• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK

PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Miftah Faturochman NIM 12104241051

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

The best use of imagination is creativity, the worst use of imagination is anxiety”

(Deepak Chopra)

“Sembilan dari sepuluh kecemasan muasalnya hanyalah imajinasi kita. Dibuat -buat dan dibesar-besarkan sendiri”

(Tere Liye)

Baseball is ninety percent mental and the other half is physical”

(6)

vi

PERSEMBAHAAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

 Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat dan

dukungan kepadaku.

 Almamater Prodi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan,

(7)

vii

PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK

PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI

YOGYAKARTA

Oleh

Miftah Faturochman NIM 12104241051

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan mengenai kecemasan bertanding yang terjadi pada atlet softball UNY. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball Universitas Negeri Yogyakarta

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasi sebab-akibat. Subyek dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling sejumlah 34 atlet. Instrumen yang digunakan adalah skala

kecemasan bertanding dan skala peak perfomance. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi melalui expert judgement, Sedangkan realibilitas menggunakan formula Alpha Cronbach dengan koefisien alpha sebesar 0,974 pada skala kecemasan bertanding dan 0,986 pada skala peak performance. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan SPSS versi 21.00 For Windows.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara kecemasan bertanding terhadap peak performance (koefisien regresi sebesar -0,758 dan nilai signifikasi sebesar 0,000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan bertanding maka semakin rendah tingkat peak

performance pada atlet. Kontribusi yang diberikan kecemasan bertanding

terhadap peak performance sebesar 46,3% sedangkan 53,7% dipengaruhi oleh faktor lain.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap

Peak Performance Pada Atlet Softball Universitas Negeri Yogyakarta” ini

disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dari penyusunan proposal ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan memefasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan proses pengurusan izin penelitian ini.

4. Bapak Nanang Erma Gunawan, M. Ed, Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, perhatian dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Agus Susworo D M, Pembina UKM softball Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di UKM softball

(9)

ix

6. Kedua Orang tuaku bapak Moh. Asikin Mansur dan ibu Nurhasanah Aksan yang tiada batas memberikan doa, semangat, dan kasih sayang selama penyusunan proposal skripsi ini.

7. Kakakku Fariz Dahlan dan adikku Ryan Fadhilah yang senantiasa memberikan doa dan menjadi penyemangat untukku.

8. Kerabat tersayangan Dini, Intan, Devie, Vivi, Fani, Haris, dan Rizki yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi dan mendengar segala keluh kesah selama penyusunan skripsi.

9. Keluarga besar JRF XXIII. Keluarga kesayangan yang selalu support dan mengajarkan banyak hal mengenai kebersamaan dan loyalitas.

10.Nilam Triarmiyati yang selalu memberikan perhatian, dukungan dan masukan. Terimakasih selalu ada dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman BKB 48 yang banyak memberikan pelajaran hidup selama perkuliahan.

12.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran, komentar ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pilihan.

Yogyakarta, 22 November 2016 Penulis,

(10)

x

2. Faktor yang Mempengaruhi Peak Performance ... 19

3. Karakteristik Peak Performance ... 22

B. Kajian Tentang Kecemasan Bertanding ... 29

1. Pengertian Kecemasan Bertanding ... 29

(11)

xi

3. Sumber-sumber Kecemasan Bertanding ... 36

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding ... 45

C. Kerangka Fikir ... 47

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 69

(12)

xii

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 70

a. Deskripsi Data Peak Performance ... 70

b. Deskripsi Data Kecemasan Bertanding ... 72

4. Pengujian Hipotesis ... 75

a. Uji Prasyarat Analisis ... 75

1) Uji Normalitas ... 75

2) Uji Linearitas ... 76

b. Uji Hipotesis ... 77

B. Pembahasan ... 79

C. Keterbatasan Penelitian ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian ... 52

Tabel 2. Kisi – Kisi Skala Peak Performance... 56

Tabel 3. Kisi – Kisi Skala Kecemasan Bertanding ... 58

Tabel 4. Kisi – Kisi Skala Peak performance Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

Tabel 5. Kisi – Kisi Skala Kecemasan Bertanding Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

Tabel 6. Deskripsi Data Peak Performance ... 70

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Peak Performance ... 70

Tabel 8. Deskripsi Data Kecemasan Bertanding ... 72

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecemasan Bertanding ... 72

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... 74

Tabel 11. Hasil Uji Linearitas ... 75

Tabel 12. Analisis Regresi ... 77

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Uji Coba Terpakai ... 89

Lampiran 2. Uji Validitas Instrumen ... 103

Lampiran 3. Data Hasil Uji Coba Terpakai ... 104

Lampiran 4. Lampiran Uji Realibilitas ... 106

Lampiran 5. Lampiran Data Peak Performance ... 112

Lampiran 6. Lampiran Data Kecemasan Bertanding ... 113

Lampiran 7. Hasil Uji Prasyarat ... 114

Lampiran 8. Uji Hipotesis ... 116

Lampiran 9. Perhitungan Kategorisasi Tiap Variabel ... 117

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Olahraga merupakan suatu aktivitas penting dalam kehidupan manusia. Olahraga yang dilakukan secara rutin dan tepat akan membuat manusia menjadi sehat dan kuat, baik jasmani maupun rohani (Zulaikha, 2007: 1). “Mens sana in corpora sano” merupakan moto yang sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bukti betapa pentingnya badan dan jiwa yang sehat. Safaria & Kunjana (2006: 64) berpendapat bahwa dengan olahraga juga dapat meningkatkan rasa percaya diri, kontrol diri, harga diri dan menciptakan citra tubuh yang positif.

Di dalam kehidupan masyarakat, berbagai olahraga turut mewarnai aktivitas kehidupan baik dari tingkat sekolah bahkan sampai tingkat internasional. Walaupun bagi sebagian besar masyarakat berolahraga hanya untuk mengisi waktu luang namun tidak jarang dari mereka meng-anggap olahraga sebagai sarana untuk berprestasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Sedangkan menurut deklasrasi International Council

of Sport and Physical Education (ICPSE) (dalam Tjung Hauw Sin, 2013:

1) olahraga adalah semua jenis kegiatan fisik yang bersifat permainan dan yang berupa perjuangan terhadap diri sendiri atau orang lain, atau terhadap kekuatan-kekuatan alam tertentu.

(17)

2

perkembangan yang cukup pesat adalah softball (Bernadeta Suhartini, 2011: 3). Perkembangan ini disebabkan karena olahraga softball tidak hanya digunakan sebagai olahraga rekreasi saja melainkan juga sebagai olahraga pendidikan atau olahraga prestasi. Permainan softball pada mulanya dikembangkan di Amerika tepatnya di kota Chicago oleh George Hancook dan kawan-kawannya pada tanggal 16 September 1887 dan dikembangkan oleh H. Fiscer dan M.J Panley. Softball di Indonesia sendiri sebenarnya telah ada sejak zaman pendudukan Belanda, namun hanya dilakukan di sekolah-sekolah tertentu (Bernadeta Suhartini, 2011: 1). Seiring semakin pesatnya perkembangan softball di Indonesia maka didirikan Perserikatan Baseball dan Softball Amatir Seluruh Indonesia yang dikenal dengan sebutan PERBASASI dan dipertandingkan secara resmi pada tingkat nasional pada tahun 1962, dan kemudian masuk kedalam Pekan Olahraga Nasional ke-VII di Surabaya (Bernadeta Suhartini, 2011: 1).

Salah satu tim softball yang pernah memiliki prestasi adalah tim

softball UNY. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan Fickry

Nuruzzaman selaku ketua UKM sekaligus pemain dari tim softball UNY. Dari hasil wawancara didapat bahwa tim softball UNY menjuarai turnamen ”Invitasi Softball Putra UNY CUP 2014” pada bulan Oktober

(18)

3

beberapa tim softball dari universitas lain yang pernah menjadi juara diantaranya, tim softball UGM yang menjadi juara di turnamen “UGM

CUP 2016” (ugm.ac.id, 2016) dan tim softball Unisi yang menjadi juara di

turnamen “UGM CUP 2013” (uii.ac.id, 2013).

Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua UKM

softball UNY Fickry Nuruzzaman pada tanggal 11 Maret 2014,

memperoleh hasil bahwa prestasi tim softball Universitas Negeri Yogyakarta mengalami penurunan disetiap kejuaraan yang diikuti akhir-akhir ini. Hal ini terbukti dari keiikutsertaan tim softball UNY pada bulan Oktober 2014 yang berhasil menjadi juara pada kejuaraan “UNY CUP

SOFTBALL PUTRA 2014” Namun, pada bulan November tim softball

UNY hanya bisa meraih peringkat ke-2 pada kejuaraan “KEJUARAAN DAERAH SOFTBALL DIY 2014” serta yang tebaru ditahun 2015

tepatnya pada bulan April , tim softball UNY gagal lolos dari penyisihan grup pada kejuaraan “TELKOM UNIVERSITY CUP 2015” dan bulan Oktober pada kejuaraan “PARTHA & SIMS ANNIVERSARRY 2015”

tim softball UNY menduduki peringkat 5 dari 8 peserta yang ada.

Hasil dari beberapa kejuaraan yang telah diikuti oleh tim softball

Universitas Negeri Yogyakarta, terjadi penurunan prestasi yang diraih setelah terakhir menjuarai kejuaraan pada Oktober 2014 lalu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan prestasi dari tim

softball UNY sendiri, salah satunya adalah faktor psikologis hal ini

(19)

4

menjelaskan prestasi seorang atlet dapat ditentukan oleh faktor psikologis dari atlet tersebut. Pernyataan Persunay diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 dengan salah satu pemain

softball UNY Kevin Ramadhan, diperoleh hasil bahwa dirinya kerap

merasa tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya dan sering mengalami susah tidur menjelang pertandingan yang mengakibatkan kondisi yang tidak fit keesokan harinya. Selain itu dirinya juga mengungkapkan bahwa masih mengalami “demam panggung” di pertandingan-pertandingan tertentu dan membuat dirinya tidak bisa lepas dalam pertandingan. Hasil wawancara tersebut didukung dengan pendapat ketua UKM yang juga menjelaskan bahwa sering mendapat keluhan serupa dari beberapa anggotanya yang merupakan atlet softball UNY. Dari hasil wawancara juga didapat adanya faktor psikologis seperti tidak percaya diri, cemas pada saat atau sebelum pertandingan, dan ketakutan menghadapi lawan masih menjadi permasalahan yang berpengaruh pada

tim softball UNY sehingga kendala tersebut menyebabkan para atlet tidak

bisa menampilkan peforma terbaik yang dimilkinya. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri kecemasan yang berasal dari dalam diri atlet diantaranya ragu-ragu terhadap kemampuannya sendiri, munculnya pikiran negatif yang menganggap lawan lebih superior dan takut melakukan kesalahan (Gunarsa, 2008: 67).

(20)

5

psikologis. Faktor psikologis menurut Gunarsa (2008: 1) dibedakan atas dua macam: pertama, faktor psikologis yang menunjang penampilan atlet seperti: motivasi yang tinggi, aspirasi yang kuat, ketahanan mental dan kematangan emosi. Kedua, faktor psikologis yang dapat mengganggu penampilan atlet seperti, kecemasan, motivasi yang rendah, obsesi, gangguan emosional dan keraguan atau takut. Lebih lanjut, Gunarsa (2008: 2) mengungkapkan minimnya prestasi di dalam bidang olahraga dikarenakan penampilan atlet kurang baik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor psikologis seperti cemas pada saat atau sebelum pertandingan, kepercayaan diri, dan ketakutan menghadapi lawan. Pengaruh faktor psikologis tersebut dapat bersifat langsung, misalnya karena ada ketegangan emosi yang berlebihan sehingga mempengaruhi seluruh penampilan atlet.

(21)

6

Penyebab kecemasan yang dihadapi pada saat pertandingan disebabkan karena atlet terlalu memforsir tenaga pada saat pemanasan, tidak adanya rasa siap bertanding, kurangnya percaya diri, dan adanya faktor-faktor lain dari luar diri atlet (Husdarta, 2010: 70).

Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa para atlet cenderung mengalami kecemasan saat bertanding. Sebagai contoh hasil penelitian dari Putri (2011) yang menunjukan bahwa kecemasan bertanding pada atlet karate yang menunjukan 34,4% atlet mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi. Zulkarnaen & Rahmawati (2013) mengemukakan bahwa kecemasan atlet beladiri Aikido yang menunjukan 23,08% atlet memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.

Kecemasan yang terjadi pada atlet biasanya akan menganggu penampilannya dan atlet tersebut mempunyai perasaan takut jika gagal dalam pertandingan serta menimbulkan adanya beban moral jika tidak bisa memenangkan pertandingan tersebut (Husdarta 2010: 81). Menang dan kalah dalam kejuaraan biasanya menjadi standar ukuran berhasil tidaknya seorang atlet mengembangkan keterampilan olahraganya, padahal untuk memenangkan pertandingan, yang penting adalah tampil dengan baik (Satiadarma, 2000:17). Karena itu, persoalan yang sering ditanyakan oleh pengurus dan pelatih olahraga pada hakikatnya terarah pada suatu sasaran yaitu membina atlet agar mereka mencapai penampilan puncak (peak

(22)

7

Menurut Scheider, Bugental, & Pierson (dalam Aji Utama, 2015:

26) peak performance adalah kondisi sempurna saat pikiran dan otot

bergerak secara sinergi dan beriringan. Maksudnya adalah atlet dapat dikatakan sedang mengalami peak performance ketika atlet tersebut dapat menggerakan tubuhnya sesuai dengan kehendaknya sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakannya lebih efisien. Namun demikian, sejumlah orang memiliki pandangan yang keliru tentang arti dari penampilan puncak (Satiadarma, 2000: 159). Mereka beranggapan bahwa pengertian penampilan puncak adalah kemenangan. Atlet yang mencapai penampilan puncak adalah mereka yang menang, memperoleh medali emas, piala, dan seterusnya. Pada Kenyataannya penampilan puncak tidak menjamin seorang atlet akan menang, dalam beberapa kasus memang penampilan puncak tidak harus menghasilkan juara terlebih lagi di dalam olahraga beregu misalnya pada tim-tim softball akan tetapi, peak

performance dimaknai sebagai penampilan optimum yang dapat dicapai

(Satiadarma, 2000: 160).

(23)

8

tidak memperoleh koreksi atas penampilannya terdahulu (Satiadarma, 2000:214).

Banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana pentingnya peranan faktor psikologis dalam meningkatkan performa seorang atlet dalam menghadapi pertandingan khusunya kecemasan bertanding dari seorang atlet itu sendiri. Salah satu peneliti yang melakukan penelitian mengenai dampak kecemasan bertanding seorang atlet adalah Edyta Eka dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Kecemasan Pada Atlet Bola Basket Sebelum Bertanding” menjelaskan bahwa sumber dan

gejala-gejala kecemasan membuktikan adanya hubungan timbal balik psikis serta fisik, bila aspek psikis terganggu maka fungsi fisik juga ikut terganggu dan menimbulkan dampak kecemasan, yang pada gilirannya akan menganggu keterampilan motorik pada atlet saat dilapangan.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Edyta Eka dkk (2013), bahwa adanya pengaruh kecemasan bertanding dari seorang atlet terhadap penampilannya dilapangan dan hal tersebut dapat menganggu atlet dalam memberikan penampilan terbaik atau puncak (peak performance). Hal tersebut senada dengan Muhammad Ardianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi Turnamen” yang

(24)

9

berani membuat keputusan dan terlalu bersikap menunggu. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa kecemasan akan berdampak signifikan pada keadaan fisik dan psikis. Dampak terhadap fisik adalah cepat lelah dan menurunnya kondisi tubuh. Sedangkan dampak terhadap psikis adalah kebimbangan, koordinasi otak dan otot tidak berjalan baik. Maka dampak dari kecemasan ini juga jelas berpengaruh pada penampilan atlet yang tidak maksimal atau tidak pada penampilan puncaknya.

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Humara (1999) yang berjudul “Hubungan antara kecemasan dan performa: Kognitif-Perilaku Perspektif” yang menjelaskan bahwa orang yang memiliki kecemasan

(25)

10

jawab yang dipikulnya. Salah satunya softball yang merupakan olahraga tim.

Craty (dalam Husdarta, 2010: 73) menunjukan bahwa kecemasan berpengaruh besar terhadap penampilan atlet, maka dengan sendirinya juga akan berpengaruh terhadap prestasi. Pengaruh terbesar kecemasan terhadap penampilan ada pada gerak dasar motorik seorang atlet. Dengan kata lain tingkat kecemasan yang tinggi, respon-respon tubuh yang muncul relatif merugikan untuk sebuah penampilan dan respon tubuh yang merugikan tersebut akan berdampak prestasi yang diraihnya. Hasil penelitian ini di dukung oleh Tjung Hauw Sin (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Layanan Konseling Dalam Mengentaskan Masalah

Kecemasan Pada Atlet” yang menjelaskan bahwa teori yang

(26)

11

memikirkan penampilannya sehingga tidak bisa lepas dalam bertanding (Tjung Hauw Sin, 2013: 4).

Komarudin(2011: 15) dalam makalahnya menyebutkan bahwa terdapat teori lain yang menjelaskan pengaruh kecemasan terhadap penampilan adalah teori model catastrophe dimana teori ini menjelaskan bahwa seorang atlet dapat mengalami penurunan penampilan yang sangat drastis ketika mengalami kecemasan dan penurununan penampilan tersebut akan berdampak pada penurunan prestasi pula.

Spielberg (dalam Abenza, 2009: 2) juga menyatakan bahwa atlet yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan beresiko terhadap penampilannya yang cenderung akan tampil dibawah penampilan terbaiknya. Atlet cenderung untuk melihat berbagai tekanan atau pergerakan yang dilakukan lawan sebagai ancaman yang berlebihan.

Berdasarkan dari paparan tentang kecemasan dan peak

performance diatas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh

Kecemasan Bertanding Terhadap Peak P erformance Atlet Softball

Universitas Negeri Yogyakarta”. Salah satu alasan peneliti melakukan

(27)

12

kontrol diri yang baik, mampu meminimalisir gejala-gejala kecemasan saat bertanding. Kemudian ada juga peneliti yang meneliti pengaruh kepercayaan diri terhadap peak performance atlet bola basket yang dilakukan oleh Lina Astriani (2010). Serta penelitian tentang tingkat kecemasan dan stress atlet bulu tangkis yang dilakukan oleh Rizki Mahakharisma (2014). Untuk membuktikan asumsi tersebut, peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif karena dalam analisisnya penelitian ini akan dapat membuktikan asumsi tersebut.

Selain untuk membuktikan asumsi tersebut penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk bidang bimbingan dan konseling dalam menangani masalah-masalah kecemasan bertanding dan

peak performance yang terjadi pada atlet softball Universitas Negeri

Yogyakarta yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti dengan konseling. Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dalam mengentaskan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Dengan konseling diharapkan individu dapat mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap dan tingkah laku (Tjung Hauw Sin, 2013: 2).

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena peak performance

(28)

13

performance atletnya. Maka dari itu dengan dilakukannya penelitian ini,

diharapkan hasilnya dapat dijadikan sebagai referensi bagi pelatih dan pengurus UKM untuk menentukan program yang tepat bagi tim softball

UNY serta bagi bidang bimbingan dan konseling penelitian ini dapat menjadikan refrensi dalam mengentaskan masalah kecemasan bertanding

dan peak performance yang dialami siswa atau mahasiswa atlet.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas maka masalah yang dapat di identifikasi sebagai berikut:

1. Terjadinya penurunan prestasi tim softball Universitas Negeri Yogyakarta yang disebabkan penurunan performa para atlet.

2. Kecemasan bertanding masih dialami oleh beberapa atlet softball

Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Belum diketahuinya pengaruh kecemasan bertanding atlet softball

UNY terhadap peak performance mereka.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah disampaikan, peneliti

membatasi penelitian ini pada pengaruh kecemasan bertanding terhadap

peak performance pada atlet softball UNY.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka

(29)

14

kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball

UNY?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan diatas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu psikologi, terutama psikologi olahraga, dan kaitanya dengan layanan bidang bimbingan dan konseling pribadi. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat diterapkan pada bidang psikologi olahraga dan psikologi perkembangan dalam hal pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY.

2. Secara Praktis

a. Bagi Atlet (Mahasiswa)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi dan menjadi masukan bahwa kecemasan bertanding dapat mempengaruhi peak

performance atlet. Setelah diketahui, diharapkan atlet dapat mengelola

(30)

15 b. Bagi Pelatih

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau rujukan pelatih dalam membuat program latihan yang akan diberikan kepada atlet softball UNY.

c. Bagi Tim

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih refleksi dan pengembangan strategi bertanding dari setiap atlet softball UNY sehingga hasil tersebut dapat meningkatkan kerjasama tim.

d. Bagi Pengurus

Sebagai bahan evaluasi dari program yang pelatih berikan dalam menghadapi kendala kecemasan bertanding atlet softball UNY.

e. Bagi Bidang Bimbingan dan Konseling

(31)

16

f. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

(32)

17

BAB II KAJIAN TEORI

A. Peak Performance

1. Pengertian Peak Performance

Menurut Satiadarma (2000: 159), peak performance (penampilan puncak) adalah penampilan optimum yang dicapai oleh seorang atlet. Anshel (dalam Satiadarma, 2000: 159) mengatakan, optimum tidak sama dengan maksimum, di dalam konteks olahraga. Jadi dalam konteks olahraga optimum yang dimaksud adalah dimana seorang atlet hampir tidak melakukan kesalahan dalam penampilannya. Sedangkan menurut Scheider, Bugental, & Pierson (Aji Utama, 2015: 26) peak performance

(33)

18

mengutamakan tentang gambaran dan karakteristik dari penampilan puncak.

Selain itu, Satiadarma (2000:163) menggambarkan bahwa penampilan puncak adalah:

a. Penampilan puncak tidak sama dengan menjadi juara.

b. Seorang juara belum tentu memperoleh gelar juaranya pada saat ia berada pada kondisi penampilan puncaknya.

c. Penampilan puncak atlet dapat terjadi hanya sekali dalam kehidupan seorang atlet, dapat pula terjadi berulang kali.

d. Penampilan puncak atlet pada suatu situasi sulit dibedakan dengan penampilan puncak pada saat situasi lainnya, karena berperannya sejumlah faktor eksternal secara kompleks.

e. Penampilan prestasi puncak hendaknya tidak dijadikan tolok ukur bahwa seorang atlet harus menjadi juara.

f. Penampilan puncak hanya membuka peluang yang lebih besar bagi atlet untuk tampil dengan baik di dalam pertandingan.

(34)

19

berada pada penampilan puncaknya. Selain itu perlu diingat, atlet yang berada pada penampilan puncak tidak harus menghasilkan kemenangan atau juara, dikarenakan penampilan puncak hanya membuka peluang atlet tersebut untuk tampil lebih baik dari biasanya. Jadi salah jika ada asumsi bahwa atlet yang berada pada penampilan puncak akan menjadi juara.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penampilan puncak (peak

performance) adalah suatu kondisi optimal, ajaib, sempurna ketika mental

dan fisik selaras keduanya digunakan secara bersama-sama atau otot dan pikiran dapat bekerja secara sinergi sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakan atlet lebih efisien yang pada akhirnya atlet dapat berada pada penampilan puncak dan akan memberikan penampilan terbaiknya ketika pertandingan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peak Performance

Menurut Harsuki (dalam Aji Utama, 2015: 1) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peak performance atlet pada saat pertandingan adalah:

a. Faktor-faktor yang ada dengan organisasi pertandingan biasanya pelatih dan atlet mengharapkan kondisi yang ideal saat di lapangan. Kondisi yang ideal seringkali tidak sesuai dengan kenyataan, karena seringkali terjadi kondisi yang tak terduga. Hal ini biasanya mepengaruhi tercapainya peak performance atlet

(35)

20

2) Suhu udara yang ekstrim (terlalu panas atau dingin) 3) Pengaruh dari undian, penonton, perwasitan dan lain-lain. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atlet.

1) Gaya atau kebiasaan hidup yang bertentangan dengan etik moral olahraga (narkoba, kurang tidur, diet yang salah, perilaku negatif dan lain-lain) bisa mempengaruhi kinerja atlet dan kemampuan pemulihan (recovery), sehingga bisa mempengaruhi peak performance.

2) Ketidakpuasan dengan lingkungan sosial keluarga, pelatih, pekerjaan, sekolah dan lain-lain. Semua itu mengakibatkan refleksi yang negatif dalam latihan atau pertandingan, sehingga menyebabkan penampilan yang kurang baik.

3) Kecemasan (anxiety) bertanding, gugahan (arousal) yang tidak optimal, terlalu bergairah (overexcaaitement), dan takut cidera. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan latihan dan pelatih.

1) Program latihan yang tidak didesain dengan baik, volume yang terlalu tinggi, dan intensitas yang terlalu cepat cepat ditingkatkan, terlalu banyak pertandingan sehingga kurang istirahat. Itu semua tidak hanya terasa amat membuat stress tetapi mempengaruhi performa puncak atlet (peak

performance).

2) Latihan yang berat tanpa memperhatikan pentingya pemulihan

(36)

21

kemungkinan terjadinya peak performance, tetapi sebaliknya bisa menyebabkan timbulnya cidera-cidera, dan latihan yang berlebihan (overtraining) fisik maupun mental.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seorang atlet untuk berada pada peak performance. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam dirinya sendiri (internal) seperti: kecemasan atau mood yang tidak bagus dam dari luar diri sendiri (eksternal) seperti: cuaca, penonton dan tempat pertandingan. Untuk mencapai peak performance seorang atlet harus berada pada kondisi ideal dimana tidak hanya faktor internal saja yang mendukung tetapi perlu juga dukungan dari lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah faktor eksternal.

(37)

22

3. Karakteristik Peak Performance

Ken Ravizza (Williams, 1993: 138) menjelaskan bahwa 80% atlet yang mengalami apa yang dikenal sebagai momentum besar olahraga

(greatest moment in sports) melaporkan bahwa dalam kondisi tersebut

mereka mengalami hal-hal seperti:

a. Hilangnya rasa takut; mereka tidak merasa takut untuk gagal. b. Tidak terlalu memikirkan penampilan.

c. Terlibat secara mendalam di dalam aktivitas olahraganya. d. Penyempitan dan pemusatan perhatian.

e. Merasakan tidak terlalu berupaya, tidak memaksakan, sesuatu berjalan dengan sendirinya.

f. Merasakan demikian mudah untuk mengendalikan segalanya. g. Disorientasi waktu dan tempat, seolah-olah hal-hal lain menjadi

lebih lambat, dan peluang untuk melakukan sesuatu menjadi demikian besar.

h. Segala sesuatunya sepertinya demikian menyatu dan terintegrasi dengan baik.

i. Perasaan akan adanya suatu keunikan yang berlangsung seolah-olah tanpa didasari, dan bersifat sementara.

(38)

23

dengan baik. Mereka merasakan mampu berkonsentrasi dengan demikian baiknya dan sangat menikmati aktivitas yang dilakukan. Lebih jauh lagi mereka juga mengemukakan bahwa sepertinya bisa melakukan apa saja sekehendak hati.

Garfied dan Bennett (Satiadarma, 2000:165) yang melakukan interview terhadap ratusan atlet bintang (elite athletes) menjelaskan bahwa ada delapan kondisi spesifik yang mereka alami ketika mereka berada dalam penampilan puncak yaitu:

a. Mental rileks. Kondisi ini dilukiskan sebagai kondisi ketenangan internal. Individu atau atlet tidak merasa terburu-buru waktu untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, mereka melakukan aktivitasnya dengan tenang, efektif, tidak melampaui batas waktu, karenanya mereka merasakan waktu bergerak lebih lambat daripada pergerakan yang mereka lakukan.

b. Fisik rileks. Dalam kondisi ini atlet tidak merasakan adanya ketegangan, atau kesulitan dalam melakukan suatu gerakan tertentu. Segala aktivitas motorik dapat dilakukannya dengan mudah, refleks yang dilakukan terarah secara tepat dan akurat c. Optimis. Atlet merasa penuh percaya diri, yakin dengan apa yang

(39)

24

d. Terpusat pada kekinian. Atlet merasakan adanya keseimbangan psikofisik, segala sesuatu bekerja secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang selaras dan berlangsung secara otomatis pada saat kini.

e. Berenergi tinggi. Istilah yang dikenal orang awam adalah “panas”. Biasanya orang awam menggunakan istilah “belum panas” untuk

memberikan penilaian terhadap atlet yang tampaknya belum siap bertanding, masih mencoba-coba melakukan serangan dan lain-lain. Dalam kondisi puncak, atlet menikmati aktivitas dengan keterlibatan emosi yang tinggi (“joy and ecsta sy as the perfect

emotion”).

f. Kesadaran tinggi. Dalam kondisi ini atlet memiliki kesadaran yang tinggi tentang apa yang terjadi pada dirinya dan pada diri lawannya. Atlet peka terhadap perubahan posisi, sasaran, serangan, pertahanan dan sebagainya. Atlet menjadi peka terhadap berbagai rangsangan dan mampu mengantisipasi rangsang secara akurat. g. Terkendali. Atlet seolah-olah tidak secara sengaja mengen-dalikan

gerakan-gerakannya, namun segala sesuatu ber-langsung seperti ada hal lain yang mengendalikan. Segala sesuatu berlangsung dengan benar.

(40)

25

maupun internal. Akibatnya, atlet menjadi lebih mudah mengakses ketrampilan psikologisnya dan menyingkirkan berbagai kendala atau hambatan psikofisik dalam menjawab tantangan. Ia seperti diselimuti atau diseludungi oleh energi tertentu yang mampu memisahkan dirinya dengan lingkungan yang mengganggu.

McCafrey dan Orlick (dalam Satiadarma, 2000: 167) juga melakukan interview kepada sejumlah pegolf professional dan menyimpulkan sejumlah elemen yang berperan terhadap penampilan puncak mereka. Elemen-elemen tersebut adalah:

a. Komitmen penuh. Para atlet tersebut bersungguh-sungguh dan mencurahkan penuh perhatian mereka pada latihan dan pertandingan yang mereka ikuti.

b. Kualitas diatas kuantitas. Dalam melakukan latihan pukulan misalnya, merak tidak menitik beratkan pada jumlah pukulan yang mereka atau seberapa jauhnya pukulan yang mereka lakukan tetapi lebih kepada cara mengontrol arah pukulan bola.

c. Sasaran yang jelas. Memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dalam berlatih.

d. Latihan “imagery” setiap hari. Melakukan imajinasi atau gambaran terhadap pertandingan yang diinginkan.

(41)

26

f. Mengenali situasi yang menekan (terkendali). Atlet memahami kondisi-kondisi yang kemungkinan akan terjadi disetiap pertandingannya.

g. Berlatih dan merencanakan mengikuti pertandingan. Latihan yang dilakukannya itu merupakan persiapan untuk mengikuti kejuaraan yang sudah direncanakan sebelumnya.

h. Memusatkan perhatian pada pertandingan yang akan diikuti. Melakukan latihan sesuai dengan pertandingan yang akan dihadapi. Dalam hal ini menyangkut latihan simulasi lapangan.

i. Menggunakan strategi untuk mengendalikan gangguan. Menggunakan strategi psikologis untuk mengatasi gangguan, terutama tekanan psikologis, kelelahan dan sebagainya.

j. Melakukan evaluasi pasca tanding. Melakukan evaluasi terhadap penampilan setelah pertandingan.

k. Memahami secara jelas perbedaan kondisi bermain baik dan bermain buruk. Menindak lanjuti hasil evaluasi pertandingan, mencoba mengkaji kembali, berusaha untuk memperoleh pemahaman tentang sejumlah kekeliruan yang dibuat, kondisi-kondisi yang menghambat dan sebaliknya ketika kondisi-kondisi dimana penampilan sedang baik.

Seorang atlet yang sedang berada pada peak performance

(42)

27

sedang berada pada peak performance. Berdasarkan paparan diatas banyak tokoh yang sudah melakukan penelitian untuk mengamati karakteristik seorang atlet yang berada pada kondisi peak performance. Merujuk pada pendapat Garfied dan Bennet (dalam Satiadarma, 2000: 165), terdapat beberapa karakteristik seorang atlet dikatakan berada pada penampilan puncak diantaranya: mental rileks, fisik rileks, optimis, terpusat pada kekinian, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali dan terseludang (terlindungi dari gangguan). Seorang atlet dapat dikatakan berada pada kondisi peak performance jika sebagian besar sudah memenuhi karakteristik tersebut.

Berdasarkan penjelasan mengenai peak performance diatas, dapat disimpulkan bahwa peak performance adalah suatu kondisi optimal, ajaib, sempurna ketika mental dan fisik selaras keduanya digunakan secara bersama-sama atau otot dan pikiran dapat bekerja secara sinergi sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakan atlet lebih efisien yang pada akhirnya atlet dapat berada pada penampilan puncak dan akan memberikan penampilan terbaiknya saat bertanding. Atlet yang berada pada kondisi

peak performance biasanya dapat diamati dari beberapa tingkah laku atau

memiliki ciri-ciri tersendiri seperti: mental rileks, fisik rileks, optimis, terpusat pada kekinian, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali dan terseludang (terlindungi dari gangguan).

(43)

28

“Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Peak P erformance Atlet Bola Basket Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Kota Malang” penelitian ini

dilakukan pada remaja siswa sekolah menengah atas di kota Malang yang menghasilkan terdapatnya hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri terhadap peak performance pada tingkat kesalahan 5%.

Penelitian ini memperoleh presentase 43% pada masing-masing variabel yang berada pada kategori tinggi. Kekuatan hubungan antara kepercayaan diri dengan peak performance adalah positif sebesar 0.271, hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepercayaan diri atlet bola basket maka peak

performance juga akan semakin tinggi dan keakuratan pengaruh

kepercayaan diri terhadap peak performance ini adalah sebesar 73,3%. Perbedaan pada penelitian ini terdapat pada variabel bebasnya yaitu kepercayaan diri, selain itu tempat, waktu dan subjek juga berbeda. Sedangkan variabel terikatnya memiliki kesamaan yaitu peak performance.

Penelitian lain mengenai peak performance juga pernah dilakukan oleh Mukhammad Septa Winahyu (2010) yang berjudul “Hubungan

(44)

29

B. Kecemasan Bertanding

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa Inggris “anxiety”, menurut

Nietzal (Ghufron & Risnawita, 2010: 141) berasal dari Bahasa Latin

“anxius”, dan dari bahasa Jerman “ants”, yaitu suatu kata yang

digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologi. Efek negatif dan rangsangan fisiologi yang dimaksudkan adalah perasaan negatif yang muncul. Barlow (2006: 158) menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan suasana, perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Gejala-gejala ketegangan fisik tersebut dapat terjadi karena adanya kekhawatiran tentang masa depan sehingga menimbulkan ketegangan fisik. Ketegangan fisik yang dimaksud adalah seperti wajah yang pucat atau keringat dingin yang keluar.

Hawari (Apta, 2014: 42) juga berpendapat bahwa kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas-batas normal.

(45)

30

tekanan yang menyertai konflik atau ancaman. Dalam hal ini kecemasan diibaratkan terjadi karena pengalaman individu mengenai tekanan yang terjadi sehingga menimbulkan konflik dalam diri.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas. Kecemasan biasanya terjadi karena kekhawatiran yang berlebih dari seseorang terhadap suatu ancaman atau konflik yang dihadapinya.

Terkait dengan olahraga, kecemasan seringkali dialami oleh atlet ketika akan menghadapi suatu pertandingan. Pertandingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perlombaan dalam olahraga yang menghadapkan dua pemain untuk bertanding, sedangkan bertanding adalah seorang lawan seorang. Pertandingan dalam istilah Inggrisnya, disebut dengan competition yang kemudian diadopsi kedalam Bahasa Indonesia menjadi kompetisi. Chaplin (dalam penelitian Yetisa Ika Putri, 2007: 21) mendefinisikan competition adalah perilaku saling mengatasi dan berjuang antara dua individu atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.

(46)

31

Sedangkan menurut Levvit (Gunarsa, 2008: 74) kecemasan dirumuskan sebagai perasaan takut individu atau atlet dan meningkatnya arousal

(gairah) . Gairah atau arousal yang dimaksud adalah peningkatan aktiviats psikis. Peningkatan arousal ini sejalan dengan keadaan emosi seseorang seperti ketegangan atau stress.

Weird dan Gould (dalam Satiadarma, 2000: 95) menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan emosi negatif yang ditandai oleh adanya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem kebutuhan. Peningkatan gugahan sistem kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan sistem pembuangan seperti buang air. Pendapat itu sejalan dengan Amir (dalam Ardianto, 2013: 4) dalam jurnal “ Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi Turnamen” yang mengatakan

bahwa kecemasan yang timbul saat menghadapi pertandingan disebabkan karena atlet banyak memikirkan akibat-akibat yang akan diterimanya apabila mengalami kegagalan atau kalah dalam pertandingan.

(47)

32

Sementara itu, Cratty (dalam Husdarta, 2010: 75) menyimpulkan hubungan kecemasan bertanding dalam hubungannya dengan pertandingan sebagai berikut:

1. Sebelum pertandingan dimulai, kecemasan akan naik yang disebabkan oleh bayangan berat tugas atau pertandingan yang akan dihadapi.

2. Selama pertandingan berlangsung, tingkat kecemasan biasanya mulai menurun.

3. Mendekati akhir pertandingan, tingkat kecemasan biasanya akan naik lagi terutama bila skor pertandingan berimbang

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan bertanding merupakan kondisi emosi negatif yang ditandai oleh munculnya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem kebu-tuhan selama bertanding. Selama pertandingan berlangsung kecemasan seorang atlet dapat meningkat yang disebabkan karena atlet tersebut memikirkan secara berlebih akibat-akibat yang akan terjadi pada dirinya jika mengalami suatu kegagalan.

2. Gejala Kecemasan Bertanding

(48)

33 a. Gejala fisik antara lain:

1) Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang, sulit tidur.

2) Terjadi ketegangan pada otot-otot pundak, leher, perut, dan otot-otot ekskremitas.

3) Terjadi perubahan irama pernafasan.

4) Raut muka dan dahi yang berkerut, gemetar, kaki terasa berat, badan terasa lesu, tubuh terasa kaku, jantung yang berdebar-debar keras, sering ingin buang air kecil, sering minum air dan berkeringat dingin.

b. Gejala psikis ditandai dengan:

1) Gangguan pada perhatian konsentrasi.

2) Perhatian atlet dapat terpecah karena munculnya pikiran-pikiran yang negatif mengenai pertandingan dan berfikir tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan pertandingan. 3) Menurunnya bahkan hilangnya emosi.

4) Timbul obsesi: Ide, pikiran, atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang.

5) Fluktuasi emosi: Ketidakstabilan, ketidaktetapan, atau naik turunnya emosi.

(49)

34

a. Kondisi kefaalan, kondisi ini ditandai dengan:

1) Denyut jantung meningkat. Artinya, atlet akan merasakan debaran jantung yang lebih keras atau lebih cepat.

2) Telapak tangan berkeringat.

3) Mulut kering, yang mengakibatkan bertambahnya rasa haus. 4) Gangguan-gangguan pada perut atau lambung, misalnya

mual-mual.

5) Otot-otot bahu dan leher menjadi kaku. b. Aspek psikis ditandai dengan:

1) Atlet menjadi gelisah.

2) Gejolak emosi naik turun. Artinya, atlet menjadi sangat peka sehingga emosinya cepat bereaksi, atau sebaliknya reaksi emosinya menjadi tumpul.

3) Konsentrasi terhambat sehingga kemampuan berfikirnya menjadi kacau.

4) Kemampuan membaca permainan lawan menjadi tumpul. 5) Keragu-raguan dalam pengambilan keputusan.

(50)

35

dibagi menjadi kondisi kefaalan dan aspek psikis. Kedua ahli tersebut mempunyai kesamaan dimana gejala kecemasan bertanding dapat ditandai salah satunya adalah dengan melihat dari gejala psikis yang didalamnya mencakup gangguan pada konsentrasi, munculnya pikiran negatif dan emosi yang labil.

Adapun perbedaan dari dua pendapat ahli tersebut yang menurut Husdarta salah satu gejala yang ditimbulkan dari kecemasan bertanding berasal dari gejala fisik yang diantaranya adanya perubahan pada tingkah laku,terjadi ketegangan otot-otot, terjadi perubahan irama pernafasan dan terjadi perubahan pada raut muka. Sedangkan menurut Gunarsa salah satu gejala yang ditimbulkan dari kecemasan bertanding salah satunya berasal dari kondisi kefaalan tubuh yang diantaranya denyut jantung meningkat, telapak tangan berkeringat, mulut kering, gangguan pada perut atau lambung, dan otot-otot menjadi kaku.

(51)

36

3. Sumber-sumber Kecemasan Bertanding

Gunarsa (2008: 67) berpendapat bahwa sumber kecemasan yang dialami oleh atlet dapat berasal dari dalam diri atlet itu sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri atlet atau lingkungan.

a. Sumber dari Dalam Diri Atlet

1) Atlet terlalu terpaku pada kemampuan teknisnya. Akibatnya, ia didominasi oleh pikiran-pikiran yang terlalu membebani, seperti komitmen yang berlebihan bahwa ia harus bermain sangat baik.

2) Munculnya pikiran-pikiran negatif, seperti ketakutan dicemooh oleh penonton jika tidak memperlihatkan penampilan yang baik. Pikiran-pikiran negatif tersebut menyebabkan atlet mengantisipasikan suatu kejadian yang negatif. Contohnya ketika seorang atlet melakukan sebuah kesalahan dalam pertandingan atau tidak menampilkan penampilan yang seperti biasanya maka akan timbul dalam pikiran bahwa dirinya akan dicemooh atau di salahkan oleh penonton.

(52)

37

ketegangan baru. Sebagai contoh, seorang atlet dibebani sebuah target dari seorang pelatih akan tetapi pada kenyataannya atlet tersebut diluar dugaan tidak dapat memenuhi target yang diberikan alhasil atlet tersebut akan mengalami sebuah tekanan karena tidak berhasil memenuhi target yang diberikan itu. b. Sumber dari Luar

1) Munculnya berbagai rangsangan yang membingungkan. Rangsangan tersebut dapat berupa tuntuntan atau harapan dari luar yang menimbulkan keraguan pada atlet untuk mengikuti hal tersebut, atau sulit dipenuhi. Keadaan ini menyebabkan atlet mengalami ke-bingungan untuk menentukan penampilannya, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Contohnya, ketika dalam suatu pertandingan seorang atlet terlalu banyak diberi masukan oleh pelatih bahkan oleh

manager tim sehingga dalam pertandingan tersebut atlet

mengalami kebingungan dalam bertindak manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu, perintah dari pelatih atau manager

tim.

(53)

38

demikian, atlet akan merasa seolah-olah apa saja yang Ia lakukan dapat berhasil dengan baik. Ketegangan yang positif akibat pengaruh lingkungan dapat membangkitkan suatu upaya untuk mengalahkan lawan dengan gerakan atau pukulan yang luar biasa, seakan-akan secara tiba-tiba muncul kekuatan baru. Sebaliknya, reaksi massa juga dapat berdampak negatif, yaitu jika penonton berada dalam suasana emosi yang meluap-luap dan menuntut sehingga mengeluarkan teriakan yang negatif. Hal ini menyebabkan atlet menjadi serba salah dalam bertindak, sehingga penampilannya menjadi sangat buruk. 3) Kemampuan lawan yang lebih baik. Seorang atlet menjadi

sedemikian tegang ketika menghadapi ke-nyataan bahwa ia mengalami kesulitan untuk bermain sehingga keadaannya menjadi terdesak. Pada saat harapan untuk menang sedang terancam, akan muncul berbagai pemikiran-pemikiran negatiF, antara lain adalah:

a. “Jika saya gagal dalam pertandingan ini, maka saingan saya yang nantinya akan maju”

b. “Jika saya kalah dalam pertandingan ini, maka saya akan dicoret sebagai anggota tim inti dari regu ini, lalu saingan saya akan menggantikan posisi saya”

(54)

39

sering menyalahkan atau bahkan mencemooh atletnya, yang sebenarnya dapat meng-guncangkan kepribadian atlet tersebut. 5) Hal-hal non teknis seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak

bersahabat, angin yang bertiup terlalu kencang, atau peralatan yang tidak memadai.

Senada dengan pernyataan diatas, menurut Harsono (1998: 248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang atlet mengalami kece-masan pada saat menjelang pertandingan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1. Berasal dari dalam diri atlet a. Moral

Moral atlet merupakan suatu sikap yang mampu menatap segala kesulitan, perubahan, frustasi, kegagalan, dan gangguan-gangguan emosional dalam menghadapi pertandingan dengan penuh kesabaran dan rasa percaya diri (Harsono, 1998: 248).

(55)

40 b. Pengalaman Bertanding

Perasaan cemas pada atlet berpengalaman berbeda dengan atlet yang belum berpengalaman berbeda dengan atlet yang belum berpengalaman. Seorang atlet yang kurang bahkan belum pernah bertanding kemungkinan tingkat kecemasannya tinggi sehingga dapat menurunkan semangat dan kepercayaan diri dalam per-tandingan, begitu pula atlet yang sudah terbiasa bertanding dapat mengalami kecemasan walaupun relatif kecil karena sudah pernah mengalami dan dapat menguasainya.

Atlet yang belum pernah mengikuti pertandingan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi gangguan yang timbul dalam pertandingan, pengorbanan yang dituntut untuk mencapai suatu kemenangan, tekanan-tekanan yang dihadapi, pahitnya suatu kekalahan, dan nikmatnya suatu kemenangan merupakan kese-luruhan hal yang belum pernah merasakan pengalaman bertanding. c. Adanya pikiran negatif dicemooh/dimarahi

(56)

41

mengembangkan kemampuannya dikarenakan adanya pikiran- pikiran yang kurang percaya akan kemampuan yang dimilikinya. d. Adanya pikiran puas diri

Bila dalam diri atlet ada pikiran atau rasa puas diri, maka dalam diri atlet tersebut tanpa disadarinya telah tertanam kece-masan. Atlet dituntut oleh dirinya sendiri untuk mewujudkan suatu yang mungkin berada diluar kemampuannya. Harapan yang terlalu tinggi padahal tidak sesuai dengan kemampuan yang di-milikinya membuat atlet tidak waspada dan menjadi lengah, tingkat konsentrasinya menjadi menurun dan lain sebagainya.

2. Berasal dari luar diri atlet a. Penonton

Pengaruh penonton yang tampak terhadap seorang atlet pada umumnya berupa menurunnya keadaan mental, sehingga atlet tidak dapat dengan sempurna menampilkan penampilan terbaiknya. Atlet seolah-olah mengikuti apa kata penonton sehingga dapat me-nurunkan kepercayaan dirinya. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu kehadiran penonton dapat menjadi hal positif misalnya, atlet menjadi lebih semangat karena adanya yang mendukung dalam menghadapi suatu pertandingan.

b. Pengaruh lingkungan keluarga

(57)

42

lingkungan keluarga sangat menekankan kepada atlet untuk harus menjadi juara, atlet menjadi tertekan. Sehingga atlet tidak yakin akan kemampuannya sehingga atlet tersebut membayangkan ba-gaimana kalau dirinya gagal sehingga tidak dapat memenuhi ha-rapan keluarganya, hal ini akan menurunkan penampilan atletnya dalam menghadapi suatu pertandingan.

c. Saingan yang bukan tandingannya

Lawan tanding yang dihadapi merupakan pemain berprestasi akan menimbulkan kecemasan. Menurut Gunarsa (2004: 69) atlet yang mengatahui lawan yang dihadapinya adalah pemain nasional atau lebih unggul dari dirinya, maka hati kecil seorang atlet tersebut timbul pengakuan akan ketidakmampuannya untuk menang.

d. Peranan pelatih

(58)

43

berkomunikasi dengan baik dengan pelatih, tidak ada keterbuka-an mengenai gketerbuka-angguketerbuka-an-gketerbuka-angguketerbuka-an mental yketerbuka-ang dialaminya dketerbuka-an hal ini akan menjadi beban seorang atlet.

e. Cuaca panas

Gunarsa (2008: 70) menjelsakan keadaan yang diakibatkan oleh panasnya cuaca atau ruangan akan mengakibatkan ke-cemasan. Cuaca panas yang tinggi akan mengganggu beberapa fungsi tubuh sehingga atlet merasa lelah dan tidak nyaman serta mengalami rasa pusing, sakit kepala, mual dan mengantuk. Kondisi ini disebut sebagai kelelahan oleh panas (heat exhaustion).

Pernyataan diatas diperkuat oleh Sukadiyanto (2006: 5) yang menyebutkan bahwa sumber ketegangan dan kecemasan dapat bersumber dari dalam diri dan dari luar diri atlit.

a. Dari dalam diri atlit

1) Rasa percaya diri yang berlebihan 2) Pikiran yang negatif

3) Mudah merasa puas

4) Penampilan yang tidak sesuai harapan b. Dari luar diri atlit

1) Rangsangan yang membingungkan 2) Pengaruh penonton

3) Media massa

(59)

44

5) Kehadiran dan tidak kehadiran pelatih 6) Tempat lapang dan gedung bertanding 7) Cuaca dan suhu

8) Ventilasi penyinaran

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber dari kecemasan bertanding dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari dalam diri atlet dan dari luar diri atlet. Kecemasan yang bersumber dari dalam diri atlet biasanya muncul karena tuntutan atau target yang diberikan terlalu tinggi baginya dan hal tersebut menjadi beban bagi seorang atlet yang pada akhirnya saat pertandingan penampilannya akan terbebani oleh tuntutan atau target yang diberikan. Sedangkan kecemasan yang bersumber dari luar diri atlet biasanya berasal dari tekanan lingkungan sekitar atlet tersebut, contohnya bisa dari penonton, pelatih bahkan dari cuaca pada saat pertandingan bisa mempengaruhi kecemasan seorang atlet ketika bertanding.

(60)

45

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding

Menurut Husdarta (2010: 81) ada lima faktor yang dapat menyebabkan munculnya kecemasan sebelum bertanding, antara lain:

a. Ketakutan akan kegagalan dalam pertandingan

b. Ketakutan akan cedera fisik atau hal lain yang akan menimpa diri atlet.

c. Ketakutan akan penilaian sosial atas kualitas prestasinya.

d. Ketakutan terhadap agresi fisik baik dari lawan bertanding maupun dirinya sendiri.

e. Ketakutan bahwa kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau dalam pertandingan dengan baik. Menurut Gunarsa (1996: 41) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan bertanding diantaranya:

a. Tuntutan sosial yang berlebihan.

b. Standard prestasi individu yang terlalu tinggi. c. Perasaan rendah diri.

d. Kurang persiapan yang dilakukan.

(61)

46

tuntutan-tuntutan yang diberikan dan pada akhirnya perasaan tersebut bisa menjadi sebuah beban yang dapat mempengaruhi penampilan dari seorang atlet.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kecemasan bertanding atlet, seperti ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan cedera fisik, ketakutan akan penilaian sosial, kurangnya persiapan yang dilakukian, dan pikiran negatif selama pertandingan.

Berdasarkan paparan diatas kecemasan bertanding merupakan kondisi emosi negatif yang meningkat pada saat pertandingan sejalan dengan bagaimana seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan. Selama pertandingan berlangsung kecemasan seorang atlet dapat meningkat yang disebabkan karena atlet tersebut memikirkan secara berlebih akibat-akibat yang akan terjadi pada dirinya jika mengalami suatu kegagalan. Seorang atlet yang mengalami kecemasan bertanding di-pengaruhi beberapa faktor antara lain ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan cedera fisik, ketakutan akan penilaian sosial, kurangnya persiapan yang dilakukian, dan pikiran negatif selama pertandingan.

(62)

47

dengan kecemasan bertanding yang memperoleh hasil (r) sebesar 0,551 dengan (p) taraf signifikan 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecemasan bertandingnya dan juga sebaliknya.

Penelitian lain mengenai kecemasan juga pernah dilakukan oleh Rizki Mahakharisma (2014) dengan judul “Tingkat Kecemasan Dan Stress

Atlet Bulutangkis Menjelang Kompetisi POMNAS XIII Tahun 2013 Di Daerah Istimewa Yogyakata”. Hasilnya menunjukan tingkat kecemasan atlet tergolong dalam kategori tinggi, dimana sebanyak 70% atelt putra dan 54,28% atlet putri mengalami kecemasan menjelang pertandingan.

C. Kerangka Fikir

Ketika sedang mengamati penampilan atlet dengan lebih seksama dapat dilihat bahwa penampilan atlet dapat dipengaruhi oleh dua faktor diantaranya faktor fisik dan faktor psikologis. Terkadang faktor psikologis masih sangat kurang di perhatikan oleh pelatih maupun pengurus organisasi cabang olahraga, pada kenyataannya faktor psikologis seringkali memegang peranan penting terhadap penampilan seorang atlet. Faktor psikologis dapat menjadi pengarah atau penggerak atlet untuk menampilan sebuah penampilan yang optimal dalam penelitian ini difokuskan pada atlet softball UKM Universitas Negeri Yogyakarta.

Menurut Scheider, Bugental, & Pierson (Aji Utama, 2015: 26)

peak performance adalah kondisi sempurna saat pikiran dan otot bergerak

(63)

48

kemampuan ajaib seorang atlet yang dikeluarkan melalui keterampilan atletik, kekuatan fisik, keterampilan gerak, kekuatan mental atau aktivitas lainnya. Dalam hal ini menurut Garfield dan Bennet (Satiadarma, 2000: 165) ada delapan karakteristik seorang atlet dikatakan mengalami peak

performance yaitu: mental rileks, fisik rileks, optimistis, terpusat pada

kekinian, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali, dan terseludang (terlindungi dari gangguan).

Menurut Harsuki (dalam penelitian Aji Utama, 2015: 6) salah satu faktor yang menyebabkan peak performance adalah faktor yang berhubungan dengan atlet yaitu kecemasan bertanding. Kecemasan merupakan salah satu faktor psikologis yang menganggu penampilan dan sering dihadapi seorang atlet ketika bertanding. Satiadarma (2000: 172) menjelaskan jika pikiran seorang atlet dikuasasi oleh pikiran-pikiran yang mengganggu seperti khawatir dan cemas berlebih, maka atlet tersebut akan terganggu konsentrasinya dan selanjutnya peak performance dari atlet tersebut sulit diperlihatkan.

(64)

49

bahwa kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau dalam pertandingan dengan baik.

Dijelaskan juga oleh Gunarsa (2008: 65) bahwa pengaruh ke-cemasan terhadap atlet ada dua yaitu pengaruh pada kondisi kefaalan seperti: denyut jantung meningkat, telapak tangan berkeringat, otot-otot menjadi kaku, dan lain-lain. Serta pengaruh pada aspek psikis seperti: atlet menjadi gelisah, konsentrasi terhambat, emosi labil, ragu-ragu, dan lain-lain. Jika kedua pengaruh tersebut terjadi pada seorang atlet maka bukan tidak mungkin akan mempengaruhi penampilan atlet tersebut.

Husdarta (2010: 69) menjelaskan hal senada bahwa, keadaan emosi yang tidak terkontrol (kecemasan) dapat menganggu keseimbangan psiko-fisiologis atlet (seperti gemetar, lemas, keluar keringat dingin, kejang otot, dan lain-lain) dan membuyarkan konsentrasi, sehingga akan berimbas pada penampilan atlet itu sendiri.

Berhubungan dengan kemungkinan adanya pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance, dapat diasumsikan bahwa apabila kecemasan bertanding atlet tinggi maka peak performance dari atlet akan menurun dan sebaliknya jika kecemasan bertanding atlet rendah maka

peak performance atlet akan tinggi.

D. Paradigma

(65)

50

kecemasan bertanding terhadap variabel terikat yaitu peak performance

(penampilan puncak).

Pengaruh tersebut dapat digambarkan dengan paradigma sebagai berikut :

H

Gambar 1. Paradigma Penelitan

Keterangan :

X : Adalah variabel bebas yaitu kecemasan bertanding Y : Adalah variabel terikat peak performance (penampilan

puncak)

H : Adalah hipotesis

:Adalah garis penghubung

Hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat sebab akibat. Variabel X dapat mempengaruhi variabel Y. Pada penelitian ini, diduga variabel kecemasan bertanding mempengaruhi peak performance

(penampilan puncak).

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara

(66)

51

kecemasan bertanding terhadap peak performance atlet softball

(67)

52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasi sebab-akibat. Menurut Sugiyono (2007: 8) pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data menggunakan statistik dengan tujuan unutk menguji hipotesis yang telah di tetapkan. Penelitian kuantitatif ini secara spesifik akan meneliti pengaruh, maka penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Sugiyono (2007: 153) mengatakan analisis regresi merupakan analisis yang digunakan untuk memprediksi bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikkan atau diturunkan nilainya (dimanipulasi).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010: 173) menyatakan populasi penelitian adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Sedangkan sampel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010: 174) adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan sampel penelitian dengan teknik purposive sampling. Jumlah atlet di UKM

softball Universitas Negeri Yogyakarta sebanyak 45 atlet yang terdiri dari

(68)

53

betanding dan sisanya merupakan anggota baru yang belum merasakan bertanding.

Berikut subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian

No Angkatan Jumlah Atlet

1 2011 3 Atlet

2 2012 4 Atlet

3 2013 7 Atlet

4 2014 7 Atlet

5 2015 11 Atlet

Jumlah 34 Atlet

C. Tempat dan Waktu Peneliian

Penelitian ini dilakukan di Unit Kegiatan Mahasiswa Softball

Universitas Negeri Yogyakarta yang beralamat di Jalan Colombo No. 1 Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Variabel Penelitian

(69)

54

atau apa yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari dan disimpulkan.

Sugiyono (2012: 61) menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lainya maka macam-macam variabel dalam penelitian dibedakan menjadi 5 variabel yaitu variabel independen, variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening, dan variabel kontrol. Sugiyono (2012: 65) juga menjelaskan dalam penentuan kedudukan variabel tersebut dalam penelitian harus dilihat dari konteksnya dengan dilandasi konsep teoritis yang mendasari maupun hasil yang dari pengamatan data empiris di tempat penelitian, tetapi karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti sering hanya memfokuskan pada beberapa variabel penelitian saja, yaitu pada variabel independen atau variabel bebas (X) dan variabel dependen atau variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu kecemasan bertanding merupakan variabel bebas (X) dan peak performance variabel terikat (Y) dan mahasiswa sebagai variabel kontrol.

E.Definisi Operasional

1. Peak Performance

Penampilan puncak (peak performance) adalah suatu kondisi optimal, ajaib dan sempurna ketika seorang atlet softball dapat menggunakan potensi mental dan fisik secara bersama ketika bertanding.

(70)

55

rileks, optimis, terpusat, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali dan terseludang (terlindungi dari gangguan).

2. Kecemasan Bertanding

Kecemasan bertanding adalah kondisi emosi negatif seorang atlet yang ditandai dengan munculnya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan sistem kebutuhan selama bertanding seperti buang air kecil dan buang air besar. Kecemasan bertanding memiliki 10 aspek diantaranya: gelisah, sulit tidur, ketegangan pada otot-otot tubuh, terjadinya perubahan pada raut wajah, denyut jantung yang meningkat, berkeringat secara berlebih, reaksi tubuh yang berlebihan, gangguan pada konsentrasi, pikiran negatif terhadap diri sendiri, kontrol emosi yang buruk.

F.Metode Pengumpulan Data

Juliansyah (2011: 38) mengatakan metode pengumpulan data adalah cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Umumnya cara mengumpulkan data dapat menggunakan teknik wawancara, angket, pengamatan, studi dokumentasi,

dan focus group discussion.

(71)

56

Skala dalam penelitian ini adalah skala kecemasan bertanding dan skala

peak performance.

G.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2012: 148) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Sementara itu menurut Suharsimi Arikunto (2010: 203) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai kedua skala yang akan digunakan tersebut:

1. Skala Peak Performance

Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur

peak performance adalah angket dengan menggunakan skala 4 pilihan

jawaban yang disusun berdasarkan teori karakteristik peak performance

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitan
Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian
Tabel 2. Kisi – Kisi Skala Peak Performance
Tabel 4. Kisi-kisi Skala Peak Performance setelah Uji Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh terapi musik terhadap tingkat kecemasan sebelum bertanding pada atlet futsal

Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin pada dasarnya adalah anggota kelompok yang dengan kekuatannya mampu mempengaruhi orang lain untuk secara

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pertolongan pertama pada kecelakaan adalah suatu bentuk pertolongan sementara terhadap korban yang dilakukan

Adapun yang menjadi tujuan utama dilakukannya diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi pendapat umum yang kemudian akan mendukung suatu kebijakan politik luar

PENGARUH PEMBERIAN TAYANGAN VIDEO MOTIVASI TERHADAP MOTIVASI BERTANDING PADA ATLET UNIT KEGIATAN MAHASISWA SOFTBALL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Unipersitas Pendidikan

tiga seri marka (base) pelari hingga menyentuh marka akhir yaitu home plate. Ada tiga tipe permainan dalam permaian softball yaitu 1) fast pitch softball dimana dalam

Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah: (a)

penjelasan diatas sesuai dengan pendapat Harefa & Ezer 2010 yang menyatakan bahwa aktivitas usaha berupa praktik merupakan faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha, selanjutnya