• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

13

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Operasi

Dalam pengertian secara global, manajemen operasi adalah aktivitas dalam suatu perusahaan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengevaluasian, dan perbaikan. Perusahaan manapun dapat menjual barang atau jasa yang mereka miliki, semua berkat kegiatan operasional perusahaan tersebut. Berikut merupakan definisi manajemen operasi menurut para ahli.

Produksi (production) adalah proses penciptaan barang dan jasa. Menurut Heizer dan Render (2009:4), “Manajemen operasi adalah salah satu disiplin ilmu yang diterapkan di restoran seperti Hard Rock Café maupun pabrik lain seperti, Sony, Ford, dan Maytag. Teknik MO diterapkan di seluruh dunia pada seluruh usaha produksi, baik di kantor, gudang, restoran, pusat perbelanjaan, maupun pabrik. Semua jenis usaha yang menghasilkan barang dan jasa membutuhkan MO. Proses produksi barang dan jasa yang efisien membutuhkan penerapan konsep, alat-alat dan teknik MO yang efektif.”

Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung di semua organisasi. Dalam perusahaan manufaktur, dapat terlihat dengan jelas aktivitas produksi yang menghasilkan barang. Kita dapat melihat pembuatan produk berwujud seperti TV Sony atau motor Harley Davidson.

Dalam organisasi yang tidak menghasilkan produk secara fisik, fungsi produksi mungkin tidak terlihat dengan jelas. Fungsi produksi ini bisa “tersembunyi” dari masyarakat dan bahkan dari pelanggan. Contohnya adalah proses yang terjadi di bank, rumah sakit, perusahaan penerbangan, atau akademi pendidikan.

Sering terjadi pada saat layanan jasa diberikan, tidak ada barang berwujud yang diproduksi. Sebagai gantinya, barang bisa berbentuk layanan pengiriman dana dari rekening tabungan ke rekening koran, proses transplatasi hati,

(2)

pengisian kursi kosong di pesawat, atau proses pendidikan seorang mahasiswa. Terlepas dari apakah produk akhir berupa barang atau jasa, aktivitas produksi yang berlangsung dalam organisasi biasanya disebut sebagai operasi atau manajemen operasi.

Untuk menghasilkan barang dan jasa, semua jenis organisasi menjalankan tiga fungsi. Fungsi-fungsi ini merupakan hal yang penting, bukan hanya untuk proses produksi, tetapi juga demi, kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fungsi-fungsi ini adalah :

1. Pemasaran, yang menghasilkan permintaan, atau paling tidak menerima pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada penjualan).

2. Produksi/operasi, yang menghasilkan produk.

3. Keuangan/akuntansi, yang mengawasi sehat atau tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang.

Heizer dan Barry (2009:5) menyebutkan bahwa manajemen operasi (MO) dipelajari karena empat alasan:

1. MO adalah satu dari tiga fungsi utama dari setiap organisasi dan berhubungan secara utuh dengan semua fungsi bisnis lainnya.Semua organisasi memasarkan (menjual), membiayai (mencatat rugi laba), dan memproduksi (mengoperasikan), maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana aktivitas MO berjalan. Karena itu pula, kita mempelajari bagaimana orang-orang mengorganisasikan diri mereka bagi perusahaan yang produktif.

2. Kita mempelajari MO karena kita ingin mengetahui bagaimana barang dan jasa diproduksi. Fungsi produksi adalah bagian dari masyarakat yang menciptakan produk yang kita gunakan.

3. Kita mempelajari MO untuk memahami apa yang dikerjakan oleh manajer operasi. Dengan memahami apa saja yang dilakukan oleh manajer ini, kita dapat membangun keahlian yang dibutuhkan untuk dapat menjadi seorang

(3)

manajer seperti itu. Hal ini akan membantu Anda untuk menjelajahi kesempatan kerja yang banyak dan menggiurkan di bidang MO.

4. Kita mempelajari MO karena bagian ini merupakan bagian yang paling banyak menghabiskan biaya dalam sebuah organisasi. Sebagian besar pengeluaran perusahaan digunakan untuk fungsi MO. Walaupun demikian, MO memberikan peluang untuk meningkatkan keuntungan dan pelayanan terhadap masyarakat.

2.1.2 Persediaan

Dalam pengertian secara global, persediaan adalah bahan baku, barang yang sedang dalam proses, atau barang yang sudah jadi dimana dianggap sebagai aset suatu perusahaan yang dalam periode tertentu akan dijual. Salah satu aset penting dalam sebuah bisnis, dikarenakan persediaan merupakan sumber utama pendapatan atau laba untuk pemilik perusahaan. Berikut merupakan definisi persediaan menurut para ahli.

Menurut Pontas M. (2005:412), “Persediaan adalah sejumlah bahan baku atau barang yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu di masa yang akan datang.”

Menurut Herjanto (2007), “Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang peralatan atau mesin.”

Menurut Assauri (2005:50), “Persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.”

2.1.2.1 Peran Persediaan

(4)

perusahaan karena merupakan aset penting, dimana dapat berawal dari bahan mentah yang akan diproses hingga kemudian menjadi barang jadi. Persediaan berperan bagi perusahaan karena :

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan kondisinya tidak baik sehingga harus dikembalikan.

3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang secara musiman atau inflasi.

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman, sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.

2.1.2.2 Jenis-jenis Persediaan

Heizer dan Render (2009:82-83), menyebutkan ada 4 jenis persediaan yang harus dipelihara perusahaan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan.

1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory): bahan-bahan yang biasanya dibeli, tetapi belum memasuki proses manufaktur dan digunakan untuk melakukan decouple (memisahkan) pemasok dari proses produksi.

2. Persediaan barang setengah jadi (WIP inventory): komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai. WIP ada karena waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah produk (disebut waktu siklus).

3. MRP (Maintenance, Repairing, Operating): persediaan yang disediakan untuk persediaan pemeliharaan, perbaikan, operasi yang dibutuhkan untuk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif.

(5)

menunggu pengiriman tetapi masih merupakan aset dalam pembukuan perusahaan.

Gambar 2.1 Jenis-jenis Persediaan Sumber: Assauri (2004:172)

2.1.2.3 Biaya-biaya Persediaan

Menurut Herjanto (2007:242-243), biaya-biaya yang terdapat dalam persediaan digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Biaya pemesanan (Ordering Cost, procurement cost) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan barang/bahan, sejak penempatan pemesanan sebagai tersedianya barang di gudang. Yang termasuk dalam biaya pemesanan meliputi biaya administrasi dan penempatan vendor, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang.

2. Biaya penyimpanan (carrying cost, holding cost) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadaknnya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, ataupun biaya kerusakan.

(6)

3. Biaya kekurangan (stockout cost) persediaan ini pada dasarnya buka biaya nyata, melainkan nerupa biaya kehilangan kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi akibat tidak adanya bahan yang diproses, antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.

Jika menurut Zulfikarijah (2005:13-17), biaya persediaan dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

1. Biaya pembelian (purchasing cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, jumlahnya tergantung pada yang dibeli dan harga barang per unit.

2. Biaya pengadaan (procurement cost) adalah biaya yang berhubungan dengan pembelian barang terdiri dari biaya pemesanan (ordering cost) apabila barang yang dikeluarkan berasal dari luar perusahaan dan biaya persiapan (setup cost). Biaya pengadaan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu :

- Biaya pemesanan (ordering cost), adalah semua pengeluarang yang disebabkan oleh adanya kegiata mendatangkan barang dari luar, biaya ini meliputi biaya menentukan pemasok, pengetikan pemesanan, pengiriman pemesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan.

- Biaya persiapan adalah semua pengeluarang yang disebabkan oleh kegiatan memproduksi suatu barang, biaya ini dari pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja.

3. Biaya penyimpanan (carrying cost/holding cost) adalah se,ua pengeluaran yang disebabkan oleh adanya kegiatan menyimpan barang dalam periode waktu tertentu, biaya ini diwujudkan dalam bentuk persentase nilai rupiah per unit waktu. Biaya ini meliputi :

- Biaya modal (cost of capital). Adanya penumpukan barang dalam proses persediaan sama artinya dengan biaya penumpukan modal yang menyebabkan peluang untuk investasi lainnya berkurang. Modal ini dapat diukur dengan besarnya suku bunga bank, oleh karena itu biaya yang

(7)

disebabkan oleh karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan biaya modal dikuru sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

- Biaya penyimpanan (cost of storage) adalah biaya gudang yang dikeluarkan untuk tempat atau gudang penyimpanan barangm apabila gudang yang digunakan adalah sewa, maka biaya dapat berupa biaya sewa dan apabila gudang miliki sendiri, amak biayanya merupakan biaya depresiasi. Adapun masukan dalam biaya gudang adalah biaya tempat, asuransi, dan pajak.

- Biaya keusangan atau kadaluarsa (obsolence cost) adalah biaya keusangan atau penyimpanan barang-barang dalam waktu yang relative lama dapat berakibat menurun atau merosotnya nilai barang, hal ini dapat disebabkan oleh adanya peruahan teknologi, model dan tren konsumen. Biaya keusangan ini diukur dalam persentase berdasarkan pengalaman yang selama ini terjadi.

- Biaya kehilangan (loss cost) dan biaya kerusakan (deterioration) adalah penyimpanan barang yamg dapat mengakibatkan dan penyusutan beratnya dapat berkurang atau jumlahnya berkurang karena kehilangan. Biaya kehilangan ini diukur dalam persentase berdasarkan pengalaman yang selama ini terjadi.

- Biaya asuransi (insurance cost) adalah akibat lain dalam penyimpangan persediaan adalah adanya bahaya yang tidak dapat dikendalikan seperti bencana alam, kebakaran, dan lain-lain. Beberapa perusahaan besar mengasuransikan persediaanya untuk mengantisipasi kerugian tersebut. Adapun jumlahnya sesuai dengan nilai, jenis persediaan dan kesepakatan dengan pihak asuransi.

- Biaya administrasi dan pemindahan. Mrupakan biaya yang dikeluarkan untuk administrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang, maupun penyimpanannya dan untuk pemindahan dari dank e tempat penyimpanan termasuk biaya tenaga kerja dan material handling.

4. Biaya kekurangan persediaan (stockout cost). Mereferensikan konsekuensi ekonomis yang disebabkan oleh adanya kehabisan persediaan. Kondisi ini sangat merugikan perusahaan karena proses produksi akan terganggu dan kesempatan untuk memperoleh peluang atau keuntungan akan

(8)

hilang atau konsumen yang akan dapat pindah ke perusahaan lain karena permintaanya tidak terpenuhi yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada citra perusahaan. Adapun yang termasuk dalam biaya ini adalah :

- Jumlah barang yang tidak terpenuhi. Adanya kehabisan barang yang menyebabkan kegiatan proses produksi terhenti dan sejumlah permintaan tidak terpenuhi sehingga perusahaan akan kehilangan peluang untuk memproleh pendapatan dan keuntungan. Pengukurang biaya ini didasarkan pada peluang yang hilang tersebut yang disebut juga dengan biaya pinalti dengan satuan rupiah per unit.

- Waktu pemenuhan. Kekurangan persediaan dapat juga berakibat pada lambatnya waktu penyelesaian barang karena adanya waktu menganggur pada saat perusahaan harus memsan persediaan, waktu menganggur ini merupakan biaya kehilangan pendapatan. Pengukuran biaya didasarkan pada waktu yang diperlukan untuk mengisi gudang dengan satuan rupiah per satuan waktu.

- Biaya pengadaan darurat. Biaya darurat ini sering kali diperlukan sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen dalam kondisi kehabisan biaya persediaanm sehingga biaya yang akan dikeluarkan lebih besar dibandingkan kondisi normal. Biasanya, biaya ini dikarenakan pemesanan yang mendadak dimana perusahaan tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir lebih jauh untuk menentukan pilihannya, baik harga, pemasok, atau biaya-biaya yang mengikutinya. Pengukuran biaya didasarkan pada pemesanan setiap kali kehabisan persediaan.

2.1.2.4 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu

(9)

tingginya beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar berarti terlalu besar juga barang modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu juga sebaliknya kekurangan persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran proses produksi sehingga ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi yang ada sehingga pelanggan lari ke perusahaan lain. Singkatnya pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya persediaan yang sekecil-kecilnya.

Menurut Aquilano, Jacobs dan Chase (2009:548), mereka menyebutkan beberapa tujuan pengendalian persediaan, yaitu :

- Menjaga kelancaran operasi bisnis perusahaan

- Mengetahui variasi permintaan

- Fleksibilitas penjadwalan produksi

- Menjaga hal-hal yang tak terduga seperti keterlambatan pengiriman bahan

- Mengambil keuntungan dari ukuran pembelian bahan baku.

Adapun beberapa kerugian atau kelemahan apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan yang terlalu besar, antara lain:

a. Biaya penyimpanan/pergudangan daripada persediaan bahan baku akan menjadi sangat tinggi. Biaya ini tidak hanya mencakup sewa gudang/penyusutan gudang, tenaga kerja, akan tetapi termasuk juga adanya resiko kerusakan, kehilangan, ketinggalan zaman (bahan mentah tidak sesuai dengan kebutuhan).

b. Tingginya investasi dalam persediaan bahan baku, akan mengakibatkan berkurangnya dana untuk investasi dalam bidang yang lain

(10)

seperti misalnya perluasan produksi, peningkatan program pemasaran dan sebagainya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa persediaan bahan baku yang terlalu tinggi justru menghalangi kemajuan perusahaan itu sendiri.

c. Apabila persediaan bahan baku tersebut mengalami kerusakan atau mengalami perubahan-perubahan kimiawi sehingga tidak dapat dipergunakan maka kerugian perusahaan akan menjadi semakin besar dengan semakin tingginya tingkat persediaan bahan dalam perusahaan.

d. Apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan bahan baku yang sangat besar, maka penurunan harga pasar akan menyebabkan kerugian yang tidak kecil artinya bagi suatu perusahaan. Walaupun dalam hal ini apabila terjadi kenaikan harga pasar, perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu sangat penting artinya bagi perusahaan untuk dapat memperkirakan perubahan-perubahan harga pasar yang akan terjadi untuk penentuan besar kecilnya persediaan perusahaan.

Adapun kelemahan atau kerugian apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan yang terlalu kecil, antara lain sebagai berikut :

a. Persediaan yang terlalu kecil seringkali tidak mencukupi kebutuhan untuk proses produksi. Untuk menjaga kelangsungan proses produksi, perusahaan akan melakukan pembelian mendadak dengan harga yang lebih tinggi.

b. Dengan sering terjadinya kehabisan atau kekurangan persediaan bahan baku, maka proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian kualitas dan kuantitas produk akhir perusahaan akan menjadi berubah – ubah pola.

c. Persediaan bahan baku rata – rata yang kecil / sedikit akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan baku menjadi sangat tinggi. Dengan tingginya frekuensi pembelian bahan baku ini berarti biaya – biaya

(11)

persiapan pembelian bahan (Ordering cost) akan menjadi sangat tinggi pula. Hal ini sangat merugikan perusahaan.

Oleh karena itu pengendalian terhadap persediaan bahan baku yang baik sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan perusahaan akan bahan baku dari waktu ke waktu, sehingga proses produksi dari perusahaan juga berjalan dengan lancar.

Pencapaian tujuan tersebut menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan, yaitu harus menanggung biaya maupun resiko yang berkaitan dengan keputusan persediaan. Oleh karena itu, sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah menghasilkan keputusan tingkat persediaan yang menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, sasaran akhir manajemen persediaan adalah untuk meminimumkan total biaya dalam perubahan tingkat persediaan.

2.1.3 Peramalan/Forecasting

Menurut Hakim (2006:235), “Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa.”

Peramalan (forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang ekonomi. Peramalan mempunyai peranan langsung pada peristiwa eksternal yang pada umumnya berada di luar kendali manejemen seperti : Ekonomi, Pelanggan, Pesaing, Pemerintah, dan lain sebagainya. Peramalan permintaan memegang peranan penting dalam perencanaan dan pengambilan keputusan khususnya di bidang produksi. Aktivitas manajemen operasi menggunakan peramalan permintaan dan perencanaan yang menyangkut skedul produksi, perencanaan pemenuhan kebutuhan bahan, perencanaan kebutuhan tenaga kerja, perencanaan kapasitas produksi, perencanaan layout fasilitas, penentuan lokasi, penentuan metode proses, penentuan jumlah mesin, desain aliran peristiwa dengan kebutuhan mendatang.

(12)

Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis karena permintaan tersebut bergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing, dan produk substitusi. Oleh karena itu, peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

2.1.3.1 Jenis-jenis Peramalan

Peramalan dapat diklasifikasikan menjadi 2 metode, yaitu :

2.1.3.1.1 Metode Peramalan Kualitatif

Yaitu metode yang didasarkan pada intuisi dan pandangan individu-individu, penilaian orang yang melakukan dan tidak tergantung pada data-data yang akurat (pengolahan data dan analisis data historis yang tersedia), metode ini digunakan untuk peramaln produk baru dimana tidak ada data historis. Teknik pada metode ini yang digunakan adalah teknik Delphi, Kurva pertumbuhan, dan lain-lain. Menurut Rangkuti (2005:63), secara umum pendekatan yang biasa dipakai di dalam metode peramalan kualitatif, yaitu :

- Pendapat dari para eksekutif (jury of executive opinion). Metode ini menggunakan pendapat kelompok kecil para eksekutif untuk mengestimasikan besarnya permintaan.

- Gabungan beberapa tenaga penjual (sales force composite). Metode ini merupakan gabungan beberapa pendapat orang tenaga penjual (sales person) dalam menentukan besarnya permintaan di wilayah mereka masing-masing, kemudian hasilnya digabung untuk menentukan jumlah peramalan secara keseluruhan.

- Metode Delphi. Metode ini menggunakan proses interaktif dengan melibatkan para eksekutif yang ditempatkan di beberapa tempat yang berada untuk membuat peramalan (forecasting). Ada tiga partisipan yang berbeda

(13)

dalam proses ini, yaitu : para pengambil keputusan, staf pembantu, dan responden. Para pengambil keputusan umumnya terdiri lima sampai dengan sepuluh orang tenaga ahli. Tugas mereka adalah membuat actual forecast. Sedangkan staf pembantu bertugas membantu para pengambil keputusan dalam menyiapkan, mendistribusikan, dan membuat kuisioner dan survei. Responden ini adalah sekelompok orang yang akan dimintai pendapatnya. Kelompok responden ini memberikan masukan dalam bentuk wawancara maupun pengisian kuisioner dalam rangka pengambilan keputusan pembuatan peramalan (forecasting).

- Riset pasar (Customer Market Survey). Metode ini banyak menggunakan masukan yang diperoleh dari pelanggan atau pelanggan yang potensial, sesuai dengan rencana pembelian pelanggan di masa yang akan datang. Semua informasi yang diperoleh dari pelanggan ini sangat bermanfaat, tidak hanya untuk membuat perkiraan besarnya permintaan, tetapi juga untuk memperbaiki desain produk serta perencanaan pembuatan produk baru.

2.1.3.1.2 Metode Peramalan Kuantitatif

Metode Peramalan Kuantitatif terdiri dari peramalan deret waktu (time series) dan peramalan sebab akibat. Kedua metode kuantitatif ini mendasarkan peramalannya pada data lalu dengan menggunakan predictor untuk masa yang akan datang. Dengan mengelola data yang lalu, maka melalui metode time series atau kausal akan sampai pada suatu hasil peramalan.

- Peramalan deret waktu (time series). Peramalan ini dilakukan berdasarkan data-data dari suatu produk yang sudah ada sebelumnya, kemudian dianalisa pola datanya apakah berpola pada trend atau musiman maupun bentuk siklus. Metode-metode yang dapat dipergunakan dalam hal ini dapat berupa rata-rata bergerak, rata-rata bergerak dengan tertimbang, penghalusan eksponensial, penghalusan eksponensial dengan tren, model matematika, dan sebagainya.

- Peramalan sebab akibat (Causal). Peramalan ini dilakukan berdasarkan data yang sudah ada sebelumnya, tetapi dengan menggunakan data

(14)

dari variabel lain yang menentukan atau mempengaruhinya pada masa depan, seperti penduduk, pendapatan, dan kegiatan ekonomi. Dengan mengolah data yang sudah ada sebelumnya melalui deret waktu dan metode sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan. Metode-metode yang dapat dipergunakan dalam hal ini dapat berupa regresi, model ekonometri, model input-output dan model simulasi.

Model peramalan kuantitatif meliputi : (Heizer dan Render 2009:170)

2.1.3.1.2.1 Rata-rata Bergerak (Moving Average)

Peramalan rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Rata-rata bergerak berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar akan stabil sepanjang masa yang kita ramalkan. Secara matematis, rata-rata bergerak sederhana (merupakan prediksi permintaan periode mendatang) dinyatakan sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah periode dalam rata-rata bergerak.

2.1.3.1.2.2 Rata-rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average) Saat terdapat tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai terkini. Praktik ini membuat teknik peramalan lebih tanggap terhadap perubahan karena periode yang lebih dekat mendapatkan bobot yang lebih berat. Pemilihan bobot merupakan hal yang tidak pasti karena tidak ada rumus untuk menetapkan mereka. Oleh karena itu, pemutusan bobot yang digunakan membutuhkan pengalaman. Rata-rata bergerak dengan pembobotan atau rata-rata bergerak tertimbang dapat digambarkan secara matematis sebagai berikut:

(15)

2.1.3.1.2.3 Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

Penghalusan eksponensial merupakan metode peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan yang canggih tetapi masih mudah digunakan. Metode ini menggunakan pencatatan data masa lalu yang sangat sedikit. Rumus penghalusan eksponensial dasar dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Peramalan baru = peramalan periode lalu + α (permintaan sebenarnya periode terakhir – peramalan periode terakhir).

Dimana α adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dipilih oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaan diatas dapat pula ditulis dengan:

Ft = Ft-1 + α (At-1 – Ft-1) Keterangan:

Ft = peramalan baru

Ft-1 = peramalan sebelumnya

α = konstanta penghalusan (pembobotan) (0 ≤ α ≤ 1) At-1 = permintaan aktual periode lalu

Konsep ini tidak rumit. Prediksi terakhir untuk permintaan sama dengan prediksi lama, disesuaikan dengan sebagian diferensiasi permintaan aktual periode lalu dengan prediksi lama.

Pendekatan penghalusan eksponensial mudah digunakan dan telah berhasil diterapkan pada hampir setiap jenis bisnis. Walaupun demikian, nilai yang tepat untuk konstanta penghalusan dapat membuat diferensiasi antara peramalan yang akurat dan yang tidak akurat. Nilai α yang tinggi dipilih pada saat rata cenderung berubah. Nilai α yang rendah digunakan saat rata-rata cukup stabil. Tujuan pemilihannilai untuk konstanta penghalusan adalah mendapatkan peramalan yang paling akurat. Nilai α yang paling banyak digunakan adalah yang berada dalam jarak 0,05 sampai 0,50 untuk aplikasi bisnis.

(16)

2.1.3.1.2.4 Penghalusan Eksponensial dengan Tren (Exponential Smoothing

with Trend)

Penghalusan eksponensial yang sederhana gagal memberikan respons terhadap tren yang terjadi. Inilah alasan penghalusan eksponensial harus diubah saat ada tren. Untuk memperbaiki peramalan, maka digunakan model penghalusan eksponensial yang lebih rumit dan dapat menyesuaikan diri pada tren yang ada. Idenya adalah menghitung rata-rata data penghalusan eksponensial, kemudian menyesuaikan untuk kelambatan (lag) positif atau negatif pada tren. Dengan penghalusan eksponensial dengan penyesuaian tren, estimasi rata-rata, dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta penghalusan, α untuk rata-rata dan β untuk tren. Kemudian, dihitung rata-rata dan tren untuk setiap periode.

Ft = α (At-1) + (1 – α)(Ft-1 + Tt-1) Tt = β (Ft – Ft-1) + (1 – β) Tt-1

Keterangan:

Ft = peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari data berseri pada periode t

Tt = tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t At = permintaan aktual pada periode t

α = konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ α ≤ 1) β = konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤ β ≤ 1)

Jadi, terdapat tiga langkah menghitung peramalan dengan yang disesuaikan dengan tren adalah sebagai berikut:

1. Menghitung Ft, peramalan eksponensial yang dihaluskan untuk periode t, menggunakan persamaan Ft.

2. Menghitung tren yang dihaluskan, Tt, menggunakan persamaan Tt. 3. Menghitung peramalan dengan tren, FITt, dengan rumus FITt = Ft + Tt.

(17)

2.1.3.1.2.5 Regresi Linear (Linear Regression)

Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antarvariabel. Jika kita memiliki dua buah variabel atau lebih maka sudah selayaknya apabila kita ingin mempelajari bagaimana variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan.

Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi sederhana (tunggal), sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis regresi ganda. Persamaan garisnya dapat dinyatakan sebagai:

ŷ = a + bX

Keterangan:

ŷ = nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi (variabel terikat) a = perpotongan sumbu Y

b = koefisien regresi/slop

Y = nilai variabel terikat yang diketahui X = nilai variabel bebas yang diketahui

b = kemiringan garis regresi (tingkat perubahan pada y untuk perubahan yang terjadi di x)

n = jumlah data atau pengamatan

Empat pendekatan pertama di atas termasuk dalam model analisis yang bersifat time series, sedangkan pendekatan yang kelima biasanya disebut dengan pendekatan asosiatif (hubungan sebab akibat).

(18)

2.1.3.1.2.6 Naïve Method

Cara paling sederhana untuk meramal adalah berasumsi bahwa permintaan di periode mendatang akan sama dengan permintaan periode terakhir. Dengan kata lain, jika penjualan sebuah produk, katakanlah sebuah telepon genggam motorola adalah 68 unit pada bulan januari, kita dapat meramalkan penjualan pada bulan februari akan sama, yaitu sebanyak 68 unit juga. Dirumuskan :

Yt+1 = Yt Keterangan :

Yt = periode saat ini, Yt+1 = periode berikutnya

2.1.3.2 Peramalan dan Horison Waktu

Menurut Hakim (2006:236), dalam hubungannya dengan horison waktu peramalan, peramalan dapat diklarifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu :

- Peramalan jangka panjang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya.

- Peramalan jangka menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih khusus dibandingkan dengan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran.

- Peramalan jangka pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu-tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan keputusan lain-lain untuk pengendalian jangka pendek.

2.1.3.3 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan

Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan ukuran kesalahan peramalan adalah ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya. Dan berikut adalah 2 ukuran hasil peramalan yang biasa digunakan. (Arman Hakim, 2006:240)

(19)

2.1.3.3.1 Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandngkan kenyataannya. MAD dirumuskan sebagai berikut.

MAD = ∑

Dimana :

A = Permintaan actual pada periode -t

= Permalan Permintaan (Forecast) pada periode -t n = Jumlah periode peramalan yang terlibat

2.1.3.3.2 Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE)

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. MSE dirumuskan sebagai berikut.

MSE =

2.1.4 Model Statis EOQ

Model persediaan yang paling sederhana ini menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : (Arman Hakim, 2006:262-266)

1. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan. 2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu).

3. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak terhingga)

4. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan.

5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.

(20)

6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (shortage).

7. Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak (quantity discount).

Dari asumsi-asumsi di atas, model ini mungkin diaplikasikan baik pada sistem manufaktur seperti penentuan persediaan bahan baku pada sistem non-manufaktur seperti pada penentuan jumlah bola lampu pada suatu bangunan; penggunaan perlengkapan habis pakai (office supplies) seperti kertas, buku nota dan pensil; konsumsi bahan makanan seperti beras, jagung, dan lain-lain.

EOQ akan terjadi apabila biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan.

Berikut adalah rumus untuk menghitung EOQ : (Pardede, 2005:422)

EOQ = Q* =

Annual setup cost = Annual holding cost =

Total unit cost = Unit cost (D)

I = ½ Q*

Keterangan:

Q* = jumlah optimum unit per pesanan (EOQ) D = permintaan per periode

(21)

H = biaya penyimpanan per unit per tahun Q = jumlah unit per pesanan

TC = biaya total

I = rata-rata tingkat persediaan (average inventory) N = jumlah pemesanan yang diperkirakan selama setahun T = waktu antara pesanan yang diperkirakan

Gambar 2.2 Grafik EOQ Sumber : Rangkuty (2005:28)

- Frekuensi Pemesanan. Tujuan secara sistematis model ini dimulai dengan komponen biaya ordering cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, dimana frekuensi pemesanan bergantung pada :

1. Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (D) 2. Jumlah setiap kali pemesanan (Q)

Dari keterangan di atas, dapat dituliskan bahwa frekuensi pemesanan adalah :

F =

- Titik pemesanan ulang (Reorder Point), adalah tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan kembali. Agar pembelian bahan yang sudah

(22)

ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu kelancaran kegiata produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan baku. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :

1. Lead Time. Lead Time adalah waktu yang dibutuhkan anatar bahan baku dipesan hingga sampai di perusahaan. Lead Time ini akan mempengaruhi besarnya bahan baku yang dipergunakan selama masa lead time, semakin lama lead time maka semakin besar bahan yang diperlukan selama masalead time tersebut.

2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.

3. Persediaan Pengaman (safety stock), yaitu jumlah persediaan bahan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi.

Berikut adalah rumus dari Reorder Point :

ROP = d x L + SS

dimana :

d = tingkat kebutuhan unit per waktu L = waktu tenggang (lead time) SS = Safety Stock

- Safety Stock. Menurut Assauri (2004:186), safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi dan untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula, atau keterlambatan dalam pengiriman bahan baku yang dipesan. Akibat pengadaan persediaan penyelamat terhadap biaya perusahaan adalah mengurang kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, akan tetapi sebaliknya akan menambaha besarnya carrying cost. Oleh karena itu pengadaan persediaan penyelamat oleh perusahaan dimaksudkan untuk mengurang kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, tetapi juga pada saat itu diusahakan agar carrying cost menjadi serendah mungkin. Untuk

(23)

menghitung besar safety stock dapat menggunakan metode sebagai berikut:

a. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.

Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu, kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.

Safety stock = (Pemakaian maksimum – Pemakaian rata-rata) Lead time

b. Metode statistika yang berdistribusi normal.

Safety stock = Z

dimana:

Z = standar normal (diperoleh dari tabel distribusi normal. Misalnya, Z = 95%, ini berarti tingkat pelayanan sebesar 95% dari permintaan atau penjagaan terhadap kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%)

= standar deviasi L = lead time

Menurut Assauri (2004:186-187), faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan penyelamat adalah :

1. Penggunaan bahan baku rata-rata

Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode-periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan karena setelah kita mengadakan pesanan atau order penggantian, maka pemenuhan kebutuhan atau permintaan dari pelanggan sebelum barang yang dipesan datang harus dapat dipenuhi dari persediaan yang ada.

(24)

2. Faktor waktu atau Lead Time

Lead Time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan.

Dengan ditemukannya EOQ, masih ada kemungkinan adanya kekurangan persediaan (out of stock) di dalam proses produksi. Kemungkinan kekurangan persediaan itu akan timbul apabila :

1. Penggunaan bahan dasar di dalam proses produksi lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini akan berakibat persediaan akan habis diproduksi sebelum pembelian/pesanan yang berikutnya datang, sehingga terjadilah kekurangan pesediaan.

2. Pesanan/pembelian bahan dasar itu tidak dapat datang tepat pada waktunya.

Dari dua keadaan tersebut di atas, maka perusahaan perlu menetapkan adanya proses persediaan cadangan (safety stock) untuk menjamin kelancaran proses produksi akibat kemungkinan adanya kekurangan persediaan tersebut.

- Ordering cost setiap periode dipenuhi dengan mengalikan dengan biaya setiap kali pesan (s), sehingga :

Ordering cost per periode = s

Komponen biaya yang kedua yaitu holding cost, dipengaruhi oleh jumlah barang yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang disimpan akan berkurang karena dipakai/terjual, sehingga lama penyimpanan antara satu unit barang dengan barang yang lain juga berbeda. Karena itu, yang perlu diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradient - D) selama waktu - t, maka persediaan rata-rata untuk setiap siklus

(25)

adalah , sehingga :

Holding cost per periode = h

*h = biaya penyimpanan per unit per tahun.

Komponen biaya yang ketiga yaitu purchasing cost, merupakan antara kebutuhan barang selama periode (D) dengan harga barang per-unit (C) sehingga :

Purchasing cost per periode =

Dengan menggabungkan tiga komponen biaya persediaan diatas, maka :

Biaya total persediaan (TC) = s + h

Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga meminimumkan biaya total persediaan. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam penentuan nilai Q adalah biaya-biaya relevan saja (biaya Incremental). Komponen biaya yang ketiga yaitu purchasing cost, dapat diabaikan karena biaya tersebut akan timbul tanpa tergantung pada frekuensi pemesanan, sehingga tujuan model EOQ ini adalah meminimasi biaya total persediaan dengan komponen biaya ordering cost atau holding cost saja, atau :

Biaya total persediaan Incremental (TIC) = s + h

Menurut Aquilano, Jacob dan Chase(2009:548), Inventory System dibagi ke dalam 2 periode system, yaitu single period system dan multi-period system. Klarifikasi ini didasarkan pada keputusan pembelian barang persediaan pada satu periode tertentu, dimana dalam periode tersebut dilakukan satu kali pembelian, dan kemudian barang persediaan tidak akan dipesan lagi hingga periode tersebut berakhir.

(26)

2.1.4.1 Single Period Inventory System

Sistem ini biasanya terjadi apabila barang yang dimaksudkan untuk didistribusikan kepada konsumen memiliki limited life, tidak dipakai untuk jangka waktu yang lama atau secara kontinyu. Single Period Inventory System berguna untuk berbagai macam layanan dan aplikasi manufaktur, contohnya :

- Pemesanan tiket pesawat terbang. Sering terjadi dimana konsumen membatalkan pemesanan tiket pesawat terbang karena berbagai macam alasan. Jika hal tersebut diremehkan, dapat mengakibatkan turunnya pendapatan karena adanya kursi kosong dalam penerbangan.

- Pemesanan barang-barang fashion. Masalah yang terjadi untuk penjualan barang-barang seperti ini adalah hanya satu pesanan dapat ditempatkan untuk di satu periode. Hal tersebut diakibatkan karena lead time yang lama dan juga karena barang tersebut limited life.

- Pemesanan satu kali. Contohnya seperti pemesanan baju T-shirts untuk acara olah raga yang menjadi using dalamjangka waktu tertentu.

2.1.4.2 Multi Period System

Ada 2 tipe dalam system ini, fixed order period (juga disebut dengan EOQ atau Q Model) dan fixed-time period (P Model). Multi Period Inventory System dibuat untuk memastikan bahwa suatu barang harus ada dalam jangka waktu tertentu. Syarat atau perbedaan dari kedua tipe ini adalah :

(27)

Tabel 2.1 Syarat/Perbedaan Q Model dan P Model

Q Model P Model

Jumlah Pemesanan Pemesanan dalam jumlah yang sama

Pemesanan dalam jumlah yang bervariasi Waktu Pemesanan Saat persediaan pada

titik ROP

Saat tinjauan waktu sudah tiba

Pencatatan Setiap terjadi penarikan atau penambahan

Hanya pada tinjauan waktu yang ditentukan Persediaan Lebih kecil dari

fixed-time period (P Model)

Lebih besar dari fixed order period (Q Model) Waktu Pemeliharaan Tinggi karena

pencatatan yang terus-menerus

-

Jenis Barang Barang yang cukup mahal atau yang sangat penting

-

Sumber : Jacobs, Chase, Aquilano. (2009:364)

2.1.4.2.1 Q Model

Model ini mengacu kepada jumlah ukuran pemesanan yang tetap untuk setiap kali pesan, dan waktu pemesanan dilakukan secara variasi. Untuk perhitungan jumlah pemesanan barang yang optimal dan ROP, rumus yang digunakan adalah :

Q* =

SS = zs R = dL + SS

(28)

*keterangan

- z = standar deviasi untuk service probability - D = Permintaan selama periode tertentu - S = Biaya Pemesanan

- H = Biaya Penyimpanan - SS = Safety Stock

- R = Reorder Point

- Q* = Jumlah pemesanan optimal

2.1.4.2.2 P Model

Model ini mengacu kepada aturan pemesanan yang bersifat regular mengikuti suatu periode yang tetap, tetapi kuantitas dari barang yang dipesan bervariasi. Namun, kesulitan dalam penerapan model ini adalah permintaan kebutuhan bersih yang dikontinuitas, sehingga interval pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya tidak berlaku lagi. Perhitungannya adalah sebagai berikut. Q* = d (T* + L) + SS – I T* = SS = Zs I = SS + ROP = (L + d) + SS *keterangan :

(29)

- T* = selang waktu pemesanan kembali - L = waktu pengiriman - s = standar deviasi - SS = Safety Stock - d = permintaan rata-rata 2.1.5 Konsep Min-Max

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan persediaan adalan Minimal-Maximal Inventory. Cara kerja konsep ini yaitu apabila persediaan telah melewati batas minimum dan mendekati batas safety stock, maka pemesanan ulang harus dilakukan. Jadi batas minimum (minimum stock) merupakan batas tingkat pemesanan ulang. Batas maksimum (maximum stock) adalah batas kesediaan perusahaan untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi dalam hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maksimum untuk dapat menentukan order quantity. Dalam menghitung safety stock pada metode ini dibutuhkan rata-rata permintaan per bulannya. Rumus perhitungan dari konsep ini adalah sebagai berikut.

SS =

Min. Stock = (DL) + SS Max. Stock = 2(DL) + SS

f =

T =

Q = Max. Stock - Min.Stock

(30)

Fixed Order Interval System juga disebut sistem persediaan secara periodik yang lebih berdasar kepada periode daripada sistem persediaan kontinyu yang lebih kepada posisi stok persediaan. Sistem persediaan yang berbasiskan waktu, melakukan suatu pesanan berdasarkan suatu jangka waktu tertentu. Jumlah pesanan bergantung kepada pemakaian permintaan selama periode waktu tersebut.

Menggunakan tingkat persediaan maksimum selama waktu lead time dan interval pesanan. Setelah suatu periode tetap (T) telah terlewati, jumlah persediaan dihitung. Sebuah pesanan dilakukan untuk memulihkan persediaan dan jumlah pesanannya tergantung dari berapa jumlah yang berkurang dari maximum inventory level, jadi jumlah pesanan didapat dari selisih maximum inventory level dan sisa persediaan pada waktu melakukan perhitungan.

Rumus dari atau cara perhitungan dari EOI ini yaitu :

1. EOI=

Ch.D

)

(

2 Co

2. Maximum Inventory Level (E) = SS+D(EOI+L) 3. Average Interval Level (I) = SS + ½D.EOI 4. Turn Over Ratio=

I

D

5. Order Quantity = E-I

6. Total Inventory cost

I.Ch

EOI

+

=

Co

(31)

2.2 Kerangka Pemikiran

PT. Romindo Primavetcom

Peramalan Permintaan Produk

Moving Averages, Weighted Moving Average, Exponential

Smoothing, Exponential Smoothing With Trend, Linear Regression, dan Naïve Method

Ukuran Akurasi Hasil Peramalan MAD dan MSE

terkecil Pengendalian Persediaan Economic Order Quantity (EOQ) Q Model P Model

Konsep

Min-Max

Economic Order Interval (EOI)

(32)

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis

Gambar

Gambar 2.1 Jenis-jenis Persediaan  Sumber: Assauri (2004:172)
Gambar 2.2 Grafik EOQ  Sumber : Rangkuty (2005:28)
Tabel 2.1 Syarat/Perbedaan Q Model dan P Model

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6.15 Diagram Bar Prevalens Rate Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010 ... 81 Gambar 6.16 Diagram

Permohonan kredit yang seharusnya seorang analis kredit sangat mengerti bahwa seharusnya ia tidak meloloskan permohonan kredit itu karena tidak dipenuhinya suatu

Berdasarkan hasil perhitungan 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi memiliki Indeks Williamson rata-rata penerimaan DAU selama tahun 2005 – 2010 di bawah 0,30 atau

Jika buffer piece memiliki edge yang sudah benar dan semua edge belum pada posisinya, tukar buffer dengan edge lain yang belum pada posisinya.. Tahap ini membawa

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan pertolonganNya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir dengan judul

Hasil estimasi model MMR pada Tabel 2, me- nunjukkan bahwa kepemilikan swasta domestik (DOM), kepemilikan asing (FOR) dan konsentrasi kepemilikan (CON) berpengaruh positif dan

Pada sistem yang sedang berjalan diagnosa penyakit Diabetes dilakukan harus melalui Dokter spesialis penyakit dalam, artinya apabila dokter tidak berada di tempat

Dari hasil observasi dan hasil ulangan siswa selama siklus I tim peneliti dapat merefleksikan sebagai berikut: (1) Faktor ke- berhasilan, yaitu: (a) Semua program