• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein Dan Zat Gizi Mikro (Besi, Vitamin A, Seng) Antara Anak SD Stunting Dan Non Stunting Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein Dan Zat Gizi Mikro (Besi, Vitamin A, Seng) Antara Anak SD Stunting Dan Non Stunting Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI

MIKRO (BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD

STUNTING

DAN

NON STUNTING

DI KECAMATAN KARTASURA

KABUPATEN SUKOHARJO

Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Ijazah S1 Gizi

Disusun Oleh :

IRMA AYUMI CAHYA

J 310 100 017

PROGRAM STUDI S1 GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Judul Penelitian : Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein dan Zat Gizi Mikro (Besi, Vitamin A, Seng) antara Anak SD Stunting dan Non Stunting di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo

Nama Mahasiswa : Irma Ayumi Cahya

Nomor Induk Mahasiswa : J 310 010 017

Telah disetujui untuk dipublikasikan oleh Program Studi Gizi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Surakarta, Juli 2014

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Muwakidah, SKM., M. Kes) (Elida Soviana, M. Gizi)

NIK. 865 NIK. -

Mengetahui,

Ketua Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

(Setyaningrum Rahmawaty, A., M.Kes., Ph.D)

(3)

1

PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO

(BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD STUNTING DAN NON STUNTING DI KECAMATAN KARTASURA

KABUPATEN SUKOHARJO

Irma Ayumi Cahya

Program S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Cluster of children in the age of elementary school is between 6-12

years old which have slow on growth. Among the nutrient intake that affects child

growth are energi sources, protein, Fe, vit A and Zn. If these are not sufficiently

acquired, children will grow stunting.

This research is on purpose to figure out the difference in level of energi intake, protein, and micronutrient (Fe, vit A, Zn) between stunting and

non-stunting of elementary school students in region of Kartasura, Sukoharjo.

The type of this research is observational in nature, consist of 32

stunting elementary school students and 32 non-stunting elementary school

students in sub-district of Kartasura, Sukoharjo. The measurement of children’s

nutrition status and 24 hours 3 days recall interview is non consecutive. Data

analysis of energi intake, protein, Fe, vitamin A, and Zn, is using hypothesis

statistic examination with Independent Sample T Test.

The result of this study shows that the deficit of energi intake, protein, Fe, vitamin A, and Zn, of stunting elementary school students are 41%, 44%,

66%, 34%, 47%, and non-stunting elementary school students are 3%, 6%, 28%,

22%, 9%, in region of Kartasura, Sukoharjo. There are varieties on the level of

energi intake, protein intake, Fe intake, vitamin A intake and Zn intake of stunting

and non-stunting children in in region of Kartasura, Sukoharjo p value <0,005.

There are differences in level of energi intake, protein, and micronutrient

(Fe, vit A, Zn) between stunting and non-stunting of elementary school students

in region of Kartasura, Sukoharjo

(4)

2

PENDAHULUAN

Anak usia sekolah dasar

adalah anak yang berusia 6-12

tahun. Selama usia sekolah,

pertumbuhan tetap terjadi namun

tidak secepat pertumbuhan yang

terjadi sebelumnya yaitu pada masa

bayi atau pada masa remaja

nantinya (Sulistyoningsih, 2011).

Pertumbuhan anak pendek

(stunting) tinggi dapat dipengaruhi

oleh banyak faktor, salah satunya

kurangnya asupan zat gizi. Kejadian

stunting pada anak usia sekolah

dasar merupakan manifestasi dari

stunting pada waktu balita, karena

tidak ada perbaikan tumbuh kejar

(catch up growth) asupan zat gizi

makro dan mikro yang tidak sesuai

kebutuhan dalam jangka lama,

disertai penyakit infeksi (Ramli

dalam Rahmawati dan Wirawanni,

2012).

Pertumbuhan anak usia

sekolah dasar membutuhkan asupan

energi, zat gizi makro dan zat gizi

mikro. Menurut Sjostrom et al

(2012), menjelaskan bahwa terdapat

hubungan antara asupan energi dan

zat gizi makro terhadap

pertumbuhan bayi di Swedia. Bayi

premature di Swedia yang mendapat

asupan energi rendah mengalami

gagal pertumbuhan, sehingga

asupan energi dan zat gizi makro

pada bayi dioptimalkan untuk

mencegah kegagalan pertumbuhan

di masa anak.

Besi mempunyai peran

penting di dalam tubuh yaitu sebagai

alat angkut oksigen dari paru-paru

ke jaringan tubuh, sebagai alat

angkut elektron di dalam sel dan

sebagai bagian terpadu berbagai

reaksi enzim di dalam jaringan tubuh

(Almatsier, 2009). Penelitian

Rahfiludin (2002), menjelaskan

bahwa pemberian suplementasi Fe

30mg dan Vitamin C 20mg pada

anak prasekolah di Indonesia,

menunjukkan adanya peningkatan

z-score dari indikator TB/U pada kurun

waktu dua bulan.

Berdasarkan penelitian Hadi

et al (2000), menjelaskan

suplementasi vitamin A akan

membantu meningkatkan tinggi

badan 0,10cm setiap 4 bulan pada

anak usia <24 bulan dan

penambahan tinggi badan 0,22cm tiap 4 bulan pada anak usia ≥24 bulan.

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Stewart et al (2009),

menjelaskan bahwa suplementasi

asam folat, Fe dan Zn pada ibu

(5)

3

Body Massa Indeks (BMI) anak atau

keadaan stunting pada anak.

Status gizi anak sekolah

dasar dapat diketahui dengan

menggunakan parameter

antropo-metri dengan indeks pengukuran

berat badan menurut umur (BB/U),

berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB) dan tinggi badan menurut

umur (TB/U). Menurut Kemenkes

(2010), bahwa indeks pengukuran

TB/U dapat dikategorikan sebagai

berikut: sangat pendek (z-score

<-3SD), pendek (z-score -3SD s/d

< -2SD), normal (z-score -2SD s/d 2

SD) dan tinggi (z-score >2SD).

Keadaan stunting merupakan

gangguan pertumbuhan linier yang

disebabkan karena malnutrisi kronis.

Keadaan stunting dapat diketahui

dengan melihat TB/U yang

dihubungkan dengan umur dan jenis

kelamin yang telah ditetapkan oleh

World Health Organization (WHO).

Kejadian stunting di

Indonesia masih menjadi perhatian,

prevalensi stunting pada anak usia

6-12 tahun sebesar 35,6%. Hasil

penelitian di provinsi Jawa Tengah,

status gizi pada anak umur 6-12

tahun (usia sekolah) mempunyai

prevalensi stunting sebesar 34,1%

yang terdiri dari anak sangat pendek

sebesar 14,9 % dan anak pendek

19,2% (Riskesdas, 2010). Data hasil

survey di enam Sekolah Dasar

wilayah Sukoharjo yang terdiri dari

413 anak terdapat 17,43% anak

yang memiliki status gizi stunting

dan 82,57% anak dengan status gizi

normal.

Berdasarkan latar belakang

tersebut maka peneliti akan

melakukan penelitian tentang

perbedaan tingkat asupan energi,

protein dan zat gizi mikro (Fe,

vitamin A, Zn) antara anak SD

stunting dan non stunting di

Kecamatan Kartasura, Kabupaten

Sukoharjo.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan

jenis penelitian observasional

dengan melakukan pendekatan

Cross Sectional. Lokasi penelitian ini

dilaksanakan di Kecamatan

Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

Waktu penelitian ini akan dilakukan

secara bertahap, yaitu mulai bulan

Mei 2013 sampai dengan Februari

2014.

Sampel merupakan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Sampel penelitian

ini sebanyak 64 sampel yang terdiri

dari 32 anak SD stunting dan 32

(6)

4

merupakan kriteria sampel dalam

penelitian ini:

a. Kriteria Inklusi

1) Siswa kelas III, IV dan V di

SD N kecamatan Kartasura

2) Siswa yang dapat diukur

tinggi badannya

menggu-nakan microtoice (tidak cacat

pada kaki)

3) Siswa yang bersedia menjadi

responden

4) Kriteria inklusi untuk

kelompok stunting adalah

yang pendek (TB/U <-2 SD

standar dari Kemenkes RI,

2010).

5) Kriteria inklusi untuk

kelompok non stunting adalah normal (TB/U ≥ -2 SD standar dari Kemenkes RI,

2010).

b. Kriteria Eksklusi

1) Siswa yang sakit pada saat

pengembilan data

2) Siswa yang pindah sekolah

3) Siswa yang tidak

mempunyai data tanggal

lahir.

Sampel dihitung dengan

menggunakan rumus Sastroasmoro

(1995), dengan proporsi anak

stunting sebesar 17,43%

(berdasarkan hasil pengukuran anak

SD di Kartasura kabupaten

Sukoharjo bulan Mei sampai Juni

2013). Perhitungan besar sampel

tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :

n : Jumlah sampel

p1 : Proporsi pada kelompok stunting (studi pendahuluan menurut Riskesdas 2010 adalah 0,34)

p2 : Proporsi pada kelompok stunting (studi pendahuluan yang dilakukan peneliti adalah 0,17)

d : Derajat ketepatan (0,21) α :Tingkat kemaknaan (95% = 1,96)

Data primer dari penelitian ini

meliputi : data identitas responden,

tinggi badan, dan data asupan

makan anak berupa tingkat

konsumsi energi, protein, Fe, vitamin

A dan Zn. Data sekunder dari

penelitian ini meliputi : gambaran

umum SD di Kartasura kabupaten

Sukoharjo, identitas orang tua

subyek penelitian, identitas subyek

penelitian Microtoice digunakan

untuk mengukur tinggi badan anak

dengan ketelitian 0,1 cm.

Wawancara tingkat asupan energi,

protein, Fe, Vitamin A dan Zn

dengan form recall 24 jam selama 3

(7)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Distribusi Tingkat Asupan Energi

Berdasarkan Gambar 1 di

atas dapat disimpulkan bahwa

tingkat asupan energi defisit pada

anak SD stunting lebih besar

daripada anak SD non stunting.

Tingkat asupan energi defisit pada

anak SD stunting adalah sebesar

40,6% dan untuk anak SD non

stunting adalah sebesar 3,1% (tidak

terdapat yang mengalami asupan

energi defisit).

2. Distribusi Tingkat Asupan Protein

Hal ini dapat terjadi karena

asupan energi melalui makanan

masih kurang dibandingkan

dengan energi yang dikeluarkan.

Ketidakseimbangan masukan

energi dengan kebutuhan yang

berlangsung dalam jangka lama

akan menimbulkan masalah

kesehatan anak terutama

pertumbuhan (Departemen Gizi

dan Kesehatan Masyarakat,

2013).

Gambar 2. Distribusi Asupan Protein antara Anak SD Stunting dan Non Stunting defisit kurang ringan normal lebih

stunting 40,6 6,3 25 25 3,1

Gambar 1. Distribusi Asupan Energi antara Anak SD Stunting dan Non Stunting

(8)

6

Berdasarkan Gambar 2 dapat

disimpulkan bahwa tingkat asupan

protein defisit pada anak SD stunting

lebih besar daripada asupan anak

SD non stunting. Asupan protein

defisit pada anak defisit pada anak

SD non stunting sebesar 6,3%.

Menurut Barasi (2007), asupan

protein anak yan

3. Distribusi Tingkat Asupan Fe

Berdasarkan Gambar 3 dapat

disimpulkan bahwa tingkat asupan

Fe defisit pada anak SD stunting

lebih besar daripada anak SD yang

non stunting. Asupan Fe anak SD

yang asupan proteinnya kurang

mempunyai resiko 3,46 kali akan

menjadi anak stunting dibandingkan

anak yang asupan proteinnya cukup.

Hal ini terjadi karena tidak adanya

kandungan Fe pada makanan yang

diasupan anak. defisiensi Fe

masih kurang akan menjadikan anak

mengalami gangguan pertumbuhan

yaitu anak akan tumbuh stunting,

kehilangan masa otot, luka yang

sukar sembuh dan meningkatkan

resiko penyakit infeksi. Penelitian

Hidayati et al (2010), menyebutkan

bahwa anak balita stunting adalah

sebesar 65,6% dan anak SD non

stunting sebesar 28,1%.

merupakan defisiensi gizi yang

banyak terjadi pada anak, baik di

negara maju dan berkembang.

Defisiensi Fe terjadi dalam tiga

tahap diantaranya terjadi bila

simpanan Fe berkurang, terlihat

karena habisnya simpanan Fe dan

terjadi anemia gizi besi. Menurut

Nasution (2004), menjelaskan

bahwa keseimbangan Fe ditentukan

oleh simpanan Fe di dalam tubuh,

absorbsi Fe dan Fe yang hilang. defisit kurang ringan normal lebih

STUNTING 65,6 9,4 9,4 15,6 0

(9)

7

4. Distribusi Tingkat Asupan

Vitamin A

Berdasarkan Gambar 4 dapat

disimpulkan bahwa tingkat asupan

vitamin A defisit pada anak SD

stunting lebih besar daripada anak

SD non stunting. Tingkat asupan

vitamin A anak SD stunting sebesar

34,4% dan untuk anak SD non

stunting adalah sebesar 21,9%.

5. Distribusi Tingkat Asupan Zn

Berdasarkan Gambar 5 dapat

disimpulkan bahwa tingkat asupan

Zn defisit anak SD stunting lebih

Almatsier (2009) menjelas-

kan bahwa defisiensi vitamin A

primer terjadi akibat kurang asupan

atau defisiensi sekunder karena

adanya gangguan penyerapan dan

penggunaan di dalam tubuh,

kebutuhan yang meningkat ataupun

karena adanya gangguan pada

konversi karoten menjadi vitamin A.

stunting. Sumber Zn yang paling

besar daripada anak SD non

stunting. Tingkat Asupan Zn defisit

pada anak SD stunting sebesar defisit kurang ringan normal lebih

STUNTING 34,4 12,5 28,1 15,6 9,4

defisit kurang ringan normal lebih

STUNTING 46,9 21,9 3,1 28,1 0

Gambar 5. Distribusi Asupan Zn antara Anak SD Stunting dan Non Stunting

(10)

8

46,9% sedangkan pada anak SD

non stunting sebesar 9,4%. Hal ini

berkaitan dengan kurangnya

frekuesi asupan makanan yang

mengandung Zn pada anak non

stunting. Sumber Zn yang paling

baik berasal dari sumber protein

hewani seperti daging, hati, kerang

dan telur. Bahan sumber protein

Berdasarkan Tabel 1 hasil

uji statistik menggunakan uji

Independent Sample T Test,

didapatkan dengan nilai p sebesar

0.000 yang berarti ada perbedaan

tingkat asupan energi antara anak

SD stunting dan non stunting di

wilayah Kecamatan Kartasura.

Menurut Departemen Gizi

dan Kesehatan Masyarakat (2013),

bahwa ketidakseimbangan masukan

energi dengan kebutuhan yang

berlangsung dalam jangka lama

akan menimbulkan masalah

kesehatan anak terutama

pertumbuhan anak. Data hasil

nabati juga terdapat kandungan Zn,

seperti serealia tumbuk dan kacang-

kacangan namun dalam hal ini

memiliki ketersediaan biologik

rendah. Defisiensi Zn pada anak

akan mempengaruhi tubuh pendek

dan mengganggu metabolisme

vitamin A (Almatsier, 2009).

penelitian ini sumber energi yang

dikonsumsi oleh kedua sampel

tidaklah jauh berbeda. Keduanya

sama-sama mengkonsumsi sumber

energi dari karbohidrat, protein dan

lemak seperti nasi, telur, daging

ayam, tempe, tahu dan sayuran,

yang membedakannya adalah

jumlah bahan makanan yang

diasupan anak. Rata-rata jumlah

bahan makanan yang diasupan oleh

anak SD non stunting (1921,29

kkal/hari) lebih banyak daripada

anak SD stunting (1540,49

kkal/hari).

6. Perbedaan Tingkat Asupan Energi antara Anak SD Stunting dan

Non Stunting

(11)

9

Berdasarkan Tabel 2 hasil

uji statistik dengan menggunakan uji

Independent Sample T Test,

didapatkan dengan nilai p sebesar

0.000 yang berarti ada perbedaan

tingkat asupan protein antara anak

SD stunting dan non stunting di

wilayah Kecamatan Kartasura.

Terdapatnya perbedaan asupan

protein antara anak SD stunting dan

non stunting dalam penelitian

diketahui dari jumlah dan sumber

protein yang dikonsumsi. Anak

stunting memmpunyai rata-rata

asupan protein lebih rendah

dibanding anak non stunting yaitu

masing-masing 44.89 gr/hari dan

57.09 gr/hari. Data hasil penelitian

bahan makanan sumber protein

yang dikonsumsi oleh kedua sampel

tidaklah jauh berbeda. Keduanya

sama-sama mengasupan sumber

protein hewani dan nabati, namun

ada perbedaan selai pada jumlah

yaitu jenis bahan sumber protein

hewani yang diasupan anak non

stunting lebih sering daripada anak

stunting, sumber protein hewani

diantaranya susu, daging, sosis,

ayam, telur dibandingkan anak

stunting lebih sering mengasupan

tahu dan tempe untuk makanan

sehari-hari.

7. Perbedaan Tingkat Asupan Protein antara Anak SD Stunting dan

Non Stunting

Tabel 2. Perbedaan Tingkat Asupan Protein antara Anak SD Stunting dan Non Stunting

8. Perbedaan Tingkat Asupan Fe antara Anak SD Stunting dan

Non Stunting

(12)

10

Berdasarkan Tabel 3 hasil uji

statistik dengan menggunakan uji

Independent Sample T Test,

disebabkan karena rendahnya Fe

yang terdapat di dalam makanan,

sehingga penye-rapan Fe akan

berkurang (Linder, 2010).

Berdasarkan Tabel 4 hasil uji

statistik dengan menggunakan uji

Independent Sample T Test,

didapatkan dengan nilai p sebesar

0.007 yang berarti ada perbedaan

tingkat asupan vitamin A antara

anak SD stunting dan non stunting di

wilayah Kecamatan Kartasura.

Vitamin A mempunyai pengaruh

terhadap sintesis protein, sehingga

juga berpengaruh terhadap

pertumbuhan sel. Vitamin A

dibutuhkan untuk pertumbuhan

tulang dan sel epitel yang

Terdapatnya perbedaan

asupan Fe antara anak SD stunting

dan non stunting dapat dilihat dari

hasil recall 24 jam dimana anak non

stunting sering mengkonsumsi

makanan sumber Fe dari sumber

protein hewani sedangkan untuk

anak stunting jarang mengkonsumsi

telur, sayuran hijau dan buah.

membentuk email dalam

pertumbuhan gigi. Akibat dari

defisiensi vitamin A dapat

menyebabkan pertumbuhan tulang

terhambat dan bentuk tulang tidak

normal (Almatsier, 2009).

Hasil penelitian ini anak

stunting lebih sedikit jumlah asupan

vitamin A dibanding anak non

penelitian diketahui dari sumber

makanan yang dikonsumi. Anak

stunting yaitu masing-masing 397,25

µg/hari dan 571,13 µg/hari. Sumber

vitamin A terdapat pada hati ayam, 9. Perbedaan Tingkat Asupan Vitamin A antara Anak SD Stunting dan

Non Stunting

(13)

11

kuning telur, susu dan mentega,

sedangkan sumber karoten terdapat

pada sayuran berwarna hijau tua

dan buah-buahan berwarna

kuning-jingga seperti daunsingkong, kacang

panjang, kangkung, bayam, buncis,

wortel, tomat, papaya dan jeruk.

Berdasarkan table 5 hasil uji

statistik dengan menggunakan uji

Independent Sample T Test,

diperoleh nilai p sebesar 0.000 yang

berarti ada perbedaan tingkat

asupan Zn antara anak SD stunting

dan non stunting di wilayah

Kecamatan Kartasura. Seng

merupakan zat gizi mikro yang

mempunyai peran esensial di dalam

fungsi tubuh. Seng mempunyai

peran sebagai sintesis DNA dan

RNA.

Defesiensi Zn dapat

mengganggu metabolisme vitamin A

(Almatsier, 2009). Sumber Zn

terdapat pada bahan makanan

sumber protein hewani seperti

daging, hati, kerang dan telur.

Perbedaan tingkat asupan Zn dilihat

dari jumlah Zn yang diasupan oleh

anak yaitu anak SD stunting

sebanyak 4,18 g/hari sedangkan

anak SD non stunting sebanyak 6,18

g/hari.

Anak stunting jarang

mengasupan makanan sumber

protein hewani, sedangkan anak non

stunting lebih sering hal ini juga

dipengaruhi oleh keadaan ekonomi

keluarga. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian dari beberapa ahli

di Indonesia pada tahun 2005 di

Kedungjati-grobogan pada anak SD,

ditemukan anak yang mengalami

defesiensi Zn sebesar 33,3%.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat asupan energi,

protein, Fe, Vitamin A, Zn yang

defisit anak SD stunting adalah 41%,

44%, 66%, 34%, 47% dan anak SD

non stunting adalah sebesar 3%, 10. Perbedaan Tingkat Asupan Zn antara Anak SD Stunting dan

Non Stunting

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Asupan Zn antara Anak SD Stunting dan Non Stunting

(14)

12

6%, 28%, 22%, 9% di wilayah

Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

Ada perbedaan asupan

energi, protein dan zat gizi mikro

(Fe, vitamin A dan Zn) antara anak

SD stunting dan non stunting di

wilayah kecamatan Kartasura

kabupaten Sukoharjo.

SARAN

Puskesmas diharapkan

melakukan program kerja

pengukuran status gizi (TB/U, BB/U,

BB/TB) secara berkala pada

sekolah-sekolah khususnya tingkat

sekolah dasar untuk mendeteksi dini

status gizi anak sekolah dasar

sehingga masalah gizi dapat

ditanggulangi dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar

Ilmu Gizi.Gramedia Pustaka

Utama.Jakarta.

Barasi, M E. 2007. At a Glance Ilmu

Gizi.Erlangga.Jakarta.

Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. 2013. Gizi Dan

Kesehatan Masyarakat.

Rajawali Pers.Jakarta.

Depkes. 2010. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar

(RISKESDAS). Badan

Penelitian dan

Pengembangan

Supplementation Selectively

Improves the Linear Growth

of Indonesian Preschool

Children: Result from a

Randomized Controlled Tial.

Am J ClinNutr

2000;71:507-13. Diakses 1 Maret 202000;71:507-13.

Hidayati, L., Hadi, H., dan Kumara,

A. 2010. Kekurangan Energi

dan Zat Gizi merupakan

Faktor Resiko Kejadian

Stunted pada Anak Usia 1-3

Tahun yang Tinggal di

Wilayah Kumuh Perkotaan

Surakarta. Jurnal Kesehatan,

ISSN 1979-7621. Vol. 3 No.

1Juni 2010; 89-104. Diakses

10 September 2013.

Kementerian Kesehatan RI. 2010.

Keputusan Menteri

Kesehatan Republik

Indonesia Nomor:

1995/Menkes/SK/XII/2010.

Jakarta : Direktorat Jenderal

Bina Gizi dan Kesehatan Ibu

dan Anak.

Nasution, E. 2004. Efek

(15)

13

pada Pertumbuhan Anak.

Digitized by USU digital

library.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Rineka

Cipta.Jakarta.

Rafiludin, MZ. 2002. Pengaruh

Suplementasi Besi dan Seng

melalui Makanan Jajanan

terhadap Perubahan Status

Tembaga pada Anak Sekolah

Dasar yang Pendek. UNDIP.

Semarang.

Sastroasmoro, S dan Ismael,

S.1995. Dasar-Dasar

Metodologi Penelitian Klinis.

Jakarta : Binarupa Aksara.

Sjostrom, ES., Ohlund, I., Ahlsson,

F., Norman, M., Engstrom,

E., Hellstrom, A., Fellman, V.,

Ollager, E dan Domellof, M.

2012. Effects of Postnatal

Energi and Macronutrient

Intakes on Growth in

Extremely Preterm Infants: a

Popoulation-Based Study.

Adc Dis Child 2012;97(Suppl

2):A1-A539.bmj.com diakses

1 Januari 2014.

Stewart, CP., Christian, P., Leclerq,

SC., West, KP.,Khatry, SK.

2009. Antenatal

Suplementation With Folic

Acid +Iron+Zinc Improves

Linear Growth and Reducen

Peripheal Adiposity in

School-age Children in Rural

Nepal. American Society for

Nutrition,90:132-40.Diakses 5

Mei 2013.

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk

Kesehatan Ibu dan Anak.

Gambar

Gambar 1. Distribusi Asupan Energi antara Anak SD  Stunting dan Non Stunting
Gambar 3. Distribusi Asupan Fe antara Anak SD    Stunting dan Non
Gambar 4. Distribusi Asupan Vitamin A antara Anak SD  Stunting dan Non Stunting
Tabel 1. Perbedaan Tingkat Asupan Energi antara Anak SD  Stunting dan Non Stunting
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran sejarah lokal tentunya memerlukan kekreatifan. Pembelajaran ini tidak seperti pengajaran konvensional dengan porsi verbalisme yang banyak. Namun, guru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 11 bulan penelitian didapatkan sampel ikan gabus sebanyak 2.303 ekor dengan kisaran nilai tengah panjang antara 20 - 500 mm, Ikan gabus

konsep surat izin penelitian 1 hari surat izin penelitian Jika pejabat tidak berada di tempat. Menulis dalam buku register dan

(1) Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi pada program sarjana, program Pascasarjana, dan program diploma berpedoman pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

tersebut, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pembahasan Sumber Daya Alam. Dari beberapa solusi yang ada untuk pemecahan masalah

memahami suatu aturan permainan bagi anak usia dini melalui bermain. peran mikro

Dengan menggunakan 4 jenis pendekatan yaitu yaitu perundang-undangan ( statute approach ), konsep (Conceptual approach) , perbandingan (comparative approachd) dan kasus

Hal ini dibuktikan dengan hasil rerata ( Mean ) skor variabel penerimaan ( acceptance ) mahasiswa asing darmasiswa terhadap makanan lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta