• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Marlina Adhy Restiningrum NIM 11208241038

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul, “Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi

Laras Jumapolo, Karanganyar” ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul, Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi Laras

(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Marlina Adhy Restiningrum NIM : 11208241038

Jurusan : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi-materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 4 Januari 2016 Penulis

(5)

v MOTTO

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Ucapan syukur yang besar kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memimpin dan memberikan kesempatan besar untuk dapat menyelesaikan karya ini. Dan akhirnya karya ini kupersembahkan untuk keluarga tercinta yang tak pernah kehilangan kesabaran untuk

menantikan kelulusan :

Alm. Singgih Toniyadi (Bapak) Yohana Subekti Handayani (Ibu) Nanang Cristianadi Nugroho (Kakak)

Febriana Adhy Pramesti (Kakak)

serta

Kurniawan Prasetyo sandaran hati yang tidak pernah henti memberi semangat.

Teman-teman musik angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

dan

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kritus yang telah memberikan kesempatan dan kasih yang amat besar hingga akhirnya skripsi yang berjudul “Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan

Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi

Laras Jumapolo, Karanganyar” ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. AM. Susilo Pradoko, M. Si dan Drs. Pujiwiyana, M. Pd selaku Dosen Pembimbing I dan II yang penuh kesabaran dan kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan semangat hingga penulisan karya ini bisa selesai dengan baik.

2. Kelompok paguyuban seni “Palupi Laras” yang telah memberikan izin serta menyediakan tempat dan waktu untuk penelitian.

3. Sodara Hendi Kristanto, Bapak Ratno, Sodara Wiwin Suhesti, Bapak Hery Sukamto, serta Sodara Agus yang dengan teliti menyediakan waktu, ijin, serta ilmu dalam proses wawancara guna mengambil data penelitian. 4. Video Shoting Ananda Multimedia yang telah membantu dalam proses

pengambilan data dalam bentuk video selama penelitian dilakukan.

(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 4 Januari 2016 Penulis

(9)

ix

B. Akulturasi Budaya Gamelan Jawa dan Kesenian Badutan ... 13

C. Percampuran Musik……… 17

D. Tangganada Pentatonik dalam Gamelan Jawa ……….. 20

(10)

x

2. Laras Pelog………21

A.Instrumen dalam Gamelan Jawa ………22

B.Tangganada Diatonik………...24

C.Musik Tradisi Badutan ………...26

D.Penelitian yang Relevan………..28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Pendekatan Penelitian ... 30

B. Data Penelitian ... 31

C. Pengumpulan Data...33

1. Obsevasi ... 33

2. Wawancara ... 35

3. Pengumpulan data melalui materi audio dan visual...38

4. Pengumpulan data dengan dokumen ...38

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Analisis Data ... 40 DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR………..45

(11)

xi

1. Karakter irama dan tempo dalam membawakan lagu-lagu

diatonik dan iringan pentatonik ………46

2. Percampuran melodi antara lagu diatonik dan iringan pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan………..56

3. Percampuran Harmoni antara lagu diatonik dan iringan pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan………..109

BAB V. PENUTUP ... 126

Kesimpulan ... 126

Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Contoh Melodi ...12

Gambar 2 : Harmoni tiga suara ...12

Gambar 3 : Notasi Musik Tangganada Mayor Natural / C Mayor ... 24

Gambar 4: Notasi Musik Tangganada a minor asli ... 25

Gambar 5 : Notasi Musik Tangganada a minor harmonis………..25

Gambar 6: Notasi Musik Tangganada a minor melodis ... 25

Gambar 7 : Posisi saat Memainkan Kendang Jaipong ... 47

Gambar 8: Kendang Jaipong ... 47

Gambar 9: Tali Lulang yang diikatkan pada jempol kaki ... 49

Gambar 10 : (a) irama single dan (b) irama doble ……….50

Gambar 11 : Contoh Pola Kendang yang Mengadaptasi pola drum musik pop...51

Gambar 12 : Beberapa Contoh Variasi Ropel Kendang Jaipong …………....51

Gambar 13 : Contoh Perubahan Pola Irama Kendang Jaipong dalam Lagu Morena………...53

Gambar 14 : Susunan Nada Saron Demung Laras Pelog ………...56

Gambar 15 : Intro Lagu Morena oleh Saron Demung ………57

Gambar 16 : Intro Lagu Marai Cemburu oleh Saron Demung ………...57

Gambar 17 : Intro Lagu Tresno Waranggono oleh Saron Demung …………57

Gambar 18 : Posisi Menabuh Saron Demung ……….59

(13)

xiii

Gambar 20 : Susunan Nada Instrumen Saron Barung Laras Pelog………….68

Gambar 21 : Posisi Menabuh Saron Barung ………...69

Gambar 22 : Contoh Percampuran Melodi Saron Barung dengan Lagu Morena……….69

Gambar 23 : Notasi Lagu Morena yang Dibuat oleh Penabuh Saron Demung………72

Gambar 24 : Contoh Ater pada Saron Barung ………75

Gambar 25 : Perbedaan register nada antara instrumen saron demung, saron barung, dan saron panerus dalam laras pelog ... 83

Gambar 26 : Contoh Percampuran Melodi Saron Penerus/Peking dengan Lagu Morena ………...84

Gambar 27 : Posisi Menabuh Saron Penerus/Peking………...86

Gambar 28 : Susunan Nada Instrumen Bonang Barung dan Bonang Penerus Laras Pelog………...………...91

Gambar 29 : Posisi Menabuh Bonang………..92

Gambar 30 : Contoh Percampuran Melodi Bonang dengan Melodi Vokal..92

Gambar 31 : Susunan Nada pada Kenong ……….100

Gambar 32 : Posisi Menabuh Kenong ………...100

Gambar 33 : Susunan Nada Kempul dan Gong ……….101

Gambar 34 : Posisi Menabuh Gong dan Kempul………...102

Gambar 35 : Contoh Percampuran Melodi Kenong, Kempul, dan Gong pada Lagu Morena……….103

(14)

xiv

Gambar 37 : Melodi Lagu Morena Beserta Lirik dan Akord dalam

Diatonis……….110

Gambar 38 : Contoh Harmoni Hasil dari Percampuran Melodi pada Serangkaian Instrumen Gamelan dengan Vokal pada Lagu

(15)

xv

DAFTAR TABEL

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ………..134

Lampiran 2: Surat Keterangan Wawancara………...138

Lampiran 3: Pedoman dan Hasil Wawancara ………...144

Lampiran 4: Notasi Angka ……...……… 172

Lampiran 5: Foto-foto Penelitian ……… 178

Lampiran 6 : Tata Panggung dan Penonton Kesenian Badutan ………183

Lampiran 7 : Senggak Pesinden Khas Badutan………..………...186

(18)

xviii

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

Oleh

Marlina Adhy Restiningrum NIM. 11208241038

ABSTRAK

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan musik tradisi Badutan pada kesenian Palupi Laras Jumapolo, Karanganyar. Pentatonik adalah pada gamelan sebagai musik pengiring dan diatonik adalah lagu yang dibawakan oleh pesinden. Karakter yang dimaksud adalah dilihat dari unsur-unsur musiknya yaitu melodi, harmoni, irama,dan tempo.

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, untuk mendeskripsikan karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam kesenian Badutan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 1) observasi, 2) wawancara, 3) Pengumpulan data melalui materi audio dan visual, 4) pengumpulan data dengan dokumen. Dalam menganalisis data menggunakan reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Untuk pengujian data dan kesimpulan menggunakan tiga cara yaitu : 1) triangulasi sumber, 2) triangulasi teknik, 3) triangulasi waktu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Melodi : karakter percampuran melodi pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan dan diatonik dari lagu yang dibawakan dapat dilihat dari adanya permainan melodi instrumen gamelan yang mengandung unsur memperkuat melodi lagu vokal seperti pada instrumen saron barung pada birama 3 dan 7 terdapat nada sama yang dibunyikan yaitu nada sol dan si. Serta ada pula melodi instrumen gamelan yang tidak mengandung unsur memperkuat melodi vokal, seperti pada melodi instrumen kenong pada birama 1-2, kenong memainkan nada 4 (pat) atau Gis yang tidak sinkron dan berbeda dengan melodi lagu vokal. 2) Harmoni : karakter harmoni kesenian badutan dapat dilihat terdapat penggantian iringan yang seharusnya akord diatonik, seperti akord V dan VI kemudian diganti dengan penggunaan iringan instrumen gamelan yang dimainkan berdasarkan seleh nada, seperti seleh 4 (pat), 6 (nem), 5 (ma), 3 (lu), 7 (pi), 1 (ji). 3) Irama : Irama yang terbentuk dari permainan kendang jaipong meliputi irama single, doble, dan pola drumset. Dalam setiap perpindahan irama terdapat suatu variasi ropel kendang yang membuat suasana Badutan menjadi meriah. 4) Tempo : Kendang jaipong sangat bebas dalam membawakan tempo. Perubahan tempo yang biasa dibawakan adalah alegro dan vivace.

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang dikenal memiliki suku bangsa dan kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda dan memiliki ke khas-an masing-masing. Kebudayaan sendiri adalah kebiasaan yang dilakukan berdasarkan hasil olah budi pekerti dan akal pikiran. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan koentjaraningrat dalam Widyosiswoyo (2004:31), bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budipekerti.

Kebudayaan sendiri memiliki berbagai unsur. Menurut C. Kluckhohn dalam Noorkasiani dkk (2007:14) ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Kesenian berasal dari kata dasar seni. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hary Sulastyanto dkk (2007:2) Seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia. Sedangkan kesenian adalah salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas (PutuWijaya, 2001:15).

(20)

2

patung/pahat, relief, lukis dan gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan , dan drama. Musik adalah salah satu macam dari kesenian di Indonesia yang banyak mengalami perkembangan menurut tempat dan lokasinya. Di Indonesia setiap daerah dan pulau memiliki musik yang berbeda-beda dengan ciri khas masing-masing.

Salah satu musik daerah asli Indonesia adalah kesenian Karawitan. Kesenian Karawitan dimainkan dengan menggunakan instrumen gamelan Jawa. Seni Gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi Bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni (Purwadi dan Efendi Widayat, 2005:1).

Kata karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit, yang berarti halus, dan Karawitan berarti kehalusan atau keindahan (Prier, 2011: 85). Arti kata karawitan berkaitan dengan musik karawitan sendiri yang terkenal sebagai musik yang halus, cantik, dan indah. Karawitan di Indonesia juga berkembang berdasarkan tempat atau lokasinya. Perkembangan kesenian Karawitan pada masing-masing daerah memiliki perbedaan pada gaya dan macam instrument gamelan yang digunakan.

Karawitan di Indonesia sendiri terbagi berdasarkan tempat berkembangnya. Seperti yang dijelaskan Wisnusubroto dalam Purwadi dan Efendi Widayat (2005;6)

(21)

3

West Java, Gamelan Bali from Bali, Gamelan Kodhok Ngorek special small ensemble for ceremony, Gamelan Monggang special small ensemble for ceremony, Gamelan Carabalen special small ensemble for ceremony, Gamelan Sekati special ensemble played once a year during maulud/sekaten celebration (the birthday of the prophet Mohammad SAW), Gamelan Sengganen gamelan with thick glass keys, Gamelan Jemblung bamboo instruments from Bagelen, Gamelan Bumbung bamboo idiochord instruments from Kediri.

Gamelan Jawa adalah karawitan yang berasal dari Jawa Tengah. Secara filosofis, gamelan Jawa merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa (Purwadi dan Efendy Widayat,2005 : 2). Gamelan Jawa yang lengkap terdiri dari kurang lebih 72 instrumen dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dan pesinden sekitar 10-15 orang disertai dengan gerong. Instrumen dalam gamelan Jawa secara lengkap terdiri atas :

1. Instrumen Gamelan Slendro antara lain :

Gender Barung Slendro, Gender Slendro Penerus, Bonang Penembung Slendro, Bonang Slendro Barung, Bonang Penerus Slendro, Gambang Slendro, Clempung Slendro, Slemtem Slendro, Demung Slendro, Saron Barung Slendro, Saron Peking Slendro, Suling Slendro, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kethuk Slendro, Penonthong 5 Slendro, Penonthong 3 Slendro, Engkuk, Kemong,.

2. Instrumen Gamelan Pelog,

(22)

4

Bonang Barung Pelog, Bonang Penerus Pelog, Gambang Pelog, Clempung Pelog, Slemtem Pelog, Demung Pelog, Saron Pelog, Saron Peking Pelog, Suling Pelog, Kempul 5 atau 6 Pelog (kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang, Kethuk Pelog, Penonthong 4 Pelog, Penonthong 2 Pelog,

3. Instrumen yang dipakai baik dalam gamelan pelog maupun slendro, antara lain : Rebab, Kecrek, Kendang Gede, Kendang Ciblon, Kendang ketipung, Beduk Besar, Tambur,Gong suwukan, Gong Gede, Kemanak, Kecer Kombali, Kecer Bintang, Kecer Royeh, Kecer Bangkong, Kepyak, Gentha, Celuring, Keprak/Kothak, Zhiter.

Gamelan Jawa sering digunakan sebagai pengiring dalam upacara adat, pengiring tarian Jawa dan pengiring dalam kesenian pertunjukan wayang.

Gendhing karawitan Jawa ditinjau dari tangganada yang digunakan

dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu gendhing pelog dan gendhing slendro. Karawitan adalah seni suara yang menggunakan laras slendro dan laras pelog baik suara manusia atau suara instrument gamelan (Purwadi dan Efendy Widayat, 2005:14). Dalam pertunjukannya, niyaga dan pesinden seluruhnya duduk. Untuk niyaga maupun gerong yang berjenis kelamin laki-laki harus duduk secara bersila. Dan bagi niyaga dan pesinden yang berjenis kelamin wanita diwajibkan untuk duduk secara bersimpuh.

(23)

5

dan gerong adalah pakaian tradisi Jawa Tengah. Kebaya untuk wanita dan beskap untuk laki-laki. Dalam memainkan gendhing, seluruh niyaga,

pesinden dan pengrawit diwajibkan untuk menjaga perilaku, sopan santun

dan tata krama. Hal ini sesuai dengan ajaran kejawen atau kepercayaan masyarakat Jawa bahwa gamelan Jawa adalah sebagai warisan leluhur dan hasil cipta karya manusia yang harus selalu dihargai.

Di masa kini, karawitan sudah banyak mengalami perkembangan. Salah satu musik hasil dari perkembangan musik karawitan adalah musik Badutan. Musik Badutan sering juga disebut dengan Sragenan. Disebut Sragenan karena kesenian ini berkembang sesuai gaya dan tradisi masyarakat Sragen, Jawa Tengah. Musik Badutan sudah ada dari ratusan tahun yang lalu. Musik Badutan pada umumnya dimainkan oleh kurang lebih 10 sd. 15 pengrawit, dengan jumlah penyanyi/sinden kurang lebih 2 sampai 3 orang.

(24)

6

yang sama dengan karawitan pada umumnya yakni instrumen gamelan Jawa pelog.

Dengan alat musik yang menggunakan gamelan Jawa (dengan laras pelog), musik Badutan menjadi sangat unik karena sebagian besar lagu-lagu/nyanyian yang dibawakan adalah lagu-lagu yang menggunakan tangganada diatonis. Hal ini menjadi sangat menarik untuk diteliti, bagaimana karakter penggabungan antara tangganada pentatonis dan diatonis yang dimainkan secara bersamaan. Karakter musik yang dimaksud adalah pada melodi, irama, harmoni, dan tempo. Meskipun terdengar tidak selaras, namun musik ini sangat populer dan digemari banyak masyarakat khususnya di daerah Sragen, Jumantono, dan daerah sekitarnya.

Dalam penyebarannya, kini kelompok kesenian Badutan tidak hanya ada di Sragen Jawa Tengah, namun sudah meluas ke daerah-daerah yang lain. Salah satu kelompok kesenian yang mengangkat musik badutan dalam setiap pementasannya adalah kelompok kesenian Palupi Laras di Desa Bakalan, Jumapolo, Karanganyar. Pementasan musik badutan tersebut sangat digemari baik oleh seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, kaum muda maupun kaum tua. Hal ini terlihat saat pertunjukan yang diadakan di Jumantono pada tanggal 3 Mei 2015, hampir seluruh penonton ikut berjoget mengikuti irama musik badutan dan menyaksikan pertunjukan hingga berakhir.

(25)

7

Indonesia dan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Selain itu, musik badutan dapat menjadi alat pemersatu masyarakat dalam menjaga komunikasi dan kerukunan antar warga.

B. Fokus permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti memfokuskan pada karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan musik tradisi Badutan pada kesenian Palupi Laras, Desa Bakalan Jumapolo Karanganyar. Karakter yang dimaksud adalah dalam percampuran melodi, irama, harmoni, dan tempo dalam lagu diatonik dan iringan pentatonik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. “Bagaimanakah karakter percampuran melodi antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik ?”

2. “Bagaimanakah karakter percampuran harmoni antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik ?”

3. “Bagaimanakah karakter irama dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya ?”

(26)

8 D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk :

1. Mendeskripsikan karakter percampuran melodi antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik.

2. Mendeskripsikan karakter percampuran harmoni antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik.

3. Mendeskripsikan karakter irama dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya.

4. Mendeskripsikan perbedaan tempo antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(27)

9 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa Pendidikan Seni Musik

Menambah referensi khususnya dalam Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan. Sehingga mahasiswa akan lebih mengenal dan mudah untuk mempelajari musik daerah ini.

b. Bagi Masyarakat

Menambah referensi masyarakat mengenai Musik Badutan khususnya dalam Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan.

c. Bagi Keluarga Kesenian Badutan Palupi Laras

Menambah populer kesenian tersebut, karena setiap masyarakat yang membaca kajian ini akan lebih mengetahui tentang kesenian tersebut. Dan selanjutnya diharapkan banyak masyarakat yang tertarik mengundang kesenian ini untuk tampil, sehingga menambah penghasilan para pemain. Maka dari itu para pemain keseniaan ini akan lebih serius dalam penggarapan musiknya sehingga kesenian Badutan Palupi Laras akan lebih maju dan berkembang.

d. Bagi Peneliti

(28)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Karakter Musik

Dalam terminologi psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi (Mujib, 2006:45). Dalam bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifat kejiwaan/ tabiat/ watak (Narwanti, 2011:1). Karakter bukan sekedar sebuah kepribadian (personality) karena sesungguhnya karakter adalah kepribadian yang ternilai (Narwanti, 2011:2). Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, gaya, sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir (Doni Koesoema, 2010:80). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:895) kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain. Dari keseluruhan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan suatu hal yang unik yang hanya ada pada individual ataupun suatu kelompok, yang menjadikannya sebagai ciri atau sifat pembeda dari yang lain.

(29)

11

(2005:766) musik diartikan sebagai nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Menurut Masduki (2004:42-43), terdapat beberapa definisi musik diantaranya adalah:

1. Musik adalah seni bunyi yang meliputi segala suara. Kegiatan musik tidak semata instrumental, tetapi juga kegiatan vokal. Musik bukan hanya diatonik, melainkan kegiatan seni bunyi dengan sistem yang manapun. Dari sini dikenal istilah musik populer, musik daerah, musik tradisional, modern, dan kontemporer.

2. Musik adalah produk kebudayaan manusia. Keterkaitan antara musik dan manusia selalu menjadi fokus kajian karena kebudayaan musik adalah produk konseptual Cognitive dan perilaku Behavior masyarakat.

3. Musik adalah bahasa universal, tidak ada etnik di dunia yang tidak bermusik. Dua perspektif dalam memahami musik, yaitu (1) barat, melihat musik berdasarkan fenomena bunyi; (2) timur, memahami musik dengan melihat berbagai konteks dan konsep kultural tempat musik itu tumbuh.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa musik adalah segala macam produk kebudayaan manusia dalam bentuk suara baik instrumental maupun seni bunyi dengan sistem manapun.

(30)

12

masyarakat lah yang aktif dan membuat sesuatu untuk diri sendiri.

Adapun dalam kajian ini akan membahas tentang karakter musik Badutan, unsur-unsur musik yang akan dikaji antara lain:

1. Melodi

Melodi adalah permainan rangkaian nada-nada yang tersusun atau teratur tinggi-rendahnya sehingga menjadi sebuah lagu. Melodi dimainkan pada awal lagu (intro), diantara bait kedua syair lagu dan refrain (interlude), serta diakhir sebuah lagu (coda). Menurut Prier (2011:113) melodi adalah suatu urutan nada yang utuh dan membawa makna. Contoh Melodi :

Gambar 1. Contoh Melodi

Sumber : Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di kabupaten Sragen, (Pratama, 2014:7)

2. Harmoni

Harmoni adalah keselarasan antara melodi dan ritme dengan menyisipkan hiasan-hiasan (ornament) dan dinamika sehingga melodi dalam lagu bisa dimainkan dengan keras, lembut, terputus-putus, bergelombang, atau bergetar. (Hendro, 2007:2). Contoh Harmoni tiga suara :

Gambar 2. Contoh Harmoni Tiga Suara

Sumber : Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di kabupaten Sragen, 2014:8

(31)

13

a. Gembyang : suatu interval yang dipisahkan oleh 4 nada atau 4 bilah instrumen (satu oktaf)

b. Kempyung : suatu interval yang dipisahkan oleh 2 nada atau 2 bilah instrumen (kwint)

c. Gembyung : suatu interval yang dipisahkan oleh 1 nada atau satu bilah instrumen

3. Irama

Irama adalah unsur musik pokok yang menghidupkan penyajian musik berhubungan dengan panjang pendek nada dan tekanan pada melodi, sebagai unsur musik pokok yang pertama (Prier 2011:76). Irama sering pula dikaitkan dengan istilah gaya dalam musik. Menurut Prier (2011: 52) Gaya dalam musik berarti irama dan lagu dalam nyanyian, musik dan sebagainya. Oleh sebab itu untuk memahami dan menguasai bentuk irama dan gaya pada musik musik Badutan adalah dengan mendengar dan melihat langsung pementasan musik tersebut.

Irama dalam Karawitan Jawa terdiri dari :

a. Irama gropak/suwukan : menurut Sumarsam (1995:354) irama suwukan adalah suatu bagian dari inggah dalam gendhing dimainkan khususnya untuk mengakhiri gendhing.

(32)

14

dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/2.

c. Irama Wiled : menurut Sumarsam (1995:354) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/16.

d. Irama dadi : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/8.

e. Irama rangkep : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/32.

f. Irama tanggung : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/4.

4. Tempo

(33)

15

diatur dengan alat pengukur kecepatan yang disebut metronome. Sebuah lagu dan notasi musik biasa terdapat tanda tempo maupun perubahan tempo, misalnya lagu dimainkan menjadi lebih cepat dan lebih lambat.

Menurut Purwadi (2009:49) tempo dalam karawitan Jawa, terdiri dari :

a. Seseg : Presto, Alegro

b. Netral : Allegretto, Moderato c. Tamban : Adagio, Largo

B. Akulturasi Budaya Gamelan Jawa dalam Kesenian Badutan

(34)

16

dan Kolonial Belanda (Sumarsam, 1995:3).

Hasil penggabungan gagasan-gagasan dan elemen-elemen Eropa ke dalam ritus tradisional Jawa mencerminkan perkembangan alamiah praktek-praktek kebudayaan kraton Jawa (Sumarsam, 1995:6). Percampuran dengan elemen-elemen Eropa ini juga terjadi dalam upacara-upacara penting kraton, antara lain : musik mars militer, musik popular untuk dansa, penghormatan suara meriam dan tembakan salvo, dan tontonan kembang api. Ritual-ritual kraton campuran ini tidak berlangsung lama. Ritual-ritual kraton yang bersifat campuran makin lama makin menipis, walaupun sisa-sisanya masih dapat ditemukan pada awal abad ke 20.

(35)

17

musisi Jawa sebagai bagian pertimbangan masukan untuk meng“asli”kan

teori gamelan. Suasana intelektual tahun 1970-an ini mengingatkan kita pada suasana intelektual pada abad ke-19, ketika intelektual Jawa, Indo, dan Eropa mempunyai hubungan akrab. Sumarsam (1996:15).

Di luar kraton, seni gamelan Jawa juga terus mengalami perkembangan. Pertunjukan wayang, tari-tarian, dan karawitan banyak dipergunakan masyarakat sebagai iringan dan hiburan dalam upacara-upacara adat seperti pernikahan, tasyukuran, klenengan dan lain-lain. Pertunjukan seni gamelan juga berkembang ke daerah-daerah pelosok di Jawa Tengah. Adapun persebaran kesenian gamelan ini berkembang mengikuti selera dan gaya daerah-daerah tempat berkembangnya. Minat masyarakat akan gamelan Jawa, membuat banyaknya paguyuban-paguyuban dan grub-grub kesenian gamelan bermunculan di masyarakat.

Sragen dan Karanganyar merupakan salah satu tempat berkembangnya seni gamelan secara aktif. Hampir seluruh kelurahan dan kecamatan di daerah Sragen dan Karanganyar memiliki grub kesenian karawitan. Seni gamelan ini berkembang menjadi musik rakyat yang banyak disukai dan dikagumi. Adapun beberapa kesenian rakyat yang merupakan bentuk perkembangan dari gamelan jawa antara lain : Campursari, Campursari Sragenan, Klenengan, Tayub, dan Kesenian Badutan.

(36)

18

musik populer bagi masyarakat Sragen dan sekitarnya. Musik Badutan awalnya hampir sama dengan seni karawitan pada umumnya. Hanya perbedaanya sesekali pesinden bergaya jenaka layaknya seorang pelawak dan menggoda pengrawit atau penontonnya. Namun kini kesenian Badutan juga mengalami akulturasi. Akulturasi ini terjadi dengan bercampurnya musik Badutan dengan musik-musik yang sedang populer di Indonesia sekarang.

Pada tahun 2000-an sampai 2015-an ini, Musik dangdut sedang menjadi musik yang sangat populer di Indonesia. Hampir seluruh stasiun TV memutarkan musik dangdut dalam berbagai acaranya. Kini muncul lagu-lagu dangdut baru dengan bahasa dan aransement musik yang easy listening atau mudah dihafalkan dan didengarkan sehingga mudah akrab

(37)

19 C. Percampuran Musik

Percampuran sering pula dikaitkan dengan istilah sinkretisme. Musik sinkretik berarti mencampur musik (mixing) dari kategori-kategori yang berbeda (Vincent McDermott dalam Sulistiyanto, 2008: 22). Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa percampuran musik dari kategori yang berbeda disebut dengan sinkretik. Menurut Sulistiyanto (2008:25) percampuran dalam musik sendiri dapat diartikan sebagai percampuran idiom, aspek-aspek musikal yang berasal dari kategori genre musik yang berlainan.

(38)

20

Bagan 1. Dinamika Interkultural dan Transkultural

Sumber :. Pendekatan Sinkretik Sebagai Salah Satu Pengembangan Idiom Musik Kontemporer (Vincent McDermott dalam Sulistiyanto, 2008:27)

(39)

21

Pada tahapan transformasi ini akan mengalami peristiwa transkulturasi (adopsi, adaptasi) yang akan menghasilkan bentuk baru melalui proses peleburan elemen-elemen kebudayaan. Yang ketiga adalah reaksi positif terbuka. Dalam hal ini jika berlangsung dalam waktu yang lama akan terjadi dekulturalisasi dan tradisi suatu bangsa yang sudah berakar secara turun menurun akan hilang.

(40)

22

D. Tangganada Pentatonik dalam Gamelan Jawa 1. Tangganada Pentatonik

Pentatonik menurut Prier (2011:158) adalah istilah untuk sistem nada/ tangganada yang terdiri dari lima nada. Terdapat bermacam-macam tangganada pentatonik, namun dalam gamelan Jawa dibagi menjadi 2 macam. Yaitu laras pelog dan laras slendro. Yang dimaksud dengan laras adalah notasi yang dipergunakan dalam gamelan (Yoyok dan Siswandi, 2008:156)

a. Laras Slendro

Tabel 1. Titilaras Gamelan Jawa Slendro

Sumber : Pendidikan Seni Budaya SMP (Yoyok dan Siswandi, 2008 :156)

Menurut Prier (2011:202), Bila ditranskripsi ke notasi internasional langkah nada dalam slendro adalah sbb. : do – re – mi – sol - la ; atau tanpa setengah nada.

Dalam sistem gamelan Jawa baik laras slendro maupun pelog, dikenal memiliki Pathet. Pathet adalah wilayah atau

(41)

23

susunan nada didalam laras dan nada-nada tersebut mempunyai fungsi dan kedudukan sendiri-sendiri (Yoyok dan Siswandi, 2008:157). Pathet digunakan dalam memainkan suatu gending jawa. Patet Laras Slendro ada 3 macam, yaitu Slendro Patet Nem, Slendro Patet Sanga, dan Slendro Patet Manyura.

Gambar 3. Slendro Patet Nem Gambar 4. Slendro Patet Sanga

(42)

24

Tabel 2. Titilaras Gamelan Jawa Pelog

Sumber : Pendidikan Seni Budaya SMP (Yoyok dan Siswandi, 2008 : 15)

Menurut Prier (2011:157) Pelog memiliki 3 macam patet/ modus, diantaranya :

1) Modus/Patet Nem : 1 – 2 – 3 – 5 – 6 (kira-kira d – es – f – a – bes)

Gambar 6. Pelog Patet Nem Sumber : Kamus Musik, 2011:154

2) Modus/Patet Barang : 2 – 3 – 5 – 6 – 7 (kira-kira e – f – a – bes –c) seperti tangganada “satu kruis”.

Gambar 7. Pelog Patet Barang Sumber : Kamus Musik, 2011:154

3) Modus/Patet Lima : 4 – 5 – 6 – 1 – 2 (kira-kira g – a – bes – d –es) seperti tangganada “satu mol”.

3 Dhadha Lu

4 Pelog Pat

5 Lima Ma

6 Enem Nem

(43)

25 Gambar 8. Pelog Patet Lima Sumber : Kamus Musik, 2011:154

Menurut Prier (2011:157) nampak sesuatu yang unik dalam Gamelan Pelog yaitu bahwa nada 2(ro) sekali (dalam Patet Nem) berfungsi sebagai es dan sekali (dalam Patet Barang) sebagai e. Inilah mungkin karena tinggi nada (pitch) dari bilah 2 (ro) dilaraskan antara es dan e,

Gamelan ialah sebuah pernyataan musikal berupa kumpulan alat-alat musik tradisional dalam jumlah besar yang terdapat di pulau Jawa. Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 75 alat dan dapat dimiankan oleh 30 niyaga (penabuh) dengan disertai 10 sampai 15 pesinden.

Instrument gamelan lengkap terdiri atas: 1. Instrumen Gamelan Slendro, terdiri dari :

(44)

26

Slendro, Clempung Slendro, Slemtem Slendro, Demung Slendro, Saron Barung Slendro, Saron Peking Slendro, Suling Slendro, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kethuk Slendro, Penonthong 5 Slendro, Penonthong 3 Slendro, Engkuk, Kemong,. 2. Instrumen Gamelan Pelog, terdiri dari :

Gender Pelog 6, Gender Pelog Barang, Gender Pelog 6 Penerus, Gender Pelog Barang Penerus, Bonang Penembung Pelog, Bonang Barung Pelog, Bonang Penerus Pelog, Gambang Pelog, Clempung Pelog, Slemtem Pelog, Demung Pelog, Saron Pelog, Saron Peking Pelog, Suling Pelog, Kempul 5 atau 6 Pelog (kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang, Kethuk Pelog, Penonthong 4 Pelog, Penonthong 2 Pelog, 3. Instrumen yang dipakai baik dalam gamelan pelog maupun slendro,

terdiri dari :

(45)

27

Dalam kesenian Badutan memang tidak semua perangkat gamelan lengkap dipakai. Adapun dalam kajian ini, penelitian difokuskan untuk membahas melodi, harmoni, irama, dan tempo dalam karakter tangganada pentatonik yang dimainkan dalam setiap alat musik Gamelan Jawa yang dipakai dalam kesenian Musik Tradisi Badutan. Antara lain :

1. Saron Barung tangganada dengan tujuh nada “natural” (Heptatonik), dengan langkah -langkah satu atau setengah nada. Berdasarkan uraian pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tangganada diatonik adalah tangganada yang melewati jarak interval satu nada dan setengah nada.

(46)

28

Mayor sejak dulu ditafsirkan sebagai gembira, menyenangkan (Prier,2011:112). Jarak interval tangganada mayor dalam 1 oktaf adalah sebagai berikut: 1 – 1 – ½ - 1 – 1 – 1 – ½

Berikut salah contoh notasi musik susunan tangganada mayor :

Gambar 3. Notasi Musik Tangganada Mayor Natural / C Mayor (dok. Marlina 2015)

Gambar 4. Contoh Tangganada a minor asli (dok. Marlina 2015)

b. Minor Harmonis

Tangganada minor harmonis adalah la-si-do-re-mi-fa-sel-la

Gambar 5. Notasi Musik Tangganada a minor harmonis (dok. Marlina 2015)

c. Minor Melodis

Tangganada minor melodis adalah la-si-do-re-mi-fi-sel-la

(47)

29

Adapun dalam kajian ini, penelitian difokuskan untuk membahas melodi, harmoni, irama, dan tempo beberapa lagu yang dinyanyikan oleh pesinden dalam tangganada diatonik dalam kesenian Musik Badutan.

G. Musik Tradisi Badutan

Musik Badutan adalah perkembangan dari musik karawitan. Seluruh instrumen musik yang ada dalam kesenian badutan sama dengan karawitan. Hanya saja kesenian badutan dibawakan dengan format instrumen gamelan yang lebih kecil. Karena tidak semua instrumen gamelan format besar digunakan. Musik Badutan sering juga disebut dengan Sragenan. Disebut sragenan karena musik ini adalah perkembangan kesenian karawitan yang berkembang di daerah Sragen Jawa Tengah. Pemberian nama badutan pada musik ini sesuai dengan arti kata badut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia badut diartikan sebagai pelawak atau berbuat yang lucu-lucu (2005:85). Hal ini sesuai dengan ciri khas kesenian badutan dimana seorang pesinden seringkali membawakan lagu dengan gaya yang jenaka. Sesekali pesinden melawak dan menggoda para penonton maupun para niyaga yang ada disekitarnya.

(48)

30

pengrawit laki-laki. Dalam perkembangannya kini musik badutan tidak hanya ada di Sragen Jawa Tengah namun sudah berkembang ke daerah-daerah lain sekitarnya. Pada awalnya kesenian badutan hampir sama dengan karawitan pada umumnya. Namun, kini musik badutan semakin berkembang menurut perkembangan zaman dan selera masyarakat.

Musik badutan kini menjadi sangat berbeda dengan karawitan pada umumnya. Musik badutan sangat tidak terbatas dalam membawakan lagu. Lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu yang sedang populer di Indonesia. Lagu yang dibawakan sangat beragam mulai dari lagu campursari, lagu pop, lagu dangdut, dan lagu keroncong. Namun, uniknya seluruh perangkat alat musik badutan adalah murni alat musik gamelan Jawa yang sama dengan karawitan pada umumnya. Dengan alat musik yang menggunakan gamelan jawa (dengan laras pelog dan slendro), musik Badutan menjadi sangat unik karena sebagian besar lagu-lagu/nyanyian yang dibawakan adalah lagu-lagu yang menggunakan tangganada diatonis.

(49)

31

pertunjukan musik Badutan. Hal itulah yang membuat kesenian Palupi Laras menjadi lebih gayeng atau seru dibanding kelompok Badutan yang lain.

H. Penelitian yang relevan

Penelitian yang relevan berisi literatur-literatur yang terkait dengan objek bahasan. Melalui literatur ini diharapkan dapat membantu penulis untuk meneliti sisi lain yang belum pernah diteliti oleh penulis lain. Berikut adalah deskripsi berbagai tulisan tersebut.

1. Yugo Pratomo dalam penelitian tentang “Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di Kabupaten Sragen” tulisan ini mengulas mengenai bentuk penyajian dari kesenian Tayub di kabupaten Sragen serta unsur-unsur musik seperti melodi, irama, tekstur, tempo dan dinamik yang ada dalam kesenian Tayub. Tayub merupakan salah satu hasil perkembangan dari Seni Gamelan di Jawa sama halnya seperti kesenian Badutan. Instrumen musik yang dipakai dalam Kesenian Tayub sama dengan instrumen yang dipakai dalam kesenian Badutan. Maka dari itu, tulisan ini berfungsi bagi peneliti untuk membandingkan permainan dari masing-masing instrumen gamelan yang dipakai pula dalam kesenian Badutan serta unsur-unsur musik yang ada pula dalam kesenian Tayub dan kesenian Badutan.

(50)

32

Kontemporer” tulisan ini mengulas mengenai perkembangan Seni Gamelan Jawa yang bercampur dengan instrumen-instrumen modern dan karya musik kontemporer pada era modern. Tulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk melihat reaksi dari masyarakat ketika tradisi murni yaitu gamelan Jawa kemudian dipadukan dengan musik-musik modern sehingga tercipta karya-karya musik-musik kontemporer serta melihat bagaimana percampuran nada-nada yang terbentuk dari gamelan Jawa yang pentatonik dengan dicampur instrumen-instrumen modern yang diatonik.

(51)

33 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Menurut Moleong (2004:6) metode penelitian kualitatif adalah Penelitian yang menghasilkkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Proses dalam penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, antara lain : mengajukan pertanyaan, menyusun prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para informan atau partisipan, menganalisis data secara induktif, mereduksi, memverifikasi, dan menafsir atau menangkap makna dari konteks masalah yang diteliti (Nugrahani,2014:25).

Menurut Malinowski dalam James P Spradlay (2007: xi) tujuan utama penelitian kualitatif dengan melakukan etnografi adalah “to graps the native’s point ot of view, his relation to life, to relise his vision and his world” artinya menangkap sudut pandang native tersebut, hubungannya dengan kehidupan, menyadari visinya, dan dunianya. Sementara menurut Radcliffe Brown (dalam James P Spradlay, 2007: xi) menjabarkan tujuan etnografi sebagai usaha untuk membangun suatu jaringan yang komplek dalam struktur sosial “a complex network of social relations “, atau “social structure”. Dikatakan oleh Radcliffe Brown (dalam James P Spradlay, 2007: xi),

(52)

34

existing relations. It is this that I regard it as my business to study if I am working…. As a social anthropologist” yang artinya Saya (Radcliffe Brown) menggunakan istilah struktur sosial untuk menunjuk pada jaringan hubungan yang sedang terjadi itu. Inilah yang saya (Radcliffe Brown) anggap pekerjaan pengkajian saya jika saya bekerja sebagai antropolog sosial.

Berdasarkan dua pandangan diatas apabila dikombinasikan, penelitian etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti tidak hanya melakukan interview dengan beberapa informan, melainkan dengan melakukan observasi sambil berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan kesenian Badutan. Variabel dalam penelitian ini adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik, meliputi : unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan tempo dari percampuran permainan instrumen gamelan yang digunakan dalam tangganada pentatonik dan lagu dalam tangganada diatonik.

B. Tahapan Penelitian

Dibagi dalam 3 tahapan yaitu :

(53)

35

dalam kesenian badutan, anggota kelompok kesenian, dan waktu kesenian diselenggarakan.

2. Penelitian : penelitian dilakukan dengan observasi serta berpartisipasi langsung dalam setiap persiapan pagelaran Kesenian Badutan serta dalam persiapan pembuatan notasi angka bersama penabuh instrumen saron demung dilakukan pada 17 Agustus 2015, 17 September 2015, 21 September 2015, 26 September 2015. Observasi tahap ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai karakter kesenian badutan yakni melodi, irama, harmoni, dan tempo serta wujud kesenian Badutan secara lebih mendalam. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara langsung kepada beberapa narasumber yaitu Hendi Kristanto selaku Pemimpin Badutan Palupi Laras, Pesinden Wiwin Suhesti, Key informan dan penabuh saron demung Ratno, dan pengamat seni karawitan yaitu Hery Sukamto. Wawancara dilakukan pada tanggal 6 September 2015, 13 September 2015, 20 September 2015, 27 September 2015.

(54)

36 C. Data Penelitian

Bentuk data adalah deskriptif kualitatif mengenai permainan instrumen musik yang digunakan dalam kesenian Badutan Palupi Laras dan lagu yang dibawakan. Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam dua jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah melalui wawancara langsung, dengan narasumber Hendi Kristanto selaku pimpinan dalam kelompok kesenian Badutan Palupi Laras, Wiwin Suhesti selaku sinden kesenian Badutan, Ratno selaku key informan dan pemegang instrument demung, Hery Sukamto sebagai pengamat seni karawitan. Dan selanjutnya peneliti turun ke lapangan serta mencatat semua aktivitas dalam lokasi penelitian. Selain itu, peneliti juga mendokumentasikan melalui foto dan video. Kemudian data sekunder, sumber data diperoleh dari buku referensi.

(55)

37

hampir seluruh penonton ikut berjoget mengikuti irama musik badutan dan menyaksikan pertunjukan hingga berakhir.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan guna memperoleh data yang diperlukan sebagai tujuan utama sebuah penelitian. Ada berbagai macam strategi yang digunakan dalam pengumpulan data. Istilah strategi dapat diartikan sebagai kegiatan yang terencana untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teknik, taktik, dan kiat tertentu (Nugrahani, 2014:46). Adapun strategi penelitian yang dipakai adalah strategi penelitian etnografi. Strategi penelitian etnografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara (Cresswell, 2010:20). Strategi pengumpulan data yang akan digunakan dalam strategi etnografi, dengan melakukan:

1. Observasi

(56)

38

tindakan tanpa analisis mengenai arti, atau signifikansi dari kejadian dan tindakan itu (Spradley dalam Dirgantara, 2012:39).

Dalam penelitian ini warga sebagai pemilik budaya adalah anggota grub kesenian yaitu pengrawit, ketua paguyuban, pesinden, serta warga masyarakat sebagai penikmat musik dan penonton. Dalam observasi, peneliti juga melakukan pengamatan. Dalam melakukan pengamatan, peneliti mencatat semua aktivitas dalam lokasi penelitian terutama pada saat pementasan berlangsung. Selain itu peneliti juga mengajukan pertanyaan kepada informan dan partisipan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Peneliti saat melakukan observasi membawa buku sebagai media pencatatan dan alat rekam.

Adapun rambu-rambu yang harus ditaati oleh peneliti saat melakukan observasi, antara lain :

a. Sejarah

Peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan tokoh adat setempat mengenai sejarah lahir dan berkembangnya musik badutan.

b. Instrument/Alat musik

Peneliti melakukan pengamatan pada alat musik apa saja yang digunakan, tata letak alat-alat gamelan, posisi dan cara memainkannya dengan melihat pentas musik badutan.

c. Akulturasi Budaya

(57)

39

beberapa anggota pengrawit musik badutan. d. Perpaduan Instrumen dan Nyanyian/Vokal

Peneliti melakukan pengamatan pada perpaduan instrument dan nyanyiannya pada saat pentas dan persiapannya. Selain itu juga melakukan wawancara dengan anggota pengrawit dan pesinden. e. Karakter masing-masing Instrumen

Karakter yang dimaksud mengacu pada melodi, irama, harmoni, dan tempo.

(58)

40 2. Wawancara

Wawancara dalam etnografi sebaiknya dilakukan dengan penuh persahabatan. Wawancara sebaiknya dilakukan ketika informan memiliki banyak waktu misalnya saat hari minggu atau saat libur, sehingga informasi yang didapat lengkap dan lebih mendalam. Wawancara yang dipakai adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk menemukan pemasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2011:223).

Kisi-kisi yang disampaikan dalam melakukan wawancara antara lain :

a. Instrumen yang dipakai dalam Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hendi Kristanto selaku pimpinan dalam kelompok kesenian Badutan Palupi Laras. Wawancara ini berfungsi untuk mengetahui bagaimana permainan melodi dan fungsi masing-masing instrument gamelan dalam mengiringi lagu-lagu diatonik.

b. Lagu-lagu yang biasa dibawakan dalam Kesenian Badutan

(59)

41

dibawakan oleh pesinden sehingga peneliti dapat mengkaji lagu-lagu tersebut sebagai lagu-lagu diatonik. Dan peran apa saja yang harus dilakoni oleh seorang pesinden.

c. Irama dan Tempo yang dimainkan dalam Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hendi Kristanto selaku pemegang instrumen kendang sebagai pengendali tempo dan irama dalam Kesenian Badutan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tempo dan perubahannya pada sebuah lagu dalam permainan Kesenian Badutan.

d. Harmoni dan Melodi yang dimainkan dalam Kesenian Badutan Wawancara akan dilakukan dengan Ratno selaku key informan dan pemegang instrumen Saron Demung sebagai pemain melodi intro dan pembuat notasi dalam Kesenian Badutan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana permainan melodi dari masing-masing intrumen gamelan dan Harmoni dari seperangkat instrument gamelan yang dimainkan secara bersamaan.

e. Sejarah Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hery Sukamto selaku ketua RT dan tokoh masyarakat desa Bakalan Jumapolo. Beliau juga yang mengetahui perkembangan Kesenian Badutan dari waktu ke waktu.

f. Antusias masyarakat mengenai Kesenian Badutan

(60)

42 penanggap Kesenian Badutan.

Wawancara dilakukan secara langsung atau face to face interview. Dengan wawancara secara langsung, data yang diperoleh

akan lebih jelas dan lengkap. Wawancara secara intensif dilakukan pada tanggal 6 September 2015, 13 September 2015, 20 September 2015, 27 September 2015, dan 2 Oktober 2015. Wawancara dilakukan dengan pemimpin Paguyuban Palupi Laras Hendi Kristanto, Pesinden Wiwin Suhesti, Pemegang instrument dan key informan demung Ratno, pengamat seni karawitan Hery Sukamto, dan selaku penonton Agus.

3. Pengumpulan data melalui materi audio dan visual.

(61)

43 4. Pengumpulan data dengan dokumen

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240). Dokumen yang berbentuk gambar berisi foto-foto dari kegiatan kesenian Badutan. Dokumen yang berbentuk tulisan berisi tentang catatan sejarah kesenian Badutan dan Gamelan Jawa, serta dokumen yang berupa video pementasan Badutan. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2011:240).

E. Instrumen Penelitian

(62)

44

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut :

1. Alat Tulis

Alat tulis digunakan untuk mencatat informasi sebagai data dari hasil wawancara dan observasi. Alat tulis yang digunakan adalah : pensil/pulpen dan buku memo/notes.

2. Kamera dan Alat Rekam Video

Kamera dan alat rekam video digunakan untuk mengambil gambar sebagai bahan dokumentasi dan alat untuk penelitian pada saat proses pementasan musik tradisi Badutan. Kamera dan alat rekam video yang digunakan adalah xiaomi mi4. Dalam perekaman video peneliti juga dibantu oleh ananda video shoting dengan tujuan tercapainya suatu kelengkapan data penelitian.

3. Alat Perekam Suara

Alat ini dipergunakan dalam penelitian untuk merekam suara subjek penelitian selama penelitian berlangsung. Terutama pada saat melakukan wawancara. Alat perekam suara yang digunakan adalah xiaomi mi4.

F. Analisis Data

(63)

45

Effendi dalam Basrowi dan Suwandi (2008:207), analisis data kualitatif itu dilakukan dengan menginterpretasikan data, untuk mencari makna dan implikasinya yang lebih luas sebagai hasil penelitian. Analisis data model interaktif ini memiliki tiga langkah komponen, antara lain :

1. Reduksi Data

Langkah pertama dalam analisis data interaktif adalah reduksi data. Dalam reduksi data, peneliti melakukan proses pemilihan atau seleksi, pemusatan perhatian atau pemfokusan, penyederhanaan dan pengabstraksi dari semua jenis informasi yang mendukung data penelitian yang diperoleh dan dicatat selama proses penggalian data di lapangan (Nugrahani, 2014 :174). Sedangkan menurut Sugiyono (2011:247) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

(64)

46

selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

Karena selama melakukan penelitian data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak kompleks dan rumit, maka dari itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Adapun data yang diperoleh adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik, meliputi : instrumen musik yang digunakan dan bentuk permainan dari masing-masing instrumen dalam tangganada pentatonik dan lagu yang dinyanyikan dalam tangganada diatonik, serta unsur-unsur musik seperti irama, melodi, harmoni, dan tempo dalam kesenian Badutan dan wujud pementasan kesenian Badutan.

2. Sajian Data

Setelah reduksi data, langkah kedua adalah sajian data. Sajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan kepada peneliti untuk menarik simpulan dan pengambilan tindakan (Nugrahani, 2014:175). Dalam penelitian kualitatif, sajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat tentang karakter percampuran pentatonik dan diatonik, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2011:249). Dengan demikian maka akan mempermudah memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Simpulan

(65)

47

kegiatan penafsiran terhadap hasil analisis dan interpretasi data (Nugrahani, 2014:176). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011:252).

G.Pengujian Data dan Kesimpulan

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa faktor yang mempengaruhi keabsahan data, diantaranya adalah subyektivitas, metode pengumpulan dan sumber data penelitian. Pengujian data hingga memperoleh kesimpulan dapat dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Menurut Sugiyono (2009:372), Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dijelaskan sebagai berikut:

1. Triangulasi Sumber

(66)

48

wawancara berupa instrumen gamelan yang digunakan, kemudian cara memainkan instrumen dalam kesenian Badutan. Selain itu wawancara juga mengenai percampuran melodi, irama, harmoni dan tempo dari serangkaian instrumen gamelan dan vokal yang dinyanyikan oleh pesinden serta kewajiban sang sinden dan MC untuk dapat melawak dan memberi candaan kepada para penonton. Wawancara dilakukan terus-menerus sampai data yang diperoleh sama.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi Teknik yaitu pengecekan data pada narasumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam kajian ini data yang diperoleh melalui wawancara, dicek kembali dengan observasi dan dokumentasi. Hasil wawancara berupa instrumen gamelan yang digunakan, kemudian cara memainkan instrumen dalam kesenian Badutan. Selain itu wawancara juga mengenai percampuran melodi, irama, harmoni dan tempo dari serangkaian instrumen gamelan dan vokal yang dinyanyikan oleh pesinden serta kewajiban sang sinden dan MC untuk dapat melawak dan memberi candaan kepada para penonton. Selanjutnya kembali dicocokan dengan hasil observasi pada saat pementasan Kesenian Badutan dan dokumentasi seperti foto atau video.

3. Triangulasi Waktu

(67)

49

(68)

50 BAB IV

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN

PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

A. Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Kesenian Badutan

Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari penelitian dengan melakukan etnografi dan melalui serangkaian wawancara, observasi, dan dokumentasi, diperoleh bahwa bentuk karakter musik badutan disajikan dengan serangkaian instrumen gamelan yang dimainkan secara bersamaan dengan 3 sampai dengan 4 sinden. Urutan pertunjukan badutan diawali dengan karawitan seperti bonangan kemudian dilanjutkan ke bonangan, tembang-tembang kemudian masuk ke gendhing dan diakhiri dengan

pertunjukan Badutan sragenan. Pada sesi Badutan sragenan diantara lagu-lagu yang dimainkan terdapat percampuran antara diatonik dari lagu yang dibawakan oleh sinden, dan pentatonik dari serangkaian musik gamelan yang dimainkan bersamaan. Berdasarkan wawancara dengan Hendi Kristanto (27 tahun, 6 September 2015) pada saat masuk dalam sesi Badutan sragenan, instrument gamelan yang dipakai hanyalah kendang jaipong, balungan (saron demung, barung, dan penerus), bonang (barung dan penerus), kenong, kempul serta gong.

(69)

51

1. Karakter irama dan Tempo dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik

Dalam pertunjukan kesenian Badutan, kendang merupakan instrument penentu inti tempo dan berfungsi sebagai pemimpin dan penentu utama irama dari serangkaian instrument gamelan yang lain. Kendang yang dipakai dalam kesenian badutan adalah kendang jaipong. Penggantian kendang dengan menggunakan kendang jaipong itu lah yang membuat karakter musik badutan menjadi sangat kentara karakternya. Kendang jaipong tersebut juga merupakan instrument yang membuka atau memulai suatu lagu dan kemudian disambut melodi awal oleh saron demung dan kemudian dilanjutkan oleh nyanyian sinden dan instrument gamelan lainnya. Berikut posisi pengendang Badutan saat memainkan Kendang Jaipong :

(70)

52

Gambar 8. Kendang Jaipong (dok. Marlina 2015)

(71)

53

Gambar 9. Tali Lulang yang diikatkan pada jempol kaki (dok. Marlina 2015)

Berdasarkan wawancara dengan Hendi Kristanto (27 tahun, 6 September 2015) permainan kendang musik badutan dibagi menjadi 2, yaitu irama single dan irama doble. Permainan single dan doble pada kendang jaipong ini banyak mengadaptasi dari permainan ketipung pada musik dangdut. Dalam hal ini, kendang merupakan satu-satunya instrument yang mendahului atau sebagai pengajak instrument lain untuk masuk dalam irama single maupun doble. Irama single biasanya digunakan pada awalan lagu, kemudian doble biasanya digunakan pada saat masuk reff atau intro tengah dan bait kedua supaya nuansa lagu lebih meriah. Berikut irama single dan doble dari kendang jaipong yang mengadaptasi dari ketipung dangdut :

(72)

54 b.

keterangan : dlang tlung

tak dah

Gambar. 10 (a) irama single dan (b) irama doble (Dok. Marlina 2015)

Selain irama single dan doble yang mengadaptasi dari permainan ketipung dangdut, ada pula pola irama kendang jaipong yang mengadaptasi dari permainan drum set pada musik pop. Berikut contoh pola permainan kendang jaipong yang mengadaptasi pola drum pada musik pop :

keterangan : dlang tlung

tak dah

Gambar. 11 contoh pola kendang yang mengadaptasi pola drum musik pop

(Dok. Marlina 2015)

(73)

55

lebih gayeng dan seru melalui variasi-variasi ropel yang dimainkan oleh pengendang. Berikut beberapa macam tipe variasi ropel yang dimainkan oleh kendang :

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g. dan masih banyak variasi variasi ropel yang lain yang dimainkan oleh pengendang.

keterangan : dlang tlung

tak dah

Gambar. 12 a sd. f beberapa contoh variasi ropel kendang jaipong pada musik badutan

(Dok. Marlina 2015)

Ropel pada kendangan jaipong bisa dimainkan sesuka pemain

(74)

56

dan kreatifitas pengendang. Ropel bisa dimainkan ditengah lagu maupun di awal dan diakhir lagu sesuai kreatifitas di pengendang. Variasi ropel oleh pengendang itulah yang dapat membawa suasana menjadi lebih gayeng dan meriah dalam sebuah pertunjukan musik Badutan.

(75)
(76)

58

(77)

59

tak dah

Gambar 13. Contoh perubahan pola irama kendang jaipong dalam lagu morena

(dok. Marlina 2015)

Dalam pola kedang jaipong diatas dapat dilihat bahwa urutan dalam membawakan lagu morena diawali dengan ropel. Kemudian masuk ke pola drum pada melodi intro saron demung dan peking/saron penerus. Pada vokal bait pertama diawali dengan ropel masuk ke irama single dengan selipan selipan ropel ditengahnya. Kemudian masuk ke reff kendang jaipong masuk ke irama doble. Masuk kembali ke intro dengan

irama pola drum, bait kedua irama single dan reff dengan irama doble hingga selesai. Setiap permainan baik pola drum, irama single maupun doble selalu diselipkan ropel agar nuansa gayeng dan meriah dari permainan kendang jaipong dapat tercapai.

(78)

60

menjadi vivace. Setelah itu masuk kembali ke bait pertama kembali pada tempo stabil alegro dan diakhir lagu biasa diberi ritardando atau sedikit melambat. Namun perubahan-perubahan tempo diatas sepenuhnya dipegang oleh variasi kendang jaipong. Perubahan tempo dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kreatifitas si pengendang. Dan boleh apabila ingin dirubah-rubah oleh pemain kendang jaipong supaya nuansa lebih gayeng atau seru.

2. Percampuran melodi antara lagu diatonik dan iringan pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan

Percampuran melodi dari serangkaian instrument gamelan dan lagu yang dibawakan oleh pesinden dapat dilihat mulai dari intro hingga lagu selesai. Dalam musik badutan yang berperan membawa melodi utama sebagai intro adalah saron demung laras pelog. Berikut adalah nada-nada yang terdapat pada instrumen saron demung dalam tangganada diatonis :

Gambar 14 : Susunan nada saron demung laras pelog (Dok. Marlina 2015)

Saron demung terdiri dari dua perangkat yang nantinya di pukul secara

(79)

61

bermain bersamaan memainkan melodi intro. Berikut contoh intro dari saron demung laras pelog pada beberapa lagu diatonis, yang nantinya

digunakan sebagai penentu dasar nada dari sebuah lagu yang dinyanyikan oleh seorang sinden.

a. Intro Lagu Morena oleh saron demung (tempo 150):

Gambar 15. Intro lagu morena oleh Saron Demung (dok. Marlina 2015)

b. Intro lagu Marai Cemburu oleh saron demung (tempo 150):

(80)

62

c. Intro lagu Tresno Waranggono oleh saron demung (tempo 150) :

Gambar 17. Intro Lagu Tresno Waranggono oleh Saron Demung (dok. Marlina 2015)

Dari ketiga contoh intro dengan saron demung diatas terdapat nada gis pada saron demung nada pat (4). Sebenarnya nada juga tidak tepat di gis, namun lebih mendekati nada gis bukan g. Jika dilihat dari tangganada yang digunakan, secara diatonik sinden menyanyikan lagu dengan dasar nada Bes, namun terdapat nada Gis pada instrumen saron nada 4 (pat) dimana nada tersebut tidak masuk dalam sebuah tangganada Bes. Hal itu lah yang membuat nada terkesan fals dan tidak pas jika dilihat secara musikal.

(81)

63

dengan vokal/lagu oleh pesinden pada lagu Morena (versi aslinya adalah RnB dan ada pula versi dangdut remix) :

a. Percampuran melodi saron demung dengan melodi lagu morena yang dinyanyikan pesinden

Saron demung adalah salah satu alat musik yang terdapat pada gamelan jawa berupa Bilahan – bilahan dari perunggu yang disusun berderet diatas kayu dengan lubang dibawahnya sebagai ruang resonanasi. Bilahan nada disusun hanya dalam satu gembyang (satu oktaf). Cara membunyikannya menggunakan sebuah alat pemukul berbentuk menyerupai palu yang terbuat dari kayu, tangan kanan memainkan alat pemukulnya sementara tangan kiri metet (menghilangkan gema) wilahan yang baru saja ditabuh atau dipukul.

Gambar 18. Posisi Menabuh Saron Demung (dok. Marlina 2015)

Gambar

Gambar 2. Contoh Harmoni Tiga Suara
Tabel 1. Titilaras Gamelan Jawa Slendro
Gambar 3. Slendro Patet Nem    Gambar 4. Slendro Patet Sanga
Tabel 2. Titilaras Gamelan Jawa Pelog
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah 12 kali penggorengan maka kadar asam lemak bebas minyak goring masih di bawah batas rusak dan mulai rusak pada penggorengan ke-23, namun pada nilai conjugated

Minat pembelian ulang dapat terjadi setelah pelanggan tersebut melakukan pembelian, dapat juga karena pernah mengkonsumsi produk tersebut sehingga memiliki keinginan

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang terkait dengan praktik poligami di Tunisia dalam perspektif pemikiran Ibnu Asyur, yaitu: Bagaimana pandangan maqashid

Depdiknas (2008) menyatakan bahwa siswa harus didorong untuk bekerja sama secara berkelompok dengan siswa lain. Tujuan tersebut agar siswa mendapatkan pengalaman nyata

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini akan menerapkan game theory dengan karakteristik N - player non zero sum game untuk memformulasikan alternatif keputusan dan

Banyak perempuan yang memiliki pendidikan dan kemampuan yang tinggi tetapi karena terikat dengan budaya patriarki ini, mereka tidak berminat terjun dalam dunia politik

Combination Task antara Scheduled Discard Task dan Scheduled On Condition Task yaitu dengan melakukan pemeriksaan kondisi Sprocket dan melakukan penggantian pada

Berdasarkan tiga definisi tersebut, maka wawancara dalam penelitian ini bermaksud untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan kepercayaan diri, goal setting, serta