• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8 3.1 Tinjauan Umum

Dalam bab ini akan di bahas tentang hal-hal yang dijadikan landasan untuk penelitian ini. Sebagai pedoman dan teori agar penelitian ini mempunyai landasan yang kuat sesuai dengan peraturan yang sudah di rumuskan dalam Manual Kapisatas Jalan Indonesia 1997.

3.2 Jalan Perkotaan

Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga, segmen jalan perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 selalu digolongkan dalam kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

Nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (smp) untuk tipe kendaraan berikut. 1. Kendaraan ringan (LV) termasuk mobil penumpang, minibus, pick-up, truk

kecil dan jeep.

2. Kendaraan berat (HV) termasuk truk dan bus. 3. Sepeda motor (MC).

MKJI 1997 memberikan nilai ekivalen mobil penumpang (emp) untuk kendaraan berat (HV) dan sepeda motor (MC) sebagai fungsi dari tipe jalan. Nilai ekivalen mobil penumpang untuk semua tipe kendaraan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

(2)

Tabel 3.1 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tipe Jalan Arus lalu lintas per lajur

(kend/jam)

EMP

HV MC

Dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur terbagi (4/2 D)

0 ≥1050 1,3 1,2 0,4 0,25 Tiga lajur satu arah (3/1)

Enam lajur terbagi (6/2 D)

0 ≥1100 1,3 1,2 0,4 0,25 Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.3 Kinerja Jalan

Kinerja jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah suatu ukuran kuantitatif yang menerangkan tentang kondisi operasional jalan seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Kinerja jalan pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh dan kebebasan bergerak.

3.3.1Volume Capacity Ratio

Volume Capacity ratio adalah perbandingan antara volume kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut pada rentang waktu tertentu dengan kapasitas ruas jalan tersebut yang tersedia untuk dapat dilalui kendaraan pada rentang waktu tertentu. Semakin besar besar nilai perbandingan tersebut menunjukkan kerja pelayanan lalu lintas semakin buruk. Adapun tingkat pelayanan (V/C ratio) didapatkan dari Persamaan 3.1. C V ratio C V/ = (3.1) Keterangan :

V/C ratio = Volume kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan) V = Volume lalu lintas (smp/jam)

(3)

Kondisi tingkat pelayanan (level of service) diklasifikasikan atas tingkatan sebagai berikut.

1. Tingkat Pelayanan A

a. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan sekurang-kurangnya 80 kilometer per jam.

b. Kepadatan lalu lintas sangat rendah.

c. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkan tanpa atau dengan sedikit tundaan.

2. Tingkat Pelayanan B

a. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan sekurang-kurangnya 70 kilometer per jam.

b. Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan.

c. Pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.

3. Tingkat Pelayanan C

a. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi dengan kecepatan sekurang-kurangnya 60 kilometer per jam.

b. Kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal lalu lintas meningkat.

c. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului.

4. Tingkat Pelayanan D

a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan sekurang-kurangnya 50 kilometer per jam masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus.

b. Kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.

(4)

c. Pengemudi memiliki kebebasan yang terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang sangat singkat.

5. Tingkat Pelayanan E

a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sekurang-kurangnya 30 kilometer per jam pada jalan antar kota dan sekurang-kurangnya 10 kilometer per jam pada jalan perkotaan.

b. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi. c. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek. 6. Tingkat Pelayanan F

a. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang dengan kecepatan kurang dari 30 kilometer per jam.

b. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama.

c. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. 3.3.2Lalu Lintas Harian Rata-Rata

Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Terdapat 2 jenis lalu lintas harian rata-rata yang dibagi berdasarkan cara memperoleh data yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR).

LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. Perhitungan LHRT dapat dilihat pada Persamaan 3.2.

LHRT = 365 rata -rata harian lintas lalu jumlah (3.2)

LHR adalah hasil bagi dari jumlah kendaraan yang diperoleh selama observasi dan lamanya observasi. Data LHR cukup teliti apabila pengamatan dilakukan pada interval-interval waktu yang cukup menggambarkan fluktuasi arus

(5)

selama satu tahun. Perhitungan LHR selama pengamatan dapat dilihat pada Persamaan 3.3.

LHR = jumlah lalu lintas selama pengamatan

lamanya pengamatan (3.3)

3.3.3 Kapasitas Ruas Jalan Kota (C)

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.

Nilai kapasitas didapat melalui pengumpulan data lapangan. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas didapat dari Persamaan 3.4.

CS SF SP W

FC

FC

FC

FC

C

C

=

0

(3.4) Keterangan : C = Kapasitas

C0 = Kapasitas Dasar (smp/jam)

FCW = Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas FCSP = Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah FCSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping FCCS = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota 3.3.3.1Kapasitas Dasar (C0)

Kapasitas dasar tergantung pada tipe jalan, jumlah lajur dan ada tidaknya pemisah. Kapasitas dasar pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

(6)

Tabel 3.2 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kota Kapasitas dasar Co

(SMP/jam)

Keterangan 4 lajur dipisah atau jalan satu arah 1650 Per lajur

4 lajur tidak dipisah 1500 Perlajur

2 lajur tidak dipisah 2900 Kedua arah

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

Kapasitas dasar jalan lebih dari empat lajur dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 3.2 kemudian dilakukan penyesuaian untuk lebar lajur.

3.3.3.2Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCW)

Nilai faktor penyesuaian lebar jalan dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Faktor Koreksi Lebar Jalan

Tipe Jalan Lebar jalan lalu lintas efektif (WC) (m) FCW 4 lajur terbagi atau

jalan satu arah

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 4 lajur tidak terbagi Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 2 lajur tidak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

(7)

3.3.3.3Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah (FCSP)

Nilai faktor penyesuaian pemisahan arah pada lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.4 Faktor Koreksi Arah Lalu Lintas

Pemisahan arah 50-50 55-45 60-40 65-45 70-30 FSP

2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

4/2 tidak dipisah 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.3.3.4Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan/Kereb (FCSF) 1. Jalan Dengan Bahu

Faktor penyesuaian hambatan samping pada jalan dengan bahu memiliki nilai yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Faktor Koreksi Hambatan Samping dan Lebar Bahu Jalan Tipe jalan Kelas

hambatan samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCSF Lebar efektif bahu jalan Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2 Dipisah median VL L M H VH 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 4/2 Tidak dipisah VL L M H VH 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 2/2 tidak dipisah

atau jalan satu arah VL L M H VH 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

(8)

2. Jalan Dengan Kereb

Faktor penyesuaian hambatan samping pada jalan dengan kereb memiliki nilai yang dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Faktor Koreksi Hambatan Samping dan Kereb Tipe jalan Gesekan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCSF

Lebar efektif bahu jalan WK

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2 Dipisah median VL L M H VH 0,95 0,94 0,91 0,86 0,81 0,97 0,96 0,93 0,89 0,85 0,99 0,98 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 VL L M H VH 0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,97 0,95 0,92 0,87 0,81 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,97 0,93 0,90 2/2 tidak dipisah

atau jalan satu arah VL L M H VH 0,93 0,90 0,86 0,78 0,68 0,95 0,92 0,88 0,81 0,72 0,97 0,95 0,91 0,84 0,77 0,99 0,97 0,94 0,88 0,82 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3. Faktor Penyesuaian FCSF untuk jalan enam lajur

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FCSF untuk jalan yang diberikan dalam Tabel 3.5 atau Tabel 3.6 dengan penyesuaian pada Persamaan 3.5.

FC6SF = 1-0,8×(1-FC4SF) (3.5)

Keterangan :

FC6SF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur FC4SF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur

(9)

3.3.3.5Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS)

Nilai faktor penyesuaian ukuran kota dibagi berdasarkan jumlah penduduk kota seperti yang terdapat di dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Faktor Koreksi Ukuran Kota Penduduk kota

(juta jiwa)

Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

<0,1 0,86

0,1 – 0,5 0,90

0,5 – 1,0 0,94

1,0 – 3,0 1,00

> 3,0 1,04

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.3.4Kecepatan Arus Bebas (Fv)

Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas terdapat di Persamaan 3.6.

CS SF W

FFV

FFV

FV

FV

FV

=

(

0

+

)

(3.6) Keterangan :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam) FV0 = Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)

FVw = Faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalur lalu lintas (km/jam) FFVSF = Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping

FFVCS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota 3.3.4.1Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0)

Kecepatan arus bebas segmen jalan pada kondisi ideal tertentu pada kendaraan ringan dapat dilihat pada Tabel 3.8.

(10)

Tabel 3.8 Kecepatan Arus Bebas Dasar

Tipe jalan Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam) Kendaraan ringan (LV) Kendaraan berat (HV) Sepeda motor (MC) Semua Kendaraan (rata-rata) Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau Tiga-lajur satu-arah (3/1) 61 52 48 57 Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau Dua-lajur satu-arah (3/1) 57 50 47 55

Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)

53 46 43 51

Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD)

44 40 40 42

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.3.4.2Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) Faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalur lalu lintas dibagi berdasarkan tipe jalan seperti pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Lebar Jalur Lalu Lintas

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) FVW

(km/jam) Empat-lajur terbagi

atau Jalan satu arah

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4 Empat-lajur tak-terbagi Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

(11)

Tabel 3.9 Lanjutan Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Lebar Jalur Lalu Lintas

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) 3.3.4.3Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (FFVSF)

1.Jalan dengan bahu

Nilai faktor hambatan samping dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Faktor Hambatan Samping dengan Bahu

Tipe jalan

Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 Empat lajur tak

terbagi 4/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) FVW (km/jam) Dua-lajur tak-terbagi Total

5 6 7 8 9 10 11 -10 -3 0 3 4 6 7

(12)

Tabel 3.10 Lanjutan Faktor Hambatan Samping dengan Bahu Tipe jalan Kelas Hambatan Samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

2. Jalan dengan kereb

Nilai faktor hambatan samping dengan kereb dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Faktor Hambatan Samping dengan Kereb

Tipe jalan

Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

(13)

Tabel 3.11 Lanjutan Faktor Hambatan Samping Dengan Kereb Tipe jalan Kelas Hambatan Samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Empat lajur tak terbagi 4/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 Dua lajur tak

terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.Jalan penyesuaian FFVSF untuk jalan enam jalur

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FFVSF untuk jalan yang diberikan dalam Tabel 3.10 atau Tabel 3.11 dengan penyesuaian pada Persamaan 3.7.

FFV6SF = 1-0,8×(1-FFV4SF) (3.7)

Keterangan :

FFV6SF = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam lajur FFV4SF = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat lajur

(14)

3.3.4.4Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota (FFVCS)

Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota dibagi berdasarkan jumlah penduduk kota yang dapat dilihat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Faktor Koreksi Ukuran Kota (Jalan Perkotaan) Penduduk kota

(juta jiwa) Faktor koreksi ukuran kota

< 0,1 0,90

0,1 – 0,5 0,93

0,5 – 1,0 0,95

1,0 – 3,0 1,00

> 3,0 1,03

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)

3.3.5 Kinerja Lalu Lintas pada Masa Mendatang

Perkembangan transportasi dapat diukur berdasarkan peningkatan jumlah kendaraan yang bertambah dari tahun ke tahun. Perhitungan pertumbuhan lalu lintas dengan metode eksponensial dihitung dengan berdasarkan LHRT, LHRo serta umur rencana (n). Rumus umum yang dipergunakan ditunjukkan pada Persamaan 3.8.

(1 )

n

LHRT

=

LHRo

+

i

(3.8)

Keterangan :

LHRT = LHR akhir umur rencana LHRo = LHR awal umur rencana n = umur rencana

(15)

3.3.6 Pertumbuhan Per Tahun

Dalam perhitungan yang menggunakan data tahunan diperlukan sebuah perhitungan pertumbuhan data per tahun. Rumus umum yang dipergunakan ditunjukkan pada Persamaan 3.9.

Pertumbuhan/tahun = ( ) ( 1) 100%

( 1)

data tahun n data tahun n data tahun n

− −

− (3.9)

3.4 Matrik Asal – Tujuan (MAT)

Dalam sistem transportasi pola pergerakan sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam wilayah tertentu dan waktu tertentu. Matrik asal tujuan dapat pula menggambarkan pola pergerakan dari suatu sistem atau daerah kajian dengan ukuran yang sangat beragam, seperti pola pergerakan kendaraan di suatu persimpangan atau pola pergerakan di dalam suatu perkotaan maupun di dalam suatu negara.

Menurut Tamin (1997) matrik asal tujuan adalah matriks berdimensi dua yang setiap baris dan kolomnya menggambarkan zona asal dan zona tujuan di dalam daerah kajian (termasuk juga zona di luar daerah kajian) seperti telihat pada Tabel 3.13, sehingga setiap sel matriks berisi informasi pergerakan antar zona. Sel dari setiap baris i berisi informasi mengenai pergerakan yang berasal dari zona i tersebut ke setiap zona tujuan d. Sel pada diagonal berisi informasi mengenai pergerakan intrazona (i=d).

(16)

Tabel 3.13 Bentuk Umum dari Matriks Asal-Tujuan (MAT) Zona 1 2 3 ... N 𝑂𝑖 1 𝑇11 𝑇12 𝑇13 ….. 𝑇1𝑁 𝑂1 2 𝑇21 𝑇22 𝑇23 ….. 𝑇2𝑁 𝑂2 3 𝑇31 𝑇32 𝑇33 ….. 𝑇3𝑁 𝑂3 . . . . . . . . . . . . ….. ….. ….. . . . . . . N 𝑇𝑁1 𝑇𝑁2 𝑇𝑁3 ….. 𝑇𝑁𝑁 𝑂𝑁 Dd 𝐷1 𝐷2 𝐷3 ….. 𝐷𝑁 T Sumber: Tamin (1997) Keterangan

𝑇𝒊𝒅 = Pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d

𝑂𝑖 = jumlah pergerakan yang berasal dari zona i 𝐷𝑑 = jumlah pergerakan yang menuju ke zona d

{𝑇𝑖𝑑} = total matriks

𝑁 = jumlah zona

Adapun matrik asal tujuan dapat digunakan berbagai hal sebagai berikut. 1. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah pedalaman atau antar

kota.

2. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah perkotaan.

3. Pemodelan dan perancangan manajemen lalu lintas baik di daerah perkotaan maupun antar kota.

4. Pemodelan kebutuhan akan transportasi di daerah yang ketersediaan datanya tidak begitu mendukung baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

5. Perbaikan data matrik asal tujuan pada masa lalu dan pemeriksaan matrik asal tujuan yang dihasilkan oleh metode lainnya.

6. Pemodelan kebutuhan akan transportasi antar kota untuk angkutan barang multimoda.

(17)

3.4.1Model Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Model ini berfungsi untuk menghubungkan antara jumlah pergerakan yang menuju ataupun meninggalkan suatu zona dengan parameter lain seperti jumlah penduduk, luas wilayah, nilai PDRB (produk domestik regional bruto) dan lain sebagainya. Model ini dibutuhkan untuk digunakan untuk meramalkan jumlah pergerakan yang akan datang pada setiap zona.

Analisis regresi-linear-berganda adalah metode statistik yang digunakan untuk mempelajari hubungan antar sifat permasalahan yang sedang diselidiki. Analisis ini memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih yang terdiri dari peubah tidak bebas (y) dan peubah bebas (x). Hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

0 1 1 2 2 1 1 1 N N N i i i i i i Nb b X b X Y = = = +

+

=

(3.10) 2 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 ( ) 2 ( . ) ( . ) N N N N i i i i i i i i i i b X b X b X X X Y = = = = + + =

(3.12) 2 2 0 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 ( . ) 2 ( ) ( . ) N N N N i i i i i i i i i i b X b X X b X X Y = = = = + + =

(3.13) 2 2 2 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 ( . ) ( . ) ... ( ) ( . ) N N N N N ni i ni i ni n ni ni i i i i i i b X b X X b X X b X X Y = = = = = + + + + =

(3.14) Keterangan N = jumlah data

Y = peubah tidak bebas X1 = peubah bebas satu X2 = peubah bebas dua Xn = peubah bebas n

(18)

3.4.2Metode Gravity Model UCGR (Unconstrained Gravity)

Dalam matrik asal-tujuan dapat diperkirakan jumlah perjalanan yang akan terjadi dihubungkan dengan data saat ini dengan faktor pertumbuhan arus lalu lintas. Dalam penelitian ini menggunakan metode gravity yang berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau biaya (Tamin, 1997). Dalam metode gravity menggunakan Persamaan 3.14 sebagai berikut.

Tid = Ai×Oi×Bd×Dd×f(Cid) (3.14)

Keterangan:

Tid = pergerakan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d A1 = Faktor penyeimbang bangkitan

B1 = Faktor penyeimbang tarikan Oi = Jumlah bangkitan pada zona i Dd = Jumlah tarikan pada zona d F(Cid) = Fungsi hambatan

Pada model UCGR (unconstrained gravity) hanya memiliki satu batasan yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa batasan yang berarti model ini tidak mengharuskan hasil nilai pergerakan setiap zona sama dengan yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Sehingga dalam model UCGR memberikan nilai

Ai = 1 untuk seluruh bangkitan (i)

Bd = 1 untuk seluruh tarikan (d)

Fungsi hambatan eksponential-negatif adalah ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d. aksesibilitas yang digunakan dalam

(19)

fungsi hambatan ini adalah jarak, waktu atau biaya. Untuk mencari nilai fungsi hambatan eksponential-negatif dengan menggunakan Persamaan 3.15, Persamaan 3.16, Persamaan 3.17, Persamaan 3.18 sebagai berikut.

1 1 1 2 2 1 1 ( ) ( ). ( ) ( ) ( ) N N N i i i i i i i N N i i i i N X Y X Y B N X X = = = = = − =   −    

(3.15) A= −Y BX (3.16) β = -B (3.17)

Matriks exp(-βCid) = exp(-βCid) (3.18)

Keterangan

A = Faktor penyeimbang bangkitan B = Faktor penyeimbang tarikan N = Jumlah data

Cid = aksesibilitas (jarak, waktu atau biaya) Xi = loge(Cid)

Tid = nilai pergerakan tiap zona Yi = loge(Tid)

Y = rerata Yi

X = rerata Xi

3.5 Software PTV VISUM

PTV VISUM merupakan salah satu perangkat lunak dalam teknik sipil untuk bagian transportasi yang dikembangkan oleh PTV GROUP di Jerman. Kegunaan utama program PTV VISUM ini adalah pada kemampuannya untuk memodelkan persoalan transportasi secara macro. PTV VISUM menawarkan bagi perencana suatu variasi perbandingan secara langsung dari kondisi eksisting dan kondisi masa depan yang tercermin dalam perubahan lalu lintas pada jaringan jalan maupun perubahan jaringan transit. Fungsi dari PTV VISUM sebagai berikut.

(20)

1. Pemodelan jaringan

a. Pemodelan berbagai sistem transportasi, moda transportasi dan kelas pengguna

b. Fleksibel dalam menetapkan tipe dan atribut objek untuk adaptasi model data

2. Perhitungan

a. Model 4 langkah

b. Model permintaan berbasis tur

c. Model permintaan dengan simultan distribusi dan pilihan mode perhitungan

3. Prosedur operasi

a. Tugas berbasis jadwal b. Tugas berbasis headway 4. Teknik Lalu Lintas

a. Pengkodean berbagai kontrol sinyal b. Optimalisasi sinyal lalu lintas

Didalam software PTV VISUM 17 terdapat bagian-bagian penting yang menjadi dasar dalam penggunaan software sebagai berikut.

1. Zona

Zona menggambarkan tentang area atau daerah dengan penggunaan tertentu yang saling berhubungan seperti daerah pemukiman, daerah komersial, sekolah. Zona-zona ini adalah asal dan tujuan perjalanan dalam jaringan transportasi. 2. Node

Node menunjukkan posisi persimpangan antar jaringan link. 3. Link

Link menghubungakan antar node sehingga menggambarkan infrastruktur jalan. Link memiliki arah tertentu sehingga link yang berlawanan mewakili objek jaringan yang terpisah.

4. Turn

(21)

5. Connectors

Connectors menghubungkan zona ke jaringan link yang menunjukkan jarak pusat zona ke nodes

6. Territories

Territories adalah obyek jaringan yang dapat digunakan untuk menggambarkan kabupaten/kota.

Dalam pemodelan transportasi menggunakan software PTV VISUM terdapat dua jenis model data transportasi yang digunakan yaitu sebagai berikut.

1. Demand Model

Demand model menggunakan data perjalanan seperti data asal-tujuan, jumlah perjalanan.

2. Network Model

Network Model menggambarkan data relevan dari sistem transportasi yang terdiri dari dari data zona lalu lintas, data pemberhentian angkutan umum, data jalur transportasi dan jadwal tranportasi umum.

Dari kedua model data tersebut diperlukan metode menghasilkan dampak (impact model) sebagai berikut.

1. User Model

User model menghasilkan simulasi tentang perilaku perjalanan pengguna kendaraan dan pengguna transportasi umum.

2. Operator Model

Operator Model menentukan indikator operasional layanan angkutan umum seperti jumlah kendaraan umum biaya operasi angkutan umum.

3. EnvironmentalModel

Environmental Model memberikan penilaian dampak transportasi terhadap lingkungan seperti polusi dan kebisingan.

Dari metode-metode tersebut menghasilkan berbagai jenis seperti statistik kalkulasi jaringan rute, waktu perjalanan, jumlah pelayanan, grafik arus.

(22)

Bagian-bagian yang terdapat di halaman depan software PTV VISUM adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Halaman Depan Software PTV VISUM

1. Title Bar

Menampilkan nama dan nomor seri program serta berisi tentang nama file yang sedang dibuka.

2. Menu Bar

Tempat untuk mengakses berbagai fungsi program yang terdapat di software PTV VISUM 17.

3. Toolbars

Toolbars berisikan fungsi-fungsi program utama yang sering digunakan di software PTV VISUM 17 sehingga dapat mempercepat dan mempermudah dalam menggunakan program ini.

4. Network/Matrices Window

Bagian untuk memilih mode kerja dan jenis objek, mematikan atau menghidupkan gambar grafis dari objek, mengatur filter per objek jaringan.

(23)

5. Quick View Window

Bagian yang berfungsi untuk melihat dan mengedit secara cepat atribut objek jaringan yang sedang aktif.

6. View Procedure Sequence

Daftar tampilan penggunaan termasuk urutan penggunaan/prosedur. 7. Network Window

Tempat menampilkan gambar/ jaringan yang digunakan serta mengedit jaringan secara grafis.

Langkah-langkah dasar yang dapat dilakukan dalam menggunakan software PTV VISUM adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan peta lokasi yang menjadi dasar penelitian

2. Membuat node pada setiap simpang yang akan diteliti yang menghasilkan jaringan jalan

3. Membuat link dengan cara menghubungkan antar node 4. Membuat zona/daerah

5. Membuat konektor zona dengan cara pusat zona dihubungkan dengan node 6. Memasukkan matriks asal-tujuan ke dalam software

7. Melakukan procedure sequence sehingga di dapatkan hasil prosedur

Dalam penelitian ini menggunakan PTV VISUM versi 17 untuk akademik sehingga lisensi yang digunakan dalam penggunaan aplikasi ini merupakan lisensi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

Gambar

Tabel 3.1 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan  Tipe Jalan  Arus lalu lintas per lajur
Tabel 3.3 Faktor Koreksi Lebar Jalan
Tabel 3.5 Faktor Koreksi Hambatan Samping dan Lebar Bahu Jalan  Tipe jalan  Kelas
Tabel 3.6 Faktor Koreksi Hambatan Samping dan Kereb  Tipe jalan  Gesekan
+7

Referensi

Dokumen terkait

penyiapan bahan dan penyusunan kebijakan teknis, penyusunan rencana strategis · bisnis, rencana bisnis dan anggaran tahunan, rencana kerja dan anggaran satuan

smash dengan mengayunkan raket, perkenaannyan tegak lurus antara daun raket dengan datangnya shuttle cock, sehingga pukulan ini dilakukan secara penuh. Pada umumnya

ARSITEKTUR, PERENC &amp; PENGEMB KEBIJAKAN ITB L 351015 FAK.. MATEMATIKA &amp;

Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan surat permohonan cerai talak pada tanggal 21 Agustus 2014 yang telah di daftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Pasuruan, dengan Nomor

Informasi keuangan di atas telah disusun untuk memenuhi Peraturan OJK No.48/POJK.03/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, Surat Edaran OJK

Sepatu merek vans di kota Bandung memiliki citra merek dengan kategori baik dengan skor rata rata sebesa 66,8% dimensi citra merek dengan skor tertinggi adalah dimensi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik tradisional Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada

Maka dari itu, penelitian ini akan membahas tentang analisis determinan kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia untuk mengetahui pengaruh CAR, NPF, FDR, BOPO, dan