• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HUNIAN: PANTI ASUHAN ANAK DENGAN KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU (PEDOMAN TEORI DAN PRAKTIS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HUNIAN: PANTI ASUHAN ANAK DENGAN KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU (PEDOMAN TEORI DAN PRAKTIS)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HUNIAN:

PANTI ASUHAN ANAK DENGAN KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU (PEDOMAN TEORI DAN PRAKTIS)

Penulis : Sri Astuti Indriyati

Desain Cover: Ridwan Tata Letak: Aji Abdullatif R Proofreader: N. Rismawati ISBN: 978-623-6608-91-3 Cetakan Pertama: Desember, 2020

Hak Cipta 2020, Pada Penulis Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang

Copyright © 2020

by Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung

All Right Reserved

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT:

WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG

Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat

Anggota IKAPI Cabang Jawa Barat No. 360/JBA/2020

Website: www.penerbitwidina.com Instagram: @penerbitwidina Email: admin@penerbitwidina.com

(4)

PRAKATA

Puji syukur kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan limpahan dan rahmat-NYA sehingga Penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Perencanaan dan Perancangan Hunian Panti Asuhan Anak dengan Konsep Arsitektur Perilaku”.

Buku ini mencatat dan menyampaikan konsep desain bangunan yang tepat bagi para Pengguna/Penghuni Bangunan, khususnya untuk Bangunan Panti Asuhan Anak & Penyandang Disabilitas. Dengan berpedoman pada buku ini, maka “The Failure of Architecture and Design” dari suatu bangunan dapat dihindari, serta upaya Coping

Behavior (upaya pengguna/penghuni bangunan untuk menyesuaikan

diri terhadap karya arsitektur) dapat diminimalkan. Bangunan yang hadir harus tepat adanya diciptakan untuk Para Pengguna/Penghuni yang nyaman menggunakan setiap ruangnya. Buku ini berguna juga untuk Para Arsitek Profesional, Pengembang (Developer) atau Kontraktor bahkan Pembuat Kebijakan (Pemerintah/Swasta) sebagai referensi Perencanaan dan Perancangan Proyek Panti Asuhan Anak (Umum) ataupun khusus untuk Penyandang disabilitas.

Terima kasih diucapkan kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan penuh sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik. Harapan terdalam dari Penulis adalah dengan diterbitkannya buku ini akan memperluas wawasan dari Para Pembaca yang selanjutnya dapat mendalami dengan seksama bahwa Peran penting Perilaku Manusia pada setiap karya arsitektur sekarang dan masa depan senantiasa dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan karya arsitektur.

Jakarta, Desember 2020 Penulis, Prof. Ir. Sri Astuti Indriyati, MS., Ph.D

(5)

DAFTAR ISI

PRAKATA··· iii

DAFTAR ISI ··· iv

DAFTAR GAMBAR··· vi

DAFTAR TABEL··· viii

BAB 1 PENDAHULUAN ··· 1

BAB 2 PANTI ASUHAN ANAK ··· 7

A. Pengertian Panti Asuhan ··· 7

B. Sejarah ··· 8

C. Fungsi dan Tujuan ··· 10

D. Syarat Fasilitas Pada Panti Asuhan Anak ··· 10

E. Fasilitas Panti Asuhan Anak ··· 12

BAB 3 PANTI ASUHAN ANAK DIFABLE DAN DISABILITAS ··· 15

A. Pengertian Difabel dan Disabilitas ··· 15

B. Jenis-jenis Difabel ··· 16

C. Penyebab Difabel ··· 17

D. Terapi Difabel··· 17

E. Peraturan Menteri No. 30 Tahun 2006: Standar Fasilitas Penunjang Disabilitas··· 18

BAB 4 KAJIAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PANTI ASUHAN ANAK ···· 27

A. Pengertian Arsitektur··· 27

B. Pengertian Perilaku··· 28

C. Pengertian Arsitektur Perilaku··· 28

D. Perilaku Coping ··· 29

E. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ··· 30

F. Prinsip Arsitektur Perilaku ··· 31

(6)

BAB 5 IDENTIFIKASI MASALAH PADA PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN PANTI ASUHAN ANAK ··· 33

A. Permasalahan Umum ··· 33

B. Identifikasi Masalah Umum ··· 34

C. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Post Occupancy Evaluation (POE) dibeberapa Panti Asuhan Anak··· 37

BAB 6 PETUNJUK TAHAPAN ANALISA/PEMBAHASAN DAN KONSEPTUA LISASI PERANCANGAN BANGUNAN PANTI ASUHAN ANAK ··· 41

A. Aspek Lingkungan dan Tapak··· 41

B. Konsep Tapak dan Lingkungan ··· 47

C. Konsep Zoning Bangunan Pada Tapak ··· 48

D. Konsep Tata Ruang Luar ··· 48

E. Aspek Manusia··· 51

F. Analisa Pelaku Kegiatan ··· 66

G. Aspek Bangunan ··· 69

BAB 7 PROGRAM RUANG ··· 83

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Bilik Pancuran Tanpa Tempat Duduk ··· 19

Gambar 3.2 Ukuran Dasar Bak Rendam ··· 19

Gambar 3.3. Ukuran Bebas Kursi Roda··· 20

Gambar 3.4 Tipe Wastafel dengan Penutup ··· 21

Gambar 3.5 Ruang Bebas Area Wastafel··· 21

Gambar 3.6 Perletakan Pintu dan Jendela ··· 22

Gambar 3.7 Perletakan Alat Listrik (Tampak Sisi 1)··· 23

Gambar 3.8 Perletakan Alat Listrik (Tampak Sisi 2)··· 23

Gambar 3.9 Perletakan Peralatan Elektronik Penunjang ··· 24

Gambar 3.10 Perletakan Peralatan Penunjang Lain ··· 24

Gambar 3.11 Ukuran Meja Bujursangkar ··· 25

Gambar 3.12 Ukuran Meja Persegi Panjang ··· 25

Gambar 3.13 Ukuran Tempat Tidur Tunggal ··· 25

Gambar 6.1 Elemen Lunak ··· 49

Gambar 6.2 Elemen Keras ··· 49

Gambar 6.3 Elemen Furniture ··· 50

Gambar 6.4 Sifat Kegiatan & Zoning Tapak ··· 63

Gambar 6.5 Analisis Pelaku Kegiatan dalam Bangunan ··· 67

Gambar 6.6 Analisa Pelaku & Kegiatan Utama··· 67

Gambar 6.7 Analisa Pelaku & Kegiatan Pengelola··· 68

Gambar 6.8 Analisa Pelaku & Kegiatan Service ··· 68

Gambar 6.9 Analisis Pelaku & Kegiatan Penunjang··· 69

Gambar 6.10 Organisasi Ruang Kegiatan Penunjang ··· 71

Gambar 6.11 Organisasi Ruang Kegiatan Asrama Lantai berbeda (Lantai 2 & 3) ··· 72

Gambar 6.12 Konfigurasi Bentuk Massa Bangunan terhadap Aliran Udara ··· 74

Gambar 6.13 Konsep Wind Tunnel sebagai Pengarah Aliran Udara pada Ruang Terbuka ··· 74

(8)

Gambar 6.14 Aliran Udara dengan Ventilasi Silang sebagai upaya

maksimalisasi udara dalam ruang ··· 75

Gambar 6.15 Perbandingan Sistem Pencahayaan Alami & Buatan ··· 75

Gambar 6.16 Sistem Air Bersih ··· 76

Gambar 6.17 Sistem Telekomunikasi ··· 77

Gambar 6.18 Orientasi Massa Bangunan ··· 79

Gambar 6.19 Sistem Listrik Bangunan ··· 80

Gambar 6.20 Sistem Telekomunikasi Bangunan ··· 80

Gambar 6.21 Sistem Air Bersih pada Bangunan ··· 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kapasitas Total Tempat Duduk Aksesibel ··· 25

Tabel 6.1 Studi Aktivitas/Kegiatan Pelaku Anak Asuh ··· 51

Tabel 6.2 Studi Aktivitas/Kegiatan Pelaku Pengasuh ··· 52

Tabel 6.3 Studi Aktivitas/Kegiatan Pelaku Pengelola ··· 53

Tabel 6.4 Studi Aktivitas/Kegiatan Pelaku Pegawai··· 56

Tabel 6.5 Studi Aktivitas/Kegiatan Pelaku Pengunjung ··· 62

Tabel 6.6 Jenis & Sifat Ruang Kegiatan Utama ··· 63

Tabel 6.7 Jenis & Sifat Ruang Kegiatan Penunjang··· 64

Tabel 6.8 Jenis & Sifat Ruang Kegiatan Pengelola ··· 65

Tabel 6.9 Jenis & Sifat Ruang Kegiatan Service ··· 66

Tabel 6.10 Analisis Pola Massa Bangunan ··· 70

Tabel 7.1 Program Ruang Panti Asuhan Anak (Umum) ··· 84

(10)

PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak merupakan suatu Lembaga Usaha Kesejahteraan Sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti (orang tua/ keluarga) anak dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak-anak asuh (anak yatim, piatu, yatim piatu dan anak terlantar) sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita – cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.

Panti asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak – anak, berperan sebagai wakil orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada anak asuh agar memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri sampai mencapai tingkat kedewasaan yang matang serta mampu melaksanakan perannya sebagai individu dan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat. Anak – anak yang tinggal di Panti Asuhan merupakan anak yatim, piatu, yatim piatu, anak yang diberikan karena tidak cukupnya ekonomi orangtua,

(11)

anak yang lahir diluar nikah, serta anak yang memiliki keterbatasan dalam fisik maupun mental (difabel).

Panti Asuhan terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan fungsinya, seperti yang banyak diketahui yaitu Panti Asuhan Anak dan Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas. Dapat dilihat dari namanya, dua jenis panti tersebut memiliki fungsi yang berbeda yaitu panti asuhan yang merawat anak – anak normal dengan umur tertentu dan panti asuhan yang merawat anak – anak dengan kebutuhan khusus pada fisik maupun mental. Sarana dan prasarananya pun berbeda, dimana Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas memiliki sarana dan prasarana yang lebih banyak sesuai dengan kebutuhan penggunanya, serta perawatan dari pengasuh pun berbeda.

Pada akhir tahun 2013, Direktorat Rehabilitas Sosial mengeluarkan data Orang Dengan Kecacatan (ODK) mencapai 3.838.985 jiwa. Sedangkan, Kementerian Sosial RI melalui berbagai panti yang disediakan hanya dapat melayani 3.150 penyandang disabilitas per tahun yang dimana jumlah tersebut hanya 0,0082% dari jumlah tersebut dan terus meningkat sampai pada tahun 2014 mencapai 6.008.600 jiwa (Pusdatin Kemensos RI, 2014), serta diperkirakan terus meningkat sampai saat ini. Pada tahun 2018, Direktorat Rehabilitas Sosial Anak Kemensos Nahar menyatakan bahwa jumlah panti asuhan anak yang ada di Indonesia berjumlah 5.824 sedangkan yang terakreditasi hanya 1.615 panti. Dari jumlah tersebut, yang merupakan Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas hanya sekitar 10% dari jumlah tersebut.

Saat ini, Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas tidak bertambah secara signifikan jumlahnya sehingga belum dapat melayani seluruh penyandang disabilitas yang ada di Indonesia. Beberapa panti yang ada saat ini pun memiliki sarana dan prasarana yang belum dapat dikatakan layak atau memadai kebutuhan dari pengguna panti yang merupakan anak-anak penyandang disabilitas, seperti kurangnya lahan terbuka hijau untuk memanfaatkan sinar matahari guna berjemur, kurangnya alat-alat medis untuk terapi, dan lain sebagainya. Segala karakteristik

(12)

fisik, psikologis, metode pendidikan dan perilaku penyandang disabilitas adalah kompleks, maka panti asuhan untuk anak penyandang disabilitas

seharusnya dirancang khusus untuk menyesuaikan kebutuhan

penggunanya. Dalam mendesain kebutuhan ruang, pola sirkulasi, material bangunan dan elemen - elemen pembentuk ruang lainnya pun

harus menyesuaikan perilaku serta kebutuhan aktivitas dari

penggunanya.

Permasalahan yang ada pada pembahasan adalah semakin meningkatnya kebutuhan Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas dengan sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar dan perilaku serta aktivitas penggunanya. Untuk menanggapi permasalahan tersebut diperlukan adanya Panti Asuhan Anak khusus Disabilitas dengan pendekatan desain Arsitektur Perilaku yang mempertimbangkan perilaku manusia dalam proses perancangannya, sehingga menghasilkan Panti Asuhan yang nyaman dan aman untuk fisik maupun psikis penggunanya.

Arsitektur Perilaku adalah arsitektur yang dalam penerapannya selalu menyertakan pertimbangan – pertimbangan perilaku dalam perancangan kaitan perilaku dengan desain arsitektur (sebagai lingkungan fisik) yaitu bahwa desain arsitektur dapat menjadi fasilitator terjadinya perilaku atau sebaliknya sebagai penghalang terjadinya perilaku (JB. Watson, 1878-1958).

Perilaku manusia memiliki keterkaitan yang erat dengan lingkungan yang telah dibuat untuknya. Jika ada perubahan yang terjadi pada lingkungan tersebut, maka hal itu dapat mempengaruhi perilaku manusia tersebut. Berikut adalah beberapa variabel yang berpengaruh terhadap perilaku manusia, yaitu ruang yang digunakan sesuai dengan aktivitas apa yang dilakukan oleh penggunanya, ukuran dan bentuk dari suatu ruang dapat mempengaruhi psikis dari pengguna, tata perabotan dapat memperlihatkan karakteristik dari pengguna ruang, warna memiliki peranan yang sangat penting karena dapat mengatur atau bahkan merubah perilaku serta kualitas ruangan, suhu ruang memiliki

(13)

pengaruh yang kuat juga karena dapat mempengaruhi psikis dari pengguna, dan pencahayaan pada ruang juga sangat berpengaruh pada perilaku manusia dikarenakan dapat mengganggu jika terlalu terang dan sebaliknya jika terlalu gelap dapat membuat mata tidak nyaman.

Arsitektur Perilaku memiliki beberapa prinsip didalamnya yang digunakan sebagai acuan, yaitu mampu menghubungkan manusia dengan lingkungan binaannya, dapat mewadahi aktivitas penggunanya dengan nyaman dan menyenangkan secara fisik dan psikis, serta memiliki nilai estetika yang cukup baik.

Suatu jenis bangunan Panti Asuhan Anak (dan Panti Asuhan Anak Khusus Disabilitas) termasuk jenis bangunan yang dianggap perlu melakukan pendekatan desain arsitektur perilaku dalam mewujudkan perancangannya. Hal itu dikarenakan Panti Asuhan Anak khusus

Disabilitas harus dirancang dengan memperhatikan dan

mempertimbangkan perilaku penggunanya yang merupakan anak –

anak dengan kebutuhan yang berbeda dalam beraktivitas, sehingga diharapkan pengguna dapat merasakan kebahagiaan, kenyamanan dan keamanan secara fisik dan psikis dengan lingkungan binaan yang dirancang khusus untuk pengguna.

Sama seperti lembaga lainnya, Panti Asuhan Anak mempunyai berbagai persyaratan untuk bisa berdiri sebagai satu lembaga. Namun, seiring berjalannya waktu timbul berbagai permasalahan yang disebabkan karena banyak Panti Asuhan yang berdiri tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Permasalahan tersebut dibagi menjadi 3 aspek, antara lain :

1. Aspek manusia

a. Perilaku Fisiologis, kurangnya ruang yang tersedia dan bentuk ruang yang kurang fungsional sehingga membuat pengguna kesulitan dalam pengaturan ruang.

b. Perilaku Psikologis, kurangnya ventilasi yang tersedia sehingga menciptakan sistem sirkulasi udara yang buruk di dalam bangunan

(14)

sehingga pengguna merasa pengap atau sesak di dalam bangunan tersebut.

c. Hubungan dengan ruang, warna dari dinding yang terlampau

menyilaukan sehingga menurunkan kualitas dari ruang serta membuat pengguna merasakan ketidaknyamanan pada ruang tersebut.

2. Aspek Bangunan

a. Tidak terdapat sarana dan prasarana yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan fisik serta psikis pengguna.

b. Tidak terdapat sarana dan prasarana yang memadai untuk

menunjang kegiatan – kegiatan untuk melatih kreativitas pengguna.

c. Desain bangunan yang tidak mempertimbangkan perilaku pengguna

sehingga terjadinya perubahan fungsi pada ruang. 3. Aspek Lingkungan

a. Kurangnya ruang terbuka hijau pada panti sehingga kurang menarik minat anak – anak panti untuk bermain di luar.

b. Tempat pengumpulan sampah yang berjarak tidak jauh dari area utama panti yang menyebabkan terciumnya bau tidak sedap.

c. Tidak terdapatnya penyaring pada pembuangan air limbah sehingga

menghasilkan bau yang tidak sedap.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka Perencanaan dan Perancangan Bangunan Panti Asuhan Anak harus memperhatikan beberapa hal prinsip perencanaan dan perancangan Panti Asuhan Anak dan Anak Khusus Disabilitas di Jakarta; mempertimbangkan penerapan Arsitektur Perilaku.

(15)
(16)

PANTI ASUHAN ANAK

A. PENGERTIAN PANTI ASUHAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau Panti Asuhan Anak adalah tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau Panti Asuhan Anak adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial anak yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Panti Asuhan adalah suatu lembaga yang sangat terkenal untuk membentuk perkembangan anak – anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga. Anak – anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam mengasuh, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak agar anak menjadi manusia dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari (Santoso, 2005).

(17)

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Panti Asuhan Anak merupakan suatu lembaga yang berfungsi untuk memberikan perlindungan secara penuh terhadap hak – hak atas anak yang diasuhnya dan berlaku sebagai wakil orang tua yang harus memenuhi kebutuhan dalam proses tumbuh dan kembang anak asuhnya agar nantinya dapat menjadi pribadi yang dapat bertahan di kehidupan bermasyarakat.

B. SEJARAH

Dalam sejarah, pertama kalinya rumah yatim piatu di Batavia didirikan secara sederhana yaitu pada tahun 1629 tepatnya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jacques Specx. Rumah panti asuhan ini dikelola oleh para diakon (pelayan) Gereja Protestan yang berada di Jalan Kaaimansgracht, kini Jl. Kemukus. Rumah sederhana ini kemudian diganti dengan gedung baru yang konstruksinya terbuat dari batu yang dapat menampung puluhan anak pada tahun 1639 (Heuken, 2005).

Pada tahun 1662, rumah yatim piatu baru yang besar dibangun di Jl. Orpa (dari kata Portugis orfan, artinya anak yatim piatu) kemudian berganti nama menjadi jalan Roa Malaka II. Dalam weeshuis (rumah yatim piatu dalam Bahasa Belanda) ini tinggal anak campuran atau Indo yang lahir di luar pernikahan. Selain itu tinggal pula kurang lebih sepuluh orang lanjut usia dan dua puluh lima budak yang sebagian besar wanita. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Leonard du Bus de Gisignies (1826 – 1830) terjadi penutupan rumah yatim piatu. Hal ini dilatar belakangi oleh keadaan Kota Batavia yang saat itu sudah tidak sehat lagi terbukti dari jumlah angka kematian yang ti nggi ditambah dengan banyaknya jumlah anak yatim piatu yang terlantar akibat kurang memadainya rumah yatim piatu ini.

Gereja milik orang Inggris yang baru mulai merintis weezengestich (rumah untuk menampung orang tidak waras) di Jl. Prapatan yang juga menampung anak-anak yatim piatu pada tahun 1834 yang kemudian

(18)

dipindah ke bangunan yang kini dipakai oleh Lembaga Administrasi Negara di Jl. Veteran di tahun 1854.

Sebuah rumah panti asuhan yang besar akhirnya dibuka pada tahun 1844 di Jl. Gajah Mada, yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional. Rumah tersebut merupakan rumah mewah bekas kediaman Reiner de klerk yang dibeli oleh College van der Hervormde Gemeente (Dewan Gereja Jemaat Pembaharuan) dan diperuntukkan sebagai gereja serta rumah yatim piatu. Namun, rumah yatim piatu itu akhirnya dijual kepada pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900 dikarenakan pendapat dewan gereja yang menyatakan bahwa tempat itu kurang cocok untuk gereja dan rumah yatim piatu berhubung banyak sekali orang Cina dan Arab yang membangun rumah di daerah Molenvliet. Kurang lebih dua puluh lima anak dipindahkan sementara waktu ke beberapa rumah sederhana di kompleks yang kini dipakai oleh Galeri Nasional di Jl. Merdeka Timur pada tahun 1915 (Maulana, 2009).

Setelah itu beberapa panti asuhan juga didirikan, tetapi baru pada awal abad ke 20 sebuah bangunan yang khusus diperuntukkan menjadi panti asuhan didirikan dibawah naungan Perhimpunan Vincentius. Bangunan tersebut menjadi asrama anak laki – laki dan perempuan. Meski sempat diambil alih oleh tentara Jepang untuk digunakan oleh Romusha, namun ketika Jepang kalah perang, gedung – gedung dikembalikan pada tahun 1946 walau dalam keadaan kotor dan rusak (Maulana, 2009).

Sejak tahun 1946, panti asuhan semakin marak didirikan sebagai salah satu solusi untuk menampung anak – anak korban perang. Dan sampai sekarang, beragam jenis panti asuhan telah dibangun menuru t kebijakan dan tujuan masing-masing lembaga maupun organisasi yang berkembang di Indonesia.

(19)

C. FUNGSI DAN TUJUAN

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997), Panti Asuhan memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak

b. Pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraan sosial anak

c. Pusat pengembangan keterampilan (yang merupakan fungsi

penunjang)

Tujuan Panti Asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997), antara lain :

1. Memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta mempunyai keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. 2. Penyelenggara pelayanan kesejahteraan sosial anak di Panti Asuhan

sehingga terbentuk manusia-manusia yang berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilan kerja yang mampu menopang hidupnya dan hidup keluarganya.

Panti Asuhan sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak juga memfasilitasi pemeriksaan kesehatan oleh tenaga medis seperti memastikan setiap anak mendapatkan vaksin, imunisasi, vitamin dan lain sebagainya sesuai dengan usia dan kebutuhan anak. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan juga disediakan untuk kebutuhan darurat. D. SYARAT FASILITAS PADA PANTI ASUHAN ANAK

Menteri Sosial Republik Indonesia telah menentukan beberapa hal terkait penyediaan fasilitas pada panti asuhan yang tercantum pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 30/HUK/2011 tentang “Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan

(20)

Sosial Anak” sebagai Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, yaitu sebagai berikut :

1. Penyediaan Fasilitas

a. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menyediakan fasilitas yang lengkap, memadai, sehat dan aman bagi anak untuk mendukung pelaksanaan pengasuhan.

b. Lembaga harus dibangun di tengah-tengah masyarakat yang

memungkinkan :

- Anak-anak mengakses berbagai fasilitas yang dibutuhkannya seperti, sekolah, pusat pelayanan kesehatan, tempat rekreasi, pusat kegiatan anak dan remaja, perpustakaan umum, tempat penyaluran hobi, dll.

- Menghindarkan anak dari kemungkinan mengalami kekerasan di

lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak karena lokasi yang terisolasi.

- Perlibatan masyarakat setempat termasuk anak-anaknya dalam kegiatan bersama di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan

memungkinkan anak untuk terlibat dalam kegiatan

kemasyarakatan.

c. Lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus aman untuk tempat tinggal dan aktivitas anak sehingga bangunan Lembaga

Kesejahteraan Sosial Anak harus memperhatikan standar

keselamatan dan keamanan.

2. Fasilitas yang Mendukung Privasi Anak

a. Tempat tinggal yang memenuhi kebutuhan dan privasi anak

b. Kamar tidur dengan ukuran 9 m2 untuk 2 anak, yang dilengkapi lemari untuk menyimpan barang pribadi

c. Kamar mandi anak laki – laki dan perempuan secara terpisah dan berada di dalam ruangan yang sama dengan bangunan tempat tinggal anak

(21)

d. Toilet yang aman, bersih dan terjaga privasinya untuk anak laki – laki dan perempuan secara terpisah dan berada di dalam ruangan yang sama dengan bangunan tempat tinggal anak

3. Fasilitas Pendukung

a. Ruang makan yang bersih dengan perlengkapan makan sesuai

dengan jumlah anak

b. Tempat beribadah di lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak untuk semua jenis agama yang dianut anak yang dilengkapi dengan prasarana untuk kegiatan ibadah

c. Ruang kesehatan yang memberikan pelayanan reguler yang

dilengkapi petugas medis, perlengkapan medis dan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan penyakit anak

d. Ruang belajar dan perpustakaan dengan pencahayaan yang cukup, baik siang maupun malam hari

e. Ruang bermain, olahraga dan kesenian yang dilengkapi peralatan yang sesuai dengan minat dan bakat anak

f. Ruangan yang dapat digunakan oleh anak maupun keluarga untuk berkonsultasi secara pribadi dengan pekerja sos ial ataupun pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau digunakan sebagai ruang pribadi anak ketika ingin menyendiri

g. Ruang tamu yang bersih, rapih dan nyaman bagi teman atau keluarga anak yang akan berkunjung

E. FASILITAS PANTI ASUHAN ANAK

1. Panti Asuhan Anak Umum atau khusus Difabel (Usia 0 – 19 tahun) a. Pengelola Panti Asuhan (Pimpinan, Bagian Administrasi, Bagian

Pengasuhan, Bagian Penyaluran dan Bagian Identifikasi)

b. Ruang Ibadah

c. Hunian atau Asrama

d. Ruang bersama

(22)

f. Klinik atau Ruang Medis

g. Dapur

h. Tempat Cuci

i. Ruang Jahit

j. Ruang Pengawas

2. Pendidikan Non – Formal

a. Pengelola Pendidikan Non – Formal (Pimpinan, Administrasi dan Guru)

b. Ruang Kursus Komputer

c. Ruang Kursus Elektronik d. Ruang Kursus Pertukangan e. Ruang Kursus Menjahit

f. Ruang Kursus Musik

g. Ruang Kursus Seni Rupa

h. Ruang Serbaguna

i. Perpustakaan / Taman Baca

j. Lapangan Olahraga Outdoor

k. Lapangan Kesenian Outdoor (Garden Theatre) l. Taman Aktif dan Pasif

(23)
(24)

PANTI ASUHAN ANAK

DIFABLE DAN DISABILITAS

A. PENGERTIAN DIFABEL DAN DISABILITAS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan dengan orang yang menyandang atau menderita sesuatu (Moeliono, 1989). Sedangkan disabilitas merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Dan difabel merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu different people yang berarti manusia yang berbeda dan able yang berarti dapat, bisa, sanggup atau mampu (Echols & Shadily, 1976).

Menurut WHO (1980) ada tiga definisi yang berkaitan dengan kecacatan, yaitu impairment, disability, dan handicap. Impairment adalah kehilangan atau abnormalitas struktur atau fungsi psikologis, fisiologis atau anatomis. Disability adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan (sebagai akibat impairment) untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara atau dalam batas -batas yang dipandang normal bagi seorang manusia. Handicap adalah suatu kerugian bagi individu tertentu, sebagai akibat dari suatu impairment atau disability, yang membatasi atau menghambat terlaksananya suatu peran yang normal (Sholeh, 2014).

(25)

Di samping lebih ramah, istilah “difabel” memiliki keberpihakan, karena different ability berarti “memiliki kemampuan yang berbeda”. Tidak saja mereka yang memiliki kekurangan yang “memiliki kemampuan yang berbeda”, tetapi juga mereka yang tidak memiliki kekurangan juga memiliki kemampuan yang berbeda (Sholeh, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa difabel adalah suatu kemampuan yang berbeda untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara atau dalam batas – batas yang dipandang normal bagi seorang manusia.

B. JENIS – JENIS DIFABEL

Penyandang difabel terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan keadaan masing-masing yang semuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis – jenis penyandang difabel, antara lain :

1. Disabilitas Mental, terbagi menjadi dua yaitu : a. Mental Tinggi

Sering dikenal sebagai orang berbakat intelektual, dimana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata individu juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab (Reefani, 2013).

b. Mental Rendah

Kemampuan mental rendah di bawah rata-rata dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anak yang lamban belajar (slow learner) yang memiliki IQ antara 70 – 90 dan anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memiliki IQ di bawah 70.

2. Disabilitas Fisik, terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :

a. Kelainan pada Tubuh (Tuna Daksa), merupakan individu yang mengalami kerusakan di jaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, dan pada sistem musculus skeletal (Fitriana, 2013).

b. Kelainan pada Indera Penglihatan (Tuna Netra), merupakan orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata

(26)

yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajat (Geniofam, 2010).

c. Kelainan pada Indera Pendengaran (Tuna Rungu), merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indera pendengaran (Smart, 2010).

d. Kelainan Bicara (Tuna Wicara), merupakan seseorang yang

mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat di mengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat di mengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional dimana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara (Reefani, 2013). C. PENYEBAB DIFABEL

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB), penyebab terjadinya difabel pada manusia dikarenakan oleh :

1. Sebab sebelum lahir, antara lain : terjadinya infeksi penyakit, kelainan kandungan, radiasi terhadap kandungan, kecelakaan saat dalam kandungan

2. Sebab pada saat kelahiran, antara lain : proses kelahiran terlalu lama, kelahiran yang sulit, pemakaian anaestesi dengan dosis yang tidak sesuai

3. Sebab setelah proses kelahiran, antara lain : kecelakaan, infeksi penyakit dan ataxia

D. TERAPI DIFABEL

1. Medis, terapi yang dilakukan oleh dokter spesialis rehabilitasi dimana dokter menata program dengan tujuan fungsional meliputi upaya, promotif, preventif, kuratif, dll.

(27)

2. Fisioterapi, didukung dengan fasilitas dan kemampuan : elektro terapi, aktino terapi, mekano terapi, dll.

3. Terapi Okupasi, bertujuan untuk mempertahankan dan

meningkatkan kemandirian terutama kemampuan fungsi aktivitas sehari – hari, serta melatih dan memberikan terapi pada gangguan

koordinasi, keseimbangan aktivitas locomotor dengan

memperhatikan efektivitas serta efisiensi.

4. Terapi Wicara, bertujuan untuk merangsang dan mempertahankan kemampuan berkomunikasi melalui latihan sensori organ bicara, melatih gangguan fungsi lahir, mengembangkan kemampuan komunikasi verbal, signal, tulisan dan baca.

5. Psikologi, melaksanakan pemeriksaan dan evaluasi psikologis, memberikan bimbingan, dukungan dan terapi psikis bagi pasien dan keluarganya serta mengupayakan pemeliharaan motivasi pasien. E. PERATURAN MENTERI NO. 30 TAHUN 2006: STANDAR

FASILITAS PENUNJANG DISABILITAS 1. Pancuran

a. Persyaratan

- Bilik pancuran (shower cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar dengan ketinggian disesuaikan dengan cara-cara perilaku memindahkan badan pengguna kursi roda

- Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat (hand rail) pada posisi yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu

- Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat

- Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency)

- Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu bukaan keluar

(28)

- Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau membahayakan

- Menggunakan kran dengan sistem pengungkit

b. Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Gambar 3.1 Bilik Pancuran Tanpa Tempat Duduk Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.2 Ukuran Dasar Bak Rendam Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

(29)

Gambar 3.3 Ukuran Bebas Kursi Roda Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

2. Wastafel a. Persyaratan

- Wastafel harus dipasang dengan tinggi permukaannya dan lebar

depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik

- Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel

- Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya dengan tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda

- Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap

pengguna kursi roda

(30)

b. Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Gambar 3.4 Tipe Wastafel dengan Penutup Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.5 Ruang Bebas Area Wastafel Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

3. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol a. Persyaratan

1) Sistem alarm/ peringatan

- Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem peringatan suara (vocal alarms), sistem peringatan bergetar (vibrating alarms) dan berbagai petunjuk serta penandaan untuk melarikan diri pada situasi darurat

(31)

- Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan bergetar (vibrating device) di bawah bantal

- Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau sampai dengan memutar lengan.

2) Tombol dan stop kontak Tombol dan stop kontak dipasang pada

tempat yang posisi dan tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat

b. Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Gambar 3.6 Perletakkan Pintu dan Jendela Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

(32)

Gambar 3.7 Perletakkan Alat Listrik (Tampak Sisi 1) Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.8 Perletakkan Alat Listrik (Tampak Sisi 2) Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

(33)

Gambar 3.9 Perletakkan Peralatan Elektronik Penunjang Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.10 Perletakkan Peralatan Penunjang Lain Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

4. Perabot a. Persyaratan

1) Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan gedung harus dapat digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat

2) Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak,

seperti bangunan pertemuan, konferensi pertunjukan dan kegiatan yang sejenis maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus disediakan adalah:

(34)

Tabel 3.1 Kapasitas Total Tempat Duduk Aksesibel

KAPASITAS TOTAL TEMPAT DUDUK JUMLAH TEMPAT DUDUK YANG AKSESIBEL

4 – 25 1

26 – 50 2

51 – 300 4

301 – 500 6

> 500 6, +1 untuk tiap ratusan

b. Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Gambar 3.11 Ukuran Meja Bujursangkar Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.12 Ukuran Meja Persegi Panjang Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

Gambar 3.13 Ukuran Tempat Tidur Tunggal Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006

(35)
(36)

KAJIAN ARSITEKTUR PERILAKU

PADA PANTI ASUHAN ANAK

A. PENGERTIAN ARSITEKTUR

Arsitektur adalah suatu kesatuan dari tiga unsur penting, yaitu kekuatan (Firmitas), keindahan (Venustas) dan kegunaan (Utilitas). (Marcus Pollio Vitruvius).

Menurut Robert Gutman, Arsitektur merupakan suatu lingkungan produksi yang tidak hanya menjembatani manusia dan lingkungan, tetapi juga sebagai wahana ekspresi kultural untuk mengatur kehidupan jasmani dan rohani manusia.

Sedangkan menurut Claudil, Arsitektur adalah sesuatu yang bersifat personal, menyenangkan dan memerlukan pengalaman. Arsitektur adalah hasil persepsi dan penghargaan manusia terhadap ruang dan bentuk. Ada tiga pengalaman arsitektur yang dimaksud, yaitu fisikal, emosional dan kebutuhan intelektual.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa arsitektur merupakan seni dan ilmu merancang suatu lingkungan binaan yang bukan hanya memperhatikan kekuatan, keindahan dan kegunaannya, namun juga memperhatikan hubungan antara lingkungan binaan dengan manusia sebagai pengguna.

(37)

B. PENGERTIAN PERILAKU

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada di dalam diri manusia untuk memenuhi kebutuhan yang ada di dalam dirinya. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan.

Perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perlaku tertentu pula (Robert Y. Kwick, 1972).

Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan dorongan dari dalam diri manusia yang terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan dan pada akhirnya menimbulkan suatu tanggapan. Perilaku terbagi menjadi dua bagian, antara lain :

1. Perilaku terbuka (Overt Behavior), perilaku yang terlihat dengan jelas dalam bentuk suatu tindakan

2. Perilaku tertutup (Covert Behavior), perilaku yang tidak terlihat dengan jelas oleh orang lain. (contoh : perilaku berpikir, sedih, takut, dll)

C. PENGERTIAN ARSITEKTUR PERILAKU

Arsitektur perilaku adalah bidang arsitektur yang memperhatikan serta mempertimbangkan perilaku manusia dalam perancangannya. Arsitektur perilaku merupakan bidang arsitektur yang menjembatani hubungan manusia dengan lingkungan binaannya.

Menurut Snyder dan Catanese (1984), arsitektur perilaku adalah arsitektur yang mampu menanggapi kebutuhan dan perasaan manusia yang menyesuaikan gaya hidup manusia di dalamnya.

Arsitektur perilaku adalah menyatakan suatu kesadaran akan struktur sosial dari orang-orang, suatu gerakan bersama secara dinamik dalam waktu. Hanya dengan memikirkan suatu perilaku seseorang

(38)

dalam ruang maka dapatlah kita membuat rancangan. (Clovis Heimsath, AIA 1988).

Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang dalam penerapannya selalu menyertakan pertimbangan- pertimbangan perilaku dalam perancangan. Keterkaitan perilaku dengan desain arsitektur (sebagai lingkungan fisik) adalah sebuah desain arsitektur dapat menjadi fasilitator terjadinya perilaku atau sebaliknya sebagai penghalang terjadinya perilaku (JB. Watson, 1878-1958).

D. PERILAKU COPING

Perilaku coping atau Coping Behavior merupakan saat dimana seseorang memenuhi kebutuhannya dengan melakukan penyesuaian untuk suatu ruang (Purwanto,1999).

Boutourline (1970) mengatakan bahwa “Situasi dominan dalam kehidupan modern mencerminkan bahwa individu hidup dalam lingkungan yang tidak dibangun untuk mereka.”

Coping behavior dilakukan dengan tujuan membawa kenyamanan dan kebahagiaan bagi manusia itu sendiri. Cara manusia menyesuaikan dirinya untuk memenuhi kebutuhan dirinya dilakukan dengan dua cara, antara lain:

1. Autoplasties/Adaptation, merupakan cara yang dilakukan oleh manusia untuk membiasakan dirinya dengan mengikuti apa yang diberikan atau disediakan oleh bangunan atau lingkungan yang ditinggalinya. Bisa berpengaruh baik atau bahkan buruk terhadap manusia itu sendiri.

2. Alloplastis/Adjustment, merupakan cara yang dilakukan oleh

manusia dengan mengubah, menambah atau mengurangi suatu bagian dari bangunan atau lingkungan yang ditinggalinya untuk menyesuaikan aktivitas atau perilaku dari manusia itu sendiri. Adjustment juga terbagi menjadi 2, antara lain :

(39)

a. Physical Adjustment, merupakan perubahan, penambahan atau pengurangan secara fisik yang terlihat (contoh : membuat dinding penyekat untuk menambah ruang jemur di sebelah ruang cuci).

b. Functional Space Adjustment, merupakan perubahan,

penambahan atau pengurangan dengan merubah fungsi dari ruangan (contoh : merubah kamar tidur menjadi ruang belajar). E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

Perilaku manusia memiliki keterkaitan yang erat dengan lingkungan yang telah dibuat untuknya. Jika ada perubahan yang terjadi pada lingkungan tersebut, maka hal itu dapat mempengaruhi perilaku manusia tersebut. Berikut merupakan beberapa variabel yang berpengaruh terhadap perilaku manusia (Setiawan, 1995), antara lain :

1. Ruang

Hal terpenting pada pengaruh ruang tersebut terhadap

penggunanya adalah bagaimana ruangan itu digunakan oleh penggunanya

2. Ukuran dan Bentuk

Ukuran dan bentuk ruang harus disesuaikan dengan fungsi dari ruang tersebut karena akan sangat berpengaruh terhadap psikis penggunanya

3. Perabot dan Penataannya

Penataan perabot sangat berpengaruh terhadap komunikasi antara bangunan dengan penggunanya, karena dengan penataannya akan terlihat karakteristik atau ciri khas pengguna

4. Warna

Warna memiliki peranan penting dalam hubungannya dengan manusia, karena warna dapat mengatur atau merubah perilaku manusia serta kualitas ruang tersebut

(40)

5. Suara, Temperatur dan Pencahayaannya

Suara sangat berpengaruh terhadap perilaku pengguna bangunan karena jika terlalu keras akan sangat mengganggu, suhu ruangan pun akan sangat berpengaruh karena suhu harus sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna, dan pencahayaan juga harus disesuaikan dengan fungsinya karena dapat sangat berpengaruh terhadap psikologi penggunanya

F. PRINSIP ARSITEKTUR PERILAKU

Sesuai dengan beberapa pengertian Arsitektur Perilaku yang telah dipaparkan di atas, manusia tidak akan terlepas dari lingkungan yang

telah membentuknya. Lingkungan binaan yang dibuat dapat

mempengaruhi aktivitas atau perilaku penggunanya atau bahkan sebaliknya, manusia membuat suatu lingkungan binaan untuk mewadahi aktivitas atau perilaku penggunanya. Berikut adalah beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam Arsitektur Perilaku, antara lain :

1. Mampu berkomunikasi dengan manusia dan lingkungan

Rancangan yang dibuat harus dapat dipahami oleh perancang dan penggunanya terkait hubungan antara pengguna dan rancangan bangunan tersebut. Bangunan harus memiliki syarat sebagai berikut : a. Pencerminan fungsi bangunan

b. Menunjukkan skala dan proporsi yang tepat c. Menunjukkan bahan dan struktur yang digunakan

2. Mewadahi aktivitas penghuninya dengan nyaman dan menyenangkan

Rancangan dibuat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengguna sesuai dengan aktivitasnya, maka dari itu perancang harus bisa menerapkan hal tersebut dengan tambahan elemen yang menarik serta bahan yang ramah lingkungan sehingga dapat memberikan kesan nyaman dan menyenangkan bagi pengguna.

(41)

3. Memenuhi nilai estetika, komposisi dan estetika bentuk

Estetika atau keindahan dalam arsitektur memiliki beberapa unsur di dalamnya, yaitu :

a. Kesatuan, terangkai menjadi satu kesatuan yang indah dan serasi b. Keseimbangan, nilai estetika pada suatu objek harus seimbang c. Proporsi, ukuran setiap elemen dalam objek harus sesuai sehingga

berhubungan satu sama lain dan menarik dilihat

d. Skala, biasanya diperoleh dengan besarnya bangunan dibandingkan dengan unsur manusiawi yang ada disekitarnya

e. Irama, pengulangan unsur yang ada pada objek bangunan

Dengan melihat banyaknya permasalahan yang timbul akibat kurangnya pendekatan terhadap aspek manusia, maka banyak ahli yang mengembangkan metode perancangan yang memperhatikan aspek manusia di dalamnya.

G. PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA BANGUNAN

Penerapan Arsitektur Perilaku pada konsep bangunan Panti Asuhan Anak Umum dan Bangunan Panti Asuhan Anak khusus difabel adalah dengan merencanakan dan merancang bangunan yang menyediakan ruang fleksibel yang digunakan sesuai kebutuhan pengguna, yaitu anak normal dan anak dengan keterbatasan (difabel) dengan berbagai kekhususan desain bangunan yang diperlukan.

(42)

IDENTIFIKASI MASALAH

PADA PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN PANTI ASUHAN ANAK

A. PERMASALAHAN UMUM

Pengertian sebuah panti asuhan adalah suatu lembaga yang sangat terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam mengasuh, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak agar anak menjadi manusia dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari (Santoso, 2005).

Pada tahun 2018, Direktorat Rehabilitas Sosial Anak Kemensos Nahar menyatakan bahwa jumlah panti asuhan anak yang ada di Indonesia berjumlah 5.824 sedangkan yang terakreditasi hanya 1.615 panti. Dari berbagai panti yang ada bukannya tidak ada yang mengikuti persyaratan dengan baik, namun memang lebih banyak yang tidak menaati peraturan sarana dan prasarana yang telah dibuat. Hal tersebut menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya seperti :

(43)

1. Kurangnya luasan kamar tidur untuk beberapa anak dalam satu kamar

2. Tidak tersedia ruang kebutuhan dan aktivitas anak yang memadai, seperti ruang belajar, ruang bermain, ruang olahraga, perpustakaan, ruang kesenian, ruang kesehatan, ruang ibadah, ruang makan, dll. 3. Jumlah anak dalam panti dan jumlah kamar tidur yang disediakan

tidak sesuai dengan standar yang diharuskan, yaitu 9 m2 untuk 2 anak

4. Kurangnya ventilasi dan pencahayaan pada kamar tidur

5. Tidak memisahkan kamar anak sesuai dengan umur, aktivitas dan kebutuhan anak

6. Ruang aktivitas anak yang terlalu dekat jaraknya dengan ruangan yang cukup berbahaya, seperti dapur yang terdapat kompor dan alat-alat tajam di dalamnya

7. Jumlah kamar mandi yang tidak sesuai dengan standar yang diharuskan, yaitu dengan ratio penyediaan kamar mandi 1 : 5 anak

8. Ruang ibadah yang kurang memadai untuk anak-anak dan pengguna

di dalamnya

9. Tidak terdapat cukup ruang terbuka hijau di dalam lingkungan panti 10.Tidak terdapat fasilitas untuk anak yang disabilitas

11.Sistem keamanan yang kurang baik pada panti B. IDENTIFIKASI MASALAH UMUM

1. Aspek Manusia

Aspek ini dapat terbagi menjadi tiga, diantaranya : a. Fisiologis

Anak-anak merupakan pribadi yang sangat ceria dan energik, dimana kegiatan yang dilakukan pun banyak macamnya. Sama halnya untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, mereka juga memiliki banyak kegiatan yang dilakukan dengan cara mereka. Perbedaannya adalah anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan ruang yang

(44)

kebanyakan dari panti asuhan yang ada saat ini hanya menyediakan ruangan yang terbatas dan tidak memadai sehingga dapat membuat anak-anak terbatas dan tidak bebas dalam bergerak.

b. Psikologi

Dalam tumbuh dan berkembang, anak -anak membutuhkan tempat tinggal yang nyaman, aman dan menyenangkan. Terlebih untuk anak-anak berkebutuhan khusus, mereka membutuhkan hal tersebut untuk mendukung tumbuh kembang dalam segi fisik maupun psikologis. Banyak dari panti tidak terlalu memperhatikan kondisi psikologi anak, yang seharusnya menjadi hal yang utama. Dari beberapa panti asuhan disabilitas yang ada saat ini, tida k memperhatikan dampak elemen-elemen yang ada di dalam bangunan pada psikis anak. Penataan ruang yang tidak ergonomis dapat menyebabkan sistem sirkulasi yang buruk sehingga membuat anak menjadi sesak napas atau pengap, adanya celah atau lubang yang ada di langit-langit dapat membuat anak menjadi stress dan

menyebabkan turunnya sistem imunitas tubuhnya, serta

pencahayaan yang berlebihan dapat membuat anak kesilauan sehingga tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.

c. Hubungan dengan Ruang

Manusia dan ruang merupakan dua hal yang tidak dipis ahkan. Pada konteks ini, anak-anak dapat berubah perilakunya karena ruang yang diciptakan untuknya. Dan sebaliknya, ruang dapat diubah untuk menyesuaikan perilaku anak-anak yang menghuninya. Namun saat ini, banyak panti yang dibangun bukan untuk mereka. Panti dibangun di dalam sebuah bangunan yang sebelumnya digunakan dengan fungsi lain, sehingga yang dilakukan tidak banyak. Pengelola panti hanya mengubah tata perabotan yang ada dan menambah beberapa perabotan yang ada, dimana proses ini disebut adjustment yang dikarenakan oleh bangunan tersebut yang digunakan bukan

(45)

dibuat khusus untuk anak-anak di dalamnya. Maka dari itu, panti tidak memiliki hubungan yang erat dengan penggunanya sehingga anak-anak harus dapat menyesuaikan diri di dalam bangunan untuk membuat diri mereka nyaman.

2. Aspek Bangunan

Hal yang mungkin terjadi pada suatu perancangan yang berhubungan dengan arsitektural antara lain peletakan masa bangunan, kurangnya kebutuhan ruang, sirkulasi bangunan, dan pemilihan material yang digunakan. Dari beberapa hal tersebut s emuanya berhubungan dengan psikologis dan fisiologis anak yang ada di dalamnya. Kurangnya fasilitas atau ruangan yang digunakan untuk aktivitas anak-anak pada panti tersebut, dapat menyebabkan anak tidak bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Pemilihan material yang ada di dalam bangunan pun sangat penting karena jika pemakaian material tidak tepat dapat menjadi berbahaya untuk kesehatan anak secara fisik dan psikologi, contohnya adalah jika digunakan bahan material yang kasar dapat menyebabkan anak luka jika terkena bahan material tersebut dan juga jika menggunakan beton ekspos pada ruang kegiatan dapat menyebabkan anak sesak napas karena butiran debu yang dihasilkan oleh material tersebut.

Permasalahan lain yang terjadi juga dapat berupa kurang nyamannya sirkulasi di dalam maupun di luar bangunan. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kebutuhan ruang yang ada dan juga penumpukan barang di panti, sehingga banyak barang yang ditumpuk di pinggir lorong yang menyebabkan kurang nyamannya anak – anak atau pengguna panti di dalamnya.

3. Aspek Lingkungan

Lingkungan merupakan satu dari banyak hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan panti asuhan. Di dalam panti asuhan dibutuhkan adanya ruang terbuka hijau yang cukup luas, dimana ruang tersebut

(46)

digunakan untuk membuat anak nyaman dengan lingkungan alami. Namun yang banyak terjadi saat ini adalah banyaknya panti asuhan yang memiliki ruang terbuka hijau yang tidak memadai atau bahkan tidak memiliki ruang terbuka hijau sama sekali. Bangunan panti menjadi dominan perkerasan yang dapat menjadi berbahaya dampaknya untuk anak-anak. Selain bahaya jatuh, maupun bahaya dalam s egi kesehatan mereka, dimana seharusnya dapat menghirup oksigen yang cukup banyak dari ruang terbuka hijau yang ada, mereka malah menghirup debu yang ada dari perkerasan.

Permasalahan lain pada aspek ini dapat dilihat dari tidak adanya penyaringan pada saluran pembuangan air limbah pada panti yang dapat menyebabkan polusi air dan polusi udara pada lingkungan di sekitar panti. Kebanyakan dari panti yang mengalami permasalahan ini tidak terlalu memperhatikan hal ini karena lebih fokus terhadap bangunan dari panti tersebut. Padahal dengan adanya polusi air dan udara dapat menyebabkan kesehatan dari anak tersebut menjadi terganggu pada sistem pencernaan dan pernapasannya.

C. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN POST OCCUPANCY EVALUATION (POE) DIBEBERAPA PANTI ASUHAN ANAK

Dalam Perencanaan dan Perancangan Bangunan khususnya yang memperhatikan Perilaku Penghuni, maka Post Occupancy Evaluation (POE) atau Evaluasi Pasca Huni menjadi sangat penting dan disarankan untuk menjadi rujukan awal dikarenakan berisikan Evaluasi terhadap “kegagalan” atau “ketidak tercapaian” dari maksud fungsi dan kenyamanan ruang. Dengan menggunakannya sebagai rujukan, maka rancangan baru nanti dapat menghindari masalah yang sama berulang Kembali dengan mencarikan solusi dan inovasi baru. Beberapa Evaluasi yang dapat menjadi rujukan pada Perencanaan dan Perancangan Panti Asuhan Anak sebagaimana berikut.

(47)

1. Panti Asuhan Bayi Sehat Muhammadiyah Kota Bandung Fasilitas : a. Ruang tidur b. Ruang serbaguna c. Musholla d. Ruang Permasalahan :

a. Penggunaan warna ruang yang tidak menarik bagi anak-anak, sehingga dapat menyebabkan kurangnya kreativitas pada anak. b. Tata perabotan yang tidak ergonomis, sehingga sirkulasi manusia

yang dihasilkan menjadi sempit dan tidak nyaman.

c. Penerangan yang tidak memadai, yang diakibatkan oleh kurangnya bukaan pada beberapa ruang yang seharusnya sangat membutuhkan pencahayaan.

d. Minimnya sirkulasi udara dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikis anak, sehingga anak dapat merasa sesak atau pengap.

2. Yayasan Sayap Ibu Bintaro Fasilitas :

a. Ruang tidur bayi b. Ruang tidur balita c. Ruang tidur anak

d. Ruang makan

e. Ruang kesehatan

f. Ruang serbaguna

g. Lapangan outdoor

(48)

Permasalahan :

a. Luasan ruang tidur yang tidak sesuai dengan standar, sehingga dapat menyebabkan terganggunya kondisi psikologis anak

b. Kurang lahan terbuka hijau yang dapat mengakibatkan kurangnya minat anak untuk bermain dengan alam

c. Sirkulasi manusia yang cenderung sempit, sehingga yang

menggunakan kursi roda menjadi tidak terlalu nyaman

d. Bukaan yang terlalu banyak pada kamar anak, sehingga

menyebabkan terjadinya kesilauan sehingga mata terasa tidak nyaman

(49)
(50)

PETUNJUK TAHAPAN

ANALISA/PEMBAHASAN DAN

KONSEPTUALISASI PERANCANGAN

BANGUNAN PANTI ASUHAN ANAK

A. ASPEK LINGKUNGAN DAN TAPAK

Analisa diperlukan yang bertujuan untuk membantu dalam proses perancangan agar dapat memudahkan dalam menentukan pemilihan tapak, peletakan objek rancangan serta untuk mengetahui semua aktivitas kegiatan baik di dalam maupun luar tapak serta pengaruh terhadap bangunan yang akan di buat.

1. Lokasi Tapak

Pencarian Tapak yang tepat untuk Bangunan Hunian Panti Asuhan Anak perlu memperhatikan hal-hal penting, sebagai berikut:

a. Pencarian Beberapa Alternatif Tapak yang memenuhi kriteria b. Perhitungan Analisis Peraturan Tapak

c. Deskripsikan Tapak :

 Lokasi yang sesuai dan mendukung kegiatan Penghuni Panti Asuhan Anak

 Luas Lahan harus mencukupi untuk menampung Kegiatan Utama

(51)

 Peraturan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) adalah Luas Lantai Dasar Maksimal yang dapat dibangun dalam suatu tapak.

 Peraturan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah Luasan Lantai Keseluruhan (Maksimal) yang dapat dibangun dalam suatu tapak.

 Peraturan KB (Ketinggian Bangunan) adalah Ketinggian Bangunan

Maksimal yang dapat dibangun pada tapak tersebut. Ketinggian Bangunan ini biasanya ditetapkan berdasarkan keterciptaan skyline yang baik pada suatu Kawasan.

 Peraturan KDH (Koefisien Dasar Hijau) adalah Luas Daerah Hijau yang harus tersedia dalam Tapak.

 Peraturan GSB (Garis Sempadan Bangunan) adalah Batas seputar

tapak atau bagian terluar tapak yang tidak dapat dibangun (biasanya sisi tapak yang bersinggungan dengan jalan)

 Data Sub Zona (Contoh: Zona Campuran)

 Fungsi Eksisting (Contoh: Lahan Kosong)

 Penjelasan Block Area yang diizinkan untuk Rumah Flat, Panti Jompo, Panti Asuhan dan Yatim Piatu, Musholla, Perkantoran dan Bisnis Profesional Lain, Toko, Pertokoan, Perawatan, Perbaikan, dan Renovasi barang, SPBU dan SPBG, Ruang Pertemuan, Katering, Biro Perjalanan, Transport Shuttle, Ekspedisi Pengiriman Barang, Warnet dan Game Center, Pangkas Rambut dan Salon, Laundry, Penjahit (Tailor), Penitipan Hewan, Penitipan Anak

 Ketentuan Bersyarat

 Rumah Sangat kecil, Rumah Kecil, Rumah Sedang, Rumah Besar,

Rumah Susun, Rumah Susun Umum, Asrama, Rumah Kos, Guest House, Mesjid, Gereja, Pura, Kelenteng, Vihara, PKL, Jasa

Bangunan, Lembaga Keuangan, Warung Telekomunikasi,

Pendaratan Helikopter, Pertambangan Strategis, Pendidikan Tinggi;

(52)

2. Perhitungan Optimalisasi Tapak

Sebelum melakukan Analisis Tapak, maka perlu pemahaman Peraturan

Pembangunan dengan baik. a. Luas Lahan Efektif

b. Luas Lantai Dasar : KDB % x Luas Lahan m2¬

c. Luas Total Lantai Bangunan : KLB (Koefisien) x Luas Lahan m2 d. Prakiraan Jumlah Lantai : Lantai Bangunan dapat dibangun/ Luas

Lantai Dasar

e. Prakiraan Jumlah Lantai harus lebih kecil dibandingkan dengan Peraturan Ketinggian Bangunan (KB)

f. Luas Lahan Hijau : KDH % x Luas Lahan m2

3. Analisa tapak

a. Analisa Tapak harus dimulai dengan Analisa Batas, Bentuk dan Kontur

b. Analisa Kebisingan Petunjuk :

- Identifikasi sumber kebisingan maksimal dan minimal untuk meletakkan zona publik atau terbuka dan zona private pada sisi tapak yang tepat.

- Meletakkan jenis bangunan yang tepat pada tapak sesuai dengan fungsi bangunannya, sehingga keberadaannya didukung oleh Tapak. Misal: Kebutuhan Bangunan Asrama, Perpustakaan, Medis dan Penunjang lainnya yang membutuhkan ketenangan pada sisi tertentu pada tapak dengan intensitas rendah.

- Meletakkan ruang makan, dapur dan ruang servis pada bagian tapak yang memiliki akses yang lebih baik dan kegiatannya tidak terpengaruh pada intensitas kebisingan.

(53)

c. Analisa Aksesibilitas dan Sirkulasi Petunjuk :

- Akses masuk kedalam Tapak harus sesuai dengan potensi yang ada

- Meletakkan pintu masuk dan keluar utama pada bagian yang tepat

- Meletakkan akses pedestrian harus mempertimbangkan

kemudahan dan kenyamanan pejalan kaki yang ingin masuk ke Panti Asuhan.

- Membuat sirkulasi baru pada tapak, terutama untuk alur kendaraan pengguna bangunan.

d. Analisa Vegetasi

Tapak yang berisi banyak pohon yang tertanam di dalamnya dan beberapa pohon yang ada dapat dipertahankan guna meredam kebisingan. Tanaman yang dapat meredam kebisingan, antara lain pohon palm, bambu Jepang, tanaman perdu serta rumput pagar. Tanaman peredam kebisingan nantinya akan diletakkan lebih banyak pada sisi jalan utama. Untuk mencegah sinar matahari berlebih pada tapak, dapat menggunakan pohon flamboyant, trembesi, dll.

Tapak merupakan lahan yang kosong, namun memiliki vegetasi di dalamnya yang memungkinkan untuk menghalangi atau menyaring angin yang berhembus sekalipun masih sangat sedikit.

Petunjuk :

- Menanam pohon tambahan pada tapak guna meredam kebisingan dari jalan utama

- Menanam pohon tambahan pada tapak guna menahan cahaya

berlebih dari barat pada saat matahari terbenam ke dalam area bangunan panti.

- Menanam pohon yang tinggi pada bagian timur dan barat untuk menyaring atau menghalangi angin agar tidak berhembus terlalu kencang yang dapat berdampak buruk pada kesehatan penghuni.

(54)

- Menanam pohon pada celah di antara bangunan panti agar dapat menyebarkan aliran udara ke seluruh tapak untuk memaksimalkan penghawaan alami.

e. Analisa Peredaran Angin

Pada bulan Oktober sampai dengan Maret, angin berhembus dari arah barat. Sedangkan, pada bulan April sampai dengan September angin berhembus dari arah timur.

Petunjuk :

- Membuat massa bangunan majemuk agar dapat memberikan jalur angin, sehingga angin tidak menabrak bangunan dan mengikuti celah yang ada.

- Membuat bukaan dari sisi barat sebagai antisipasi untuk bulan Oktober sampai dengan Maret.

- Membuat bukaan dari sisi timur sebagai antisipasi untuk bulan April sampai dengan September.

f. Analisa View

Tapak selalu memiliki berbagai kemungkinan sebagai objek pandangan dari tapak.

Petunjuk :

- Merancang tampak bangunan yang menarik karena merupakan

point of interest dari bangunan.

- Membuat bukaan yang cukup pada bagian massa bangunan untuk memanfaatkan view danau bila ada sebagai fasilitas refreshing untuk penghuni, sehingga dapat merasakan ketenangan dan kenyamanan di antara hiruk pikuk kota Jakarta.

- Membuat taman bunga atau taman bermain anak di bagian barat dan timur tapak untuk memperindah view serta membuat view yang menyenangkan dari tapak ke luar.

(55)

- Meletakkan fasilitas perpustakaan agar menarik minat anak-anak untuk membaca di perpustakaan dengan pemandangan yang menarik juga sehingga suasana tidak membosankan.

g. Analisa Matahari

Analisa Peredaran Matahari diperlukan untuk memastikan bentuk Massa dan Posisi Massa Bangunan dapat dioptimalkan untuk memperoleh potensi Matahari pada Tapak. Hal ini mengingat karena Fungsi Bangunan Panti Asuhan Anak adalah termasuk kategori Bangunan Hunian yang membutuhkan perhatian terhadap Kesehatan penghuninya (Ketercukupan terhadap sinar dan cahaya matahari yang baik dan tidak berlebihan sinar matahari yang tidak baik).

Petunjuk :

- Meletakkan bangunan asrama pada bagian timur tapak sehingga saat matahari terbit anak-anak penghuni asrama dapat memperoleh paparan matahari pagi yang menyehatkan fisik anak.

- Menggunakan fasad yang menanggapi cahaya sore dari matahari terbenam, sehingga tidak mengganggu penglihatan.

- Membuat elevasi massa bangunan yang lebih tinggi pada bagian barat tapak sehingga dapat menghalau cahaya panas matahari sore. - Meletakkan massa bangunan dengan orientasi timur-barat, sehingga

dapat memanfaatkan cahaya secara maksimal namun tetap dapat meminimalisir silau yang dihasilkan.

- Menempatkan taman-taman bunga di tempat yang dominan terkena

cahaya matahari, sehingga dapat meningkatkan produksi oksigen pada tapak yang dapat membuat anak-anak menjadi sehat secara fisik dan psikologis.

(56)

B. KONSEP TAPAK DAN LINGKUNGAN

Konsep perancangan dilakukan untuk memudahkan sebagai perancang dalam merancang suatu bangunan. Hasilnya didapatkan dari pembahasan dan Analisa terlebih dahulu. Akhir dari Pembahasan Tapak, maka dilakukan rumusan konsepsual terkait Konsep Zoning Tapak dan Konsep Entrance serta Konsep Sirkulasi Tapak.

1. Konsep Zoning Tapak

Konsep tapak pada umumnya dibagi 3 bagian zonasi dan area hijau di sekitar tapak. Jalur kendaraan juga harus dipertimbangkan agar dapat diakses dari bagian tertentu yang memungkinkan dan aman bagi penghuni.

2. Konsep Entrance

Main entrance untuk pengunjung dan kendaraan harus

direncanakan dengan baik pada sisi tapak yang tepat yaitu yang menghadap jalan utama, sedangkan Side entrance diletakkan pada salah satu sisi lainnya. Pintu masuk dan keluar utama pada sisi bagian jalan utama, serta 1 pintu masuk dan keluar untuk service diletakan pada sisi tapak lainnya yang memiliki kepadatan lalu lintas rendah dan besaran jalan yang mencukupi untuk kendaraan service (mobil barang dan mobil sampah). Untuk sirkulasi pejalan kaki berada pada bagian sisi tapak depan dengan jalur yang berbeda dengan jalur kendaraan.

3. Konsep Sirkulasi a. Sirkulasi Pejalan Kaki

Pejalan kaki merupakan pengguna yang aksesnya sangat perlu untuk dipisahkan dengan pengguna kendaraan baik mobil maupun motor

guna menghindari terjadinya cross antar pengguna serta

ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pengguna, maka dibuatlah sirkulasi pejalan kaki yang aman dan nyaman.

b. Sirkulasi Kendaraan

Sirkulasi Kendaraan harus dipertimbangkan dengan konsep paling efektif (singkat) untuk mencapai tujuan, aman bagi pengguna tapak

(57)

lainnya (kendaraan lain dan pejalan kaki) dan juga nyaman bagi pengguna kendaraan dan pengguna tapak lainnya (Pejalan kaki). C. KONSEP ZONING BANGUNAN PADA TAPAK

Perancangan sirkulasi terbagi menjadi 2 jalur yaitu jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan baik mobil maupun motor. Untuk akses keluar mobil dan motor akan dipisahkan, demikian juga dengan akses service dan pengguna kendaraan umum atau pejalan kaki.

Pembagian di bawah ini dirasa sangat tepat karena

mempertimbangkan kenyamanan dari masing-masing pengguna serta lingkungan sekitar, berikut gambarannya :

1. Bangunan Utama : Kegiatan yang dominan adalah sebagai tempat istirahat pengguna panti asuhan yang dominan anak-anak

2. Bangunan Penunjang : Kegiatannya dominan dalam hal medis serta

kegiatan keterampilan untuk mengembangkan minat dan bakat anak 3. Bangunan Pengelola dan Service : Kegiatan pengelola berkaitan dengan aktivitas pengawasan dan pengelolaan serta kegiatan yang selalu ada pada setiap bangunan yaitu tempat beribadah, toilet, plumbing, dan lain sebagainya

4. Zona Penghijauan : Difungsikan sebagai area terbuka seperti taman, pepohonan ataupun lapangan hijau.

D. KONSEP TATA RUANG LUAR

Penataan ruang luar yang berfungsi sebagai peredam bunyi, mereduksi panas, tapi juga bisa digunakan sebagai tempat berkumpul, bersenang-senang, bermain, sampai menjadi tempat pertemuan. Untuk itu ada beberapa elemen yang perlu pada tata ruang luar :

(58)

1. Elemen Lunak

Pohon sebagai peneduh dari panasnya matahari (Sumber : Google)

Pohon sebagai pembatas dan peredam kebisingan (Sumber : Google)

Gambar 6.1 Elemen Lunak 2. Elemen Keras

Paving block digunakan untuk menegaskan jalur orang, dan mampu menyerap air

(Sumber : Google)

Batu hias untuk memperindah titik tertentu

(59)

Aspal digunakan untuk perkerasan area yang dilalui kendaraan

(Sumber : Google)

Sebagai area untuk bisa diduduki oleh manusia serta mempercantik

tampilan luar (Sumber : Google) Gambar 6.2 Elemen Keras

Bollard berfungsi sebagai pembatas antara area pejalan kaki

dan kendaraan (Sumber : Google)

Kursi taman, sebagai tempat beristirahat sejenak untuk

pengguna jalan (Sumber : Google) Gambar 6.3 Elemen Furniture

Gambar

Gambar 3.2 Ukuran Dasar Bak Rendam  Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006
Gambar 3.3 Ukuran Bebas Kursi Roda  Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006
Gambar 3.6 Perletakkan Pintu dan Jendela  Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006
Gambar 3.7 Perletakkan Alat Listrik (Tampak Sisi 1)  Sumber : Permen No. 30 Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait