• Tidak ada hasil yang ditemukan

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Embrio ternak - Bagian 1: Sapi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan” SNI 7880.1:2013

ICS 65.020.30

Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

(2)

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN

BSN

Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10.

Telp. +6221-5747043 Fax. +6221-5747045 Email: [email protected] www.bsn.go.id

Diterbitkan di Jakarta

(3)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan” SNI 7880.1:2013

© BSN 2013 i

Daftar isi Daftar isi ... i 

Prakata ... ii 

Pendahuluan... iii 

Ruang lingkup ... 1 

Istilah dan definisi ... 1 

Persyaratan mutu ... 2 

Kemasan embrio ... 3 

Identitas embrio ... 3 

Penyimpanan embrio ... 4 

Bibliografi ... 5 

Gambar 1 - Contoh tahap perkembangan embrio dari morula sampai blastosis expand ... 3 

Gambar 2 - Contoh penulisan identitas embrio ... 3 

(4)

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013

Prakata

Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi disusun oleh Subpanitia Teknis (SPT) 67-03-S1: Bibit Ternak untuk mendukung :

1. Pelestarian sumber daya genetik sapi;

2. Peningkatan mutu genetik;

3. Peningkatan produktivitas; dan 4. Perlindungan konsumen.

Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir dalam rapat konsensus yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 10 Mei 2012 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari pemerintah, pakar, produsen, konsumen dan instansi terkait lainnya sebagai upaya meningkatkan jaminan mutu (quality assurance) embrio sapi.

Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 29 Januari 2013 sampai 30 Maret 2013 dengan hasil akhir Rancangan Akhir Standar Nasional Indonesia (RASNI)

(5)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan” SNI 7880.1:2013

© BSN 2013 iii

Pendahuluan

Benih dan bibit ternak merupakan salah satu aspek penting dalam proses produksi peternakan, oleh karena itu dibutuhkan ketersediaan benih dan bibit ternak yang bermutu secara berkelanjutan.

Embrio merupakan salah satu benih ternak yang memerlukan penanganan khusus agar dapat berkembang menjadi individu yang mewarisi sifat unggul tetuanya. Oleh karena itu diperlukan suatu standar embrio.

(6)

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013 1 dari 5

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengemasan dan penyimpanan untuk embrio sapi.

2 Istilah dan definisi

2.1 embrio

hasil fertilisasi sel telur oleh spermatozoa melalui proses in vivo atau in vitro yang telah berkembang mencapai tahap morula sampai blastosis expand dalam bentuk segar maupun beku

2.2

embrio in vivo

embrio yang terbentuk di dalam tubuh induk 2.3

embrio in vitro

embrio yang terbentuk di luar tubuh induk 2.4

embrio segar

embrio tanpa melalui proses pembekuan 2.5

embrio beku

embrio yang mengalami proses pembekuan 2.6

blastomer

sel hasil pembelahan yang menyusun embrio 2.7

zona pellusida

cangkang/membran ekstraseluler yang melindungi embrio dibagian luar 2.8

morula

tahap perkembangan embrio yang mulai terjadi kompaksi (compaction) antar blastomer dan umumnya terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-6 setelah terjadi fertilisasi

2.9 blastosis

tahap perkembangan embrio yang mulai terbentuk rongga berisi cairan diantara blastomer, dan umumnya terjadi pada hari ke-7 atau hari ke-8 setelah terjadi fertilisasi

(7)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan” SNI 7880.1:2013

© BSN 2013 2 dari 5

2.10

blastosis expand

blastosis yang mencapai tahap perkembangan maksimal dan umumnya terjadi pada hari ke- 8 atau hari ke-9 setelah terjadi fertilisasi

3 Persyaratan mutu 3.1 Persyaratan umum

3.1.1 Sel telur berasal dari sapi bibit betina yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan dalam standar yang terkait dan relevan atau sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan mutu benih, bibit ternak dan sumber daya genetik hewan

3.1.2 Sperma berasal dari sapi bibit pejantan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan dalam standar yang terkait dan relevan atau sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan mutu benih, bibit ternak dan sumber daya genetik hewan.

3.2 Persyaratan khusus

3.2.1 Memiliki perkembangan embrio dari morula sampai blastosis expand yang sempurna seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

3.2.2 Mempunyai blastomer (BL) dan zona pellucida (ZP) utuh.

3.2.3 Mempunyai bentuk simetris dan bulat dengan blastomer seragam dalam ukuran, warna dan kepadatan.

3.2.4 Blastomer hidup dan utuh minimal 50 %.

3.2.5 Penentuan mutu embrio dilakukan dengan pengamatan secara morfologi menggunakan mikroskop oleh petugas terlatih

(8)

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

© BS

Gam

Kete a. M b. B c. B d. B

4 K

4.1 4.2 4.3 4.4

5 I Susu a. B

s b. B

d

baris

baris

SN 2013 mbar 1 - Co

rangan : Morula (ZP:

Blastosis aw Blastosis Blastosis exp

Kemasan e Dalam stra Kondisi ke Setiap stra Kemasan

Identitas em unan identit

Baris pertam seperti ditun Baris kedua ditunjukkan

s 1 :

s 2 :

a

ontoh tahap

zona pellucid wal

pand

embrio

aw transpar emasan har

aw berisi sa harus dilen

mbrio as embrio m ma memuat njukkan pad a memuat in n pada Gam

kode p

nomor s

Ga c

p perkemba

da; BL : blas

ran dengan rus tertutup atu embrio ngkapi deng

memuat:

t informasi da Gambar nformasi no mbar 2.

rodusen

semen/peja

ambar 2 - Co

3 dari 5 angan emb

stomer )

ukuran 0,2

gan identitas

kode produ 2.

omor semen

nomor b

antan

ontoh penuli ZP BL

brio dari m

25 ml

s

usen, nomor n/pejantan d

betina n

tan

isan identita

orula samp

r betina dan dan tanggal

nomor urut

nggal pemb

as embrio d b

pai blastos

n nomor uru l pembekua

embrio

bekuan

sis expand

ut embrio an seperti

(9)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan” SNI 7880.1:2013

© BSN 2013 4 dari 5

6 Penyimpanan embrio

6.1 Straw embrio disimpan dengan menggunakan goblet/cassete dalam canister serta terendam penuh dalam nitrogen cair suhu -196 °C pada container kriogenik (cryogenic) dilengkapi dengan kartu petunjuk

6.2 Kartu petunjuk menerangkan isi container

6.3 Produsen harus menyertakan informasi dan petunjuk tata cara pemanfaatan embrio

(10)

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013 5 dari 5

Bibliografi

Boediono A, Suzuki T, Godke RA. 2003. Comparison of hybrid and purebred in vitro-derived cattle embryos during in vitro culture. Anim Reprod Sci,78:1-11.

Curtis JL. 1991. Cattle Embryo Transfer Procedure. Academic Press, Inc. San Diego, California, USA.

Hafez ESE,Hafez B, 2007. Reproduction in farm animals.7th ed. Lippincott, Williams and Wilkins. Baltimore, Maryland, USA.

Mitchel JR, Doak GA. 2004. The Artificial Insemination and Embryo Tranfer of Dairy and Beef Cattale. 9 th ed. New Jersey, USA.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2012 tentang Persyaratan Mutu Benih, Bibit Ternak dan Sumber Daya Genetik Hewan.

Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak

SNI 7355:2008 Bibit Sapi Bali

SNI 7356:2008 Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO) SNI 2735:2008 Bibit Sapi Perah Indonesia

SNI 7651.1:2011 Bibit Sapi Potong - Bagian 1 : Brahman Indonesia SNI 7651.2:2012 Bibit Sapi Potong - Bagian 2 : Madura

Stringfellow DA, Givens MD.2010. Manual of the International Embryo Transfer Society:

Procedural Guide and General Information for Use of Embryo Transfer Technology Emphasizing Sanitary Procedures. 4th ed.Illinois, USA.

Suzuki T, Saha S, Sumantri C, Takagi M, Boediono A. 1995. The influence of polyvinyl pyrrolidone (PVP) on freezing of bovine IVF blastocysts following biopsy. Cryobiology, 32:

505-510.

Referensi

Dokumen terkait

Sel telur dari hewan rnerupakan sumber embrio yang sangat penting untuk penelitian, meskipun kepentingannya bagi program perbaikan mutu ternak relatif

Biaya Pembelian Bibit Sapi Betina Usaha Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Pada Anggota Kelompok Ternak Ngudi Mulyo Tahun 2011-2012..

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sapi perah betina Peranakan Friesien Holstein (PFH) yang ada di Balai Pengembangan Bibit dan Pakan Ternak

pengukurannya dalam penelitian ini : (1) Pemilikan ternak sapi ialah keseluruhan jumlah ternak sapi baik jantan maupun betina yang dimiliki oleh petani peternak

dibutuhkan manusia untuk partumbuhan dan perkembangan. Penetapan mutu kualitas susu yang berasal dari sapi sudah ditetapkan dalam SNI. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi

Penyeleksial ternak sapi dan kerbau betina produktif untuk dijadikan bibit sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3).. dilakukan berdasarkan kriteria

Sasaran jangka panjangnya adalah: (1) meningkatkan ketersediaan bibit sapi potong yang berasal dari sapi lokal; (2) mengembangkan kemampuan menghasilkan bibit dalam

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari induk