GEBANG KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
JUANDA ADITIA NIM. 309431012
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
v
Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat,. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 2014 Universitas Negeri Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) produksi beras melalui pengelolaan faktor produksi (faktor produksi lahan/tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) di Kecamatan Gebang, (2) pola konsumsi dan kebutuhan beras di Kecamatan Gebang, dan (3) mampu atau tidaknya Kecamatan Gebang berswasembada beras.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Gebang pada tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 5947 orang petani padi dengan sampel yang didapat menggunakan rumus slovin dengan taraf kelonggaran 10% yang berjumlah 98 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah komunikasi langsung, dan studi dokumenter. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif.
vii
Hal
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ...ii
KATA PENGANTAR ... iii
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ... v
ABSTRAK ...vi
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah...6
C. Pembatasan Masalah... 7
D. Perumusan Masalah... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Kerangka Teoritis ... 10
B. Penelitian Yang Relevan ...17
C. Kerangka Berpikir ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Lokasi Penelitian ...20
B. Populasi dan Sampel... 20
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... 21
viii
A. Keadaan Fisik ... 23
B. Keadaan Non Fisik ... 33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...40
A. Hasil Penelitian... 40
B. Pembahasan ...44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ...64
No Uraian Hal
1. Luas wilayah menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan
Gebang Tahun 2011... 24 2. Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan
Desa/Kelurahan tahun 2011... 26
3. Luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah
dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2011... 27 4. Luas sawah menurut dirinci menurut jenis irigasi dan
Desa/Kelurahan Tahun 2011... 28
5. Luas tanam tanaman keras perkebunan rakyat dirinci
menurut jenis tanaman dan Desa/Kelurahan tahun 2011... 29
6. Produksi tanaman keras perkebunan rakyat dirinci menurut
Jenis tanaman dan Desa/Kelurahan Tahun 2011... 30
7. Banyaknya sekolah SD, SMP, SMA Negeri dan Swasta
Dirinci menurut Desa/Kelurahan Tahun 2011... 31
8. Banyak sarana kesehatan dirinci menurut Desa/Kelurahan
di kecamatan Gebang Tahun 2011... 32
9. Banyaknya sarana Ibadah dirinci menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Gebang 2011... 33
10. Luas, jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk
dirinci menurut Desa/Kelurahan Tahun 2011... 34
11. Banyak penduduk dirinci menurut jenis kelamin dan
Desa/Kelurahan Tahun 2011... 35
12. Banyak penduduk dirinci menurut kelompok umur
1. Skema kerangka berpikir 20
2. Peta Kabupaten langkat 38
3. Peta Kecamatan Gebang 39
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam segala sisi kehidupannya memiliki tingkat kebutuhan yang
berbeda-beda baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Namun, untuk masalah
kebutuhan yang esensial dan harus dipenuhi untuk dapat hidup yang layak dan
semestinya, jenis kebutuhan yang diinginkan manusia umumnya sama, yaitu
kebutuhan pangan (makan dan minum), sandang (pakaian), dan papan (tempat
berteduh). Diantara beberapa kebutuhan yang esensial tersebut, pangan adalah
salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam takaran tertentu agar seseorang
dapat hidup secara layak.
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan (BAPPENAS, 2011). Salah satu sumber pangan hayati
penduduk yang utama, khususnya di Indonesa adalah beras. beras masih
merupakan komoditi
yang terus menjadi pangan pokok yang berada pada urutan teratas dalam menu
konsumsi penduduk Indonesia secara umum. Konsumsi faktual rata-rata beras di
Indonesia masih terbilang sangat tinggi daripada konsumsi normatif yang
tahun melebihi negara tetangga, yaitu Thailand yang hanya mencapai 65 kilogram
per kapita per tahun dan Malaysia yang hanya mencapai 75 kilogram per kapita
per tahun (Wiryawan, 2011). Tingginya rata-rata konsumsi beras penduduk
Indonesia tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang
memiliki tingkat kerawanan pangan beras yang cukup tinggi dibandingkan dengan
Thailand dan Malaysia. Ditambah lagi 95% dari total penduduk Indonesia masih
mengutamakan beras sebagai pemuncak menu makanan sehari-hari (Nurmala,
2012).
Sumber pangan hayati berupa beras diperoleh dari pertanian padi.
Pengelolaan pertanian padi oleh petani sebagai penyokong utama ketersediaan
pangan beras harus tetap diupayakan pada kondisi produktifitas yang tinggi agar
dapat memberikan hasil produksi beras yang mampu mendukung kebutuhan beras
penduduk. Produksi bahan pangan terutama bahan makanan pokok seperti beras
memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup penduduk
yang masih membutuhkan beras sebagai konsumsi penghasil karbohidrat
sehari-hari. Oleh karena itu, perencanaan peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
bahan makanan pokok seperti beras merupakan suatu hal yang sangat perlu
diperhatikan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan pokok
beras tersebut. Perencanaan peningkatan produksi beras tersebut tidaklah
semata-mata untuk memenuhi konsumsi penduduk yang sudah terkontaminasi dengan
perilaku konsumsi yang boros beras (konsumsi faktual), namun peningkatan
produksi beras harus lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan padi-padian
secara layak sesuai dengan Misi Ketahanan Pangan Nasional 2015, yakni sebesar
275 gram per kapita per hari atau 100,4 kilogram per kapita per tahun.
Sebagai negara agraria yang masih memiliki banyak kegiatan pertanian
khususnya pertanian padi, Indonesia masih sangat mungkin untuk mencapai
swasembada kembali tetapi yang menjadi masalah adalah masih terjadinya tingkat
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap beras. Achmad (dalam Triyanto,
2006) menjelaskan ada empat masalah yang berkaitan dengan kondisi perberasan
di Indonesia, (1) rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 ha, (2) sekitar tujuh puluh
persen petani padi termasuk golongan masyarakat miskin dan berpendapatan
rendah, (3) hampir seluruh petani padi adalah net konsumer beras dan (4) rata-rata
pendapatan dari usaha tani padi hanya sebesar tiga puluh persen dari total
pendapatan keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada
posisi sulit, satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat, dan disisi lain pemerintah harus melindungi petani
produsen dan menjaga ketersediaan secara cukup.
Kebutuhan masyarakat akan beras seseharusnya diimbangi dengan
peningkatan hasil produksi beras melalui optimalisasi pengelolaan faktor-faktor
produksi termasuk teknologi pertanian padi sebagai penghasil beras. Namun dilain
pihak, upaya peningkatan hasil produksi saat ini terganjal oleh berbagai kendala,
seperti konversi/alih fungsi lahan sawah subur yang masih terus berjalan,
penyimpangan iklim (anomali iklim), gejala kelelahan teknologi (technology
fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak
Salah satu wilayah di Indonesia yang memiiki potensi untuk
meningkatkan produksi bahan pangan berupa beras adalah Kabupaten Langkat di
Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat 2010 mencatat
pada tahun 2009, pada tahun 2006 produksi padi sawah meningkat dari 432.451
ton menjadi 468.322 ton, sama halnya dengan luas panen pada tahun 2006 dari
80.167 ha menjadi 85.227 ha pada tahun 2009, sedangkan padi ladang pada tahun
2009 juga mengalami peningkatan dari produksi 810 ton pada tahun 2006 menjadi
1.460 ton pada tahun 2009 dan begitu juga dengan luas panen dari 296 ha pada
tahun 2006 menjadi 524 ha pada tahun 2009 (Langkat Dalam Angka 2011).
Namun, Kondisi pertumbuhan produksi padi tahun 2011 mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan tahun 2010, yakni sebesar 14,54 persen (Statistik
Daerah Langkat 2012).
Salah satu Kecamatan di Kabupaten Langkat yang menjadi basis pertanian
padi adalah Kecamatan Gebang. Kecamatan Gebang merupakan Kecamatan yang
secara administratif berada dalam naungan pemerintah Kabupaten Langkat.
Kecamatan Gebang secara astronomis terletak pada 03 4’ 11”- 0 53’55” pada
lintang Utara dan 98 26’00”- 98 12’ 37" pada bujur Timur dengan ketinggian
rata-rata 5 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Gebang yang memiliki luas 178,4
km2 adalah Kecamatan yang memiliki potensi pertanian terutama pertanian bahan
pangan beras di Kabupaten Langkat. Potensi pangan beras dari padi pada tahun
2011 di Kecamatan Gebang mencapai 33.519 ton (24.922 ton beras) dengan luas
lahan panen seluas 6.086 ha atau masa panen pertama (antarasumut.com). Dengan
mendukung pemenuhan kebutuhan beras penduduk di Kecamatan Gebang pada
tahun 2010 tercatat sebanyak 51.829 jiwa (Gebang Dalam Angka 2011).
Meningkatkan produksi beras melalui optimalisasi pengelolaan
faktor-faktor produksi termasuk teknologi dalam pertanian padi oleh petani merupakan
salah satu langkah yang harus tetap diupayakan untuk menjaga hasil produksi
terlebih lagi dengan kondisi alihfungsi yang masih terus berjalan akibat
pertumbuhan dan pertambahan penduduk yang memberikan dampak ganda. Satu
sisi peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan
pangan termasuk beras, di sisi lain peningkatan jumlah penduduk juga akan
berdampak pada besarnya permintaan lahan yang akan digunakan untuk keperluan
non pertanian yang pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya luas lahan
pertanian. Tidak akan terbantahkan lagi jika luas lahan pertanian berkurang maka
produksi juga akan berkurang terlebih jika pengelolaan faktor produksi belum
optimal.
Dalam konteks swasembada beras, hal yang menjadi patokan utama bagi
Kecamatan Gebang adalah bagaimana perimbangan antara hasil produksi dan
konsumsi. Satu sisi pengelolaan produksi oleh petani meliputi semua faktornya
termasuk teknologi akan berpengaruh terhadap hasil produksi beras yang
dihasilkan Kecamatan Gebang untuk memposisikan diri sebagai suatu wilayah
yang memiliki potensi produksi beras yang mencukupi. Di sisi lain, tingkat
kebutuhan beras penduduk juga merupakan hal yang sangat mempengaruhi
apakah suatu daerah masih dapat dikatakan sebagai daerah yang berpotensi untuk
sehingga pada akhirnya menjadi daerah yang bergantung pada ketersediaan
pasokan dari daerah lain.
Bukan mudah bagi Kecamatan Gebang untuk tetap menjadi daerah yang
mandiri dalam pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan peraturan menteri
pertanian yang menetapkan kondisi swasembada apabila skor dari rasio antara
kebutuhan dan ketersediaan berkisar antara > 1.00 – 1.14. Artinya dalam
mencapai status swasembada pangan di suatu daerah khususnya swasembada
beras, maka daerah tersebut harus memenuhi kebutuhan beras masyarakat dari
hasil produksi lokal setidaknya seimbang dengan kebutuhan beras masyarakat
atau 1,14 kali lebih banyak ketersediaannya dibandingkan dengan kebutuhan
beras penduduk. Peningkatan produksi melalui optimalisasi faktor-faktor produksi
termasuk teknologi oleh petani dan pemenuhan kebutuhan beras penduduk
berdasarkan pola konsumsi dan kebutuhan normatif berdasarkan pola pangan
harapan yang dianjurkan untuk hidup layak merupakan sebuah tantangan bagi
Kecamatan Gebang. Komparasi keduanya akan menunjukkan suatu rasio
keberimbangan antara hasil produksi dan konsumsi yang pada akhirnya akan
menggambarkan apakah Kecamatan Gebang merupakan daerah yang sebenarnya
mampu untuk berswasembada beras atau tidak.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya,
maka beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: (1)
memenuhi persyaratan status ketahahan pangan yang mantap, (2) pola konsumsi
pangan pokok sangat terfokus pada beras, diversifikasi ke arah pangan lokal
kurang berkembang, dan perbaikan pola konsumsi ke arah pola pangan harapan
berlangsung lambat serta tingginya konsumsi faktual beras (3) rata-rata luas
garapan petani hanya 0,3 ha, (4) sekitar 70% petani padi termasuk golongan
masyarakat miskin dan berpendapatan rendah, (5) hampir seluruh petani padi
adalah net konsumer beras (6) rata-rata pendapatan dari usaha tani padi hanya
sebesar 30% dari total pendapatan keluarga, (7) upaya peningkatan produksi beras
saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi/alih fungsi lahan sawah
subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomali iklim), gejala
kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan
(soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian
produktifitas, (8) rendahnya produktifitas karena belum optimalnya pengelolaan
produksi meliputi faktor produksi lahan/tanah, modal, tenaga kerja, serta
teknologi sehingga berdampak pada kondisi hasil produksi (9) pertumbuhan dan
pertambahan penduduk di Gebang yang meningkat akan berdampak langsung
pada peningkatan kebutuhan akan pangan beras dan swasembada kewilayah
lainnya .
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang ada dalam penelitian ini yang
telah diuraikan sebelumnya pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah,
akan diteliti menjadi jelas dan terarah, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi
hanya menyangkut: (1) produksi beras melalui optimalisasi pengelolaan faktor
produksi (faktor produksi lahan/tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) di
Kecamatan Gebang, (2) pola konsumsi dan kebutuhan beras penduduk di
Kecamatan Gebang, dan (3) mampukah Kecamatan Gebang berswasembada
beras.
D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana produksi beras melalui pengelolaan faktor produksi (faktor
produksi lahan/tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) di Kecamatan
Gebang?
2. Bagaimana konsumsi dan kebutuhan beras penduduk di Kecamatan
gebang?
3. Apakah Kecamatan Gebang mampu berswasembada ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Produksi beras melalui pengelolaan faktor produksi (faktor produksi
lahan/tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) di Kecamatan Gebang;
2. Pola konsumsi dan kebutuhan beras di Kecamatan Gebang; dan
F. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini nantinya diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi mahasiswa
Sebagai media untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan
selama perkuliahan dan dalam rangka memperkaya wawasan ilmiah
2. Bagi Daerah Penelitian
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah penelitian dalam hal
pembangunan pertanian mengenai hasil produksi pertanian yang
dipengaruhi oleh luasan lahan dan pengelolaan yang menggambarkan
produktifitasnya, kemudian sebagai masukan untuk ketahanan pangan
terkait dengan pertumbuhan pola konsumsi penduduk agar menjadi bahan
dalam kebijakan
di masa yang akan datang menuju swasembada.
3. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi bagi seluruh pembaca mengenai pertanian
khusunya dalam hal swasembada dan kebutuhan beras penduduk dan
sebagai referensi bagi peneliti yang ingin melakukan kegiatan penelitian
40 A. Hasil Penelitian
1. Hasil Produksi Beras Berdasarkan Pengelolaan Faktor Produksi
Banyaknya produksi padi tidak terlepas dari beberapa faktor, yakni faktor luas panen
dan produktifitas tiap hektar luas panen tersebut yang mempengaruhi kuantitas produksi di
suatu daerah termasuk Kecamatan Gebang yang pada akhirnya akan menentukan pula
kuantitas produksi berasnya, kemudian faktor yang tidak kalah penting yang akan diuraikan
pada hasil penelitian ini adalah faktor tenaga kerja, lahan, modal, dan teknologi. Berikut
banyaknya produksi beras yang diketahui dari banyaknya produksi padi di Kecamatan
Gebang selama kurun waktu sepuluh tahun, yakni dari tahun 2000 hingga 2010 yang
didapatkan dari studi dokumenter.
Tabel 14: Produksi Padi dan Beras di Kecamatan Gebang Tahun 2000-2010
No. Tahun
Dari tabel 14, dapat disimpulkan bahwa, jumlah atau kuantitas produksi beras di
Kecamatan Gebang sangat berfluktuasi, produksi beras tertinggi berada pada tahun 2001,
namun pada selanjutnya mengalami penurunan pada tahun berikutnya dan sempat mengalami
peningkatan pada tahun 2003, 2005, 2006 lalu turun kembali pada tahun 2007, kemudian
meningkat lagi pada 2008 dan 2009 sampai pada akhirnya 2010 mengalami trendpenurunan
kembali. Produksi beras rata-rata dalam kurun waktu tahun 2000-2010 mencapai 2,873
ton/Ha.
Gambar 4: Grafik Perkembangan Luas Panen Padi Gebang tahun 2000-2010
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan teknik komunikasi langsung yang
melibatkan 98 orang petani yang melakukan kegiatan pertanian padi, dengan frekuensi tanam
sebanyak 2 kali dalam 1 tahun dan rata-rata lahan garapan 0,58 hektar tiap petani, didapatkan
hasil rata-rata produksi (produktifitas) padi sebanyak 5,06 ton/hektar pada masa tanam
pertama dan 5,07 ton/hektar pada masa tanam kedua sehingga dirata-ratakan produksi
tanaman pangan beras mencapai 5.065 ton/hektar atau di bawah standar rata-rata produksi
padi nasional yakni sekitar 5,1 ton/Ha (antaranews.com). Jika dikonversikan ke beras, maka
tiap hektar lahan di Kecamatan Gebang akan menghasilkan 2,734 ton beras tiap masa panen
2. Pola Konsumsi dan Kebutuhan Beras di Kecamatan Gebang
Sangat tidak bisa disangkal bahwa semakin bertambah jumlah penduduk semakin
bertambah pula kebutuhannya akan barang dan jasa, sesuai dengan teori Malthus mengenai
pertumbuhan populasi yang mengikuti deret ukur dan pertumbuhan pangan yang sesuai
dengan deret hitung, sampai sekarang dibeberapa wilayah tertentu masih dapat terterapkan
dengan nyata.
Terkait masalah konsumsi dan kebutuhan pangan beras di suatu wilayah, maka selain
tingkat konsumsi per kapitanya, jumlah atau kuantitas penduduk menjadi indikator yang
sangat menentukan berapa jumlah atau kuantitas pangan yang dibutuhkan dan yang
dikonsumsi termasuk pangan beras di Kecamatan Gebang.
Tabel 15: Perkembangan Jumlah Penduduk Serta Konsumsi dan Kebutuhan Beras Penduduk Kecamatan Gebang Tahun 2000-2010
No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Beras (Ton)
1 2000 52.663 6.656,603
Data pada tabel 15, tampak bahwa jumlah penduduk Kecamatan Gebang mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Namun karena berkurangnya wilayah administratif pada
tahun 2010, mengakibatkan berkurang pula jumlah penduduk Gebang. Namun, secara
keseluruhan penduduk Gebang mengalami tren peningkatan. Selanjutnya dalam hal konsumsi
126,4-130 kg/kapita/tahun, yang diakibatkan oleh pola konsumsi masyarakat yang monoton kepada
beras, nasi masih diidentikkan dengan beras padi.
Hasil penelitian dari masyarakat sebagai sumber data dan instansi lain didapatkan
bahwa pola konsumsi penduduk Kecamatan Gebang sangat bergantung pada beras. Nasi
beras dari padi dianggap sebagai makanan pokok yang tak tergantikan. Program diversifikasi
pangan di Kecamatan Gebang dapat dikatakan gagal, dikarenakan nasi ubi dan nasi jagung
tidak dikonsumsi lagi oleh penduduk. Masyarakat menganggap nasi ubi dan nasi jagung
adalah nasi yang tidak pantas lagi dikonsumsi pada zaman kemerdekaan sekarang. Persepsi
masyarakat terhadap nasi ubi dan nasi jagung bukan pada letak keragaman penghasil
karbohidrat tetapi pada sisi sosial yang salah.
3. Kemampuan Swasembada Beras Kecamatan Gebang
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi Kecamatan Gebang pada waktu sepuluh tahun
Tabel 16: Perimbangan Produksi dan Konsumsi Beras Kecamatan Gebang Tahun 10 2009- 64.764 8.419,320 25.624 3,04 Surplus 11 2010 56.456 7.339,280 23.683 3,23 Surplus Sumber: Data primer Diolah,2000-2010
Dari tabel 16, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
(2000-2010) Kecamatan Gebang merupakan Kecamatan yang tidak hanya swasembada, tetapi lebih
dari itu ternyata mengalami surplus ketersediaan beras jika dilihat pada rasio ketersediaannya.
Namun, jika diperhatikan secara seksama, selain rasio yang fluktuatif, dari tahun 2000 hingga
2010 ternyata rasio ketersediaan mengalami tren penurunan sebesar 13,4%.
B. Pembahasan
1. Hasil Produksi Beras Berdasarkan Pengelolaan Faktor Produksi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil produksi beras merupakan hasil
produksi dari tanaman pangan beras yang dihasilkan oleh pertanian padi yang ada di
Kecamatan Gebang. Produksi tidak lain merupakan hasil akhir atau keluaran (output) dari
sebuah proses pemasukan (input) yang menghasilkan suatu barang.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2000-2010) produksi beras di
Kecamatan Gebang cenderung berfluktuasi. Naik turunnya jumlah produksi ini tidak lain
jumlah produksi padi petani juga sangat terkait dengan fluktuatifnya luas lahan panen dan
produktifitas tanaman padi tersebut sebagai hasil dari pengelolaan yang dilakukan petani.
Tercatat dari hasil penelitian jumlah atau kuantitas produksi beras di Kecamatan Gebang
sangat berfluktuasi, produksi beras tertinggi berada pada tahun 2001, dan terendah pada tahun
2002. Namun pada selanjutnya mengalami peningkatan pada tahun 2003, 2005, 2006 lalu
turun kembali pada tahun 2007, kemudian meningkat lagi pada 2008 dan 2009 sampai pada
akhirnya 2010 mengalami trend penurunan kembali. Begitu juga dengan luas panen dan
produktifitas rata-rata di Kecamatan Gebang, sangat memiliki keterkaitan dalam menentukan
jumlah produksi beras di Gebang. Penurunan drastis yang terjadi pada rentang tahun
2000-2001 pada luas panen di Kecamatan Gebang lebih diakibatkan oleh terjadinya alihfungsi
lahan sawah untuk pertanian padi ke lahan perkebunan kelapa sawit yang terjadi secara
besar-besaran. Memasuki medio tahun 2002 sudah banyak terjadi konversi lahan sawah ke
perkebunan kelapa sawit dikarenakan oleh masalah profit atau keuntungan yang dirasakan
petani sangat minim jika mengolah padi dibandingkan dengan kelapa sawit. Pada tahun-tahun
berikutnya terjadi peningkatan luas panen dikarenakan adanya pembukaan lahan tanam baru
untuk lahan pertanian padi.
Untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah salah
satu dari input yang digunakan dan menambah beberapa input atau lebih dari input yang
digunakan (Soekartawi, dalam Triyanto, 2006). Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk
mencapai peningkatan produksi beras di Kecamatan Gebang, seyogyanya Kecamatan Gebang
menambah beberapa input pada pertanian penghasil beras, misalnya penambahan luas lahan
sawah untuk meningkatkan luas panen, meningkatkan modal dan menigkatkan penggunaan
teknologi pertanian untuk mendukung peningkatan produktifitas.
Dengan frekuensi tanam sebanyak 2 kali dalam 1 tahun dan rata-rata lahan garapan
ton/hektar pada masa tanam pertama dan 5,07 ton/hektar pada masa tanam kedua sehingga
dirata-ratakan produksi tanaman pangan beras mencapai 5.065 ton/hektar. Jika dikonversikan
ke beras, maka tiap hektar lahan panen di Kecamatan Gebang akan menghasilkan 2,734 ton
beras tiap masa tanam. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi dan beras di Kecamatan
Gebang sudah cukup tinggi, namun masalah nasional tetap merambat dalam ranah pertanian
lokal, yakni masih tetap kecilnya luas lahan garapan rata-rata petani yang masih sangat kecil
dibandingkan dengan luas lahan garapan petani di negara-negara seperti India dan Thailand
yang umumnya memiliki luas lahan garapan yang cenderung lebih luas begitu juga dengan
hasil produksi dan produktifitasnya.
a. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang melakukan kegiatan pertanian pertanian tanaman pangan beras
(padi) di Kecamatan Gebang, melalui penelitian yang di lakukan terhadap sampel penelitian
yang berjumlah 98 jiwa petani, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Petani yang melakukan pertanian di bidang pertanian tanaman pangan beras (padi) berada
pada rentang usia 23-80 tahun, hal ini berarti usia termuda angkatan kerja yang berkerja
pada bidang pertanian tanaman pangan beras (padi) adalah dengan usia 23 tahun, dan
yang tertua 80 tahun.
2. Dari sisi curahan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin, kegiatan pertanian masih
didominasi oleh laki-laki dengan persentase mencapai 73,47% dan 26,53% sisanya
adalah petani perempuan. Untuk beberapa jenis pekerjaan seperti membajak tanah,
mananam, dan memanen hasil (mengarit), curahan tenaga kerja yang digunakan adalah
curahan tenaga kerja diluar keluarga penggarap, setidaknya dibutuhkan 6-8 orang tiap
hektar mulai dari membajak dan merumput, menanam, merawat, dan memanen hasil.
Setidaknya 46,44% dari biaya total produksi digunakan untuk biaya curahan tenaga kerja
3. Dari jenjang pendidikan, reponden yang memiliki pendidikan SD sederajat berjumlah
48% dari total populasi, 19% memiliki pendidikan setingkat SMP, 25,5% memmiliki
pendidikan SMA sederajat, 5% berpendidikan D1 sampai S1, sedangkan sisanya 2.5%
tidak pernah menempuh jenjang pendidikan apapun.
4. Pengalaman bertani para petani berkisar dari 2-67 tahun, jika dirata-ratakan pengalaman
bertani para petani sekitar 18 tahun tiap orang.
b. Lahan/Tanah
Dari hasil penelitian dengan teknik komunikasi langsung yang melibatkan 98 orang
responden yaitu petani yang melakukan kegiatan bertani padi, diketahui bahwa lahan yang
diolah untuk melakukan pertanian tanaman padi memiliki luas dan pengelolaan tertentu yang
sangat bervariasi, yakni sebagai berikut:
1. Masing-masing petani memiliki luas lahan garapan pertanian tanaman pangan beras
(padi) yang berbeda-beda, yang paling sedikit memiliki luas lahan garapan hanya seluas
0,08 Ha, dan yang paling banyak memiliki luas garapan seluas 4 Ha.
2. Rata-rata luas lahan garapan petani pertanian tanaman pangan beras (padi) di Kecamatan
Gebang hanya mencapai 0.581 hektar atau sekitar 14.5 rantai dalam satuan luas yang
umum digunakan penduduk.
3. 30% dari lahan garapan petani berstatus sewaan, sedangkan 70% lainnya merupakan lahan
garapan milik petani sendiri.
4. Rata-rata tanah atau lahan garapan petani diolah sebanyak 1 sampai 2 kali dalam setiap
masa tanam, atau lebih jelasnya sebanyak 89% petani melakukan pengolahan tanah
sebanyak 2 kali tiap masa tanam, dan 11% melakukannya hanya dengan frekuensi 1 kali
tiap masa tanam.
5. Seluruh petani mengolah tanah dengan menggunakan jetor untuk seluruh lahan dengan
frekuensi pemakaian sebanyak 2 kali. Sedangkan untuk pengolahan menggunakan
cangkul untuk mengolah tanah dan tapak semaian sebanyak 56,12% melakkukan
pencangkulan sebanyak sekali dan sisanya 43,88% sebanyak 2 kali.
c. Modal
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu kegiatan usaha,
dan tidak terkecuali usaha pertanian tanaman pangan beras (padi) yang memerlukan modal
material untuk pengadaan saprodi (sarana dan alat produksi padi) dan untuk pengelolaan
lahan maupun tanaman. Dari hasil penelitian yang melibatkan 98 orang responden, didapati
modal yang dikeluarkan untuk pertanian padi oleh petani sebagai berikut;
1. Modal untuk bibit, dari sekitar 4296 kg bibit yang ditaburkan oleh seluruh reponden di
atas lahan garapan yang totalnya 56.94 Ha, keseluruhannya menelan biaya mencapai Rp
33.507.000,- yang berarti untuk tiap kilogram bibit yang dipakai memiliki harga sekitar
Rp 7800/Kg dan jika dirata-ratakan tiap hektar lahan garapan memerlukan modal sekitar
Rp 588.500,- untuk penyediaan bibitnya.
2. Modal untuk Pupuk, dengan rata luas garapan mencapai 0,58 Ha tiap petani,
rata-rata petani menghabiskan Rp 581.400,- untuk penyediaan pupuk.
3. Untuk pestisida, para petani bisa menghabiskan modal dari Rp 10.000,- hingga Rp
300.000,-. Namun jika dirata-ratakan, tiap orang petani menghabiskan modal sekitar Rp
154.900/Ha untuk menyediakan pestisida. Sementara untuk herbisida sendiri, para petani
mengeluarkan modal rata-rata Rp 164.400/Ha untuk menyediakan herbisida.
4. Petani pada umumnya mengolah tanah dengan mesin jetor hingga tanah siap untuk
ditanami tanaman pangan penghasil beras (padi), pada umumnya modal yang disiapkan
oleh petani adalah rata-rata Rp 30.000,-/Rantai atau dibutuhkan modal untuk membajak
tanah sekitar Rp 750.000,-/Ha, begitu juga dengan upah tanam padi, umumya petani
30.000.00,-/rantai atau modal yang dibutuhkan untuk menanam padi pada lahan seluas 1
Ha adalah sebesar Rp 750.000. Hampir sama dengan kedua jenis pengeluaran tersebut,
untuk memanen hasil padi juga dikeluarkan biaya sekitar Rp 750.000,00/Ha panen,-,
5. Untuk petani yang menyewa lahan/tanah garapan biasanya dikenakan bayaran tidak
hanya berbentuk unag, tetapi umumnya dalam bentuk gabah kering, untuk modal sewa
dibutuhkan 3 kaleng padi (setara 30 kg padi) yang jika dirupiahkan menjadi sekitar
80.000-90.000, maka modal untuk sewa tanah/lahan berkisar antara Rp 2-2,25 juta/Ha.
6. Total biaya yang dikeluarkan untuk tiap hektar lahan pertanian padi di kecamatan Gebang
mulai dari mengolah tanah, menanam, merawat, hingga panen rata-rata Rp
4.220.570,00/Ha.
d. Teknologi
Dalam penelitian ini, teknologi merupakan teknik atau cara petani dalam mengelola
pertanian tanaman pangan beras (padi) meliputi pemilihan bibit, pemupukan, pemberantasan
hama dan gulma, masa tanam, dan pengairan.
1. Dalam pemilihan bibit, seluruh bibit yang ditanam oleh petani adalah bibit unggul yang
59% bibit yang digunakan tersebut adalah bibit jenis Ciherang, 26% bibit jenis Mekongga,
10% jenis Invari 13, dan 5% lainnya dari jenis bibit padi unggul lain. Rata-rata bibit yang
ditabur sebanyak 75 kg/Ha dan 99% memakai sistem tanam tanam pindah (tapin).
2. Untuk pemupukan yang dilakukan oleh Petani, jenis pupuk yang umumnya dipakai adalah
pupuk jenis Urea, NPK jenis Phonska dan Mutiara, TSP, SP, ZA dan KCL. Sebagian besar
petani melakukan pemupukan yang tidak begitu sesuai dengan takaran seharusnya. Selain
itu pemupukan dilakukan 2 sampai 3 tahap.
3. Hama yang sering menyerang padi petani adalah hama tikus, walangsangit, ulat, wereng
untuk memberantas hama insek. Untuk hama gulma, seluruh petani melakukan
penyemprotan pada saat persiapan tanam dan pada saat setelah tanam dengan herbisida
berbagai jenis dan merk.
4. Dalam hal masa tanam, petani padi masih melakukan dengan frekuensi tanam 2 kali dalam
1 tahun.
5. Pengairan untuk pertanian umumnya 100% masih mengandalkan hujan (tadah hujan),
namun sebagian kecil atau sekitar 7% juga mendapat aliran air pasang surut sungai karena
berada di tepian sungai. Untuk kecukupan ketersediaan air sendiri, 17% petani mengaku
air yang didapatkan cukup untuk pertanian dan 83% sisanya mengaku kurang atau belum
cukup. Diantara 83% petani yang mengalami ketidakcukupan air, 31% diantaranya
melakukan usaha pemompaan air dan 69% lainnya tidak melakukan usaha apa-apa.
e. Tenaga Kerja
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan
kekuatan manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha
produksi. Tenaga kerja manusia yang tidak ditujukan pada suatu usaha produksi, misalnya
sport, disebut langkah bebas (vrije actie). Tenaga kerja ternak atau traktor bukan termasuk
faktor tenaga kerja, tetapi masuk kepada modal yang menggantikan tenaga kerja. Penggunaan
tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah
besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Evaliza, 2005). Menurut beberapa pakar ekonomi
pertanian, tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang berada dalam usia kerja, yaitu
penduduk yang berada pada rentang umur antara 15-64 tahun (Daniel, 2004).
Dalam konteks pertanian tanaman pangan di Kecamatan Gebang, tenaga kerja yang
petani padi. Petani merupakan faktor yang sangat vital dalam menentukan arah dan hasil
akhir dalam pertanian, termasuk produksinya. Semakin baik kualitas sumberdaya manusia
petani maka makin baik pula penngelolaan pertaniannya, semakin baik pengelolaan
pertaniannya maka makin baik pula hasil pertaniannya. Dari sisi curahan tenaga kerja
berdasarkan jenis kelamin, kegiatan pertanian masih didominasi oleh laki-laki dengan
persentase mencapai 73,47% dan 26,53% sisanya adalah petani perempuan. Untuk beberapa
jenis pekerjaan seperti membajak tanah, mananam, dan memanen hasil (mengarit), curahan
tenaga kerja yang digunakan adalah curahan tenaga kerja diluar keluarga penggarap,
setidaknya dibutuhkan 6-8 orang tiap hektar mulai dari membajak dan merumput, menanam,
merawat, dan memanen hasil. Setidaknya 46,44% dari biaya total produksi digunakan untuk
biaya curahan tenaga kerja diluar keluarga dan 53,56% sisanya untuk membeli bibit, pupuk,
pestisida, dan herbisida.
Hal yang pertama dilihat dari produktif atau tidaknya seorang tenaga kerja (petani)
adalah dari sisi umur. Daniel (2004) mengungkapkan umur yang ditetapkan untuk seseorang
dikatakan pada jenjang usia produktif atau tidak berkisar antara 15-64 tahun. Di Kecamatan
gebang ada sekitar 7 % petani dengan rentang usia yang sudah tidak produktif serta 15%
petani akan menjadi petani dengan usia tidak produksi dalam kurun waktu 10 tahun
mendatang. Hal yang perlu diketahui dalam hal ini adalah bukan bagaimana agar para petani
itu bisa mengerjakan pertanian untuk menghasilkan beras dengan usianya, namun yang paling
esensial adalah bagaimana melakukan regenerasi untuk melanjutkan kegiatan pertanian padi
penghasil beras pada waktu ini dan untuk beberapa puluh tahun mendatang karena kebutuhan
akan beras tidak hanya harus dipenuhi untuk saat ini tetapi juga untuk masa-masa mendatang
dan oleh karenanya ketersediaan/regenerasi petani yang mampu melakukan kegiatan
pertanian yang menghasilkan beras juga wajib diadakan untuk saat ini dan pada waktu-waktu
pertanian masih sangat minim sehingga besar tantangannya untuk dapat melakukan produksi
pertanian yang optimal di masa mendatang
.
f.Lahan/Tanah
Lahan merupakan faktor yang sangat penting dan sangat vital fungsinya dalam produksi
pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan. Mustopa (2011) menyebutkan bahwa tanah
sebagai lahan pertanian merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting perannya
dalam pertanian jika dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Jika tidak ada lahan,
maka tidak akan ada pertanian. Hal ini dikarenakan lahan tersebut merupakan tempat dimana
pertanian tersebut dapat berjalan.
Kecamatan Gebang kian waktu kian memiliki lahan pertanian sawah yang mengalami
stagnasi bahkan mengalami penyusutan sehingga akan berpengaruh pada stagnasi atau
penyusutan luas panen dan hasil panen sehingga pada akhirnya akan mengalami penyusutan
ketersediaan produksi beras. ditambah lagi dengan luas garapan rata-rata yang cenderung
relatif semakinl kecil. Kecenderungan pengalihfungsian lahan swah ke lahan non sawah akan
semakin besar di Kecamatan Gebang tatkala 30% lahan merupakan lahan sewaan. Lahan
sewaan ini sangat berpotensi besar untuk dijual oleh pemiliknya, dengan demikian semakin
terbuka peluang untuk lahan tersebut dibeli dan diolah untuk keperluan di luar keperluan
pertanian. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan penurunan luas panen dan hasil
produksi di masa yang akan datang semakin tidak terelakkan lagi.
Memang tidak bisa disangkal selain faktor tanaman dan fisik lahan, faktor alihfungsi
lahan sangat kuat pengaruhnya terhadap luas lahan panen. Di Kecamatan Gebang masih
terdapat alihfungsi lahan pertanian ke arah non pertanian seperti perkebunan dan perumahan.
panenlah yang akan menentukan berapa besar produksi beras di suatu daerah. Karena luas
panen di Kecamatan Gebang cenderung berfluktuasi bahkan menurun, maka pada hasil
proyeksi juga tampak luas lahan panen yang berfluktuasi dengan tendensi menurun tiap tahun
sepanjang tahun 2011-2020. Pada hasil proyeksi dengan menggunakan persamaan regresi
linier sederhana didapatkan hasil luas lahan panen di Kecamatan Gebang semakin tahun
semakin mengalami penyusutan hingga 95,2 ha per tahunnya. Dengan berkaca pada hasil
tahun 2000-2010, didapatkanlah luas panen pada tahun 2011 hingga 2020 secara
berturut-turut, yakni 7.064,40 Ha, 6.969,20 ha, 6.874,00 Ha, 6.778,80 Ha, 6.683,60 Ha, 6.588,40 Ha,
6.493,20 Ha, 6.398,00 Ha, 6.302,80 Ha, dan 6.207,60 Ha. Rata-rata tiap tahun Gebang
memiliki 6.638 Ha luas panen padi sawah. Dengan produksi rata-rata beras sebesar 2,734 ton
per hektar, maka produksi beras Kecamatan Gebang pada tahun 2011 hingga tahun 2020
secara berturut-turut, yakni 19.314,070 ton, 19.053,793 ton, 18.793,516 ton, 18.535,951 ton,
18.272,962 ton, 18.012,686 ton, 17.752,409 ton, 17.492,132 ton, 17.231,855 ton, dan
16.971,578 ton.
Jumlah produksi beras tiap hektar yang digunakan untuk perhitungan adalah jumlah
produksi rata-rata, yakni 2,734 ton/Ha luas panen. Jadi, berdasarkan proyeksi luas lahan
panen dengan analisis regresi liner sederhana yang dilakukan jelas bahwa luas lahan panen
tanaman pangan beras di Kecamatan Gebang mengalami penurunan atau pengurangan karena
pengaruh negatif dari alihfungsi lahan yang masih kerap terjadi. Hal ini boleh jadi disebabkan
oleh luas lahan sawah yang ada juga mengalami penyusutan sehingga berpengaruh pada luas
panen padi. Seperti diketahui bahwa luas panen akan sangat berpengaruh terhadap jumlah
produksi suatu daerah, maka apabila luas panen Kecamatan Gebang berkurang secara
otomatis di masa yang akan datang yakni hingga tahun 2020 akan terjadi penyusutan
produksi beras di Kecamatan Gebang terus terjadi sebesar 12,13% sampai pada tahun 2020
1,213% per tahun. Pada grafik di bawah juga dapat dilihat bahwa berkurangnya luas panen
linier terhadap hasil produksi padi dan beras. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau
penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas (Daniel,
2004). Kasus yang terjadi pada Kecamatan Gebang merupakan kasus yang harus
mendapatkan perhatian, terkait dengan lahan sebagai objek vital untuk memproduksi padi
sebagai penghasil utama beras yang digunakan oleh penduduk untuk dikonsumsi. Jika terus
terjadi pengalihfungsian lahan dan penyusutan luas lahan terutama luas panen, maka
pertanian akan kurang efisien dan produksi beras juga tidak akan efisien untuk dapat
mendukung konsumsi dan mencapai swasembada.
a. Modal
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu kegiatan usaha,
dan tidak terkecuali usaha pertanian tanaman pangan beras (padi) yang memerlukan modal
material untuk pengadaan saprodi (sarana dan alat produksi padi) dan untuk pengelolaan
lahan maupun tanaman. Daniel (2004) menjelaskan dalam pertanian dikenal ada dua jenis
modal, yakni modal fisik dan modal manusiawi. Modal fisik atau modal material, yaitu
berupa alat-alat pertanian bibit, pupuk, ternak, dan lain-lain. Sedangkan modal manusiawi
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan, latihan, kesehatan, dan lain-lain. Modal
manusiawi dampaknya tidak kelihatan atau tidak berdampak langsung, dampaknya akan
kelihatan pada masa yang akan datang dengan meningkatnya kualitas dan produktifitas
sumberdaya manusia pengelolanya.
Petani di Kecamatan Gebang umumnya mengeluarkan seluruh modal dengan biaya
sendiri. Sebagian besar modal fisik yang dikeluarkan oleh petani adalah modal untuk bibit,
modal untuk pupuk, utuk pestisida, mengolah tanah dengan mesin jetor hingga tanah siap
untuk ditanami tanaman pangan penghasil beras (padi), dan modal untuk upah tanam padi.
hanya berbentuk uang, tetapi umumnya dalam bentuk Gabah Kering, untuk modal sewa
dibutuhkan 3 kaleng.
Modal yang diperlukan untuk biaya produksi umumnya cenderung tinggi. Dengan
modal-modal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikatakan modal adalah faktor
penggerak usahatani yang akan menentuka besarnya produksi. Triyanto (2006) menyatakan
bahwa sekitar 70% petani adalah miskin. Sama halnya seperti Kecamatan Gebang, banyak
petani yang mengeluhkan minimnya modal untuk melakukan kegiatan pertanian tanaman
pangan beras (padi) sehingga tidak sedikit yang membeli pupuk dan keperluan produksi
seadanya sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi yang didapatkan. Ketersediaan modal
yang terbatas akan membuka peluang untuk memperkecil input dalam malakukan kegiatan
produksi, padahal seyogyanya dalam peningkatan produksi dibutuhkan penambahan input
sehingga yang terjadi adalah menurunnya hasil karena berkurangnya input sebagai
konsekuensi logis dari kekurangan modal oleh petani. Jika modal sebagai input penting
produksi kurang, maka berkurangnya hasil produksi beras di masa mendatang adalah mutlak.
b. Teknologi
Dalam proses produksi pertanian dalam rangka mempersiapkan ketersediaan bahan
pangan untuk kebutuhan penduduk, masing-masing komoditas pertanian tersebut
membutuhkan faktor produksi sesuai dengan sifat genetiknya. Misalnya untuk usaha
tanaman padi seluas satu hektar, supaya produksi maksimum bisa dicapai maka masukan
yang diberikan (modal) seperti jumlah bibit, pupuk, dan obat-obatan harus sesuai dengan
keinginan. Tidak hanya itu, cara pemberian, waktu pemberian, dan dosis atau takaran tiap
pemberian juga harus tepat. Semuanya itu ditambah dengan pemilihan bibit, penyemaian,
pengolahan tanah, penyiangan, pemupukan, dan lain-lainnya yang lebih lazim disebut dengan
teknologi. Dengan kata lain teknologi dalam pertanian merupakan cara-cara atau teknik
Dalam penelitian ini, teknologi merupakan teknik atau cara petani dalam mengelola pertanian
tanaman pangan beras (padi) meliputi pemilihan bibit, pemupukan, pemberantasan hama dan
gulma, masa tanam, dan pengairan.
Banyak atau tidaknya produksi yang dihasilkan tanaman sebagian besar tergantung dari
varietas yang ditanam (Sembiring, 2006). Petani di Kecamatan Gebang umumnya sudah
malakukan pemilihan bibit yang unggul, penanaman bibit lokal tidak lagi dilakukan.
Ekspektasi petani terhadap hasil dan jangka waktu panen ternyata sudah sangat
diperhitungkan oleh sebagian besar petani di Kecamatan Gebang. Petani sudah memiliki
orientasi peningkatan hasil panen dengan menanam bibit unggul walaupun dalam satu sisi
terkendala masalah modal. Tetapi usaha petani setidaknya telah membantu meningkatkan
produksi beras lokal dengan menanam bibit unggul yang berkualitas tinggi.
Selain pemilihan varietas unggul, bibit varietas unggul tersebut agar dapat
menghasilkan produksi yang maksimal harus dilakukan perawatan dan pemupukan yang
tepat. Penggunaan pupuk yang tepat sangat berpengaruh pada produksi, ketepatan dalam
memilih jenis pupuk saat pemupukan dan jumlah kebutuhan pokok dalam melakukan
budidaya padi dapat menjadi tolok ukur keberhasilan peningkatan produksi. Pemupukan yang
merata, intensif serta berimbang merupakan langkah yang tepat. Adapun tujuan pemupukan
adalah untuk melengkapi makanan atau hara tumbuhan. Namun, pemupukan yang dilakukan
petani di Kecamatan Gebang tidak semuanya sesuai dengan aturan dan takaran karena
masalah yang lagi-lagi berputar pada kendala modal yang kurang untuk penyediaan pupuk
yang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Selain itu masalah hama juga menjadi
momok yang menakutkan bagi petani dalam usaha peningkatan produksi tanaman pangan
beras, meskipun demikian, seluruh petani telah melakukan upaya untuk meminimalisir
dampak yang ditimbulkan hama dengan melakukan penyemprotan pestisida dan herbisida
umumnya telah sesuai dengan anjuran dosis penggunaan meskipun masih ada petani yang
juga mengira-ngira takaran.
2. Pola Konsumsi dan Kebutuhan Beras di Kecamatan Gebang
Sangat tidak bisa disangkal bahwa semakin bertambah jumlah penduduk semakin
bertambah pula kebutuhannya akan barang dan jasa, sesuai dengan teori Malthus mengenai
pertumbuhan populasi yang mengikuti deret ukur dan pertumbuhan pangan yang sesuai
dengan deret hitung, sampai sekarang dibeberapa wilayah tertentu masih dapat terterapkan
dengan nyata. Terkait masalah konsumsi dan kebutuhan pangan beras di suatu wilayah, maka
selain tingkat konsumsi per kapitanya, jumlah atau kuantitas penduduk menjadi indikator
yang sangat menentukan berapa jumlah atau kuantitas pangan yang dibutuhkan dan yang
dikonsumsi termasuk pangan beras di Kecamatan Gebang.
Penduduk adalah faktor penting dalam perencanaan pembangunan. Berdasarkan
proyeksi pada tahun 2011 hingga 2012 jumlah penduduk kecamatan Gebang terus bertambah
sekitar 4% per tahun, secara berturut-turut jumlah penduduk dari tahun 2011 hingga 2020,
yakni 58996 jiwa, 61.651 jiwa, 64425 jiwa, 67324 jiwa, 70354 jiwa, 73520 jiwa, 76828 jiwa,
80285 jiwa, 83898 jiwa, dan 87673 jiwa. Seiring pertambahan jumlah penduduk, jumlah
konsumsi juga bertambah sesuai dengan besaran konsumsi per kapita, dalam hal ini sesuai
dengan konsumsi penduduk Gebang. Sesuai dengan pernyataan Tarigan (2010) yang
mengatakan bahwa jumlah penduduk adalah faktor utama untuk menentukan banyaknya
permintaan bahan konsumsi yang perlu disediakan.
Konsumsi beras penduduk mencapai 130 kg / kapita/tahun atau lebih tinggi 29,6 kg
dari Pola Pangan Harapan (PPH) yang dianjurkan. Tingginya konsumsi penduduk terhadap
beras diakibatkan oleh pola konsumsi masyarakat yang monoton kepada beras, nasi masih
diidentikkan dengan beras padi. Secara umum terjadi peningkatan konsumsi dan kebutuhan
Gebang yang terjadi tiap tahunnya berdasarkan proyeksi yang telah dilakukan. Namun, selain
jumlah penduduk yang mendeterminasi jumlah atau kuantitas konsumsi serta kebutuhan
beras, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pola konsumsi. Sementara angka
kebutuhan beras penduduk yang semestinya atau kebutuhan yang dianjurkan sesuai dengan
PPH berdasarkan ketetapan Menteri BAPPENAS untuk mendukung program Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi tahun 2011-2015 dan Lampiran Menteri Pertanian digunakan
standar PPH baru untuk kebutuhan padi-padian yakni sebesar 275 gram/kapita/hari atau
sebesar 100,4 kg/kapita/tahun. Kebutuhan beras pada tahun 2020 lebih tinggi 2.595,121 ton
dari PPH.
3. Kemampuan Swasembada Beras Di Kecamatan Gebang
Swasembada pangan berarti kemampuan untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan
dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai
diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimilki dan pengetahuan lebih
yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan
(Ekaputri, 2011). Yogi (2007) menyatakan bahwa swasembada dapat tercapai jika
peningkatan produksi beras melebihi konsumsi beras. Jika dikaitkan dengan daerah
Kecamatan Gebang dalam konteks ingin mencapai swasembada pangan khususnya beras,
maka sesuai dengan defenisi yang ada bahwa Kecamatan Gebang dapat dikatakan
swasembada apabila secara umum mampu memenuhi kebutuhan pangan beras penduduk.
Kemampuan swasembada ditentukan oleh perbbandingan produksi dan konsumsi beras
penduduk. Komparasi keduanya akan menghasilkan angka indeks rasio perimbangan yang
menunjukkan mampu atau tidaknya suatu daerah untuk berswasembada. Pada hasil proyeksi,
indeks rasio perimbangan produksi dan konsumsi di Gebang menunjukkan rasio di atas angka
perimbangan produksi dan konsumsi di kecamatan Gebang tahun 2011 hingga 2020 sebesar
2,52, 2,38, 2,24, 2,12, 1,99, 1,88, 1,78, 1,68, 1,58, dan 1,49.
Sesuai dengan proyeksi yang dilakukan, tercatat untuk waktu sepuluh tahun yang akan
datang, yakni dari tahun 2011 hingga tahun 2020 Kecamatan Gebang masih merupakan
Kecamatan yang memiliki rasio ketersediaan beras dengan status surplus. Swasembada
ataupun surplusnya wilayah Kecamatan Gebang sesuai dengan isi Lampiran Peraturan
Menteri Pertanian No.5 /Permentan/OT.140 /12/2010 mengenai Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk
mengetahui apakah kondisi suatu daerah apakah surplus, swasembada, cukup atau defisit
beras digunakan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan beras yang dirumuskan
dalam bentuk rasio perimbangan dengan skor dan klasifikasi, yaitu:
a. Skor 1 : apabila rasio > 1.14 (surplus)
b. Skor 2 : apabila rasio > 1.00 – 1.14 (swasembada)
c. Skor 3 : apabila rasio > 0.95 – 1.00 (cukup)
d. Skor 4 : apabila rasio lebih kecil atau sama dengan 0.95 (defisit). (Permentan, 2010).
Walaupun Kecamatan gebang pada tahun 2020 masih mampu untuk surplus beras
berdasarkan proyeksi yang dilakukan, tetapi langkah untuk mempertahankan kondisi surplus
di Kecamatan Gebang amatlah berat. Hal tersebut didasari oleh faktor pengelolaan produksi
pertanian tanaman pangan beras memiliki banyak kendala dan memungkinkan memberi
pengaruh terhadap kuantitas produksi beras seperti alihfungsi lahan, kekurangan modal,
pengairan yang belum optimal, dan pengelolaan lahan dan tanaman yang masih memiliki
kekurangan. Selain itu, pola konsumsi penduduk yang sangt monoton untuk makan
sehari-hari menjadi suatu hal yang sangat penting diperhatikan oleh Kecamatan Gebang. Tingginya
konsumsi beras akan membuat permintaan dimasa mendatang akan semakin tinggi pula
misalnya, adalah faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi
yang perlu disediakan. Jika hal-hal yang menghambat ini tetap dibiarkan, tidak menutup
kemungkinan pada tahun 2030, 2040 dan seterusnya Kecamatan Gebang mengalami defisit
ketersediaan beras. Namun, apabila program diversifikasi pangan berjalan baik, dan
pemenuhan kebutuhan beras penduduk sesuai dengan Pola Pangan Harapan 2011-2015, maka
Gebang akan tetap bisa menjadi wilayah surplus dan swasembada beras di Kabupaten
64
Afrianto, Denny. 2010. Analisis Pengaruh Stok Beras, Luas Panen, Rata-Rata Produksi, Harga Beras, dan Jumlah Konsumsi Beras Terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Tengah. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Online) diakses pada laman : http://eprints.undip.ac.id/22602/1/Skripsi Denny afrianto.pdf
Ariani, Mewa. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung
Swasembada Beras. Prosiding Pekan Serealia Nasional tahun 2010.
Banten: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.
Aritonang, Evawany, dkk. 2004. Pola Konsumsi Pangan, Hubungannya Dengan Statys Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Pelajar SD Di Daerah Endemik Gaki Desa Kuta Dame Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi RI Edisi
Maret 2011. Republik Indonesia: Badan Pusat Statistik Nasional.
Badan Pusat Statistik . 2011. Statistik Daerah Langkat. Stabat: BPS Langkat.
_________________. Langkat Dalam Angka 2011,2010, 2009, 2008, 2007, 2006, 2005, 2004, 2003, 2002, 2001, 2000. Stabat: BPS Langkat.
_________________________. Gebang Dalam Angka 2011, 2010, 2009, 2008, 2007, 2006, 2005, 2004, 2003, 2002, 2001, 2000. Stabat: BPS Langkat.
Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. 2007. Buku Pedoman
Pengumpulan dan Pengolahan Data Tanaman Pangan. Jakarta: BPS dan
Deptan.
BAPPENAS (Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional). 2011. Rencana
Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. (Online) diunduh pada
Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara.
Learning). Jakarta: Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian Badan Pengembangan SDM Pertanian (online). (Diunduh pada laman http://www.deptan.go.id/bpsdm/Webdiktan08/Pusat07/Kurikulum07/SK U_jagung/SKU%20Jagung%20book.pdf pada Tanggal 5 April 2013 pukul 11.27 WIB).
Ekaputri, Yuliana. 2011. Swasembada Pangan. Online: diakses pada laman: http://yuliana-ekaputri.blogspot.com/2011/04/swasembada-pangan.html pada pukul 17.21 WIB.
Hehamahua, Hayati. 2009. Produksi Beras di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
bisnis Islam. Maluku: Universitas Iqra-Buru.
Hessie, Rethna. 2009. Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya Terhadap Swasembada Beras di Indonesia. Skripsi. Bogor: IPB.
Irawan. 2005. Analisis Ketersediaan Beras Nasional: Suatu Kajian Simulasi Pendekatan Sistem Dinamis. (Online) Jurnal Prosiding Multifungsi
Pertanian Balai Penelitian Tanah, Bogor (diakses pada:
http://pdfsb.com/readonline/59464e4465513138563378394358706a5641 3d3d-1298634pada tanggal 31 Januari 2013, pukul 11.16 WIB).
Laba, I Wayan. 2010. Analisis Empiris penggunaan Insektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Inovasi Volume 3, No. 2, Tahun
2010: halaman 120-137. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
Maleha, dkk. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein
Vol.13.No.2.Th.2006. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Manahanto, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi, studi Kasus di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Jurnal Wacana
Volume. 12 No.1 Januari 2009 ISSN. 1411-0199. Malang: PPSUB.
Mantra, Ida Bagoes. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mubyarto. 1984. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Mustopa, Zaenil. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alihfungsi lahan Pertanian di Kabupaten Demak. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Notarianto, Dipo. 2011. Analisis Efesiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik (studi Kasus: Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen). Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Nurmalina, Rita. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras Di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi (Online), Volume 26 No.1, Mei 2008: halaman 47-79 ( diakses
pada:
http://pdfsb.com/readonline/5a564e416551683058585a3141586c6b-3496946, tanggal 31 Januari 2013 pukul 11.22 WIB).
Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
________________________ No. 45/Permentan/OT.140/8/2011 Mengenai Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian, dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
Simatupang, Pantjar. 2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Bogor: Prosiding Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. pada tanggal 25 Februari 2013 pukul 13.38 WIB.
Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jakarta: Makalah disajikan dalam Memperingati Hari Pangan Sedunia tanggal 1
Oktober 2009 (online), diakses pada laman:
http:pdfsb.com/readonline/5a6c424364514630583331374148706d56413 d3d-3694626 pada pukul 11.50 WIB.
Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Menuju Swasembada Pangan, Revolusi Hijau II:
Introduksi Manajemen Dalam Pertanian. Jakarta: RBI.
Suparyono, dkk. 1997. Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tarigan, Robinson. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.
Taufiq. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan
Masyarakat di Kabupaten Tuban. Surabaya: Fak. Ekonomi UPN
“Veteran” (Online). Diakses pada laman:
Triyanto, Joko. 2006. Analisis Produksi Padi Di Jawa Tengah. Tesis. Semarang: Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang.(online) Diakses pada:http://pdfsb.com/readonline/594646486541463957484a364448356a 56413d3d-3434435 (31 januari 2013, pukul 09.51 WIB).
Yogi. 2007. Harga Beras dan Dampaknya Pada Swasembada Beras. Jurnal Ekono
Insentif Kopwil4 (online), Vol. 2 No. 1, April 2007. Diakses pada laman:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=jurnal%20swasembada%20b eras&source=web&cd=25&ved=0CDgQFjAEOBQ&url=http%3A%2F%
2Fisjd.pdii.lipi.go.id%2Fadmin%2Fjurnal%2F21071923_1907-0640.pdf&ei=bKdpT6nBJLG5iAeVgbXDCg&usg=AFQjCNHC_Y5SFD FiVqRDyVfeDUOszLUzbA&cad=rja pada pukul 17.05 WIB.