• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI PNEUMONIA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI WILLIAM CHRISTANTO S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI PNEUMONIA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI WILLIAM CHRISTANTO S"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI PNEUMONIA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

SKRIPSI

WILLIAM CHRISTANTO S 131402090

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

WILLIAM CHRISTANTO S 131402090

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

iii

(4)
(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

3. Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.Sc., M.Sc selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Sarah Purnamawati, ST., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Ivan Jaya, S.Si., M.Kom. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Dedy Arisandi, ST., M.Kom. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Baihaqi Siregar, S.Si., MT. selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Ayahanda Drs.Ganda Tua Situmorang dan Ibunda Veronika Risma Saragih yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dan semangat yang tiada putusnya kepada penulis.

9. Abangda Christovorus Sintong Situmorang S.Hut. dan adik saya Cecilia Situmorang A.Md. T. yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

10. Uak Guru, Uak Ibet, Tulang dan Nantulang yang selalu memberikan penghiburan, semangat dan nasehat kepada penulis.

11. Teman-teman Tibor Squad : Tio Febri S.Kom., Jodiaman Tua Marbun S.Kom., Fachrul Priyadi, Ikhwan Prasetyo, Arfan Rahmat S.Kom., Alex W.A Simanjuntak

(6)

dan Fadhil Ramadhan yang selalu menemani, menghibur dan membantu penulis di kala senang dan sedih.

12. Kawan – kawan yang selalu mengerti, menemani, memberikan semangat : Anugerah J.L. Tobing S.Kom., Ilham Syahputra, Harry Prasetya, Fauziah Nur Amalia, Nikmat Maruli Tua Manurung, Ummi Kalsum Harahap, Elsa Trida Sawitri, Chintya Dwi Hevlima Sianipar.

13. Acil Kancil : Rindang Sitanggang A.Md yang selalu memberikan penghiburan, semangat dan bantuan moril kepada penulis.

14. Abangda para senior di Kantin PSI USU yang selalu membantu, memberi semangat dan menghibur penulis.

15. Bang Anto, Kak Ika, Kak Mayang, Kak Flo dan Juli yang selalu menasehati, memberi semangat dan bantuan di kantin kepada penulis.

16. Teman-teman Teknologi Informasi USU terkhusus angkatan 2013, abangda dan kakanda angkatan 2011 dan 2012 yang juga memberikan semangat kepada penulis.

17. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 25 Juli 2018

Penulis

(7)

vii

ABSTRAK

Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Penyakit ini ditandai dengan batuk atau kesukaran bernapas yang disertai pula nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

Pemeriksaan umum dilakukan agar didapat gambaran bagian paru-paru yang mengalami pneumonia dengan menggunakan Chest X-Ray. Citra yang dihasilkan oleh Chest X-Ray diperiksa secara manual dan membutuhkan pencahayaan yang baik oleh dokter untuk mendapatkan suatu jenis pneumonia. Sehingga diperlukan suatu metode untuk mengklasifikasi pneumonia melalui citra Chest X-Ray otak secara otomatis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Convolutional Neural Network. Citra X-Ray digunakan sebagai masukan untuk proses pengolahan citra. Tahapan citra sebelum klasifikasi yaitu proses pra pengolahan citra (Grayscaling, Scaling, dan Thresholding). Kemudian citra diklasifikasi menggunakan Convolutional Neural Network Setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa metode yang diajukan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi pneumonia yang baik dengan akurasi sebesar 83,3%.

Kata kunci : Penyakit Pneumonia, grayscaling, scaling, thresholding, convolutional neural network

(8)

CLASSIFICATION OF PNEUMONIA DISEASE USING CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Pneumonia is an acute respiratory infection that affects the lung tissue (alveoli). This disease is characterized by coughing or difficulty breathing enclosed by shortness of breath or pulling the lower chest wall into.. The general examination is being done to get a picture of the brain part that have pneumonia using Chest X-Ray. The image produced from Chest X-Ray will be manually checked and need a proper lighting by doctor to get a type of pneumonia. That is why it needs a method to classify pneumonia from Chest X-Ray image automatically. A method proposed in this research is Convolutional Neural Network. Chest X-Ray image of the lung is used as the input for image processing. The stages before classification are image processing (Grayscaling, Scaling, Contrast Scretching and Thresholding). Then the image being classified with Convolutional Neural Network. After testing is done in this research, it was concluded that the proposed method have the capability to classify pneumonia very well with accuracy 83%.

Keywords: Pneumonia disease, grayscaling, scaling, thresholding, convolutional neural network

(9)

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN III

PERNYATAAN IV

UCAPAN TERIMA KASIH V

ABSTRAK VII

ABSTRACT VIII

DAFTAR ISI IX

DAFTAR TABEL XI

DAFTAR GAMBAR XII

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 5

BAB II LANDASAN TEORI 7

2.1 Pneumonia 7

2.2 Pengolahan Citra Digital 9

2.3 Scaling 11

2.4 Grayscale 12

2.5 Contrast Scretching 12

2.6 Thresholding 13

2.7 Convolutional Neural Network 14

2.8 Penelitian Terdahulu 16

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 18

3.1 Arsitektur Umum 18

3.2 Training Dataset 19

(10)

3.3 Preprocessing 20

3.3.1Scaling 20

3.3.2Grayscale 21

3.3.3Contrast Scretching 21

3.4 Thresholding 21

3.5 Klasifikasi 22

3.6 Perancangan Sitem 25

3.6.1Tampilan Sistem Klasifikasi Pneumonia 25

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 28

4.1 Implementasi Sistem 28

4.1.1Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 28

4.1.2Implementasi Perancangan Antarmuka 29

4.1.3Implementasi Data 29

4.2 Prosedur Operasional 33

4.3 Hasil Pengolahan Citra Sistem 40

4.4 Pengujian Sistem 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1 Kesimpulan 50

5.2 Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Penelitian Terdahulu 17

Tabel 3. 1. Pembagian Dataset 20

Tabel 3. 2. Keterangan Arsitektur CNN 23

Tabel 4. 1. Daftar Citra Chest X-Ray 30

Tabel 4. 2. Hasil Pengolahan Citra 40

Tabel 4. 3. Hasil Pengujian dengan Parameter EPOCH 42

Tabel 4. 4. Data Hasil Pengujian 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Paru-paru Normal 7

Gambar 2. 2. Bronchopneumonia 8

Gambar 2. 3. Pneumonia Lobaris 9

Gambar 2. 4. Citra Digital 11

Gambar 2. 5. Arsitektur Convolutional Neural Network 14

Gambar 2. 6. Operasi Max Pooling 15

Gambar 3. 1. Arsitektur Umum 19

Gambar 3. 2. Citra Scaling 20

Gambar 3. 3. Citra Grayscale 21

Gambar 3. 4. Citra Thresholding 22

Gambar 3. 5. Arsitektur CNN untuk Klasifikasi Pneumonia 22 Gambar 3. 6. Tampilan Perancangan Sistem Klasifikasi Pneumonia 26

Gambar 4. 1. Tampilan Utama Sistem 29

Gambar 4. 2. Tampilan Halaman Training Sistem 33

Gambar 4. 3. Button Upload Data Bronchopneumonia 34

Gambar 4. 4. Button Upload Data Pneumonia Lobaris 34

Gambar 4. 5. Button Upload Data Paru Normal 35

Gambar 4. 6. Tampilan Upload Citra 35

Gambar 4. 7. Tampilan setelah Upload Citra 36

Gambar 4. 8. Tampilan Waktu Proses 36

Gambar 4. 9. Button Vektor Input dan Inisialisasi 37

Gambar 4. 10. Button Buka Gambar 38

Gambar 4. 11. Button Thresholding 39

Gambar 4. 12. Button Proses dan Tampilan Hasil Klasifikasi 39

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paru-paru merupakan salah satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dengan karbondioksida di dalam darah. Peradangan pada paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Salah satu penyakit peradangan paru-paru adalah pneumonia. Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit dimana alveoli yang bertugas untuk menyerap oksigen dari udara menjadi meradang dan terisi cairan.

Pneumonia menjadi penyebab kematian balita sebesar 15,5% (Riskesdas, 2013).

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007. Berdasarkan karakteristik sosiodemografi, karakteristik individu dengan kejadian pneumonia pada jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan hampir sama, laki-laki sebanyak 41.925 hanya berselisih lebih tinggi sedikit dari perempuan, yaitu sebanyak 40.695.

Terdapat banyak faktor-faktor penyebab pneumonia yaitu kondisi individu bayi, perilaku orangtua dan yang paling utama adalah keadaan lingkungan (Anwar et al., 2014). Kondisi lingkungan dengan udara yang buruk dapat menyebabkan virus adenoviruses menginfeksi bayi melalui saluran pernapasan khususnya pada bayi dengan karakteristik individu yang lemah. Pneumonia dapat menyebabkan demam tinggi, sesak nafas atau kesulitan bernafas serta pucat apabila telah mengalami kekurangan oksigen.

Pada pasien dewasa, kejadian pneumonia paling tinggi pada kelompok usia 56 – 65 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi

(14)

fisiologi akibat proses penuaan memberi konsekuensi penting terhadap cadangan fungsional paru, kemampuan untuk mengatasi penurunan komplians paru dan peningkatan resistensi saluran napas terhadap infeksi dan penurunan daya tahan tubuh.

Pasien geriatri lebih mudah terinfeksi pneumonia karena adanya gangguan reflek muntah, melemahnya imunitas, gangguan respon pengaturan suhu dan berbagai derajat kelainan kardiopulmoner (Rizqi et al, 2014).

Salah satu diagnosis penyakit pneumonia adalah dengan rontgen atau x-ray . Dengan pemeriksaan ini, didapatkan gambaran kondisi paru-paru yang mengalami pneumonia. Diagnosa tersebut lalu dianalisis oleh dokter ahli agar diketahui apakah terdapat pneumonia atau tidak.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, pneumonia dapat di identifikasi melalui analisis citra. Berdasarkan gambar yang diinput, maka akan diperoleh informasi dari gambar setelah melalui proses pengolahan citra. Dalam beberapa tahun terakhir sudah ada beberapa penelitian untuk mendeteksi pneumonia.

Penelitian untuk mengidentifikasi pneumonia telah dilakukan sebelumnya melalui hasil citra x-ray menggunakan fitur ektraksi Statistical Features Extraction untuk mengkarakterisasikan histogram dengan tiga parameter yaitu mean, standart deviation, dan entropy. Histogram Equalization dan High Pass Filter digunakan untuk mempertajam citra dengan memberikan nilai limit pada histogram citra. Penelitian ini menggunakan metode Intensity Based Method dan Discontinuity Based Method (Edge Detection) untuk proses segmentasi citra (Shubangi et al., 2016).

Penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi pneumonia menggunakan metode Self-Organizing Map (SOM) Neural Network dan Learning Vector Quantization (LVQ).

Diamond Structure Element digunakan untuk meningkatkan bentuk objek dan largest connected component untuk menghilangkan objek yang tidak penting dan mempertahankan batas tepi pada citra paru-paru (Moh’d et al., 2016)

Pada penelitian kali ini, penulis mengajukan metode Convolutional Neural Network (CNN) yang merupakan salah satu metode machine learning. Convolutional Neural Network adalah salah satu machine learning yang memiliki 1 tahap training (supervised back-propagation). CNN termasuk dalam metode neural network yang cara kerjanya memiliki kemiripan dengan MLP (Multilayer Perceptron). Convolutional

(15)

3

Neural Network sebelumnya juga telah digunakan untuk proses segmentasi struktur tulang dada melalui citra chest x-ray (Cosmin et al., 2013). Penelitian selanjutnya menggunakan CNN untuk mengidentifikasi kelainan struktur gigi melalui citra x-ray menggunakan cephalometric landmark (Hansang et al., 2017).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “KLASIFIKASI PNEUMONIA MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK”.

1.2 Rumusan Masalah

Pneumonia dapat didiagnosa dengan cara mengambil gambaran paru-paru melalui chest X-ray atau sering disebut foto thorax. Namun, diperlukan analisis oleh dokter pulmonologi yang berpengalaman untuk dapat menentukan hasil diagnosa tersebut.

Pada umumnya, pemeriksaan penyakit ini masih dilakukan secara manual sehingga dibutuhkan adanya suatu pengembangan sistem yang dapat membantu dokter dalam menganalisis citra chest X-Ray sehingga mampu mengklasifikasikan penyakit pneumonia pada pada paru-paru.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini peneliti membuat batasan masalah untuk mencegah meluasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah tersebut, diantaranya yaitu:

1. Data citra yang dipakai merupakan hasil digitalisasi citra chest X-ray dengan format .jpg.

2. Citra chest X-ray yang digunakan memiliki ukuran 300 x 300 piksel.

3. Aplikasi yang dibangun berbasis desktop.

4. Klasifikasi terdiri dari normal, bronchopneumonia dan pneumonia lobaris.

(16)

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi penyakit pneumina melalui citra chest X-ray paru-paru menggunakan metode Convolutional Neural Network.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diantara lain yaitu:

1. Membantu klasifikasi pneumonia melalui citra chest x-ray dari paru-paru.

2. Memberi masukan untuk penelitian lain dalam bidang image processing.

3. Membantu dokter untuk menganalis secara otomatis penyakit pneumonia.

1.6 Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.1 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan berbagai bahan referensi mengenai image processing, Thresholding, metode Convolutional Neural Network, pneumonia. Dari berbagai jurnal, artikel, buku dan beberapa sumber referensi lainnya.

1.6.2 Analisis Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan dari informasi yang didapat pada tahapan sebelumnya agar didapatkan metode yang tepat untuk mengatasi masalah dalam penelitian ini yaitu identifikasi penyakit pneumonia melalui citra chest X-ray.

1.6.3. Perancangan Sistem

Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam tahap analisis.

(17)

5

1.6.4 Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam bentuk pembuatan program sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya.

1.6.5 Pengujian

Tahap selanjutnya yaitu melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibangun untuk menguji seberapa mampu metode Convolutional Neural Network dalam mengidentifikasi penyakit pneumonia dan memastikan hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

1.6.6 Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir ini dilakukan penulisan laporan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2: Landasan Teori

Bab ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dan berhubungan dalam permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

Bab 3: Analisis dan Perancangan Sistem

Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta analisis dari metode yang digunakan yaitu metode Convolutional Neural Network dan penerapannya dalam pembuatan sistem untuk mengklasifikasi penyakit pneumonia.

(18)

Bab 4: Implementasi dan Pengujian Sistem

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari metode yang digunakan serta analisis dan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya serta pengujian terhadap hasil yang didapatkan apakah sesuai dengan yang diharapkan.

Bab 5: Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah di uraikan pada bab- bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya.

(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Convolutional Neural Network untuk mengklasifikasikan penyakit pneumonia pada paru-paru.

2.1 Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Penyakit ini ditandai dengan batuk atau kesukaran bernapas yang disertai pula nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

(Depkes RI, 2005). Pneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2005). Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru ,distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas setempat. Gambar paru-paru normal dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1. Paru-paru Normal (https://data.mendeley.com)

(20)

Paru-paru merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk menukar oksigen dengan karbondioksida dalam darah yang prosesnya sering disebut respirasi. Penyakit pada paru-paru seperti pneumonia dapat merusak bagian paru-paru dan menyebabkan inflamasi pada kantung-kantung udara baik di salah satu maupun kedua paru-paru.

Saluran didalam paru-paru akan membengkak dan dipenuhi cairan. Apabila pneumonia tidak ditangani dengan cepat, maka penyakit dapat menyebabkan kesulitan bernapas, demam dan dapat berujung kematian. Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi infeksi dapat menjadi 2 yaitu :

1. Bronchopneumonia

Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan eksudasi dan konsolidasi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur serta benda asing yang lain yang dapat menyebabkan tersumbatnya alveolus dan bronkiolus oleh eksudat. Penyakit ini adalah salah satu jenis pneumonia sering disebut pneumonia lobularis. Sumbatan yang dimulai dari cabang akhir bronkiolus oleh eksudat mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus disebut juga pneumonia lobular. Bronchopneumonia memiliki ciri-ciri utama yaitu penyebaran bercak teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkus dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya. Gambar bronchopneumonia dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2. Bronchopneumonia (https://data.mendeley.com)

(21)

9

2. Pneumonia Lobaris

Pneumonia lobaris adalah infeksi parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.

Pneumonialobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan,merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru. Peradangan pada semua atau sebagian besar segmen paru dari satu atau lebih lobus paru-paru. Gambar 2.3 menunjukan pneumonia lobaris dimana terdapat bercak/flek pada salah satu lobus paru-paru.

Pneumonia lobaris adalah infeksi parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.

Pneumonialobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan,merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru. Gambar pneumonia lobaris dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3. Pneumonia Lobaris (https://data.mendeley.com)

2.2 Pengolahan Citra Digital

Citra adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital.

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, hasil CT Scan dll. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (T,Sutoyo et al. 2009).

(22)

Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel ( piksel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut.

𝑓(𝑥, 𝑦) = [

𝑓(0,0) 𝑓(0,1) … 𝑓(0, 𝑀 − 1)

𝑓(1,0) … ⋯ 𝑓(1, 𝑀 − 1)

… 𝑓(𝑁 − 1,0)

… 𝑓(𝑁 − 1,1)

𝑓(𝑁 − 1, 𝑀 − 1)

] (2.1)

Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna. Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap atau citra raster. Yang kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut grafik vektor. Citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog (kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri dari sampling dan quantitazion. Sampling adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan quantitazion adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat (G.W. Awcock, 1995). Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah tingkat kecerahan dari citra pada koordinat tersebut, hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.4.

Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru (Red, Green, Blue - RGB).

(23)

11

Gambar 2. 4. Citra Digital (Nixon dan Aguado, 2002)

2.3 Scaling

Scaling bertujuan untuk mengubah ukuran pixel menjadi pixel ukuran M x N. Hal ini dilakukan karena setiap citra yang diolah belum tentu mempunyai ukuran yang sama.

Scaling juga digunakan untuk memperkecil citra digital agar jumlah Pixel yang akan diolah tidak terlalu banyak. Semakin banyak jumlah Pixel maka semakin banyak data inputan. Sehingga menyebabkan semakin lama waktu komputasi.

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 { > 1 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑐𝑖𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑠𝑙𝑖

< 1 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑐𝑖𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑠𝑙𝑖 Rumus yang digunakan :

x=Sh x

y=Sv y (2.2)

Keterangan :

Sh = faktor skala horisontal Sv = faktor skala vertical

(24)

2.4 Grayscale

Suatu citra Grayscale adalah suatu citra yang hanya memiliki warna tingkat keabuan.

Penggunaan citra Grayscale dikarenakan membutuhkan sedikit informasi yang diberikan pada tiap piksel dibandingkan dengan citra berwarna. Warna abu-abu pada citra Grayscale adalah warna R (Red), G (Green), B (Blue) yang memiliki intensitas yang sama. Sehingga dalam Grayscale Image hanya membutuhkan nilai intensitas tunggal dibandingkan dengan citra berwarna membutuhkan tiga intensitas untuk tiap pikselnya. Intensitas dari citra Grayscale disimpan dalam 8 Bit Integer yang memberikan 256 kemungkinan yang mana dimulai dari level 0 sampai dengan 255 (0 untuk hitam dan 255 untuk putih dan nilai diantaranya adalah derajat keabuan).

S =

𝑟+𝑔+𝑏

3 (2.3)

Dimana : S = piksel citra hasil grayscaling r = nilai red dari sebuah piksel g = nilai green dari sebuah piksel b = nilai blue dari sebuah piksel

2.5 Contrast Scretching

Perbaikan citra merupakan proses untuk meningkatkan kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter pada citra sehingga ciri pada citra dapat lebih ditonjolkan.

Perbaikan citra memungkinkan informasi yang ingin ditampilkan atau diambil dari sebuah citra menjadi lebih baik dan jelas. Perbaikan citra yang dilakukan adalah perbaikan kontras dengan menggunakan metode contrast stretching. Contrast Stretching mampu mengatasi kekurangan cahaya atau kelebihan cahaya pada citra dengan memperluas sebaran nilai keabuan piksel (Gonzales, et al. 2002). Contrast stretching merupakan metode perbaikan citra yang bersifat point processing, yaitu pemrosesan hanya bergantung pada nilai intensitas keabuan masing-masing piksel, tidak tergantung dari piksel lain yang ada disekitarnya. Contrast Scretching dilakukan

(25)

13

untuk mendapatkan nilai RGB baru dengan kontras yang lebih baik. Dengan kontras yang baik pada citra dapat meningkatkan ketajaman warna pada objek citra . Objek yang terlihat jelas dapat membantu pada proses segmentasi citra. Contrast Scretching dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐶𝑆(𝑥, 𝑦) =𝐶𝑆(𝑥,𝑦)−𝑐

𝑑−𝑐 (𝐺 − 1) (2.4)

Dimana : CS’(x,y) = piksel citra hasil perbaikan Keterangan :

CS’(x,y) = piksel citra asal

c = nilai minium dari piksel citra input d = nilai maksimum dari piksel citra input G = nilai koefisien penguatan kontras

2.6 Thresholding

Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk objek dan background dari citra secara jelas. Input untuk proses thresholding adalah Grayscale Image. Output dari proses ini adalah Binary Image. Thresholding digunakan untuk memisahkan bagian citra yang dibutuhkan menghilangkan bagian citra yang tidak dibutuhkan atau backgroud. Dalam implementasinya, Thresholding membutuhkan suatu nilai yang digunakan sebagai nilai ambang batas antara intensitas objek utama dengan latar belakang, dan nilai tersebut dinamakan dengan Threshold.

Thresholding digunakan untuk mempartisi citra dengan mengatur nilai intensitas semua piksel yang lebih besar dari nilai Threshold T sebagai latar depan dan yang lebih kecil dari nilai Threshold T sebagai latar belakang atau sebaliknya.

g(x, y) = {1 if f(x, y) > T

0 if f(x, y) ≤ T (2.5)

(26)

2.7 Convolutional Neural Network

Convolutional Neural Network (CNN) adalah pengembangan dari Multilayer Perceptron (MLP) yang didesain untuk mengolah data dua dimensi. Pada CNN, setiap neuron direpresentasikan dalam bentuk dua dimensi, tidak seperti MLP yang setiap neuron hanya berukuran satu dimensi. CNN termasuk dalam Deep Neural Network karena kedalaman jaringan yang tinggi dan banyak diaplikasikan pada data citra (Suartika et al, 2016). CNN hampir sama dengan neural network pada umumnya yang memiliki neuron yang memiliki bobot dan bias. CNN memiliki 1 tahap training (Supervised Backpropagation). Arsitektur Convolutional Neural Network dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2. 5. Arsitektur Convolutional Neural Network (LeCun et al., 1998)

Convolutional Neural Network memiliki 4 layer utama, yaitu : 1. Convolutional Layer

Convolutional Layer melakukan operasi konvolusi terhadap input ataupun output dari layer sebelumnya. Konvolusi adalah suatu istilah matematis yang berarti mengaplikasikan sebuah fungsi pada output fungsi lain secara berulang.

Konvolusi 2 buah fungsi f(x) dan g(x) didefinisikan sebagai berikut :

ℎ(𝑥) = 𝑓(𝑥) ∗ 𝑔(𝑥) = ∫ ∞

−∞ 𝑓(𝑎)𝑔(𝑥 − 𝑎)𝑑𝑎 (2.6)

Tujuan dilakukannya konvolusi pada data citra adalah untuk mengekstraksi fitur dari citra input. Konvolusi akan menghasilkan transformasi linear dari data input sesuai informasi spasial pada data. Bobot pada layer tersebut menspesifisikasikan kernel konvolusi yang digunakan, sehingga kernel konvolusi dapat dilatih berdasarkan input pada CNN (Suartika et al, 2016).

(27)

15

2. Max Pooling (Subsampling)

Max Pooling adalah proses untuk meningkatkan invariansi posisi dari fitur menggunakan operasi Max. Max Pooling membagi output dari Convolutional Layer menjadi beberapa grid kecil lalu mengambil nilai maksimal dari setiap grid untuk menyusun matriks citra yang telah direduksi seperti pada gambar 2.6.

Grid yang berwarna merah, hijau, kuning dan biru merupakan kelompok grid yang akan dipilih nilai maksimumnya. Sehingga hasil proses tersebut dapat dilihat pada kumpulan grid disebelah kanannya. Proses tersebut memastikan fitur yang didapatkan akan sama meskipun objek citra mengalami translasi (pergeseran).

Gambar 2. 6. Operasi Max Pooling (Suartika et al, 2016)

3. ReLu (Rectified Linear Units)

Layer ini mengaplikasikan fungsi aktivasi tak jenuh pada node 𝑓(𝑥) = 𝑥+ = 𝑚𝑎𝑥 (0, 𝑥). Layer ini meningkatkan sifat non-linier dari fungsi pengambil keputusan dan semua jaringan tanpa mempengaruhi bidang reseptif dari Convolutional Layer. ReLu juga banyak digunakan karena dapat melatih neural network lebih cepat. Namun pada penelitian ini, penulis menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.

4. Fully Connected Layer

Neuron pada Fully Connected Layer memiliki hubungan yang lengkap pada semua aktivasi dalam layer sebelumnya. Aktivasi tersebut kemudian di komputasi dengan sebuah perkalian matriks diikuti oleh bias offset.

(28)

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi pneumonia melalui citra chest X-Ray. Penelitian untuk mengidentifikasi pneumonia telah dilakukan sebelumnya oleh (Shubangi et al., 2016) melalui hasil citra x-ray menggunakan fitur ektraksi Statistical Features Extraction untuk mengkarakterisasikan histogram dengan tiga parameter yaitu mean, standart deviation, dan entropy. Histogram Equalization dan High Pass Filter digunakan untuk mempertajam citra dengan memberikan nilai limit pada histogram citra. Penelitian ini menggunakan metode Intensity Based Method dan Discontinuity Based Method (Edge Detection) untuk proses segmentasi citra.

Penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi pneumonia dilakukan oleh (Moh’d et al., 2016) menggunakan metode Self-Organizing Map (SOM) Neural Network dan Learning Vector Quantization (LVQ). Diamond Structure Element digunakan untuk meningkatkan bentuk objek dan largest connected component untuk menghilangkan objek yang tidak penting dan mempertahankan batas tepi pada citra paru-paru.

Penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi pneumonia dan kanker paru-paru melalui citra X-Ray dilakukan oleh (Pavithra et al., 2015) menggunakan power law transform untuk meningkatkan kualitas citra dengan memanfaatkan histogram , median filtering untuk perbaikan citra dalam domain spasial, Gabor Filter untuk proses ekstraksi fitur dan metode Artificial Neural Network untuk proses klasifikasi.

Convolutional Neural Network sebelumnya juga telah digunakan oleh (Cosmin et al., 2013) untuk proses segmentasi struktur tulang dada melalui citra chest x-ray.

Penelitian ini membedakan area jaringan tulang dan bukan jaringan tulang dari keseluruhan citra.

Penelitian selanjutnya menggunakan CNN dilakukan oleh Hansang pada tahun 2017 untuk mengidentifikasi kelainan struktur gigi melalui citra x-ray menggunakan cephalometric landmark (Hansang et al., 2017).

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1.

(29)

17

Tabel 2. 1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Metode Tahun

1. Shubhangi Khobragade, Aditya

Tiwari, C.Y Patil,Vikram Narke

Automatic Detection of Major Lung Diseases Using Chest Radiographs

and Classification by Feed-forward Artificial

Neural Network

Feed-forward Neural Network,High Pass

Filter,Statistical Feature Extraction,Backpropa

gation

2016

2. Moh’d Rasoul A.Al-

Hadidi, O.Dorgham,

Rami Salim Razouq

Pneumonia Diagnosis Automated System Using

Organizing Map Algorithm

Self-Organizing Map,Learning Vector

Quantization, Diamond Structure

Element

2016

3. Pavithra R, S.Y Pattar

Detection and Classification of Lung Disease-Pneumonia and

Lung Cancer in Chest Radiology Using Artificial

Neural Network

Power Law Transform,Median Filter, Gabor Filter, Radial Basis Function Neural Network, Feed

Forward Neural Network, Artificial

Neural Network

2015

4. Cosmin Cernazanu- Glavan, Stefan Holban

Segmentation of Bone Structure in X-ray Images

Using Convolutional Neural Network

Convolutional Neural Network,Backpropaga

ton

2015

5. Hansang Lee,Minseok Park, Junmo Kim

Cephalometric Landmark Detection in Dental X-ray

Images Using Convolutional

Neural Networks

Convolutional Neural Network

2017

(30)

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi klasifikasi pneumonia. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang digunakan, kemudian implementasi metode CNN dalam mendiagnosa jenis pneumonia. Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.

3.1 Arsitektur Umum

Metode yang diajukan untuk mengklasifikasikan pneumonia yaitu terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan data citra Normal, Bronchopneumonia dan Lobaris yang akan digunakan untuk citra latih dan dan citra uji, kemudian masuk ke tahap preprocessing yang terdiri atas Scaling yang digunakan untuk menentukan ukuran piksel yang digunakan dalam pemrosesan citra paru-paru.

Kemudian dilakukan penyeragaman gambar keabuan dengan menggunakan Grayscale.

Tahapan selanjutnya yaitu contrast scretching untuk memperbaiki dan menambah kontras pada citra. segmentasi dengan melakukan pembentukan citra biner menggunakan Thresholding. Setelah itu masuk ke klasifikasi dengan menggunakan CNN. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan akan didapatkan hasil klasifikasi penyakit pneumonia. Adapun tahapan-tahapan diatas dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1.

(31)

19

3.2 Training Dataset

Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Chest X-ray yang diperoleh dari https://data.mendeley.com. Data citra Chest X-Ray yang diperoleh sebanyak 74 citra, yaitu 22 citra Bronchopneumonia, 25 citra Pneumonia Lobaris dan 27 citra paru-

Grayscaling

Segmentation

Convolutional Neural Network Classification

Scaling

Thresholding

OUTPUT

Hasil Identifikasi Normal, Bronchopneumonia,

dan Lobaris

Testing DatasetD

atase Training

DatasetD atase

Contrast Scretching

Gambar 3. 1. Arsitektur Umum

(32)

paru normal. Data tersebut akan digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian.

Data uji yang digunakan ada 6 untuk masing-masing klasifikasi yaitu Bronchopneumonia, Lobaris dan Normal. Pembagian dataset untuk sistem klasifikasi pneumonia dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1. Pembagian Dataset

Dataset Bronchopneumonia Lobaris Normal Jumlah

Data Training 22 25 27 74

Data Testing 6 6 6 18

Jumlah Data 28 31 33 92

3.3 Preprocessing

Tahapan ini merupakan tahap pengolahan citra yang yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ketahapan selanjutnya. Tahapan preprocessing ini terdiri dari Scaling dan Grayscale dan contrast scretching.

3.3.1 Scaling

Tahapan pertama menggunakan Scaling. Tahapan ini dibutuhkan untuk mengatur ukuran pixel pada citra. Semakin banyak jumlah pixel maka akan semakin banyak waktu untuk proses pengolahan citra. Citra Scaling dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3. 2. Citra Scaling

(33)

21

3.3.2 Grayscale

Tahapan berikutnya yaitu grayscale. Dimana tahapan ini bertujuan untuk penyeragaman warna keabuan pada citra yang akan diproses. Pada citra asli terlihat warna keabuan tidak merata. Citra grayscale dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3. 3. Citra Grayscale

3.3.3 Contrast Scretching

Tahapan berikutnya yaitu contrast scretching. Dimana tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan citra baru dengan kontras yang lebih bagus daripada citra asalnya.

Perbaikan kontras citra dengan contrast stretching merupakan operasi titik pada citra asli, yang artinya proses ini hanya tergantung nilai intensitas (gray level) satu pixel dan tidak tergantung pada piksel lain disekitarnya. Proses dari contrast stretching dilakukan dengan meningkatkan bidang dinamika gray level pada citra yang akan diproses.

3.4 Thresholding

Tahapan setelah preprocessing yaitu Thresholding yang bertujuan untuk menghasilkan citra menjadi warna hitam dan putih. Pada tahap ini, proses Thresholding akan menghasilkan citra biner. Parameter nilai yang digunakan sebagai nilai Threshold adalah 170. Hasil dari proses Thresholding dapat dilihat pada Gambar 3.4.

(34)

Gambar 3. 4. Citra Thresholding

3.5 Klasifikasi

Dalam penelitian ini, Metode yang digunakan untuk proses klasifikasi yaitu Convolutional Neural Network. CNN merupakan supervised neural network karena metode ini membutuhkan proses training agar mampu melakukan klasifikasi. Adapun arsitektur Convolutional Neural Network untuk klasifikasi pneumonia dapat dilihat pada Gambar 3.5.

h

X1

X2

X3

X4

X900

Z1

Z2

Z3

Z30

Y1

Y2

Y3

(35)

23

Keterangan dari gambar arsitektur Convolutional Neural Network untuk klasifikasi pneumonia dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2. Keterangan Arsitektur CNN

Keterangan Jumlah(node) Keterangan

Input 900 Jumlah tiap pixel citra

Hidden 30

Output 3

Arsitektur yang akan digunakan dalam jaringan ini terdiri dari 3 Layer yaitu Input Layer, Hidden Layer, dan Output Layer. Data Input sebanyak 900 node, Hidden sebanyak 30 node dan Output terdiri dari 3 node (Bronchopneumonia, Lobaris Pneumonia dan Normal). Hidden Node ditentukan secara random (Huang, 2006).

Dapat ditentukan melalui beberapa uji coba terhadap kebutuhan sistem. Pemilihan Hidden Node yang berjumlah 30 Node merupakan suatu bobot yang baik dalam menghasilkan akurasi yang tinggi dalam sistem klasifikasi pneumonia dan tidak memerlukan banyak waktu dalam proses pengolahan citra. Data yang akan dimasukkan dalam Input Layer akan ditransformasi terlebih dahulu. Pelatihan dilakukan guna mencari bobot dan bias optimal atau sesuai untuk digunakan pada proses Testing.

Langkah-langkah Training untuk 1 kali Epoch yang akan diproses adalah sebagai berikut:.

Langkah 1: Inisialisasi semua bobot dan bias secara acak.

Langkah 2: Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, maka lakukan langkah 3 sampai langkah 7.

Fase 1 propagasi maju (feedforward)

Langkah 3: Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskan sinyal tersebut ke semua Hidden layer.

Langkah 4: Menghitung net input ke hidden layer ℎ1

(36)

𝑛𝑒𝑡ℎ1 = 𝑤1 * 𝑖1 + 𝑏1 * 1 (3.1) Langkah 5: Selanjutnya tentukan fungsi aktivasi sigmoid ke hidden layer ℎ1 dengan

persamaan 𝑜𝑢𝑡ℎ1 = 1

1+𝑒𝑛𝑒𝑡ℎ1 (3.2)

Setelah mendapatkan Output pada lapisan Hidden Layer maka langkah selanjutnya.

Langkah 6: Menghitung net hidden layer ke Output Layer 𝑜1 dengan persamaan 𝑛𝑒𝑡𝑜1 = 𝑤5 * 𝑜𝑢𝑡ℎ1 + 𝑤6 * 𝑜𝑢𝑡ℎ2 + 𝑏2 * 1 (3.3) Langkah 7: Menghitung nilai output

𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 1

1+𝑒𝑛𝑒𝑡𝑜1 (3.4)

Langkah 8: Menentukan nilai Error pada output 𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∑1

2 (𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 − 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡)2 (3.5) Fase II: Propagasi Mundur (Backward)

Langkah 8: Hitung faktor 𝜕 output berdasarkan nilai error dan nilai output

𝜕 ∑ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝜕𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 2 * 1

2(𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡𝑜1− 𝑜𝑢𝑡𝑜1)2−1* -1 + 0 (3.6)

𝜕 merupakan unit kesalahan yang digunakan untuk mengubah bobot layer pada langkah selanjutnya.

Langkah 10: Hitung hasil nilai output 𝑜𝑢𝑡𝑜1 = 1

1+𝑒−𝑛𝑒𝑡𝑜1 (3.7)

Langkah 11: Menghitung net dari Output layer ke Hidden Layer

𝑛𝑒𝑡𝑜1 = 𝑤5* 𝑜𝑢𝑡ℎ1 + 𝑏2 * 1 (3.8) Fase III: Perubahan Bobot

Langkah 12: Hitung semua perubahan bobot.

Perubahan bobot pada Output Layer ditunjukkan pada persamaan 3.9.

(37)

25

𝑤𝑏𝑎𝑟𝑢= 𝑤𝒍𝒂𝒎𝒂 − 𝑛 ∗ 𝜕 ∑ 𝑜1

𝜕𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎 (3.9)

Perubahan bobot pada Hidden Layer ditunjukkan pada persamaan 3.10.

𝑤𝑏𝑎𝑟𝑢= 𝑤𝒍𝒂𝒎𝒂 − 𝑛 ∗ 𝜕 ∑ ℎ1

𝜕𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎 (3.10)

W = Bobot

n = Learning Rate

∑ = Jumlah total

Kemudian masuk kedalam tahap Testing untuk menguji tingkat keakuratan sistem dalam klasifikasi pneumonia berikut langkah-langkahnya:

1. Masukkan data yang diuji.

2. Masukkan nilai Hidden Node yang optimal dari data pelatihan.

3. Melakukan proses Feedforward dan Backward yaitu menghitung keluaran Output. Fungsi aktivasi yang digunakan pada jaringan ini adalah Sigmoid Biner.

4. Analisis hasil Output

5. Menarik kesimpulan dari hasil Output.

3.6 Perancangan Sitem

Pada tahapan perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang perancangan menu sistem dan perancangan antarmuka aplikasi klasifikasi pneumonia. Perancangan ini bertujuan agar user dapat mudah menjalankan aplikasi.

3.6.1 Tampilan Sistem Klasifikasi Pneumonia

Pada tampilan ini merupakan tampilan utama sistem untuk training dan juga testing aplikasi. Terdiri juga beberapa pemrosesan pada halaman ini. Perancangan tampilan tersebut dilihat pada Gambar 3.6.

(38)

Gambar 3. 6. Tampilan Perancangan Sistem Klasifikasi Pneumonia

Keterangan :

a. Panel yang akan menampilkan gambar yang akan di uji.

b. Menampilkan gambar citra hasil Threshold.

c. Menampilkan nilai ciri citra hasil dari binerisasi.

d. Pada bagian ini digunakan untuk mengatur jumlah Epoch, Learning Rate, Hidden Node sebagai paramater untuk pelatihan data menggunakan jaringan syaraf tiruan CNN. Tombol threshold untuk mengatur nilai threshold terhadap data uji dengan nilai yang telah diberikan yang dapat di set secara manual maupun otomatis sesuai dengan kebutuhan sistem.

e. Tombol Pilih Citra Uji untuk memilih data testing yang akan digunakan setelah proses training sebelumnya. Tombol thresholding untuk menghasilkan citra hitam putih dan objek terpisah dari background. Tombol Proses untuk mengidentifikasi citra uji dan menghasilkan nilai bobot citra uji.

f. Tombol Broncho untuk mengupload data training bronchopneumonia, tombol Lobaris untuk mengupload data training pneumonia lobaris dan tombol normal untuk mengupload data training normal. Tombol Proses Data Latih untuk menghitung jumlah kelas dan image per kelas .Tombol Vektor Input untuk mencari nilai ciri dari setiap data latih. Tombol Inisialisasi

(39)

27

untuk perhitungan bobot untuk setiap vektor input. Tombol latih data untuk training data menggunakan fungsi CNN.

g. Menampilkan log sistem yang meliputi path data training disimpan dan menampilkan bobot dari hasil training

h. Menampilkan hasil dari klasifikasi dan bobot dari citra uji. Tombol Reset untuk menghapus nilai yang telah diberikan sebelumnya terhadap jaringan syaraf tiruan dalam sistem.

(40)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini akan membahas hasil dari implementasi metode CNN dalam klasifikasi penyakit pneumonia melalui citra chest X-ray dan pengujian sistem sesuai dengan analisis data dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1 Implementasi Sistem

Pada tahap implementasi sistem, klasifikasi jenis pneumonia menggunakan metode Convolutional Neural Network memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung antara lain :

4.1.1 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan Perangkat lunak yang digunakan dalam membangun sistem ini adalah :

1. Processor Intel® Core™ i3-2348M CPU 2.30GHz.

2. Kapasitas hard disk 500 GB.

3. RAM yang digunakan 4,00 GB.

4. Sistem operasi yang digunakan Windows 10 64 bit.

5. Microsoft Visual Studio 2017 community.

(41)

29

4.1.2 Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas pada Bab 3 adalah sebagai berikut:

1. Tampilan Sistem

Halaman utama sistem merupakan halaman untuk Testing dan Training aplikasi yang bertujuan untuk mengklasifikasi jenis penyakit pneumonia dengan menggunakan metode Convolutional Neural Network. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4. 1. Tampilan Utama Sistem

4.1.3 Implementasi Data

Data yang dimasukkan kedalam sistem adalah citra x-ray paru-paru yang bersumber dari https://data.mendeley.com. Data tersebut dipilih dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Normal, Bronchopneumonia dan Lobaris. Berikut merupakan rangkuman citra dapat dilihat pada Tabel 4.1

(42)

Tabel 4. 1. Daftar Citra Chest X-Ray Citra Paru-Paru Normal

1 2 3

4 5 6

7 8 9

10 11 12

(43)

31

Citra Bronchopneumonia

1 2 3

4 5 6

7 8 9

10 11 12

(44)

Citra Pneumonia Lobaris

1 2 3

4 5 6

7 8 9

10 11 12

(45)

33

4.2 Prosedur Operasional

Tampilan sistem terdiri dari pengolahan gambar, Training data, dan Testing data.

Tampilan gambar bisa dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4. 2. Tampilan Halaman Training Sistem

Data yang ingin di Training dapat di Upload melalui menu yang ada dibagian tengah sistem. Dalam menu tersebut terdapat beberapa Button yang dinamai sesuai nama jenis penyakit pneumonia, yaitu Bronchopneumonia, dan Pneumonia Lobaris, dan paru-paru normal.

(46)

Gambar 4. 3. Button Upload Data Bronchopneumonia

Gambar 4. 4. Button Upload Data Pneumonia Lobaris

(47)

35

Gambar 4. 5. Button Upload Data Paru Normal

Tampilan gambar Upload dapat dilihat pada Gambar 4.6. Data dapat dipilih lebih dari satu atau multiselection. Saat data di Training sistem akan secara otomatis melakukan semua proses preprosessing dan segmentasi citra.

Gambar 4. 6. Tampilan Upload Citra

(48)

Setelah data selesai di upload, sistem akan memberikan pemberitahuan bahwa data telah diberikan kepada sistem untuk diproses selanjutnya. Tampilan setelah upload citra dapat dilihat pada Gambar 4.7

Gambar 4. 7. Tampilan setelah Upload Citra

Setelah data di upload, tekan Latih Data. Citra akan selesai di proses dengan menggunkan algoritma CNN dan sistem memberikan durasi dari Training. Tampilan setelah proses Training selesai dapat dilihat pada Gambar 4.8

(49)

37

Data yang telah di Training sebelumnya hanya menghasilkan pemrosesan citra sampai menghasilkan fitur untuk diberikan kepada jaringan syaraf tiruan. Inisialiasi nilai-nilai seperti Epoch, Learning Rate, dan Hidden Layer pada bagian Jaringan Syaraf Tiruan agar fitur yang didapat sebelumnya dilatih kepada neural network. Tekan button Latih Data untuk melatih citra ke dalam neural network dengan nilai yang telah diinisialisasi.

Button Vektor input untuk mencari nilai ciri dari setiap data latih. Tampilan saat proses Vektor Input dan Inisialisasi dapat dilihat pada Gambar 4.9

Gambar 4. 9. Button Vektor Input dan Inisialisasi

Setelah data di Training, Testing sistem dapat dilakukan. Testing dapat dilakukan dengan cara klik button Buka Gambar pada bagian Pengolahan Gambar.

(50)

Gambar 4. 10. Button Buka Gambar

Setelah citra yang ingin diuji muncul ke dalam sistem, lakukan pengolahan gambar untuk menambah kontras citra agar citra semakin jelas, yaitu Contrast Scretching.

Setelah itu dilakukan proses segmentasi yaitu thresholding untuk memisahkan objek dari background dan menghasilkan binary image. Parameter nilai dari Thresholding juga dapat disesuaikan dengan memilih auto atau manual. Dapat juga disesuaikan dengan mengisi nilai pada form bagian Threshold atau juga menggeser scroll button.

(51)

39

Gambar 4. 11. Button Thresholding

Setelah semua proses pengolahan citra dilakukan, hasil dari klasifikasi citra dapat diketahui dengan cara klik button Proses. Proses tersebut akan menghasilkan output dari hasil klasifikasi citra.

Gambar 4. 12. x Proses dan Tampilan Hasil Klasifikasi

(52)

4.3 Hasil Pengolahan Citra Sistem

Pada bagian ini akan dijelaskan hasil yang telah diperoleh dari tahap pengolahan citra.

Hasil yang didapat terdiri dari beberapa tahapan, yaitu thresholding dan binerisasi. Hasil dari tahap pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2. Hasil Pengolahan Citra

No Citra Awal Thresholding Binerisasi

1.

2.

3.

4.

5.

(53)

41

Tabel 4.2. Hasil Pengolahan Citra (lanjutan)

No Citra Awal Thresholding Binerisasi

6.

7.

8.

9.

4.4 Pengujian Sistem

Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian data dilakukan pada 6 citra broncopneumonia, 6 citra pneumonia lobaris, 6 citra normal dengan menggunakan data training 22 citra bronchopneumonia, 25 citra pneumonia lobaris dan 27 citra normal.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan parameter nilai EPOCH = 1000, Learning Rate = 0,2 dan Hidden Node =30. Parameter dari EPOCH yang diuji berbeda- beda dimulai dari 100, 200, 300, 500, 700 dan 1000. Pengujian dengan nilai parameter

(54)

yang berbeda-beda bertujuan untuk mendapatlan nilai EPOCH yang mampu melakukan klasifikasi penyakit pnuemonia dengan tingkat akurasi yang tinggi. Grafik hasil pengujian dari EPOCH yang berbeda-beda terhadap 6 data uji dari Bronchopneumonia ,Normal dan Lobaris dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3. Hasil Pengujian dengan Parameter EPOCH

EPOCH Normal Lobaris Bronchopneumonia Akurasi

50 1 1 0 11,10%

100 3 1 1 27.70%

300 3 2 1 33.30%

700 4 3 3 55.50%

1000 5 5 5 83.30%

Berdasarkan hasil pengujian seperti yang ditunjukkan grafik hasil pengujian pada Gambar 4.13. Nilai Hidden node = 30 dan EPOCH = 1000 mendapatkan akurasi yang tinggi dibanding yang lain. Namun, besarnya nilai Hidden node dan EPOCH akan memperlama proses Training. Jadi akurasi yang terbaik didapatkan dari nilai Hidden node ≥ 30 dan EPOCH = 1000. Data hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(55)

Tabel 4. 4. Data Hasil Pengujian

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

1 Bronchopneumonia Bronchopneumonia Berhasil

2 Bronchopneumonia Bronchopneumonia Berhasil

3 Bronchopneumonia Bronchopneumonia Berhasil

(56)

Tabel 4.4. Data hasil pengujian (Lanjutan)

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

4 Bronchopneumonia Bronchopneumonia Berhasil

5 Bronchopneumonia Bronchopneumonia Berhasil

6 Normal Bronchopneumonia Gagal

(57)

Tabel 4.4. Data hasil pengujian (Lanjutan)

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

7 Lobaris Lobaris Berhasil

8 Lobaris Lobaris Berhasil

9 Lobaris Lobaris Berhasil

(58)

Tabel 4.4. Data hasil pengujian (Lanjutan)

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

10 Lobaris Lobaris Berhasil

11 Normal Lobaris Gagal

12 Lobaris Lobaris Berhasil

(59)

Tabel 4.4. Data hasil pengujian (Lanjutan)

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

13 Normal Normal Berhasil

14 Normal Normal Berhasil

15 Normal Normal Berhasil

(60)

Tabel 4.4. Data hasil pengujian (Lanjutan)

No. Citra Asli Threshold Binerisasi Actual Output Desired Output Status

16 Normal Normal Berhasil

17 Normal Normal Berhasil

18 Bronchopneumonia Normal Gagal

(61)

49

Berdasarkan data hasil uji yang telah dilakukan pada sistem klasifikasi penyakit pneumonia melalui citra Chest X-Ray menggunakan Convolutional Neural Network, dapat diperoleh nilai akurasi dalam klasifikasi pneumonia dengan rata-rata 83,3%.

𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝑨𝒌𝒖𝒓𝒂𝒔𝒊 = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒄𝒊𝒕𝒓𝒂 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝒖𝒋𝒊 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓

𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒄𝒊𝒕𝒓𝒂 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝒖𝒋𝒊× 𝟏𝟎𝟎%

= 𝟏𝟓

𝟏𝟖× 𝟏𝟎𝟎%

= 𝟖𝟑, 𝟑%

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa tingkat akurasi dari metode Convolutional Neural Network dalam mengklasifikasi jenis penyakit pneumonia melalui citra Chest X-Ray dapat mencapai 83,3%.Kegagalan identifikasi citra disebabkan oleh data yang memiliki nilai ciri yang mirip dengan data yang lain sehingga pada tahap thresholding bagian yang bukan lesi berada dalam area segmentasi sehingga pada pengujian terjadi kesalahan identifikasi pada citra tersebut.

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari metode yang telah digunakan untuk mengklasifikasi penyakit pneumonia pada bagian 5.1 dan juga saran-saran untuk pengembangan penelitian berikutnya pada bagian 5.2.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian sistem klasifikasi penyakit pneumonia dengan menggunakan Convolutional Neural Network adalah sebagai berikut :

1. Pada tahap preprocessing diperlukan penetapan nilai contrast scretching dan thresholding harus sesuai karena akan berpengaruh pada keakuratan sistem.

2. Metode Convolutional Neural Network (CNN) mampu melakukan klasifikasi penyakit pneumonia melalui citra chest X-Ray dengan baik. Sehingga hasil dari proses klasifikasi pneumonia melalui citra X-Ray memiliki tingkat akurasi 83%.

3. Pada citra thorax yang memiliki nilai ciri yang mirip dengan data jenis pneumonia yang lain menjadi salah satu kendala dalam tahap thresholding bagian paru yang terdapat flek berada di dalam area segmentasi sehingga pada tahap pengujian terjadi kesalahan identifikasi citra.

(63)

51

5.2 Saran

Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan metode ekstraksi ciri yang baik dan sesuai sehingga nilai ciri

dari citra yang akan diperoleh menjadi lebih baik.

2. Menggunakan citra yang jelas dan data pelatihan yang lebih banyak sehingga ketika data di uji, akan menghasilkan akurasi yang lebih tinggi.

3. Menggunakan metode neural network lainnya untuk dibandingkan dengan hasil klasifikasi yang diperoleh dari Convolutional Neural Network.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Athena A., Damayanti I. 2014. Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal kesehatan masyarakat nasional , Vol.8,360.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.

Riset Kesehatan Dasar.

Cernazanu-Glavan C., Stefan H. 2013. Segmentation of Bone Structure in X-Ray Images using Convolutional Neural Network. Politechnica University of Timisoara, 300006, Timisoara, Romania.

Gonzales, R.C. & Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing. New Jersey: Prentice- Hall Inc.

G.W Awcock., R.Thomas. 1995.Applied Image Processing, The Macmillan Press, NH Huang, G.-B., Zhu, Q.-Y. and Siew, C.-K. 2006. Extreme learning machine : theory and

applications. Int. J. of Neurocomputing 70(2006): 489-501.

Hadidi, M. R. A., Dorgham O. & Razouq R.S. 2016. Pneumonia identification using organizing map algorithm. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciencea.

Al-Balqa'Applied University, Salt, Jordan.

Lee H., Park M., Kim J. 2017. Cephalometric Landmark Detection in Dental X-Ray Images Using Convolutional Neural Networks. 2017. School of Electrical Engineering, Korea Advanced Institute of Science and Technology. Republic of Korea.

Nixon, M. S & Aguado, A. S. 2002. Feature Extraction and Image Processing.

Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC

Nurhayati, O. D & Windasari, I. P. 2015. Stroke Identification System on the Mobile Based CT Scan Image. Int. Conference on Information Technology, Computer and Electrical Engineering (ICITACEE).

Pattar, S.Y., R, Pavithra. 2015 . Detection and Classification of Lung Disease- Pneumonia and Lung Cancer in Chest Radiology Using Artificial Neural Network. 2015. Departement of Medical Electronics, BMS College of Engineering.

(65)

53

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013

Rizqi M.H., & Helmia Hasan, Tinjauan Imunologi Pneumonia pada Pasien Geriatri, CDK-212,2014;41(1): 14-18.

Shubangi K., Tiwari,., C.Y. Patil., Narke,Vikram. Automatic Detection of Major Lung Diesease using Chest Radiographs and Clasification by Feed Forward Artificial Neural Network. 2016. 1st IEEE International Conference on Power Electronics, Intelligent Control and Energy Systems. India.

Suartika, I. W. E. P., Wijaya, A. R & Soelaiman, R. 2016. Klasifikasi Citra Menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) pada Caltech 101. Jurnal Teknik ITS Vol. 5 No. 1.

Sutoyo, T. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, optimasi dalam klasifikasi citra retina mata yang terdiagnosa retinopati telah dilakukan menggunakan algoritma Convolutional Neural Network (CNN) dengan

menyatakan bahwa Skripsi yang be j d l Implementasi Convolutional Neural Network pada Sistem Klasifikasi Penyakit Kanker Kulit ini adalah ka a ilmiah saya sendiri,

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul &#34;Klasiflkasi Paro Paru Normal Dan Pneumonia Menggunakan Metode Convolutional Neural Network Berdasarkan

Bab ini akan membahas hasil dari implementasi metode CNN (Convolutional Neural Network) untuk identifikasi penyakit melanoma melalui citra dermoscopy dan pengujian sistem

Salah satu metode klasifikasi terhadap citra adalah Convolutional Neural Network (CNN), metode ini mendeteksi fitur gambar dengan cara mengambil feature map yang ada

Pada penelitian ini akan dirancang sistem klasifikasi lesi kulit dengan metode Convolutional Neural Network (CNN) sehingga dapat mengidentifikasikan citra dermoscopy

Pada penelitian ini metode Convolutional Neural Netwok dan Improved Feature Pyramid Network dengan backbone ResNet50 akan digunakan untuk melakukan klasifikasi citra bibit tanaman, di

Penelitian terdahulu, seperti Klasifikasi Penyakit Daun Jagung menggunakan metode Convolutional Neural Network arsitektur ResNet-50 dengan optimizer Adam, Nadam, dan SGD yang