertentu yang tidak stabil pada kondisi tersebut (Houghton dan Raman, 1998).

Menurut Bernardini (1983), beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan, pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan serta pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekstraksi dan suhu ekstraksi.

E. PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER)

Proses pengeringan semprot adalah proses yang mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi (Filkova dan Mujumdar, 1995). Alat pengering semprot digunakan untuk mengeringkan larutan, campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar (Wirakartakusumah et al., 1989).

Teknik pengeringan semprot didasarkan pada prinsip penyemprotan produk ke dalam suatu kamar (ruangan) yang diisi dengan udara panas tersirkulasi dalam bentuk butiran kecil sehingga suhu permukaannya meningkat dan memungkinkan transfer panas yang cepat. Butiran-butiran tersebut kemudian dibawa udara panas dan disirkulasi sehingga menyerap panas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Uap air hasil evaporasi

(36)

18 diserap oleh udara dan dikeluarkan dari alat pengering semprot. Serbuk kering kemudian jatuh ke bawah dan ditampung dalam wadah tertentu (Speer, 1998).

Keunggulan pengering semprot antara lain adalah sifat dan mutu produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam, partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo, 2006). Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979).

Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengeringan (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%. Residence time pada alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan mempunyai ukuran 10-500 µm (Canovas dan Mercado, 1996).

Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer,

cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat pengontrol. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1) atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bagian dan tahapan proses pada pengering semprot dengan susunan open cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 10.

(37)

19 Tahap 4

Pemisahan Produk Dari Udara Kering Tahap 1 Atomisasi Tahap 3 Evaporasi Ruang Pengering Tahap 2 Kontak partikel uadara Siklon Produk Scrubber Bahan Udara

Gambar 10. Bagian dan Tahapan Proses pada Pengering Semprot dengan Susunan

(38)

20 III. METODE PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi tanin adalah pemanas, wadah pelarutan, termometer, palu, gelas ukur, botol, kain saring, corong, timbangan, dan spray dryer. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian antara lain adalah spektrofotometer HACH, erlenmeyer, gelas piala, oven, desikator, gelas ukur, pipet, cawan alumunium, cawan porselen, colorimeter Colortech PCM, labu takar, dan tanur. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi gambir asalan dari daerah Kampar (Riau), kertas saring, NaOH, CuSO4, HCl, H2SO4,

air panas, reagen Folin Ciocalteu, larutan jenuh Na2CO3, tannic acid, dan

akuades.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juli 2010, bertempat di Bengkel Kerja Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Instrumen, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

C. TATA LAKSANA PENELITIAN

Pada penelitian utama dilakukan ekstraksi tanin dari gambir asalan dengan faktor suhu dan jumlah pelarut yang berbeda. Variasi suhu yang digunakan untuk melarutkan adalah 400C, 600C dan 800C. Jumlah air dengan gambir asalan memiliki variasi perbandingan antara 8:1 , 10:1, dan 12:1 (v/b). Jumlah gambir asalan yang digunakan pada tiap perlakuan adalah sebanyak 150 gram.

Tahapan ekstraksi tanin dari gambir asalan hingga menjadi produk tanin bubuk adalah persiapan bahan baku, pelarutan gambir asalan dalam air yang dipanaskan, penyaringan pertama, pengendapan, penyaringan kedua, dan pengeringan. Tahapan persiapan bahan baku meliputi pengecilan ukuran gambir asalan. Setelah pengecilan ukuran, gambir asalan dilarutkan dalam air

(39)

21 dengan melakukan pemanasan hingga suhu 400C, 600C dan 800C. Tahap selanjutnya, larutan gambir disaring untuk menyaring kotoran dalam gambir yang tidak larut dalam air. Tahapan setelah penyaringan adalah pengendapan yang dilakukan selama 12 jam untuk memisahkan senyawa tanin dan katekin. Setelah proses pengendapan, untuk mengambil fraksi yang mengendap (katekin) dan tidak mengendap (tanin) dilakukan dengan menggunakan proses penyaringan. Fraksi tidak mengendap kemudian diperas dan disaring kembali sehingga diperoleh filtrat tanin.

Larutan tanin yang diperoleh kemudian dikeringkan menggunakan

spray dryer dengan suhu inlet 1300C -1400C dan suhu outlet 750C-780C sehingga terbentuk tanin bubuk. Alat pengering semprot (spray dryer) yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 11 dan Lampiran 1. Diagram alir pembuatan tanin bubuk dari gambir asalan dapat dilihat pada Gambar 12.

(40)

22 Pelarutan Air panas (suhu air: 400C, 600C, 800C) (jumlah air:bahan = 8:1 v/b,10:1 v/b,12:1 v/b) Pengendapan (12 jam) Pemerasan Komponen Tidak larut Tanin Bubuk Komponen Larut

Pengeringan dengan spray dryer

(75-780C) Larutan tanin Penyaringan

(Saringan 150 mesh)

Penyaringan (Kain Saring 300 mesh)

Kotoran Filtrat Tanin Gambir asalan Pengecilan ukuran (150 gram) Pasta

Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Tanin Bubuk dari Gambir Asalan pada Penelitian Ini

D. PROSEDUR ANALISIS

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan terhadap bahan baku yaitu gambir asalan dan produk tanin bubuk. Beberapa pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain adalah analisis proksimat, kadar tanin, kadar bahan tidak larut air, dan uji warna. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 2.

E. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor yang

(41)

23 digunakan adalah suhu air (400C, 600C, dan 800C) dan perbandingan jumlah air dengan gambir asalan (8:1, 10:1, dan 12:1 v/b). Dengan demikian terdapat 9 unit perlakuan dengan dua kali ulangan. Model yang digunakan untuk desain penelitian ini adalah sebagai berikut (Walpole, 1997):

Yijk = µ + Ai +Bj + ABij + єk(ij)

Keterangan:

Ai : pengaruh perbandingan jumlah air dengan gambir asalan pada

taraf ke-i

Bj : pengaruh suhu pelarut (air) taraf ke-j

ABij : pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B

taraf ke-j

єk(ij) : pengaruh acak antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf

(42)

24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK GAMBIR ASALAN

Produk tanaman gambir yang sering dikenal sebagai gambir asalan merupakan ekstrak getah dari daun dan ranting tanaman gambir yang telah mengalami pengeringan. Getah tanaman gambir yang telah dikeringkan tersebut memiliki beberapa kandungan senyawa kimia dengan jumlah tertentu. Gambir asalan yang digunakan dalam penelitian adalah gambir asalan yang berasal dari daerah Kampar, Riau. Untuk mengetahui karakteristik gambir asalan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan analisis proksimat. Hasil pengujian analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Gambir Asalan No. Karakteristik Hasil Pengujian (%)

1 Air 12,36 2 Abu 12,21 3 Lemak 1,61 4 Serat Kasar 6,16 5 Protein 3,43 6 Lain-Lain 64,23

Kadar air gambir asalan yang digunakan dalam penelitian bernilai 12,36%. Nilai kadar air tersebut dipengaruhi oleh proses pengeringan dan penyimpanan gambir asalan. Proses pengeringan gambir asalan yang bersifat tradisional dengan menggunakan sinar matahari memungkinkan gambir asalan masih memiliki kandungan air yang tinggi. Nilai kadar air yang masih tinggi setelah pengeringan dapat menyebabkan tumbuhnya kapang pada saat penyimpanan.

Nilai kadar abu gambir asalan hasil pengujian adalah 12,21%. Berdasarkan standar mutu gambir dalam SNI 031-3391-200, nilai kadar abu pada gambir asalan tidak memenuhi standar mutu I dan II. Standar mutu I dan II untuk parameter kadar abu maksimal adalah 5%. Nilai kadar abu yang cukup besar tersebut dipengaruhi oleh kondisi proses pengolahan gambir asalan. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral anorganik yang terdapat dalam suatu bahan. Daun dan ranting tanaman gambir yang digunakan dalam

(43)

25 pembuatan gambir asalan memiliki kandungan mineral dan sebagian mineral tersebut dapat larut dalam air serta terbawa selama proses pengolahan gambir. Hasil pengujian kandungan kadar lemak pada gambir asalan adalah 1,61%. Gambir asalan diolah dengan menggunakan air panas sebagai pelarut untuk mengekstraksi getah pada daun dan ranting tanaman gambir. Air merupakan senyawa polar sehingga tidak dapat melarutkan lemak yang bersifat non polar. Oleh karena hal tersebut, nilai kadar lemak pada gambir asalan bernilai sangat kecil. Namun demikian, proses pengolahan yang kurang baik dapat menyebabkan adanya kontaminasi sehingga nilai kandungan lemak meningkat.

Nilai hasil pengujian kadar serat kasar gambir asalan yang digunakan dalam penelitian adalah 6,16%. Berdasarkan Sudarmadji et al. (1989), serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidenstifikasi dengan pasti. Serat kasar digunakan sebagai penilaian kualitas suatu bahan dan mengevaluasi efisiensi dalam proses pengolahan. Selama proses pengolahan gambir asalan, sebagian serat kasar yang terdapat dalam daun dan ranting tanaman gambir dapat ikut terbawa dalam getah gambir. Banyaknya nilai serat yang ikut terekstrak dipengaruhi oleh proses pengolahan yang terjadi dan nilai kandungan serat kasar dalam daun dan ranting gambir asalan.

Kadar protein gambir asalan yang diperoleh dari hasil pengujian menunjukkan nilai 3,43%. Nilai kadar protein pada gambir asalan dapat dipengaruhi oleh banyaknya kandungan protein yang terdapat dalam daun dan ranting tanaman gambir. Nilai kandungan protein yang terbaca pada hasil pengukuran merupakan hasil penghitungan semua nitrogen yang terdapat dalam gambir karena metode pengujian yang digunakan adalah metode mikro Kjeldahl. Menurut Sudarmadji et al. (1989), pengukuran dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl dapat menghitung semua nitrogen dari asam amino maupun dari komponen lain yang mengandung N seperti urea, asam nukleat, ammonia nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Nilai kandungan senyawa lain-lain yang terdapat dalam gambir asalan adalah 64,23%. Senyawa lain-lain tersebut dapat berupa karbohidrat, tanin,

(44)

26 katekin, dan senyawa lainnya. Senyawa tanin dapat berikatan dengan karbohidrat membentuk senyawa kompleks sehingga senyawa tersebut dapat dimasukan dalam kadar bahan lain-lain pada gambir asalan. Menurut Caolate (1990) dalam Yeni, et al. (2004) komponen dasar dalam tanin adalah asam galat dan flavonoid yang dapat membentuk glikosida bila polifenol berikatan dengan karbohidrat.

Karakteristik gambir asalan sebagai bahan baku berpengaruh pada tanin bubuk yang dihasilkan dari proses ekstraksi. Beberapa karakteristik kandungan kimia gambir asalan yang berpengaruh terhadap produk tanin bubuk antara lain nilai kadar abu dan nilai kadar tanin gambir asalan. Nilai kadar abu berpengaruh terhadap jumlah mineral yang ikut terekstrak selama proses pengolahan sedangkan nilai kadar tanin berpengaruh terhadap tingkat kemurnian produk tanin yang dihasilkan. Gambir yang memiliki kadar tanin tinggi menjadi bahan baku pembuatan tanin bubuk yang potensial untuk digunakan. Dengan nilai kandungan tanin dalam bahan baku yang tinggi, jumlah ekstrak tanin yang diperoleh diharapkan juga semakin tinggi.

B. EKSTRAKSI TANIN

Senyawa utama yang terkandung di dalam gambir asalan adalah katekin dan asam catechutannat. Katekin merupakan senyawa polifenol yang memiliki bentuk sederhana cathecol. Asam catechutannat merupakan anhidrat katekin yang sering disebut tanin dalam gambir. Tanin yang terdapat dalam gambir dapat diekstrak untuk diperoleh produk tanin yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Proses pengambilan tanin dalam gambir asalan melibatkan proses pemisahan antara senyawa katekin dan tanin yang keduanya merupakan jenis senyawa polifenol. Menurut Fessenden (1982), polifenol merupakan senyawa yang memiliki struktur dasar berupa fenol dan fenol merupakan struktur yang terbentuk dari benzene yang tersubstitusi dengan gugus OH.

Proses pengambilan tanin atau ekstraksi tanin dari gambir asalan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan air sebagai pelarut. Menurut Carter et al. (1978), tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH. Penggunaan

(45)

27 jenis pelarut yang sesuai sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Menurut Gemse (2002), faktor penting dalam ekstraksi adalah pemilihan pelarut. Pelarut yang digunakan dalam ekstaksi harus dapat menarik komponen aktif dalam campuran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, kemudahan untuk diuapkan, dan harga yang relatif murah.

Penggunaan air sebagai pelarut dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain karena air tidak berbahaya dalam penggunaannya, tidak bersifat racun, tidak bersifat korosif terhadap peralatan ekstraksi, mudah diperoleh, dan, harganya murah. Selain itu, dengan menggunakan pelarut air, katekin dan tanin dapat dipisahkan dengan metode pemisahan yang sederhana yaitu pengendapan.

Tanin dapat larut dalam air dan kelarutannya semakin besar jika dilarutkan pada suhu tinggi (Browning, 1966). Untuk mengetahui pengaruh peningkatan suhu pelarut pada proses ekstraksi, dalam penelitian ini digunakan tiga taraf suhu yaitu 400C, 600C,dan 800C. Selain suhu, faktor lainnya yang digunakan adalah perbandingan jumlah pelarut dan gambir asalan. Perbandingan jumlah air dan gambir asalan yang digunakan sebanyak tiga taraf yaitu 8:1, 10:1, dan 12:1 (v/b).

Metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini (Lampiran 3) mengacu pada cara pemurnian tanin dan katekin yang telah dilakukan dalam penelitian Gumbira-Sa’id, et al. (2009b). Sebelum mengalami proses ekstraksi, gambir asalan yang berbentuk silinder mengalami perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan adalah pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran berfungsi untuk memudahkan proses ekstraksi. Menurut Swen (1992), semakin kecil ukuran bahan, luas permukaan bahan yang melakukan kontak dengan pelarut akan semakin besar. Ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan kelarutan bahan dalam pelarut sehingga kadar ekstrak komponen bioaktif juga akan meningkat. Setelah mengalami pengecilan ukuran, gambir asalan bersama pelarut dipanaskan hingga suhu mencapai 400C, 600C,dan 800C. Gambir asalan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

(46)

28

a b

Gambar 13. Gambir Asalan sebagai Bahan Baku

a. Gambir Asalan Utuh; b. Gambir Asalan yang Telah Mengalami Pengecilan ukuran

Pemanasan dilakukan untuk melarutkan gambir asalan dan memudahkan pelarut agar dapat mengekstrak senyawa-senyawa yang terdapat dalam gambir asalan. Pemanasan dapat merusak jaringan pada bahan yang akan diekstraksi sehingga senyawa-senyawa akan dapat mudah diikat oleh pelarut. Pemanasan dilakukan hingga semua gambir asalan terlarut dengan lama pemanasan setelah mencapai suhu yang ditentukan kurang lebih 10 menit.

Larutan gambir yang telah dipanaskan disaring untuk memisahkan kotoran yang tidak larut dalam air panas. Kotoran tersebut dapat berupa pasir, tanah, logam tempat pemasakan, dan daun gambir yang terikut dalam proses pengolahan hingga menjadi gambir asalan. Hasil penyaringan berupa kotoran dalam gambir dapat dilihat pada Gambar 14. Larutan gambir kemudian didiamkan selama 12 jam untuk mengendapkan katekin yang ikut terekstrak oleh pelarut air. Proses pengendapan dapat dilihat pada Gambar 15.

(47)

29 Gambar 15. Proses Pengendapan dalam Ekstraksi Tanin

Katekin memiliki sifat dapat larut dalam air panas, alkohol, asetat glasial, aseton dan sukar larut dalam air dingin. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam alkohol dan air dingin. Dengan proses pengendapan, katekin yang sukar larut dalam air dingin akan mengendap dan dapat dipisahkan dengan tanin yang masih terlarut dalam air. Pemisahan antara katekin yang mengendap dengan tanin yang masih terlarut dalam air dilakukan dengan proses penyaringan. Fraksi yang mengendap (katekin) dapat dilihat pada Gambar 16. Fraksi yang tidak mengendap (tanin) dapat dilihat pada Gambar 17.

a b

Gambar 16. Fraksi Katekin

a. Katekin yang Mengendap pada Dasar Tabung b. Katekin Hasil Pemisahan dengan Tanin

(48)

30 Gambar 17. Larutan Tanin

Senyawa hasil pengendapan yang berupa fraksi tidak larut air dingin kemungkinan masih mengandung komponen tanin. Oleh karena hal tersebut, endapan kemudian diperas dan disaring kembali untuk mendapatkan larutan tanin. Hasil penyaringan yang berupa cairan kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot untuk memperoleh hasil serbuk yang seragam. Neraca massa pembuatan tanin bubuk dapat dilihat pada Lampiran 4. Proses pengeringan larutan tanin dilakukan dengan metode spray drying. Pada metode spray drying, bahan disemprotkan dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering (Dubey et al., 2009). Fungsi atomisasi pada metode spray drying adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil sehingga luas permukaan menjadi lebih besar dan mengakibatkan proses penguapan lebih cepat.

Penggunaan alat pengering semprot memiliki beberapa keunggulan dari beberapa teknik pengeringan lainnya seperti oven yang biasa digunakan untuk mengeringkan produk gambir pada skala laboratorium. Penggunaan oven memerlukan waktu cukup lama karena menggunakan suhu rendah dan hasil yang terbentuk masih memerlukan perlakuan lanjutan untuk menyeragamkan ukuran butiran produk.

Pada pengeringan dengan spray dryer, larutan tanin dikeringkan menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat dan menghasilkan ukuran butiran produk yang seragam. Warna produk yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer juga menunjukkan hasil yang

Gambar

Gambar 2. Struktur Kimia Katekin (Nazir, 2000)
Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000)
Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id, et al.
Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin  (Gumbira-Sa’id, et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lubis (2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa meluangkan waktu dengan keikutsertaan langsung masyarakat dalam

Slika 34 - prikaz sučelja LMS sustava baziranog na Moodlu za dodavanje logotipa obrazovne ustanove ili poduzeća koje koristi sustav u svrhu održavanja online edukacije (Dostupno

E-učenje je omogućilo niz drugih mogućnosti u suvremenom pristupu u obrazovanju. Suvremeni pristupi u obrazovanju uz adekvatnu primjenu IKT-a pridonose aktivnom učenju

Low-cost digital photogrammetry using structure-from-motion (SfM) has made it possible for nearly anyone with a digital camera to create dense and precise point

Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya atau Ridho adalah menerima sepenuh hati tanpa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer dan self assessment untuk penilaian kinerja dalam menilai kompetensi keterampilan dan pengetahuan pada

The teacher and the writer got the result of research and it could be assumed that the implementing of Classroom Action Research in developing students‘ reading

[r]