IDENTIFIKASI KANKER KULIT MELANOMA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK
SKRIPSI
MUHAMMAD RIZKY LUBIS 131402116
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi
MUHAMMAD RIZKY LUBIS 131402116
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI KANKER KULIT MELANOMA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 28 Januari 2020
MUHAMMAD RIZKY LUBIS 131402116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Dekan Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc. selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
4. Bapak Ainul Hizriadi, S.Kom., M.Sc selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Dedi Arisandi, S.T., M. Kom. selaku Dosen Pembanding 1 yang telah memberi kritik dan saran kepada penulis.
6. Bapak Fahrurrozi Lubis, B.IT, M.Sc.IT selaku Dosen Pembanding 2 yang memberi kritik dan saran kepada penulis.
7. Orang tua terkasih, Bapak Asran Lubis dan Ibu Sri Hariani Nasution yang selalu mendoakan, memberi semangat dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
8. Adik terkasih, Anggi Putri Sari Lubis S.E dan Ridwan Azhari Lubis yang selalu mendoakan, memberi semangat dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
9. Teman-teman Teknologi Informasi USU 2013 khususnya Kom C.
10. Teman- teman Gamadiksi USU yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelsaikan skripsinya
11. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 28 Januari 2020 Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ABSTRAK
Melanoma merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel-sel melanosit, sel-sel tersebut masih mampu membentuk melanin, sehingga pada umumnya melanoma berwarna coklat atau kehitaman. Melanoma merupakan salah satu dari penyakit mematikan yang dapat membahayakan jiwa manusia. Dokter dermatologis dapat mendiagnosis kanker kulit melanoma dengan melalui proses biopsi. Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan tubuh manusia untuk pemeriksaan laboratorium yang bertujuan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit. Namun, kekurangan biopsi adalah butuh persiapan yang panjang dan waktu penyembuhan luka yang sedikit lama.
Sistem analisis komputerisasi citra dermoscopy dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini. Dalam sistem ini, algoritma yang digunakan adalah Convolutional Neural Network (CNN) untuk membantu dokter dermatologis melakukan diagnosa tahap awal dalam mengidentifikasi melanoma dan non melanoma. Teknik pengolahan citra digital akan diterapkan untuk meningkatkan kualitas citra. Pada tahap preprocessing, metode yang digunakan adalah metode image adjustment. Pada tahap berikutmya yaitu segmentasi menggunakan metode thresholding. Setelah itu, citra akan diklasifikasikan menjadi melanoma atau non melanoma menggunakan metode CNN. Berdasarkan pengujian dataset citra dermoscopy diperoleh nilai precision 80% dan recall sebesar 100% dan memiliki tingkat keefektifan sistem yang baik.
Kata kunci : melanoma, citra dermoscopy, convolutiona neural network, image processing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Melanoma is a skin malignancy originating from melanocyte cells, these cells are still able to produce melanin, so melanoma is brown or blackish generally. Melanoma is one of the deadly diseases that can be endanger for human lives. Dermatologists can diagnose melanoma skin cancer with a biopsy process. Biopsy is taking a small of human body tissue for laboratory tests aimed to detecting the disease. However, biopsy requires a long preparation and a longer healing time. A computerized image analysis system for dermoscopy can be used to solve this problem. In this system, The algorithm used is the Convolutional Neural Network (CNN) to help dermatologists perform initial diagnosis to identify melanoma and non melanoma. Digital image processing techniques will be applied to improve image quality. At the preprocessing, the method used is the image adjustment method. In the next step, segmentation uses the thresholding method. After that, the image will be classified as melanoma or non- melanoma using the CNN method. Based on testing of the dermoscopy image dataset, the value of precision is 80% and recall is 100% and the level of system effectiveness is good.
Keywords: melanoma, image dermoscopy, convolution neural network, image processing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 4
1.7. Sistematika Penulisan 5
BAB 2 LANDASAN TEORI 6
2.1. Kulit 6
2.2. Kanker Kulit 7
2.3. Melanoma 7
2.3.1. Superficial Spreading Melanoma 9
2.3.2. Nodular Melanoma 9
2.3.3. Lentigo Maligna Melanoma 10
2.3.4. Acral Lengtiginous Melanoma (ALM) 11
2.4. Pengolahan Citra 12
2.5. Image Adjustment 12
2.6. Thresholding 13
2.7. Convolutional Neural Network 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.8. Penelitian Terdahulu 17
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 20
3.1. Dataset 20
3.2. Analisis Sistem 20
3.2.1. Input Citra Dermoscopy 22
3.2.2. Image Adjustment 22
3.2.3. Thresholding 22
3.2.4. Convolutiona Neural Network 23
3.3. Perancangan Sistem 26
3.3.1. Rancangan Tampilan Awal 26
3.3.2. Rancangan Tampilan Utama 27
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 30
4.1. Implementasi Sistem 30
4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 30
4.1.2.Implementasi Perancangan Antarmuka 30
4.1.3.Implementasi Data 32
4.2. Prosedural Operasional 33
4.3. Pengujian Sistem 39
4.4. Analisis Precesion dan Recall 47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 49
5.1. Kesimpulan 49
5.2. Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 18
Tabel 3.1. Keterangan Arsitektur CNN 24
Tabel 4.1. Citra Non Melanoma 40
Tabel 4.2. Citra Melanoma 43
Tabel 4.3. Hasil Identifikasi Citra Melanoma 45 Tabel 4.4. Hasil Identifikasi Citra Non Melanoma 46
Tabel 4.4. Hasil Precesion dan Recall 48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Superfecial Spreading Melanoma 9
Gambar 2.2. Nodular Melanoma 10
Gambar 2.3. Lentigo Maligna Melanoma 11
Gambar 2.4. Acral Lengtiginous Melanoma 11
Gambar 2.5. Kiri : Citra asli, Kanan : Citra setelah image adjusment 13 Gambar 2.6. Arsitektur Convolutional Neural Network 16
Gambar 2.7. Operasi Max Pooling 16
Gambar 3.1. Arsitektur Umum 21
Gambar 3.2. Citra Asli 22
Gambar 3.3. Citra Image adjustment 22
Gambar 3.4. Citra Thresholding 23
Gambar 3.5. Arsitektur CNN 23
Gambar 3.6. Rancangan Tampilan Awal 27
Gambar 3.7. Rancangan Tampilan Utama 28
Gambar 4.1. Tampilan Awal Aplikasi 31
Gambar 4.2. Tampilan Utama Aplikasi 31
Gambar 4.3. Melanoma 32
Gambar 4.4. Non Melanoma 32
Gambar 4.5. Menu Utama 33
Gambar 4.6. Pencarian citra data latih Non Melanoma 33 Gambar 4.7. Pilih semua citra data latih non melanoma 34
Gambar 4.8. Jumlah Data Latih Non Melanoma 34
Gambar 4.9. Pilih Citra Data Latih Melanoma 35
Gambar 4.10. Jumlah Data Latih Melanoma 35
Gambar 4.11. Proses Data Latih 36
Gambar 4.12. Proses Data Inisialitation 36
Gambar 4.13. Proses Latih Data 37
Gambar 4.14. Pilih Data Test 37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
Gambar 4.15. Proses Image Adjustment 38
Gambar 4.16. Proses Thresholding 38
Gambar 4.17. Proses Identifikasi Image 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit adalah salah satu organ penting yang dimiliki oleh manusia, yang membantu untuk menyelimuti otot, tulang dan semua bagian tubuh. Fungsi kulit mempunyai kepentingan yang sangat besar karena sedikit mengalamai perubahan atau terjadi masalah pada fungsi kulit maka akan mengganggu bagian lain dari tubuh manusia.
Tapi, karena kulit merupakan organ terluar dari tubuh manusia maka kulit akan sangat rentan mengalami penyakit yang berbahaya yaitu kanker kulit. (Suhil et al, 2015).
Kanker kulit diartikan sebagai pertumbuhan sel yang sulit untuk di kontrol.
Kanker kulit terbentuk akibat penyebarannya yang sangat cepat melalui sel kulit.
Pada saat ini, pasien kanker kulit cenderung meningkat, karena cuaca yang ekstrim dan kurang memahaminya masyarakat tentang bahaya sinar matahari. Hal yang menjadi penyebab utama dari kanker kulit adalah karena terlalu berlebihan terkena sinar ultraviolet (UV). Penyebab lainnya adalah luka lama yang tidak sembuh dan mengakibatkkan berkembangnya luka tersebut menjadi sel kanker. Pada wanita kanker kulit merupakan peringkat ketiga penderita terbanyak setelah kanker rahim dan kanker payudara. Pada pria kanker kulit merupakan peringkat kedua penderita terbanyak setelah kanker paru.salah satu jenis kanker kulit yang paling berbahaya adalah melanoma.
Melanoma merupakan salah satu dari penyakit mematikan yang dapat membahayakan jiwa manusia. Menurut American Melanoma Foundation, kanker melanoma menyebabkan kematian hingga 75% dari seluruh kematian yang berhubungan dengan kanker kulit. Dari fakta tersebut, deteksi dini adalah salah satu cara untuk mengatasi penyakit kanker kulit ini. Tapi, pakar dermatologis mengatakan bahwa adanya kesulitan dalam membedakan antara luka bakar dan tahi lalat.. Dokter dermatologis dapat mendiagnosis kanker kulit melanoma dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
melalui proses biopsi. Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan tubuh manusia untuk pemeriksaan laboratorium yang bertujuan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit. Namun, kekurangan biopsi adalah butuh persiapan yang panjang dan waktu penyembuhan luka yang sedikit lama. Proses ini akan sulit dilakukan di daerah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, karena prosesnya memerlukan teknologi yang canggih. Masalah ini menimbulkan ketertarikan dalam mengklasifikasikan citra melanoma untuk memudahkan diagnosa secara klinis.
Klasifikasi citra melanoma ini dikembangkan sebagai sebuah sistem komputer bantu CAD (Computer-Aided System) diagnosa klinis melanoma sebagai sebuah dukungan untuk para pakar dermatologis dalam langkah analisis yang berbeda, seperti deteksi batas luka, penghitungan fitur diagnosa, klasifikasi pada tipe luka yang berbeda dan lain-lain. (Bilqis dkk, 2011)
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendeteksi kanker melanoma antara lain penelitian (Amaliah dkk, 2011) menggunakan metode thresholding pada tahap segmentasi, ABC pada tahap ektrasksi fitur dan voted perceptron pada tahap klasifikasinya. Penelitian (Auliya, et al. 2017) tentang klasifikasi pendarahan otak menggunakan metode grayscale, scalling dan CNN pada tahap klasifikasinya. Dalam penelitan (Joseph, et al. 2015) yang berjudul Skin Lesion Analysis System for Melanoma Detection with an Effective Hair Segmentation Method menggunakan metode thresholding otsu (Segmentasi), Hair Removal (Preprocessing), SVM (Klasifikasi). Penelitian (Manda Rohandi, 2012) menggunakan Penerapan Algoritma Image Adjustment Pada Metode WaFuMos Dalam Penentuan Prosentase Positifitas Antigen Citra Imunohistokimia Pulasan Cokelat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengusulkan penelitian dengan menggunakan metode thresholding pada tahap segmentasi dan image adjustment pada tahap preprocessing dan menggunakan metode CNN (Convolutional Neural Network) pada tahap klasifikasi. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan akurasi yang baik dalam mendiagnosa penyakit kanker kulit melanoma. Penelitian ini diberi judul “Identifikasi Kanker Kulit Melanoma Dengan Menggunakan Convolutional Neural Network” .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Rumusan Masalah
Biopsi merupakan cara medis yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosis kanker kulit melanoma. Tetapi cara ini membutuhkan banyak persiapan dan waktu yang lama. Hal ini ditakutkan akan membuat sel kanker menyebar semakin meluas.
Diperlukan suatu sistem untuk mendeteksi kanker melanoma dengan cepat dan memberikan hasil akurasi deteksi yang baik.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti membuat batasan masalah untuk mencegah meluasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah tersebut, diantaranya yaitu:
1. Sistem ini hanya menentukan melanoma atau tidak melanoma.
2. Sistem ini menggunakan metode Convolutional Neural Network pada tahap klasifikasinya.
3. Citra yang digunakan adalah citra dermoscopy dengan ekstensi .bmp
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memgidentifikasi penyakit kanker kulit melanoma menggunakan metode Convolutional Neural Network
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan kemudahan dalam mendiagnosa dan juga menganalisa kanker kulit melanoma
2. Dapat membantu dokter dalam melakukan diagnosis awal kanker kulit melanoma
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
1.6 Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.6.1 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan berbagai bahan referensi mengenai image processing, metode Convolutional Neural Network, kanker kulit dan melanoma. Dari berbagai jurnal, artikel, buku dan beberapa sumber referensi lainnya.
1.6.2 Analisis Permasalahan
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan dari informasi yang didapat pada tahapan sebelumnya agar didapatkan metode yang tepat untuk mengatasi masalah dalam penelitian ini yaitu deteksi penyakit melanoma melalui citra dermoscopi.
1.6.3. Perancangan Sistem
Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam tahap analisis.
1.6.4 Implementasi
Pada tahap ini dilakukan implementasi berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam bentuk pembuatan program sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya.
1.6.5 Pengujian
Tahap selanjutnya yaitu melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibangun untuk menguji seberapa mampu metode Convolutional Neural Network dalam mendeteksi penyakit kulit melanoma dan memastikan hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
1.6.6 Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini dilakukan penulisan laporan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2: Landasan Teori
Bab ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dan berhubungan dalam permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.
Bab 3: Analisis dan Perancangan Sistem
Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta analisis dari metode yang digunakan yaitu metode Convolutional Neural Network dan penerapannya dalam pembuatan sistem untuk mengklasifikasi penyakit kanker kulit melanoma.
Bab 4: Implementasi dan Pengujian Sistem
Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari metode yang digunakan serta analisis dan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya serta pengujian terhadap hasil yang didapatkan apakah sesuai dengan yang diharapkan.
Bab 5: Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah di uraikan pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori-teori pendukung dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Convolutional Neural Network untuk mengidentifikasi melanoma.
2.1. Kulit
Kulit adalah alat tubuh yang paling luas, mempunyai berat kira-kira 15% dari seluruh tubuh berat tubuh. Kulit secara anatomis merupakan batas antara tubuh dengan lingkungan (Achmad, 1993).
Menurut (Achmad, 1993), kulit mempunyai fungsi antara lain sebagai :
1. Pelindung, kulit yang mempunyai sifat elastis merupakan penutup tubuh yang paling tahan, yang melindungi manusia dalam kehidupannya dari pengaruh lingkungan yang sangat kompleks. Di samping itu kulit mencegah kehilangan air dan elektrolit tubuh yang berlebihan.
2. Pengatur suhu tubuh, dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
3. Indera rasa, empat indera rasa, yaitu rasa nyeri, suhu (panas, dingin), rabaan dan tekanan terdapat pada kulit.
4. Ekskresi, mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna melalui kelenjar kulit.
5. Absorpsi, cairan yang mudah menguap atau yang larut dalam lemak lebih mudah diserap oleh kulit.
6. Pembentuk pigmen melanin, ialah pigmen yang mempunyai daya perlindungan bagi kulit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Kanker Kulit
Kanker kulit secara umum dibagi atas dua golongan besar yaitu melanoma (melanoma malignum) dan non melanoma. Kedua golongan ini dibedakan karena berbagai sifat yang berlainan (Achmad, 1993).
Menurut (Achmad, 1993), jenis-jenis kanker kulit antara lain :
1. Karsinoma sel basal ialah kanker kulit yang paling sering pada orang-orang dengan warna kulit cerah yang sehari-harinya banyak berhubungan dengan sinar matahari. Karsinoma sel basal mempunyai sifat tumbuh lambat dan jarang bermetastasis.
2. Karsinoma sel squamosal pada kulit menduduki peringkat kedua dan berasal dari sel epitel pembentuk keratin pada epidermis. Karsinoma sel squamosal biasanya terjadi pada area yang terkena sinar matahari terutama pada bagian kepala dan tangan.
3. Melanoma malignan adalah kanker kulit yang berasal dari melanosit (sel pembentuk pigmen) pada epidermis. Melanoma malignan merupakan bentuk yang lebih jarang terjadi tetapi menyebar paling cepat dan membutuhkan penanganan yang paling intensif. Melanoma biasanya terdapat pada kulit, tahi lalat atau bercak-bercak sejak lahir, tetapi dapat pula terjadi dimana saja.
2.3 Melanoma
Melanoma merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel-sel melanosit; sel-sel tersebut masih mampu membentuk melanin, sehingga pada umumnya melanoma berwarna coklat atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau bahkan putih.
Melanoma bisa ditemukan di bagian mana saja di tubuh, paling sering di dada dan punggung pada pria, di tungkai bawah pada wanita. Lokasi lain yang sering adalah di wajah dan leher. Melanoma juga dapat ditemukan di mata, mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang. Kulit lebih gelap menurunkan risiko terkena melanoma; Melanoma 20 kali lebih sering ditemukan pada kulit putih dibandingkan kulit gelap.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Beberapa faktor risiko yang memudahkan seseorang terkena MM, di antaranya:
1. Pajanan sinar ultraviolet (UV), merupakan faktor risiko utama pada banyak kasus MM. Sinar UV bisa berasal dari matahari atau tanning beds. Sinar matahari merupakan sumber utama penghasil sinar UV, sehingga orang yang mendapatkan banyak paparan sinar matahari mempunyai risiko lebih besar menderita kanker kulit. Ada 3 jenis utama sinar UV, yaitu: a) Sinar UVA: Sinar ini dapat merusak DNA (DeoxyriboNucleic Acid) sel kulit bila terpapar terus- menerus dalam jangka lama dan berperan menimbulkan beberapa jenis kanker kulit; b) Sinar UVB: Sinar UVB dapat secara langsung merusak DNA sel kulit;
sumber utama sinar UVB adalah matahari yang menjadi penyebab terbanyak kanker kulit; c) Sinar UVC: Sinar ini tidak dapat melewati atmosfer bumi, oleh karena itu tidak terkandung dalam pancaran sinar matahari. Sinar ini normalnya tidak menyebabkan kanker kulit.
2. Melacynotic nevi atau biasa disebut tahi lalat adalah salah satu tumor berpigmen yang sifatnya jinak. Biasanya baru mulai terlihat saat anak-anak dan remaja.
Melacynotic nevi ini sebenarnya bukan masalah, tetapi jika jumlahnya banyak dan bentuknya irreguler atau ukurannya besar, kemungkinan menjadi melanoma lebih besar.
3. Kulit putih, freckles, rambut berwarna kuning atau merah.
4. Riwayat keluarga menderita melanoma.
5. Pernah menderita melanoma sebelumnya.
6. Imunosupresi: Sistem imun dalam keadaan lemah atau sedang mendapat terapi obat yang menekan sistem imun.
7. Jenis kelamin, sebelum usia 40 tahun melanoma banyak ditemukan pada wanita dan setelah usia 40 tahun melanoma banyak ditemukan pada pria.
8. Genetik (mutasi gen CDKN2a).
Melanoma merupakan transformasi ganas melanosit; dikenal lima fase pertumbuhan dan perubahan melanosit menjadi sel ganas berdasarkan klinis, histopatologi, imunopatologi, sitogenetiknya, yaitu: 1) Benign melanocytic nevi; 2) Atypical nevi; 3) Primary malignant melanoma, radial growth phase (kelompok sel melanoma belum sampai ke dermis); 4) Primary malignant melanoma, vertical
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
growth phase (kelompok sel melanoma sudah sampai di dermis); 5) Metastatic melanoma.
Melanoma dapat diklasifikasikan menjadi empat subtipe, yaitu:
2.3.1 Superficial Spreading Melanoma (SSM)
Superficial Spreading Melanoma (SSM) merupakan subtipe MM yang paling sering (70% kasus cutaneous melanoma maligna), terutama pada orang kulit putih.
Sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun, lebih sering pada wanita dengan predileksi di tungkai bawah. Pada pria biasanya SSM ditemukan di daerah punggung atas. SSM awalnya ditandai dengan perkembangan lambat radial growth phase sebelum menginvasi dermis (vertical growth phase). Lesi SSM biasanya dimulai dari bentuk papul dan selanjutnya bentuk nodus dan ulkus. Warna lesi SSM bervariasi tidak hanya coklat dan hitam, tetapi juga merah muda, biru, dan abu-abu.
Lesi SSM bersifat asimetris dan batas tidak tegas. Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo) dan asimptomatik. Contoh gambar dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Superficial Spreading Melanoma
(https://www.skincancer.net.au/superficial-spreading-melanoma) 2.3.2 Nodular Melanoma (NM)
Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%) pada orang kulit putih. Lesi ini lebih agresif dibanding SSM. Predileksi di punggung atas untuk laki-laki, dan di tungkai bawah untuk wanita. Biasanya NM ditemukan pada usia pertengahan. Lesi NM dapat berupa nodul, polipoid, atau pedunculated. Lesi berwarna biru atau hitam, dapat merah muda atau kemerahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Pertumbuhan NM agresif mulai dalam beberapa minggu hingga bulan, dapat mengalami ulserasi dan mudah berdarah hanya karena trauma ringan. Lesi awal biasanya asimetris, batas tidak tegas dengan ukuran > 6 mm. Contoh gambar dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Nodular Melanoma
(https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/nodular melanoma)
2.3.3 Lentigo Maligna Melanoma (LMM)
Lentigo Maligna Melanoma (LMM) merupakan subtipe melanoma yang jarang, hanya sekitar 10-15% dari semua kasus melanoma. Ciri khas muncul pada daerah pajanan kronis terhadap matahari terutama wajah, biasanya pada usia 70-80 tahun.
LMM selalu dimulai dari bentuk Lentigo Maligna in situ. Lentigo Maligna in situ adalah tumor jinak intraepidermal yang pertumbuhannya lambat dalam 5-15 tahun, sebelum berubah menjadi bentuk invasif, yaitu LMM. Lentigo Maligna in situ diawali dengan makula pigmentasi yang meluas bertahap hingga diameternya mencapai beberapa sentimeter, tepi tidak teratur, dan tidak mengalami indurasi.
Hanya 3-5% lentigo maligna in situ yang akan menjadi LMM. Makin besar ukuran lesi lentigo maligna in situ, risiko menjadi LMM juga makin besar. Contoh gambar LMM dapat dilihat pada gambar 2.3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.3 Lentigo Maligna Melanoma (LMM) (https://www.aocd.org/page/LentigoMaligna)
2.3.4. Acral Lengtiginous Melanoma (ALM)
ALM merupakan subtipe melanoma yang jarang ditemukan pada orang kulit putih (sekitar 2-8%), sering ditemukan pada orang kulit hitam (60-72%) dan orang Asia (29- 46%). Predileksi usia >65 tahun, di mana lebih sering pada laki-laki. ALM biasanya timbul di daerah tidak berambut, yaitu telapak kaki, telapak tangan, dan daerah subungual. Karena perkembangan ALM lambat, biasanya ditemukan jika sudah invasif. Awalnya ALM berupa lesi pigmentasi dengan tepi tidak beraturan dan tidak tegas, kemudian akan mengalami vertical growth phase yang ditandai dengan nodus yang berkembang menjadi ulkus. Contoh gambar dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Acral Lengtiginous Melanoma
(https://www.medicalnewstoday.com/articles/320223.php)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
2.4 Pengolahan Citra
Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang teknik-teknik mengolah citra. Citra yang dimaksud disini adalah gambar diam (foto) maupun gambar bergerak (yang berasal dari webcam).
Sedangkan digital disini mempunyai maksud bahwa pengolahan citra/gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer. Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu (continue) dengan intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi citra. (RD. Kusumanto &
Alan Novi Tompunu, 2011). Pada umumnya, operasi-operasi pada pengolahan itra diterapkan pada citra bila (Jain, 1989)
a. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra,
b. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur, c. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
Agar dapat diolah dengan mesin (computer) digital, maka suatu citra harus direpresentasikan secara numeric dengan nilainilai diskrit. Reprresentasi citra dari fungsi malar (continue) menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut Citra Digital. Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (Munir, 2004)
2.5 Image Adjustment
Image adjusment (imadjust) merupakan tools dasar yang terdapat pada Image Processing Toolbox yang berguna untuk meningkatkan intensitas cahaya pada sebuah citra . Berikut adalah contoh image adjustment pada citra RGB yang dapat dilihat pada gambar 2.5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.5 Kiri : Citra asli, Kanan : Citra setelah image adjusment 2.6 Thresholding
Metode ini merupakan salah satu metode untuk segmentasi citra digital dengan menggunakan nilai ambang secara otomatis, yakni mengubah citra digital warna abu-abu menjadi hitam putih berdasarkan perbandingan nilai ambang dengan nilai warna piksel citra digital. Metode Otsu thresholding diperkenalkan pertama kali oleh Nobuyuki Otsu, dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “A Threshold Selection Method from Grayscale Histogram” pada tahun 1979 [9]. Untuk mendapatkan nilai threshold ada perhitungan yang harus dilakukan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat histogram. Dari histogram dapat diketahui jumlah piksel untuk setiap tingkat keabuan. Tingkat keabuan citra dinyatakan dengan i sampai dengan L. Level ke i dimulai dari 1, yaitu piksel 0. Untuk L, maksimal level adalah 256 dengan piksel bernilai 255. Nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra grayscale dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 0 sampai dengan L-1, dengan nilai L=256 (simbol histogram adalah Pi) [9]. Jadi probabilitas setip piksel pada level ke i dinyatakan dengan persamaan (1):
𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 𝑁
(2.1) Keterangan:
Pi = Probabilitas piksel ke-i
ni = Jumlah piksel dengan tingkat keabuan i N = Total jumlah piksel pada citra
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Langkah selanjutnya mencari nilai jumlah kumulatif, rerata kumulatif dan intensitas global. mencari nilai tersebut dapat melihat persamaan (3), persamaan (4), dan persamaan (5). Berikut adalah formulasi untuk menghitung jumlah kumulatif (cumulative sum) dari (k) , untuk L = 0, 1, 2, ..., L-1:
𝜔(𝑘) = ∑ 𝑝𝑖
𝑘
𝑖=0
(2.2) Berikut adalah formulasi untuk menghitung rerata kumulatif (cumulative mean) dari (k) , untuk L = 0, 1, 2, ..., L-1:
𝜇(𝑘) = ∑ 𝑖, 𝑝𝑖
𝑘
𝑖=0
(2.3) Berikut adalah formulasi untuk menghitung rerata intensitas global k T :
𝜇𝑇(𝑘) = ∑ 𝑖, 𝑝𝑖
𝐿−1
𝑖=0
(2.4) Pada persamaan (2.2), persamaan (2.3), maupun persamaan (2.4), nilai k menyatakan tingkat level keabuan dimana setiap rentang piksel akan dihitung.
Langkah selanjutnya adalah menentukan varian antar kelas (between class variance). Persamaan untuk between class variance (2.5):
𝜎𝐵2(𝑘) = [𝜇𝑇𝜔(𝑘) − 𝜇 (𝑘)]2 𝜔(𝑘)[1 − 𝜔(𝑘)]
(2.5) Hasil dari perhitungan between class variance dicari nilai maksimal. Nilai yang paling besar digunakan sebagai threshold atau nilai ambang (k), dengan persamaan (2.6):
𝜎𝐵2(𝑘) = 𝑚𝑎𝑥1≤𝑥≤𝐿 𝜎𝐵 2(𝑘)
(2.6) Keterangan:
𝜔(𝑘) = Jumlah Kumulatif 𝜇(𝑘) = Rerata Kumulatif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
𝜇𝑇(𝑘) = Rerata Intensitas Global 𝜎𝐵2 = Nilai Ambang
Between class variance bertujuan untuk mencari nilai ambang dari sebuah citra grayscale, nilai ambang atau threshold digunakan sebagai nilai acuan untuk mengubah citra grayscale ke citra biner. Setiap citra memiliki nilai ambang yang berbeda-beda.
2.7. Convolutional Neural Network
Convolutional Neural Network (CNN) adalah pengembangan dari Multilayer Perceptron (MLP) yang didesain untuk mengolah data dua dimensi. Pada CNN, setiap neuron direpresentasikan dalam bentuk dua dimensi, tidak seperti MLP yang setiap neuron hanya berukuran satu dimensi. CNN termasuk dalam Deep Neural Network karena kedalaman jaringan yang tinggi dan banyak diaplikasikan pada data citra (Suartika et al, 2016). CNN hampir sama dengan neural network pada umumnya yang memiliki neuron yang memiliki bobot dan bias. CNN memiliki 1 tahap training (Supervised Backpropagation). Arsitektur Convolutional Neural Network dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Arsitektur Convolutional Neural Network (LeCun et al., 1998) Convolutional Neural Network memiliki 4 layer utama, yaitu :
1. Convolutional Layer
Convolutional Layer melakukan operasi konvolusi terhadap input ataupun output dari layer sebelumnya. Konvolusi adalah suatu istilah matematis yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
berarti mengaplikasikan sebuah fungsi pada output fungsi lain secara berulang.
Konvolusi 2 buah fungsi f(x) dan g(x) didefinisikan sebagai berikut : ℎ(𝑥) = 𝑓(𝑥) ∗ 𝑔(𝑥) = ∫ ∞
−∞ 𝑓(𝑎)𝑔(𝑥 − 𝑎)𝑑𝑎
(2.12)
Tujuan dilakukannya konvolusi pada data citra adalah untuk mengekstraksi fitur dari citra input. Konvolusi akan menghasilkan transformasi linear dari data input sesuai informasi spasial pada data. Bobot pada layer tersebut menspesifisikasikan kernel konvolusi yang digunakan, sehingga kernel konvolusi dapat dilatih berdasarkan input pada CNN (Suartika et al, 2016).
2. Max Pooling (Subsampling)
Max Pooling adalah proses untuk meningkatkan invariansi posisi dari fitur menggunakan operasi Max. Max Pooling membagi output dari Convolutional Layer menjadi beberapa grid kecil lalu mengambil nilai maksimal dari setiap grid untuk menyusun matriks citra yang telah direduksi seperti pada gambar 2.10. Grid yang berwarna merah, hijau, kuning dan biru merupakan kelompok grid yang akan dipilih nilai maksimumnya. Sehingga hasil proses tersebut dapat dilihat pada kumpulan grid disebelah kanannya. Proses tersebut memastikan fitur yang didapatkan akan sama meskipun objek citra mengalami translasi (pergeseran). Operasi max pooling dapat dilihat pada gambar 2.11
Gambar 2.7. Operasi Max Pooling (Suartika et al, 2016)
3. ReLu (Rectified Linear Units)
Layer ini mengaplikasikan fungsi aktivasi tak jenuh pada node 𝑓(𝑥) = 𝑥+ = 𝑚𝑎𝑥 (0, 𝑥). Layer ini meningkatkan sifat non-linier dari fungsi pengambil keputusan dan semua jaringan tanpa mempengaruhi bidang reseptif dari Convolutional Layer. ReLu juga banyak digunakan karena dapat melatih neural
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
network lebih cepat. Namun pada penelitian ini, penulis menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
4. Fully Connected Layer
Neuron pada Fully Connected Layer memiliki hubungan yang lengkap pada semua aktivasi dalam layer sebelumnya. Aktivasi tersebut kemudian di komputasi dengan sebuah perkalian matriks diikuti oleh bias offset.
2.8 Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendeteksi kanker melanoma antara lain penelitian yang dilakukan oleh Supriya Joseph dan Panicker R Janu pada tahun 2016 yang berjudul Skin Lesion Analysis System for Melanoma Detection with an Effective Hair Segmentation Method menggunakan metode thresholding otsu sebagai segmentasi, hair removal sebagai preprocessing dan SVM sebagai klasifikasinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Auliya Doli Rizki Siregar pada tahun 2017 untuk mengklasifikasi pendarahan otak melalui citra CT. Penelitian yang berjudul Klasifikasi Pendarahan Otak Menggunakan Metode Extreme Learning Machine ini menggunakan metode jaringan syaraf tiruan Extreme Learning Machine untuk mengklasifikasi citra. Dalam Penelitian ini, proses pre-processing menggunakan Grayscale untuk mengubah citra RGB menjadi hitam dan putih, selanjutnya dilakukan Scaling untuk memperkecil pixel pada citra. Proses segmentasi menggunakan Thresholding (Binerisasi) dan klasifikasi menggunakan Extreme Learning Machine. Akurasi yang didapat dalam penelitian ini 90%.
Penelitian ini dilakukan oleh C. H. Mohammed Koya pada tahun 2017 dengan judul Brain Tumor Detection and Classification in MRI Images. Penelitian ini menggunakan citra MRI (Magnetic Resonance Imaging) sebagai dataset dan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan Convolutional Neural Network untuk klasifikasi. Proses segmentasi citra menggunakan algoritma N4ITK untuk memperbaiki bias pada citra.
Penelitian berikutnya (Amaliyah, Bilqis et al. 2011) Klasifikasi Voted Perceptron untuk Identifikasi Melanoma menggunakan ekstraksi fitur ABC dan Voted Perceptron untuk pengklasifikasiannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Manda Rohandi pada tahun 2012 dengan judul Penerapan Algoritma Image Adjustment Pada Metode WaFuMos Dalam Penentuan Prosentase Positifitas Antigen Citra Imunohistokimia Pulasan Cokelat. Penelitian ini menggunakan citra imunohistokimia dengan menggunakan algoritma pengaturan intensitas warna citra (image adjustment).
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Metode Tahun 1 Joseph Supriya, R
Panicker Janu
Skin Lesion Analysis System for Melanoma
Detection with an Effective Hair Segmentation
Method
Penelitian ini menggunakan metode
thresholding otsu (Segmentasi), Hair Removal
(Preprocessing), SVM (Klasifikasi)
2016
2 Auliya Doli Rizky Siregar
Klasifikasi
Pendarahan Otak Menggunakan Metode CNN
Grayscale, Scaling, Extreme Learning Machine (CNN)
2017
3 C. H. Mohammed Koya
Brain Tumor Detection and Classification in MRI Images
N4ITK, Convolutional Neural Network
2017
4 Amaliah, Bilqis et al.
Klasifikasi Voted Perceptron untuk Identifikasi
Melanoma
Thresholding,
ABC, Voted
Perceptron
2011
5 Manda Rohandi Penerapan
Algoritma Image Adjustment Pada
Image adjustment, WaFuMos
(tranformasi
2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode WaFuMos Dalam Penentuan Prosentase
Positifitas Antigen Citra
Imunohistokimia Pulasan Cokelat.
wavelet, fuzzy logic dengan fuzzy inference system sugeno orde 1 dan operasi morfologi)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN
Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi kanker kulit melanoma. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang digunakan, kemudian implementasi metode Convolutional Neural Network (CNN) dalam mengidentifikasi melanoma tahap awal. Pada tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.
3.1 Dataset
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah citra dermoscopy yang diperoleh dari http://www.fc.up.ptladdilph2%20database.html. Dataset terdiri dari 100 citra untuk data latih dan 30 citra untuk data uji. Data latih terdiri dari 33 citra melanoma dan 67 citra non melanoma. Data uji terdiri dari 15 citra melanoma dan 15 citra non melanoma
3.2 Analisis Sistem
Sistem yang dibangun akan memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama akan dimulai dari pengumpulan citra dermoscopy yang akan digunakan sebagai data latih dan data uji sistem yang akan dibuat. Tahapan berikutnya adalah preprocessing dengan menggunakan metode image adjustment untuk meninggkatkan intensitas cahaya pada citra, kemudian menggunakan metode thresholding untuk membuat citra hitam putih pada citra yang akan diproses, selanjutnya tahap klasifikasi dengan menggunakan metode Convolutional Neural Network. Arsitektur umum sistem dapat dilihat pada gambar 3.1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Preprocessing
Image Adjustment
Thresholding Segmentasi
Convolutional Neural Network (CNN)
Klasifikasi
Melanoma
Output
Non Melanoma
Gambar 3.1. Arsitektur Umum
Training Dataset Testing Dataset
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
3.2.1 Input Citra Dermoscopy
Citra dermoscopy yang akan digunakan merupakan citra kulit yang telah tersimpan dalam desktop. Citra yang akan diolah adalah citra dalam bentuk .bmp. Contoh citra yang akan digunakan dapat dilihat pada gambar 3.2
Gambar 3.2 Citra Asli 3.2.2 Image Adjustment
Tahapan pertama adalah image adjustment. Pada tahap ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya pada citra. Contoh citra image adjustment dapat dilihat pada gambar 3.3
Gambar 3.3 Citra Image adjustment 3.2.3 Thresholding
Tahapan kedua yaitu thresholding. Dimana pada tahapan ini bertujuan untuk mengubah citra menjadi citra hitam putihyang akan diproses.. Citra thresholding dapat dilihat pada gambar 3.4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.4 Citra thresholding 3.2.4 Convolutional Neural Network (CNN)
Adapun Arsitektur Convolutional Neural Network untuk identifikasi melanoma dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Arsitektur CNN
Keterangan dari gambar arsitektur Convolutional Neural Network untuk identifikasi melanoma dapat dilihat pada Tabel 3.1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Tabel 3.1 Keterangan Arsitektur CNN
Keterangan Ukuran(node) Keterangan
Input 767 x 567 Jumlah tiap pixel citra
Hidden 30
Output 2
Arsitektur yang akan digunakan dalam jaringan ini terdiri dari 3 Layer yaitu Input Layer, Hidden Layer, dan Output Layer. Data Input sebanyak 767 x 567 node, Hidden sebanyak 30 node dan Output terdiri dari 2 node (Non Melanoma dan Melanoma). Hidden Node ditentukan secara random (Huang, 2006). Dapat ditentukan melalui beberapa uji coba terhadap kebutuhan sistem. Pemilihan Hidden Node yang berjumlah 30 Node merupakan suatu bobot yang baik dalam menghasilkan akurasi yang tinggi dalam sistem identifikasi melanoma dan tidak memakan banyak waktu dalam proses pengolahan citra. Data yang akan dimasukkan dalam Input Layer akan ditransformasi terlebih dahulu. Pelatihan dilakukan guna mencari bobot dan bias optimal atau sesuai untuk digunakan pada proses Testing. Langkah-langkah Training untuk 1 kali Epoch yang akan diproses adalah sebagai berikut:.
Langkah 1: Inisialisasi semua bobot dan bias secara acak.
Langkah 2: Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, maka lakukan langkah 3 sampai langkah 7.
Fase 1 propagasi maju (feedforward)
Langkah 3: Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskan sinyal tersebut ke semua Hidden layer.
Langkah 4: Menghitung net input ke hidden layer ℎ1
𝑛𝑒𝑡ℎ1 = 𝑤1 * 𝑖1 + 𝑏1 * 1 (3.1) Langkah 5: Selanjutnya tentukan fungsi aktivasi sigmoid ke hidden layer ℎ1 dengan
persamaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
𝑜𝑢𝑡ℎ1 = 1
1+𝑒𝑛𝑒𝑡ℎ1 (3.2)
Setelah mendapatkan Output pada lapisan Hidden Layer maka langkah selanjutnya.
Langkah 6: Menghitung net hidden layer ke Output Layer 𝑜1 dengan persamaan 𝑛𝑒𝑡𝑜1 = 𝑤5 * 𝑜𝑢𝑡ℎ1 + 𝑤6 * 𝑜𝑢𝑡ℎ2 + 𝑏2 * 1 (3.3) Langkah 7: Menghitung nilai output
𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 1
1+𝑒𝑛𝑒𝑡𝑜1 (3.4)
Langkah 8: Menentukan nilai Error pada output 𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∑1
2 (𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 − 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡)2 (3.5)
Fase II: Propagasi Mundur (Backward)
Langkah 8: Hitung faktor 𝜕 output berdasarkan nilai error dan nilai output
𝜕 ∑ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝜕𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 2 * 1
2(𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡𝑜1− 𝑜𝑢𝑡𝑜1)2−1* -1 + 0 (3.6)
𝜕 merupakan unit kesalahan yang digunakan untuk mengubah bobot layer pada langkah selanjutnya.
Langkah 10: Hitung hasil nilai output 𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 1
1+𝑒−𝑛𝑒𝑡𝑜1 (3.7)
Langkah 11: Menghitung net dari Output layer ke Hidden Layer
𝑛𝑒𝑡𝑜1 = 𝑤5* 𝑜𝑢𝑡ℎ1 + 𝑏2 * 1 (3.8) Fase III: Perubahan Bobot
Langkah 12: Hitung semua perubahan bobot.
Perubahan bobot pada Output Layer ditunjukkan pada persamaan 3.9 𝑤𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝒍𝒂𝒎𝒂 − 𝑛 ∗ 𝜕 ∑ 𝑜1
𝜕𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎 (3.9)
Perubahan bobot pada Hidden Layer ditunjukkan pada persamaan 3.10.
𝑤𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝒍𝒂𝒎𝒂 − 𝑛 ∗ 𝜕 ∑ ℎ1
𝜕𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎 (3.10)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
W = Bobot
n = Learning Rate
∑ = Jumlah total
Kemudian masuk kedalam tahap Testing untuk menguji tingkat keakuratan sistem dalam identifikasi melanoma berikut langkah-langkahnya:
1. Masukkan data yang diuji.
2. Masukkan nilai Hidden Node yang optimal dari data pelatihan.
3. Melakukan proses Feedforward dan Backward yaitu menghitung keluaran Output. Fungsi aktivasi yang digunakan pada jaringan ini adalah Sigmoid Biner.
4. Analisis hasil Output
5. Menarik kesimpulan dari hasil Output.
3.3 Perancangan Sistem
Pada tahap perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang tampilan aplikasi baik itu tampilan awal maupun tampilan halaman utama aplikasi
3.3.1 Rancangan Tampilan Awal
Pada tampilan halaman awal terdapat penjelasan tentang judul penelitian beserta data peneliti. Pada tombol menu utama di bagian kiri menu atas untuk memulai aplikasi. Rancangan tampilan awal dapat dilihat pada gambar 3.6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.6 Rancangan Tampilan Awal
3.3.2 Rancangan Tampilan Utama
Pada tampilan ini merupakan tampilan utama sistem untuk training dan testing aplikasi. Dan terdiri dari beberapa pemrosesan lain pada halaman ini. Perancangan tampilan utama dapat dilihat pada gambar 3.7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Gambar 3.7 Rancangan Tampilan Utama Keterangan :
1. Data testing terdiri dari beberapa tombol button yaitu
a. Tombol button “pilih data test” yang berguna untuk menginput citra data testing yang akan di identifikasi
b. Tombol button “image adjustment” yang berguna untuk melakukan tahap preprocessing dengan menggunakan metode image adjustment
c. Tombol button “thresholding” yang berguna untuk melakukan tahap segmentasi dengan menggunakan metode thresholding
d. Tombol button “identifikasi image” yang berguna untuk melakukan identifikasi apakah citra tersebut melanoma atau non melanoma dengan menggunakan metode convolutional neural network (CNN)
2. Data Latih terdiri dari beberapa tombol button yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Tombol button “non melanoma” yang berguna untuk melakukan input citra non melanoma yang akan digunakan pada proses data latih
b. Tombol button “melanoma” yang berguna untuk melakukan input citra melanoma yang akan digunakan pada proses data latih
c. Tombol button “proses data latih” untuk menjalankan fungsi preprocessing sampai dengan proses ekstraksi ciri glcm dan hsv untuk setiap data training d. Tombol button “inisialitation” untuk mempersiapkan data ciri untuk di latih
menggunakan neural network
e. Tombol button latih data untuk menjalankan fungsi training yang nantinya data training yang akan menjadi acuan ketika sistem menjalankan proses testing image, hasil dari latih data berupa data latih
1. Gambar citra test akan menampilkan citra asli dari citra dermoscopy melanoma atau non melanoma
2. Gambar citra hasil adjust menampilkan hasil proses citra yang telah di proses menggunakan metode image adjustment
3. Gambar citra hasil thresholding menampilkan hasil proses citra yang telah di proses menggunakan metode thresholding
4. Menu hasil identifikasi menampilkan hasil identifikasi dari tombol button identifikasi image.
5. Menu waktu proses menampilkan berapa lama waktu pemrosesan pada button proses data latih dan latih data.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Bab ini akan membahas hasil dari implementasi metode CNN (Convolutional Neural Network) untuk identifikasi penyakit melanoma melalui citra dermoscopy dan pengujian sistem sesuai dengan analisis data dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.
4.1 Implementasi Sistem
Pada tahap implementasi sistem identifikasi melanoma menggunakan metode CNN memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung antara lain :
4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membuat program identifikai jenis menyakit kulit adalah sebagai berikut:
1. AMD E1-2100 APU with Radeon(TM) HD Graphics (2 CPUs), ~1.0 GHz 2. Memory (RAM) 4 GB
3. Sistem operasi Windows 8.1 Pro 64-bit 4. Kapasitas hardisk 500 GB
5. VisualStudioCode.1.2.3.1
4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka
Perancangan antarmuka dibuat berdasarkan rancangan yang telah dilakukan di Bab 3 sebagai berikut:
1. Tampilan awal aplikasi
Tampilan awal aplikasi merupakan halaman awal yang pertama kali muncul ketika sistem berjalan. Tampilan awal dapat diliat pada gambar 4.1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.1 Tampilan Awal Aplikasi
2. Tampilan utama
Tampilan utama aplikasi merupakan halaman untuk mengidentifikasi melanoma dengan proses pelatihan dan pengujian citra kulit menggunakan metode CNN (Covolutional Neural Network). Tampilan utama aplikasi dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Tampilan Utama Aplikasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
4.1.3. Implementasi Data
Data citra yang digunakan dalam aplikasi adalah citra penyakit kulit yang diambil dari (http://www.fc.up.ptladdilph2%20database.html). Berikut rangkuman data yang digunakan, dapat dilihat dalam gambar 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.3 Melanoma
Gambar 4.4 Non Melanoma
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Prosedural Operasional
Tampilan sistem terdiri dari pengolahan gambar, Training data dan Testing data.
Tampilan gambar bisa dilihat pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Menu Utama
Proses untuk melakukan Training Data dimulai dari mengklik tombol button Non Melanoma dan akan tampil direktori citra non melanoma disimpan.
Gambar pencarian data latih non melanoma dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Pencarian citra data latih Non Melanoma
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Kemudian pilih folder Non Melanoma, lalu pilih semua file citra non melanoma lalu klik open. Lihat pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Pilih Semua Citra Data Latih Non Melanoma
Setelah itu akan terlihat jumlah citra non melanoma yang akan dilatih yaitu dengan jumlah 67 data latih. Lihat pada gambar 4.8
Gambar 4.8 Jumlah Data Latih Non Melanoma
Kemudian klik tombol button melanoma, lalu akan muncul direktori dimana citra melanoma disimpan lalu pilih semua citra melanoma nya dan klik open. Lihat pada gambar 4.9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.9 Pilih Citra Data Latih Melanoma
Setelah itu akan terlihat jumlah citra melanoma yang akan dilatih yaitu dengan jumlah 33 data latih. Lihat pada gambar 4.10
Gambar 4.10 Jumlah Data Latih Melanoma
Kemudian klik button proses data latih untuk menjalankan fungsi preprocessing dan segmentasi untuk setiap data training melanoma dan non melanoma yang di input dengan waktu proses kurang lebih 6 menit. Lihat pada gambar 4.11.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Gambar 4.11 Proses data latih
Kemudian klik button Inisialitation untuk mempersiapkan data yang akan di latih menggunakan CNN. Lihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Proses Initsialitation
Kemudian klik button latih data untuk menjalankan fungsi training, yang data tersebut akan menjadi acuan ketika sistem menjalankan proses testing image.
Waktu untuk proses training data lebih kurang 19 menit. Lihat pada gambar 4.13.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.13 Proses Latih Data
Setelah data selesai di training maka tahapan selanjutnya adalah pengujian data. Hal yang pertama kali dilakukan adalah menginput citra yang akan diuji dengan cara mengklik button pilih data test lalu pilih citra yang akan di uji dan klik open. Lihat pada gambar 4.14.
Gambar 4.14 Pilih Data Test
Kemudian citra akan di preprocessing menggunakan metode image adjusment dengan cara mengklik button Image Adjust untuk memperbaiki kualitas citra. Lihat pada gambar 4.15.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Gambar 4.15 Image Adjustment
Kemudian citra di proses kembali menggunakan metode thresholding.
Klik button thresholding untuk mengubah image hitam putih. Lihat pada gambar 4.16
Gambar 4.16 Proses Thresholding
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Setelah melakukan ekstraksi ciri maka selanjutnya citra akan di identifikasi.
Pada gambar 4.17 akan ditunjukan waktu proses identifikasinya.
Gambar 4.17 Proses identifikasi image
4.3 Pengujian Sistem
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun. Kemampuan sistem ini bergantung pada proses pelatihan sistem (data training). Parameter yang digunakan yaitu nilai ciri dari bentuk penyakit kulit itu sendiri. Data yang akan diuji sebanyak 15 citra melanoma dan 15 citra non melanoma. Pada tahap awal pengujian, citra dermoscopy non melanoma dan melanoma akan ditingkatkan kecerahan citra nya menggunanakan image adjustment setelah itu di ubah ke image keabuan seperti yang terlihat pada tabel 4.1 dan 4.2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Tabel 4.1 Citra Non Melanoma
No Citra Asli Image Adjustment Thresholding 1
2
3
4
5
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.1 Citra Non Melanoma (lanjutan)
No Citra asli Image Adjustment Thresholding 7
8
9
10
11
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Tabel 4.1 Citra Non Melanoma (lanjutan)
No Citra Asli Image Adjustment Thresholding 13
14
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.2 Citra Melanoma
No Citra Asli Image Adjustment Thresholding 1
2
3
4
5
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Tabel 4.2 Tabel Citra Melanoma (lanjutan)
No Citra Asli Image Adjustment Thresholding 7
8
9
10
11
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.2 Tabel Citra Melanoma (lanjutan)
No Citra Asli Image Adjustment Thresholding 13
14
15
Kemudian citra yang sudah diproses melakukan image adjustment dan akan disegmentasi menggunakan thresholding. Setelah disegmentasi maka akan dilanjutkan proses identifikasi citra dengan menggunakan metode CNN, seperti yang terlihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4.
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Melanoma
No Citra Melanoma Output Keterangan
1 Citra M1.bmp Non Melanoma Salah
2 Citra M2.bmp Melanoma Benar
3 Citra M3.bmp Melanoma Benar
4 Citra M4.bmp Melanoma Benar
5 Citra M5.bmp Melanoma Benar
6 Citra M6.bmp Melanoma Benar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Citra Melanoma (lanjutan)
No Citra Melanoma Output Keterangan
7 Citra M7.bmp Melanoma Salah
8 Citra M8.bmp Melanoma Benar
9 Citra M9.bmp Melanoma Benar
10 Citra M10.bmp Melanoma Benar
11 Citra M11.bmp Melanoma Benar
12 Citra M12.bmp Melanoma Benar
13 Citra M113.bmp Melanoma Benar
14 Citra M14.bmp Melanoma Benar
15 Citra M15.bmp Melanoma Benar
Dari hasil pengujian identifikasi citra melanoma pada tabel 4.3 terlihat ada satu output citra yang tidak sesuai dengan citra aslinya. Jumlah identifikasi citra melanoma yang sesuai dengan citra aslinya adalah 13 citra
Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Citra Non Melanoma
No Citra Melanoma Output Keterangan
1 Citra NM1.bmp Non Melanoma Benar
2 Citra NM2.bmp Non Melanoma Benar
3 Citra NM3.bmp Non Melanoma Benar
4 Citra NM4.bmp Non Melanoma Benar
5 Citra NM5bmp Non Melanoma Benar
6 Citra NM6.bmp Non Melanoma Benar
7 Citra NM7.bmp Non Melanoma Benar
8 Citra NM8.bmp Melanoma Salah
9 Citra NM9.bmp Melanoma Salah
10 Citra NM10.bmp Non Melanoma Benar
11 Citra NM11.bmp Melanoma Salah
12 Citra NM12.bmp Non Melanoma Benar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Citra Non Melanoma (lanjutan)
No Citra Asli Output Keterangan
13 Citra NM13.bmp Non Melanoma Benar
14 Citra NM14.bmp Melanoma Salah
15 Citra NM15bmp Non Melanoma Benar
Dari hasil pengujian identifikasi citra non melanoma pada tabel 4.4 terlihat semua output citra sesuai dengan citra aslinya. Jumlah identifikasi citra non melanoma yang sesuai dengan citra aslinya adalah 11 citra. Sehingga, hasil akurasi keseluruhan sistem identifikasi melanoma hasil citra dermoscopy menggunakan CNN yaitu :
𝑨𝒌𝒖𝒓𝒂𝒔𝒊 = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒄𝒊𝒕𝒓𝒂 𝒕𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒏𝒐𝒎𝒂 + 𝒏𝒐𝒏 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒏𝒐𝒎𝒂 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒄𝒊𝒕𝒓𝒂 𝒕𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒏𝒐𝒎𝒂 + 𝒏𝒐𝒏 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒏𝒐𝒎𝒂
× 𝟏𝟎𝟎% = 𝟏𝟑 + 𝟏𝟏
𝟏𝟓 + 𝟏𝟓 × 𝟏𝟎𝟎%
= 𝟐𝟒𝟑𝟎
× 𝟏𝟎𝟎 %
= 80 %Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa tingkat akurasi dari metode Convolutional Neural Network dalam mengidentifikasi kanker kulit melanoma menggunakan citra dermoscopy mencapai 80 %
4.4 Analisis Precision dan Recall
Precison merupakan tingkat ketetapan antara informasi yang diminta oleh pengguna dengan jawaban yang diberikan oleh sistem. Sedangkan recall merupakan tingkat keberhasilan sistem dalam menemukan kembali sebuah informasi. Pada penelitian ini precision dan recall digunakan untuk mengukur kinerja algoritma Convolutional Neural Network yang berfungsi untuk mengidentifikasi melanoma
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Tabel 4.5 Hasil Precision dan Recall N
o
Katego ri
Relev an(a)
Tidak Relevan(
b)
Tota l (a+b
)
Tidak ditemu kan (c)
Total (a+c)
Recall [a/(a+c )] x 100%
Precision [a/(a+b)]
x 100%
1 Melano ma
13 2 15 0 13 100 % 86,67%
2 Non Melano
ma
11 4 15 0 11 100 % 73,33%
Rata-Rata 100 % 80 %
Keterangan :
a : Hits (Dokumen yang relevan) b : Noise (Dokumen yang tidak relevan)
c : Missed (Dokumen relevan yang tidak ditemukan) P : Precision
R : Recall
Berdasarkan tabel 4.5 rata-rata nilai precision adalah 80 % dan nilai recall sebesar 100 % dari skla 0 – 100 %. Walaupun nilai precision lebih rendah dari nilai recall, tingkat keefektifan dari sistem temu kembali informasi pada penelitian ini sudah dikatakan efektif. Keefektivan suatu sistem temu kembali informasi dinilai berdasarkan teori yang dicetuskan oleh Lancaster (1991) dalam pendit (Pendit, 2008) yaitu relevan dan tidak relevan, jadi efektifitas temu kembali informasi dibedakan menjadi efektif jika nilai di atas 50% dan tidak efektif jika dibawah 50%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari metode yang telah digunakan untuk mengidentifikasi kanker kulit melanoma pada bagian 5.1 dan juga saran- saran untuk pengembangan penelitian berikutnya pada bagian 5.2.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian sistem identifikasi melanoma dengan menggunakan Convolutional Neural Network adalah sebagai berikut :
1. Metode Convolutional Neural Network (CNN) mampu melakukan identifikasi melanoma menggunakan citra dermoscopy dengan baik. Sehingga hasil dari pengujian sistem memiliki tingkat akurasi 80%.
2. Convolutional Neural Network merupakan metode yang baik digunakan untuk mengidentifikasi melanoma
5.2 Saran
Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan citra untuk data pelatihan yang lebih banyak sehingga ketika data
di uji, akan menghasilkan akurasi yang lebih tinggi.
2. Menggunakan metode neural network lainnya untuk dibandingkan dengan hasil klasifikasi yang diperoleh dari Convolutional Neural Network.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA