• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BUMI SARANA BETON MAKASSAR NOVIYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BUMI SARANA BETON MAKASSAR NOVIYANTI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BUMI SARANA BETON

MAKASSAR

NOVIYANTI 105730376112

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

(2)

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BUMI SARANA BETON

MAKASSAR

Untuk Memenuhi Peryaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Makassar

NOVIYANTI 105730376112

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

(3)

Judul Skripsi : ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BUMI SARANA BETON MAKASSAR

Nama Mahasiswa : NOVIYANTI Stambuk : 105730376112

Fakultas : EKONOMI DAN BISNIS Program Studi : AKUNTANSI

Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Menyatakan bahwa skripsi ini telah diperiksa dan diujikan di depan panitia Penguji Skripsi Strata 1 (S1) pada hari Sabtu, 27 Agustus 2016 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, Agustus 2016 Menyetujui

Pembimbing I

Dr. H. Mahmud Nuhung, MA.

Pembimbing II

Saida Said, SE., M.AK

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Dr. H. Mahmud Nuhung, MA KTAM: 497794

Ketua Jurusan Akuntansi

Ismail Badollahi, SE.,M.Si.Ak.CA NBM: 1073428

(4)

Skripsi atas Nama Noviyanti, Nim 10573 03761 12 ini telah diperiksa dan diterima oleh panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: Tahun 1438 H/ 2016 M dan telah dipertahankan di depan penguji pada hari Sabtu 27 Agustus 2016 M sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2016 Panitia Ujian :

1. Pengawas Umum : Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE.MM (...) (Rektor Unismuh Makassar)

2. Ketua : Dr. H. Mahmud Nuhung, MA (...) (Dekan Fak. Ekonomi dan Bisnis)

3. Sekertaris : Drs. H. Sultan Sarda, MM (...) (WD. 1 Fak. Ekonomi dan Bisnis)

4. Penguji : 1. Dr.H. Muh. Rusidy, M.Si (...)

2. Hj. Naidah, SE,M.Si (...)

3. Saida Said, SE., M.Ak (...)

(5)

ABSTRAK

Noviyanti. 2016. Analisis Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan

Keuangan P. Bumi Sarana Beton di Makassar. Skripsi, Jurusan Akuntansi,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh H. Mahmud Nuhung, dan Saida Siad.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan akuntansi pajak tangguhan pada PT. Bumi Sarana Beton telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 (PSAK 46).

Dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Deskriptif Comparative, menjelaskan tentang perlakuan akuntansi yang berpengaruh dalam penyajian pajak tangguhan dan membandingkan laporan keuangan sebelum dan sesudah PSAK 46 khususnya menganai pajak tangguhan PT. Bumi Sarana Beton yang bertempat di Wisma Kalla Makassar.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dalam penelitian, penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Bumi Sarana Beton telah menerapakan akuntansi pajak tangguhan pada laporan keuangannya pada laporan keuangan tahun 2011 dan 2012

(6)

MOTTO

Ketahuilah Dalam hidup tuhan selalu memberikan

pilihan, pilihan untuk kamu manjadi baik atau

menjadi buruk, kamu yang menentukan pilihan itu.

Keluargamu adalah alasan bagi kerja

kerasmu,maka janganlah sampai engkau

menelantarkan mereka karena kerja kerasmu

dan jadikanlah keluargamu sebagai

penyemangatmu.

Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus

memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan

akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang

menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu.

(7)

Bersyukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat membuat skripsi yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan Keuangan PT. Bumi Sarana Beton. Sholawat dan salam kenapa Nabi kita Muhammad SAW, yang telah menuntun kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang, yang telah menuntun kita kejalan yang benar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, namun berkat motivasi, bimbingan, dan do”a dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih yang sebesar besarnya kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Nabawi dan Ibunda Wati atas cinta dan kasih sayangnya kepada saya, yang telah memberikan nasehat nasehat kepada saya, yang telah menjadi penyemangat di saat saya lelah dalam menuntut ilmu. Mereka adalah motivator dalam hidup saya disaat saya merasa lelah dan jenuh dalam menuntut ilmu, karena rasa lelahku tidak sebanding dengan semangat kedua orang tuaku dalam memberikan semua keinginan anaknya tercinta.

Terimakasih atas pengorbanan yang diberikan untuk anakmu selama ini, serta terimakasih atas do’a yang tiada henti yang diberikan untuk saya.

(8)

kepada:

1. Bapak DR. H. ABD. Rahman Rahim SE, MM selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Dr. Mahmud Nuhung, MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di Universitas Muhammadiyah Makassar, dan sekaligus selaku Dosen pembimbing 1 (satu) terimakasih atas waktu, dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Saida Said, SE, M. AK selaku Dosen Pembimbing 2 (dua), terimakasih telah banyak memberikan bantuan, saran, dan pengarahan serta meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ismail Badollahi SE., M.Si. Ak,. AC selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang dengan ikhlas memberikan ilmunya, semoga jasa nya medapatkan balasan dari Allah SWT.

6. Terimakasih kepada kak Suardi Baharuddin yang telah menerima penulis dalam melakukan penelitian di PT. Bumi Sarana Beton dan telah membantu saya dalam menyusun skripsi.

7. Terimakasih kepada keluarga besar saya, yang telah menjadi panutan dalam menjalani kehidupan ini.

(9)

yang telah memberikan pengalaman berharga selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, dan suatu kebahagian bisa mengenal kalian.

9. Serta terimakasih kepada Asyifah, Ewi Sasmita Sari, Nini Srifiana, Nur AsmitaSari, Murni Jafar, Kaslindah,, Zulaefah Putri Utami Tanwir, yang telah memberikan kebahagian, saran, dan menjadi bagian dari keluarga saya selama berada jauh dari kampung halaman.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bernilai ibadah disisi Allah, dan bermanfaat bagi pengembangan Ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi.

(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 3

a. Tujuan Penelitian... 3

b. Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan ... 4

B. Akuntansi Komersial Dan Akuntansi Fiskal ... 7

C. Koreksi Fiskal ... 14

(11)

F. Kerangka Pikir ... 36

G. Hipotesis ... 38

H. Penelitian Terdahulu ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Jenis dan Sumber Data ... 41

C. Metode Pengumpulan Data ... 42

D. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan ... 44

B. Visi Misi Perusahaan ... 46

C. Struktur Organisasi Perusahaan ... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 55

BAB VI PENUTUP ... 67

(12)

Neraca PT. Bumi Sarana Beton Tahun 2011 ... 57

(13)

KERANGKA PEMIKIRAN ... 38 STRUKTUR ORGANISASI PT. BUMI SARANA BETON... 48

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46. Secara umum PSAK 46 diterbitkan untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan yang berkaitan dengan pajak penghasilan. PSAK No. 46 merupakan standar akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak. Karena merupakan standar, maka PSAK No. 46 wajib diterapkan dalam laporan keuangan perusahaan yang telah listing, dan dianjurkan bagi perusahaan yang belum listing. Standar ini telah berlaku efektif pada tanggal 1 januari 1999 bagi perusahaan “go public” sementara untuk perusahaan yang belum “go public” berlaku sejak 1 januari 2001. PSAK No. 46 juga mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan menggunakan dasar akrual, yang secara komprehensif merupakan pendekatan aktiva kewajiban (asset-liabillity approach) atau berorientasi pada neraca (balane sheet oriented).

Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua yaitu perbedaan permanen dan perbedaan waktu/temporer, sehingga setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Oleh karena itu, penerapan PSAK No. 46 tentang akuntansi pajak penghasilan diharapkan dapat menjembatani antara peraturan

(15)

perpajakan dengan ketentuan akuntansi. PSAK No. 46 mengatur pengukuraan, pengakuan, penyajian, dan pengungkapan pajak penghasilan entitas.

PSAK No. 46 entitas tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan perpajakan untuk membayar dan melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan menungkapkan informasi tersebut dalam laporan keuangan. Hal ini membantu para laporan keuangan tidak salah dalam membaca laporan keuangan. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Hal ini lah yang disebut dengan pajak tangguhan.

Adapun tujuan ditetapkan PSAK No. 46 yaitu mengatur perlakuan untuk akuntansi pajak penghasilan dalam mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang yang berkaitan dengan perbedaan temporer agar dilakukan pengakuan terhadap “fiture tax affecst” yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa lain yang telah diakui dalam laporan keuangan dan pengakuan kewajban pajak tangguhan serta aktiva pajak tangguhan, penyajian pajak penghasilan pada laporan keunagan dan pengungkapan informasi yang relevan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni adalah Apakah Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan Keuangan PT. Bumi Sarana Beton sudah sesuai dengan PSAK 46 .

(16)

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk Mengetahui dan Menganalisa Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan Keuangan PT. Bumi Sarana Beton apakah telah sesuai dengan PSAK No. 46

2. Manfaat Penelitian:

Dari tujuan yang telah ditetapkan tersebut, maka manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu

a. Manfaat bagi penulis

Sebagai bahan perbandingan praktis antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan praktek penyelenggaraan di lapangan serta menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan PSAK No. 46.

b. Manfaat bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan ataupun usulan kepada pihak manajemen perusahaan tentang pentingnya penerapan PSAK No. 46, khususnya mengenai pajak tangguhan.

c. Manfaat bagi pihak luar

Sebagai bahan referensi bagi pihak akademis maupun pihak-pihak yang akan ingin mengetahui tentang penerapan PSAK No. 46.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan

1. Pengertian Laporan Keuangan

Akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang memberikan keterangan mengenai data ekonomi untuk pengambilan ikhtisar dalam laporan keuangan. Menurut PSAK No. 1 (revisi 2009), laporan keuangan adalah keputusan bagi siapa saja yang membutuhkan baik itu dari pihak eksternal maupun internal. Dalam akuntansi, informasi yang dimaksudkan itu disusun dalam suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan entitas.

Menurut (Turi, 2011: 187) Laporan keuangan adalah output atau hasil akhir dari proses akuntansi yang dipakai sebagai informasi, sebagai laporan pertanggungjawaban, dan untuk menggambarkan idikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuan.

Menurut Jumingan (2008: 4) laporan keuangan yaitu laporan keuangan yang pada dasarnya merupakan hasil refleksi dari sekian banyak transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan. Transaksi atau peristiwa yang bersifat financial dicatat, digolongkan, dan diringkaskan dengan cara di setepat - tepatnya dalam satuan uang, dan kemudian diadakan penafsiran untuk berbagai tujuan. Laporan keuangan itu sendiri bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi

(18)

keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan investasi.

Adapun Menurut Kasmir (2008:7) Laporan keuangan adalah yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Sedangkan, Irham Fahmi (2011: 2) mengatakan laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut.

Lain halnya pengertian laporan keuangan menurut Sofyan S. Harahap (2006:105), laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.

Dari kutipan teori diatas laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan baik dari pihak eksternal maupun pihak internal.

2. Karakteristik Laporan Keuangan

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam infomasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki. Keempat karakteristik yang harus diperhatikan dalam menyusun laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut:

(19)

a. Relevan (SAK No.1).

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu, informasi yang relevan, yaitu:

1) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 2) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 3) Tepat waktu

4) Lengkap

b. Andal (SAK No.1)

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalakan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:

1) Penyajian jujur

2) Dapat diverifikasi (verifiability) 3) Netralitas

c. Dapat dibandingkan (SAK No.1)

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan

(20)

keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakuakan secara internal dan eskternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ketahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakuakan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik dari pada kebijakan akuntansi sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.

d. Dapat dipahami (SAK No.1)

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.

B. Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal

Akuntansi komersial merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan informasi kuantitatif mengenai suatu entitas ekonomi sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi fiskal adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan, yang mengacu pada peraturan, undang-undang, dan aturan pelaksanaan perpajakan.

(21)

Pengertian pembukuan dalam undang-undang perpajakan sedikit berbeda dengan pengertian pembukuan menurut akuntansi. Menurut Gunadi (2009:9), “pembukuan (book keeping) adalah pencatatan data perusahaan dengan teknik tertentu dan mengolahnya sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan”. Sedangkan pasal 1 (29) KUP:

“Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba-rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut”.

Menurut Pardiat (2007:1), tujuan penyelenggaran pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, yaitu:

a. Peraturan Pemerintah (PP) b. Keputusan Presiden (KEPRES)

c. Keputusan Atau Peraturan Menteri Keuangan

d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak e. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak

f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan.

Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi fiskal, karena akuntansi fiskal umumnya menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai

(22)

pengurangan dari penghasilan tersebut. Masalah ini sesungguhnya tergantung kepada tahun pajak atau tahun buku tahun wajib pajak (pembayar pajak), metode akuntansi yang digunakannya serta konsep yang menjadi pedomannya.

Perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fsikal disebabkan karena perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi fiskal yang mengacu kepada standard akuntansi keuangan.

Menurut Waluyo (2004:45), perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal antara lain:

1. Dasar penyusunan

Dasar penyusunan laporan keuangan komersial adalah standard akuntansi keuangan, sedangkan dasar penyusunan laporan keuangan fiskal adalah standard akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.

2. Konsep

a. Dasar akrual (accrual basis)

Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar atau dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan.

b. Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper

(23)

Melibatkan pengakuan penghasilan dan beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama.

c. Konservatif (conservative)

Konservatif yaitu konsep hati-hati, mungkin rugi yang ditaksir sudah diakui sebagai kerugian, dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada akhir tahun atau dengan membuat adjustment, contoh: penyisihan kerugian piuang, penyisihan potongan penjualan, penyisihan retur penjualan, penyisihan klaim, penyisihan setelah biaya penjualan, penyisihan penurunan nilai surat-surat berharga, penilaian persediaan dengan metode harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah, kerugian piutang (metode langsung dan metode penyisihan).

d. Materialitas digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial fiskal terdiri dari:

1) Akrual Stelsel (stelsel accrual)

Pengaruh transaksi mengakui penghasilan pada saat diperoleh penghasilan, walaupun penghasilan tersebut belum diterima tunai, dan mengurangkannya dengan biaya-biaya pada saat biaya tersebut terutang, walaupun biaya tersebut belum dibayar tunai. Sebagai contoh misalnya: pengeluaran untuk suatu pembayaran dimuka.

2) Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching

(24)

(mendapatkan, menagih, dan memelihara) penghasilan, bebab (expense) yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (taxable income) adalah beban yang timbul dalam hubungannya dengan penghasilan (match and link). Dalam suatu transaksi akan melibatkan lebih dari satu pihak lainnya akan membukukan sebagai beban.

3) Konservatif tidak digunakan

4) Materialistis dugunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/ tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial tidak digunakan (selain bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, hanya diperkenankan dengan metode langsung).

3. Tujuan

Tujuan laporan keuangan komersial adalah menghitung laba bersih, mengukur kinerja, mengukur keadaan posisi keuangan, mengukur keadaan kakayaan dan laporannya ditujukan untuk pihak ketiga dan manajemen. Sedangkan tujuan laporan keuangan fiskal adalah menghitung besarnya pajak yang terutang dan laporannya ditujukan kepada pihak fiskus.

4. Akibat penyimpangan

Akibat penyimpangan dari laporan keuangan komersial, misalnya pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen, adanya opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, investor, dan pemilik perusahaan. Sedangkan akibat penyimpangan dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya sanksi dibidang perpajakan antara lain:

(25)

sanksi administrasi yang berupa denda, bunga atau kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan atau penjara.

Bila ditinjau kembali maka sebenarnya perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada:

a. Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan

Konsep penghasilan (income) menurut IAI (2011:3) adalah “kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.

Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu: segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang sesuai dengan UU Pajak Penghasilan Tahun 2008, yaitu: a) Penghasilan merupakan Objek Pajak Penghasilan

b) Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final

c) Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan

b. Perbedaan Konsep Beban (Biaya)

Beban merupakan (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi (penurunan aset atau peningkatan kewajiban) yang

(26)

diakibatkan oleh penurunan ekuitas, selain yang menyangkut transaksi dengan pemegang saham. (Horrison, Horngren, Thomas, Suwardy (2013.11)

Beban (expense) menurut IAI (2011:3), diartikan sebagai “penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”.

Dari sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh, dan memlihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan. Perbedaan nilai yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda pendapat dengan Wajib Pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang diperoleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikurangkan/tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan.

c. Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan

Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan terutama menyangkut konsep penyusutan penilaian persediaan barang dagangan. 1. Konsep Penyusutan

Perbedaan utama dalam konsep antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran judgement.

Menurut IAI (2011:3), akuntansi memiliki beberapa penyusutan yaitu: a) Metoede Garis Lurus (straight line method), yaitu menghasilkan pembebanan

(27)

b) Metode Saldo Menurun (dimishing balance method), yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset.

c) Metode Jumlah Unit (sum of the unit menthod), yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset.

2. Konsep Nilai Persediaan

Dalam undang-undang pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan

first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara

konsisten.

C. Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Koreksi fiskal meliputi pengakuan pendapatan dan biaya yang dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.

a) Koreksi Fiskal Positif

Koreksi fiskal positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.

(28)

b) Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun.

Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akuntansi Keuangan sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara. Perlakuan akuntansi terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada dasarnya jumlah pajak terutang dari jumlah laba usaha.

Koreksi fiskal dibutuhkan karena adanya perbedaan yaitu: 1. Beda Tetap

Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapat yang akan menambah laba kena pajak, dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak.

Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif).

(29)

2. Beda waktu/ Beda Sementara

Perbedaan lainnya adalah perbedaan yang diakibatkan karena bedanya saat pengakuan (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun (pendapatan/beban tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunkan metode Garis Lurus (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberikan kontribusi atas perbedaan tersebut. Dengan kata lain perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan Beda Waktu.

D. Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku samapai dengan tahun 167 sebelum masehi.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1991. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 mengatur mengenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan badan.

(30)

Diana, Anastasia (2009:163), menjelaskan bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut disebut sebagai Wajib Pajak (WP).

1. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak diartikan sebagai pihak yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapa puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam jangka satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

2) Subjek Pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi keriteria:

a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Pembiyaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(31)

c. Penerimaannya di masukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

d. Pembukuannya di periksa oleh aparat pengawasan fungisional Negara; 3) Subjek Pajak warisan, yaitu warisan yang belum dibagi sebagai suatu

kasatuan, menggantikan yang berhak.

2. Objek Pajak Penghasilan

Yang menjadi obek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, wahono, sugeng (2012:28).

Undang-Undang pajak penghasilan menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian luas atau basis luas (broad base), yaitu pajak yang dikenakan atas setiap tambahan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak.

Dengan demikian, dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan walaupun menyebutkan jenis penghasilan tidak bersifat limitatif dan tidak memperahatikan adanya penghasilan dari dan sumber tertentu, tapi menekankan adanya tambahan kemampuan ekonomi. dengan memperhatikan tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak (WP), penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

(32)

2) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, penghasilan dari praktek dokter, akuntan, pengacara, dan lain-lain. 3) Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harga yang tak

bergerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha dan lain-lain.

4) Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain-lain (Waluyo, 2008:177).

Sedangkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan juga digambarkan yang termasuk dalam kategori penghasilan:

a. Penggatian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dengan Undang-Undang ini terhadap semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayar oleh pemberi kerja seperti gaji, premi asuransi, atau imbalan dalam bentuk lainnya, termasuk dalam pengertian penghasilan sebagai objek Pajak Penghasilan. Imbalan dalam bentuk natura pada hakikatnya termasuk penghasilan.

b. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, atau penghargaan. Hadiah dimaksudkan termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain-lain. Penghargaan itu sendiri adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, seperti imbalan yang diterima seseorang karena menemukan benda purbakala.

(33)

c. Laba usaha. Penghasilan yang bersumber dari usaha dikategorikan sebagai laba usaha (business profit)

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:

1. Keuntungan (selisih antara nilai pasar dan harta yang diserahkan dengan nilai bukunya) karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. Wajib pajak yang memperoleh keuntungan atas pengalihan hartanya kepada pemegang sahamnya, maka keuntungan sebagai objek pajak penghasilan dan harga jual yang dipakai sebagai dasar menghitung keuntungan adalah harga pasar.

2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya Karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, dan anggota. 3. Keuntungan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambil alih usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga saudara dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Materi Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.

(34)

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Premi ini terjadi apabila obligasi dijual diatas nilai nominal, sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli dibawah nilai nominalnya (agio saham). Premi tersebut merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

g. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun. Deviden merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

h. Royalti. Pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri atas tiga kelompok, yaitu imbalan sumbangan dengan penggunaan:

1. Hak atas harta tidak berwujud, misalnya hak penulis, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.

2. Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan.

3. Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan. Ciri dari informasi yang dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut.

(35)

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak, harta tak gerak, misalnya sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan pemerintah dibidang moneter.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali asset (revaluasi) aset.

n. Premi asuransi. Dalam premi asuransi ini termasuk juga premi reasuransi. Iuran yang diterima atau yang diperoleh perkumpulan dan anggotanya yang terdiri atas Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

o. Tambahan kekayaan bersih yang berasal dari penghasilan yang belum kena pajak.

p. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

q. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penentuan umum dan tata cara perpajakan.

(36)

Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, ketentuan perundang-undangan perpajakan mewajibkan Wajib Pajak melakukanya sesuai dengan metode pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak itu sendiri, apakah berdasarkan basis akrual atau basis kas. Pendekatan akrual mengakui penghasilan pada saat diperoleh, sedangkan pendapatan kas mengakui penghasilan pada saat diterima. Kedua metode ini, dalam hal tertentu akan menimbulkan perbedaan waktu/beda waktu antara penghasilan dan beban yang diakui untuk tujuan pelaporan keuangan komersial yang disesuaikan denagan peraturan perpajakan.

3. Perhitungan Pajak Penghasilan Tahun Berjalan

Setiap Wajib Pajak badan dalam satu tahun berjalan akan melunasi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan dalam dua bentuk: a. Pembayaran pajak penghasilan pasal 25 Tahunan (PPh Pasal 25 Tahunan). b. Pembayaran pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga

yang bersifat final sebagaimana yang dimaksud dalam pasal empat (dua) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu:

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

2. Penghasilan berupa hadiah undian.

3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham

(37)

atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, persewaan tanah dan/atau bangunan, dan

5. Penghasilan tertentu lainnya.

Untuk PPh Pasal 25 Tahunan, dilunasi dalam tiga cara, yaitu: 1) Angsuran PPh Pasal 25

2) Pelunasan melalui pemotongan dan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga yang bersifat tidak final.

3) Pelunasan melalui PPh Pasal 29.

E. Akuntansi Pajak Penghasilan

Tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi pajak penghasilan. PSAK 46 mengenai perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah yang timbul adalah bagaimana pengakuan pengaruh pajak pada periode berjalan dan periode mendatang terhadap transaksi yang telah diakui dalam laporan keuangan dan Surat Pemberitahuan (SPT) serta kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan. Penerapan PSAK 46 ini diharapakan dapat menjebatani antara peraturan perpajakan dengan ketentuan akuntansi.

(38)

1. Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 46

Tujuan PSAK No.46 adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dan bagaimana mempertanggungjawabkannya konsekuensi pajak pada periode berjalan dan mendatang untuk hal-hal sebagai berikut:

1) Pemulihan (penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) dimasa depan yang diakui pada laporan keuangan entitas.

2) Transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian pada periode kini diakui pada laporan posisi keuangan entitas.

Selain itu PSAK No. 46 juga bertujuan untuk mengatur aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisi rugi yang dapat dikompensasi ketahun berikut, penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan.

Ruang lingkup PSAK No. 46 adalah sebagai berikut:

a. Mencakup perlakuan pajak penghasilan final, yang artinya bahwa pelunasan kewajiban pajak yang telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tidak dapat digunakan dengan penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Sesuai dengan peraturan perundangan perpajakan, penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak lagi dilaporkan sebagai penghasilan kena pajak, semua beban sehubungan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final tidak boleh dikurangkan. Oleh karena itu tidak terdapat perbedaan temporer sehingga tidak diakui adanya aktiva atau kewajiban pajak tangguhan.

(39)

b. Mencakup pembatalan paragraph 77, PSAK No 16 yang menyatakan “apabila perusahaan memilih untuk menghitung pajak menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut dengan hutang pajak yang dihitung (yang dihitung menurut laba kena pajak) yang disebabkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan akuntansi dengan tujuan pajak ditampung dalam perkiraan pajak penghasilan yang ditangguhkan, dikelompokkan sebagai aktiva lain-lain dan dialokasikan pada beban kena pajak penghasilan tahun-tahun mendatang”.

Pada PSAK No. 46 yang berkaitan dengan pelaporan Pajak Penghasilan terhadap beberapa istilah penting yang perlu diketahui, berikut pengertian pokok dari istilah-istilah tersebut:

1. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.

2. Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax

loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan

peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan. 3. Beban Pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah

agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deffered tax) yang diperhitungkan dalam perhitungan laba atau rugi pada suatu periode.

4. Pajak tangguhan adalah jumlah beban pajak penghasilan terhutang atau penghasilan kena pajak untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

(40)

5. Pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terhutang (payable) (dilunasi atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu periode.

6. Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered tax liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

7. Aktiva Pajak Tangguhan (deffered tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

Perbedaan Temporer (temporary differences) adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan DPP-nya. Perbedaan temporer dapat berupa:

a. Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi, atau

b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

Perbedaan temporer yang diboleh dikurangkan akan mengakibatkan timbulnya aktiva pajak tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh Wajib Pajak dalam bentuk pengurangan terhadap laba fiskal pada masa yang akan datang. Sedangkan perbedaan temporer kena pajak akan menimbulkan kewajiban

(41)

pajak tangguhan pada periode terjadinya beda waktu atau beda temporer, karena terdapat kewajiban pajak penghasilan pada periode yang akan datang.

2. Pengakuan Dalam PSAK No. 46

Penyebab terjadinya perbedaan temporer atau beda waktu adalah adanya perbedaan dasar pengukuran dan pengakuan aktiva dan kewajiban untuk tujuan perhitungan penghasilan kena pajak dan untuk tujuan perhitungan laba rugi komersial. Istilah dasar pengenaan Pajak atau DPP digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan kewajiban berdasarkan peraturan perpajakan sedangkan istilah nilai tercatat digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan kewajiban Standar Akuntansi Keuangan.

Defenisi DPP aktiva adalah jumlah yang dapat diperkurangan, untuk tujuan fiskal terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva. Sedangkan DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa depan.

a. Pengakuan Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak Kini

Jumlah pajak kini yang belum dibayar haruslah diakui sebagai kewajiban pajak kini, apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terhutang untuk periode-periode tersebut, maka selisishnya diakui sebagai aktiva pajak kini.

(42)

b. Pengakuan Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak Tangguahan Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat dari adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (IAI 2009). Aktiva pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang akan datang, kecuali yang timbul dari:

1. Goodwill negatif yang diakui sebagai pendapatan tangguhan dari penggabungan usaha.

2. Pengakuan awal aktiva dan kewajiban dari suatu transaksi yang bukan transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh pada laba komersial dan laba fiskal.

Aktiva pajak yang ditangguhkan (differend tax asset) adalah konsekuensi pajak yang ditangguhkan akibat adanya perbedaan sementara yang dapat dikurangkan. Dengan kata lain, aktiva pajak yang ditangguhkan menunjukan kenaikan pajak yang dapat diminta kembali (atau dihemat) ditahun-tahun mendatang sebagai akibat dari perbedaan sementara yang dapat dikurangkan yang terdapat pada akhir tahun berjalan.

Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terhutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak, kecuali yang timbul dari:

(43)

2) Pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yang bukan transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh pada laba komersial dan laba fiskal.

c. Pengakuan Saldo Rugi Fiskal yang dapat Dikompensasi

Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Namun perlu diketahui, apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat dikompensasikan dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aktiva pajak tangguhan tidak diakui.

d. Pengakuan Pajak Kini dan Pajak Tangguhan

Pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban pada laporan laba rugi periode berjalan, kecuali untuk pajak penghasilan yang berasal dari (IAI 2009):

1. Transaksi atau kejadian yang langsung dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas pada periode yang sama atau periode yang berbeda, atau

2. Penggabungan usaha secara subtansi adalah ekuitas.

Pajak kini dan pajak tangguhan harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas apabila pajak tersebut berhubungan dengan transaksi yang langsung dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.

Adapun pengertian dari pajak tangguhan itu sendiri adalah merupakan dampak PPh dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer

(44)

(waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan dimasa datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan dalam suatu periode tertentu.

Dampak PPh dimasa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan, dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil dimasa datang. Bila dampak pajak dimasa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pembaca.

e. Penelahaan Metode Aktiva-Kewajiban

FASB berkeyakinan bahwa metode aktiva-kewajiban (kadang-kadang disebut sebagai pendekatan kewajiban) adalah metode yang paling konsisten dalam akuntansi untuk pajak penghasilan. Salah satu tujuan dari pendekatan ini adalah mengakui jumlah hutang pajak atau yang dapat diminta kembali selama tahun berjalan. Tujuan yang kedua adalah mengakui kewajiban dan aktiva pajak yang ditangguhkan untuk konsekuensi pajak dimasa depan dari peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan atau SPT pajak.

Untuk melaksanakan tujuan-tujuan ini, prinsi-prinsip dasar berikut akan diterapkan dalam akuntansi untuk pajak penghasilan pada tanggal laporan keungan:

1. Kewajiban atau aktiva lancar diakui sebesar estimasi hutang pajak atau yang dapat diminta kembali dalam SPT pajak tahun berjalan.

(45)

2. Kewajiban atau aktiva pajak yang ditangguhkan diakui sebesar estimasi pengaruh pajak masa depan yang timbul oleh perbedaan sementara dan kompensasi kedepan.

3. Pengukuran kewajiban serta aktiva pajak lancar yang ditangguhkan didasarkan pada ketentuan dalam undang-undang pajak yang ditetapkan, pengaruh perubahan undang-undang atau tarif pajak dimasa depan tidak diantisipasi.

4. Pengukuran aktiva pajak yang ditangguhkan dikurangi, jika perlu sebesar jumlah setiap manfaat pajak, yang berdasarkan bukti yang ada, tidak diharapkan akan direalisasi.

3. Penyajian Perkiraan-Perkiraan Menurut PSAK No. 46

a. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak

Aktiva dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban lainnya, dalam neraca. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini. Apabila dalam laporan keuangan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar.

b. Saling menghapuskan (offset)

PSAK No. 46 tidak menyatakan secara tegas mengenai aktiva pajak tangguhan boleh atau harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak tangguhan dalam penyajian neraca. PSAK No. 46 menyatakan bahwa aktiva kini

(46)

harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya harus disajikan pada neraca.

c. Beban Pajak

Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.

d. Pajak Penghasilan Final

Apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari DPP-nya maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak diakui secara proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Selisih antara jumlah pajak penghasilan final yang terhutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Penghasilan Final Dibayar Dimuka dan Pajak Penghasilan Final yang masih harus dibayar. Perkiraan pajak penghasilan final dibayar dimuka disajikan secara terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar.

4. Pengungkapan Dalam PSAK No. 46

Hal hal yang harus diungkapkan dalam PSAK No. 46 adalah sebagai berikut:

a. Unsur-unsur utama beban (penghasilan) pajak.

b. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan yang berasal dari transaksi-transaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.

(47)

c. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui pada periode berjalan.

d. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut ini: (i) rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dan tarif pajak yang berlaku, dengan menggunakan dasar perhitungan tarif pajak berlaku; atau (ii) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata (everage

effective tax rate) dan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar

perhitungan tarif pajak yang berlaku.

e. Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya.

f. Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasi ketahun berikut, yang tidak diakui sebagai aktiva pajak tangguhan pada neraca.

g. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut: (i) jumlah aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca untuk setiap periode penyajian; (ii) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aktiva atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca.

h. Untuk operasi yang tidak dilanjutkan, beban pajak yang berasal dari : (i) keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi; dan (ii) laba atau rugi dari aktivitas normal operasi yang tidak dilanjutkan untuk periode pelaporan,

(48)

bersama dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya yang disajikan pada laporan keuangan.

5. Perhitungan Pajak Penghasilan Tangguhan

Pajak penghasilan tangguhan dapat dihitung dengan cara mengalihkan beda waktu yang terjadi dengan tarif pajak yang berlaku pada saat aktiva dipulihkan atau kewajiban dilunasi. Biasanya tarif yang digunakan adalah tarif PPh tertinggi yaitu 30%, maka 30% dikalikan dengan saldo rugi yang terjadi.

Metode penangguhan dalam pajak tangguhan dalam penghasilan antara lain: a. Metode Penagguhan (Deferred Method)

Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement

Approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan

perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer atau waktu dan perbedaan permanen. Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini menekankan

matching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut.

b. Metode Asset dan Kewajiban (Asset-Liability Method)

Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi laporan keuangan dan memprediksi aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar

(49)

pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non temporer.

c. Metode Bersih dari Pajak (Net-of-Tax Method)

Metode ini tidak ada pada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan temporer tidak di laporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut:

PT. Bumi Sarana Beton merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Yang dimaksudkan dengan usaha jasa konstruksi yang dikenakan PPh final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan oleh penyedia jasa konstruksi yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi, yang dapat berupa orang pribadi atau badan. Pemotongan pajak atas penghasilan adalah dari jasa konstruksi.

Pajak tangguhan merupakan jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan

(50)

waktu/temporer yang boleh dikurangkan, akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan.

Pencatatan Laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar SPT pajak penghasilan (PPh) yang disampaikan kekantor pajak maka perusahaan melakukan yang namanya penyesuaian fiskal atau koreksi fiskal, dengan adanya pengakuan laba/rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, sebelum menghitung pajak penghasilan pajak yang terutang terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi fiskal sesuai dengan undang-undang perpajakan nomor 17 Tahun 2000.

Dalam praktiknya perusahaan yang belum merupakan Wajib Pajak (WP) Badan harus menghitung penghasilan dengan dua cara berbeda, di satu sisi perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan PSAK. Sementara itu disisi lain akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan ketentuan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan/ SPT Tahunan PPh Badan. Karena antara PSAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, penentuan laba akuntansi (Pretax

Financial Income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income).

Agar Laporan Keungan Komersial (menurut PSAK) sama dengan laporan keuangan fiskal, maka perlu dibuat rekonsiliasi fiskal.

(51)

Bagan Kerangka Pikir

G. Hipotesis

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka penulis mengambil keputusan hipotesis dari masalah tersebut adalah ”diduga bahwa, penerapan akuntansi pajak tangguhan yang dilakukan oleh PT. Bumi Sarana Beton telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46” , Hal ini terbukti karena terjadinya kewajiban pajak tangguhan / Hutang Pajak PT. Bumi Sarana Beton.

PT.

BUMI SARANA BETON

Menurut

Perusahaan PSAK 46

Hasil Pajak Tangguhan Laporan Keuangan

(52)

H. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Analisis Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan Keuangan PT. Bumi Sarana Beton.

Pada tahun 2014 di Universitas Hasanuddin Makassar, Penelitian yang dilakukan oleh Gina Febrianti dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Pada Laporan Keuangan PT. Bumi Sarana Utama. Penelitian berupa studi kasus pada PT. Bumi Sarana Utama. Data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu laporan keuangan perusahaan tahun 2009 dan 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa penerapan akuntansi pajak tangguhan pada laporan keuangan yang dilakukan oleh PT Bumi Sarana Utama. Metode penelitian yang digunakan adalah descriptive comparative. Hasil penelitian yang diperoleh dari pengamatan dengan menggunakan wawancara dan observasi menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan akuntansi pajak penghasilan pada laporan keuangan tahun 2009, sesuai dengan PSAK No. 46, berdasarkan perhitungan tersebut maka didapatkan saldo kewajiban pajak tangguhan Rp. 32.759.520. pada tahun 2010, penerapan akuntansi pajak tangguhan yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai dengan PSAK No. 46. Oleh karena itu harus dilakukan suatu jurnal penyesuaian untuk akun pajak tangguhan.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul “ Analisis Penerapan PSAK No. 46 Pada Laporan Keuangan PT.

(53)

Karya Manunggal Kabupaten Pangkep. Dalam penelitiannya peneliti meneliti diperusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pengemasan semen yang berlokasi di Pangkep Sulawesi Selatan, yaitu PT. Prima Manunggal, sedangkan dalam penelitian ini akan dilakukan dalam PT. Bumi Sarana Beton. Tujuan dalam penelitiannya yaitu untuk mengetahui apakah PT. Prima Manunggal telah menerapkan PSAK No. 46 dalam Laporan Keuangannya. Tehnik pengumpulan Data dalam penelitiannya adalah penelitian lapangan dan studi kepustakaan. penerapan akuntansi pajak tangguhan yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai dengan PSAK No. 46. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan Akuntansi Pajak Penghasilan pada Laporan Keuangannya, namun belum sepenuhnya mengakui adanya konsekuensi atas pajak dimasa yang akan datang berupa kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan jurnal penyesuaian. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah terletak pada objek Penelitian.

Penelitian dikatakan relevan dengan penelitian ini, karena sama-sama membahas tentang pajak tangguhan pada laporan keuangannya dan sama sama menganalisa Perlakuan Akuntansi PSAK No. 46 pada Laporan Keuangannya, Simpulan yang di dapat dalam penelitian ini, disarankan harus dilakukan suatu jurnal penyesuaian untuk akun pajak tangguhan.

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan PT. Bumi Sarana Beton yang berlokasi di jalan Dr. Sam Ratulangi, No. 8 Wisma Kalla lantai 10 di Makassar. Adapun waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini mulai tanggal 2 Mei sampai dengan 18 Juni 2016.

B. Jenis Dan Sumber Data

Adapun jenis yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Kualitatif

Data kualitatif yaitu semua data yang sifatnya informasi atau keterangan berupa penjelasan-penjelasan mengenai koreksi fiskal yang dilakukan perusahaan dalam menyusun laporan keuangan fiskal.

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu semua data yang sifatnya angka-angka atau dapat dihitung, yang berkaitan dengan laporan keuangan perusahaan dan koreksi fiskal

Adapun Sumber data yang dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan sumber data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer yaitu semua data (berupa keterangan dan angka-angka) yang diperoleh melalui observasi dan wawancara

(55)

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu semua data yang diperoleh melalui data-data keuangan yang berhubungan dengan penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Penelitian Lapangan (field Research)

Penelitian lapangan yaitu pengumpulan data dengan mengadakan penelitian secara langsung terhadap objek penelitian melalui:

a. Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap kegiatan dilapangan untuk memahami kegiatan yang sesungguhnya terjadi. b. Wawancara

Wawancara yaitu tehnik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada beberapa pihak, baik pimpinanan maupun karyawan/staf yang mengetahui objek pembahasan. 2. Penelitian Pustaka

Penelitian pustaka yaitu pengumpulan data dengan cara menelaah beberapa buku bacaan atau literature yang mempunyai kaitan dengan objek penelitian . 3. Mengakses Webesite dan Situs-situs terkait

Website atau situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran Tema 5 Bangga Sebagai Bangsa Indonesia dengan menggunakan model Make a Match dan media Visual di kelas V MIN

Pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk alasan strategis dalam upaya untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder (Prior et al. 2007).Hal ini

Dengan undang-undang seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa hukum Indonesia dalam pembuatannya (Law Making) sangat dipengaruhi oleh dunia internasional terutama

Sedangkan pada teknik TSP, penyaradan dilaksanakan sesuai arahan peneliti, yaitu dengan pengaturan letak penumpukkan kayu yang akan disarad dan pengaturan sarad sesuai jalur

Untuk mendapatkan nilai kekerasan yang sama dengan nilai yang dimiliki oleh 1,5% agar pada media komersial, maka dilakukan percobaan dengan mengukur kadar karaginan hasil ekstraksi

Atribut Deskripsi Panjang dan Tipe Data NULL Multi Value KodePms KodeBrg Kuantitas HargaBeli TotalBeli Kode Pemasok Kode Barang Kuantitas Harga Satuan Total Beli

Langkah selanjutnya adalah mengupload file bukti-bukti kegiatan yang berupa file surat tugas / undangan asli (tidak boleh dalam bentuk fotocopy), sertifikat asli (tidak

Selain Archaster typicus di pulau mandangin juga ditemukan spesies bintang laut Echinaster luzonicus , akan tetapi jumlah dari spesies tersebut yang ditemukan Pada saat