17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pandemi Covid 2.1.1 Pengertian Pandemi
Saat ini di berbagai dunia sedang terjadi pandemi yang memiliki dampak relatif besar di seluruh sektor kehidupan manusia. World Health Organization (WHO) telah menetapkan Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 menjadi sebuah ancaman pandemi. Pengertian pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu wabah yang berjangkit serempak dimana-mana atau mencakup geografi yang luas (Ristyawati, 2020). Virus corona yaitu virus yang menyerang sistem pernapasan sehingga mengakibatkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian. Yurianto dan Bambang (2020) mengungkapkan corona virus ini sendiri yaitu keluarga besar virus yang mengakibatkan penyakit mulai dari gejala ringan hingga berat. Setidaknya terdapat dua jenis corona virus yang diketahui mengakibatkan penyakit yang bisa menimbulkan gejala berat (Zaenal et al., 2020).
2.1.2 Epidemiologi Covid-19
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan munculnya kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Berdasarkan output penyelidikan epidemiologi, kasus tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian mengumumkan bahwa penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2).
Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan
MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih
menular dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China,
18
2020). Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan tergantung pada populasi yang terpengaruh, perkembangan wabahnya pada suatu negara, dan ketersediaan pemeriksaan laboratorium (Riadi, 2019).
2.1.3 Penularan Covid-19
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh pada hari-hari pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi langsung dapat menularkan hingga dengan 48 jam sebelum onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6%
menampakkan penularan presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik lantaran memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau hubungan dengan benda yang terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan namun masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 awalnya dibawa dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang
lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet yakni partikel berisi air
dengan diameter>5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada
pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala
pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai
mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat
terjadi melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar
orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak
langsung dengan permukaan atau benda yang dipakai pada orang yang
terinfeksi (misalnya, stetoskop atau termometer) (Riadi, 2019).
19
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dialami umumnya bersifat ringan dan muncul secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menampakkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling generik yakni demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit. Menurut data berdasarkan negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40%
kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5%
kasus akan mengalami kondisi kritis. Orang lanjut usia (lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya misalnya tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan (Riadi, 2019).
2.2 Konsep Pembelajaran Daring
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Daring/Jarak Jauh
Pembelajaran secara daring yakni cara baru dalam proses belajar mengajar yang memanfaatkan perangkat elektronik khususnya internet pada penyampaian belajar. Pembelajaran daring, sepenuhnya bergantung pada akses jaringan internet. Menurut Imania (2019) pembelajaran daring merupakan bentuk penyampaian pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui internet. Pembelajaran daring, dipercayai menjadi satu- satunya media penyampai materi antara pengajar dan siswa, pada masa darurat pandemi (Rigianti, 2020). Yerusalem, dkk, (2020) mengatakan pembelajaran jarak jauh yakni belajar yang direncanakan di tempat lain atau diluar tempat mengajar. Sehingga diperlukan teknik-teknik khusus pembelajaran, metodologi khusus lewat berbagai media, penataan organisasi serta administrasi yang khusus juga.
Istilah pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan
20
Nasional Pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan jarak jauh merupakan pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik, dan pembelajarannya memakai banyak sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lainnya. Dalam pendidikan jarak jauh lebih menekankan pada cara belajar mandiri dengan menggunakan diantaranya materi ajar yang cara penyajiannya dirancang secara khusus sehingga diharapkan dapat dipelajari secara mandiri. Karena yang paling penting dari pembelajaran jarak jauh yaitu strategi belajar (Yuangga, 2020). Berdasarkan definisi-definisi tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa pembelajaran daring yaitu pembelajaran yang direncanakan di luar tempat mengajar dan ketika proses pembelajaran tidak terjadi tatap muka langsung antara pengajar dan siswa (Abidin et al., 2020).
2.2.2 Macam-macam Aplikasi Daring
Terdapat beberapa aplikasi pembelajaran daring yang banyak dipakai
akhir-akhir ini. Aplikasi yang populer dipakai oleh para pengajar untuk belajar
daring meliputi Whatsapp Group, Google Classroom, Edmodo, Zoom, Google
Meet, Webex, Loom, Quizizz, Duolingo (Wilson, 2020). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Roida Pakpahan dan Yuni Fitriani mengenai Analisa
Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah
Pandemi Virus Corona Covid-19 dapat disimpulkan bahwa bagian dari
teknologi informasi sangat menolong proses belajar secara daring atau online
di masa wabah virus corona Covid-19 jadi segala proses belajar mengajar bisa
terealisasikan secara baik dan menurut hasil penelitian ini dapat disimpulkan
walaupun Negara Indonesia baru berusaha menghadapi pandemi virus corona
Covid-19, seluruh proses belajar mengajar tetap dapat dilaksanakan dengan
baik karena dukungan dari kemajuan teknologi informasi yang sudah sangat
maju, internet bisa mempertemukan guru dan siswa melalui aplikasi-aplikasi
daring seperti Whatsapp, Zoom, Google Classroom, Google Meet, Edmodo,
Youtube, Schology, Google Form, Google doc (Pakpahan & Fitriani, 2020).
21
2.2.3 Kelebihan Dalam Pembelajaran Daring
Pembelajaran daring mempunyai kelebihan, yaitu guru dan siswa bisa berkomunikasi dengan mudah lewat internet kapanpun kegiatan komunikasi itu dilakukan tanpa dibatasi oleh tempat, waktu, serta jarak. Guru dan siswa bisa memakai bahan ajar yang teratur serta terjadwal lewat internet. Siswa bisa mengulang materi kapanpun dan dimanapun jika diperlukan, siswa akan lebih mudah menerima informasi tambahan yang berhubungan dengan bahan ajar yang dipelajarinya menggunakan akses internet. Guru maupun siswa bisa berdiskusi lewat internet yang dapat diikuti dengan jumlah siswa yang banyak.
Siswa yang pasif dapat menjadi aktif. Pembelajaran lebih efisien lantaran bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun terutama untuk mereka yang tempat tinggalnya jauh (Taradisa, et al., 2020).
Selain itu menurut Andri Nugraha, pembelajaran daring memiliki kelebihan-kelebihan yakni lebih parktis dan santai, lantaran bisa memberikan tugas setiap waktu dan pelaporan tugas setiap saat. Lebih fleksibel bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Pembelajaran daring mengakibatkan waktu yang lebih fleksibel bagi wali yang bekerja di luar rumah dan bisa menyesuaikan waktu untuk mendampingi siswa belajar. Menghemat waktu dan bisa dilakukan kapan saja, semua siswa dapat menggunakan dengan mudah, artinya dapat dilakukan dimana saja. Penyampaian informasi lebih cepat dan bisa menjangkau banyak siswa lewat WA Group. Siswa bisa dipantau dan didampingi oleh orang tua masing-masing. Guru dan siswa memperoleh pengalaman baru terkait pembelajaran daring. Peran orang tua dalam mendampingi siswa lebih banyak (Anugrahana, 2020).
2.2.4 Kelemahan Dalam Pembelajaran Daring
Meskipun pembelajaran daring mempunyai banyak kelebihan namun
terdapat pula kelemahan dalam pembelajaran daring, antara lain yaitu dalam
pembelajaran daring cenderung mengabaikan aspek akademik atau aspek
sosial. Proses belajar dan mengajarnya cenderung kearah pelatihan daripada
pendidikan. Kemudian berubahnya peran pengajar yang semula menguasai
22
teknik pembelajaran konvensional, saat ini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang memakai ICT. Peserta didik yang tidak memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal dalam pembelajaran. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer). Kurangnya penguasaan tentang cara mengaplikasikan komputer. Kemudian kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik bahkan antar peserta didik itu sendiri, kurangnya interaksi ini dapat memperlambat terbentuknya values pada proses belajar mengajar (Napsawati, 2020).
Selain itu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Deka Ramanta &
Febi Dwi mengatakan beberapa kelemahan yang disampaikan oleh perserta didik berhubungan dengan aktivitas yang mereka temui ketika pembelajaran daring yang tidak ada saat proses pembelajaran di sekolah serta mereka merasa terbebani dengan itu, diantaranya tugas lebih banyak dibanding pembelajaran seperti di sekolah. Kemudian mereka sulit memahami materi lantaran hanya diberikan tetapi tidak diterangkan. Apabila siswa tidak mengerti mengenai materi dan tugas, mereka tidak bisa bertanya secara langsung pada saat itu juga.
Beberapa siswa lebih paham jika diajari langsung oleh guru. Lebih boros pengeluaran lantaran harus membeli kuota internet lebih banyak. Serta kendala teknis seperti koneksi internet yang tidak bagus (Ramanta & Dwi Widayanti, 2020).
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar
Perkembangan manusia mempunyai tujuan untuk memahami tentang
bagaimana proses berkembang pada usia 6-12 tahun atau sering disebut masa
anak usia sekolah. Usia sekolah menciptakan anak menerima dasar-dasar
pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri, dimana anak akan memiliki
sifat santun untuk mencapai tujuannya kedepan yang berujung pada
23
kemandirian, bertanggung jawab, dan bersosialisasi yang baik dengan teman sebaya dan orang lain (Khasanah et al., 2019).
Anak Sekolah Dasar menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun (Iklima, 2017). Masa anak usia Sekolah Dasar merupakan masa tenang atau masa latent dimana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Tahap usia ini diklaim pula sebagai usia kelompok dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan interaksi intim dalam keluarga kerjasama antar teman dan perilaku-perilaku terhadap kerja atau belajar (Lonto et al., 2019).
2.3.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Anak usia SD pada perkembangannya mempunyai karakteristik yang unik. Berbagai teori membahas mengenai karakteristik anak usia SD sesuai dengan aspek-aspek yang terdapat pada anak. Beberapa teori tersebut di antaranya yaitu : teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget menyatakan bahwa anak usia sekolah dasar pada umumnya berada dalam tahap operasional konkret untuk anak dengan rentang usia 7 hingga 11 tahun. Di tahap ini, anak telah dapat melakukan penalaran secara logis untuk hal-hal yang bersifat konkret, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat abstrak masih belum mampu. Anak telah mampu mengklasifikasikan objek konkret ke dalam kelompok yang berbeda. Anak mulai belajar membangun sebuah konsep, melihat hubungan, dan memecahkan perkara pada situasi yang melibatkan objek konkret dan situasi yang tidak asing lagi bagi dirinya. Anak juga telah mulai bergeser dari pemikiran egosentris ke pemikiran yang objektif. Anak dapat mengerti adanya perpindahan pada hal yang konkret serta sudah memahami persoalan sebab akibat. Anak bisa memaknai suatu tindakan dianggap baik atau buruk dari akibat yang ditimbulkan (Mu’min, 2013).
Perkembangan psikososial pada teori Erikson menyebutkan terdapat
delapan tahapan yang harus dilewati oleh manusia, setiap tahapan
24
perkembangan manusia dibentuk oleh pengaruh sosial sehingga matang secara fisik dan psikologis. Pandangan Erikson menekankan pada proses-proses sadar yang dialami anak ketika berinteraksi sosial. Teori ini mengelompokkan anak usia sekolah (6-12 tahun) ke dalam tahap industry versus inferiority (berkarya versus perasaan rendah diri). Anak usia sekolah dasar mulai membentuk konsep diri sebagai anggota kelompok sosial di luar keluarga, ketergantungan anak terhadap keluarga menjadi berkurang, hubungan anak dengan orang dewasa di luar keluarga memberikan pengaruh penting dalam pengembangan kepercayaan diri dan kerentanan terhadap pengaruh sosial. Anak berusaha memenuhi tugas-tugas dan berkarya, mencoba mencari perhatian dan penghargaan atas karyanya. Anak mulai bertanggung jawab serta gemar belajar bersama serta timbul ketidakpercayaan diripada anak apabila tidak mampu mengerjakan tugas seperti temannya. Bahaya bagi anak ketika muncul rasa tidak percaya diri, oleh sebab itu pada proses pembelajaran peran pengajar sangat penting untuk menumbuhkan semangat berkarya sesuai dengan kemampuan masing-masing anak. Tugas utama guru dalam hal ini adalah menumbuhkan semangat berkarya dan menghindarkan anak dari sikap tidak percaya diri (Trianingsih, 2016).
Santrock mengungkapkan bahwa perkembangan moral yakni suatu konsep mengenai peraturan-peraturan yang menjadi dasar perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Menurut Santrock ada tiga domain utama dalam perkembangan moral yaitu pemikiran, tingkah laku dan perasaan (Santrock, 2014). Piaget membagi tahap moral menjadi dua, pertama moralitas heteronom (4 sampai 7 tahun) dimana anak mengerti keadilan serta peraturan sebagai sesuatu yang berada di luar kendali manusia sehingga tidak bisa diubah.
Kedua moralitas otonom (10 tahun ke atas), tahap dimana anak sadar peraturan
dibuat oleh manusia sehingga harus mempertimbangkan niat pelaku beserta
konsekuensinya dalam melakukan tindakan. Anak sekolah dasar usia 7 hingga
10 tahun berada dimasa transisi heteronom ke otonom. Berbeda dengan Piaget,
Kohlberg mengkalsifikasikan moralitas menjadi tiga tingkatan yakni : tingkat
25
prakonvensi terdiri dari tahap 1 orientasi hukum dan ketaatan, serta tahap 2 orientasi relativis instrumental. Kedua tingkat konvensi terdiri dari tahap 3 orientasi anak baik, serta tahap 4 orientasi hukuman dan keteraturan. Dan ketiga tingkat pascakonvensi terdiri dari tahap 5 orientasi kontrak sosial serta tahap 6 orientasi prinsip etika universal (Hasanah, 2019).
Perkembangan fisik dan motorik merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, fisik mempengaruhi gerak motoriknya. Perkembangan fisik yaitu suatu proses tumbuh kembang dan pematangan seluruh organ tubuh manusia sejak lahir sampai dewasa. Perkembangan motorik yakni proses perkembangan kemampuan gerak seseorang baik itu motorik kasar maupun motorik halus.
Motorik kasar yaitu gerakan yang menggunakan hampir semua otot besar anggota tubuh, sedangkan motorik halus merupakan gerakan yang menggunakan otot kecil dan koordinasi mata dengan tangan. Anak sekolah dasar umumnya ada di fase tenang, di mana perkembangan fisik pada masa ini tergolong lambat tapi konsisten (Trianingsih, 2016).
2.4 Konsep Pola Asuh 2.4.1 Pengertian Pola Asuh
Pola asuh berasal dari dua kata yakni pola dan asuh. Pola diartikan patron, model, atau gambar yang dipakai sebagai contoh. Sedangkan Asuh bermakna membimbing, mendidik, memimpin. Jadi pola pengasuhan dapat disimpulkan sebagai model, cara mendidik, serta mengasuh anak (Hermawan, 2020). Pola asuh orang tua menurut Sugihartono, dkk yaitu pola perilaku yang dipakai untuk berinteraksi dengan anak-anak. Atmosiswoyo dan Subyakto mengungkapkan bahwa pola asuh merupakan pola pengasuhan anak yang berlaku di keluarga, yakni seperti apa keluarga membangun perilaku generasi berikutnya sesuai dengan norma dan nilai yang baik serta sesuai dengan kehidupan masyarakat.
Pola asuh yang diterapkan setiap keluarga pasti berbeda dengan keluarga
yang lain. Bisa ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua yakni pola
pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu seperti apa orang tua
26
memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai proses kedewasaan hingga dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik serta sesuai dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh orang tua sangat berperan penting pada perkembangan, kualitas pendidikan dan kepribadian anak (Fitriyani, 2015).
2.4.2 Dimensi Pola Asuh
Dimensi pola asuh yang dikemukakan oleh Baumrind ada dua : pertama dimensi kontrol, berhubungan dengan sejauh mana orang tua mengharapkan dan menuntut kematangan serta perilaku yang bertanggung jawab dari anak.
Memiliki empat indikator, pertama pembatasan atau restrictiveness, yaitu pencegahan yang ingin dilakukan anak dan ditandai dengan banyaknya larangan yang diberikan kepada anak disertai pengertian secara jelas. Kedua tuntutan atau demandingeness, yaitu adanya tuntutan berarti orang tua mengharapkan dan berusaha supaya anak dapat memenuhi standart tingkah laku, perilaku serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang sudah ditetapkan. Ketiga yaitu sikap ketat atau strictness, dikaitkan dengan perilaku orang tua yang tegas dan ketat saat menjaga anak supaya selalu menaati aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orang tuanya. Keempat campur tangan atau intrusiveness, orang tua yang selalu turut campur dalam kegiatan anaknya mengakibatkan anak kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya seagai akibatnya mempunyai perasaan bahwa dirinya tidak berdaya.
Anak akan berkembang menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang termotivasi, bahkan mungkin dapat timbul perasaan depresif (Valeza, 2017).
Yang kedua ada dimensi kehangatan, Maccoby mengungkapkan bahwa
kehangatan merupakan aspek yang penting saat mengasuh anak lantaran dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan di kehidupan keluarga. Dimensi
kehangatan memiliki 5 indikator yakni : perhatian orang tua terhadap
kesejahteraan anak, responsifitas orang tua terhadap kesejahteraan anak,
meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak,
27
menunjukkan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak, serta peka terhadap kebutuhan emosional anak (Han et.al., 2019).
2.4.3 Jenis Pola Asuh
Pembagian ketiga pola asuh oleh TIM PKK Pusat secara umum dinamakan : Authoritative, Authoritarian, Permissive. Pola asuh Authoritative atau demokratis ditandai dengan orang tua menaruh kebebasan yang memadai untuk anaknya namun mempunyai standar perilaku yang jelas. Para orang tua memberikan alasan yang jelas serta mau mendengarkan anaknya namun juga tidak segan untuk menetapkan beberapa perilaku tegas ketika menentukan batasan. Orang tua cenderung memiliki hubungan yang hangat dengan anaknya, pola asuh ini diyakini sebagai pola asuh anak yang paling baik saat ini lantaran anak terlihat lebih ceria, mandiri dan mampu untuk mengatasi stress, disenangi kelompok sebayanya, mempunyai keterampilan sosial dan kepercayaan diri yang baik (Mirantika, 2016).
Pola asuh authoritarian atau otoriter, para orang tua cukup ketat memperlakukan aturan kepada anaknya dan mereka tidak segan memberikan sanksi atas sikap anak yang kurang baik secara ketat. Dalam peraturannya, para orang tua menerapkan secara kaku dan seringkali tidak menjelaskan secara detail dan mereka kurang mengerti serta mendengarkan keinginan anaknya.
Hubungan orang tua dan anak yang authoritarian cenderung lebih penurut, menaati perintah serta tidak agresif, namun mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan kemampuan untuk mengontrol dirinya terhadap teman sebayanya.
Komunikasi antara anak dengan orang tua kurang akrab dan tidak dekat (Kendari, 2018).
Pola asuh permissive atau permisif, orang tua membiarkan anaknya untuk dan tidak membuat peraturan yang jelas mengenai sikap yang mereka inginkan.
Para orang tua seringkali menerima dan tidak peduli dengan perilaku buruk
anaknya, sifat itu menjadikan hubungan mereka dengan anaknya tetap hangat
dan saling menerima. Ketika menentukan batasan aturan, mereka mencoba
untuk memberikan alasan kepada anaknya dengan tidak menggunakan
28
kekuasaan untuk mencapai kemauan mereka. Perilaku yang didapatkan dari pola asuh orang tua permisif tidak sebaik hasil pola asuh anak dengan orang tua Authoritative. Walaupun anak-anak ini tampak bahagia namun mereka kurang mampu mengatasi stress dan tidak segan marah jika mereka tidak memperoleh sesuatu yang mereka inginkan. Akibat lain dari pola asuh ini yakni anak-anak ini cenderung tidak berorientasi dengan hasil (Hermawan, 2020).
2.4.4 Dampak Pola Asuh
Ada beberapa dampak gaya pengasuhan orang tua yang diterapkan terhadap perkembangan anak, yakni dampak positif dan dampak negatif : a. Dampak Pola Asuh Demokratis (Authoritative) : dampak positif pola asuh
demokratis yakni anak tampak ceria, memiliki pengendalian diri serta kepercayaan diri, kompeten saat bersosialisasi, berorientasi prestasi, dapat mempertahankan hubungan yang ramah, bekerjasama dengan orang dewasa, dan mampu mengendalikan diri dengan baik. Dampak negatifnya menimbulkan masalah apabila anak dan orang tua kurang mempunyai waktu untuk berkomunikasi, emosi anak yang kurang stabil menyebabkan perselisihan ketika orang tua sedang mencoba membimbing anak.
b. Dampak Pola Asuh Otoriter (Authoritarian): dampak positif pola asuh otoriter yaitu anak akan lebih disiplin lantaran orang tua bersikap tegas dan memerintah. Dampak negatifnya anak sering terlihat tidak bahagia, dan cemas dengan perbandingan antara mereka dengan anak lain, gagal dalam inisiatif aktivitas, dan lemah dalam kemampuan komunikasi sosial.
c. Dampak Pola Asuh Permisif (Permissive) : dampak positif pola asuh
permisif yaitu orang tua akan lebih gampang mengasuh anak lantaran
kurangnya kontrol terhadap anak. Kebebasan yang diberikan oleh orang tua
dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreatifitas dan bakatnya,
sebagai akibatnya ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan
kreatif. Dampak negatifnya yakni anak mengembangkan perasaan bahwa
orang tua lebih mementingkan aspek lain di kehidupan daripada anaknya,
tidak mampu mengatasi kemandirian secara baik, mempunyai harga diri
29