• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Pengertian Analisis

Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, diantaranya yaitu:

1. Menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000;48)

“Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul.”

2. Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2002;52)

“Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.”

Dari definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan.

2.2 Pengertian dan Penggolongan Biaya 2.2.1 Pengertian Biaya

Biaya merupakan salah satu masalah yang penting, karena tanpa informasi biaya manajemen tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah dari nilai keluarannya sehingga tidak memiliki informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau sisa hasil usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan, dan mempertahankan eksistensi perusahaannya. Begitu juga tanpa informasi biaya, manajemen tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi lainnya.

(2)

Aliminsyah dan Padji (2003;177) mengartikan biaya sebagai berikut:

“Biaya adalah penurunan dalam modal (hak kekayaan) pemilik, biasanya melalui pengeluaran uang aktiva, yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk menghasilkan pendapatan.”

Sedangkan menurut Horngren, Foster, dan Datar (2000;28), biaya diartikan sebagai berikut:

“Cost is a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective.

It is usually measured as the monetary amount that must be paid to acquire goods and servicer.”

Berdasarkan dua definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya merupakan suatu pengorbanan sumber daya yang dapat diukur dengan nilai satuan uang dalam menghasilkan barang atau jasa untuk menghasilkan pendapatan.

2.2.2 Klasifikasi Biaya

Manajemen perusahaan memerlukan informasi biaya yang akurat dalam mengambil keputusan yang tepat dari berbagai alternatif yang ada untuk melaksanakan fungsi manajerialnya. Informasi biaya yang dikumpulkan melalui pencatatan dan mengklasifikasikan biaya-biaya yang terjadi dalam mendapatkan informasi biaya.

Menurut Carter dan Usry (2004;40) biaya diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Produk,

2. Volume produksi,

3. Departemen, proses, pusat biaya (cost center), atau subdivisi lain dari manufaktur,

4. Periode akuntansi, dan

5. Suatu keputusan, tindakan atau koreksi.

Berdasarkan definisi diatas dapat dijelaskan bahwa klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya.

(3)

2.2.3 Penggolongan Biaya untuk Analisis Break Even

Untuk kepentingan analisis break even, maka biaya-biaya yang ada diperusahaan harus digolongkan ke dalam biaya tetap, biaya variabel dan terhadap biaya semivariabel. Perusahaan harus memisahkan dulu biaya tersebut ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Dengan dipisahkannya semua elemen biaya produksi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel, manajemen akan dapat menyusun laba yang diinginkan melalui analisis break even. Pemisahan biaya ke dalam biaya tetap dan biaya variabel juga sangat relevan untuk menganalisis perubahan break even, dalam kapasitas normal yang dimiliki oleh perusahaan diperlukan pendekatan yang memusatkan perhatian pada elemen biaya variabel, yaitu biaya relevan yang berubah sesuai dengan tingkat volume kegiatan dalam jangka pendek.

Pada umumnya penggolongan biaya untuk analisis break even dapat diuraikan seperti dibawah ini:

2.2.3.1 Biaya Tetap

Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang tidak berubah jumlahnya walaupun kegiatan usaha meningkat atau menurun. Meskipun beberapa jenis biaya nampak tetap, namun dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel, sehingga biaya tetap dapat dianggap sebagai biaya kapasitas jangka pendek. Biaya tetap akan terus saja dikeluarkan walaupun tingkat keluaran pabrik berada di titik nol. Jika kegiatan diharapkan meningkat sampai melebihi kapasitas yang ada saat ini, biaya tetap harus ditingkatkan untuk mengimbangi kelebihan volume tersebut.

Contoh-contoh dari biaya tetap adalah biaya pengawasan, penyusutan, sewa, asuransi, dan pajak bumi dan bangunan.

Total biaya tetap selalu sama meskipun terjadi perubahan penggerak biaya.

Total biaya tetap mempunyai hubungan tepat dengan waktu daripada dengan kegiatan atau volume. Perubahan harga yang dialami dalam periode akuntansi yang berbeda mempengaruhi biaya tetap.

(4)

2.2.3.2 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang jumlah keseluruhannya berubah sebanding dengan perubahan tingkat aktivitas usaha. Biaya variabel per unit jumlahnya tetap pada saat terjadi perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas dapat dinyatakan dalam beberapa cara, seperti unit yang dihasilkan, unit yang dijual, jam mesin yang dioperasikan, dan sebagainya. Contoh dari biaya variabel dalam perusahaan adalah biaya bahan baku langsung, dan biaya tenaga kerja langsung.

2.2.3.3 Biaya Semivariabel

Biaya semivariabel biasa juga disebut biaya campuran. Biaya ini memiliki kedua sifat perilaku biaya, baik tetap maupun variabel. Biaya semivariabel terjadi karena hubungan biaya dengan basis aktivitas, disebut fungsi biaya (cost function), memiliki unsur yang konstan atau tetap terhadap perubahan volume aktivitas dan unsur yang variabel terhadap perubahan atau pemakaian, dan sebagian lagi berperilaku tetap selama periode tertentu. Contoh biaya ini meliputi bahan bakar, pemeliharaan, biaya telepon, biaya pensiun, pajak atas upah, dan perjalanan dinas serta hiburan.

Biaya semivariabel dapat dikendalikan dan direncanakan dengan cara memilah biaya ke dalam komponen-komponen tetap dan variabelnya. Biasanya komponen biaya tetap menunjukkan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan jasa (seperti telepon) atau fasilitas (seperti bangunan), sedangkan komponen variabel mencakup penggunaan sesungguhnya.

2.2.4 Cara Pemisahan Biaya Tetap, Biaya Variabel dari Biaya Semivariabel Untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan, mengukur, atau mengevaluasi biaya dalam berbagai kegiatan, harus dilakukan pemisahan terhadap biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya yang sepenuhnya tetap atau sepenuhnya variabel dalam rentang kegiatan yang diharapkan harus diketahui, dan unsur tetap serta variabel dari biaya semivariabel haruslah dipisahkan. Untuk mengetahui besarnya biaya total digunakan persamaan sebagai berikut:

(5)

Y = F + VX Keterangan:

Y = Total biaya F = Biaya tetap V = Biaya variabel X = Unit

Umumnya penggolongan dan estimasi biaya yang diperoleh dengan salah satu metode perhitungan sebagai berikut:

1. Metode Titik Tertinggi dan Terendah (High and Low Point Method)

Metode titik tertinggi dan terendah memilih dua titik yang akan digunakan untuk menghitung parameter fixed dan variable. Secara spesifik, metode ini menggunakan titik tinggi dan rendah. Titik tinggi didefinisikan sebagai titik yang mempunyai tingkat kegiatan tertinggi. Titik rendah didefinisikan sebagai titik dengan tingkat kegiatan terendah.

Misalkan (X1, Y1) adalah titik pertama, sebut saja titik rendah, dan (X2, Y2) titik kedua, titik tinggi, persamaan untuk menentukan kemiringan dan perpotongan secara berturut-turut:

V = Perubahan pada biaya / Perubahan pada kegiatan

= (Y2 – Y1) / (X2 –X1) dan

F = Jumlah biaya gabungan – Biaya variabel = Y2 – VX2

atau

F = Y1 – VX1

Perhatikan bahwa komponen biaya tetap dihitung menggunakan jumlah biaya pada titik (X1, Y1) atau (X2, Y2).

2. Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method)

Pada prinsipnya, membandingkan ukuran kedekatan dapat menghasilkan peringkat dari semua garis dari yang terbaik hingga yang terburuk. Garis yang cocok dengan titik-titik tersebut lebih baik dibandingkan garis lain yang manapun disebut garis paling cocok, yaitu garis dengan hasil

(6)

penjumlahan terkecil (paling sedikit) dari deviasi kuadrat atau bisa disebut juga sebagai garis di mana titik-titik data paling dekat dengan garis tersebut dibandingkan garis lain. Metode kuadrat terkecil (least square) mengidentifikasikan garis paling cocok. Formula dari teori statistik untuk menghasilkan garis paling cocok adalah sebagai berikut:

V = (sXY – sXsY / n) / (sx² - [sX]² / n) F = sY / n – v (sX / n)

3. Metode Titik Sebar (Scattergraph Method)

Scattergraph dapat membantu memberikan pengertian yang mendalam mengenai hubungan antara biaya dan keluaran kegiatan. Sesungguhnya scattergraph memungkinkan seseorang secara visual mencocokkan garis pada titik yang terdapat pada scattergraph. Untuk melakukan hal ini, garis yang dipilih sebaiknya yang tampak paling sesuai dengan titik-titik yang ada.

Dalam mengambil keputusan ini, seorang manajer atau analis biaya bebas menggunakan pengalaman masa lalu dengan perilaku dari item harga.

Pengalaman mungkin memberikan intuisi perasaan yang bagus mengenai bagaimana perilaku penanganan bahan baku, scattergraph kemudian menjadi alat yang berguna untuk mengkuantifikasi intuisi ini.

2.3 Penjualan

2.3.1 Pengertian Penjualan

Kadang-kadang orang mempunyai salah pengertian tentang istilah penjualan yang dianggap sama dengan istilah pemasaran. Kedua lingkup istilah tersebut mempunyai ruang lingkup yang berbeda. Pemasaran meliputi kegiatan yang luas, sedangkan penjualan hanyalah merupakan satu kegiatan saja di dalam pemasaran.

Adapun pengertian penjualan itu sendiri menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000;746) adalah sebagai berikut:

1. Pertukaran barang atau jasa dengan uang.

2. Pendapatan yang diterima dari pertukaran barang atau jasa dan dicatat untuk satu periode akuntansi tertentu, baik berdasarkan kas

(7)

(sebagaimana diterima) atau berdasarkan akrual (sebagaimana diperoleh).

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan merupakan suatu proses yang terjadi antara penjual dan pembeli dimana terjadi persetujuan antara keduanya mengenai harga atau rumus penetapan harga dari barang atau jasa tertentu.

2.3.2 Jenis-jenis Penjualan

Tugas-tugas wiraniaga sering digolongkan menurut jenis hubungan pembeli yang terlibat dalam penjualan. Dalam hal ini, jenis-jenis penjualan dikelompokkan menjadi:

1. Trade Selling

Trade selling dapat terjadi bilamana produsen dan pedagang besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distributor produk- produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi, peragaan, persediaan, dan produk baru. Jadi titik beratnya adalah pada penjualan melalui penyalur daripada penjualan ke pembeli akhir.

2. Missionary Selling

Dalam missionary selling, penjualan berusaha ditingkatkan dengan mendorong pembeli untuk membeli barang-barang dari penyalur perusahaan.

Di sini wiraniaga lebih cenderung pada penjualan untuk penyalur. Jadi, wiraniaga sendiri tidak menjual secara langsung produk yang ditawarkan.

3. Technical Selling

Technical selling berusaha meningkatkan penjualan dengan pemberian saran dan nasehat kepada pembeli akhir dari barang dan jasanya. Dalam hal ini, tugas utama wiraniaga adalah mengidentifikasikan dan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi pembeli, serta menunjukkan bagaimana produk atau jasa yang ditawarkan dapat mengatasi masalah tersebut.

(8)

4. New Business Selling

New business selling berusaha membuka transaksi baru dengan merubah calon pembeli menjadi pembeli. Jenis penjualan ini sering dipakai oleh perusahaan asuransi.

5. Responsive Selling

Setiap tenaga penjualan diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli. Dua jenis penjualan utama di sini adalah route driving dan retailing. Jenis penjualan seperti ini tidak akan menciptakan penjualan yang terlalu besar meskipun layanan yang baik dan hubungan pelanggan yang menyenangkan dapat menjurus kepada pembelian ulang.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan

Dalam praktek, kegiatan penjualan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Kondisi dan Kemampuan Penjual

Transaksi jual beli atau pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa itu pada prinsipnya melibatkan dua pihak, yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Di sini, penjual harus dapat meyakinkan pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. Untuk maksud tersebut penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan, yakni:

a. Jenis dan karakteristik barang yang ditawarkan, b. Harga produk, dan

c. Syarat penjualan.

Masalah-masalah tersebut biasanya menjadi pusat perhatian pembeli sebelum melakukan pembelian. Selain itu, manajer perlu memperhatikan jumlah serta sifat-sifat tenaga penjualan yang akan dipakai. Dengan tenaga penjualan yang baik dapatlah dihindari timbulnya kemungkinan rasa kecewa pada para pembeli dalam pembeliannya. Adapun sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang penjual yang baik antara lain: sopan, pandai bergaul, pandai

(9)

berbicara, mempunyai kepribadian yang menarik, sehat jasmani, jujur, mengetahui cara penjualan dan sebagainya.

2. Kondisi Pasar

Pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya. Adapun faktor-faktor kondisi pasar yang perlu diperhatikan adalah:

a. Jenis pasarnya, apakah pasar konsumen, pasar industri, pasar penjual, pasar pemerintah ataukah pasar internasional,

b. Kelompok pembeli atau segmen pasarnya, c. Daya belinya,

d. Frekuensi pembeliannya, dan e. Keinginan dan kebutuhannya.

3. Modal

Akan lebih sulit bagi penjual untuk menjual barangnya apabila barang yang dijual tersebut belum dikenal oleh calon pembeli atau apabila lokasi pembeli jauh dari tempat penjual. Dalam keadaan seperti ini, penjual harus memperkenalkan dulu atau membawa barangnya ke tempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya sarana serta usaha yang hanya bisa dilakukan apabila penjual memiliki sejumlah modal yang mencukupi.

4. Kondisi Organisasi Perusahaan

Pada perusahaan besar biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri (bagian penjualan) yang dipegang oleh orang-orang tertentu atau ahli di bidang penjualan. Lain halnya dengan perusahaan kecil di mana masalah penjualan ditangani oleh orang-orang yang juga melakukan fungsi- fungsi lain. Hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerjanya lebih sedikit, sistem organisasinya lebih sederhana, masalah-masalah yang dihadapi serta sarana yang dimilikinya juga tidak sekomplek perusahaan besar. Biasanya masalah penjualan ini ditangani tersendiri oleh pimpinan dan tidak diberikan kepada orang lain.

(10)

5. Faktor Lain

Faktor lain tersebut antara lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, pemberian hadiah, sering mempengaruhi penjualan. Namun untuk melaksanakannya diperlukan sejumlah dana yang tidak sedikit. Bagi perusahaan yang bermodal kuat, kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan.

Sedangkan bagi perusahaan kecil yang mempunyai modal yang relatif kecil, kegiatan ini jarang dilakukan. Ada pengusaha yang berpegang pada suatu prinsip bahwa paling penting membuat barang yang baik, bilamana prinsip tersebut dilaksanakan, maka diharapkan pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama. Namun, sebelum pembelian dilakukan, sering pembeli harus diransang daya tariknya, misalnya dengan memberikan bungkus yang menarik atau dengan cara promosi lainnya.

2.3.4 Cara Penjualan

Antara pengusaha yang satu dengan pengusaha lainnya sering terdapat perbedaan dalam cara penjualannya. Adapun cara penjualan yang dapat dilakukan adalah:

1. Penjualan Langsung

Penjualan langsung merupakan cara penjualan di mana penjual langsung berhubungan atau berhadapan atau bertemu muka dengan calon pembeli atau langganannya. Di sini, pembeli dapat langsung mengemukakan keinginannya, bahkan sering terjadi tawar menawar untuk mencapai kesesuaian.

Penjualan langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Penjualan melalui toko

Penjualan melalui toko sering dilakukan untuk penjualan secara eceran. Namun tidak berarti bahwa penjualan eceran itu selalu dilakukan melalui toko.

b. Penjualan di luar toko

Penjualan di luar toko dapat dilakukan oleh wiraniaga dari sebuah perusahaan, oleh para pedagang kaki lima, ataupun oleh para penjaja

(11)

keliling yang menawarkan barangnya ke rumah-rumah konsumen. Jadi transaksi jual belinya terjadi di luar toko atau di rumah konsumen.

2. Penjualan Tidak Langsung

Penjualan tidak langsung merupakan cara penjualan di mana penjual tidak langsung berhubungan atau berhadapan atau bertemu muka dengan calon pembeli atau langganannya. Karena penjual tidak berhadapan muka secara langsung dengan calon pembeli atau langganannya, maka transaksi jual beli itu dapat dilakukan melalui:

a. Penjualan melalui surat atau pos

Praktek penjualan melalui surat atau pos ini sering terjadi bilamana:

1). Konsumen tertarik dan membeli produk seperti yang terdapat dalam sebuah iklan atau katalog,

2). Konsumen mengisi formulir pesanan yang diterima secara langsung dari penjual, atau

3). Langganan mengirim pesanan kepada penjual melalui pos.

b. Penjualan melalui telepon

Kadang-kadang pembeli menginginkan agar pesanannya cepat sampai atau cepat diterima oleh penjual. Untuk maksud tersebut dapatlah dilakukan dengan menggunakan telepon. Baik untuk jarak jauh ataupun dalam kota, cara tersebut mudah dilakukan.

c. Penjualan dengan mesin otomatis

Penjualan dengan mesin otomatis (automatic vending machine) ini dapat dilakukan untuk jenis produk yang relatif kecil bentuknya dan nilai per unitnya rendah. Dengan memasukkan koin atau uang logam ke dalam mesin, pembeli akan mendapatkan barang tersebut setelah menekan tombol barang yang diinginkan.

(12)

2.4 Harga Jual

2.4.1 Pengertian Harga Jual

Tinggi rendahnya harga jual sangat penting karena menyangkut kemampuan perusahaan untuk dapat bersaing. Pengertian harga jual menurut Aliminsyah dan Padji (2003;199) adalah:

“Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang meliputi biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan distribusi ditambah dengan jumlah laba yang diinginkan.”

2.4.2 Penetapan Harga Jual

Penetapan harga jual dilakukan perusahaan untuk suatu produk pada saat penjualan akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan selanjutnya, karena harga jual harus cukup untuk menutup seluruh pengorbanan atau biaya yang telah dikeluarkan perusahaan.

Penentuan harga jual berhubungan dengan:

1. Kebijakan Penentuan Harga Jual (Pricing Policies), dan

Kebijakan penentuan harga jual adalah pernyataan sikap manajemen terhadap penentuan harga jual produk atau jasa. Kebijakan ini tidak menentukan harga jual tetapi menetapkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan aturan dasar yang perlu diikuti dalam penentuan harga jual.

2. Keputusan Penentuan Harga Jual (Pricing Decision).

Keputusan penentuan harga jual adalah penentuan harga jual produk atau jasa suatu organisasi yang umumnya di buat untuk jangka pendek.

Keputusan ini dipengaruhi oleh kebijakan penentuan harga jual, pemanfaatan kapasitas, dan tujuan organisasi.

2.4.3 Metode Penentuan Harga Jual

Harga jual harus mampu menutup biaya penuh dan menghasilkan laba yang sepadan dengan investasi. Terdapat empat metode penentuan harga jual, yaitu:

(13)

1. Penentuan Harga Jual dalam Keadaan Normal,

Metode harga jual normal seringkali disebut dengan istilah cost-plus pricing. Cost–plus pricing adalah harga jual yang dihitung dengan cara menambah biaya produksi (biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan memasarkan produk) dengan suatu persentase mark-up.

Alternatif dalam cost-plus pricing ini dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan full costing, dan

Pada pendekatan yang pertama ini, biaya produksi sudak tercakup biaya variabel dan biaya tetap. Dengan demikian dalam pendekatan full costing ini biaya tetap maupun biaya variabel merupakan bagian dari biaya produksi.

Adapun rumus-rumus yang dapat digunakan pada pendekatan ini adalah sebagai berikut:

1). Harga jual = (FPC + VPC) + % Mark-up 2). Mark-up = (NPC + Laba yang diharapkan) : PC b. Pendekatan variable costing.

Untuk pendekatan yang kedua ini, biaya produksi hanya memperhitungkan biaya variabel saja. Dalam hal ini biaya tetap dianggap bukan merupakan bagian biaya produksi tetapi merupakan bagian yang harus dikurangkan dari pendapatan perusahaan.

Pendekatan kedua ini menggunakan rumus-rumus seperti dibawah:

1). Harga jual = VC + Mark-up

2). Mark-up = (FC + Laba yang diharapkan) : VC Keterangan:

FPC = Biaya produksi tetap.

VPC = Biaya produksi variabel.

NPC = Biaya non produksi.

PC = Biaya produksi.

FC = Biaya tetap (fixed cost).

VC = Biaya variabel (variabel cost).

(14)

Sedangkan untuk perhitungan laba yang diharapkan pada tiap-tiap pendekatan baik full costing maupun variable costing adalah sama, yaitu laba yang sesuai dengan kembalian investasi yang diharapkan. Karena itu laba yang wajar dihitung dengan cara mengalikan persentase tertentu dengan investasi atau aktiva penuh yang digunakan dalam operasi untuk menghasilkan laba tersebut.

2. Penentuan Harga Jual dalam Cost-Type Contract,

Cost-type contract adalah kotrak pembuatan produk atau jasa dimana pihak pembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang didasarkan pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah dengan laba yang dihitung sebesar persentase tertentu dari total biaya sesungguhnya tersebut. Dalam cost-type contract, harga jual yang dibebankan kepada konsumen dihitung berdasarkan biaya penuh sesungguhnya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan memasarkan produk.

3. Penentuan Harga Jual Pesanan Khusus, dan

Biasanya konsumen yang melakukan pesanan khusus ini meminta harga dibawah harga jual normal, bahkan seringkali harga yang diminta oleh konsumen berada dibawah biaya penuh, karena biasanya pesanan khusus mencakup jumlah yang besar.

Dalam mempertimbangkan penerimaan pesanan khusus, informasi akuntansi diferential merupakan dasar yang dipakai sebagai landasan penentuan harga jual. Jika harga yang diminta oleh pesanan (harga jual pesanan khusus) lebih besar dari biaya diferential yang merupakan biaya variabel untuk memproduksi dan memasarkan pesanan khusus tersebut, maka pesanan khusus dapat dipertimbangkan untuk diterima. Biaya diferential yang dipakai sebagai landasan penentuan harga jual pesanan khusus dapat pula terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap, manakala pesanan khusus diperkirakan menyebabkan perubahan volume kegiatan melampaui kisaran perubahan yang menjadikan biaya tetap bertambah.

(15)

4. Penentuan Harga Jual Produk atau Jasa yang Dihasilkan oleh Perusahaan yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penentuan harga jual yang diatur dengan peraturan pemerintah, biaya penuh masa yang akan datang yang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual tersebut dihitung dengan menggunakan pendekatan full costing.

Informasi akuntansi penuh yang bermanfaat untuk penentuan harga jual produk atau jasa yang diatur peraturan pemerintah terdiri dari biaya penuh masa yang akan datang yang akan dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau jasa dan aktiva penuh yang akan digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut.

2.5 Laba

2.5.1 Pengertian Laba

Salah satu tujuan penting organisasi yang berorientasi laba adalah memperoleh laba. Oleh karena itu jumlah laba yang di capai merupakan ukuran yang di pakai untuk menilai sukses tidaknya manajer dalam mengelola organisasi tersebut.

Dengan tercapainya laba yang diinginkan melalui setiap operasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka secara garis besar perusahaan sudah dapat dikatakan berjalan dengan baik. Semakin baik pertumbuhan laba yang terjadi di dalam sebuah perusahaan merupakan gambaran atas baiknya pengelolaan yang terjadi di dalam perusahaan tersebut dan semakin diterimanya perusahaan beserta produk yang dihasilkan oleh masyarakat konsumen yang ada disekelilingnya.

Dari sudut akuntansi keuangan, laba adalah perubahan aktiva bersih selain dari perubahan inventasi para pemilik yang dibuat dalam periode tertentu.

Menurut Aliminsyah dan Padji (2003;222), laba dapat diartikan sebagai berikut:

1. Setiap keuntungan keuangan, laba, atau manfaat, 2. Kelebihan pendapatan atas biaya.

(16)

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa laba merupakan selisih yang besarnya ditentukan oleh hasil pengurangan antara pendapatan dan biaya.

Untuk dapat menaikkan laba, perusahaan dapat melakukan dua cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan volume penjualan

Cara ini berkaitan dengan faktor-faktor eksternal dan menyulitkan.

2. Menekan biaya

Cara ini berarti mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan mencoba membandingkan anggaran dengan kenyataan yang terjadi.

2.5.2 Jenis Laba

Jenis laba secara garis besar dapat dibagi menjadi:

1. Laba kotor

Yaitu penghasilan penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan.

2. Laba bersih usaha (laba operasi)

Yaitu laba kotor dikurangi dengan biaya komersial, yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.

3. Laba bersih sebelum pajak

Yaitu laba bersih usaha ditambah hasil di luar operasi atau usaha dikurangi biaya kerugian yang terjadi di luar aktivitas normal perusahaan.

4. Laba bersih sesudah pajak (laba bersih)

Yaitu laba bersih sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan.

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba

Laba dipengaruhi oleh banyak faktor yang sifatnya mendukung peningkatan laba, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laba tersebut diantaranya:

1. Penjualan yang meliputi pemberian discount, allowance, return dan lain-lain yang memberikan nilai penjualan bersih. Dengan meningkatnya penjualan bersih berarti merupakan pendukung dalam meningkatkan laba,

(17)

2. Cost of goods sold, merupakan biaya yang berkaitan dengan proses produksi atau pembelian barang-barang yang di jual. Makin efisien perusahaan dalam memproduksi atau membeli barang, maka akan cenderung meningkatkan laba yang diperolehnya,

3. Biaya pemasaran yang merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran produknya, dan

4. Biaya administrasi, yaitu biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan di luar produksi dan penjualan.

2.5.4 Tujuan Penghitungan Laba

Tujuan penghitungan laba pada umumnya mempunyai dua tujuan, yaitu:

1. Tujuan Internal

Berhubungan dengan usaha manajemen dalam mengarahkan dan memfokuskan pada kegiatan yang lebih menguntungkan dan dalam mengevaluasi usaha.

2. Tujuan Eksternal

Ditujukan untuk memberikan pertanggungjawaban pada para pemegang saham untuk keperluan pajak atau untuk tujuan lainnya.

2.6 Analisis Break Even

2.6.1 Pengertian Analisis Break Even

Menurut Ismail Solihin (2005;21), pengertian dari analisis break even adalah:

“Alat analisis keuangan yang dihitung dengan cara menyamakan total cost (fixed cost ditambah variable cost) dengan total revenue (harga jual dikalikan kuantitas barang yang terjual).”

Sedangkan menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000;113), analisis break even diartikan sebagai:

“Teknik analisa yang digunakan untuk menentukan kuantitas output atau penjualan yang menghasilkan tingkat pendapatan sebelum bunga dan pajak (earnings before interest and taxes, ebit) sebesar nol.”

(18)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa analisis break even merupakan suatu teknik untuk menentukan tingkat penjualan dimana biaya total sama dengan penerimaan (keuntungan sama dengan nol).

Break even dihitung dalam jumlah unit maupun rupiah, pada titik break even perusahaan berada dalam keadaan tidak rugi dan tidak untung, penjualan dalam unit yang lebih besar dari break even akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Hubungan antara struktur biaya perusahaan, volume output, dan ebit dikaji dalam analisis ini atau merupakan cabang dari analisis biaya-volume- keuntungan (cost-volume-profit analysis) yang menentukan titik impas.

2.6.2 Kegunaan Analisis Break Even

Ada banyak kegunaan analisis break even yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen. Beberapa diantaranya yang cukup penting diikhtisarkan di bawah ini:

1. Membantu pengendalian melalui anggaran (budgetary control)

Membantu menjadikan biaya selaras dengan pendapatan dengan menunjukkan perubahan yang ada.

2. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan

Berlaku sebagai sinyal peringatan untuk menggugah manajemen terhadap kemungkinan kesulitan dalam program penjualan.

3. Menganalisis dampak perubahan volume

Memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan khusus seperti:

a. Berapa banyak volume penjualan saat ini bisa berkurang sebelum perusahaan menderita rugi?

b. Berapa kenaikkan laba bila ada kenaikkan biaya?

4. Menganalisis harga jual dan dampak perubahan biaya

Menunjukkan pengaruh yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan harga jual yang disertai oleh perubahan lainnya.

5. Menganalisis bauran produk

Memungkinkan dilakukan pengujian kritis atas bauran produk.

(19)

6. Menilai keputusan-keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan

Memberikan sarana guna menilai terlebih dahulu usulan belanja barang modal yang dapat mengubah struktur biaya perusahaan.

7. Menganalisis margin pengaman (margin of safety)

Berperan sebagai cadangan margin of safety dan cara untuk mempengaruhinya melalui perubahan.

2.6.3 Perhitungan Break Even

Pada dasarnya perhitungan break even menurut Munawir (2004;185) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Dengan rumus matematis

Break even dalam metode ini dapat dihitung berdasarkan unit dan berdasarkan penjualan dalam rupiah, yaitu sebagai berikut:.

a. Atas dasar penjualan dalam rupiah BEP (Rp) = FC : ( 1 – [ VC / S ] ).

atau

BEP (Rp) = FC : Marginal income ratio.

b. Atas dasar unit

BEP (Q) = FC : ( P – V ).

atau

BEP (Q) = FC : Margin per unit.

Keterangan:

FC = Biaya tetap (fixed cost).

P = Harga jual per unit.

V = Biaya variabel per unit.

VC = Biaya variabel (variable cost).

S = Hasil Penjualan.

2. Dengan menggunakan grafik

Dengan menggunakan grafik ini, manajemen akan dapat mengetahui hubungan antara biaya, penjualan (volume penjualan) dan laba. Disamping itu dengan grafik ini, manajemen dapat pula mengetahui besarnya biaya yang

(20)

tergolong biaya tetap dan biaya variabel dan dengan grafik ini pula, manajemen akan dapat mengetahui tingkat-tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat-tingkat penjualan yang sudah menimbulkan laba atau besarnya rugi atau laba pada suatu tingkat penjualan tertentu.

Untuk menentukan posisi break even dalam grafik, maka perlu digambar variabel-variabel yang ikut menentukan break even seperti biaya total (biaya tetap ditambah biaya variabel) dan pendapatan total. Untuk pembuatan grafik break even ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kita menggambar grafik fungsi pendapatan (TR) yang akan dimulai dari titik origin (titik nol). Kenapa dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum memperoleh pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama dengan nol. Grafik ini akan naik dari titik nol tersebut kekanan atas.

2. Kita menggambar grafik biaya tetap (FC). Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa sejajar dengan biaya tetap? Hal ini dikarenakan grafik biaya tetap menunjukkan biaya yang tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah.

3. Kita menggambar biaya total (TC). Grafik biaya total ini dimulai dari titik potong antara grafik FC dengan sumbu vertikal (dimulai dari grafik FC) kekanan atas memotong grafik TR. Mengapa grafik TC dimulai dari grafik FC? Hal ini dikarenakan TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Ketika perusahaan belum berproduksi maka biaya totalnya adalah sebesar biaya tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang jumlahnya tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC ini memiliki karakteristik grafik seperti grafik TR dimana grafik ini dimulai dari nol.

(21)

Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambar grafik break even berikut ini:

Dimana:

R = Revenue (penghasilan), C = Cost (biaya),

TR = Total Revenue (total penghasilan), TC = Total Cost (total biaya),

VC = Variable Cost (biaya variabel), FC = Fixed Cost (biaya tetap),

BEP = Break Even Point (titik pulang pokok),

Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit), dan R, Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam rupiah).

2.6.4 Komposisi Penjualan

0

Qo Q

FC VC TC R,C TR

(jumlah unit) BEP

R,Co

(22)

Perhitungan analisis break even yang diuraikan diatas selalu diterapkan untuk satu macam barang atau dengan anggapan bahwa perusahaan hanya memproduksi atau menjual satu macam barang saja. Apabila perusahaan memproduksi atau menjual lebih dari satu macam barang, maka analisis break even dapat pula diterapkan untuk seluruh barang yang diproduksi dan dijual oleh perusahaan tersebut. Untuk maksud tersebut maka komposisi (perbandingan) antara barang-barang tersebut harus tetap sama baik dalam komposisi produksi maupun penjualannya (product-mix dan sales mix).

Break even dalam keseluruhan atau total tidak berarti bahwa masing- masing produk harus dalam keadaan break even. Kemungkinan terjadi suatu macam produk menderita rugi sedang produk lain memperoleh keuntungan, atau kemungkinan masing-masing produk tidak memperoleh laba ataupun menderita rugi (atau masing-masing barang dalam break even).

Untuk lebih jelasnya berikut ini diberikan contoh dengan data sebagai berikut:

Keterangan Produk A Produk B Total

Unit yang Dijual 100.000 Unit 200.000 Unit 300.000 Unit Hasil Penjualan Rp 40.000.000 Rp 50.000.000 Rp 90.000.000

Biaya Tetap Rp 10.000.000 Rp 20.000.000 Rp 30.000.000 Biaya Variabel Rp 29.000.000 Rp 25.000.000 Rp 54.000.000

Dari data tersebut maka diketahui bahwa:

Break even total = Rp 30.000.000 : (1 – [Rp 54.000.000 : Rp 90.000.000])

= Rp 75.000.000

Sales-Mix = Produk A : Produk B = 4 : 5

BEP (Rp) Produk A = 4/9 x Rp 75.000.000 = Rp 33.333.333,33 BEP (Rp) Produk B = 5/9 x Rp 75.000.000 = Rp 41.666.666,67 Product-Mix = Produk A : Produk B = 1 : 2

BEP (Q) Produk A = Rp 33.333.333,33 : 400 = 83.333,33 Unit BEP (Q) Produk B = Rp 41.666.666,67 : 250 = 166.666,67 Unit 2.6.5 Keterbatasan Analisis Break Even

(23)

Mudah tidaknya penghitungan atau penentuan break even baik dengan rumus matematis maupun dengan grafik (bagan), tergantung pada konsep-konsep yang mendasari atau anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan tersebut. Anggapan merupakan suatu konsep dasar atau dasar pemikiran yang harus diterapkan walaupun anggapan-anggapan tersebut mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian semakin banyak anggapan yang digunakan (yang pada umumnya tidak sesuai dengan kenyataan) akan banyak pula kelemahan yang terdapat pada analisis tersebut. Pada umumnya konsep atau anggapan dasar yang digunakan dalam analisis break even adalah sebagai berikut:

1. Bahwa biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel hal ini dimaksudkan agar prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat. Pada praktiknya untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel dengan tepat bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah karena ada beberapa biaya yang sifatnya semi atau campuran yaitu biaya yang mempunyai sifat variabel dan sifat tetap (merupakan biaya semivariabel atau semitetap).

Terhadap biaya semivariabel ini harus dilakukan pemisahan menjadi unsur tetap dan unsur variabel secara teliti baik dengan menggunakan pendekatan analitis maupun pendekatan historis. Pendekatan analitis dilakukan dengan meneliti setiap jenis atau unsur biaya satu per satu dan ditentukan sifatnya dengan mengingat perlu tidaknya biaya yang bersangkutan dalam cara kerja yang efisien. Sedangkan pendekatan historis dilakukan dengan cara memisahkan unsur tetap dan unsur variabel dalam biaya semivariabel berdasarkan angka-angka atau data biaya pada waktu yang lampau, kemudian dari data tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu dapat diterapkan untuk waktu-waktu yang akan datang,

2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap adalah merupakan biaya yang akan terjadi walaupun perusahaan berhenti beroperasi. Pada umumnya perusahaan yang dapat berproduksi dalam jumlah besar (tanpa menekan biaya yang terjadi termasuk biaya tetapnya. Dengan demikian pada batas-batas tertentu atau pada tingkat-

(24)

tingkat kapasitas produksi atau kegiatan tertentu biaya tetap akan mengalami perubahan. Oleh karena itu biaya tetap hanya akan konstan pada suatu tingkat kapasitas tertentu,

3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proposional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan. Keadaan yang demikian dalam praktik jarang terjadi, misalnya biaya variabel yang berupa bahan mentah, semakin besar volume produksi berarti pembelian bahan mentah dalam jumlah besar, yang berarti akan diperoleh potongan-potongan atau dapat dibeli dengan harga yang lebih murah,

4. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal yang demikianpun sulit ditemukan dalam kenyataan atau praktik,

5. Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi penjualannya (sales mix) akan tetap konstan,

6. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara material (perubahan besar) dalam jangka pendek,

7. Kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan sama sekali, baik persediaan awal maupun persediaan akhir, dan

8. Efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek.

Dari konsep atau anggapan dasar yang ada pada analisis break even tersebut diatas, maka break even point akan berubah bila konsep atau anggapan dasar tersebut diatas mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adanya perubahan harga jual,

Perubahan harga jual produk dapat berubah naik atau turun. Menurut hukum permintaan, apabila harga jual naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan menurun. Hal ini dapat berakibat perubahan jumlah penghasilan totalnya (TR). Demikin pula jika harga jual turun, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik sehingga total penghasilannya

(25)

akan naik. Jika harga jual naik, dengan anggapan jumlah barang yang diminta tetap, maka titik pulang (break even) akan turun. Hal ini karena titik pulang pokok akan diperoleh dengan penjualan barang yang lebih sedikit. Sebaliknya, jika harga jual turun, maka titik pulang pokok akan naik karena untuk mencapai break even diperlukan penjualan barang yang lebih banyak.

2. Adanya perubahan biaya tetap atau biaya variabel, dan

Naik turunnya biaya (biaya tetap dan variabel) juga akan mempengaruhi besarnya break even. Apabila biaya naik, berarti kita memerlukan barang yang lebih banyak untuk mencapai titik break even (BEP). Sebaliknya apabila biaya turun, maka kita memerlukan jumlah barang yang lebih sedikit untuk mencapai titik break even. Batas penurunan jumlah produk yang direncanakan untuk dijual yang dianggap aman disebut margin of safety. Besarnya penurunan yang dimaksud adalah penurunan dari penjualan yang direncanakan sampai penjualan pada BEP.

3. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix).

Analisis break even merupakan analisis keuangan yang cukup lemah karena asumsinya. Asumsi BEP bahwa perusahaan hanya menjual satu macam produk hampir tidak mungkin terpenuhi. Hal ini karena sangat jarang perusahaan yang menjual satu jenis produk saja. Oleh karena itu, apabila analisis BEP diberlakukan bagi perusahaan yang menjual barang lebih dari satu macam produk, maka komposisi atau perimbangan biaya dan produk yang dijual harus tetap. Misalnya perusahaan menjual 2 macam produk A dan B dengan perimbangan 2 banding 3. Maka, apabila perusahaan A menambah penjualannya 2 bagian, maka produk B juga harus menambah sebanyak 3 bagian. Dengan demikian, maka komposisi penjualan produk A dan B akan tetap sama.

Oleh karena itu maka dalam grafik break even, garis-garis jumlah penjualan, jumlah biaya (baik biaya tetap maupun biaya variabel) semua nampak lurus, karena semua perubahan dianggap sebanding atau proposional dengan volume penjualan. Disamping itu analisis break even baik dengan menggunakan rumus matematis maupun dengan grafik tidak dapat menunjukkan kepada

(26)

manajemen atau penganalisa tentang tingkat penjualan yang optimum dalam arti tingkat penjualan yang dapat diperoleh keuntungan paling besar.

2.7 Efektivitas Penjualan

Sutisna (2003;320), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:

“Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang diinginkan atau yang telah direncanakan.”

Adapun pengertian penjualan itu sendiri menurut Lili M. Sadeli dan Maman Ukas (2000;4) adalah:

“Suatu tindakan untuk menukar barang atau jasa dengan uang dengan cara mempengaruhi orang lain agar mau memiliki barang yang ditawarkan sehingga kedua belah pihak mendapatkan keuntungan dan kepuasan.”

Jadi, efektivitas penjualan dapat diartikan bahwa penjualan yang telah dilakukan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini, pengukurannya dilakukan dengan cara membandingkan penjualan yang telah ditetapkan atau penjualan break even dengan realita yang terjadi. Adapun penjualan dapat dikatakan efektif jika penjualan tersebut dapat memenuhi kriteria-kriteria seperti dibawah ini:

1. Penjualan yang dilakukan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba, 2. Kegiatan operasional penjualan perusahaan dapat berjalan lancar, dan 3. Tercapainya kepuasan pelanggan.

2.8 Analisis Break Even untuk Menilai Efektivitas Penjualan Perusahaan Berdasarkan uraian sebelumnya, analisis break even untuk menilai efektivitas penjualan perusahaan dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1. Analisis break even membantu dalam menentukan tingkat penjualan minimum yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian, serta besarnya penjualan yang harus dicapai apabila manajemen menginginkan tingkat laba tertentu.

(27)

2. Analisis break even juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai efektivitas penjualan perusahaan dalam suatu periode tertentu, yaitu dengan cara membandingkan hasil penghitungan break even dengan hasil penjualan yang telah terjadi (realisasi).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar karotenoid total, kadar karotenoid

a) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Adanya faktor proteksi dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status bayi baik serta kesakitan dan kematian anak

Menurut Assauri (2005:50), “Persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu

Fungsi korektif, adalah usaha memeperbaiki atau meninjau kembali sesuatu yang dianggap keliru. Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, karena dalam pengajaran

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini merupakan penyelidikan sistematis yang dilakukan oleh para guru, administrator,

RB.Ratna Komala Jl.Jambore Raya V/10 Bojong Rawa Lumbu Kota Bekasi BULAN FEBRUARI 2012. KECAMATAN :

Sehingga di dalam sebuah jaringan komputer snort dapat kita manfaatkan untuk mendeteksi adanya serangan pada sistem kita berdasarkan signature yang dimilikinya dan

Pada skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL. Rubik yang di buat