• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Tanaman Rimpang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Tanaman Rimpang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 7 Nomor 1 : 31-38 (2018)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri http://www.industria.ub.ac.id ISSN 2252-7877 (Print) ISSN 2548-3582 (Online) https://doi.org/10.21776/ub.industria.2018.007.01.4

Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Tanaman Rimpang

Added Value Analysis of Rhizome Product

Laila Nuzuliyah

National Agricultural Training Center, Jl. Ketindan, Malang 65214, Indonesia Lailaluqman118@gmail.com Received: 08th February, 2018; 1st Revision: 17th March, 2018; 2nd Revision: 02nd April, 2018; Accepted: 02nd April, 2018 Abstrak

Tren back to nature mendorong masyarakat untuk mengubah pola konsumsinya untuk lebih memperhatikan kandungan gizi dan manfaatnya untuk kesehatan. Hal ini mengakibatkan konsumsi minuman herbal meningkat. Pengolahan dari bahan segar menjadi produk instan perlu dilakukan untuk meningkatkan umur simpan produk herbal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha berdasarkan biaya total, penerimaan, dan keuntungan, serta menganalis nilai tambah produk olahan tanaman rimpang sebagai minuman herbal. Produk olahan tanaman rimpang yang dianalisis adalah minuman herbal kopi laos dan kunyit putih. Metode analisis usaha yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan R/C ratio. Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha pengolahan kopi laos dan kunyit putih menguntungkan karena setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kopi laos akan memberikan penerimaan sebesar Rp1,37 sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp0,37, sedangkan setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kunyit putih akan memberikan penerimaan sebesar Rp1,50 dengan keuntungan Rp0,50. Hasil analisis nilai tambah menunjukkan bahwa produk kopi laos memberikan nilai tambah sebesar Rp86.650/kg dimana setiap Rp100 nilai produk kopi laos mengandung nilai tambah sebesar Rp51,99. Nilai tambah produk kunyit putih adalah Rp134.800/kg dimana setiap Rp100 nilai produk kunyit putih mengandung nilai tambah sebesar Rp67,40.

Kata kunci: kopi kunyit putih, kopi laos, nilai tambah

Abstract

The trend of back to nature change the consumption pattern in society became health and nutrient contents consumption. This situation makes herbal drink consumption increase. Fresh ingredients need to process as instant products to expand herbal drink shelf life. This study aims to analyze the business based on total cost, revenue, profit, and value added of processed products of rhizome plants as herbal drinks. This research examined galangal and white turmeric coffee. Business analysis methods used include cost analysis, revenue, profit and R / C ratio. Hayami method used as value-added analysis. The results show that the business of galangal and white turmeric processing is profitable. Every 1 IDR cost incurred to produce galangal coffee will give an income of 1.37 IDR so that the profit earned is 0.37 IDR, whereas every 1 IDR cost incurred to produce white turmeric will provide acceptance of 1.50 IDR with benefit 0.50 IDR. Added value analysis shows that galangal coffee products provide added-value of 86.650 IDR/kg where each 100 IDR value of galangal coffee products contains added-value of 51.99 IDR. The added benefit of white turmeric products is 134.800 IDR/kg where each 100 IDR value of white turmeric products includes added value of 67.40 IDR..

Keywords: added value, galangan coffee, white turmeric coffe

PENDAHULUAN

Salah satu kekayaan alam Indonesia yang terkenal, baik di pasar tradisional maupun di pa-sar modern bahkan sampai pada papa-sar ekspor adalah tanaman yang tergolong sebagai herbal. Hampir keseluruhan bagian tanaman yang tergo-long herbal dapat dimanfaatkan, mulai dari daun, buah, batang dan akar (Tim Tropical Plant Curri-culum, 2012). Tanaman yang tergolong herbal terutama bagian akar (rimpang) banyak

dimanfa-atkan masyarakat untuk bumbu masak dan jamu (minuman herbal) (Supardi, Herman, & Yuniar, 2011; Yuliani & Kailaku, 2009). Minuman herbal menjadi salah satu produk dari tanaman rimpang yang digemari masyarakat karena dapat membe-rikan efek positif terhadap kesehatan (Tasia & Widyaningsih, 2014; Pongsibidang, 2017).

Di Indonesia, minat masyarakat terhadap minuman herbal semakin berkembang (Yulianto & Widyaningsih, 2013). Hal ini ditandai dengan munculnya trend back to nature oleh masyarakat

(2)

Analisis Nilai Tambah...

yang memotivasi mereka menjadi lebih selektif dan berhati-hati dalam membeli suatu produk. Kondisi ini menuntut adanya produk yang sesuai dengan pola konsumsi masyarakat yang memiliki banyak manfaat kesehatan dan gizi.

Minuman herbal yang banyak beredar di kalangan masyarakat saat ini kebanyakan masih dalam bentuk bahan segar, meskipun produk de-ngan bahan segar memiliki umur simpan yang relatif singkat. Kondisi ini menjadi tidak me-nguntungkan untuk suatu usaha karena hilangnya nilai tambah produk dan pengembangan investasi (Rachmat, 2013). Oleh sebab itu, diperlukan adanya perubahan dari komoditi pertanian dalam bentuk segar menjadi suatu produk baru yang lebih layak secara ekonomi melalui kegiatan pengolahan. Menurut Dewi, Nusril, Helmiyetti, Rosalina, dan Sarumpaet (2013), adanya peru-bahan komoditi pertanian menjadi suatu produk akan menciptakan nilai tambah dari adanya peru-bahan bentuk (form utility) yang memungkinkan adanya peningkatan umur simpan (time utlity) serta memudahkan dalam pengangkutan dan mampu mempertahankan nutrisi yang terkandung pada komoditas tersebut.

Kopi merupakan salah satu jenis minuman yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Menurut Lestari, Haryanto, dan Mawardi (2009), tingkat konsumsi kopi masyarakat Indonesia sebesar 6,38% dari tingkat konsumsi eksportir dunia. Perlu dilakukan penambahan beberapa komponen herbal untuk meningkatkan nilai tam-bah kopi. Salah satu diantaranya adalah tanaman laos (Alpina galanga) dan kunyit putih(Curcuma zedoaria). Rimpang laos telah diidentifikasi memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah sebagai imunostalting (Bendjeddou, Lalaoui, & Satta, 2003), anti tumor (Itokawa, Morita, Sumitomo, Totsuka, & Takeya, 1987) dan seba-gai anti microbial (Oonmetta-aree, Suzuki, Gasaluck, & Eumkeb, 2006). Rimpang kunyit putih memiliki beberapa keunggulan senyawa aktif diantaranya adalah kurkumin yang merupa-kan antioksidan kuat (Wijayanti, Maria, & Khasanah, 2011). Kombinasi kopi, laos dan kunyit putih diharapkan akan mampu menjadi minuman herbal yang disukai oleh konsumen.

Pengembangan produk baru harus memper-hatikan beberapa hal diantaranya adalah mening-katkan nilai tambah produk dalam tingkat persa-ingan tertentu (Griffin, 1997). Daya saing produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih dapat diukur dengan pendekatan nilai tambah. Menurut Hayami dalam Dewi et al. (2013), nilai tambah merupakan selisih nilai komoditi karena adanya

perlakuan pada tahap tertentu yang dikurangi de-ngan pengeluaran yang dilakukan selama proses tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis (kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas bahan baku dan input penyerta) dan faktor pasar (harga jual output, upah tenaga kerja dan harga bahan baku). Diper-lukan adanya analisis nilai tambah minuman herbal kopi laos dan kunyit putih untuk menge-tahui seberapa besar korbanan atas jasa yang di-keluarkan dalam suatu sehingga dapat membe-rikan gambaran keuntungan bagi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha produk olahan tanaman rimpang (kopi laos dan kunyit putih) dan nilai tambah dari usaha mi-numan herbal kopi laos dan kunyit putih.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Kota Ma-lang Provinsi Jawa Timur pada bulan September sampai Oktober 2017. BBPP Ketindan merupa-kan Balai Pelatihan Pertanian yang selama ini telah menghasilkan berbagai produk minuman herbal dalam bentuk produk segar maupun kemasan instan.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dengan pe-ngamatan dan pencatatan secara langsung yang dilakukan selama proses pelaksanaan kegiatan pembuatan usaha minuman herbal kopi laos dan kunyit putih di BBPP Ketindan. Data primer yang dimaksud antara lain data kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, input lain, hasil produksi, serta data estimasi harga jual dan pendapatan. Sedangkan data sekunder yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari literatur dan studi pustaka serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada peneli-tian ini secara umum terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan analisis usaha yang meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan R/C Ratio (Kasmir & Jakfar, 2013), sedang-kan bagian kedua adalah analisis nilai tambah (Added Value) (Hayami, Kawagoe, Marooka, & Siregar, 1987). Berikut ini adalah rincian variabel

(3)

Tabel 1. Analisis nilai tambah metode Hayami

Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Variabel No Sub Variabel Keterangan

Output input dan harga

1 Output (kg) (1)

2 Input bahan baku (kg) (2)

3 Input tenaga kerja (JKO) (3)

4 Faktor konversi (4) = (1): (2)

5 Koefisien tenaga kerja (JKO) (5) = (3) : (2)

6 Harga output (Rp) (6)

7 Upah tenaga kerja (JKO) (7) Penerimaan dan

keuntungan

8 Harga input bahan baku (Rp/kg) (8) 9 Sumbangan input lain (Rp/kg) (9)

10 Nilai output (Rp/kg) (10) = (4) × (6) 11 A. Nilai tambah (Rp/kg) (11a) = (10) – (8) – (9)

B. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a) / (10) × 100 12 A. Pendapatan tenaga kerja (Rp/jam) (12a) = (5) × (7)

B. Pangsa tenaga kerja (%) (12b) = (12a) / (11a) × 100 13 A. Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) – (12a)

B. Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) × 100 Balas jasa pemilik

faktor produksi

14 Marjin (Rp/kg) (14) = (10) – (8)

A. Pendapatan tenaga kerja (14a) = (12a) / (14) × 100 B. Sumbangan input lain (14b) = (9) / (14) × 100 C. Keuntungan perusahaan (14c) = (13a) / (14) × 100 (Sumber: Hayami et al., 1987)

yang digunakan pada bagian pertama.

1. Biaya atau Total Cost (TC) merupakan kese-luruhan biaya yang terdiri dari total biaya variabel atau Total Variabel Cost (TVC) dan total biaya tetap atau Total Fix Cost (TFC). Biaya yang digunakan dalam penelitian ini meliputi keseluruhan nilai dari masukan fi-nansial yang secara riil dikeluarkan untuk membiayai proses produksi produk olahan minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan.

TC = TVC + TFC

2. Penerimaan atau Total Revenue (TR) merupa-kan keseluruhan uang yang diterima dari hasil sejumlah produk yang berhasil dijual atau perkalian dari jumlah produk yang dihasilkan (Q) dengan harga jual produk (P).

TR = P × Q

3. Keuntungan atau profit (Π) merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan.

Π = TR – TC

4. R/C Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total.

R/C = 𝑇𝑅 𝑇𝐶

Kriteria yang digunakan untuk menilai R/C

Ratio adalah sebagai berikut:

a. R/C Ratio > 1 berarti usaha pengolahan produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan menguntungkan.

b. R/C Ratio < 1 berarti usaha pengolahan produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan merugikan.

c. R/C Ratio = 1 berarti usaha pengolahan produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan balik modal (Break Even Point / BEP).

Perhitungan analisis nilai tambah dengan menggunakan Tabel Hayami memperhitungkan tiga variabel yang meliputi; output, input dan harga, Penerimaan dan keuntungan, serta balas jasa pemilik perusahaan. Tabel mengenai analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami et al.

(1987) ditunjukkan oleh Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan R/C Ratio

Analisis biaya merupakan alat yang digu-nakan untuk menjelaskan hubungan antara biaya dan volume atau jumlah produk yang akan pro-duksi oleh perusahaan. Analisis biaya terbentuk berdasarkan dua biaya yaitu biaya tetap (fix cost)

dan biaya variabel (variabel cost). Dimana biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam jumlah yang tetap, tidak dipengaruhi oleh volume yang akan di produksi, seperti; biaya penyusutan alat dan mesin yang digunakan. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluakan sesuai dengan volume yang akan diproduksi, misalnya biaya input (Barnard, Akridge, Dooley, Foltz, & Yeager, 2012). Biaya yang terbentuk sudah

(4)

sesu-Analisis Nilai Tambah...

ai dengan penelitian agroindustri produk sejenis yang menggunakan perhitungan yang sama, se-perti penelitian mengenai analisis kelayakan fi-nansial mie berbasis jagung (Kusuma & Mayasti, 2014), analisis nilai tambah agroindustri sale pisang (Hasanah, Mayshuri, & Djuwari, 2015), serta analisis nilai tambah dan imbalan jasa faktor produksi pengolahan hasil pertanian (Kustiari, 2012).

Penerimaan merupakan penerimaan yang didapatkan oleh pelaku usaha atau penjumlahan dari jumlah produk yang terjual dan harga produk yang dijual. Sehingga komponen yang diperhi-tungkan dalam penerimaan terdiri dari jumlah produk (Q) dan harga (P) (Barnard et al., 2012). Keuntungan adalah selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang telah dikeluarkan. Ada-nya pengolahan produk pertanian dapat mening-katkan keuntungan yang didapat bila dibanding-kan dengan produk pertanian segar yang lang-sung dijual (Born, 2001). Usaha pengolahan mi-numan herbal kopi laos dan kunyit putih meru-pakan salah satu usaha dalam meningkatkan ke-untungan.

Usaha pengolahan minuman herbal yang ter-diri dari kopi laos dan kunyit putih harus dilaku-kan analisis untuk menilai kelayadilaku-kan usaha. Ana-lisis kelayakan usaha perlu dilakukan untuk me-ngetahui besarnya jasa dan pengeluaran yang di-lakukan serta penerimaan yang diperoleh. Mela-lui analisis kelayakan tersebut perusahaan dapat memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh. Suatu usaha dikatakan layak apabila pendapatan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, atau dengan kata lain usaha tersebut menguntungkan. Hasil analisis R/C ratio usaha kopi laos dan kunyit putih tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis R/C rasio usaha produk

minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan

Analisis Usaha Produk Minuman Herbal Instan N o Variabel Kopi Laos Kunyit Putih 1 Total biaya (Rp) 437.000 339.000 2 Hasil Produksi (kg) 6 7,5 3 Hasil produksi (sachet) 240 300 4 Harga jual/sachet (Rp) 2.500 2.000 5 Penerimaan (Rp) 600.000 600.000 6 Keuntungan (Rp) 163.000 201.000 7 R/C ratio 1,37 1,50

Besarnya biaya yang diperhitungkan dalam menganalisis usaha pengolahan minuman herbal kopi laos dan kunyit putih merupakan biaya riil. Artinya, biaya tersebut benar-benar dikeluarkan

untuk memproduksi kedua produk tersebut. Bia-ya tersebut meliputi biaBia-ya tetap meliputi biaBia-ya bahan baku (biaya input), biaya variabel meliputi biaya penyusutan atau biaya bahan pendukung, dan biaya lainnya.

Biaya untuk memproduksi kopi laos terdiri dari biaya bahan-bahan seperti kopi, jahe, sereh, keningar, gula pasir, cengkeh, pandan, gula pasir dan biaya tenaga kerja. Selain itu terdapat biaya lain-lain seperti biaya kemasan, LPG, label, kar-dus, transportasi, dan jasa pengemasan, dan biaya penyusutan alat dan mesin yang digunakan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kunyit putih meliputi kunyit putih, gula pasir, tenaga kerja, kemasan, label, kardus, transportasi dan jasa pengemasan, serta biaya penyusutan. Berdasarkan hasil analisis untuk melakukan sekali produksi kopi laos yang menghasilkan 6 kg produk atau 240 sachet kopi laos membutuhkan biaya sebesar Rp437.000. Produksi 7,5 kg kunyit putih yang kemudian dikemas menjadi 300

sachet mengeluarkan biaya sebesar Rp339.000. Berdasarkan perhitungan biaya untuk kedua produk tersebut, biaya untuk memproduksi kopi laos lebih banyak dari pada biaya untuk mem-produksi kunyit putih, dan sebaliknya jumlah produk yang dihasilkan kunyit putih lebih besar daripada produk kopi laos. Besarnya biaya untuk produksi kopi laos dikarenakan biaya input atau variabel yang dikeluarkan lebih mahal diban-dingkan kunyit putih. Maka dari itu, harga jual pada produk kopi laos lebih mahal.

Berdasarkan hasil produksi, penerimaan yang diperoleh untuk menjual keseluruhan pro-duk kopi laos adalah Rp600.000 dengan harga jual Rp2.500/sachet. Sedangkan penerimaan un-tuk penjualan kunyit putih adalah Rp600.000 dengan harga jual Rp2.000/sachet. Perbedaan da-lam penentuan harga jual dikarenakan perbedaan total biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi produk tersebut, dimana biaya dalam produksi produk kopi laos lebih besar daripada produk kunyit putih. Sehingga, harga produk kopi laos lebih mahal Rp500/sachet.

Berdasarkan penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan maka hasil penjualan kopi laos memberikan keuntungan sebesar Rp163.000. Keuntungan dari penjualan kopi laos menunjukkan bahwa usaha layak untuk dijalan-kan karena menguntungdijalan-kan. Hal ini didukung pula dengan hasil analisis R/C ratio yang lebih dari 1 yaitu 1,37. Hasil analisis R/C ratio ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya yang dike-luarkan perusahaan akan memperoleh penerima-an sebesar Rp 1,37 sehingga keuntungpenerima-an ypenerima-ang diperoleh adalah Rp 0,37.

(5)

Keuntungan yang diperoleh pada usaha pe-ngolahan kunyit putih adalah Rp201.000. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan kunyit putih juga menguntungkan. Hal ini didukung pula dengan hasil analisis R/C ratio yaitu 1,50 sehing-ga setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kunyit putih akan memberikan penerimaan sebesar Rp1,50 sehingga keuntungan yang diperoleh adalah Rp0,50.

Dari hasil analisis perhitungan pada kedua produk tersebut, dapat disimpulkan bahwa pro-duk tersebut layak untuk dijalankan. Keuntungan yang diperoleh dalam memproduksi kunyit putih lebih besar daripada produk kopi laos. Meskipun demikian selisih antara kedua produk tidak begitu besar, hal ini dapat dilihat pada hasil R/C ratio dimana didapatkan selisih untuk produk kunyit putih lebih besar Rp 0,13 setiap Rp 1 yang dike-luarkan perusahaan.

Analisis Nilai Tambah Kopi Laos dan Kunyit Putih

Selain analisis kelayakan usaha pengolahan kopi laos dan kunyit putih, penting dilakukan a-nalisis nilai tambah untuk penaksiran balas jasa yang diperoleh pelaku usaha serta mengukur kesempatan kerja yang tercipta (Herdiyandi, Rusman, & Yusuf, 2016). Semakin tinggi nilai tambah suatu produk akan memicu persaingan yang semakin ketat dalam perolehan bahan baku maupun pemasaran produk karena semakin me-nguntungkan (Suardani, Darmadi, & Semariyani, 2016). Nilai tambah yang semakin besar atas

pro-duk pertanian dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan tentunya dapat ber-implikasi pada peningkatan lapangan usaha dan pendapatan masyarakat, yang selanjutnya dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejah-teraan masyarakat (Kementerian Keuangan, 2012).

Nilai tambah produk pertanian telah berkem-bang pesat pada dekade ini sebagai gerakan untuk meningkatkan kesadaran mengolah hasil produk-si pertanian dan lebih banyak konsumen meminta produk olahan jadi (Program on Agricultural Technology Studies, 2005). Banyak penelitian, publikasi ilmiah sejak tahun 2001 fokus terhadap langkah-langkah untuk mempromosikan dan mendukung nilai tambah produk pertanian (Born, 2001; Lambert et al., 2006; Anderson & Hanselka, 2009; Donovan, Franzel, Cunha, Gyau, & Mithöfer, 2015). Penelitian yang fokus utama pada analisis nilai tambah komoditas pertanian jenis rimpang (Sharma, 2013) pengolahan jahe menjadi produk jadi, pengolahan jahe menjadi minyak jahe (Niir Project Consultancy Services, 2016), dan pengolahan kunyit menjadi tepung kunyit (Vedashree, Pradeep, Ravi, & Madhava, 2016). Penelitian mengenai nilai tambah yang menggunakan perhitungan metode Hayami telah banyak dilakukan pada penilaian nilai tambah komoditas pertanian menjadi produk jadi seperti dilakukan oleh Febrina, Sinulingga, dan Napitupulu, (2017), Oktavera dan Andajani (2013) dan Anderson dan Hanselka (2009).

Tabel 3. Analisis nilai tambah usaha produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan

Analisis Nilai Tambah Produk Minuman Herbal Kopi Laos dan Kunyit Putih Instan

Variabel No Sub Variabel Kopi Laos Kunyit Putih

Output Input dan Harga

1 Output (kg) 6 7,5

2 Input bahan baku (kg) 3,6 3

3 Input tenaga kerja (JKO) 1 1

4 Faktor konversi 1,67 2,5

5 Koefisien tenaga kerja (JKO) 0,28 0,33

6 Harga Output (Rp) 100.000 80.000

7 Upah tenaga kerja (JKO) 50.000 50.000

Penerimaan dan Keuntungan

8 Harga input bahan baku (Rp/Kg) 30.600 20.000 9 Sumbangan input lain (Rp/Kg) 49.416,67 45.200

10 Nilai output (Rp/Kg) 166.667 200.000

11 a. Nilai tambah (Rp/kg) 86.650 134.800

b. Rasio nilai tambah (%) 51,99 67,40

12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/jam)

13.889 16.666,67

b. Pangsa tenaga kerja (%) 16,03 12,36

13 a. Keuntungan (Rp/Kg) 72.761 118.133,33 b. Tingkat keuntungan (%) 43,66 59,07 Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (Rp/kg) 136.067 180.000

a. Pendapatan tenaga kerja (%) 10,21 9,26

b. Sumbangan input lain (%) 36,32 25,11

(6)

Analisis Nilai Tambah...

Sejauh ini penelitian-penelitian yang ada ha-nya mengacu pada komoditas tanaman rimpang jahe dan kunyit. Belum ada yang mengulas per-hitungan analisis nilai tambah pada komoditas laos (Alpina galanga) dan kunyit putih (Curcuma zedoaria). Hasil analisis nilai tambah produk kopi laos dan kunyit putih tersaji secara rinci pada Tabel 3.

Produksi kopi laos instan membutuhkan ba-han baku campuran dari berbagai tanaman rim-pang dan tanaman herbal lain dengan rincian 1 kg kopi, 1 kg jahe, 1 kg sereh, 0,5 kg keningar dan 0.1 kg cengkeh sehingga total bahan baku yang digunakan adalah 3,6 kg yang akan menghasilkan 6 kg kopi laos instan. Kopi laos instan tersebut kemudian dijual dengan harga Rp2.500/sachet

atau setara dengan Rp100.000/kg. Biaya bahan baku yang dikeluarkan dari berbagai tanaman rimpang dan tanaman herbal lainnya tersebut rata-rata adalah Rp30.600/kg dan biaya input lain adalah Rp 49.416,67/kg.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil bahwa nilai output kopi laos adalah Rp166.667 /kg. Berdasarkan nilai tersebut, apabila nilai out-put dikurangi dengan biaya pembelian bahan baku dan input lain akan diketahui nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kopi laos yaitu Rp86.650/kg. Berdasarkan nilai tersebut, rasio ni-lai tambah kopi laos instan adalah 51,99% se-hingga setiap Rp100 nilai produk kopi laos me-ngandung Rp 51,99 nilai tambah.

Pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja untuk memproduksi 1 kg kopi laos adalah Rp13.889/jam atau 16,03% dari pendapatan yang diterima perusahaan. Selain itu, keuntungan yang diperoleh perusahaan akibat adanya nilai tambah dalam pengolahan kopi laos adalah Rp72.761 atau 43,66%. Apabila dibandingkan antara pro-duk kopi laos instan dengan penjualan bahan-bahan segar dapat diketahui bahwa produk kopi laos instan memiliki nilai yang lebih tinggi dari bahan segar sebesar Rp136.067/kg. Besarnya margin yang diperoleh tersebut 10,21% me-nyumbang pendapatan tenaga kerja, 36,32% untuk sumbangan input lain dan 53,47% menjadi keuntungan perusahaan. Besarnya persentase ke-untungan dari margin akibat proses pengolahan yang lebih dari 50% mengindikansikan bahwa penjualan produk kopi laos instan lebih mengun-tungkan dari pada menjual produk segar.

Kunyit putih instan juga memiliki nilai tambah yang lebih menguntungkan. Produksi 7,5 kg kunyit putih instan membutuhkan bahan baku berupa kunyit putih sebanyak 3 kg. Hasil pro-duksi tersebut kemudian dijual dengan harga

Rp80.000/kg atau Rp2.000/sachet. Sedangkan biaya bahan baku pembuatan kunyit putih instan adalah Rp20.000/kg dan biaya input lainnya adalah Rp54.200/kg. Nilai output kunyit putih adalah Rp200.000/kg dan dari nilai tersebut diketahui pula nilai tambah produk kunyit putih sebesar Rp134.800/kg setelah nilai output diku-rangi dengan biaya untuk input bahan baku dan input lain. Rasio nilai tambah dari produk kunyit putih instan adalah 67,40% sehingga setiap Rp100 nilai produk kunyit putih instan mengan-dung Rp67,40 nilai tambah.

Produksi 1 kg kunyit putih instan, membu-tuhkan biaya tenaga kerja Rp16.666,67/jam atau 12,36%. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dari pengolahan produk kunyit putih instan ada-lah Rp118.133,33/kg atau 59,07%. Apabila di-bandingkan antara penjualan kunyit putih instan dengan kunyit putih segar, diperoleh margin se-besar Rp180.000 dengan penjualan kunyit putih instan lebih tinggi. Margin tersebut 9,26% nyumbang biaya tenaga kerja dan 25,11% me-nyumbang biaya pembelian input lain. 65,63% dari margin yang diperoleh menjadi keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan yang lebih dari 50% dari nilai margin akibat pengolahan ter-sebut mengindikasikan bahwa penjualan kunyit putih instan lebih menguntungkan daripada pen-jualan dalam bentuk segar.

Berdasarkan pengolahan komoditas tanaman rimpang menjadi minuman instan seperti laos diolah menjadi kopi laos dan kunyit putih diolah menjadi minuman instan kunyit putih sangat ber-manfaat bagi penerimaan profit yang didapatkan, serta dapat meningkatkan umur simpan produk. Kegiatan pengolahan produk pertanian menjadi produk turunannya dapat meningkatkan nilai tambah, meningkatkan keuntungan (Akrige et al., 1997) dan meningkatkan umur simpan mengingat komoditas pertanian bersifat perishable atau mu-dah rusak (Anderson & Hanselka, 2009).

KESIMPULAN

Usaha pengolahan minuman herbal sachet

instan dari komoditas tanaman rimpang yaitu laos menjadi kopi laos dan minuman instan kunyit putih layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan besarnya R/C ratio berdasarkan perhitungan seti-ap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk mempro-duksi minuman herbal kopi laos instan akan memberikan penerimaan sebesar Rp1,37 dengan keuntungan Rp0,37, sedangkan setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi minuman herbal kunyit putih instan akan memberikan

(7)

pe-nerimaan sebesar Rp1,50 dengan keuntungan Rp0,50, sehingga usaha kopi laos dan kunyit pu-tih instan menguntungkan. Besarnya nilai tambah produk minuman herbal kopi laos instan adalah Rp86.650/kg dan setiap Rp100 nilai produk mi-numan herbal kopi laos instan mengandung nilai tambah sebesar Rp51,99. Nilai tambah minuman kunyit putih instan adalah Rp134.800 /kg dengan setiap Rp100 nilai produk minuman kunyit putih instan mengandung nilai tambah sebesar Rp67,40.

Daftar Pustaka

Akrige, J., Downey, D., Boehlje, K., Harling, F., Barnard, & Baker, T. (1997). Food System 21 Gearing Up for the New Millenium. In Agricultural Input Industries. West Lafayette: Purdue University Cooperative Extension Service.

Anderson, D. P., & Hanselka, D. (2009). Adding Value to Agricultural Products. Texas A&M University. Retrieved from http://hdl.handle.net/ 1969.1/86940

Barnard, F. L., Akridge, J. T., Dooley, F. J., Foltz, J. C., & Yeager, E. A. (2012). Agribusiness Management (4th ed.). New York: Routledge. Bendjeddou, D., Lalaoui, K., & Satta, D. (2003).

Immunostimulating activity of the hot water-soluble polysaccharide extracts of Anacyclus pyrethrum, Alpinia galanga and Citrullus colocynthis. Journal of Ethnopharmacology, 88(2-3), 155–160. https://doi.org/10.1016/S0378 -8741(03)00226-5

Born, H. (2001). Keys to Succes in Value-Added. Southern Sustainable Agriculture Working Group and The National Center for Appropriate Technology’s ATTRA Project. Fayetville. Dewi, K. H., Nusril, Helmiyetti, Rosalina, Y., &

Sarumpaet, P. (2013). Analisis nilai tambah kopi teripang jahe pra campur saset. Jurnal Agrisep : Kajian Masalah Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 12(2), 209–216.

Donovan, J., Franzel, S., Cunha, M., Gyau, A., & Mithöfer, D. (2015). Guides for value chain development: a comparative review. Journal of Agribusiness in Developing and Emerging Economies, 5(1), 2–23. https://doi.org/10.1108/ JADEE-07-2013-0025

Febrina, K., Sinulingga, S., & Napitupulu, H. (2017). Performance measurement in the agro-industrial supply chain of passion fruit syrup in North Sumatera Province. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering, 14(5), 46–55.

Griffin, A. (1997). PDMA research on new product development practices: Updating trends and benchmarking best practices*1. Journal of Product Innovation Management, 14(6), 429– 458. https://doi.org/10.1016/S0737-6782(97) 00061-1

Hasanah, U., Mayshuri, & Djuwari. (2015). Analisis nilai tambah agroindustri sale pisang di Kabupaten Kebumen. Ilmu Pertanian, 18(3), 141–149.

Hayami, Y., Kawagoe, T., Marooka, Y., & Siregar, M. (1987). Agricultural Marketing and Processing in Upland Java a Perspective From a Sunda Village. Bogor: CPGRT Centre.

Herdiyandi, Rusman, Y., & Yusuf, M. N. (2016). Analisis nilai tambah agroindustri tepung tapioka di Desa Negaratengah Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya (studi kasus pada seorang pengusaha agroindustri tepung tapioka di Desa Negaratengah Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH, 2(2), 81–86. https://doi.org/10.25157/jimag.v2i2.62

Itokawa, H., Morita, H., Sumitomo, T., Totsuka, N., & Takeya, K. (1987). Antitumour principles from Alpinia galanga. Planta Medica, 53(1), 32–33. https://doi.org/10.1055/s-2006-962611

Kasmir, & Jakfar. (2013). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Kementerian Keuangan. (2012). Laporan Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian. Jakarta.

Kustiari, R. (2012). Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian. In Prosiding Seminar Nasional “Petani dan Pembangunan Pertanian” (pp. 75– 85). Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Kusuma, P. T. W. W. K., & Mayasti, N. K. I. (2014). Analisa kelayakan finansial pengembangan usaha produksi komoditas lokal: Mie berbasis jagung. Agritech, 34(2), 194–202.

Lambert, D., Lim, A. H., Tweeten, K., Leistritz, F. L., Wilson, W. W., McKee, G. J., … Saxowsky, D. M. (2006). Agricultural Value Added: Prospects for North Dakota. Dakota.

Lestari, E. W., Haryanto, I., & Mawardi, S. (2009). Konsumsi masyarakat perkotaan dan faktor-faktor yang berpengaruh: Kasus di Kabupaten Jember. Pelita Perkebunan (Coffee and Cocoa Research Journal), 25(3), 216–235.

(8)

Analisis Nilai Tambah...

Niir Project Consultancy Services. (2016). Ginger Cultivation, Ginger Processing and Ginger Value Added Products. Retrieved March 23, 2018, from https://www.entrepreneurindia.co/ Document/Download/pdfanddoc-608414-.pdf

Oktavera, R., & Andajani, E. (2013). Implementation of Value Chain Analysis in the Broiler Supply Chain Agribussiness. In 10th Ubaya

International Annual Symposium on

Management (pp. 1268–1279). Surabaya: Universitas Surabaya.

Oonmetta-aree, J., Suzuki, T., Gasaluck, P., & Eumkeb, G. (2006). Antimicrobial properties and action of galangal (Alpinia galanga Linn.) on Staphylococcus aureus. LWT - Food Science and Technology, 39(10), 1214–1220. https://doi. org/10.1016/j.lwt.2005.06.015

Pongsibidang, G. S. (2016). Risiko hipertensi, diabetes, dan konsumsi minuman herbal pada kejadian gagal ginjal kronik di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2015. Jurnal Wiyata Penelitian Sains Dan Kesehatan, 3(2), 162–167.

Program on Agricultural Technology Studies. (2005). How important is Value-Added Agriculture in Wisconsin ? Madison.

Rachmat, M. (2013). Perspektif Pengembangan Industri Pengolahan Pangan di Indonesia. In Diversifikasi Pangan Dan Transformasi Pembangunan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sharma, B. P. (2013). Ginger Production and Processing Technology Dissemination in Dang, Nawalparasi and Parbat Districts. Kapurkot. Suardani, N. M. A., Darmadi, N. M., & Semariyani, A.

A. M. (2016). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Jahe sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan Kelompok Wanita Tani di Desa Petang. In Seminar Nasional Hasil Pengabdian Masyarakat Inovasi Ipteks Perguruan Tinggi

untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.

Supardi, S., Herman, M. J., & Yuniar, Y. (2011). Penggunaan jamu buatan sendiri di Indonesia (analisis data riset kesehatan dasar tahun 2010). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 14(4), 375–381.

Tasia, W. R. N., & Widyaningsih, T. D. (2014). Potensi cincau hitam (Mesona palustris Bl.), daun pandan (Pandanus amaryllifolius) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii) sebagai bahan baku minuman herbal fungsional. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(4), 128–136. https://doi.org/10.16146/j.cnki.rndlgc.2014.06.0 01

Tim Tropical Plant Curriculum. (2012). Tanaman Obat Herba Berakar Rimpang. Bogor: SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor.

Vedashree, M., Pradeep, K., Ravi, R., & Madhava, N. M. (2016). Turmeric spent flour : Value addition to breakfast food. International Journal of Nutritional Sciences, 1(2), 1–5.

Wijayanti, A. D., Maria, A. F., & Khasanah, S. N. (2011). Pengaruh pemberian ekstrak kunyit putih (Curcuma alba) terhadap nilai Hb (hemoglobin), PCY (packed cell volume), jumlah dan diferensila leukosit tikus yang terpapar asap sepeda motor. Jurnal Sain Veteriner, 29(1), 1–6.

Yuliani, S., & Kailaku, S. I. (2009). Pengembangan produk jahe kering dalam berbagai jenis industri. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 5(1), 61–68.

Yulianto, R. R., & Widyaningsih, T. D. (2013). Formulasi produk minuman herbal berbasis cincau hitam (Mesona palustris), jahe (Zingiber officinale), dan kayu manis (Cinnamomum burmanni). Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 1(1), 65–77.

Gambar

Tabel 1. Analisis nilai tambah metode Hayami
Tabel  2.  Hasil  analisis  R/C  rasio  usaha  produk
Tabel 3. Analisis nilai tambah usaha produk minuman herbal kopi laos dan kunyit putih instan

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mengambil judul “PENGARUH PERSEPSI ANAK TENTANG PERHATIAN ORANG TUA DAN KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK

Untuk menunjukkan format-format baru dari nama organisasi, seseorang atau keluarga yang telah disusun sesuai dengan aturan selain yang digunakan untuk menetapkan nama

BK, hendaknya tetap melaksanakan layanan bimbingan Kelompok dan melakukan kerjasama yang baik serta di lakukan secara intensif dan terprogram, karena terbukti bahwa

Within the scope of the regency/ municipality, Local Development Planning Board or can be abbreviated Planning Board (Bappeda) has a strategic role in the

Dalam pelaksanaan tradisi tabuik sejak pertama dilaksanakan hingga sekarang telah mengalami perubahan dari segi kesakralan dan spiritual masyarakat Pariaman dalam

[r]

Dalam menyusun penulisan ilmiah ini penulis menetapkan batasan permasalahan yaitu mengenai perbandingan perhitungan harga jual yang dilakukan CV.Mardonuts dan perhitungan harga

[r]