The 2nd Widyagama National Conference on Economics and Business (WNCEB 2021)
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis P-ISSN: 2598-5272 Universitas Widyagama Malang E-ISSN: 2598-5280
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 668
DAMPAK IMPLEMENTASI PSAK 73 PADA PERUSAHAAN TERBUKA DI INDONESIA
Abdullah Fauzi1, Syanni Yustiani2
1Politeknik Keuangan Negara -STAN, fauzi.abdillah @pknstan.ac.id
2Politeknik Keuangan Negara -STAN, [email protected]
Presenting Author: fauzi.abdillah @pknstan.ac.id;
*Corresponding Author: [email protected] Abstrak
Artikel ini menganalisis dampak penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia. Untuk menganalisis fenomena tersebut maka ruang lingkup penelitian ini adalah perusahaan terbuka yang masuk papan utama Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif serta menggunakan teori institusional dalam menganalisis fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan menggunakan data sekunder dari 115 perusahaan terbuka yang dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia cukup berpengaruh dengan dampak yang bervariasi. Dampak ini terutama disebabkan standar baru mengharuskan penyesuaian secara retrospective terhadap akun aset hak guna dan liabilitas sewa. Penyesuaian laporan keuangan ini menyebabkan penambahan aset dan liabilitas yang bisa mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan berupa menurunnya beberapa rasio keuangan perusahaan. Apabila diklasifikasikan berdasarkan industri, penerapan PSAK 73 berdampak paling besar pada perusahaan jasa. Selanjutnya dengan dampak yang moderat adalah sektor industri dan pertambangan. Terakhir yang terdampak paling kecil adalah sektor pertanian dan real estate.
Kata Kunci: Leasing, PSAK 73.
Abstract
This article analyzes the impact of implementing PSAK 73 on open companies in Indonesia. To analyze the phenomenon, the scope of this research is an open company that is included in the main board of the Indonesia Stock Exchange. This research uses descriptive qualitative approaches as well as using institutional theory in analyzing the phenomena studied. Data collection is done through library studies using secondary data from 115 open companies selected using simple random sampling methods. This research shows that the application of PSAK 73 in open companies in Indonesia is quite influential with varying impacts. This impact is primarily due to the new standard requiring retrospective adjustments to the accounts of right-to-use assets and lease liabilities. This adjustment of financial statements leads to the addition of assets and liabilities that can affect the company's financial performance in the form of a decrease in some of the company's financial ratios. When classified by industry, the application of PSAK 73 has the most impact on service companies. Furthermore, with a moderate impact are the industrial and mining sectors. The last affected are the agricultural sector and real estate.
Keywords: Leasing, PSAK 73.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 669
PENDAHULUAN
Sewa adalah kontrak perjanjian antara lessor dan lessee yang memberikan lessee hak untuk menggunakan aset milik lessor dalam jangka waktu tertentu (Kieso, 2017). Sewa menjadi salah satu cara perusahaan untuk bisa memanfaatkan aset dalam menghasilkan pendapatan tanpa harus membelinya. Perusahaan bisa mendapatkan banyak manfaat melalui menyewa dibandingkan dengan membeli menggunakan kas maupun kredit. Menurut DSAK IAI (2018) dalam PSAK 73 disebutkan bahwa sewa bisa menjadi cara perusahaan untuk mendapatkan aset, memperoleh pembiayaan, dan mengurangi risiko kepemilikan aset.
Kemudian menurut Kieso (2017), manfaat sewa bagi lessee adalah pembiayaan dengan tingkat bunga yang tetap, perlindungan dari risiko dan keusangan, fleksibilitas dan lebih ekonomis. Sewa juga bisa menjadi sarana perusahaan untuk melakukan off-balance sheet financing. Hal ini dikarenakan perusahaan mungkin untuk mencatat kontrak sewanya menjadi sewa operasi. Dalam sewa operasi perusahaan bisa menggunakan suatu aset tanpa memasukkannya dalam neraca. Berbeda dengan sewa pembiayaan yang mengharuskan kapitalisasi aset dan liabilitas sewa. Ini membuat laporan keuangan tidak menunjukkan posisi keuangan yang akurat sehingga bisa merugikan penggunanya. Terlebih lagi standar akuntansi lama (PSAK 30) memberikan pilihan bagi perusahaan untuk menyajikan kontrak sewanya dalam sewa pembiayaan atau sewa operasi dengan persyaratan yang longgar. Sewa pembiayaan oleh standar lama diakui apabila ada pengalihan secara substansial manfaat dan risiko dari penggunaan aset, dan sewa selain sewa pembiayaan menjadi sewa operasi.
Berdasarkan kekurangan tersebut, maka diterbitkanlah standar terbaru yang mengatur sewa. Standar ini adalah PSAK 73 yang efektif diterapkan mulai 2020. PSAK terbaru ini diadopsi dari IFRS 16. Perbedaan besar dengan standar sebelumnya adalah lebih ketatnya pengklasifikasian sewa. Dengan PSAK 73 semua sewa disajikan sebagai sewa pembiayaan kecuali sewa yang kurang dari satu tahun dan bernilai rendah. Sewa pembiayaan akan memunculkan aset hak guna dan liabilitas sewa pembiayaan, dan akan muncul beban bunga dan penyusutan menggantikan beban sewa. Hal ini mampu membuat laporan keuangan lebih representatif terhadap kenyataan perusahaan
Perubahan standar akuntansi ini memiliki dampak yang cukup signifikan. Perubahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di negara-negara yang menerapkan IFRS.
Sebuah studi yang dilakukan oleh PwC pada 2016 mengenai dampak kapitalisasi sewa berkaitan dengan penerapan IFRS 16 menunjukkan rata- rata peningkatan utang dari 3.199 entitas di seluruh dunia adalah sebesar 22%. Studi ini juga menunjukkan 3 besar industri yang paling terdampak adalah industri ritel (peningkatan rata-rata 98%), penerbangan (peningkatan rata-rata 47%), dan jasa profesional (peningkatan rata-rata 42%). Safitri et all.,(2019) menganalisis dampak penerapan PSAK 73 terhadap kinerja keuangan pada industri manufaktur, terdapat perubahan terhadap neraca perusahaan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 73 sehingga berdampak pada perubahan rasio keuangan perusahaan. Sejalan dengan penelitian tersebut, Tirani (2018) menganalisis dampak penerapan PSAK 73 terhadap laporan keuangan serta rasio keuangan PT Garuda dengan hasil kenaikan nilai aset dan liabilitas perusahaan sejalan dengan adanya perubahan operating lease menjadi capital lease. Penelitian sebelumnya membahas dampak yang terjadi dalam ruang lingkup yang relatif kecil, maka penelitian ini ingin menganalisis dampak penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia secara keseluruhan.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 670
KAJIAN PUSTAKA
Sewa adalah suatu kontrak yang memberikan hak untuk mengendalikan penggunaan aset identifikasian selama suatu jangka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan (DSAK IAI, 2017). Sewa memungkinkan penyewa menggunakan aset sewaan untuk melakukan kegiatan usahanya. Jangka waktu sewa dapat berupa tahun atau berupa jumlah unit produksi dari aset yang disewa. Menurut DSAK IAI (2017), sewa dibagi menjadi dua, yaitu sewa pembiayaan dan sewa operasional. Sewa pembiayaan akan memunculkan aset hak- guna dan liabilitas sewa dalam neraca penyewa. Setiap pembayaran sewa akan memunculkan beban bunga dan akan berkurang liabilitas sewa. Selain itu aset hak- guna juga harus didepresiasikan seperti aset tetap pada umumnya dan dengan metode yang beragam. Berbeda dengan sewa pembiayaan, sewa operasional hanya akan memunculkan beban sewa. kapitalisasi aset dan liabilitas ini disebabkan karena pada sewa pembiayaan telah dialihkan penggunaan aset kepada penyewa sehingga harus diakui di neraca penyewa. Hal ini penting untuk menghindari off-balance sheet accounting.
Begitu besarnya efek sewa ini sehingga muncul standar baru yang mengatur sewa yaitu IFRS 16 yang diadopsi di Indonesia dengan PSAK 73. Standar baru ini menggantikan standar lama yaitu ISAK 17 dan PSAK 30. PSAK 73 disahkan tanggal 18 September 2017 dan berlaku efektif pada 1 Januari 2020. Penerapan dini atas standar ini bisa dilakukan oleh perusahaan yang telah menerapkan PSAK 72. Standar baru ini mengatur mengenai sewa, baik sewa pembiayaan maupun sewa operasional serta dari sudut pandang lessor maupun lessee.
Standar lama memasukkan sewa ke sewa pembiayaan apabila sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset (DSAK IAI, 2011). Standar lama ini kurang bisa merepresentasikan transaksi sewa karena memungkinkan penyewa tidak mengakui aset dan liabilitas sewa akibat sewa operasi.
Oleh karena itu dibuatlah standar baru yang mengharuskan penyewa untuk mengakui aset dan liabilitas dari semua sewa yang lebih dari 12 bulan kecuali sewa dengan aset pendasar yang bernilai rendah. IASB (2016), menyebutkan bahwa aset pendasar bernilai rendah adalah senilai US$5,000 atau lebih kecil. Menurut DSAK IAI (2017), penyewa mengakui aset hak- guna dan liabilitas sewa saat tanggal permulaan kontrak. Pengukuran awal liabilitas sewa dilakukan dengan mengukur biaya perolehan liabilitas sewa. Biaya perolehan liabilitas sewa adalah adalah nilai kini dari semua pembayaran sewa yang akan dilakukan dan didiskontokan selama masa sewa. Diskonto menggunakan bunga implisit atau bunga inkremental apabila tidak diketahui bunga implisit. Masa sewa adalah periode kontrak sewa yang tidak dapat dibatalkan (DSAK IAI, 2017). Apabila terdapat opsi memperpanjang sewa atau opsi untuk menghentikan sewa maka masa sewa mencakup periode selama penyewa cukup pasti akan mengambil opsi untuk memperpanjang kontrak sewa dan periode selama penyewa cukup pasti tidak akan mengambil opsi untuk menghentikan sewa.
Pembayaran yang didiskontokan meliputi pembayaran tetap atau variabel, nilai residu, opsi beli dan penalti sewa. Pembayaran tetap adalah pembayaran dengan jumlah yang sama, sedangkan pembayaran variabel adalah pembayaran yang mengikuti variabel tertentu misalnya indeks atau lainnya (DSAK IAI, 2017). Nilai residu sewa adalah nilai yang tersisa di akhir masa sewa (DSAK IAI,2017). Dalam sewa dikenal nilai residu digaransi dan tidak digaransi. Nilai residu digaransi mengharuskan penyewa membayar apabila di akhir masa
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 671
sewa nilai residu aktual lebih kecil dari nilai yang digaransi. Pada pengukuran liabilitas sewa apabila nilai residu yang diharapkan atau diperkirakan perusahaan tidak sama dengan nilai yang digaransi maka selisihnya akan ikut didiskontokan seperti pembayaran sewa. Begitu pula apabila ada nilai yang diharapkan walaupun nilai residu tidak digaransi. Opsi beli adalah opsi bagi penyewa untuk membeli aset sewa di akhir masa sewa (DSAK IAI, 2017). Nilai opsi beli harus di masukkan ke liabilitas sewa apabila penyewa cukup pasti untuk mengeksekusi opsi itu. Hal ini bisa diketahui misalnya apabila opsi beli jauh lebih murah dibanding harga pasar aset di masa depan. Begitu pula dengan penalti, apabila cukup pasti penyewa akan mengambil opsi menghentikan sewa. Pengukuran awal aset hak-guna dilakukan dengan menghitung biaya perolehannya. Biaya perolehan aset hak-guna adalah nilai awal liabilitas sewa ditambah pembayaran sebelum tanggal permulaan dikurangi insentif sewa serta ditambah biaya langsung awal dan estimasi biaya pembongkaran aset sewa (DSAK IAI, 2017). Biaya langsung awal adalah semua biaya yang tidak akan keluar apabila kontrak sewa tidak dilaksanakan (Kieso, 2017). Estimasi biaya pembongkaran adalah biaya yang perlu dikeluarkan oleh penyewa untuk membongkar atau memindahkan aset hasil sewa pada akhir masa sewa apabila sudah dipersyaratkan pada kontrak.
Aset hak-guna layaknya aset tetap bisa diukur dengan banyak metode. Menurut DSAK IAI (2017), metode pengukuran aset hak-guna antara lain adalah metode biaya, metode nilai wajar, dan metode revaluasi. Pada metode biaya aset hak-guna perlu didepresiasi. aset hak- guna akan didepresiasikan sesuai masa manfaatnya apabila akan dialihkan kepemilikannya di akhir masa sewa atau apabila cukup mungkin untuk diambil opsi beli. Apabila tidak, aset hak-guna akan didepresiasikan selama masa manfaat aset atau selama masa sewa, diambil yang paling pendek. Lebih lanjut mengenai metode nilai revaluasi mengikuti aturan PSAK 16 mengenai aset tetap dan PSAK 48 mengenai penurunan nilai aset. Apabila penyewa menggunakan metode nilai wajar maka digunakan aturan sesuai PSAK 13 mengenai properti investasi. Apabila terjadi modifikasi kontrak maka perlu mengukur kembali aset hak- guna dan liabilitas sewa atau mencatat sebagai sewa terpisah (DSAK IAI, 2017). Modifikasi perlu dicatat sebagai sewa terpisah apabila modifikasi ini merubah ruang lingkup sewa.
Menurut DSAK IAI (2017), aset hak-guna bisa disajikan dalam neraca terpisah dari aset lainnya atau dengan memasukkannya dalam aset tetap sesuai dengan jenis aset pendasarnya dan mengungkapkan dalam pos mana aset hak-guna tersebut dimuat. liabilitas sewa disajikan secara terpisah dari liabilitas lain dan apabila tidak, maka perlu diungkapkan dalam pos mana liabilitas sewa tersebut dimuat. Kemudian beban bunga dan beban depresiasi harus dipisahkan dan disajikan sesuai dengan pos nya. Menurut DSAK IAI (2017), perusahaan perlu mengungkapkan beban depresiasi sesuai kelas asetnya, beban bunga atas sewa, penambahan aset hak-guna dan saldo aset hak-guna sesuai kelas aset pendasarnya. Perusahaan juga perlu mengungkapkan informasi lain terkait sewa sehingga bisa membantu pengguna laporan keuangan untuk menilai aktivitas sewa perusahaan.
Analisis Keuangan
Kinerja keuangan sebuah perusahaan dapat dilihat dengan melakukan analisis keuangan.
Analisis keuangan selain untuk melihat kinerja perusahaan juga bisa digunakan untuk mengetahui efek suatu kejadian. Beberapa alat yang digunakan untuk analisis keuangan adalah analisis komparatif, analisis common- size, analisis rasio, analisis arus kas dan valuasi (Subramanyam, 2014). Analisis komparatif dilakukan dengan membandingkan laporan perusahaan dari tahun ke tahun (Subramanyam, 2014). Tujuan dari analisis ini adalah untuk
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 672
mengetahui tren kinerja keuangan perusahaan. Melalui analisis ini bisa diketahui apakah terjadi kenaikan, penurunan atau tetap. Analisis common-size dilakukan dengan menimbang akun-akun laporan keuangan sehingga bisa mengetahui proporsi suatu akun (Subramanyam, 2014). Dengan alat ini bisa dibandingkan laporan keuangan suatu perusahaan dengan laporan perusahaan lain. Hal ini dikarenakan dengan common size akun-akun laporan keuangan akan terstandardisasi. Penimbang yang digunakan adalah penjualan pada akun laba rugi dan total aset pada neraca. Selain dengan perusahaan lain, analisis common-size juga bisa digunakan untuk perbandingan tren antartahun suatu perusahaan. Analisis rasio dilakukan dengan membandingkan suatu akun dengan akun lain. Rasio yang didapat akan dijadikan pengukur kinerja perusahaan (Subramanyam, 2014). Meskipun begitu angka analisis ini tidak terlalu berguna pada sendirinya karena harus dibandingkan dengan lainnya, misalnya dengan perusahaan lain, rata-rata industri atau dengan tahun-tahun sebelumnya.
Analisis rasio dibagi menjadi beberapa jenis yaitu rasio likuiditas, rasio struktur modal atau solvabilitas, rasio efisiensi aset, rasio profitabilitas, dan rasio market value (Subramanyam, 2014). Capital structure ratio digunakan untuk mengetahui kombinasi pendanaan perusahaan (Titman dkk, 2017). Ini juga bisa digunakan untuk mengukur solvabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini contohnya adalah DAR dan DER. Debt to asset ratio (DAR) yang dihitung dengan membagi total liabilitas terhadap total aset. Sedangkan debt to equity ratio (DER) dihitung dengan membagi total liabilitas terhadap total ekuitas. Profitability ratio digunakan untuk mengukur seberapa besar laba/rugi yang mampu dihasilkan dari investasi yang telah dilakukan (Titman dkk, 2017). Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mengatur costnya dan efisiensi penggunaan asetnya. Salah satu rasio ini adalah ROA. Return on asset (ROA) dihitung dengan membagi laba/rugi bersih terhadap total aset.
METODE PENELITIAN
Metode pengumpulan data adalah teknik untuk memperoleh data (Kurniawan &
Puspitaningtyas, 2016). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan terhadap laporan keuangan tahunan sampel perusahaan pada tahun 2019 dan 2020. Pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling terhadap populasi perusahaan terbuka yang tercatat di papan utama Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan termasuk data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumentasi data yang diterbitkan atau digunakan organisasi (Kurniawan &
Puspitaningtyas, 2016). Data sekunder dipilih karena data sekunder tersedia secara luas dan mudah diperoleh. Selain itu, besarnya jumlah perusahaan yang diteliti membuat penggunaan data sekunder lebih efisien.
Dari data yang diambil dilakukan analisis data. Analisis data adalah kegiatan mengolah data menjadi informasi sehingga bisa menjawab rumusan masalah (Kurniawan &
Puspitaningtyas, 2016). Analisis data yang dilakukan adalah menentukan dan mengelompokkan dampak PSAK 73 pada perusahaan sampel. Kemudian dilakukan analisis lebih lanjut dari laporan keuangan perusahaan sampel untuk melihat seberapa besar dampak penerapan standar baru ini dengan menggunakan common-size dan rasio-rasio keuangan.
Hasil dari analisis menunjukkan dampak penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia dan pada setiap sektor.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 673
Penelitian ini menggunakan daftar perusahaan terbuka di papan utama Bursa Efek Indonesia (BEI). BEI mengklasifikasikan saham yang diperjualbelikan di bursa menjadi beberapa sektor yang didalamnya terdiri dari beberapa subsektor. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi lama yang telah diperbarui pada 21 Januari 2021.
Klasifikasi lama tersebut yang terdiri dari Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar & Kimia, Aneka Industri, Industri Barang Konsumsi, Properti, Real Estate dan Konstruksi Bangunan, Infrastruktur, Utilitas & Transportasi, Keuangan, dan Perdagangan, Jasa & Investasi
Selain klasifikasi berdasarkan industri, Bursa Efek Indonesia juga membedakan perusahaan terbuka berdasarkan papan pencatatan saham. Papan ini dibedakan menjadi papan utama, papan pengembangan dan papan akselerasi. Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan beberapa parameter. Parameter tersebut adalah masa operasional, laba, opini audit, ukuran keuangan, jumlah saham yang beredar di publik, jumlah pemegang saham, harga saham perdana dan bentuk penjaminan. Dalam papan utama perusahaan diharuskan minimal memiliki masa operasional 36 bulan, laba usaha dalam satu tahun terakhir, minimal tiga tahun telah diaudit dengan dua tahun mendapat opini WTP, memiliki aset berwujud neto minimal seratus miliar, minimal 300 juta saham beredar dengan pemilik minimal seribu pihak, harga saham perdana minimal Rp100 dan memiliki bentuk penjaminan full commitment.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dampak Penerapan PSAK 73
PSAK 73 memperluas jangkauan sewa pembiayaan. Hanya sewa bernilai kecil dan sewa jangka pendek yang menjadi sewa operasi. Standar baru ini berbeda dengan standar sebelumnya yang memiliki banyak kriteria untuk memasukkan transaksi sewa ke sewa pembiayaan. Karena hal itulah standar lama memungkinkan perusahaan memanfaatkan celah ini untuk tidak mengkapitalisasi sewanya. Penerapan PSAK 73 mengharuskan penyesuaian retrospective terhadap kontrak sewa yang dimiliki perusahaan pada awal periode penerapannya. Penerapan retrospective ini membuat banyak perusahaan perlu menyesuaikan saldo neracanya karena banyak transaksi sewanya yang perlu dikapitalisasi.
Penyesuaian saldo ini dilakukan di awal periode pelaporan. Yaitu 1 januari 2019 bagi perusahaan yang melakukan adaptasi dini dan 1 januari 2020 bagi perusahaan lainnya.
Penyesuaian saldo ini memuat pengakuan aset hak guna dan liabilitas sewa. Pengakuan aset hak guna bisa dilakukan secara neto atau dengan memunculkan akumulasi penyusutan.
Seperti yang dibahas dalam landasan teori, saldo aset hak guna merupakan liabilitas sewa ditambah pembayaran sebelum tanggal kontrak serta biaya langsung dan biaya pembongkaran dikurangi insentif yang diterima (DSAK IAI, 2017). Dalam penyesuaian saldo awal, saldo aset hak guna bisa juga berasal dari reklasifikasi akun lain. Reklasifikasi ini misalnya berasal dari saldo beban dibayar dimuka atau saldo aset lainnya. Beban dibayar dimuka merupakan akun aset yang berisi pembayaran sewa yang belum bisa dibebankan. Saldo ini akan direklasifikasikan ke aset hak guna apabila kontrak sewa tersebut dikapitalisasi. Bisa juga berasal dari aset lainnya atau aset tetap. Hal ini biasanya terjadi apabila perusahaan mencatat kontrak sewanya berdasarkan PSAK 30 menjadi bagian dari aset tetap. Perusahaan mereklasifikasikan akun ini menjadi aset hak guna.
Oleh karena saldo aset hak guna sebagian berasal dari reklasifikasi akun lain, maka dalam tulisan ini yang dijadikan patokan dalam mengukur dampak penerapan PSAK 73 adalah kapitalisasi akun liabilitas sewa. Akun liabilitas sewa akan memiliki nilai yang sama
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 674
dengan penambahan saldo aset hak guna yang murni dan tidak berasal dari reklasifikasi akun lain. Selain memengaruhi aset dan liabilitas, penerapan PSAK 73 juga mempengaruhi ekuitas dan laba rugi. Ekuitas terpengaruh akibat penyesuaian saldo laba. Sedangkan dampak pada laba rugi adalah berubahnya beban yang akan muncul pada kontrak yang memerlukan penyesuaian. Apabila sebelumnya beban yang muncul adalah beban sewa, maka setelah penerapan standar baru ini tidak ada lagi beban sewa, namun akan muncul beban depresiasi dan beban bunga.
Beban pada sewa yang tidak dikapitalisasi adalah konstan atau tetap dari tahun ke tahun karena pembayaran sewa secara umum tetap, kecuali pada pembayaran variabel.
Berbanding terbalik dengan standar lama, pada standar baru beban akan turun seiring waktu.
Hal ini disebabkan karena beban bunga bernilai besar di awal dan terus menurun hingga ke akhir. Jadi pada tahun-tahun awal akan lebih besar dibandingkan tahun selanjutnya. Ini dengan asumsi penyusutan secara garis lurus. Apabila menggunakan metode penyusutan saldo menurun maka penurunan beban antartahun akan semakin besar. Perilaku beban bisa juga berbeda apabila menggunakan penyusutan metode lain, seperti metode unit aktivitas atau lainnya. Namun secara umum perilaku beban akan turun dari tahun ke tahun.
Tabel 1 menunjukkan berbagai macam dampak penerapan PSAK 73 terhadap perusahaan sampel. Yang pertama adalah adaptasi pada 2020 dan ada penyesuaian.
Perusahaan yang masuk kategori ini adalah perusahaan yang menerapkan PSAK 73 pada tahun 2020 dan perlu melakukan penyesuaian saldo awal terhadap aset hak guna dan liabilitas sewa. Kategori ini berisi perusahaan yang sebelumnya memiliki sewa pembiayaan yang tidak dikapitalisasi. Hal ini karena kriteria standar lama memungkinkan hal tersebut.
Dapat dilihat bahwa 32% perusahaan sampel masuk kategori ini. Ini berarti cukup banyak perusahaan terbuka di Indonesia yang terdampak PSAK 73.
Tabel 1 Dampak Penerapan PSAK 73
Dampak Jumlah Emiten Proporsi
Adaptasi pada 2020 dan ada penyesuaian 37 32%
Adaptasi dini dan ada penyesuaian 32 28%
Adaptasi namun tidak ada penyesuaian 5 4%
Tidak ada transaksi sewa pembiayaan 41 41%
Sumber: Diolah Penulis
Kemudian kategori kedua adalah perusahaan yang menerapkan adaptasi dini PSAK 73 dan perlu menyesuaikan saldo awalnya. kelompok ini sama dengan kelompok pertama namun telah menerapkan standar baru ini sebelum 2020. Kelompok ini juga cukup besar yaitu 28%. Apabila digabungkan dengan kelompok pertama, maka sekitar 60% perusahaan terdampak PSAK 73 dan itu cukup besar. Kelompok ketiga adalah perusahaan yang mengadaptasi PSAK 73 namun tidak ada penyesuaian awal periode. Perusahaan dalam kelompok ini mengadaptasi PSAK 73 baik 2020 maupun sebelumnya. Mereka tidak ada pengakuan awal periode karena beberapa hal. Hal ini bisa dikarenakan semua transaksi sewa mereka yang tidak dikapitalisasi menurut standar lama tidak perlu dikapitalisasi menurut standar baru. Selain itu bisa juga dikarenakan transaksi sewa baru terjadi pada tahun 2020.
Kelompok ini tidak terkena dampak PSAK 73 karena tidak ada transaksi sewa sebelum 2020 yang harus dikapitalisasi. Kelompok ini memiliki jumlah yang kecil dengan proporsi hanya 4%.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 675
Kelompok terakhir adalah tidak ada transaksi sewa pembiayaan. kelompok ini adalah kelompok perusahaan yang tidak memiliki transaksi sewa atau memiliki transaksi sewa namun bernilai kecil atau jangka pendek. Kelompok ini cukup besar dengan proporsi mencapai 36%. Kelompok tiga dan empat bisa digabungkan menjadi kelompok yang tidak terkena dampak PSAK 73 dan memiliki proporsi 40%.
Jadi, penerapan PSAK 73 cukup berpengaruh namun tidak berdampak luas pada perusahaan di indonesia karena berdasarkan sampel yang diambil sebanyak 60% perlu menyesuaikan laporan keuangannya baik tahun 2020 maupun tahun sebelumya. Penyesuaian ini memiliki nilai yang beragam dan dibahas pada bagian selanjutnya.
Dampak Penerapan PSAK 73 Terhadap Kinerja Keuangan
Setelah diketahui bahwa terdapat dampak penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia, dilanjutkan pembahasan dengan mengukur seberapa besar dampaknya.
Pembahasan ini hanya berfokus pada kelompok pertama, yaitu kelompok yang melakukan adaptasi pada 2020 dan ada penyesuaian. Penyesuaian awal periode yang dibahas adalah atas akun liabilitas sewa. Akun ini mencerminkan seberapa besar kapitalisasi yang seharusnya dicatat namun belum masuk ke neraca. Hal ini dikarenakan kapitalisasi liabilitas sewa memiliki nilai yang sama dengan bagian aset hak guna yang nyata-nyata bertambah dan bukan berasal dari reklasifikasi akun lain.
Gambar 1 merupakan contoh penyesuaian saldo awal Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Penyesuaian berupa pengurangan biaya dibayar dimuka, penambahan aset hak-guna neto dan munculnya liabilitas sewa. Munculnya liabilitas sewa merupakan kapitalisasi dari kontrak sewa yang akan menambah aset hak-guna. Pengurangan biaya dibayar dimuka merupakan reklasifikasi yang juga akan masuk menambah aset hak-guna. Reklasifikasi ini tidak menambah neraca karena hanya merupakan perpindahan akun. Hal ini menunjukkan bahwa kapitalisasi liabilitas sewa mencerminkan penambahan aset hak-guna neto yang menambah neraca.
Gambar 1 Penyesuaian saldo awal JPFA akibat PSAK 73
Sumber: CaLK Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (2020)
Berdasarkan data yang diambil, nilai penyesuaian atas liabilitas sewa sangat bervariasi.
Penyesuaian paling besar dilakukan oleh PGAS (Perusahaan Gas Negara Tbk.) senilai Rp7.499.186.254.000 dan terkecil senilai Rp 332.000.000 oleh TURI (Tunas Ridean Tbk.) namun bisa dilihat bahwa berdasarkan common-size yang memiliki proporsi liabilitas sewa
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 676
terbesar adalah LPPF (Matahari Department Store Tbk.). hal ini dikarenakan nilai rupiah penyesuaian liabilitas sewa ini kurang relevan. Besar kecil penyesuaian ini juga dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, oleh karena itu dibuatlah proporsi penyesuaian berdasarkan common-size dengan membagi total kapitalisasi liabilitas sewa terhadap total aset sehingga memudahkan analisis dan agar bisa dibandingkan antarperusahaan.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kapitalisasi Akibat PSAK 73 Kapitalisasi/total aset Frekuensi Emiten Proporsi Emiten
<1% 20 54%
1-2% 5 14%
2-3% 4 11%
3-4% 0 0%
4-5% 1 3%
>5% 7 19%
37 1
Tabel 2 menunjukkan jumlah emiten dalam setiap range kapitalisasi. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar perusahaan (54%) hanya perlu mengkapitalisasi aset hak-guna dan liabilitas sewa dengan kurang dari 1% total asetnya. Tidak terlihat dari Tabel III. 3, namun dalam range kapitalisasi/total aset lebih dari 5% terdapat perusahaan yang kapitalisasinya mencapai 50,48% dari total aset yaitu LPPF (Matahari Department Store Tbk). Meskipun begitu kecenderungannya adalah berada diantara dibawah 1%. Hal ini berarti bagi sebagian besar perusahaan, PSAK 73 ini berdampak kecil bagi mereka, namun pada beberapa perusahaan tertentu penyesuaian ini bisa sangat signifikan seperti pada Matahari Department Store Tbk. Perusahaan ini bidang usahanya adalah perdagangan ritel.
LPPF menggunakan sewanya terutama untuk sewa toko. Ini memiliki implikasi yang baik.
Dengan mayoritas penyesuaian berada di angka kurang dari 1% memiliki implikasi bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak melakukan off balance sheet yang ekstrem sehingga mereka tidak perlu banyak menyesuaikan saldo awalnya.
Dampak PSAK 73 terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dari berbagai macam rasio keuangan. Rasio ini bisa menjadi tolok ukur apabila dibandingkan antartahun dengan melihat trendnya. Misalnya membandingkan ROA sebelum dan setelah penerapan PSAK 73 untuk melihat apakah standar baru ini meningkatkan atau menurunkan ROA.
Namun pembandingan ini tidak dilakukan mengingat adanya pandemi yang dimulai sejak akhir 2019. Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan banyak variabel yang ikut berubah sehingga tidak bisa dilihat dengan akurat dampak PSAK 73 apabila melihat trend. Misalnya saja penjualan banyak yang turun sehingga laba bersih turun dan ROA juga turun. Oleh karena itu digunakan pendekatan lain. Dipilih dengan mengukur korelasi antara rasio-rasio keuangan dengan common-size penambahan aset akibat kapitalisasi. Digunakan ROA, DAR dan DER. ROA dipilih karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan yang pada akhirnya menghasilkan laba bersih.
Dengan ini bisa dilihat apakah ada hubungan antara kenaikan aset akibat sewa dan kemampuan perusahaan menggunakan penambahan aset itu untuk menghasilkan pendapatan.
Semakin besar ROA maka secara umum kinerja perusahaan semakin baik.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 677
DAR dan DER untuk mengukur solvabilitas perusahaan. Dengan DAR bisa dilihat apakah standar baru ini mempengaruhi kemampuan perusahaan menyelesaikan kewajiban jangka panjangnya. Semakin kecil DAR maka semakin baik solvabilitas perusahaan. DER bisa mengukur leverage perusahaan.Setelah dihitung diketahui bahwa korelasi antara kenaikan aset akibat PSAK 73 dan ROA adalah -0,533. Apabila dilakukan pengujian secara formal dengan tingkat kepercayaan 5% maka didapatkan P-value 0,0683%
dan disimpulkan bahwa ada hubungan antara kenaikan aset akibat PSAK 73 terhadap ROA.
Namun apabila kasus ekstrem pada LPPF dihilangkan, nilai korelasi turun drastis menjadi - 0,192. Apabila diuji akan menghasilkan P-value 26,194% dan berarti tidak ada korelasi. Ini menjadi bukti bahwa PSAK 73 secara umum tidak berdampak besar pada kinerja keuangan perusahaan di Indonesia, kecuali pada kasus tertentu. Apabila dilihat dari rasio lain menunjukkan hasil tidak ada korelasi. Korelasi antara kenaikan aset akibat PSAK 73 terhadap DAR berada di angka 0,213 dan terhadap DER berada di angka 0,083. Dengan tingkat kepercayaan 5% didapat P- value masing-masing adalah 20,561% dan 62,528% sehingga keduanya tidak ada korelasi.
Dampak Penerapan PSAK 73 pada Setiap Sektor
Setelah melihat dampak penerapan PSAK 73 secara umum pada perusahaan terbuka di Indonesia dilanjutkan dengan melihat dampaknya pada setiap sektor. Metode yang digunakan tetap sama namun dengan penambahan berupa pengklasifikasian per sektor. Gambar 2 menunjukkan proporsi dari berbagai dampak PSAK 73 pada setiap sektor. Sektor yang terkena dampak terbesar untuk menyesuaikan saldo awalnya pada 2020 adalah sektor keuangan diikuti oleh perdagangan, jasa & investasi kemudian pertambangan, pertanian, infrastruktur, utilitas & transportasi, properti, dan tiga sektor Industri. Terlihat kecenderungan bahwa sektor jasa menempati posisi teratas, diikuti oleh pertambangan dan pertanian dan terakhir industri.
Gambar 2 Plot Dampak PSAK 73 pada Setiap Sektor
Sumber: Diolah Penulis
Dampak selanjutnya adalah perusahaan yang melakukan penerapan dini PSAK 73.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 678
Kelompok ini didominasi oleh tiga sektor industri, dilanjutkan dengan infrastruktur, utilitas
& transportasi, pertambangan, properti, real estate dan konstruksi bangunan, perdagangan, jasa & investasi serta keuangan. Sama seperti kelompok sebelumnya, kelompok ini juga terdampak oleh PSAK 73. Dua kelompok terakhir adalah yang tidak terdampak. kelompok ini kontrak sewanya baru terjadi pada 2020 dan tidak memiliki kontrak sewa yang perlu dikapitalisasi. Untuk kelompok tanpa pengakuan awal periode, proporsinya dalam semua sektor cukup kecil. Sedangkan kelompok tanpa transaksi sewa didominasi oleh sektor jasa dan real estate diikuti industri, pertanian dan pertambangan.
Proporsi perusahaan yang terdampak dimulai dari 38% hingga 78%. Range ini cukup luas dan menyebar cukup rata. Secara berurutan bisa dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat beberapa pola. Pertama, sektor industri mayoritas melakukan penerapan dini. Kemudian sektor jasa, yaitu sektor keuangan dan perdagangan, jasa & investasi kebanyakan terdampak pada tahun 2020. Terakhir, sektor lainnya yaitu infrastruktur, utilitas
& transportasi, pertanian serta properti, real estate dan konstruksi kebanyakan tidak memiliki transaksi sewa. Untuk kelompok yang baru memiliki transaksi sewa pada 2020 cukup kecil dalam semua sektor.
Tabel 3 Rata-Rata Kapitalisasi PSAK 73 dan Rasio Keuangan Setiap Sektor Sektor
Kapasitas
Coomon-Size ROA DAR DE Perdagangan, Jasa & Investasi 11% (0,001) 0,530 5,604 Infrastruktur, Utilitas & Transportasi 7% (0,024) 0,622 1,684
Aneka Industri 7% 0,041 0,412 0,701
Pertambangan 1% 0,072 0,307 0,585
Industri barang konsumsi 1% (0,012) 0,354 0,650
Industri Dasar & Kimia 1% 0,024 0,483 0,979
Keuangan 0% 0,011 0,636 3,142
Pertanian 0% 0,024 0,498 1,115
Properti, Real Estate dan Konstruksi 0% 0,016 0,616 1,859 Sumber: Diolah Peneliti
Proporsi ini belum cukup untuk melihat seberapa besar dampak PSAK 73. Dari perusahaan yang melakukan penyesuaian saldo awal sewa tahun 2020 dirinci lebih lanjut sehingga didapatkan data pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan rata-rata common-size kapitalisasi sewa. Kemudian diikuti oleh tiga rasio keuangan yaitu ROA, DAR dan DER.
Data disajikan berdasarkan sektor. Dapat dilihat bahwa sektor yang paling terdampak adalah sektor jasa yaitu perdagangan, jasa & investasi dan diikuti oleh sektor infrastruktur, utilitas & transportasi. Perusahaan-perusahaan jasa menggantungkan operasionalnya pada sewa. Misalnya saja Matahari Department Store Tbk. yang kebanyakan tokonya merupakan hasil sewaan bahkan mencapai 50% total asetnya. Kemudian Smartfren Telecom Tbk.
memiliki infrastruktur telekomunikasi yang juga berasal dari sewa dan mencapai 12% dari total asetnya. Kemudian sektor industri dan pertambangan. kelompok ini memiliki nilai kenaikan yang moderat. Ini dikarenakan kebanyakan industri dan tambang memiliki aset tetap milik sendiri.
Kelompok terakhir adalah yang neracanya terdampak paling kecil dibanding lainnya.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 679
Kelompok ini yaitu sektor keuangan, pertanian dan real estate. Sektor keuangan cukup unik.
Berbeda dengan perusahaan-perusahaan jasa lain, sektor ini berada di urutan bawah. Hal ini dikarenakan meskipun aset tetap mereka banyak berasal dari sewa, namun perbandingan aset tetap dari total asetnya cukup kecil. Misalnya saja pada Bank BRIsyariah Tbk. nilai aset tetap (termasuk aset hak-guna) adalah Rp434.818.000.000 sedangkan total asetnya adalah Rp57.715.586.000.000. Hal ini berarti hanya 0,75% dari total asetnya merupakan aset tetap.
Dapat dilihat bahwa meskipun berdasarkan proporsi, perusahaan sektor industri lebih banyak yang terdampak dibanding sektor perdagangan dan jasa, efek pada neracanya terbalik. Sektor perdagangan dan jasa lebih besar common-size kapitalisasinya dibanding sektor industri. Hal ini menunjukkan bahwa sewa cukup penting bagi perusahaan dagang dan jasa dibuktikan dengan besarnya penyesuaian neracanya. Meskipun begitu mereka telah menerapkan akuntansi sewa secara lebih baik sejak lama. Walaupun standar lama cukup longgar tidak membuat banyak perusahaan sektor ini melakukan off balance sheet accounting dibuktikan dengan sedikitnya proporsi perusahaan yang melakukan penyesuaian dibanding sektor industri. Dampak penerapan PSAK 73 terhadap kinerja keuangan setiap sektor dapat dicari dengan korelasi. Paralel dengan pembahasan sebelumnya, tidak ada korelasi antara kenaikan aset akibat kapitalisasi sewa dengan kinerja keuangan.
Korelasi antara kapitalisasi sewa dengan ROA, DAR dan DER berturut-turut senilai -0,293;
0,087 dan 0,577. Pengujian formal dengan tingkat kepercayaan 5% menghasilkan P-value berturut-turut 44,418%; 82,488% dan 10,381% sehingga tidak ada korelasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penerapan PSAK 73 pada perusahaan terbuka di Indonesia cukup berpengaruh dengan dampak yang bervariasi. Dampak ini terutama disebabkan standar baru mengharuskan penyesuaian secara retrospective terhadap akun aset hak guna dan liabilitas sewa.
Penyesuaian laporan keuangan ini menyebabkan penambahan aset dan liabilitas yang bisa mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan berupa menurunnya beberapa rasio keuangan perusahaan.
Dampak terhadap keuangan perusahaan cukup bervariasi. Dengan yang terbesar mengharuskan perusahaan mengakui aset hak guna hingga 50% dari total aset seperti yang terjadi pada Matahari Department Store Tbk. Namun mayoritas berada pada range kurang dari satu persen. Kemudian secara umum penerapan standar baru ini tidak memiliki korelasi yang kuat dengan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan pengujian formal terhadap korelasi keduanya menghasilkan P-value lebih besar dari tingkat kepercayaan yang digunakan. Hanya pada perusahaan tertentu penerapan standar ini memberi efek yang material seperti perusahaan ritel. Apabila diklasifikasikan berdasarkan industri, penerapan PSAK 73 berdampak paling besar pada perusahaan jasa. Selanjutnya dengan dampak yang moderat adalah sektor industri dan pertambangan. Terakhir yang terdampak paling kecil adalah sektor pertanian dan real estate.
REFERENSI
Bursa Efek Indonesia. (n.d). Saham. https://www.idx.co.id/produk/saham/ DSAK Ikatan Akuntan Indonesia. (2018). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 73. Ikatan Akuntan Indonesia.
Call for Papers WNCEB 2021 | http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/WNCEB | 680
IASB (2016). Effects Analysis IFRS 16 Leases. IFRS Foundation.
Kieso, D., Weygandt, J., & Warfield, T. (2017). Intermediate Accounting: IFRS Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Kurniawan & Puspitaningtyas (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Pandiva Buku.
Mahrus, M. L., & Biswan, T. A. (2020). Praktik Akuntansi Keuangan Menengah. Tangerang Selatan: PKN STAN Press Publishing Unit.
Otoritas Jasa Keuangan. (n.d). Klasifikasi Saham di Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Sektor. https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/ Article/20594
PwC. (2016). A study on the impact of lease capitalisation IFRS 16: The new leases standard.
PwC network
Safitri, A., Lestari, U. P., & Nurhayati, I. (2019). Analisis Dampak Penerapan PSAK 73 Atas Sewa Terhadap Kinerja Keuangan Pada Industri Manufaktur, Pertambangan dan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018. Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar, 10(1), 955–964.
Subramanyam, K. R. (2013). Financial Statement Analysis (11th ed.). McGraw- Hill Education.
Susiani, R., Ramaputra, R. T., Ramdhani, R. F., & Adji, B. P. (2021). Implementation Of Psak 73 Leases and Its Impact on Company's Financial Performance (Case Study at Pt X Bandung). Review of International Geographical Education Online, 11(3), 1563- 1570.
Tirani, U. G. (2018). Analisis dampak implementasi PSAK 73 terhadap laporan posisi keuangan dan rasio keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Titman, S., Keown, A., & Martin, J. (2017). Financial Management: Principles and Applications (13th ed.). Pearson.
Triola, M. F. (2014). Essentials of Statistics (5th Edition). Pearson.