• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH

RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN

MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN

Gunandjar

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Banten, 15310

Telp : 021-7563142, Faks : 021-7560927, E-mail : gunand-m@batan.go.id

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF YANG MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN. Telah dilakukan penelitian imobilisasi limbah radioaktif mengandung uranium dengan bahan matriks bitumen. Dalam penelitian ini, limbah sludge berasal dari dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat-Petrokimia Gresik (PAF-PKG) telah menghasilkan konsentrat uranium (yellowcake) sebagai hasil samping. Limbah sludge tersebut mengandung uranium dan termasuk dalam klasifikasi limbah alfa umur panjang. Tujuan penelitian adalah untuk imobilisasi limbah sludge radioaktif melalui proses pemadatan menggunakan campuran bitumen dan pasir sebagai bahan matriks. Proses imobilisasi dilakukan dengan cara mencampurkan

limbah sludge radioaktif dengan campuran bitumen dan pasir pada suhu 150-175oC selama 30 menit,

kemudian campuran tersebut dimasukkan dalam cetakan dan dikeringkan selama 7 hari pada suhu kamar. Tingkat muat limbah dalam blok limbah divariasi antara 10- 70% berat, dan komposisi bitumen dalam matriks divariasi antara 30-100% berat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas terbaik blok limbah hasil imobilisasi diperoleh pada tingkat muat limbah 40% berat,

komposisi matrik 50% bitumen, dengan harga densitas 1, 8 g/cm3, kuat tekan 1,2 kN/cm2, dan laju

pelindihan uranium 2,34 x 10-4 g.cm-2 .hari -1.

Kata kunci: bitumen, imobilisasi limbah radioaktif, limbah alfa umur panjang.

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF IMMOBILIZATION PROCESS FOR RADIOACTIVE WASTE CONTAINING URANIUM USING MATRIX MATERIAL OF BITUMEN TO SUPPORT THE NPP PROGRAM. The research of immobilization for radioactive waste containing uranium has been carried out. Sludge waste comes from decommissioning of The Phosphoric Acid Purification -

Petrokimia Gresik (PAP-PKG) facility thathas produced uranium concentrate (yellowcake) as

by-product. The goal of this research is to immobilize the radioactive sludge waste by solidification using mixture of bitumen and sand as matrix material. Immobilization process was carried-out by mix the

radioactive sludge waste with mixture of bitumen and sand at temperature of 150-175 oC during 30

minutes, and then the mixture is filled into the moulder and it is dryed with curing time 7 days in the room temperature condition. Waste loading in the waste block are 10 – 70 % weight, and composition of bitumen in matrix are 30-100 % weight. The test results showed that the best quality of waste block is obtained at the waste loading 40% weight, with values of density 1, 8 g/cm3, pressing strength 1,2 kN/cm2, and leaching-rate of uranium 2,34 x10-4 g.cm-2 .day -1.

(2)

1.

PENDAHULUAN

Program pembangunan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia perlu didukung penyediaan bahan bakar nuklir serta teknologi pengolahan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari proses penyediaan bahan bakar nuklir maupun dari pengoperasian PLTN. Aspek-aspek tersebut harus dapat dipenuhi untuk kemandirian dan kelangsungan operasi PLTN.

Penyediaan bahan bakar nuklir dapat dilakukan dengan proses penambangan bijih uranium kemudian dilakukan proses pembuatan bahan bakar nuklir melalui tahap-tahap proses sebagai berikut: pengolahan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengkayaan, rekonversi, dan fabrikasi[1]. Proses pengolahan bijih uranium adalah proses pemekatan,

yaitu proses pemisahan uranium dari bijihnya (kadar uranium dalam bijih 0,1-0,5 %) sehingga diperoleh konsentrat uranium (yellow-cake) dengan kadar uranium tinggi (>70%). Dilanjutkan dengan proses pemurnian dari konsentrat uranium sehingga diperoleh uranium kualitas murni nuklir (nuclear grade uranium) dalam bentuk uranium trioksida (UO3). Proses

konversi, yaitu proses untuk mengubah UO3 menjadi UF6 (gas) sebagai umpan untuk proses

pengkayaan, yaitu proses untuk meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar uranium.

Pada reaktor dengan bahan bakar uranium-alam tidak memerlukan proses pengkayaan. Proses pengkayaan yang sudah mapan adalah dengan proses difusi gas dan proses sentrifugasi gas. Proses rekonversi, yaitu proses konversi kembali UF6 menjadi UO3 yang

kemudian direduksi menjadi serbuk UO2 yang diperkaya. Proses pabrikasi, yaitu proses

pembuatan elemen bakar dan rakitan bahan bakar nuklir, dimulai dengan pembuatan pelet UO2 dalam bentuk keramik, kemudian pelet UO2 ini dimasukan dalam kelongsong yang

dibuat dari zircalloy atau baja tahan karat, kemudian dirakit menjadi rakitan (bundel) bahan bakar nuklir yang siap untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam reaktor.

Di Indonesia, hasil-hasil litbang pemisahan pada proses pengolahan bijih uranium telah diterapkan sampai diperoleh konsentrat uranium (yellow cake) oleh para peneliti PPBGN BATAN[2,3]. Kemudian oleh para peneliti di PPNY-BATAN, diteruskan litbang

proses pemurnian yellow cake dan telah berhasil diperoleh serbuk uranium dioksida (UO2)

kualitas murni nuklir tipe bahan bakar Reaktor Air Berat yang menggunakan bahan bakar U-alam[4,5].

Penyediaan bahan bakar nuklir dapat pula dilakukan melalui proses pemurnian asam fosfat seperti yang telah dilakukan pada Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat-Petrokimia Gresik (PAF-PKG). Fasilitas tersebut merupakan unit tambahan dari produksi asam fosfat menggunakan bahan baku batuan fosfat yang mengandung uranium. Fasilitas PAF-PKG telah menghasilkan 8 ton konsentrat uranium (yellowcake) dengan kadar 70% U3O8 sebagai

hasil samping yang dapat digunakan untuk pembuatan bahan bakar nuklir.

Pada tahun 2009 telah dilakukan dekomisioning pada Fasilitas PAF-PKG dan kegiatan ini menimbulkan limbah radioaktif cair yang mengandung uranium. Limbah tersebut diolah dengan proses biooksidasi menggunakan bakteri untuk reduksi volume limbah menjadi limbah sludge radioaktif (lumpur aktif). Limbah lumpur aktif tersebut beraktivitas alfa pada harga 0,4 ≤ α ≤ 40,2 kBq/liter, dan beta pada nilai 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter, kadar padatan total 40-50% berat[6]. Limbah sludge tersebut termasuk dalam

klasifikasi limbah aktivitas rendah alfa umur panjang yang mengandung uranium U-alam (umur paro U-238 = 4,5 x 109 tahun) dan anak luruhnya seperti Pb-210, Po-210, Ra-226,

Th-234, U-Th-234, Th-230, dan lain lain [7].

Limbah sludge tersebut harus diimobilisasi dan disimpan di dalam fasilitas penyimpanan akhir agar tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan. Imobilisasi limbah sludge radioaktif dapat dilakukan melalui proses solidifikasi (pemadatan) dengan

(3)

suatu bahan matriks sehingga limbah radiokatif terkungkung dan terisolasi di dalam blok limbah hasil imobilisasi.

Berdasarkan jenis dan kualifikasi limbah sludge tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan imobilisasi limbah tersebut menggunakan bahan matriks bitumen. Kualitas blok limbah hasil imobilisasi ditentukan dengan uji kuat tekan, pengukuran densitas, dan uji laju pelindihan. Uranium dalam air lindih dari uji pelindihan ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-VIS dan dengan metode Voltametri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi proses imobilisasi limbah radioaktif alfa umur panjang yang mengandung uranium yang ditimbulkan dari proses penyediaan bahan bakar nuklir baik melalui jalur penambangan maupun dari proses pemurnian asam fosfat, sehingga dapat mendukung program PLTN di Indonesia.

2.

METODE PENELITIAN

2.1. Dasar Teori

a. Imobilisasi Limbah Radioaktif

Isolasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang dapat dilakukan melalui proses imobilisasi (pemadatan) dengan suatu bahan matriks seperti semen, bitumen, plastik polimer, dan gelas sehingga diperoleh limbah radiokatif yang terkungkung dan terisolasi di dalam blok hasil imobilisasi. Klasifikasi limbah berdasar umur paroh radionuklidanya, bahan matriks untuk imobilisasi, dan tipe penyimpanan akhirnyaditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Limbah Menurut IAEA (1997) Berdasar Umur Paro Radionuklida, Bahan Matrik untuk Imobilisasi, dan Tipe Penyimpanan Akhirnya [8].

No Karakteristik yang Ditinjau

Klasifikasi Limbah Berumur

Pendek

Limbah Berumur Panjang Limbah Alfa Limbah Aktivitas

Tinggi 1 Aktivitas awal radionuklida berumur paro (T1/2) < 30 tahun Rendah, aktivitas-nya diabaikan setelah 300 tahun. Rendah / sedang, aktivitasnya dapat diabaikan setelah 300 tahun.

Sangat tinggi, aktivitas dapat diabaikan setelah beberapa ratus tahun.

Aktivitas awal radionuklida T1/2

ratusan / ribuan tahun.

Sangat rendah < dari batas ambang yang ditetapkan.

Rendah /sedang, Rendah/ sedang.

Radiasi yang dipancarkan

Yang terutama beta-gamma.

Yang terutama alfa. Beta-gamma selama beberapa ratus tahun, kemudian setelah itu alfa.

2 Bahan Matriks untuk solidifikasi. Semen , plastik (polimer) plastik (polimer), aspal (bitumen) Gelas. 3 Tipe penyimpanan akhir. Penyimpanan tanah dangkal untuk isolasi limbah selama 300 tahun.

Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.

Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.

Berdasarkan Tabel 1, bitumen (aspal) adalah salah satu bahan matriks yang direkomendasikan untuk limbah radioaktif alfa umur panjang aktivitas rendah atau sedang,

(4)

sesuai dengan jenis limbah sludge dari dekomisioning Fasilitas PAF-PKG, sedang matriks semen (beton) hanya sesuai untuk limbah aktivitas rendah umur pendek. Alternatif lain imobilisasi limbah alfa tersebut dengan bahan matriks polimer yang dari segi bahan lebih mahal dibandingkan dengan bitumen (aspal).

b. Bahan Matriks Bitumen

Bitumen atau aspal dapat digunakan sebagai matriks solidifikasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang. Berdasarkan kepekaan matriks bitumen terhadap peruraian oleh radiasi, batas atas dari aktivitas limbah sebelum disolidifikasi adalah 50 Ci/m3 limbah

hasil proses yang mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat aktivitas limbah kurang dari 1 Ci/m3. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil

evaporasi dan lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50% berat padatan

[8].

Bitumen atau aspal adalah material alam yang merupakan campuran hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar dengan jumlah atom C lebih dari 25 tiap molekulnya. Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat berwarna hitam yang berasal dari residu distilasi minyak mentah, residu hasil oksidasi minyak bumi, dan residu hasil perengkahan minyak bumi. Aspal juga terdapat di alam, yaitu yang disebut aspal alam seperti aspal alam Buton (Butas-Buton aspal) dari Trinidad [9].

Bitumen terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi di dalam resin dan konstituen minyak. Diperkirakan aspalten terdiri dari gugus-gugus hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Konstituen minyak adalah minyak pelumas yang mempunyai viskositas yang tinggi, yang berwarna coklat tua atau kemerah-merahan. Bitumen/aspal mempunyai sifat adhesi (lengket) dan kohesi (melawan tarikan), tahan terhadap air dan mempunyai sifat kimia yang stabil, tidak terpengaruh oleh asam dan basa.

Berdasarkan konsistensinya, bitumen/aspal dibagi ke dalam 3 golongan yaitu aspal padat, semi padat, dan cair. Aspal padat adalah aspal yang pada suhu kamar berbentuk zat padat, untuk dapat digunakan dalam keadaan cair, aspal padat harus dipanaskan lebih dahulu. Aspal setengah padat juga disebut aspal semen dan masih dibagi lagi ke dalam beberapa grade berdasarkan kekerasan dan konsistensinya. Aspal cair pada umumnya adalah aspal yang dilarutkan dalam zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas. Aspal cair dengan pelarut nafta sangat cepat mengeras, biasa disebut rapid curing

asphalt atau RC asphalt. Aspal cair dengan pelarut kerosin lebih lambat mengeras, biasa

disebut medium curing asphalt atau MC asphalt. Sedangkan aspal dengan pelarut minyak gas adalah yang paling lama mengeras, disebut slow curing asphalt atau SC asphalt. Ketiga macam aspal tersebut masih dibagi lagi ke dalam enam grade, yang diberi angka 0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka terkecil 0 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling banyak dan angka terbesar 5 berarti zat pelarut yang digunakan paling sedikit [9]. Bitumen telah digunakan

sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif di fasilitas nuklir : MOL-Belgia, Harwell-Amerika Serikat, Riso-Denmark, Tokai Research Establishment-JAERI (Jepang), Barsebek-Swis, dan di fasilitas nuklir Marcoule-Perancis[10].

Pada proses solidifikasi (pemadatan) limbah, bitumen sebagai matriks mengungkung radionuklida dalam limbah melalui proses terbentuknya ikatan secara kimia atau fisika. Bitumen/aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten. Aspalten terdiri dari gugus-gugus hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen merupakan gugus-gugus yang dapat menjadi donor pasangan elektron untuk membentuk ikatan koordinasi dengan “orbital d” dari atom-atom logam yang terkandung dalam limbah.

(5)

Dengan demikian secara kimia, limbah yang merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari unsur-unsur atau oksida dari uranium dan unsur-unsur lain akan membentuk ikatan koordinasi dengan gugus-gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen yang terdapat dalam bitumen/aspal. Gugus-gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen yang terdapat dalam aspal berfungsi sebagai ligan-ligan yang yang dapat berbentuk “cakar “ mencengkeram atom logam uranium atau unsur logam yang lain. Setiap satu atom uranium bisa menyediakan 6 “orbital d” yang kosong untuk terbentuknya 6 ikatan (satu atom U mengikat 6 gugus/ligan atau satu atom U tercengkeram oleh 6 gugus/ligan dari senyawa dalam bitumen. Semua logam transisi apalagi logam-logam berat seperti U bisa memebentuk ikatan koordinasi dengan gugus (ligan) donor elektron. Ikatan-ikatan tersebut lebih cepat terjadi pada proses pencampuran limbah dengan matriks bitumen pada suhu lelehnya (150-175 oC). Secara fisika, limbah yang merupakan senyawa anorganik yang terdiri

dari unsur-unsur atau oksida dari uranium dan unsur-unsur lain akan terperangkap ke dalam pori-pori matriks aspal.

2.2. Tata Kerja

Bahan, Alat, Lokasi dan Waktu Penelitian

Bahan yang digunakan: limbah sludge radioaktif dari dekomisioning fasilitas pemurnian asam fosfat- Petrokimia Gresik (PAF – PKG), bitumen (aspal) RC 80/100 grade 5 dari Pertamina-Cilacap, pasir (ukuran 60 mesh), pipa PVC (untuk cetakan blok limbah), serta bahan-bahan kimia yaitu uranil nitrat heksahidrat (UNH), HNO3, NaOH, Na2CO3,

H2O2, dan aquades (air suling).

Alat yang digunakan: kompor listrik (Hot Plate), timbangan digital, jangka sorong, tungku pemanas (Furnace), oven, alat uji tekan Bullocks, alat ekstraksi Soxhlet,

Spektrofotometer UV-VIS, alat Voltameter, dan alat-alat gelas laboratorium.

Penelitian ini dilakukan di Labolatorium Bidang Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Dekontaminasi dan Dekomisioning, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN pada tahun 2010.

2.3. Prosedur Penelitian a. Penyiapan Limbah

Sejumlah 100 g limbah sludge radioaktif (dari dekomisionong fasilitas PAF-PKG) ditempatkan dalam cawan porselin dan dilakukan pengeringanran mengunnakan kompor listrik untuk menghilangkan air dan solven organik. Selanjutnya limbah hasil pembakaran ditimbang dan ditentukan kandungan (%) berat limbah kering. Limbah kering ditumbuk menjadi serbuk limbah dengan ukuran 200 mesh dan siap untuk dilakukan imobilisasi. b. Analisis Uranium dalam Limbah

Limbah kering diabukan ke dalam furnance pada suhu 500oC selama 60 menit,

kemudian dibuat larutan sampel dengan melarutkan 1,0 g abu limbah radioaktif dengan larutan HNO3 0,1 N dan dipanaskan hingga larut dan diencerkan dengan aquades sampai 25

ml. Kemudian dilakukan preparasi larutan sampel dan larutan standar uranium (larutan UNH) dengan pereaksi peroksida basa untuk analisis uranium dengan metode spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 400 nm.

c. Imobilisasi Limbah Sludge Dengan Bahan Matriks Bitumen

Proses imobilisasi dilakukan dengan mencampur limbah radioaktif (kering) dengan bahan matriks campuran bitumen (RC 80/100 grade 5) dan pasir (ukuran 200 mesh). Proses imobilisasi dilakukan dengan pemanasan pada titik leleh matriks bitumen 150-175oC sambil

(6)

diaduk sampai homogen selama 30 menit. Hasil adonan (limbah, pasir, dan bitumen) yang berbentuk pasta kemudian dituangkan ke dalam cetakan pipa PVC (diameter 3 cm, tinggi 4 cm). Kemudian dikeringkan dalam waktu pengeringan (curing time) selama 7 hari pada suhu ruangan sehingga terbentuk blok limbah yang padat dan keras. Pada proses imobilisasi digunakan campuran matriks bitumen dan pasir dengan kandungan bitumen 30-100 %berat, tingkat muat limbah kering (waste loading) 10-40 %berat. Setelah proses pengeringan, blok limbah hasil imobilisasi dikeluarkan dari cetakannya dan siap untuk dilakukan uji karakteristik.

d. Uji Karakteristik Blok Limbah Hasil Imobilisasi

Uji karakteristik blok limbah hasil proses imobilisasi dilakukan dengan pengukuran laju pelindihan, densitas, dan kuat tekan.

Pengujian laju pelindihan dilakukan menggunakan alat soxhlet dengan metode yang dikembangkan oleh Japan Industrual Standard (JIS)[11] yaitu laju pelindihan dipercepat dalam

medium air. Metode penentuan laju pelindihan ini sama seperti yang dikembangkan oleh IAEA[12]. Pelindihan dilakukan dengan memasukkan sampel blok limbah ke dalam alat

soxhlet yang berisi air 500 ml kemudian direfluks pada suhu 50oC selama 4 jam, selanjutnya

air pelindihan setelah dipekatkan 50 kali dengan penguapan di analisis dengan Spektrofotometer UV-VIS dengan pereaksi peroksida basa pada panjang 400 nm. Sebagai pembanding juga dilakukan analisis uranium tersebut dengan metode Voltametri. Laju pelindihan suatu unsur dalam blok limbah hasil imobilisasi dihitung dengan persamaan [11,12]

At

w

w

L

o

t (1)

L = laju pelindihan (g.cm -2.hari -1),

Wo = berat unsur dalam sampel mula-mula (g),

Wt = berat unsur dalam sampel setelah dilindih selama t hari (g), A = luas permukaan (cm2), dan

t = waktu pelindihan (hari). Untuk laju pelindihan uranium,

Wo-Wt = jumlah uranium yang terlindih dalam air pelindih selama waktu pelindihan (g) yang ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS dan metode voltametri.

Pengukuran densitas dilakukan dengan mengukur berat dan volume blok limbah, sedang kuat tekan diukur menggunakan alat uji tekan Bullocks.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kandungan uranium dalam limbah sludge menggunakan Spektrofofmeter UV-VIS diperoleh konsentrasi uranium dalam limbah sebesar 4.131 mg/liter dengan aktivitas uranium sebesar 4,54.104 Bq/liter (= 45,4 kBq/liter) atau 1,22.10-3 Ci/m3.

Aktivitas limbah sludge dengan aktivitas < 1 Ci/m3 termasuk kategori limbah aktivitas

rendah umur panjang sehingga proses imobilisasi yang sesuai adalah menggunakan bahan matriks bitumen (aspal) untuk mengungkung kandungan uranium dan anak luruhnya.

Proses imobilisasi dilakukan dengan pemanasan pada titik leleh bitumen 150 – 175 oC.

Limbah dicampur bitumen dengan komposisi tingkat muat limbah (waste loading) 10-40% berat, diaduk sambil dipanaskan sampai tercampur homogen selama 30 menit. Kemudian campuran limbah-bitumen dimasukkan ke dalam cetakan, dikeringkan pada suhu ruangan sampai mengeras selama 7 hari. Proses imobilisasi dilakukan juga menggunakan campuran matriks bitumen dan pasir dengan variasi 30-100 % berat bitumen. Blok limbah hasil

(7)

imobilisasi dilepas dari cetakan dan dilakukan karakteristik kualitas blok limbah yang meliputi uji laju pelindihan uranium, uji densitas, dan uji kuat tekan.

a. Laju pelindihan

Hasil uji laju pelindihan dengan variasi tingkat muat limbah dan variasi bitumen dapat dilihat pada Gambar 1. Masing-masing berdasar hasil analisis uranium dalam air lindih dengan metode Spektrofometri UV-VIS dan Voltametri. Pada Gambar 1 (a) dan (b), kedua kurva laju pelindihan uranium tersebut mempunyai profil yang relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa hasil analisis uranium dalam air pelindihan dengan kedua metode tersebut memberikan hasil analisis yang relatif sama.

Analisis uranium dilakukan dengan kedua metode tersebut untuk meyakinkan adanya anomali data blok limbah pada tingkat muat limbah 10 dan 15 %berat (untuk bitumen 30 dan 40 %berat). Pada kondisi tersebut bisa difahami bahwa fraksi pasir sebagai bahan pengeras terlalu besar dan fraksi bitumen sebagai pengikat terlalu kecil, sehingga tidak terbentuk blok limbah yang padat dan kuat sehingga laju pelindihan uranium tinggi. Pada Gambar 1 masing-masing pada (a) dan (b), untuk matriks bitumen 30 dan 40 % berat menunjukkan bahwa pada tingkat muat limbah 10 %berat, laju pelindihan uranium sekitar 10-3 g.cm-2.hari-1, kemudian turun tajam menuju harga sekitar 10-4 g.cm-2.hari-1 (pada tingkat

muat limbah 20-40 %berat).

Gambar 1. Laju Pelindihan Uranium pada Blok Limbah Hasil Imobilisasi Limbah Sludge (a) Analisis Uranium dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS

(b) Analisis Uranium dengan Metode Voltametri

Kenaikan tingkat muat limbah yang menyebabkan laju pelindihan uranium semakin rendah menunjukkan adanya peran sifat limbah. Berdasar kandungan limbah, limbah sludge

hasil biooksidasi tersebut mengandung biomasa bakteri. Biomasa bakteri (yang telah mati) dalam limbah mempunyai sifat mengikat uranium dan anak luruhnya serta logam berat lain yang terkandung dalam limbah. Sifat biomasa tersebut berperan positif dalam pembentukan blok bitumen limbah menjadi lebih padat dan kuat, sehingga uranium tetap terkungkung kuat dan laju pelindihannya menjadi rendah (menurun). Pada tingkat muat limbah 10-40 %berat dan matriks bitumen 50-100 %berat, laju pelindihan berada pada harga sangat rendah dan relatif sama yaitu sekitar 10-4 - 10-5 g.cm-2.hari-1 ( < 5,0. 10-4 g.cm-2.hari-1). Naiknya

fraksi bitumen sampai 50 %berat maka cukup dapat membentuk blok limbah yang padat dan kuat untuk tingkat muat limbah sampai 40 %berat. Hal ini menunjukkan bahwa pada

(8)

kondisi tersebut laju pelindihan uranium relatif tidak dipengaruhi oleh tingkat muat limbah dan komposisi matriks bitumen. Tingkat muat limbah 50 %berat ternyata tidak terbentuk blok limbah yang kuat tetapi diperoleh blok limbah yang rapuh (mudah pecah) karena fraksi bitumen sebagai pengikat limbah jumlahnya kurang memadai. Pada tingkat muat limbah 40 %berat, harga laju pelindihan uranium adalah 4,52. 10-4 – 1,59. 10-5 g.cm-2.hari-1 (berdasar

kedua metode analisis uranium dalam air lindih tersebut di atas). b. Densitas

Hasil pengukuran densitas dengan variasi tingkat muat limbah dan variasi komposisi bitumen dapat dilihat pada Gambar 2. Di sini dapat ditunjukkan bahwa pengaruh penambahan tingkat muat limbah terhadap densitas blok bitumen limbah tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Densitas blok limbah lebih dipengaruhi oleh komposisi bitumen, makin rendah komposisi bitumen yang berarti komposisi pasir makin besar maka densitas blok limbah makin tinggi. Sebaliknya bahwa makin tinggi komposisi bitumen menunjukkan densitas blok limbah makin kecil (menurun). Hal ini mudah difahami karena densitas pasir lebih tinggi dibandingkan dengan bitumen.

Gambar 2. Hubungan Komposisi Bitumen dengan Densitas Blok Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah

Pada Gambar 2 terlihat bahwa tingkat muat limbah juga mempengaruhi densitas blok limbah, makin tinggi tingkat muat limbah menyebabkan densitas blok limbah makin tinggi. Densitas yang tertinggi diperoleh pada tingkat muat limbah 40 %berat dan komposisi bitumen 30-40 %berat , sedang untuk komposisi bitumen ≤ 20 %berat maka blok limbah bersifat rapuh karena kekurangan bitumen.

Kuat Tekan

Hasil uji kuat tekan blok bitumen limbah yang dilakukan dengan variasi tingkat muat limbah dan variasi bitumen ditunjukkan pada Gambar 3. Di sini dapat dilihat bahwa bertambahnya tingkat muat limbah menyebabkan kuat tekan blok bitumen limbah meningkat, dan maksimum sampai pada tingkat muat limbah 40 %berat. Berdasar percobaan apabila tingkat muat limbah ≥ 50 %berat ternyata blok limbah rapuh dan mudah pecah. Hal ini menunjukkan bahwa bahan matrik bitumen-pasir mempunyai kapasitas yang hanya mampu untuk membentuk ikatan yang kuat dengan agregat limbah pada tingkat muat limbah < 50 % berat, sedang untuk tingkat muat limbah ≥ 50 % berat ternyata agregat limbah terlepas karena fraksi bitumen kurang dan membentuk rongga-rongga sehingga

(9)

rapuh dan mudah pecah.

Gambar 3. Hubungan Komposisi Matriks Bitumen dengan Kuat Tekan Blok Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah (dalam % berat)

Pengaruh komposisi matriks bitumen terhadap kuat tekan blok bitumen limbah semula naik dan optimum pada kandungan matriks bitumen 50% berat dan setelah itu menurun tajam. Pada komposisi bitumen < 50% berat, berarti kandungan pasir lebih besar dari bitumen sehingga mudah pecah. Sedang pada matriks bitumen > 50% berat, kuat tekan menurun tajam. Hal ini dapat difahami berdasar fenomena bahwa imobilisasi dengan matriks bitumen merupakan campuran dari material bitumen, pasir dan agregat limbah yang bereaksi secara kimia dan mengeras memberikan solidifikasi berupa blok limbah padat, kompak dan kuat pada komposisi bitumen 50% berat yang merupakan material komposit. Penggunaan pasir di dalam matriks bitumen tersebut sebagai bahan pengeras untuk meningkatkan kekuatan dan kerapatan blok limbah hasil imobilisasi, karena pasir mempunyai kekerasan dan kerapatan yang lebih besar dari bitumen dan limbah dalam komposit blok limbah tersebut. Bitumen mempunyai sifat elastis (lembek) yaitu mudah berubah bentuk (deformasi) bila terkena beban atau tekanan dan tidak pecah, maka pengukuran kuat tekan blok limbah dilakukan sampai terjadinya perubahan bentuk saja. Pada Gambar 3 tersebut menunjukkkan bahwa koposisi bitumen > 50 %berat berarti sifat elastis blok limbah hasil imobilisasi makin besar, sedang komposisi pasir makin rendah berarti kuat tekannya makin rendah (menurun). Dari Gambar 3 tersebut dapat diperoleh kuat tekan tertinggi pada tingkat muat limbah 40 % berat dan komposisi bitumen 50 % berat. Sifat bitumen yang elastis dan tidak mudah pecah tersebut justru merupakan keunggulan bitumen dibanding jenis bahan matriks yang lain.

Berdasarkan pengujian laju pelindihan, densitas, dan kuat tekan, maka blok bitumen-limbah dengan tingkat muat bitumen-limbah 40 %berat dan komposisi bitumen 50 % berat merupakan hasil imobilisasi terbaik. Kualitas blok bitumen limbah tersebut memiliki nilai densitas yang tinggi, yaitu 1,8 gr/cm3 (nilai densitas di atas standar IAEA untuk bitumen

tanpa pasir yaitu 0,9 – 1,1 gr/cm3) [13] , dan kuat tekan yang baik yaitu 1,2 kN/cm2. Hal ini

menunjukkan penambahan pasir dapat meningkatkan densitas dan kuat tekan blok limbah. Pada tingkat muat limbah 40 %berat, harga laju pelindihan uranium harganya antara 4,52.10 -4 – 1,59. 10-5 g.cm-2.hari-1 (untuk kedua metode pengukuran) atau rata-rata 2,34.10-4 g.cm -2.hari-1, harga ini sesuai dengan laju pelindihan untuk blok semen/beton yang harganya

(10)

dari laju pelindihan pada gelas borosilikat yang harganya antara 1-10-1 g.cm-2.hari-1 [15, 16].

4.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas terbaik blok bitumen limbah adalah pada tingkat muat limbah 40 %berat dan komposisi matriks 50% bitumen. Pada tingkat muat limbah dan komposisi matriks bitumen tersebut, blok limbah mempunyai nilai densitas 1,8 g/cm3, kuat tekan 1,2 kN/cm2 dan laju pelindihan uranium rata-rata 2,34.10-4

g.cm-2.hari-1, harga ini sesuai dengan laju pelindihan untuk blok semen (beton) yang

harganya antara 1,7. 10-1 – 2,5. 10-4 g.cm-2.hari-1 (yang direkomendasikan IAEA).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan untuk pengembangan proses imobilisasi limbah radioaktif aktivitas rendah pemancar alfa umur panjang yang mengandung uranium yang ditimbulkan dari kegiatan proses penyediaan bahan bakar nuklir melalui penambangan maupun melaui proses pemurnian asam fosfat untuk mendukung program PLTN di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] SUBKI, M. I. R., GUNANDJAR, Strategi Ujung Depan Dan Ujung Belakang Daur Bahan Bakar Nuklir Di Indonesia, Prosiding Seminar Teknologi Dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir II, ISSN 0854-2910, Serpong 26-28 Juli 1994.

[2] SUBKI, M. I. R., Status STSK Dalam Kaitannya Dengan Daur Bahan bakar Nuklir, Prosiding Presentasi Ilmiah daur bahan bakar Nuklir, PEBN-BATAN, ISSN 1410-1998, Jakarta 18-19 Maret 1996.

[3] NEWJEC INC., Strategies for Development of Fuel Cycle, INPB-D-005, Feasibility Study of The First Nuclear Power Plant at Muria Peninsula Region, January 1994.

[4] GUNANDJAR, Penelitian Dan Pengembangan Proses Pemurnian Bahan Nuklir dan Bahan Struktur, Laporan Hasil Pemantauan Kegiatan Litbang Bahan Nuklir dan Bahan Struktur, PPkTN-BATAN, 1990.

[5] GUNANDJAR, Nuclear Fuel Cycle Technology, Report of participation on The International Nuclear Fuel Cycle Seminar, Saclay- France, 1989.

[6] SALIMIN, Z., GUNANDJAR, dan Achmad Zaid, Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Organik Dari Kegiatan Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik

Melalui Proses Oksidasi Biokimia, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VI,

ITS, Surabaya, 10 November 2009.

[7] BENEDICT, M., et.al, Nuclear Chemical Engineering, Second Edition, McGraw-Hill Book Company, New York., 1981.

[8] IAEA, Characterization of Radioactive Waste Forms and Packages, Technical Report Series No. 383, International Atomic Energy Agency, Vienna, 1997.

[9] HARDJONO, Teknologi Minyak Bumi. Buku Kuliah Universitas Gadjah Mada, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Yogyakarta, 1984.

[10] SALIMIN, Z., Study on Intermediate Level Radioactive Wastes Processing Treatment, Final Technical Report, Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Reseach Institute (JAERI), November 1991.

[11] MARTONO, H., Characterization of Waste Glass and Treatment of High Level LIquid Waste, Training Report on Treatment of HLLW and Characterization of Waste Glass at Tokai Works, PNC, Japan, 1988.

[12] HESPE, E. D., Leach Testing of Immobilized Waste Solids, A Proposal for a Standar Method., Atomic Energy Review, 9, 1-12, (1971).

[13] TAILLARD, D., Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne Activity, Communaute Europeennes, 1988.

(11)

[14] ANDRA, Classification Des Dechets Radioactifs, Commissariat A L’Energie Atomique, Agence Nationale Pour La Gestion Des Dechets Radioactifs, 1983.

[15] RINGWOOD, A.E., OVERSBY, V.M., Leach Testing of Synroc and Glass Samples at 85oC

and 200oC, Nuclear Chem. Waste Management, 1980.

[16] GUNANDJAR, Pengujian Laju Pelindihan Synroc Hasil Imobilisasi Limbah Radioaktif Cair

Aktivitas Tinggi, Prosiding Seminar Nasional XVII, Yogyakarta, 2008.

DISKUSI

1. Pertanyaan dari Sdr. Pande Made Udiyani (PTRKN-BATAN) : a. Bagaimana spesifikasi bitumen dalam hal kandungan radioisotop?

b. Apakah yang bisa diimobilisasi menggunakan bahan matriks bitumen hanya limbah radioaktif pemancar alfa saja?

Jawaban :

a. Bitumen yang digunakan adalah bitumen (aspal) RC 80/100 grade 5 dari Pertamina-Cilacap justru tidak mengandung unsur radioaktif karena akan digunakan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif.

b. Menurut IAEA (1997) [8] bahwa bitumen direkomendasikan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif pemancar alfa umur panjang aktivitas rendah dan sedang. Walaupun demikian berdasarkan kepekaan matriks bitumen terhadap peruraian oleh radiasi, bitumen dapat digunakan juga sebagai matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif pemancar beta dan gamma aktivitas rendah dan sedang dengan batas maksimum aktivitas limbah 50 Ci/m3 yaitu limbah yang mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat aktivitas limbah kurang dari 1 Ci/m3. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil evaporasi atau lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50% berat padatan [8].

2. Pertanyaan dari Sdr. Masrukan (PTBN-BATAN) :

Bagaimana bitumen (aspal) secara kimia dapat mengikat limbah sehingga limbah dapat terimobilisasi?

Jawaban :

Pada proses imobilisasi melalui solidifikasi limbah, bitumen sebagai matriks terdiri dari senyawa aspalten yang mengandung gugus-gugus hidrokarbon aromatik kompleks yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Secara kimia gugus belerang dan oksigen merupakan donor pasangan elektron untuk membentuk ikatan koordinasi dengan “orbital d” dari atom uranium (U) dan logam lain yang terkandung dalam limbah. Gugus-gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen yang terdapat dalam aspal berfungsi sebagai ligan-ligan berbentuk “cakar “ mencengkeram atom U atau logam yang lain. Setiap satu atom U tersedia 6 “orbital d” yang kosong untuk membentuk 6 ikatan koordinasi, sehingga setiap satu atom U tercengkeram oleh 6 gugus ligan dari senyawa aspalten dalam bitumen. Semua logam transisi dapat membentuk ikatan koordinasi dengan gugus (ligan) donor elektron. Ikatan-ikatan tersebut cepat terjadi pada proses pencampuran limbah dengan matriks bitumen pada suhu lelehnya (150-175 oC) sehingga limbah dapat terimobilisasi dengan matriks bitumen.

(12)

3. Pertanyaan dari Sdr. Zainus Salimin (PTLR-BATAN)

Mengapa pada Gambar 1, blok bitumen limbah untuk tingkat muat limbah 10 dan 15 % berat (untuk komposisi bitumen 30 dan 40 % berat) justru mempunyai laju pelindihan yang tinggi kemudian turun tajam untuk tingkat muat limbah yang lebih tinggi?

Jawaban :

Pada Blok bitumen limbah untuk tingkat muat limbah 10 dan 15 % berat (komposisi bitumen 30 dan 40 % berat), fraksi pasir sebagai bahan pengeras terlalu besar dan fraksi bitumen sebagai pengikat terlalu kecil, sehingga tidak terbentuk blok limbah yang padat dan kuat sehingga uranium mudah terlindih dan laju pelindihan uranium relatif tinggi. Kenaikan tingkat muat limbah menyebabkan laju pelindihan uranium turun karena adanya peran sifat limbah. Limbah sludge hasil biooksidasi mengandung biomasa bakteri (yang telah mati) mempunyai sifat mengikat uranium dan logam lain yang terkandung dalam limbah. Sifat biomasa tersebut berperan positif dalam pembentukan blok bitumen limbah menjadi lebih padat dan kuat, sehingga uranium tetap terkungkung kuat dan laju pelindihannya menjadi rendah (menurun).

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Limbah Menurut IAEA (1997) Berdasar Umur Paro Radionuklida,  Bahan Matrik untuk Imobilisasi, dan Tipe Penyimpanan Akhirnya  [8] .
Gambar 1. Laju Pelindihan Uranium pada Blok Limbah Hasil Imobilisasi Limbah
Gambar 2.  Hubungan Komposisi Bitumen dengan Densitas Blok  Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah
Gambar 3. Hubungan Komposisi Matriks Bitumen dengan Kuat Tekan    Blok Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah (dalam % berat)

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Sarmi adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan,

Variabel adalah suatu pengenal (identifier) yang digunakan untuk mewakili suatu nilai tertentu di dalam proses program.. Nilai suatu variabel dapat berubah-ubah sehingga

Ketepatan kebijakan, ditunjukkan dengan perumusan program yang sesuai dengan permasalahan di masyarakat yaitu penanggulangan kemiskinan, dibuat oleh lembaga yang berwenang menyusun

Dari hasil kesimpulan penelitian ini adalah faktor penyebab rendahnya hasil belajar kelas IV dan V pada di SD Negeri 13/1 Rengas Condong Kabupaten Batanghari yang

Dalam proses ini penulis akan menggabungkan dari beberapa scene dari hasil rendering animasi agar tergabung menjadi suatu kesatuan cerita yang beruntut sesuai dengan sinopsis dan

melakukan pendataan kondisi saat ini baik primer yang meliputi kegiatan survey lokasi potensi angkutan barang, pergerakan angkutan barang dan rute angkutan barang

Runway atau landasan pacu adalah bagian terpenting dari bandara yang digunakan sebagai wilayah bagi pesawat ketika melakukan landing maupun take-off.Penandaan daerah yang

〔商法四六九〕誤振込された預金の被仕向銀行による貸付債権との 相殺 藤田, 祥子Fujita, Sachiko 商法研究会Shoho kenkyukai 慶應義塾大学法学研究会