33
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian
dan pembahasan yang telah dilakukan pada 4 partisipan. Penelitian
mulai dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2015 – 10 November 2015. Penyajian data hasil penelitian yang pertama yaitu akan
menjelaskan gambaran lokasi penelitian, proses penelitian. Kedua,
hasil penelitian terdiri dari penyajian data-data penelitian berupa
hasil wawancara tidak terstruktur dipandu dengan panduan
wawancara dan catatan lapangan yang disusun berdasarkan
tema-tema yang ditemukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga. Bagian yang
ketiga berisi data uji keabsahan data dengan menggunakan
member check untuk memastikan data yang sudah ada memang
valid terhadap kondisi balita stunting. Kemudian yang keempat
berisi tentang pembahasan hasil penelitian yang telah didapat untuk
dibandingkan dengan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian
ini.
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan berada di Kelurahan
Sidorejo Kidul, Kecamatan Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah,
Kelurahan Gendongan, Kelurahan Kalibening, Kelurahan
Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Tingkir
Lor dan Kelurahan Tingkir Tengah. Pada 6 kelurahan tersebut
berada dibawah pengawasan Puskesmas Sidorejo Kidul,
Salatiga. Peneliti melakukan pemilihan partisipan melalui
bantuan Puskesmas Sidorejo Kidul yang beralamat di jalan
Tritis Mukti No. 1 Klumpit, Sidorejo Kidul Salatiga, dengan
luas lahan 1.523 m2. Berdasarkan data dari Puskemas
Sidorejo Kidul, Kelurahan Sidorejo Kudul yang paling banyak
memiliki anak yang berstatus stunting yaitu ada 7 balita yang
berlokasi di Dusun Dayaan dan Klumpit. Dalam
pelayanannya, Puskesmas Sidorejo Kidul memiliki program
peduli terhadap balita yang berstatus gizi kurang, gizi buruk
termasuk 7 balita stunting berupa pemberian makanan
tambahan.
4.1.2 Proses Penelitian
Penelitian dimulai dari tahap pembuatan surat izin studi
pendahuluan maupun surat penelitian. Setelah itu peneliti
melakukan koordinasi dengan petugas gizi puskesmas
Sidorejo Kidul dan melakukan survey terhadap calon
partisipan pada bulan Juli. Pemilihan calon pertisipan
ditentukan melalui data bulanan gizi balita dengan melihat
partisipan yang digunakan yaitu ibu dari balita yang berstatus
stunting. Balita yang berstatus stunting di kelurahan Sidorejo
Kidul berjumlah 7 orang. Namun, saat peneliti mencari 7 ibu
dari balita yang berstatus stunting tersebut, peneliti hanya
mendapatkan 4 ibu yang bersedia menjadi partisipan. Hal
tersebut dikarenakan 1 ibu yang memiliki anak berstatus
stunting sudah berusia diatas 5 tahun, sedangkan untuk 2 ibu
lainya tidak bersedia menjadi partisipan. Peneliti mulai turun
ke lapangan untuk memulai proses pendekatan pada awal
bulan agustus dan melakukan wawancara terhadap partisipan
pada awal bulan oktober.
4.1.2.1 Partisipan 1 (P1)
Wawancara bersama P1 dilakukan pada tanggal 19
Oktober 2015 pukul 15.00 – 16.30 WIB. Bertempat di ruang tamu P1 dengan kondisi anak dari partisipan sedang tidur di
depan TV. Saat menyambut peneliti P1 terlihat kelelahan
karena saat itu P1 baru pulang dari Rumah Sakit Umum
Daerah Salatiga (RSUD) mengantarkan anaknya untuk terapi.
Kondisi rumah saat itu terlihat mainan dari anak P1
berantakan. Saat sadang wawancara anak F terbangun lalu
4.1.2.2 Partisipan 2 (P2)
Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2015
pukul 14.30 – 16.00 WIB bertempat di ruang tamu P2. Saat peneliti datang, P2 sedang mengusir-ngusir bebek yang
masuk kedalam rumah dan saat peneliti datang anak P2
sedang tidur-tiduran di depan TV sambil makan roti. P2
menyambut peneliti dengan sangat baik dan terlihat P2
sedang menunggu kedatangan peneliti. Saat itu kondisi
rumah sedikit gelap dan ada beberapa bebek yang masuk
kedalam rumah.
4.1.2.3 Partisipan 3 (P3)
Wawancara dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2015
pukul 13.00 – 14.45 WIB bertempat di ruang tamu P3. P3 saat itu terlihat rapi dan menyambut peneliti dengan baik dan
menyuruh masuk kedalam rumah. Anak P3 terlihat baru
pulang dari sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), dan
sedang bermain di depan TV sambil menulis-nulis buku. Anak
P3 juga terlihat sangat aktif melakukan kegiatannya. Anak P3
juga bermain bersama kakaknya dan memperlihatkan apa
yang ditulisnya sewaktu di sekolah. Kondisi lingkungan saat
itu terlihat bersih dan rapi. Saat wawancara dilakukan P3 dan
4.1.2.4 Partisipan 4 (P4)
Wawancara dilakukan pada tanggal 1 November 2015
pukul 16.00 – 17.30 WIB bertempat di ruang tamu di rumah kakak P4. Saat menyambut peneliti P4 sedang menggendong
anaknya (anak N) dan mengajak untuk wawancara di ruang
tamu rumah kakaknya yaitu tepat dibelakang rumah P4.
Kondisi ruang tamu saat itu terlihat ada tempat tidur dilantai
dan terdapat 2 kandang ayam tepat disudut ruangan. P4 dan
peneliti melakukan wawancara di atas tempat tidur. Anak dari
P4 selalu berada dipangkuan P4, terlihat murung dan tidak
pernah bicara selama wawancara berlangsung.
4.1.3 Gambaran Umum Partisipan
4.1.3.1 Partisipan 1 (P1) (Ny. N)
Partisipan 1 berinisial Ny. N berumur 34 Tahun dan
beragama Islam, berpendidikan terakhir SMA dan bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Ny. N tinggal bersama suaminya
Tn. W yang bekerja sebagai penjual pasir. Mereka memiliki 2
orang anak yaitu An. N (11 Tahun) dan An. F (4 Tahun) yang
berstatus stunting. Ny. N juga tinggal bersama adiknya.
4.2.1.2 Partisipan 2 (P2) (Ny. J)
Partisipan 2 berinisial Ny. J berumur 25 Tahun beragama
Islam. Pendidikan terakhir Ny. J tidak tamat SD dan sekarang
suaminya Tn. N yang bekerja sebagai tukang somai, memiliki
2 orang anak An. Rd (6 Tahun) dan An. Rz (3 Tahun) yang
berstatus stunting. Selain mereka, Ny. J tinggal bersama Ibu
dan Ayah mertua serta adik dari suaminya.
4.2.1.3 Partisipan 3 (P3) (Ny. Ek)
Partisipan 3 berinisial Ny. Ek berumur 38 Tahun
beragama Islam berpendidikan terakhir SD dan berkerja
sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suaminya Tn. H
yang bekerja di pabrik benang dan 2 orang anaknya An. M
(11 tahun) dan An. I (4 Tahun) yang berstatus stunting.
Aktifitas yang dilakukan Ny. Ek setiap harinya yaitu memasak
untuk bekal suami pergi kerja dan mempersiapkan
anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah. Selain itu, Ny. Ek
menjaga warung dan menjual telur asin untuk pengasilan
tambahan.
4.2.1.4 Partisipan 4 (P4) (Ny. Ng)
Partisipan 4 berinisal Ny. Ng berumur 47 Tahun
beragama Islam berpendidikan terakhir SD berkerja sebagai
ibu rumah tangga memiliki 4 orang anak. Partisipan 4
sekarang tinggal bersama suaminya dan 2 orang anaknya
yaitu anak ke 3 dan anak ke 4 An. N (4 Tahun) yang berstatus
stunting. Sedangkan 2 orang anak lainya sudah berkeluarga
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Balita Stunting 4.2.1.1 Nutrisi Masa Kehamilan
Nutrisi pada masa kehamilan P1, P2 dan P4 terlihat
lebih mengikuti apa yang mereka ingin makan, seperti
makan singkong, buah, dan bahkan hanya makan rujak
sebagai cemilan dari pada makan makanan yang baik
dan bergizi untuk bayi mereka, terbukti dari hasil
wawancara dengan P1, P2 dan P4
“Pas hamil, 0 sampai 5 bulan saya nggak doyan nasi, tiap
bau nasi pasti muntah” (P120) ....makanannya tiap hari ya cuma singkong, buah ya kadang-kadang ya macem-macem lah mba pokoknya selain nasi...(P123)...saya kebanyakan mengkonsumsi kopi, lah kalau saya nggak minum kopikan muntah (P126).
Ya dari pertama hamil ya cuman ngemil mba. karna itu nggak makan, cuma ngemil. Ngemil roti, buah, susu (P225).
Pokoknya kalau hamil 1-6 bulan itu makannya ya buah-buahan kalau kayak yang pokok-pokok itu kadang-kadang kalau perutnya mau. Ya yang kayak rujak ya mesti itu.. tiap hari malahan (P435)... Ya nggak ada mba hanya makan buah itu aja (P446)...Susu saya nggak suka ii mba. ya hanya buah mba kalau nasi juga saya muntah (P448).
Berbeda dengan nutrisi masa kehamilan pada P3
lebih memikirkan nutrisi yang baik bagi bayinya. P3
demi kesehatan bayinya. Terbukti dengan hasil
wawancara pada P3.
Ya makanan mba pokoknya sayuran itu pasti. Habis nasi gitu trus sayuran. Pokoknya tiap hari itu mesti ada sayuran gak bosan saya mba. pokoknya yang hijo-hijo (hijau-hijau) gitu, sawi, bayem (P364)... mba minum susu setelah makan, makan telur susu itu harus penuh (P368)... Makanya dulu itu mba tak kasih ikan yang begitu-begitu (P378).
4.2.1.2 ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI (MP- ASI)
ASI ekslusif pada P1 dan P3 diberikan sampai usia 6
bulan kemudian di ikuti MP-ASI. Berikut peryataan dari
P1 dan P3.
Anak F minum ASI sampai umur 11 bulan (P1131)... Makannya juga serelak, bubur lembut, trus pas udah umur 3,5 tahun sudah mulai mau bubur baby food itu toh yang dijual dipinggir-pinggir jalan (P1141)
ASI itu sampai umur 9 bulan (P389)...Ya makannya biasa mba, saya kasi nasi yang lembek itu sama sayur itu mau. Trus akhirnya umurnya mau 17,5 bulan baru mau saya sambung susu SGM explor itu mba (P3120)
Berbeda dengan balita dari P2 memberikan ASI tidak
sampai usia 6 bulan, ASI diberikan hanya beberapa hari
setelah melahirkan. Setelah itu P2 memberikan susu
formula sebagai pengganti ASI. Hal ini dikarenakan ASI
dari P2 tidak keluar, sehingga balita dari P2
makanan pendamping. Berikut adalah pernyataan dari
partisipan 2
terus menyusui tapi cuman sedikit setelah itu ASInya nggak keluar (P272)... Pas sudah pulang ASInya sudah nggak mau keluar udah disambung susu formula (P275)... Sampai usia 8 bulan mba (P281)... Hanya memberikan bubur yang disaring mba (P284)
sedangkan balita dari P4 terus mengkonsumsi ASI
sampai usia 3 tahun akan tetapi untuk mekanan
pendamping ASI P4 hanya memberikan apa yang
diingian anaknya. Berikut pernyataanya
Iya minum ASI mba, dia minumnya kalau saya nggak sakit ini masih minum mba (P491)... Ya roti yang kayak gitu-gitu mba yang dari puskesmas (P494)... Ya maunyalah apa gitulah saya (P498)... Roti ya anak kecil kan maunya yang ciki - ciki itu (makanan ringan) ya itu makan jajanan itu. Pokoknya kalau suka saya belikan mba (P4100).
4.2.1.3 Kelengkapan Imunisasi
Imunisasi saat masih bayi sangat penting dimana
proses imunisasi akan membuat seseorang kebal
terhadap penyakit-penyakit. Pada Balita dari P1, P2 dan
P3 imunisasi diberikan secara lengkap. Berikut
pernyataan dari setiap partisipan,
Udah slesai semua mba, tapi saya lupa nama-nama imunisasinya (P2131)
Trus imununisasi pertama saya ke sana ke dr. W. Tapi pas imunisasi yang kedua yang BCG saya ke puskesmas. Imunisasinya juga rutin slesai smua mba, lengkap semua dia ini (P3235)
Berbeda dengan balita P4. P4 sama sekali tidak
mengetahui tentang imunisasi, P4 mengatakan yang
mengetahui imunisasi itu adalah kader posyandu. Berikut
pernyataan dari P4
Ya gak tau ya mba.. yang tau itu ibu T (kader posyandu) (P4135).
4.2.1.4 Pola Asuh
Ibu sangat berperan penting dalam pola asuh anak
karena akan memberikan dampak yang positif bagi
tumbuh dan kembang anak. Setiap orang tua dalam
memberikan perhatian pada anaknya akan
berbeda-beda. Pada P1 dan P3 memberikan dukungan dan
perhatian dengan memperhatikan apa yang terbaik bagi
anaknya, seperti halnya dalam memberikan makan P1,
dan P3 memberikan makanan yang memang seharusnya
baik untuk dikonsumsi.
serelak lagi 2-3 sendok biar ada manis-manisnya gitu baru anak F mau, ne bubur itu langsung nggak mau.(P1148)
Gak pernah beli-beli dia nggak pernah makan nestle serelac itu nggak mba. jadi bubur trus ta saring ke. Trus ta kasih parutan wortel, kentang trus saya rebuskan bayem (P3181)... Kalau sup gitu dia sukanya cuma wortel sama magroni. Dia ini anaknya nurut oo mba, kemarin di kasih tau dari bidannya nggak boleh makan mie ya, nggak boleh makan kici-kici (P3189)
Apabila P1 dan P3 memiliki kesibukan atau merasa
kurang sehat yang mengharuskan anak mereka di jaga
oleh orang lain P1 dan P3 tetap memperhatikan apa yang
dilakukan dan diperlukan oleh anaknya.
Pernah sih mba, tapi itu bukan saya pergi atau kerja. Dulu itu karna saya sakit mba. tapi itupun cuman seminggu. Waktu saya sakit cikungunya bu’le nya yang jaga mba, tapi maem sama minum tetap sama saya, sama tangan orang lain nggak mau sama bapaknya juga nggak mau (P1215)
Belum pernah saya mba. paling kalau saya tinggal ke pasar gitu tok, ta titip ke ke teman ne. Trus aku pulang ta tanya nangis nggak mba tadi main aja kok mba. paling kalau saya tinggal paling 2 jam mba. takutnya kalau kalau di titip ke orang itu mba takutnya nangis dengan tiba-tiba anak I kadang gitu mba. trus kalau udah nangis susah brentinya (P3315).
P2 dan P4 juga memberikan perhatian kepada
anak mereka akan tetapi berbeda dengan P1 dan P3. P2
dan P4 memberikan perhatian yaitu lebih mementingkan
konsekuensi bagi anak mereka, sama halnya dalam
pemberian makanan.
Ya saya kalau kasih makan sih ke dia agak susah, tapi biarpun itu saya kasih sayarun, dia juga suka bakso sek penting yang manis gitu. Kalau gak ya sosis gitu(P2120).... Mau mba, tapi ya kadang 3-4 sendok gitu. si R kalau udah lari-lari susah makanny(P2125)
Ya kalau orang luar sedikit kawatir mba takutnya dia ga nyaman gitu. kalau keluarga sih ngga papa sih mba. tapi kalau orang lain kawatir (P2152)
Ya maunyalah apa gitulah saya (P498)... Roti ya anak kecil kan maunya yang ciki - ciki itu (makanan ringan) ya itu makan jajanan itu. Pokoknya kalau suka saya belikan mba (P4100)
Ya nggak pernah mba, saya terus yang jaga.. saya pergi ya saya bawa mba (P4121).
4.2.1.5 Status Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga akan berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak karena akan
mempengaruhi terhadap pemenuhan kebutuhan
keluarga. Pada P1 dan P3 status ekonomi mereka masih
tergolong sedang. Sehingga pemenuhan kebutuhan
kelurga masih dapat terpenuhi.
Kalau penghasilan keluarga, kira-kira ya mba itu 1.500.000 mba. (P1235)
P3 tidak mengetahui penghasilan kelurga setiap
keuangan kepada suaminya. Akan tetapi, kebutuhan
setiap harinya selalu terpenuhi.
Kalau itu saya kurang tau mba, saya kan dikasih blanja tiap hari gitu tok. Kalau saya memang dari dulu mba memang ngak pengen tau dan saya nggak mau tau yang penting kebutuhan tiap hari saya terpenuhi. Pokoknya saya cuman minta tiap hari untuk kebutuhan sehari-hari jangan sampai kurang. Kayak gitu tok. Misalkan untuk bli sayuran tau lauk untuk sehari-hari mba dikasih sama suamiku 20.000 kadang 15.000 kayak gitu mba (P3381-P3391)
Berbeda dengan P2 dan P4 yang berada pada
status ekonomi rendah. Dalam memenuhi kebutuhan
keluarga masih belum maksimal. Sehingga
mempengaruhi kondisi tumbuh kembang anak mereka.
Berikut pernyataan dari P2 dan P4.
Hmmmm kalau satu bulannya itu kadang 200.000 mba (P2162)
Ya saya dulunya itu 15.000 perhari mba (P4145)... kalau bapak itu pokoknya 100.000 lebihlah 1 minggu itu atau gak 150 lah itu paling banyak mba (P4147).
4.2.1.6 Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan anak P1 yaitu 2,4 kg dan panjang
badan 46 cm dan memiliki lingkar kepala 40 cm. Anak P1
terdiagnosa mengalami mikrosefalus sejak lahir.
dokter anak katanya “ ohhh ini udah kelihatan kalau anak F mikrosefalusn (P197)
P2 tidak mengetahui berat badan balitanya saat
lahir, sehingga peneliti melihat melalui buku kartu menuju
sehat (KMS)
Berat badan 2,7 kg dan panjang badan 40 cm
Anak P3 memiliki berat dan panjang seperti hasil
wawancara berikut,
Lahirnya... dia normal mba, dia berat badannya 2,7 kg, panjangnya 48 cm(P3201)
P4 melahirkan dibawa 9 bulan yaitu melahirkan pada
usia kandungan masih 7 bulan sehingga anak dari
Partisipan 4 lahir dengan berat badan yang kurang.
lahirnya kurang gitu loh 7 bulan lahir trus berat cuman 2 kg mba (P419).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Balita Stunting Faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul adalah faktor pemenuhan nutrisi masa
kehamilan (Asupan makanan) dan berat badan lahir rendah
(BBLR) merupakan faktor secara langsung dan untuk faktor yang
ekonomi. ASI ekslusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI),
kelengkapan imunisasi faktor pemungkin yang bisa
mempengaruhi balita menjadi stunting. Faktor – faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap kondisi stunting yang dialami oleh 4
balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul yang mewakili total
balita yang berstatus stunting.
4.3.1.1 Faktor Secara Langsung
Faktor pemenuhan nutrisi masa kehamilan (asupan
makanan) dimana faktor ini merupakan faktor langsung yang
terjadi pada balita stunting dimiliki oleh 3 partisipan yang
berada di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Faktor pemenuhan
nutrisi masa kehamilan memiliki pengaruh pada kondisi
stunting balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul dikarenakan
pemenuhan nutrisi masa kehamilan pada ketiga partisipan
masih sangat kurang. Ketiga partisipan ini, pada masa
kehamilan mereka masih kurang dalam mengkonsumsi
makanan yang bergizi dikarenakan mereka lebih mengikuti
keinginan untuk makan makanan yang mereka inginkan
daripada makan makanan yang bergizi bagi ibu maupun bayi.
Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Sistiarani
(2008) bahwa semakin buruk gizi ibu selama masa kehamilan
Salah satu partisipan (P1) mengalami penurunan berat
badan sebanyak 15 kg. Sebelum hamil memiliki berat badan
70 kg dan mengalami penurunan berat badan pada masa
kehamilannya yaitu 55 kg. Dalam artikel yang ditulis oleh Sri
Mintarsih (2008) bahwa wanita hamil sangat penting untuk
selalu memantau peningkatan berat badan dan nutrisi selama
kehamilan karena merupakan indikator pertumbuhan dan
perkembangan janin dan juga penting untuk persiapan
menyusui. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa apabila
berat badan sudah berlebih sebelum kehamilan, maka
kenaikan berat badan antara 7,5-12 kg. Selain itu, pada
trimester pertama pada P1 selalu mengkonsumsi kopi untuk
menghilangkan rasa mual dan muntah. Alasan yang
diungkapkan oleh salah satu partisipan (P1) tersebut
seharusnya dihindari, sesuai dengan artikel yang dinyatakan
oleh Sri Mintarsih (2008) bawah minuman yang mengandung
cafein seperti kopi dapat mempengaruhi berat badan lahir
rendah pada bayi, keguguran dan juga cafein dapat
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh.
Faktor kedua yang terjadi secara langsung di Kelurahan
Sidorejo Kidul adalah berat badan lahir rendah yang dialami
oleh balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Berat badan
pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan. Faktor ini dapat
mempengaruhi balita menjadi stunting. Seperti pada P1 dan P4
yang menyatakan adanya kondisi berat badan lahir rendah
pada balita mereka. Kondisi berat badan lahir rendah ada
dikarenakan kurangnya pemenuhan nutrisi pada balita selama
dalam kandungan.
Pada P1 menyatakan bahwa ketika lahir berat badan
anaknya hanya 2,4 kg dan terdiagnosa anak tersebut
mengalami mikrosefalus. Mikrosefalus merupakan gangguan
pertumbuhan tulang tengkorak sehingga kepala berukuran
kecil. Kepala berukuran kecil karena pertumbuhan tulang
tengkorak pada masa bayi mengalami kekurangan kalsium.
Anak dengan gangguan mikrosefalus akan mengalami
gangguan terhadap perkembangan otak, sehingga
kemampuan masing-masing bagian otak juga tidak sempurna,
ini akan berpengaruh pada kemampuan motorik pada anak
dan kemampuan lainya. Pada anak P1 ini karena terdiagnosa
mengalami mikrosefalus sehingga perkembangan fisik anak
P1 menjadi lambat.
Sedangkan pada P4 melahirkan anaknya pada usia
kandungan masih berusia 7 bulan dan anak tersebut memiliki
terjadi dikarenakan usia ibu saat mengandung sudah
melampaui batas usia normal wanita mengandung. World
Health Organisation (WHO) merekomendasikan untuk usia
yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan
persalaninan adalah 20-30 tahun. Akan tetapi mengingat
kemajuan teknologi saat ini, usia 35 tahun masih
diperbolehkan untuk hamil. Namun, usia menjalani kehamilan
dan persalaninan 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa
transisi. Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima akan
tetapi kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan
dalam keadaan baik termasuk gizinya. Saat ini angka
kematian ibu dan bayi meningkat. Sehingga tidak dianjurkan
menjalani kehamilan diatas usia 40 tahun. Pada P4 usia saat
mengandung yaitu berusia 43 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sistiarani (2008), bahwa umur yang terlalu lanjut lebih dari 34
tahun merupakan kehamilan resiko tinggi. Pada umur 34
tahun ke atas endometrium yang kurang subur serta
memperbesar kemungkinan untuk menderita kalainan
konginetal, sehingga dapat berakibat terhadap kesehatan ibu
maupun perkembangan dan pertumbuhan janin dan beresiko
untuk mengalami kelahiran berat badan lahir rendah. Faktor
sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Rahayu
dan Sofyaningsih (2011), mengenai faktor berat badan lahir
rendah dan panjang badan yang kurang memiliki hubungan
yang signifikan terjadi stunting pada balita usia 6-12 bulan.
4.3.1.2 Faktor Secara Tidak Langsung
Faktor yang mempengaruhi kondisi balita stunting secara
tidak langsung di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul adalah
pola asuh yang kurang tepat. Faktor ini memiliki keterkaitan
dengan faktor- faktor sebelumnya. Seperti bagaimana keluarga
memberikan asupan nutrisi dan juga pemberian ASI ekslusif
ataupun makanan pendamping ASI (MP-ASI). Sehingga
kondisi balita tidak akan dapat mengalami tumbuh kembang
yang maksimal. Sama seperti penelitian yang dilakukan oleh
Renyoet dkk (2012) menyatakan bahwa berdasarkan hasil
analisis univariat dengan menggunakan uji chi-Square
diperoleh hasil yang menunjukan adanya hubungan yang
signifikan antara dukungan ibu terhadap anak dalam praktek
pemberian makanan, persiapan dan penyimpanan dengan
pertumbuhan panjang badan anak dengan kejadian stunting di
kecamatan Tallo, Makassar. Hal ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Husaini (2000), menyatakan bahwa peran
menentukan tumbuh kembang anak. Selain itu penelitian ini
juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Picauly dan Toy (2013) menunjukan bahwa ibu dengan pola
asuh kurang, rentan mengalami stunting.
Dari hasil penelitian P4 memberikan perhatian yang kurang
sesuai dngan kebutuhan anak, seharusnya pemenuhan nutrisi
yang dimaksud adalah pemberian makanan ataupun minuman
yang bergizi. Namun yang diberikan hanyalah makanan
ataupun minuman yang tidak mengandung nutrisi yang baik,
hanya makanan ringan yang diinginkan anaknya yang
diberikan oleh P4.
Faktor kedua yang terjadi secara tidak lansung adalah
faktor status ekonomi. Faktor ini juga memiliki keterkaitan
dengan bagaimana keluarga dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi maupun bagaimana keluarga dapat memberikan pola
asuh yang sesuai dengan kondisi balita. Sehingga dapat
mempengaruhi balita menjadi stunting. Dua dari partisipan
yang memiliki balita dengan stunting mengungkapkan bahwa
faktor status ekonomi sangat mempengaruhi bagaimana
mereka dapat memberikan makanan, minuman, maupun
perlengkapan yang seharusnya dimiliki oleh anak yang
stunting. Namun karena sebagaian dari partisipan berada pada
status ekonomi yang kurang, sehingga mereka mengalami
kesulitan untuk memberikan asupan nutrisi yang tepat,
pemberian asi ekslusif ataupun makanan pendamping ASI
(MP-ASI) dan kurangnya kelengkapan imunisasi. Namun pada
salah satu partisipan (P2) masih lebih baik dibandingkan
dengan P4. Kondisi yang demikian sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kusuma (2013) yang menyatakan bahwa
faktor status ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor
resiko kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun.
Faktor ASI ekslusif dan MP-ASI bukan merupakan faktor
utama tetapi merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi
kondisi stunting pada balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul.
Pemberian ASI eksklusif yang seharusnya dapat memberikan
banyak manfaat bagi tumbuh kembang balita, namun apabila ASI
tidak diberikan dengan seharusnya, maka akan menimbulkan
gangguan pada balita. Seperti pada P2 yang memiliki balita
dengan stunting, menyatakan bahwa partisipan sebagai ibu tidak
memberikan ASI secara eksklusif kepada An. R dikarenakan ASI
dari partisipan tidak keluar sejak An. R lahir dan An.R hanya
Menurut Roesli (2000), menyatakan bahwa ASI ekslusif
adalah bayi yang hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa
makanan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Selain itu, manfaat ASI ekslusif
bagi bayi yaitu sebagai sumber gizi, meningkatkan daya tahan
tubuh, meningkatkan kecerdasan bagi bayi dan meningkatkan
jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi dan ASI tersebut hanya
diberikan selama 6 bulan pertama kelahirannya. Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winny dan Nova
(2014), dimana hasil penelitian mereka menunjukan bahwa balita
yang tidak mendapat ASI ekslusif mempunyai kemungkinan 2 kali
beresiko untuk menjadi stunting dibandingkan dengan balita yang
mendapat ASI ekslusif.
Faktor pendukung lainya yang mempengaruhi kondisi balita
stunting di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul adalah kurangnya
kelengkapan imunisasi yang diberikan orang tua kepada balita
mereka. Imunisasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
berbagai macam gangguan penyakit ataupun serangan virus
memang penting diberikan pada balita, seperti yang nyatakan oleh
Picauly dan Toy (2013), Imunisasi adalah pemberian kekebalan
tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi dasar
diberikan pada awal bayi baru lahir sampai usia 1 tahun untuk
mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan
(Departemen Kesehatan RI, 2005). Namun apabila tidak diberikan
sesuai dengan yang seharusnya, maka dapat mempengaruhi
keadaan stunting pada balita. Seperti pada P4 yang menyatakan
bahwa P4 tidak mengetahui pentingnya pemenuhan imunisasi
pada balita, selain itu juga pihak kader posyandu membenarkan
bahwa partisipan 4 baru mulai mengikuti posyandu ketika anak
sudah berusia 2 tahun. Sehingga ada beberapa imunisasi yang
tidak diberikan. Penelitian yang dilakukan Picauly dan Toy (2013)
menunjukan bahwa anak yang tidak memilik riwayat imunisasi
memiliki peluang mengalami stunting.
Sedangkan faktor fasilitas pelayanan kesehatan, penyakit
infeksi, jumlah anggota keluarga, dan pekerjaan ibu tidak
ditemukan dalam penelitian ini. Meskipun keempat faktor tersebut
terdapat dalam penelitian sebelumnya seperti pada penelitian oleh
Wigoyowati (2012) mendapatkan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan dapat memicu terjadinya kejadian stunting di Papua
Barat dikarenakan didaerah tersebut terdapat fasilitas pelayanan
kesehatan akan tetapi terdapat kendala pada masalah georafis
sehingga akses pelayanan kesehatan masih sangat rendah.
kesehatan yang dapat dijangkau dan juga terdapat beberapa
bantuan dari pihak puskesmas maupun pemerintah kota Salatiga
sehingga faktor pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap
kondisi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fikadu, dkk (2014)
jumlah anggota keluarga dan pekerjan ibu dapat mempengaruhi
balita stunting. Jumlah anggota kelurga yang banyak, 4 kali lebih
mungkin terjadi balita menjadi stunting dibandingkan mereka
dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Sedangkan
pekerjaan ibu sebagai pedagang dan petani akan lebih mungkin
menjadi stunting dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai
ibu rumah tangga.
Jumlah anggota keluarga, pekerjaan ibu dan penyakit infeksi
tidak termasuk faktor yang mempengaruhi balita stunting di
Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga, karena jumlah anggota kelurga
yang menjadi partisipan berjumlah 3-5 orang dan semua
partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan anak dari
partisipan tidak ada yang mengalami penyakit infeksi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Claudia (2014), menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan
kejadian stunting pada balita usia 13-36 bulan di Wilayah kerja
banyak balita yang menderita penyakit infeksi dalam hal ini infeksi
saluran pernapasan atas akut (ISPA).
Peran perawat dalam keperawatan anak memiliki peran dan
fungsi sebagai perawat anak yaitu pemberi perawatan, sebagai
advocat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling,
kolaborasi, pengambilan keputusan etnik, dan sebagai seorang
peneliti. Peran utama seorang perawat adalah memberikan
pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, dan
pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan
memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asuh, asah
dan asih (Hidayat, 2009). Peran sebagai perawat terkait balita yang
mengalami stunting yaitu perawat harus proaktif dalam
mengajarkan orang tua tentang nutrisi yang tepat bagi bayi,
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
sehat dan dewasa.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, dari awal sampai akhir penelitian
terhadap 4 partisipan, peneliti mengalami beberapa keterbatasan
yaitu:
a) Jumlah pertisipan yang masih kurang, sehingga diharapkan
untuk peneliti selanjutnya dapat menambah partisipan yang
b) Dari teori faktor-faktor yang mempengaruhi balita stunting
peneliti belum meneliti secara keseluruhan, sehingga bagi
peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian terhadap