BAB III METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera, batik dan pakaian jadi sutera. Usaha dan budidaya sutera alam sebetulnya telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat di Indonesia, dan Departemen Kehutanan sebagai instansi pembina terus menerus mendukung dan memfasilitasi baik dalam bentuk proyek, program, maupun memberikan bantuan kredit dengan bunga rendah melalui kredit usaha tani sutera alam (KUPA) yang bersumber dari dana reboisasi.
Kondisi agroindustri sutera alam di Indonesia pada kenyataannya belum maju, beberapa agroindustri yang dibangun tidak didasarkan kepada keterkaitan pembangunan pertanian rakyat yang kuat. Oleh karena itu pengembangan agroindustri sutera alam harus diarahkan untuk memanfaatkan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah yang tinggi melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi serta melalui keterkaitan yang saling menguntungkan. Keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri dalam pengembangan agroindustri sutera alam menjadi mutlak dilaksanakan untuk mendukung kemajuan yang berarti bagi agroindustri tersebut. Pengembangan sektor pertanian harus terintegrasi dengan pengembangan sektor industrinya. Dukungan infrastruktur, pengembangan teknologi dan kualitas sumber daya manusia akan memberikan daya dorong yang kuat terhadap upaya kemajuan dan perkembangan agroindustri sutera alam, keterkaitan antar sektor tidak bisa dipisahkan, harus saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain.
Pemerintah telah berupaya melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha sutera alam, namun sampai saat ini hasil nyata belum terlihat bahkan ada kecenderungan menurun mengingat beberapa industri sutera alam skala menengah banyak yang menghentikan operasinya.
Beberapa masalah yang mengemuka saat ini dapat dilihat bahwa; (1) Belum ada
keterkaitan kelembagaan, (2) belum mampu menjangkau akses terhadap permodalan
artinya belum mampu mendapatkan modal yang diperlukan untuk menjalankan usahanya dari lembaga keuangan formal, (3) belum menjangkau akses teknologi artinya belum mampu menerapkan system budaya atau cara-cara kerja yang bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan sehingga dapat memberikan nilai tambah, (4) belum menjangkau akses pasar artinya belum mampu menjual hasilnya dengan lancar dan dengan harga yang layak serta berkelanjutan, (5) Ketersediaan bahan baku kurang terjamin, (6) Pembinaan belum optimal karena koordinasi antar instansi terkait belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut menyebabkan daya saing IKM sutera alam rendah, nilai tambah yang dihasilkan rendah yang pada gilirannya kesejahteraan para pengusaha atau perajin juga rendah.
Pengembangan industri melalui pendekatan klaster merupakan cara pengembangan yang menekankan keterkaitan antar kegiatan baik secara vertikal maupun horizontal sebagai basis peningkatan daya saing. Keterkaitan merupakan hubungan antara aktivitas yang dilakukan agroindustri sutera alam dengan industri maupun institusi lain. Porter (1998a), menyatakan bahwa keterkaitan menciptakan keunggulan bersaing melalui koordinasi dan optimasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu sistem
pengembangan industri dengan pendekatan klaster yang menekankan keterkaitan
antar kegiatan baik secara vertikal maupun horizontal sebagai basis peningkatan daya
saing dan juga melibatkan instansi-instansi terkait sehingga semua pelaku yang
terlibat dalam usaha sutera alam dapat meningkatkan penghasilannya dan pada
gilirannya dapat pula menciptakan lapangan kerja. Kerangka Pemikiran Konseptual
dapat dilihat pada Gambar 18. Diagram alir sistem pengembangan agroindustri sutera
alam melalui pendekatan klaster disajikan pada Gambar 19.
Potensi Agroindustri Daerah Kebijakan Industri a.l:
- Pendekatan Klaster - Pengembangan
Kompetensi Inti
Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui
Pendekatan Klaster
Tujuan :
- Peningkatan Daya Saing
- Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Gambar 18. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
Hasil Yang Diharapkan :
- Meningkatnya Kerjasama Industri
- Meningkatnya Produktivitas dan Efisiensi - Meningkatnya Kualitas Produk
- Meningkatnya Kemampuan dan Kesadaran SDM
Perpres No.7
Tahun 2005
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Pengembangan Industri Inti
dan Kelembagaan Klaster AISA
Identifikasi Rantai Nilai
Utama (Metode IPE)
Pemilihan Industri inti (metode AHP)
Pemilihan Lokasi Pengembangan (Metode AHP)
Mulai Daerah penghasil
agroindustri sutera alam (AISA) di Sulsel
Identifikasi Daerah Potensial
Pengembangan AISA (Metode LQ)
Daerah Potensial Pengembangan
AISA
Lokasi Pengembangan
AISA Rantai Nilai
AISA
Rantai Nilai Utama pada
AISA
Industri Inti
Elemen dan Sub elemen Sistem pengembangan
AISA Identifikasi
Elemen dan Sub Elemen penting (Metode IPE) Elemen dan
Sub Elemen Penting Strukturisasi
Sub Elemen (Metode ISM)
Klasifikasi, Hirarkhi, dan Sub Elemen Kunci
Perhitungan finansial : Rugi laba, Arus Kas, NPV, IRR, PBP, Net B/C, Keuntungan.
Layak Financial ? NPV>0, IRR>18%, PBP<20, B/C>1?
Rencana Implementasi
Δ B/C minimum masing-masing
usaha?
Selesai
Gambar 19. Diagram Alir Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
Pembagian keuntungan optimal
Pengembangan Agro- industri sutera alam
Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, Volume produksi, Harga