• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 10 PENELITIAN EKSPERIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 10 PENELITIAN EKSPERIMEN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 10

PENELITIAN EKSPERIMEN

Saat ini tidak sedikit guru yang mampu menciptakan temuan model atau metode inovatif dalam upaya mengatasi persoalan-persoalan konkret pembelajaran yang dialami siswanya. Temuan model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut perlu diuji kelayakannya terlebih dahulu. Kelayakan atau efektivitas temuan model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut pada umumnya diuji melalui penelitian eksperimen.

Pada awalnya, penelitian eksperimen banyak dikembangkan oleh para psikolog. Namun saat ini cukup banyak peneliti dalam bidang pendidikan yang menggunakan penelitian eksperimen, dalam menguji suatu model atau metode pembelajarannya. Terdapat beragam jenis penelitian eksperimen, tetapi tidak kesemua jenis penelitian eksperimen tersebut diperuntukkan untuk penelitian di bidang pendidikan, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

A. Jenis Penelitian Eksperimen

Penelitian eksperimen terdiri dari 3 macam, yaitu pra-eksperimen, eksperimen murni, dan eksperimen semu. Ketiga macam eksperimen tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda, sehingga calon peneliti eksperimen harus hati-hati dalam memilih

(2)

dan melakukan eksperimennya. Di bawah ini dijelaskan tentang ciri-ciri masing-masing macam eksperimen.

1. Pra-Eksperimen

Pra-eksperimen dilakukan hanya untuk 1 kelompok yakni yang biasa disebut sebagai kelompok eksperimen. Pra-eksperimen sangat dimungkinkan dilakukan jika jumlah subjek memang hanya sedikit. Oleh karena itu, treatment eksperimen hanya dilakukan pada kelompok eksperimen itu saja.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemilihan subjek penelitian dalam pra-eksperimen dengan cara purposive, yakni dipilih dengan ciri-ciri tertentu sesuai ketentuan si peneliti. Ciri-ciri subjek dalam pra-eksperimen tersebut merupakan gambaran dari variabel terikatnya yang akan diukur kembali (perubahannya) setelah ada treatment.

Misalnya, penelitian pra-eksperimen untuk menguji efektivitas metode penugasan dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa. Berdasar penelitian tersebut, peneliti memilih subjeknya yang memiliki ciri tertentu yakni siswa yang berkemandirian belajar rendah. Setelah diberi treatment berupa pembelajarana dengan metode penugasan, maka peneliti mengukur kembali kemandirian belajar siswanya.

Analisa untuk penelitian pra-eksperimen hanya membandingkan hasil pre-test dan post-test setelah treatment

penelitian berlangsung. Pengukuran pre-test dilakukan sebelum penelitian berlangsung. Sebaliknya pengukuran post-test dilakukan setelah treatment penelitian. Pengukuran pre-test maupun post-test menggunakan instrumen yang sama. Hasil kedua test tersebut

(3)

dibandingkan dengan menggunakan teknik analisis statistik, antara lain berupa uji-t.

Dalam pengukuran pre-test maupun post-test, sebaiknya peneliti menyediakan dua instrumen yang isinya sama namun berbeda urutan dan kalimatnya. Keduanya berasal dari kisi-kisi yang sama. Hal ini diupayakan agar perubahan yang terjadi pada diri subjek penelitian bukan sebagai akibat dari sudah diketahuinya isi instrumen saat mengisi pre-test.

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dalam pra-eksperimen tanpa menggunakan kelompok kontrol atau kelompok pembanding, tetapi hanya satu kelompok yakni berupa kelompok eksperimen. Akibat kondisi inilah menimbulkan kelemahan pada penelitian pra-eksperimen, yakni lemahnya validitas internal akibat tanpa adanya kelompok pembanding, sehingga hasil penelitian pra-eksperimen belum dapat meyakinkan bahwa perubahan yang terjadi memang benar-benar sebagai akibat treatment.

2. Eksperimen Murni

Penelitian eksperimen murni pada umumnya dilakukan pada bidang sains, misalnya bidang fisika, atau bidang kimia. Pelaksanaan eksperimen murni pada umumnya untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat diantara variabel-variabel dengan cara menghadapkan kelompok eksperimental pada beberapa macam kondisi perlakuan dan membandingkan akibat (hasil)nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.

Selain menggunakan kelompok kontrol, dalam eksperimen murni sangat menekankan adanya variabel kontrol (selain variabel bebas dan terikat). Variabel kontrol yang dimaksud adalah kondisi

(4)

subjek penelitian yang harus sama melalui pengendalian oleh peneliti. Sebagai contoh dalam penelitian tentang penerapan metode discovery untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, maka variabel kontrolnya antara lain berupa kecerdasan subjek pada kategori yang sama, siswa sama-sama belum pernah mendapatkan pembelajaran metode discovery, ketersediaan sarana dan prasarana belajar subjek dalam kondisi relatif sama, siswa juga memiliki motivasi belajar sama. Kondisi (karakteristik) lainnya pada diri subjek penelitian juga sama. Namun, pemilihan subjek penelitian ekperimen murni untuk bidang pendidikan jauh lebih sulit, karena tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki sifat atau karakter, ciri-ciri yang sama persis.

Pengendalian terhadap kondisi (variabel kontrol) dalam penelitian eksperimen murni merupakan satu persyaratan yang harus dilakukan. Dalam bidang sains, pengendalian terhadap kondisi ruangan misalnya, lebih mudah dilakukan. Sebagai contoh eksperimen untuk menghancurkan batu dengan pemanasan yang berbeda-beda, maka pemilihan benda padat (batu) dengan tekstur, berat, warna, kandungan zat di dalamnya, akan mudah diatur.

Penelitian eksperimen murni memerlukan pengelolaan variabel-variabel dan kondisi eksperimental yang rumit baik lewat prosedur kontrol dan manipulasi langsung atau lewat prosedur randomisasi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ekperimen murni lebih memusatkan perhatiannya pada cara pengendalian variasi guna (a) memaksimalkan varians dari variabel-variabel yang terlibat dalam hipotesis, (b) meminimalkan varians variabel luar yang tidak dikehendaki yang dikhawatirkan akan dapat mengganggu hasil eksperimen, dan (c) meminimalkan varians eror atau varians random, termasuk pula eror dalam pengukuran. Oleh karena itu, setelah subjek ditentukan, dalam penelitian ekperimen

(5)

murni khususnya di bidang pendidikan sangat dianjurkan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok secara random, dan menentukan perlakuan pada kelompok secara random pula.

Validitas internal merupakan kondisi esensial (sine qua non) dalam desain penelitian eksperimen murni. Dalam hal ini validitas internal sebagai tujuan utama eksperimen murni. Penentuan validitas internal dalam penelitian eksperimen murni mengacu pada apakah perbedaan yang terjadi di antara kelompok subjek dalam eksperimen memang benar-benar disebabkan oleh perbedaan perlakuan.

Hal yang masih perlu dibahas adalah validitas eksternal, yang mengacu pada seberapa representatifnya temuan penelitian, dan apakah temuan tersebut dapat digeneralisasikan pada kelompok subjek serupa yang lebih luas. Namun, perlu disadari bahwa pada penelitian eksperimental murni untuk bidang pendidikan validitas eksternal sulit dicapai, dikarenakan adanya keterbatasan penelitian eksperimen misalnya pemilihan subjek, dan belum lengkapnya variabel kontrol.

3. Eksperimen Semu

Penelitian eksperimen semu memiliki kemiripan dengan kondisi penelitian eksperimental murni, yakni kedua jenis eksperimen tersebut memiliki kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Bahkan, kedua jenis eksperimen ini memilki prosedur (tahap-tahap yang dilalui) sama. Namun kedua jenis eksperimen tersebut tetap memiliki perbedaan terutama pada keberadaan variabel kontrol. Pada eksperimen semu, tidak semua variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi. Dalam ekperimen semu lebih menekankan adanya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, tanpa mementingkan variabel kontrol.

(6)

Kondisi (variabel) lain di luar variabel yang diteli dari subjek penelitian dikesampingkan, atau tanpa dikontrol, karena subjek dianggap memiliki kondisi yang relatif sama. Padahal setiap subjek penelitian dalam eksperimen semu selalu memiliki kondisi yang beragam, tidak ada yang sama persis. Oleh karena itu, sebaiknya peneliti menyadari betul keterbatasan penelitian ini dan seberapa jauh validitas internal dan eksternalnya.

Penelitian eksperimen dalam dunia pendidikan lebih tepat jika menggunakan eksperimen semu. Dalam bidang pendidikan, cara penentuan subjek dalam eksperimen semu sama persis dengan eksperimen murni. Subjek penelitian dipilih sesuai ciri-ciri khusus yang telah ditentukan oleh peneliti, dan dikelompokkan secara random pada dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pemilihan variabel dan manipulasi kondisi eksperimental dalam eksperimen semu dilakukan melalui prosedur kontrol dan lewat prosedur randomisasi.

Dalam eksperimen semu, pemberian treatment hanya diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan yang berbeda, atau bahkan tanpa ada perlakuan. Setelah pemberian treatment berlangsung, selanjutnya subjek pada kedua kelompok diukur kembali kondisi dan perubahan yang terjadi. Dalam penelitian eksperimen semu, peneliti mengharapkan adanya perbedaan perubahan kondisi subjek sebagai akibat treatment.

B. Prosedur Penelitian Eksperimen dalam Bidang Pendidikan Dalam penelitian eksperimen, peneliti harus memahami metodologi penelitian eksperimen dan mengikuti prosedur

(7)

langkah-langkah penelitiannya secara tepat. Dibanding jenis penelitian inferensial lainnya, prosedur penelitian eksperimen dapat dikatakan cukup rumit. Peneliti harus memiliki desain penelitian yang jelas, dan mengikuti langkah-langkah berdasar desain tersebut. Pada umumnya penelitian eksperimen dimulai dari tahap temuan masalah yang jelas dan konkrit, dikuti oleh kajian teoritis untuk menentukan treatment (variabel bebas), penentuan dan pengelompokan subjek penelitian secara random, dilanjutkan dengan implementasi (pemberian perlakuan) dan pengukuran hasil

treatment, serta diakhiri dengan analisis uji beda. Masing-masing tahap dari prosedur penelitian eksperimen dijelaskan di bawah ini.

1. Mengidentifikasi Masalah Konkrit

Pada setiap penelitian, pihak peneliti harus dapat mengemukakan masalah penelitiannya secara jelas. Beberapa jenis penelitian inferensial hanya mengemukakan masalah berdasar perbandingan beberapa penelitian yang relevan tetapi hasil penelitiannya yang berbeda. Seperti pada penelitian tindakan, dalam penelitian eksperimen perlu diawali dengan adanya temuan masalah oleh peneliti. Permasalahan yang dikemukakan peneliti dalam penelitian eksperimen harus konkrit atau benar-benar terjadi atau memang dialami oleh diri calon subjek.

Temuan gejala masalah penelitian tersebut harus diuraikan dalam latar belakang penelitian. Uraian tentang masalah penelitian tersebut disertai indikator-indikator yang jelas tentang masalah tersebut. Namun demikian, gejala masalah tersebut perlu disertai bukti sebagai adanya fakta-fakta. Hal ini terkait dengan ciri keilmiahan suatu laporan penelitian bahwa penelitian harus bersifat objektif atau berdasar fakta-fakta. Bukti adanya masalah

(8)

tersebut diwujudkan dengan adanya data, yakni dalam hal ini dapat berupa tabel.

Dalam mengumpulkan data tentang masalah atau gejala-gejala masalah penelitian, peneliti dapat melakukannya dengan berwawancara, menyebarkan skala sikap atau melakukan observasi kepada pihak-pihak yang relevan. Pengumpulan data awal untuk menemukan masalah konkret tersebut sering kali disebut sebagai pra-penelitian. Tentu saja instrumen untuk pengumpulan data tersebut harus berlandaskan teori yang terkait, seperti yang sudah dijelaskan pada bab IV.

2. Menyusun Treatment yang Jelas

Setelah ada masalah konkrit yang diketemukan peneliti –

yang juga berarti telah ada calon subjek penelitian – maka selanjutnya peneliti perlu mempersiapkan treatment (perlakuan).

Treatment (perlakuan) disusun terkait dengan temuan masalah konkrit yang dialami subjek. Di antara perlakuan dengan temuan masalah konkrit yang dialami subjek penelitian harus memiliki

’benang merah’ atau keterkaitan yang jelas, yang dilandaskan suatu

teori. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji, mendalami dan menentukan perlakuan yang tepat untuk menangani masalah subjek, beserta teknik analisis pengujiannya.

Perlu dipahami bahwa, ada kalanya pada penelitian eksperimen tertentu, justru rancangan treatment telah disiapkan lebih dahulu oleh peneliti. Biasanya hal ini terjadi karena peneliti hanya menguji temuan suatu model atau metode temuannya. Dalam hal ini peneliti tidak perlu mencari masalah konkrit, meskipun pada akhirnya peneliti tetap harus mencari subjek yang memiliki ciri-ciri sesuai yang ditentukannya untuk diberi treatment.

(9)

Treatment atau perlakuan tersebut harus memiliki definisi operasional yang jelas. Selain itu, treatment atau perlakuan harus memiliki langkah-langkah atau tahap-tahap implementasi selama eksperimen berlangsung. Dalam pengujian suatu model atau metode pembelajaran, langkah-langkah treatment juga harus terwujud dalam tahap pembelajaran yang digunakan.

3. Mengelompokan Subjek Penelitian Secara Random

Khusus pada penelitian eksperimen semu, subjek dalam penelitiannya ditentukan secara purposive, yakni berdasar atas ciri-ciri (karakter) khusus sesuai ketentuan peneliti. Hal ini disebabkan penelitian eksperimen semu termasuk penelitian inferensial tetapi hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan. Penentuan subjek penelitian secara purposive merupakan bagian pemilihan sampel dalam kelompok Non-Probabilitas. Dengan pemilihan subjek penelitian seperti hal tersebut, maka hasilnya tidak dapat digeneralisasikan. Hasil penelitian eksperimen semu hanya diperuntukkan untuk menggambarkan kondisi subjek pada penelitian itu sendiri dan hanya berlangsung pada saat tersebut; jadi bukan untuk menggambarkan keberlangsungannya seperti penelitian-penelitian yang lain.

Setelah subjek dipilih atau ditentukan oleh peneliti, maka selanjutnya peneliti menempatkan subjek ke dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Penentuan masing-masing subjek penelitian ke dalam salah satu kelompok tersebut dilakukan secara random. Peneliti tidak diperbolehkan semaunya sendiri dalam menentukan kedudukan subjek dalam kelompoknya. Hal ini terkait dengan kaidah objektivitas suatu penelitian.

Jika penempatan subjek penelitian sudah dilakukan oleh peneliti secara random, maka seanjutnya peneliti perlu menguji

(10)

homogenitas kedua kelompok. Uji homogenitas diperlukan untuk membuktikan bahwa kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memang pada awalnya dalam kondisi yang sama, atau memiliki kondisi variabel terikat yang berkedudukan sama. Pelaksanaan treatment baru dapat diimplementasikan jika kedua kelompok tersebut terbukti telah homogen.

Sebagai contoh di bawah ini hasil uji homogenitas penelitian Wulandari (dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang.

Tabel 3. Mean dan Standar Deviasi Harga Diri Siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011

Kelompok N Mean Standar Deviasi

Harga diri kelompok eksperimen

15 27,3333 8,21729

Harga diri kelompok control 15 27,6000 7,54794

Berdasar tabel di atas terlihat bahwa mean nilai rata-rata harga diri pada kelompok eksperimen 27,3333 dengan standar deviasi 8,21729. Sedangkan mean nilai rata-rata harga diri pada kelompok kontrol sebesar 27,6000 dengan standar deviasi 7,54794. Homogenitas harga diri kedua kelompok yakni kelompok eksperimen dengan kelompok control maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan Mann- Whitney Test. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut:

(11)

Tabel 4. Mann-Whitney Pre Test Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011

Test Statisticsb

Nskor Mann-Whitney U 112.500 Wilcoxon W 232.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] 1.000

a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok

Berdasar tabel di atas diperoleh hasil penelitian yaitu p = 1,000 (p > 0,050) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan harga diri siswa pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen kelas VII G SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang, sehingga kedua kelompok ini dapat digunakan sebagai kegiatan untuk penelitian eksperimen.

4. Menyusun Desain Rancangan Eksperimen

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menyusun rancangan eksperimennya. Dalam bidang pendidikan, terdapat dua macam penelitian eksperimen yakni pra-eksperimen, dan eksperimen semu. Rancangan eksperimen pada kedua macam penelitian tersebut perlu dipahami oleh para ahli pendidikan.

(12)

a. Rancangan pra-eksperimen

Rancangan penelitian pra-eksperimen lebih sederhana dibanding penelitian eksperimen yang lain. Kesederhanaan terebut terlihat dari jumlah kelompok yang diteliti. Jumlah kelompok yang diteliti pada penelitian eksperimen hanya satu kelompok. Sedangkan penelitian eksperimen yang lain berjumlah minimal dua kelompok.

Selain itu, teknik analisis statistik yang digunakan juga cukup sederhana, yakni membandingkan antara kondisi kelompok saat sebelum dengan sesudah diberi perlakuan. Pada umumnya analisis yang digunakan adalah uji-t atau disebut juga uji ulangan, jika data yang didapatkan bersifat normal dan berskala data interval.

Gambar 5. Rancangan Pra-Eksperimen

Grup Pretes Perlakuan Postes Eksperimen : T1---x--- T2

Keterangan:

Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai satu-satunya kelompok yang diteiti dalam pra-eksperimen

T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian perlakuan terhadap subjek penelitian

T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan terhadap subjek penelitian

x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada subjek penelitian.

(13)

Adapun prosedur rancangan pra-eksperimen setelah subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah sebagai berikut:

1. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan pada subjek penelitian.

2. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati keberlangsungan selama proses eksperimen.

3. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek penelitian sesuai rancangan yang telah disusun.

4. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) untuk mengukur perubahan-perubahan diri subjek yang diduga akibat adanya treatment, dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang sudah disiapkan (sesuai tahap no 2)

5. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan membandingkan hasil selama pre-test (T1) dengan post-test (T2).

b. Rancangan Ekperimen Semu

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian eksperimen semu terdapat dua kelompok. Kelompok

pertama disebut “kelompok eksperimen”, yaitu kelompok

(14)

disebut “kelompok kontrol”, yaitu kelompok yang tidak diberi atau dikenakan treatment (perlakuan). Kelompok kontrol berfungsi sebagai pembanding untuk mengetahui perbedaan yang mungkin tampak antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam eksperimen semu kedua kelompok harus bersifat homogen. Oleh karena itu hasil tes awal (Pre - Test) yang dilakukan sebelum eksperimen diimplementasikan dapat digunakan untuk menentukan subjek penelitian, sesuai ciri-ciri yang diharapkan oleh peneliti. Pembuktian kedua kelompok dalam kondisi homogen dapat dilakukan melalui uji homogentas melalui Mann Whitney.

Setelah dalam kondisi homogen, selanjutnya peneliti dapat melangsungkan kegiatan eksperimennya dengan member

treatment (perlakuan) pada kelompok eksperimen sesuai rancangan eksperimen yang dibuat. Sedangkan kelompok kontrol dikenai treatment (perlakuan) yang berbeda, atau tanpa ada perlakuan.

Pelaksanaan tes akhir (Post - Test) dilakukan sesudah treatment (perlakuan) eksperimen berakhir. Post-test

dilakukan kepada kedua kelompok, dan hasil post-test

kedua kelompok diperbandingkan untuk melihat efektivitas, atau pengaruh treatment (perlakuan) eksperimen terhadap kondisi subjek penelitian.

Gambar 6. Rancangan Eksperimen Semu Grup Pretes Perlakuan Postes Eksperimen : (R) T1---x--- T2 Kontrol : (R) T1--- T2

(15)

Keterangan:

Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai kelompok yang akan diberi treatment (perlakuan) selama kegiatan eksperimen. Kontrol: kelompok kontrol, sebagai kelompok pembanding yakni

kelompok yang diberi treatment (perlakuan) berbeda atau tanpa diberi perlakuan selama eksperimen berlangsung. R : prosedur random untuk menempatkan subjek pada

kelompok eksperimen atau kelompok kontrol.

T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian perlakuan terhadap subjek penelitian

T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan terhadap subjek penelitian

x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada subjek penelitian.

Adapun prosedur rancangan eksperimen semu setelah subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah sebagai berikut:

1. Peneliti menentukan (menempatkan) setiap subjek penelitian pada kelompok eksperimen atau kelompok kontrol secara random.

2. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan pada subjek penelitian.

3. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek

(16)

penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati keberlangsungan selama proses eksperimen.

4. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek penelitian kelompok eksperimen sesuai rancangan yang telah disusun. Sedangkan kelompok kontrol dikenakan dengan treatment (perlakuan) yang berbeda.

5. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) pada kedua kelompok untuk mengukur perubahan-perubahan diri subjek yang diduga akibat adanya

treatment, dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang sudah disiapkan (sesuai tahap no 2)

6. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan membandingkan hasil post-test (T2) di antara kedua kelompok.

5. Melakukan Uji Hipotesis

Dalam penelitian inferensial apapun, peneliti harus mampu memahami makna dari taraf signifikansi. Hal ini sangat penting dalam menganalisis statistika guna menguji suatu hipotesis. Perlu dipahami oleh peneliti bahwa dalam penggunaan analisis statistik pada umumnya menggunakan teori tentang kemungkinan-kemungkinan (probabilitas). Kesimpulan yang disandarkan pada keputusan statistik, tidak dapat ditopang oleh taraf kepercayaan mutlak seratus persen. Oleh karena itu, peneliti memberi sedikit peluang untuk salah dalam menolak hipotesis.

Dalam penelitian pendidikan taraf signifikansi pada umumnya diukur dari p sebesar 1%, atau 5%. Taraf

(17)

signifikansi diberi simbol p atau simbol alpha () atau sig, yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, berarti besarnya peluang kesalahan. Misal, jika skore sig sebesar 0,015 atau 1,5% berarti dalam penelitian tersebut terdapat peluang kesalahan sebesar 15 dari 1000 kejadian penelitian sesuai topik, atau di antara 1000 kejadian penelitian yang sama, terdapat 15 yang hasilnya berbeda (salah). Sebaliknya, jika taraf signifikansinya sebesar 5% hal tersebut juga berarti bahwa taraf kepercayaan yang dipakai adalah sebesar 100-5 = 95% atau 0,95.

a. Interprestasi Hasil

Dalam analisa statistik, khususnya penelitian inferensial, maka peneliti perlu membaca (menginterpretasi) terutama hasil tentang: Sig (nilai skorenya), setelah itu baru membaca skor t (hasil uji-t), atau skor F (hasil Anova). Seperti yang dijelaskan di atas bahwa peluang kesalahan dirujuk dari taraf signifikansi yang diketemukan.

Jika sudah ada perbedaan, maka peneliti baru membandingkan hasil rerata (jika data berskala interval atau rasio), atau mean rank (jika data berskala ordinal) pada kelompok-kelompok yang dibandingkan. Di antara rerata tersebut manakah yang lebih tinggi atau lebih besar? Dengan demikian, jika peneliti menguji tentang efektivitas suatu metode yang diimplementasikan melalui ekesperimen, maka hasil efekivitasnya dapat dilihat dari adanya perbedaan (lihat signikansinya) dan lebih tingginya hasil kelompok eksperimen dibanding kelompok kontrol. Sebaliknya, jika hasil pada kelompok eksperimen lebih rendah hasilnya dibanding kelompok kontrol maka metode

(18)

yang diterapkan dalam eksperimen tersebut dianggap tidak efektif.

b. Hipotesis Diterima atau Ditolak

Uji hipotesis dalam penelitian inferensial, termasuk penelitian eksperimen, selalu berlandaskan pada hasil signifikansi. Adapun hasil signifikansi (peluang kesalahan) dibagi dalam tiga kelompok yaitu:

1) p < 0,01,

Jika hasil signifikansi (sig atau p) < 0,01 maka penelitian tersebut tergolong sangat signifikan, yang berarti dalam penelitian tersebut terdapat efektivitas, pengaruh atau perbedaannya sangat signifikan. Oleh karena itu, hipotesis yang terkait tentang efektivitas, pengaruh atau perbedaan” diterima!

2) p < 0,050 (antara 0,011 – 0,05)

Jika hasil signifikansi penelitian sebesar 0,011 – 0,05, maka penelitian tersebut tergolong signifikan, yang berarti dalam penelitian tersebut efektivitas, pengaruh atau perbedaannya terbukti signifikan. Oleh karena itu, hipotesis yang terkait tentang efektivitas, pengaruh atau perbedaanjuga diterima!

3) P > 0,05,

Jika hasil signifikansi penelitian sebesar > 0,05, maka penelitian tersebut tidak signifikan, yang berarti dalam penelitian tersebut terbukti tidak efektif, tidak ada pengaruh atau tidak ada perbedaannyakarena hasil signifikansi tidak signifikan (nirsignifikan). Oleh karena

(19)

itu, hipotesis yang terkait tentang efektivitas, pengaruh atau perbedaanjuga ditolak!

Sebagai contoh. Contoh 1.

Terdapat suatu penelitian tentang ”Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Bekerjasama Siswa”, peneliti

melakukan eksperimen semu dengan dua kelompok, dan menggunakan teknik analisis regresi. Setelah diuji homogenitasnya ternyata homogen, dan hasil analisisnya menghasilkan sig = 0,013, dan besarnya r square (r kuadrat) 0,361. Hal tersebut berarti hasil penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode discovery terhadap kemampuan bekerjasama siswa - peneliti perlu mengkaji hasil mean rank pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol -. Sumbangan metode discovery terhadap kemampuan bekerjasama sebesar

36,1%. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada pengaruh

yang signifikan metode discovery terhadap kemampuan

bekerjasama siswa” diterima.

Contoh 2.

Di bawah ini adalah hasi analisis penelitian Wulandari (dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang. Hasil dari analisis pre test danpost test setelah pemberian layanan bimbingan kelompok dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

(20)

Tabel 5. Sebaran Post Test Harga Diri Siswa Berdasar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kategori Frekuensi Persen

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Tinggi 11 8 73,3 % 53,3 %

Sedang 4 5 26,7 % 33,3 %

Rendah - 2 - 13,3 %

Jumlah 15 15 100 100

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat hasil post test kelompok eksperimen setelah menerima layanan bimbingan kelompok dengan teknik kegiatan kelompok. Pada kelompok eksperimen, tingkat kategori harga diri siswa kelas VII G SMP N 1 Bringin yang tertinggi sebanyak 73,3%, berkategori sedang sebanyak 26,7%. Sedangkan siswa yang tidak mendapatkan layanan bimbingan kelompok tingkat harga diri yang berkategori tinggi sebanyak 53,3%, berkategori sedang sebanyak 33,3%, dan berkategori rendah sebanyak 13,3%.

Adapun hasil perbandingan rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberi layanan bimbingan kelompok melalui teknik analisis Mann-Whitney, dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

(21)

Tabel 6. Hasil Uji Man Whitney Post Test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Ranks

Klmpk N Mean Rank Sum of Ranks

Jmlh Control 15 11.73 176.00 Eksperimen 15 19.27 289.00 Total 30 Test Statisticsb Jmlh Mann-Whitney U 56.000 Wilcoxon W 176.000 Z -2.349

Asymp. Sig. (2-tailed) .019 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .019

a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: klmpk

Pada pengolahan uji statistik terhadap hasil post test

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik Mann Whitney nampak bahwa p = 0,019 < 0,050 dengan mean rank

(22)

19,27 maka ada kenaikan mean rank sebesar 7,54, Artinya ada perbedaan Self Esteem yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan layanan dan yang tidak mendapatkan layanan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima yaitu “Layanan bimbingan kelompok dengan teknik

kegiatan kelompok efektif dalam meningkatkan harga diri siswa

kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang”.

Tugas 10.

1. Terdapat 2 macam hipotesis penelitian korelasi yakni hipotesis searah, dan hipotesis tanpa arah. Carilah dua contoh penelitian yang merumuskan hipotesisnya searah, dan berhipotesis tanpa arah, serta kajilah hasilnya?

2. Menurut anda, apa makna koefisien korelasi (misalnya r = 0,685)? Carilah tiga contoh penelitian yang menghasilkan r yang sangat kontras berbeda!

3. Penelitian causal comparative termasuk penelitian ext post facto. Jelaskan, apa maksud dari ex post facto tersebut? 4. Menurut anda, benarkah bahwa dalam penelitian

pendidikan kurang tepat jika menggunakan eksperimen murni? (Jelaskan alasan anda!)

5. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh peneliti jika menggunakan eksperimen semu?

Gambar

Tabel 4. Mann-Whitney Pre Test Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1  Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011
Tabel 6. Hasil Uji Man Whitney  Post Test Kelompok Eksperimen dan  Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Sistem yang di rancang ini berbasis website, terkait informasi seperti data profil, data berita, data wisata, data pesona, data agenda, data akomodasi,

keseimbangan moneter di Indonesia, bank Islam juga dapat ikut berperan dengan melakukan investasi dalam pasar uang syariah dengan menggunakan instrumen pasar uang

Melakukan koordinasi lintas  program dengan  bidan atau  promkes yang akan turun ke lapangan Memaksimalkan fungsi kader untuk melakukan pendataan dan penyuluhan rumah sehat

Zhang (2007) mengajukan model pertumbuhan ekonomi dua sektor dalam waktu diskret, di mana dalam sistem produksi, produsen akan menghasilkan dua output (dua jenis produk)

Pembekalan kemampuan dasar dalam pengelolahan perpustakaan sangat tepat dilakukan agar guru dan siswa yang menjadi pengelolah perpustakaan dapat menjalankan sistem di

Berdasarkan kriteria likelihood nilai 5 diberikan apabila kecelakaan kerja terjadi lebih dari 1 kali kejadian dalam setiap shift, nilai 4 diberikan apabila

Perbedaan antara penelitian yang penulis lakuakan dengan tesis tersebut terletak pada pembahasannya, dimana objek yang penulis teliti dalam penulisan ini adalah upacara