• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Struktur dan Fungsi Legenda Sumur Tujuh di Kabupaten Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kajian Struktur dan Fungsi Legenda Sumur Tujuh di Kabupaten Aceh Besar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2021 eISSN 2657- 0998

2101

Kajian Struktur dan Fungsi Legenda Sumur Tujuh di Kabupaten Aceh Besar

Asriani, Nurul Azmi, Darmawati, Junaidi

Universitas Serambi Mekkah asriani@serambimekkah.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur dan fungsi yang terdapat dalam legenda di Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah legenda Sumur Tujuh yang berasal dari Kecamatan Kuta Malaka. Data diperoleh berdasarkan tuturan informan. Berdasarkan hasil analisis struktur Sumur Tujuh menggunakan alur maju, tokoh berkarakter tidak sombong dan pantang menyerah, latar yang terdapat dalam cerita berupa latar tempat, waktu dan suasana, serta temanya adalah semua hal bisa terjadi kalau seizin Allah. Adapun fungsi yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah fungsi estetis, pragmatis, etis dan historis.

Kata kunci: struktur, fungsi, dan legenda

PENDAHULUAN

Aceh merupakan suatu wilayah di Indonesia yang berada paling ujung di Nusantara.

Masyarakat Aceh adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai cerita rakyat yang berupa legenda. Legenda tersebut terus hidup dalam kehidupan masyarakat Aceh, terutama di masa lalu. Dalam kesusastraan Aceh, istilah legenda dikenal sebagai salah satu bentuk haba jameun yang sangat digemari (Harun, 2012, hlm.11).

Brunvand (dalam Danandjaja, 1994, hlm. 21) membedakan folklor menjadi tiga macam, tipe yaitu (1) folklor lisan, (2) folklor sebagian lisan, dan (3) folklor bukan lisan.

Pertama, folklor lisan adalah foklor yang bentuknya memang murni lisan yang terdiri atas ungkapan tradisional, seperti pepatah, peribahasa, dan pameo, bahasa rakyat, seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel, pertanyaan tradisional seperti teka-teki, puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair, cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat. Kedua, folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan yang terdiri atas kepercayaan rakyat seperti tahayul, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat.

Ketiga, folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan ini terdiri dari material misalnya arsitektur rakyat (bentuk rumah adat), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat seperti kentongan, dan musik rakyat. Told dan Pudentia (1995, hlm. 2) mendefinisikan bahwa tradisi lisan tidak hanya berisi cerita rakyat, legenda dan mite…

tetapi menyimpan sistem kognasi (kekerabatan) asli yang lengkap sebagai contoh sejarah, praktik hukum, hukum adat, dan pengobatan (oral traditions do not only contain folktales,

(2)

2102

legends and myths… but store complete indigeneous cognate systems, to name a few:

histories, legal practices, adat law and medication)

Sumur Tujuh (Mon Tujoh) merupakan salah satu legenda yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Sumur Tujuh ini menceritakan seorang ulama yang bernama Teungku Jaban yang bertempat tinggal di sekitar gunung Sahamani. Setiap malam ia mengajarkan anak-anak mengaji. Saat Ashar beliau selalu mengembala kambing di gunung. Pekerjaannya setiap hari selalu begitu.

Menurut kabar pada suatu hari tatkala musim kemarau Panjang melanda, kambing gembalanya kehausan. Teungku Jaban kebingungan mencari air ke sana kemari tetapi tidak dijumpai setetes air pun. Hatinya gundah gulana karena daerah gembalanya dilanda kekeringan. Pada saat mengembala kambing selalu ada sebatang kayu di tangannya untuk menghalau kambing.

Kayu di tangan sering dijadikan tongkat kemudian ditancapkan ke tanah. Satu persatu lubang sumur yang digali tidak membuahkan hasil. Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah mengeluarkan pancaran mata air. Seketika itu, sumur yang tadinya kering juga keluar air. Sumur tersebut disebut sumur tujuh karena ada tujuh lubang.

Sampai sekarang sumur tujuh tadi tidak pernah mengering. Walaupun daerah tersebut dilanda kemarau panjang. Cerita ini diyakini oleh masyarakat setempat dan diceritakan secara turun temurun dan diyakini oleh masyarakat setempat karena keberadaannya masih ada sampai sekarang.

Permana (2015, hlm. 174) mengemukakan bahwa struktur merupakan suatu konstruksi konkret yang bagian-bagiannya sanggup mengubah suatu dimensi dan kualitasnya serta tidak ada bagian-bagian dari keseluruhan dapat dihilangkan tanpa merusak keutuhannya. Struktur ini merupakan suatu penyikapan cerita rakyat sebagai struktur yang berimplikasi pada pengakuan bahwa cerita rakyat memiliki aturan otonom yang berkarakteristik. Selanjutnya Teeuw (2013, hlm. 106) menyatakan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar, dan memaparkan secermat, seteliti, mendetail, mendalam dan menyeluruh dalam sebuah karya sastra. Struktur faktual merupakan suatu fakta cerita yang berupa alur, karakter, latar dan tema (Stanton 2012, hlm. 22).

Sibarani (2012, hlm. 15-26) menyatakan bahwa fungsi dalam tradisi lisan dapat dikategorikan menjadi empat macam, yakni; fungsi estetis, pragmatis, etis dan historis.

(1) Fungsi estetis

Fungsi estetis berkaitan dengan retorika atau seni berbahasa yang mengedepankan teknik penyampaian yang indah dan menarik. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm.

399) mendefinisikan bahwa estetis merupakan suatu keindahan mengenai (alam, seni dan sastra) atau sesuatu yang mempunyai penilaian terhadap keindahan. Jadi, fungsi estetis dapat dilihat dari keindahan teks, teknik penyampaiannya, dan unsur-unsur yang melatari performansi tradisi lisan.

(2) Fungsi pragmatis

Pragmatis merupakan hal-hal yang bersifat praktis dan juga bermanfaat bagi umum atau sesuatu yang menyangkut dengan nilai-nilai praktis. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm. 1137). Jadi, fungsi pragmatis termasuk fungsi memenuhi kebutuhan naluri

(3)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2021 eISSN 2657- 0998

2103 manusia, memelihara keutuhan dan sistemik struktur sosial, dan juga pengesah pranata kebudayaan serta solidaritas suatu kolektif masyarakat.

(3) Fungsi Etis

Fungsi etis berhubungan dengan etika atau sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum. Fungsi etis ditinjau dari fungsi tradisi lisan sebagai alat pendidikan, pemaksa berlakunya norma sosial dan pengendali perilaku manusia (Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm.399). Artinya, fungsi etis tradisi lisan ditentukan oleh muatan normatif yang bersifat konvensional dan berlaku pada seluruh komunitas tradisi lisan tersebut.

(4) Fungsi historis

Fungsi historis berhubungan dengan sejarah, yang berkaitan dengan masa lampau (sejarah) (Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm. 527). Fungsi historis dianalisis dari peran tradisi lisan sebagai pembentuk identitas, pembentuk peradaban, pelestarian dan juga sistem kebudayaan.

Berdasarkan beberapa fungsi di atas dapat dilihat bahwa tradisi lisan memang sangat penting dalam kehidupan suatu komunitas, baik sebagai individu maupun masyarakat. Suatu tradisi lisan yang sama pun mungkin memiliki fungsi yang berbeda pula di tempat yang lain. Hal ini disebabkan fungsi sangat dipengaruhi oleh lokalitas dan kondisi tempatan yang melatari keberadaan dan penggunaan sebuah tradisi.

Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar pernah terjadi. Tokoh- tokohnya bukan para dewa, tetapi orang-orang biasa atau benda-benda tertentu seperti batu, binatang, sungai, danau, gedung, dan sejenisnya yang memiliki kemampuan setengah dewa sehingga dianggap sakti dan keramat. Tokoh-tokohnya dikemas dengan kejadian- kejadian tertentu yang dihubungkan dengan peristiwa yang terjadi pada suatu tempat dengan membaurkan fakta sejarah dan mitos.

Brunvand (dalam Danandjaja, 1994, hlm. 50) menggolongkan legenda ke dalam empat jenis, yaitu (1) legenda keagamaan (religius legends), (2) legenda alam gaib (supernatural legends), (3) legenda perseorangan (personal legends), dan (4) legenda tempat (local legends).

Teeuw (2013, hlm.280-281) mengatakan bahwa ada empat alasan sehingga cerita rakyat dianggap penting. Pertama, cerita rakyat dapat digunakan sebagai alat komunikasi langsung antara pencipta dan penikmat. Kedua, dalam penelitian sastra cerita rakyat sangat dominan. Ketiga, cerita rakyat di seluruh Indonesia dari dulu sampai sekarang merupakan bentuk budaya yang masih tetap diciptakan dan dihayati oleh masyarakat. Dan keempat, untuk penelitian sastra sepanjang masa, pengetahuan tentang struktur dan cerita rakyat mutlak diperlukan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Ratna (2008, hlm. 39) menyatakan metode deskriptif analisis deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis dan menguraikan data untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang menjadi pusat perhatian penelitian. Berdasarkan pendapat di atas, penelitian ini tidak

(4)

2104

hanya mengumpulkan data saja, namun data yang terkumpul diseleksi, dikelompokkan, dianalisis, diinterpretasikan, dan disimpulkan (Surakhmad, 1990, hlm. 139).

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Legenda Sumur Tujuh

Alur yang digunakan dalam legenda Sumur Tujuh adalah alur maju. Legenda diceritakan dari awal hingga akhir secara berurutan (kronologis). Hal ini disebabkan cerita legenda dituturkan secara lisan.

Karakter tokoh yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah hanya Teungku Jaban sendiri. Teungku Jaban merupakan seorang ulama yang pekerjaannya sehari-hari mengajarkan anak-anak mengaji dan juga mengembala kambing. Adapun karakter tokoh Teungku Jaban dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) adalah pantang menyerah dan tidak sombong. Karakter biasanya merujuk pada individu-individu yang muncul dalam sebuah cerita.

Teungku Jaban merupakan seorang ulama yang pekerjaannya sehari-hari mengajarkan anak-anak mengaji dan juga mengembala kambing. Adapun karakter tokoh Teungku Jaban dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.

Tabel 1. Analisis Karakter Legenda Sumur Tujuh N0 Karakter Tokoh Teungku Jaban

Karakter Teks 1 Pantang

menyerah

Nibak si uroe menurot haba daerah gobnyan teungoh musem khueng that. Kameng gobnyang kagrah. Geumita ie keuno-keudeh hana meurumpok ie meusitep cet. Ka susah hate gobnyan.

Menurut kabar pada suatu hari tatkala musim kemarau panjang melanda, kambing gembalanya kehausan. Teungku Jaban kebingungan mencari air kesana-kemari tetapi tidak dijumpai setetes airpun. Hatinya gundah gulana karena dearah gembalaannya dilanda kekeringan.

2 Tidak sombong

Dengan tungkat bak jaroe geutop bak tanoh. Kageutop tungkat nyang phon sampe keu nam hana jiteubiet ie. Keuheudak Tuhan hingga nyang keu tujoh boh mon nyang geutop kajiteubiet ie. Mon nyang phon sampe keunam buno kajiteubiet ie cet. Nyo keueh asal usul mon tujoh nyang awai phon tho hingga kana ie. Sampo jino dum ek gle nyan tho tapi mon tujoh nyan sabee na ie.

Kayu ditangan sering dijadikan tongkat kemudian ditancapkan di tanah. Satu persatu lubang sumur yang digali tidak membuahkan hasil.

Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah mengeluarkan pancaran mata air. Seketika itu, sumur yang tadinya kering juga keluar air. Sumur tersebut disebut Sumur Tujuh karena ada tujuh lubang.

Sampai sekarang sumur tujuh tadi tidak pernah mengering. Walaupun daerah tersebut dilandai kemarau panjang.

(5)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2021 eISSN 2657- 0998

2105 Sikap pantang menyerah terlihat dalam legenda saat musim kemarau tiba Beliau kesulitan mencari air. Berkat tongkat di tangan kemudian ditancapkan di tanah. Berkat kekuasaan Allah akhirnya lubang ke tujuh baru mengeluarkan air. Sedangkan sikap tidak sombong terlihat walaupun Beliau seorang yang berilmu namun beliau hidup seperti orang-orang uumnya.

Latar dapat berupa keterangan mengenai tempat, waktu dan suasana yang terdapat dalam suatu cerita. Latar yang digunakan dalam legenda Sumur Tujuh adalah latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Latar tempat yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah di Samahani dan di gunung. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini.

Tabel 2 Analisis Latar Legenda Sumur Tujuh N0 Tempat Teks

1 di Samahani Bak jameuen dilee bak bineh glee Samahani na sidroe ureueng nyang geuboh nan gobnyan teungku Jaban. But gobnyan si uroe-uroe geusemeubeut aneuk miet watee malam uroe. Watee asa uroe gobnyan geujak peurabe kameng.

Meunan keu sabe-sabe keurija gobnyan.

Pada zaman dahulu kala di sekitar gunung Samahani hiduplah seorang yang bernama teungku Jaban. Pekerjaan sehari-hari adalah pada malam hari mengajarkan anak-anak mengaji. Saat Ashar beliau selalu mengembala kambing di gunung. Pekerjaannya setiap hari selalu begitu.

2 di gunung But gobnyan si uroe-uroe geusemeubeut aneuek miet watee malam uroe. Watee asa uroe gobnyan geujak peurabee kameng si gle.

Pekerjaannya sehari-hari adalah pada malam hari mengajarkan anak-anak mengaji. Saat Ashar beliau selalu mengembala kambing di gunung.

Latar waktu yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah pada malam hari dan pada waktu Ashar. Latar waktu yang digunakan dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) adalah sebagai berikut.

Tabel 3 Analisis Latar Legenda Sumur Tujuh N0 Latar Waktu Teks

1 Malam hari Bak jameuen dilee bak bineh gle Samahani na sidroe ureueng nyang geuboh nan gobnyan Teungku Jaban. But gobnyan si uroe-uroe geusemeubeut aneuk miet watee malam uroe.

Pada zaman dahulu kala di sekitar gunung Samahani hiduplah seorang yang bernama teungku Jaban. Pekerjaan sehari-hari adalah mengajarkan anak-anak mengaji.

(6)

2106

2 Pada waktu

Ashar

Watee asa uroe gobnyan geujak peurabee kameng.

Meunan keu sabe-sabe keurija gobnyan.

Saat Ashar beliau selalu mengembala kambing di gunung. Pekerjaannya setiap hari selalu begitu.

Latar suasana yang digunakan dalam legenda Sumur Tujuh adalah suasana bingung dan Bahagia. Adapun latar suasana yang digunakan dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) adalah sebagai berikut.

Tabel 4 Analisis Latar Suasana Legenda Sumur Tujuh N0 Suasana Teks

1 Bingung Nibak si uroe menurot haba daerah gobnyan teungoh musem khueng that. Kameng gobnyang ka grah. Geumita ie keuno-keudeh hana meurumpok ie meusitep cet. Ka susah hate gobnyan.

Menurut kabar pada suatu hari tatkala musim kemarau panjang melanda, kambing gembalanya kehausan. Teungku Jaban kebingungan mencari air kesana-kemari tetapi tidak dijumpai setetes airpun. Hatinya gundah gulana karena daerah gembalaannya dilanda kekeringan.

2 Bahagia Keuheudak Tuhan hingga nyang keu tujoh boh mon nyang geutop kajiteubiet ie. Mon nyang phon sampe keunam buno kajiteubiet ie cet. Nyo keueh asal usul mon tujoh nyang awai phon tho hingga kana ie. Sampo jino dum ek gle nyan tho tapi mon tujoh nyan sabee na ie.

Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah mengeluarkan pancaran mata air. Seketika itu, sumur yang tadinya kering juga keluar air. Sumur tersebut disebut sumur tujuh karena ada tujuh lubang. Sampai sekarang sumur tujuh tadi tidak pernah mengering. Walaupun daerah tersebut dilandai kemarau panjang.

Tema yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh ini adalah dengan izin Allah apa yang tidak mungkin dilakukan menjadi mungkin seperti yang dilakukan oleh Teungku Jaban yang menggali sumur di lereng gunung dan sumur tersebut tidak pernah mengering sampai sekarang.

Fungsi Legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh)

Fungsi yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah fungsi estetis, fungsi pragmatis, fungsi etis dan fungsi historis.

(7)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2021 eISSN 2657- 0998

2107 Fungsi estetis dapat dilihat saat wawancara peneliti dengan informan yakni Ayah Cek Rahman, beliau menyampaikan kisah legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) dengan menggunakan bahasa Aceh yang merupakan sebagai bahasa Ibu bagi masyarakat Aceh.

Adapun kutipan teksnya legendanya adalah sebagai berikut.

“Dengan tungkat bak jaroe geutop bak tanoh. Kageutop tungkat nyang phon sampe keu nam hana jiteubiet ie. Keuheudak Tuhan hingga nyang keu tujoh boh mon nyang geutop kajiteubiet ie. Mon nyang phon sampe keunam buno kajiteubiet ie cet. Nyo keueh asal usul mon tujoh nyang awai phon tho hingga kana ie. Sampo jino dum ek gle nyan tho tapi mon tujoh nyan sabee na ie.

“Kayu ditangan sering dijadikan tongkat kemudian ditancapkan ke tanah. Satu persatu lubang sumur yang digali tidak membuahkan hasil. Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah mengeluarkan pancaran mata air. Seketika itu, sumur yang tadinya kering juga keluar air. Sumur tersebut disebut sumur tujuh karena ada tujuh lubang. Sampai sekarang sumur tujuh tadi tidak pernah mengering. Walaupun daerah tersebut dilandai kemarau panjang.

Fungsi pragmatis dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) adalah dapat menambah pengetahuan dalam membuat suatu kebijakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam menjalani hidup ini alangkah baiknya kalau ada sesuatu yang dilakukan bermanfaat bagi orang banyak. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh tokoh Teungku Jaban berikut ini.

“Keuheudak Tuhan hingga nyang keu tujoh boh mon nyang geutop kajiteubiet ie. Mon nyang phon sampe keunam buno kajiteubiet ie cet. Nyo keueh asal usul mon tujoh nyang awai phon tho hingga kana ie. Sampo jino dum ek gle nyan tho tapi mon tujoh nyan sabee na ie.

“Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah mengeluarkan pancaran mata air.

Seketika itu, sumur yang tadinya kering juga keluar air. Sumur tersebut disebut sumur tujuh karena ada tujuh lubang. Sampai sekarang Sumur Tujuh tadi tidak pernah mengering.

Walaupun daerah tersebut dilandai kemarau panjang.

Fungsi etis yang terdapat dalam legenda Mon Tujoh (Sumur Tujuh) dapat dilihat pada karakter tokoh Teungku Jaban yang memiliki semangat pantang menyerah dan selalu dikenang oleh masyarakat dan juga menjadi sebuah pendorong agar gigih dalam memperoleh suatu keinginan. Selain itu, legenda Mon Tujuh (Sumur Tujuh) ini dapat dijadikan sebagai rujukan norma dan pengendalian perilaku sosial di masyarakat.

Fungsi historis juga terdapat dalam legenda ini. Dengan adanya sejarah legenda ini diharapkan masyarakat sekarang dapat mengetahui peradaban di masa lampau. Masyarakat sekarang di desa Lam Ara Cut banyak yang tidak mengetahui lagi cerita-cerita yang pernah terjadi di daerah sendiri. Kalaupun ada yang mengetahui itupun hanya sepenggal ceritanya saja. Mereka umumnya tidak mengetahui cerita tersebut secara utuh. Dengan adanya legenda tersebut kita mengetahui bagaimana orang dahulu hidupnya sederhana tetapi sangat dekat dengan Tuhan.

(8)

2108

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struktur yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah menggunakan alur maju, tokoh berkarakter tidak sombong dan pantang menyerah, latar yang terdapat dalam cerita berupa latar tempat, waktu dan suasana, serta temanya adalah semua hal bisa terjadi kalau seizin Allah. Adapun fungsi yang terdapat dalam legenda Sumur Tujuh adalah fungsi estetis, pragmatis, etis dan historis.

Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan bagi generasi muda diharapkan agar lebih mencintai kebudayaan daerah dan melestarikannya. Bagi masyarakat Kabupaten Aceh Besar khususnya diharapkan mewariskan legenda ini secara turun temurun kepada generasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, J. 1994. Folklore Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti.

Harun, M. (2012). Pengantar Sastra Aceh. Bandung: Cita pustaka Media Perintis.

Permana, R. (2015). Kajian Struktur Cerita Rakyat di Kabupaten Cianjur. Jurnal Lokaba.

6 (2), hlm. 174-184.

Ratna, N. K. (2008). Penelitian Sastra: Teori, Metode dan Teknik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surakhmad, W. (1990). Pengantar Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Sibarani, R. (2012). Kearifan Lokal: Hakikat, peran, dan metode tradisi lisan. Jakarta:

ATL.

Stanton, R. (2012). Teori Fiksi Robert Stanton. (Diterjemahkan oleh Sugihastuti dan R. A.

Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. (2013). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Told, R. dan Pudentia, MPSS. (1995). “Tradisi Lisan Nusantara: Oral Tradition from the Indonesian archipelago a three-directional approach” dalam warta ATL Edisi Perdana, No1/01 Maret 1995. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Gambar

Tabel 1. Analisis Karakter Legenda Sumur Tujuh  N0                   Karakter Tokoh Teungku Jaban
Tabel 2 Analisis Latar Legenda Sumur Tujuh  N0  Tempat                                      Teks
Tabel 4 Analisis Latar Suasana Legenda Sumur Tujuh  N0        Suasana                                     Teks

Referensi

Dokumen terkait

4. Dimana Raspberry Pi 3 B+ telah terinstal Node – Red. Pada Node – Red telah terinstal library Modbus, Telegram, Database. Setelah sistem aktif data akumulasi energi yang

Berdasarkan Peraturan Bupati Kayong Utara Nomor 4 Tahun 2012 Tanggal 31" Januari 2012 tentang penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten

Status akhir yang dilakukan sistem, sebuah diagram aktivitas memiliki sebuah status

Kebijakan- kebijakan yang perlu ditempuh mengenai pidana penjara dalam rangka mewujudkan ide pemasyarakatan adalah (1) membatasi perumusan pidana penjara secara

Latar Belakang Kajian Pernyataan Masalah Objektif Kajian Kepentingan Kajian Batasan Kajian Definisi Operasional 1.6.1 Pelestarian Bahasa 1.6.2 Etnolinguistik 1.7 Daerah Belaga

Perhatikan kurva gambar 2.11 : besar arus basis adalah nol, tetap terdapat arus kolektor yang kecil (arus Cutoff kolektor), daerah inilah yang disebut Cutoff...

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi satu arah yang dilakukan PT Telkom Divre II Jakarta adalah dengan menggunakan media komunikasi internal