• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of TRANSFORMASI PERMUKIMAN SUKU DAYAK KENYAH DESA BUDAYA PAMPANG KOTA SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of TRANSFORMASI PERMUKIMAN SUKU DAYAK KENYAH DESA BUDAYA PAMPANG KOTA SAMARINDA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI PERMUKIMAN SUKU DAYAK KENYAH DESA BUDAYA PAMPANG KOTA SAMARINDA

Oleh:

Siela Mara Nabela 1) Ema Yunita Titisari 2)

Sri Utami 3)

Universitas Brawijaya, Malang 1,2,3) E-mail :

sielamaran@student.ub.ac.id 1) ema.yunita@gmail.com 2) sriutami@mail.unnes.ac.id 3)

ABSTRACT

Pampang Cultural Village is a Kenyah Dayak Tribe. This village has been designated as a

“Cultural Village” since 1991 by the Government of East Kalimantan. Changes to elements are unavoidable. The purpose of this study is to determine whether the changes that occur still maintain the locality aspect. This study focuses on the effect of changes in physical aspects on the morphology used by the Dayak Kenyah tribe in Pampang Cultural Village.

This study uses a diachronic reading analysis technique to read element changes and recall the results of data collection such as physical evidence, interviews, questionnaires, related literature. The results of this study found changes in macro, such as the order of the sacred hierarchy and the meaning of orientation; and on a micro basis, such as the shifting of house materials and the increasing number of landed houses.

Keywords: Pampang culture, Dayak Kenyah, morphology, counting

ABSTRAK

Desa Budaya Pampang merupakan permukiman Suku Dayak Kenyah. Desa ini telah ditetapkan menjadi “Desa Budaya” sejak tahun 1991 oleh Pemerintah Kalimantan Timur.

Perubahan pada elemen permukiman tidak dapat terhindarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perubahan yang terjadi tetap mempertahankan aspek lokalitasnya. Penelitian ini berfokus pada pengaruh perubahan aspek fisik terhadap morfologi permukiman suku Dayak Kenyah Desa Budaya Pampang. Penelitian ini menggunakan teknik analisa diachronic reading untuk membaca perubahan elemen dan morfologi permukiman melalui hasil pengumpulan data seperti, bukti fisik, wawancara, kuisioner, literatur terkait. Hasil penelitian ini menemukan terjadinya perubahan secara makro, seperti hilangnya hirarki kesakralan dan hilangnya makna orientasi; dan secara mikro, seperti tergesernya material rumahnya dan semakin banyak rumah bertapak.

Kata kunci: Budaya Pampang, Dayak Kenyah, morfologi, permukiman

1. PENDAHULUAN

Suku Dayak Kenyah merupakan suku yang tinggal di Desa Budaya Pampang, Samarinda Utara. Suku Dayak Kenyah Desa Budaya Pampang ini memiliki asal

usul dari hasil perpindahan suku Dayak Kenyah dari Apokayan, Kalimantan Utara [1]–[3]. Desa ini telah ditetapkan menjadi

“Desa Budaya” sejak tahun 1991 oleh Pemerintah Kalimantan Timur, yang

(2)

artinya akan dilakukan pembangunan daerah melalui sektor pariwisata [4].

Potensi wisata budaya Dayak Kenyah di Desa Budaya Pampang ini merupakan suatu aset yang cukup potensial dalam meningkatkan nilai ekonomi daerah [5].

Samarinda sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur mengembangkan dan memanfaatkan potensi Desa Budaya Pampang menjadi wisata budaya masyarakat yang dimiliki menjadi obyek dan daya tarik wisata [6]. Desa Budaya Pampang memiliki pola permukiman yang linear terhadap sungai dan pertumbuhannya yang cenderung berpusat dari Lamin Pemung Tawai [7]. Namun jika dilihat dari peta permukiman tidak murni linear terhadap sungai, melainkan terdapat grid dalam distribusi perkembangan pola permukimannya. Selain itu, terdapat perubahan yang dipengaruhi modernisasi, sistem kepercayaan, sumber daya alam, ekonomi dan kebutuhan ruang yang dapat terlihat dengan jelas dari mulai meninggalkan budaya tinggal komunal [1], berubahnya pola ruang spasial ruang dalam [1], serta beralihnya penggunaan material kayu menjadi dinding bata dengan finishing plester.

Space merupakan ruang fisik yang terbentuk oleh faktor yang berkembang pada lingkungan masyarakat. Struktur spasial sangat berkaitan dengan organisasi, hirarki, orientasi, sirkulasi, dan batas fisik

(teritori) [8]. Tempat sebagai proses penciptaan tempat yang terjadi secara autentik dan tidak sadar dalam interaksi antara manusia dan lingkungan fisik [9].

Sementara Morfologi permukiman mengacu pada studi tentang bentuk permukiman yang berfokus pada pola dan proses pertumbuhan dan perubahan [10].

Morfologi adalah tentang penemuan, pengenalan pola, komposisi, dan intervensi [11]. Dari penjabaran Morfologi diatas sudah jelas bahwa studi morfologi berfokus pada membaca proses pembentukan dan pola dari suatu kawasan, khususnya dalam penelitian ini permukiman Desa Budaya Pampang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tempat, Permukiman dan Morfologi Spasial

Tempat dalam konsep yang berbeda menimbulkan kompleksitas istilah dalam implementasinya yang luas dalam hal hubungan antara sosialitas dan spasialitas (ALMohannadi et al., 2020; Kamalipour et al., 2014, 2012). Dalam konsep place- making, tempat sebagai proses penciptaan tempat yang terjadi secara autentik dan tidak sadar dalam interaksi antara manusia dan lingkungan fisik (Kian et al., 2018). Permukiman sebagai entitas fisik dan rumah sebagai konstruksi sosial budaya, tempat mengikat entitas fisik dengan konstruksi sosial budaya dalam

(3)

kombinasi ruang dan waktu dalam hunian (Easthope, 2004). Pola telah dihasilkan dari studi pemukiman tradisional dan cara hidup (Alexander, 1979) sebagai tradisi berkontribusi pada generasi dan transisi bertahap pola dan solusi antara generasi yang berbeda (Fathy, 1973) dimana bahan, metode, dan pertimbangan iklim adalah tertanam dalam pengetahuan masyarakatnya (Oliver, 1990). Perubahan rutinitas sehari-hari dapat dikatakan juga telah mempengaruhi terhadap konsep permukiman (Angga et al., 2019).

Mempertimbangkan kota sebagai “habitat manusia”, morfologi perkotaan membahas hasil dasar yang konkret dari kekuatan sosial dan ekonomi, pembentukan niat dan ide yang nyata, dan transformasi kota (Moudon, 1997).

Sementara Morfologi perkotaan mengacu pada studi tentang bentuk kota yang berfokus pada pola dan proses pertumbuhan dan perubahan (Gauthier &

Gilliland, 2006). Morfologi perkotaan yang berkaitan dengan bentuk kota dan 'genesis' atau 'proses melahirkan' dari bentuk ini. Morfologi perkotaan berkaitan dengan 'proses morfogenetik' ketika bentuk kota yang dibangun umumnya dianggap sebagai hasil dari perantaraan manusia (Kropf & Malfroy, 2013).

Desain perkotaan berkaitan dengan penciptaan pola, analisis, klasifikasi,

interpretasi, dan definisi, morfologi perkotaan adalah tentang penemuan, pengenalan pola, komposisi, dan intervensi (Marshall, S., & Çalişkan, 2011). Selain itu, karena kesamaan morfologi perkotaan adalah bahwa setiap kota dapat “dibaca” melalui media bentuknya, morfologi perkotaan telah diadopsi dengan maksud yang 10 berbeda (Moudon, 1997). Dengan demikian, morfologi perkotaan dapat diimplementasikan sebagai alat penjelas atau investigasi, teknik evaluatif atau diagnostik, dan pengidentifikasi jenis atau elemen (Marshall, S., & Çalişkan, 2011).

Adapun beberapa studi yang menjelaskan keterkaitan morfologi dan konteks sosial budaya pada permukiman vernakular (Febrianto et al., 2017; Kristiawan &

Pujianto, 2021; Namdari & Shakouri, 2019; Tousi, 2020). Dari penjabaran Morfologi diatas sudah jelas bahwa studi morfologi berfokus pada membaca proses pembentukan dan pola dari suatu kawasan, khususnya dalam penelitian ini permukiman Desa Budaya Pampang.

3. METODE PENELITIAN

Data dianalisis secara deskriptif dengan menggabungkan data yang didapatkan dari penelitian terdahulu dan data yang diambil dilapangan. Data ini dielaborasi dan dianalisis menggunakan teknik analisis diachronic reading.

(4)

Teknik analisa diachronic reading adalah salah satu metode menganalisis subjek penelitian dengan menelusuri jejak sejarah [12]. Hasil data fisik dan non- fisik dikumpulkan melalui proses pengambilan data fisik dan kuisioner, serta wawancara kepada kepala adat, ketua RT, tokoh masyarakat, ketua dan pengurus kesenian Desa Budaya Pampang. Hasil data dikumpulkan dan dianalisis keterkaitannya sesuai dengan hubungan bukti-bukti fisik lapangan dengan sejarah Dayak Kenyah Desa Budaya Pampang. Sehingga hubungan hubungan ini mampu mendeskripsikan morfologi spasial permukiman Desa Budaya Pampang secara vertikal berdasarkan waktu kejadiannya dalam komunikasi arsitektural.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Isi Desa Budaya Pampang berlokasi di Kota Samarinda, Kelurahan Budaya Pampang, Kecamatan Samarinda Utara.

Letak Desa Budaya Pampang sekitar 24 Km dari pusat keramaian Kota. Desa Budaya Pampang merupakan kawasan perbukitan dan berada di dataran rendah yang masih didominasi oleh hutan.

Tranformasi Permukiman

Proses terbentuknya permukiman masyarakat Suku Dayak Kenyah di Kelurahan Budaya Pampang merupakan tahapan yang terjadi dalam waktu yang lama yang membentuk permukiman Pampang saat ini. Proses migrasi dari tempat lama kemudian berkembang menjadi konsensus bersama, dan perubahan sosial budaya mempengaruhi bentuk dan pola permukiman Desa Budaya Pampang saat ini. Proses migrasi ke Desa Budaya Pampang berawal pada tahun 1973. Sub-suku pertama yang memasuki daerah pampang ini adalah sub suku Lepo’

Bem dan Lepo’ Bakung. Pada tahun 1973 - 1980, pertumbuhan rumah tinggal terbentuk dimulai dari sisi selatan permukiman.

Gambar 1. Awal mula pertumbuhan rumah tinggal (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022)

Sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang, konfigurasi ruang permukiman

dapat dilihat dari Lamin atau rumah panjang atau Uma’ dadoq. Suku Dayak

(5)

dulu menganggap Lamin merupakan permukiman mereka. Konfigurasi ruang pada lamin adat membentuk pola linear memanjang dan grid. Hal yang sama terjadi pada pola penataan uma’ (ladang), membentuk grid dengan sistem tanam berpindah. Sistem berladang yang

digunakan dinamakan cara gilir balik.

Sistem ini merupakan sistem berladang tadah hujan dengan pola tanam yang bersifat intensifikasi. Tiap kepala keluarga tiap tahun hanya diperbolehkan mengolah paling banyak 1-5 petak lahan.

Gambar 2. Pola grid permukiman sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

K

Konfigurasi ruang pada permukiman Desa Budaya Pampang sekarang dapat dilihat dari tatanan rumah tinggal yang memanjang mengikuti pola sungai dan membentuk grid-grid dalam persebarannya. Lamin adat diibaratkan sebagai dalem amin sebagai pusat rumah

dan Amin lu’ung diibaratkan ruang-ruang lainya seperti atang/dapon, bilik, use, dan pagen/lasan. Selain itu lamin adat juga dianggap simbol persatuan masyarakat Pampang dan menunjukan bahwa mereka adalah keturunan dari nenek moyang yang sama.

0

Gambar 3. Pola grid permukiman Desa Budaya Pampang (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

]

Pertumbuhan permukiman diawali pada tahun 1973 yang ditandai dengan munculnya satu rumah yang dibangun di tahun tersebut. Sekelompok orang ini

melihat potensi daerah pampang dari kesuburan alam dan lokasinya dekat perkotaan yang cocok untuk ditinggali. Di tahun 1973 ini, beberapa orang kembali ke

(6)

kampungnya untuk memberi kabar baik kepada saudara dan mulai berpindah ke Pampang di tahun 1980 yang ditandai dengan munculnya 11 rumah ditahun tersebut. Distribusi rumah pada tahun 1973

dan 1980 yang berada di sisi selatan permukiman. Berdirinya sekolah di tahun 1980 menjadi salah satu pendorong masyarakat Dayak Kenyah untuk datang ke Desa Budaya Pampang.

Gambar 4. Distribusi rumah tinggal 1980-2022 Desa Budaya Pampang (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022)

1. Hirarki

Sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang, hirarki fungsi permukiman dapat dilihat melalui tata letak ruang pada lamin. Fungsi primer sebagai wadah aktivitas utama [13], terletak pada dalam amin. Letak dalam amin berada tengah rumah lamin yang memiliki akses yang paling mudah ke ruang lainnya. Dalam amin difungsikan sebagai tempat utama dalam melakukan ritual adat dan fungsi sosial yang menjadi tempat berkumpul untuk ritual adat seperti tempat kelahiran atau persalinan perempuan dan upacara

kematian yang disebut setangis [1]. Fungsi sekunder sebagai pendukung kegiatan utama [13], terletak pada pagen. Pagen merupakan tempat para keluarga berdiskusi dan merumuskan keputusan.

Dapat dilihat disini bahwa dalem amin dan pagen merupakan tempat kegiatan komunal baik kegiatan budaya atau kegiatan sosial terjadi. Fungsi tersier sebagai pendukung kelancaran kegiatan, terletak pada tilong dan atang. Tilong merupakan kamar tidur dan atang merupakan dapur tempat mereka mengolah dan memasak makanan[1].

Gambar 5. Hirarki fungsi Lamin

(Sumber: (Pergitawati et al., 2014b) yang telah digambar ulang oleh peneliti) ng 10

(7)

Pada permukiman sekarang, fungsi utama terletak pada Lamin adat difungsikan sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan adat. Lamin adat mempunyai akses paling mudah dan memiliki luasan tanah yang cukup besar, dibandingkan dengan luasan tanah amin lu’ung sekitarnya. Selain Lamin adat, lasan ganal juga merupakan tempat berkumpul masyarakat selain lamin adat.

Lasan ganal ini juga digunakan sebagai tempat koordinasi, olahraga dan perayaan acara tertentu seperti syukuran dan persiapan ladang. Sehingga, kedudukan lamin adat dan lasan ganal sebagai fungsi primer yang miliki makna pusat kosmos dari permukiman merupakan manifestasi

dari hubungan nilai - nilai dan fungsi – fungsi antar ruang di dalam lamin adat itu sendiri.

Janan difungsikan sebagai penghubung antar ruang-ruang permukiman. Pada waktu -waktu tertentu jalan juga difungsikan sebagai ruang pendukung aktivitas budaya seperti, tari tarian melintasi janan [7]. Amin lu’ung merupakan rumah tinggal pribadi dari setiap kepala keluarga. Semua Amin lu’ung sifatnya setara, tidak ada kedudukan yang lebih tinggi atau rendah.

Hal ini cerminan dari Tilong atau kamar tidur yang tidak memiliki sekat. Sehingga kedudukan Amin lu’ung sebagai fungsi tersier.

Gambar 6. Hirarki fungsi Desa Budaya Pampang ] (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

Sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang, Konsep tempat menurut masyarakat Dayak Kenyah adalah depan, tengah dan belakang. Dayak Kenyah percaya bahwa bagian depan lebih sakral atau magis daripada bagian belakang.

Sebagian besar pekerjaan masyarakat

dilakukan dibagian depan. Bagian belakang sering digunakan untuk berkebun dan membangun kandang ternak.

Bangunan sakral dan fasilitas kematian juga ada di depan, mengingat bagian depan lebih sakral daripada bagian belakang.

(8)

Bagian tengahnya netral dan dan dianggap paling cocok untuk hunian [14].

Gambar 7. Hirarki kesakralan Lamin sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

Berdasarkan hasil wawancara area yang dianggap suci hanya pada tempat ibadah saja, yakni gereja. Melihat dari fungsinya gereja merupakan tempat masyarakat berinteraksi dengan tuhannya. Begitu halnya tempat pemakaman, yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan terakhir,

sebelum bertemu dengan tuhannya.

Sedangkan lamin adat menjadi simbol persatuan, yang mengingatkan masyarakat pada para nenek moyang mereka.

Sehingga dapat di simpulkan bahwa hirarki sakral terletak pada bangunan gereja, tempat pemakaman dan lamin adat.

Gambar 8. Pola grid permukiman Desa Budaya Pampang (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

2. Orientasi

Sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang, Orientasi arah hadap bangunan utama rumah Lamin adat (Umaq Dado’) memiliki arah penunjuk mata angin yaitu Utara-Selatan. Menurut kepercayaan masyarakat Suku Dayak Kenyah, setiap arah memiliki arti sendiri, yaitu: Utara yang berarti Hulu sungai yang merupakan

”hulu” artinya orang yang berasal dari

Hulu Mahakam yang berarti Dayak; Timur yang merupakan gejala alam tempat arah terbitnya matahari biasa digunakan masyarakat Dayak untuk menjadi patokan tampak depan rumah mereka para bangsawan dan juga menjadi patokan yang menandakan mereka yang sudah pergi ke Tuhan mereka (meninggal); Selatan yang artinya Hilir sungai merupakan arah orientasi yang berada di daerah paling atas

(9)

dari air merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak Kenyah yang sudah melakukan perkawinan antar suku dan sedang mempunyai penyakit yang menular. Melambangkan perpindahan Dayak Kenyah dari hulu ke hilir dan sebagai tanda penghormatan kepada pemimpin negara; Barat merupakan arah terbenamnya matahari yang digunakan sebagai patokan tampak depan rumah para masyarakat biasa Dayak Kenyah dan menjadi patokan orang yang sudah

meninggal khususnya (Pergitawati et al., 2014a). Peletakan keempat penjuru mata angin dilakukan para nenek moyang yang dianggap memiliki kemampuan gaib dalam suatu ritual. Orientasi arah hadap juga diterapkan pada Amin lu’ung. Amin lu’ung pada umumnya memiliki orientasi barat dan timur. Rumah keturunan bangsawan biasanya memiliki orientasi rumah ke timur sedangkan rumah masyarakat biasa memiliki orientasi ke barat.

Gambar 9. Orientasi Lamin sebelum migrasi ke Desa Budaya Pampang (Sumber: (Pergitawati et al., 2014b) yang telah digambar ulang oleh peneliti) Setelah migrasi ke Desa Budaya

Pampang, masyarakat mengatakan bahwa orientasi rumah tidak lagi memiliki makna seperti halnya yang dipercaya oleh para nenek moyang dulu. Namun, jika dilihat dari pola perkembangan Desa Budaya Pampang ini. Di tahun 1980 awal mula masyarakat bermigrasi ke Desa Budaya Pampang arah hadap rumah tinggal masih

menghadap barat dan timur. Sama halnya perkembangan sampai dengan tahun 1990 Seiring dengan berjalannya waktu beberapa rumah mulai muncul dengan arah hadap ke arah utara dan selatan walaupun jumlahnya yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan rumah yang menghadap timur dan barat.

(10)

Gambar 10. Orientasi permukiman Desa Budaya Pampang (Sumber: Analisis pribadi, 2022)

Transformasi Rumah

Dalam karakteristik permukiman ini menjelaskan mengenai sub-suku atau suku, material rumah dan jenis rumah pada permukiman Desa Budaya Pampang.

Sebagian besar rumah tinggal (Amin lu’ung) masyarakat setempat masih berupa rumah panggung dan bermaterial kayu.

Beberapa rumah yang bata sudah mulai muncul dan tidak lagi mengunakan rumah panggung.

Semua rumah tinggal yang menggunakan material kayu, menggunakan jenis rumah panggung dan dari hasil renovasi rumah tinggalnya, beberapa rumah dengan material bata ada yang masih menggunkan jenis rumah panggung. Berikut beberapa sampel rumah tinggal berdasarkan tahun dibangunnya.

Tabel 1. fasad rumah tinggal berdasarkan tahun dibangunnya Tahun Material kayu

dan jenis rumah panggung

Material bata dan jenis

rumah bertapak

1973 - 1985

1986 - 1990

(11)

1991 - 1995

1996 - 2000

Tahun Material kayu dan jenis

rumah panggung

Material bata dan jenis

rumah bertapak

2001 - 2005

2006 - 2010

2011 - 2015

2016 - 2022

Sebagian besar rumah bermaterial kayu yang merupakan hasil adaptasi rumah

lamin yang terbuat dengan material kayu ulin. Disisi lain tidak sedikit juga rumah

(12)

yang sudah lebih modern dan sudah menggunakan tembok bata. Jumlah rumah bermaterial kayu mencapai 93 rumah dan rumah yang sudah menggunakan tembok bata mencapai 31 rumah. Sehingga 16,5%

rumah sudah mulai meninggalkan material kayu sebagai material utama tempat tinggalnya. Dari hasil pengumpulan data didapatkan bahwa pertumbuhan rumah

bermaterial bata sudah mulai muncul di tahun 1982 dan mulai banyak bangunan bermaterial bata di tahun 2000 ke atas.

Pertumbuhan rumah bermaterial bata terus bertambah seiring berjalannya waktu dan sebaliknya jumlah dengan material kayu cenderung menurun di tahun-tahun terakhir.

Tabel 2. Pertumbuhan material dan jenis rumah Desa Budaya Pampang

5. SIMPULAN

Banyak perubahan yang terjadi, bentuk fisik permukimannya sudah sangat berubah dengan bentuk permukiman sebelum migrasi, makro maupun mikro.

1. Perubahan secara makro sangat terlihat signifikan. Banyak aspek yang hilang dalam pembentukan permukimannya. Mulai dari skala permukiman, hilangnya hirarki kesakralan dan hilangnya makna orientasi. Hal ini merupakan pengaruh dari sosial budaya masyarakatnya.

2. Perubahan mikro terlihat dari mulai tergesernya material rumahnya.

perubahan material ini

mempengaruhi fasad rumah yang cenderung hilang dari kekhasan suku dayak Kenyah. Sehingga tidak dapat dikenali lagi suku dari fasad bangunannya.

3. Perubahan mikro dapat terlihat pula pada jenis rumahnya. Semakin banyak rumah berjenis bertapak, hal ini sangat berbeda dengan karakteristik rumah suku dayak dahulu. Bentuk rumah merupakan hasil trial dan error selama beribu ribu tahun lamanya, dimana rumah tersebut merupakan adaptasi terhadap lingkungan fisik permukimannya, yakni daerah rawa yang memiliki karakter tanah yang

(13)

basah. Sehingga bentuk adaptasinya adalah jenis rumah panggung. Hal ini dapat terlihat pada hujan deras, rumah rumah terendam banjir.

6. DAFTAR PUSTAKA

R. P. Pergitawati, Antariksa, and A. M.

Ridjal, “Perubahan Pola Ruang Dalam Rumah Lamin Adat Dayak Kenyah Akibat Pengaruh Modernisasi di Desa Pampang, Samarinda,” arsitektur e- Journal, vol. 7, no. 2, pp. 90–101, 2014, Accessed: Jun. 08, 2021.

[Online]. Available:

http://repository.ub.ac.id/id/eprint/143 705

R. P. Pergitawati, A. Antariksa, and A. M.

Ridjal, “Terbentuknya Pola Ruang Dalam Batih Baru Rumah Panggung Dayak Kenyah Di Desa Pampang Samarinda,” arsitektur e-Journal, vol.

7, no. 2, pp. 90–101, 2014, Accessed:

Jun. 08, 2021. [Online]. Available:

http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.i d/index.php/jma/article/view/101 E. T. Putri, T. A. Ramadhan, S. N. Sandya,

D. M. N. Fazriyah, and P. S.

Maharani, “Eksistensi Lamin Adat Pemung Tawai Sebagai Identitas Sosial Masyarakat Dayak Kenyah,”

Psikostudia : Jurnal Psikologi, vol. 6, no. 2, p. 58, 2019, doi:

10.30872/psikostudia.v6i2.2377.

F. H. T. Harsanto, “Kenyah di Desa Budaya Pampang: Studi Kasus Perubahan Sosial Budaya Masyarakat tahun 1972-2015,” Universitas Sanata Dharma, 2018. Accessed: Jun. 08, 2021. [Online]. Available:

http://repository.usd.ac.id/id/eprint/31 939

T. Widiastuti, E. J. Mihardja, and P. M.

Agustini, “Samarinda City Branding through Tourism Communication of Dayak Village in Pampang,”

MediaTor, vol. 13, no. 1, pp. 68–78,

2020, doi:

https://doi.org/10.29313/mediator.v13i 1.5654.

S. L. Ratnasari, E. N. Susanti, W. Ismanto, R. Tanjung, D. C. Darma, and G.

Sutjahjo, “An Experience of Tourism Development: How is the Strategy?” J Environ Manage, vol. XI, no. 6(46), pp. 1877–1886, 2020, doi:

10.37631/pendapa. v3i1.102.

P. W. Budiman, “Pola Permukiman Suku Dayak Kenyah Di Kelurahan Budaya Pampang Kota Samarinda (Settlement Patterns of the Dayak Kenyah Tribe in Pampang Cultural Village, Samarinda City),” vol. 3, pp. 66–77, 2021, Accessed: Jan. 08, 2022. [Online].

Available:

https://doi.org/10.36087/jrp.v3i2.81 R. S. Febrianto, L. D. Wulandari, and H.

Santosa, “Pola Spasial Teritori Pada

(14)

Lanskap-Hunian Masyarakat Peladang Desa Juruan Laok Madura Timur,”

ARTEKS, Jurnal Teknik Arsitektur, vol. 2, no. 1, pp. 59–76, 2017, doi:

10.30822/artk. v2i1.140.

D. A. Kian, R. M. Rayawulan, Y. Mberu, and B. B. Lily, “Makna Ruang Dalam Budaya Masyarakat Sikka,” Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, vol. 12, no. 2, pp. 105–116, 2018, doi: 10.24002/jars.

v12i2.2045.

P. Gauthier and J. Gilliland, “Mapping urban morphology: a classification scheme for interpreting contributions to the study of urban form,” Urban Morphology, vol. 10, no. 1, pp. 41–50, Dec. 2005, doi: 10.51347/jum.

v10i1.3926.

O. Marshall, S., & Çalişkan, “A Joint Framework for Urban Morphology

and Design,” Built Environ, vol. 37, pp. 409–426, 2011, doi:

10.2148/benv.37.4.409.

Wasilah and A. Hildayanti, “Filosofi Penataan Ruang Spasial Vertikal Pada Rumah Tradisional Saoraja Lapinceng Kabupaten Barru,” Jurnal RUAS, vol.

14, no. 2, pp. 70–79, Dec. 2016.

N. N. Aninditya and B. Fauzy, “The Influence of Spatial Hierarchy and Function on The Architecture of The Main Building of Cirebon’s Kejaksan Railway Station,” Jurnal Riset Arsitektur, vol. 1, no. 2, pp. 229–248, 2017, [Online]. Available:

www.unpar.ac.id

Syahrozi, “Bentuk Awal komplek huma Gantung Buntoi Kalimantan Tengah,”

Semarang, May 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Az állam nem fog- lalkozik az emlékezetpolitika efféle tárgyiasításával „egy egészen egyszerű okból ki- folyólag: nem gondolják úgy, hogy ez az ukrán történelem,

Variabel harga, proses, dan bentuk fisik menurut hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti secara parsial ke tiga variabel tersebut berpengaruh

Kuat Tarik Nanokomposit PVC dan LDPE Kuat tarik nanokomposit sangat dipenga- ruhi sifat dasar dari polimer itu sendiri. Pe- ngaruh penambahan LDPE terhadap kuat

- Rapat rutin dilakukan setiap akhir bulan untuk Yayasan Wisnu sejak Maret 2005, dalam tahun ini dilakukan sepuluh kali rapat bulanan - Berdasarkan kesepakan 19 Oktober

Setelah melakukan perencanaan dan pembuatan sistem kemudian melakukan pengujian terhadap sistem pengaman kendaraan bermotor, maka dapat disimpulkan bahwa sistem yang

Modul bluetooth, Arduino dan relai merupakan perangkat yang akan dipasang dan diintegrasikan dengan sistem kunci pada sepeda motor.. Smartphone berfungsi sebagai pengirim

Perangkat keras yang digunakan dalam membangun sistem ini diantaranya adalah Raspberry Pi model B sebagai komponen utama dimana tersimpan semua data yang digunakan dalam sistem

Salah satu bentuk melalui pemberian motivasi dan fasilitator serta mendengarkan semua keluh kesah anggota keluarga atau ibu mengenai masalahnya (Caplan dalam