• Tidak ada hasil yang ditemukan

0Ci 03. Oleh I ANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "0Ci 03. Oleh I ANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

0Ci

03

I

ANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI

(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabnpaten Garot, Jawa Barat)

Oleh

AGUS EDIAWAN A.27.0941

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTAN IAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1994

(3)

AGUS EDIAWAN. Analisis Biaya Sumberdaya Domestik untuk mengetahui Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Produksi Kedelai (Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupa- ten Garut, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan Hangara Tambunan.

Kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman palawi- ja yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan di Indonesia. Disamping harganya cukup tinqgi, kebutuhan kedelai dalam negeri sangat besar sehingga sampai sekarang produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari neqara lain yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian yang serius dan harus diupayakan usaha peningka- tan produksi kedelai di dalam negeri, agar dapat mengu- rangi ketergantungan pada kedelai impor yang memakan devisa cukup besar.

Berdasarkan keterangan tersebut diatas, maka perlu kiranya diadakan penelitian dan analisis mengenai kebijak- sanaan dalam pengembangan produksi kedelai dikaitkan dengan pemanfaatan sumberdaya domestik, khususnya di daerah-daerah yang saat ini menjadi sentra produksi kede- lai.

(4)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis Biaya Sumberdaya Domestik dengan maksud untuk mengetahui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif produksi kedelai di daerah penelitian yaitu di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Diambilnya Kabupaten Garut sebagai daerah penelitian karena kabupaten tersebut merupakan sentra produksi kedelai utama di Jawa Barat, dengan luas lahan kedelai sebesar 39,4 persen dari luas total lahan kedelai di Jawa Barat.

Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang diusahkan di daerah penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan kering dari segi finansial dan ekonomi; kemudian ingin mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai sebagai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik, lalu mengkaji perubahan hasil analisis tersebut terhadap berbagai perubahan harga input dan output serta tingkat produktivitas dengan menggunakan analisis kepe- kaan.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa produksi kedelai lahan kering di daerah penelitian menghasilkan pendapatan yang menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi. Begitu pula dengan hasil analisis BSD dapat

(5)

diketahui bahwa usaha produksi kedelai tersebut mempunyai keunggulan komparatif, yang ditunjukkan dengan nilai BSD yang lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar uang (KBSD < 1). ~ a e r a h tersebut juga mempunyai keunggulan kompetitif karena mempunyai nilai BSD* yang lebih kecil dari nilai tukar mata uang resmi yang berlaku (Rp/US $ 1).

Dari hasil analisis kepekaan diketahui bahwa keunggu- lan komparatif komoditi kedelai tersebut peka terhadap perubahan tingkat produktivitas, harga bayangan sewa lahan, upah tenaga kerja, pupuk, benih dan output. Se- dangkan analisis kepekaan pada keunggulan kompetitif, produksi kedelai tersebut sangat peka terhadap perubahan harga aktual output dan tingkat produktivitas.

Usaha produksi kedelai di daerah penelitian mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, sehingga layak untuk diusahakan sebagai komoditi substitusi impor dalam usaha untuk menghemat devisa negara, khususnya untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Kabupaten Garut yang sampai sekarang konsumsi kedelai di Kabupaten Garut masih lebih tinggi dibanding produksinya.

(6)

ANALISIS BLAYA SUMBERDAYA POMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI

(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Oleh

AGUS EPIAWAN A.27.0941

SKRIPSI

Sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pa"a

Fakultas Pertanian Institnt Pertanian Bogor

IURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1994

(7)

Judul Skripsi : ANALISIS BIAYA SUHBKRDAYA DOHESTIK UN-

TUK WENGETAWI KEXJNGGULAN KOHPARATIF DAN KOZIPETITIP PRODUI(S1 KEDELAI (Di De- sa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Ka- bupaten Garut, Java Barat)

Nama Hahasiswa : AGUS EDIAWAN Nomor Pokok : A 27.0941 Henyetujui Dosen Pembimbing Dr. 1r.bngara Tambunan NIP : 130 345 010 asor Sanim, MSc.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat pada tanggal 22 Januari 1971. Penulis lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Edia Santika dan Ibu Utin Rosmayati.

Tahun 1978 penulis mulai menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Kawali I Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, dan lulus pada tahun 1984. Pendidikan menengah pertama penulis tempuh di SMP Negeri Kawali Kabupaten Ciamis, dan lulus tahun 1987. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Kawali Kabupaten Ciamis dan lulus tahun 1990.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertani- an Bogor pada tahun 1990 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USHI). Pada tahun 1991 penulis diterima di Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dengan Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS)

.

(9)

PEFWYATAAN

DENGAN IN1 MENYATAXAN BAHWA SKUIPS1 YANG BERJUDUL ANALISIS BIAYA SUKBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOHPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI IN1 BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN DI PERGURUAN TINGGI ATAU LFXBAGA MANAPUN.

BOGOR, SEPTEMBER 1994

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyele- saikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memper- oleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Isi skripsi yaitu mengenai analisis keunggulan komparatif dan kompetitif produksi kedelai dengan menggunakan analisis Biaya Sumberdaya Domestik.

Penulis menghaturkan banyak terimakasih dan penghar- gaan yang tinggi kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Mangara Tambunan yang telah memberikan bimbingan serta motivasi yang tinggi dari mulai sampai penulisan ini selesai.

2. Bapak Dr. Ir. Mangatas Tampubolon, MSc. dan Eiapak Ir. Abas Tjakrawiralaksana atas saran dan kritiknya untuk perbaikan laporan ini.

3. Bapak Amar beserta Ibu yang telah banyak memberikan informasi dan kemudahan selama penulis mengumpulkan data di daerah penelitian.

4. Sembah sungkem kepada kedua orang tua penulis Bapak dan Mamah

"

atas segala harapan dan do8a yang diberikan, juga untuk saudara-saudara penulis :

(11)

5. Semua rekan-rekan yang telah ikut memberikan dorongan hingga selesainya tulisan ini.

6. Terimakasih yang tak terhingga, untuk

...

Rini atas kesetiaan, ketulusan, perhatian dan curahan kasih sayang yang menjadikan inspirasi dan semangat bagi penulis dalam menghadapi hari-hari yang telah, sedang dan akan dilalui.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak sekali kekurangannya, karena itu penulis menerima kritik dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.

Sesungguhnya kebenaran datangnya dari Allah semata dan kekurangan berasal dari manusia. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 1994

(12)

DAFTAR IS1 Halaman RINGKASAN

...

i DAFTAR IS1

...

i i DAFTAR TABEL

...

iv PENDAHULUAN

...

1 Latar Belakang

...

1 Perumusan Masalah

...

3 Tujuan Penelitian

...

5 TINJAUAN PUSTAKA

...

6

Perkembangan Areal Komoditi Kedelai di Indone- sia

...

6

Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Neqeri

...

7

Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri

...

9

Harga dan Pemasaran Kedelai

...

1 0 Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dila

-

kukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Anali

-

sis Biaya Sumberdaya Domestik

...

11

MODEL ANALISIS

...

1 5 Analisis Biaya Sumberdaya Domestik

...

15

Analisis Kepekaan

...

24

Tahapan Analisis

...

2 5 Metode Penelitian

...

26

Rancangan Pengambilan Contoh

...

26

(13)

Data dan Sumber Data

...

2 6

Pengambilan Contoh

...

2 7

Penentuan Usahatani yang Dianalisis

...

2 7

Operasionalisasi

...

2 8

Penentuan Input-Output Fisik Usahatani

Kedelai

...

2 8

Penentuan Harga Bayangan

...

2 8

Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

.

3 6

Alokasi Biaya Tataniaga

...

3 9

Analisis Kepekaan

...

4 0

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

...

43

Kecamatan Wanaraja

...

4 3

Desa Sindangratu

...

4 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

5 2

Analisis Pendapatan Finansial

...

5 2

Analisis Pendapatan Ekonomi

...

5 8

Analisis Keunggulan Komparatif

...

6 2

Analisis Keunggulan Kompetitif

...

6 4

Analisis Kepekaan

...

6 6

Implikasi Hasil Analisis BSD Terhadap Usaha

Produksi Kedelai di Daerah Penelitian

...

7 8

KESIMPULAN DAN SARAN

...

8 3

Kesimpulan

...

8 3

Saran

...

8 6

DAFTAR PUSTAKA

...

8 8

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

...

1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia 7 2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di ting-

kat grosir di daerah produsen dan konsumen

..

11 3. Alokasi Biaya Produksi ke Dalam Komponen

Biaya Domestik dan Asing

...

39

4. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen

Biaya Domestik dan Asing

...

4 0 5. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wana

-

raja

...

4 5

6. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Hasil Per Hektar Kedelai di Kecamatan Wanaraja

Tahun 1987

-

1992

...

7. Tambah Tanam, Luas Panen, Hasil Per Hektar

dan Produksi Kedelai di Kabupaten Garut, 1993

8. Tingkat Pendidikan di Desa Sindangratu, Keca- matan Wanaraja, Kabupaten Garut Jawa Barat

..

9 Persentase Komponen Biaya Produksi Kedelai

Pola Tanam I dan I1

...

10. Pendapatan Finansial Produksi Kedelai Pola

Tanam I dan I1 per hektar, MT 1993/1994

...

11. Persentase Komponen Biaya Ekonomi Terhadap

Total Biaya Ekonomi Produksi Kedelai dengan Pola Tanam I dan I1

...

12. Pendapatan Ekonomi Produksi Kedelai Pola Ta

-

nam I dan I1 per Hektar, MT 1993/1994

...

13. Nilai BSD dan KBSD Produksi Kedelai Menurut

Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa

-

...

naraja, Kabupaten Garut, MT 1993/1994

14. Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Kedelai Menurut Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa-

...

(15)

15. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola

-

Tanam Monokultur

...

16. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola

-

Tanam Tumpangsari

...

Lampiran

Nomor Teks Halaman

1. Kandungan Gizi Beberapa Tanaman Palawija

(per 100 gram)

...

90 2. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977

-

1990

...

91 3. Rata-Rata Per Tahun Luas Areal dan Produksi

...

Kedelai di Indonesia, 1968/75

-

1984/90 92

4. Rata-Rata Tingkat Pertumbuhan per Tahun dari Luas Areal dan Produksi Kedelai di Indonesia,

1968/75

-

1984/90

...

93 5. Rata-Rata Per Tahun Luas Panen, Produktivitas

dan Produksi Kedelai per Kabupaten di Jawa Barat Periode 1986

-

1990

...

6. Tingkat Subsidi Pupuk Pertanian Tahun Angga- ran 1992/1993

...

7. Rata-Rata Suku Bunga Deposito Bank Swasta

...

Jangka Waktu 3 Bulan, 1986-1993

8. Besarnya Angka Konversi Standar Tahun 1986 -

1992

...

9. Nilai Tukar Resmi Rupiah Terhadap Dollar Ame- rika Serikat, 1986-1994

...

10. Biaya Tataniaga Komoditi Kedelai dan Jagung

...

dari Desa Sindangratu, Tahun 1994

11. Harga Aktual dan Harga Bayangan per Satuan

...

(16)

12. Produksi dan Struktur Input Fisik Usaha Pro- duksi Kedelai per Hektar di Desa Sindangratu,

...

MT 1993/1994

13. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi Produksi Kedelai Monokultur per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

14. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi

Produksi Kedelai Tumpangsari per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/

1994

...

15. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede- lai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

16. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede-

lai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

17. Perhitungan NIlai BSD* dan KBSD* Produksi Ke-

delai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/

1994

...

106 18. Perhitungan Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Ke-

delai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/

(17)

DAFTAR GAWBAR

Nomor Teks Halaman

1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wana-

...

raja, Kabupaten Garut, Jawa Barat 44

Lampiran

Nornor Teks Halaman

1. Peta Kecamatan Wanaraja

...

109

...

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagaimana disebutkan dalam GBHN (1993), bahwa pembangunan pertanian tanaman pangan akan terus ditingkat- kan untuk memelihara kemantapan swasembada pangan, mening- katkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan pangan.

Diantara komoditi yang ada, kedelai merupakan salah satu tanaman palawija yang mempunyai 'kandungan protein cukup tinggi dibandingkan tanaman palawija lainnya yaitu sebesar 34,9 persen (tabel lampiran 1). Oleh karena itu kedelai mempunyai posisi yang sangat penting selain seba- gai salah satu upaya untuk menunjang kemantapan swasembada pangan, juga sebagai sumber protein dalam usaha untuk mem- perbaiki keadaan gizi masyarakat, terutama bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, karena harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan harga protein nabati.

Upaya peningkatan produksi kedelai sudah sejak lama dilaksanakan, terutama sejak dicanangkannya program swa- sembada kedelai pada tahun 1984. Berbagai upaya dari pemerintah telah dilaksanakan seperi intensifikasi, ek- stensifikasi dan diversifikasi guna mewujudkan swasembada kedelai

.

Upaya pemerintah tersebut telah menunjukkan

(19)

hasil, ha1 ini terbukti dengan terjadinya peningkatan produksi kedelai yang cukup pesat sejak tahun 1986 (tabel lampiran 2). Sejalan dengan peningkatan produksi, konsum- si kedelaipun mengalami peningkatan yang pesat pula. Meningkatnya permintaan kedelai ini seiring dengan pertum- buhan industri makanan dengan bahan baku kedelai, minyak kedelai, dan produk lain yang menggunakan bahan baku kedelai. Selain itu kenaikan konsumsi kedelai juga dise- babkan oleh kepedulian masyarakat terhadap manfaat hasil olahan dari kedelai.

Sementera itu, peningkatan permintaan komoditi ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan peningkatan pro- duksi kedelai dalam negeri, sehingga untuk memenuhi per- mintaan tersebut, Indonesia harus mengimpor dari negara lain, yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari tahun ke tahun terus meningkat.

Pada tahun 1987, impor kedelai mencapai 286,7 ribu ton. Angka ini naik menjadi 465,s ribu ton, 390,5 'ribu ton, dan 541,l ribu ton untuk tahun 1988, 1989, dan 1990.

(tabel lampiran 2).

Departemen Pertanian memperkirakan bahwa pada tahun 2010 nanti, konsumsi kedelai di Indonesia diperkirakan mencapai 2,s juta ton. Sementara itu pada saat yang sama, produksi dalam negeri diperkirakan hanya sebesar 1,2 juta ton. Hal ini jelas menunjukkan bahwa konsumsi kedelai belum bisa seluruhnya dipenuhi oleh produksi kedelai dalam

(20)

negeri, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia tetap harus mengimpor kedelai dari negara lain.

Impor suatu komoditi merupakan suatu pengurasan devisa negara yang besar, padahal devisa merupakan sesuatu yang langka terutama bagi Indonesia yang sedang melaksana- kan pembanaunan. Oleh karena itu devisa negara perlu digunakan seefisien mungkin.

Bertitik tolak dari keadaan di atas, maka perlu kiranya diadakan penelitian terhadap produksi kedelai dalam negeri khususnya di daerah-daerah yang merupakan sentra produksi, baik ditinjau dari segi keunggulan kompa- ratif maupun keunggulan kompetitif.

Perumusan Hasalah

Produksi kedelai Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestik, menyebabkan pemenuhan kebutu- han dalam negeri sebagian besar dilakukan melalui impor. Oleh karena itu Indonesia harus meningkatkan produksi kedelai dalam negeri sebagai komoditi substitusi impor, juga dalam upaya penghematan devisa negara.

Kabupaten Garut yang merupakan sentra produksi kede- lai utama di Jawa Barat, ternyata masih belum mampu meme- nuhi seluruh kebutuhan kedelai di Kabupaten Garut itu sendiri, sehingga produksi kedelai masih harus terus ditingkatkan. Usahatani kedelai sebenarnya cukup mengun- tungkan dan mempunyai prospek yang baik untuk dikembang-

(21)

kan. Untuk memperoleh keuntungan, seorang petani harus mengerti teknik budidaya kedelai yang baik serta mempunyai modal usaha yang cukup sehingga akan diperoleh hasil produksi kedelai yang baik bahkan tidak kalah dengan kedelai impor.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa produksi kede- lai dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, sehingga masih diperlukan peningkatan pro- duksi tanaman tersebut. oleh sebab itu maka perlu kiranya diadakan pengujian dan analisis lebih lanjut mengenai kebijaksanaan dalam pengembangan produksi kedelai dikait- kan dengan pemanfaatan sumberdaya domestik, khususnya di daerah-daerah yang saat ini menjadi sentra produksi kede-

lai.

Masalah yang akan dikaji sehubungan dengan penelitian ini adalah seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usaha produksi kedelai baik dari segi finansial maupun ekonomi ? Apakah produksi kedelai tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga layak untuk diusahakan di dalam negeri, ditinjau dari pemanfaatan sumberdaya domestik ? Serta bagaimana pengaruh yang terjadi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif seandainya terjadi perubahan harga input, output dan tingkat produktivitas.

(22)

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan kering dari segi finansial dan ekonomi.

2. Mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai seba- gai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik. Kemudian Mengkaji peruba- han hasil analisis keunggulan komparatif dan kompeti- tif tersebut terhadap berbagai perubahan harga input dan output serta tingkat produktivitas dengan menggu- nakan analisis kepekaan.

(23)

TTNJAUAN PUSTAKA

Perkemhangan Areal Komoditi Kedelai di Indonesia

Dalam membahas perkembangan areal komoditi kedelai, tidak terlepas dari produksi yang dihasilkan dari luas areal tersebut. Perkembangan areal dan produksi kedelai

nampak bervariasi antar periode. Untuk Indonesia secara keseluruhan, perkembangan areal dan produksi nampak sangat

menonjol mulai tahun 1984, sedangkan periode sebelumnya areal dan produksi meningkat dengan laju yang relatif

rendah, seperti yang terlihat'pada Tabel iampiran 3.

Sedangkan dari Tabel Lampiran 4 dapat diketahui bahwa dalam periode tahun 1968-1975, produksi kedelai nasional meningkat sebesar rata-rata 5,6 persen per tahun.

Sebesar 55 persen dari tingkat pertumbuhan tersebut diaki- batkan oleh peningkatan luas areal. Antara tahun 1976- 1983, rata-rata produksi hanya meningkat sebesar 0,6

persen per tahun. Hal tersebut terutama diakibatkan oleh penurunan luas areal sebesar 0,2 persen per tahun. Dari Tabel Lampiran 4 juga dapat dilihat bahwa pada periode tahun 1984-1990, produksi kedelai nasional meningkat cepat

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,4 persen per tahun. Sebesar 66 persen dari tingkat pertumbuhan ini

(24)

Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Negeri

Dalam membahas perkembangan produksi kedelai ini, mengacu pada Tabel 1 tentang neraca konsumsi kedelai di

Indonesia, 1977-1990. Berdasarkan tabel tersebut diketa- hui bahwa rata-rata persentase perkembangan produksi per tahun pada periode tahun 1977-1990 adalah sebesar 9,8

persen. Sedangkan rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun pada periode yang sama sebesar 12,3 persen. Jadi tidaklah mengherankan jika impor kedelai terus meningkat karena memang perkembangan produksi kede- lai dalam negeri masih lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan konsumsi dalam negeri.

Tabel 1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977-1990 Produk- Impor Kon- Rasio Kon- Tahun si 1) dalam sumsi impor/ sumsi

(ton) bentuk 1) kon- per 2)

bi ji sumsi kapita

Sumber : CGPRT Crops in Indonesia : A Statistical Profile; 1960-1990

Keterangan : 1) ribu ton 2) kg/tahun

(25)

Peningkatan produksi yang tinggi terjadi pada periode tahun 1983-1984 dan tahun 1985-1986 yaitu sebesar 43,5 dan 41 persen. Tetapi peningkatan produksi ini diimbangi dengan peningkatan konsumsi yang tinggi pula yaitu sebesar 61 persen pada periode tahun 1983-1984 dan 42 persen pada periode tahun 1985-1986. Tingginya tingkat konsumsi ini disebabkan meningkatnya konsumsi per kapita sebesar 57,5 persen pada periode tahun 1983-1984 dan 39 persen pada periode tahun 1985-1986. Selain itu .meningkatnya konsumsi

juga dimungkinkan karena meningkatnya jumlah penduduk. Dengan demikian walaupun produksi mengalami peningka- tan yang cukup besar, tapi tidak berarti mengurangi jumlah impor, karena konsumsipun mengalami peningkatan yang besar pula. Bahkan pada periode tersebut jumlah impor tetap mengalami peningkatan, yaitu sebesaqr 81,5 persen untuk periode tahun 1983-1984 dan 19 persen pada periode tahun 1985-1986.

Selama periode tahun 1977-1990, produksi kedelai mengalami fluktuasi tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat dengan rata-rata peningkatan produksi pertahunnya sebesar 9,8 persen. Terjadinya fluktuasi ini bisa disebabkan oleh'berbagai faktor, dan kendala utama yang perlu ditangani secara serius adalah masih rendahnya daya hasil varietas lokal, sehingga produksi sulit untuk ditingkatkan. Kendala lain adalah jumlah benih yang disediakan oleh balai-balai benih belum mampu mencukupi

(26)

kebutuhan. Keterbatasan penyediaan benih tersebut dise- babkan masih terbatasnya penamgkar benih palawija, dan karena adanya gangguan iklim serta hama dan penyakit.

Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan yang sangat besar antara permintaan kedelai dengan penawaran kedelai yang berasal dari produksi dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri pada tahun 1990 sebesar 1 487 ribu ton, sedangkan permintaan sudah mencapai 2 032,l ribu ton (Tabel 1). Ini berarti pada tahun 1990 terjadi defisit sebesar 545,l ribu ton. Dari tabel tersebut juga bisa dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah konsumsi menun- jukkan kecenderungan yang meningkat, demikian juga dengan konsumsi per kapitanya.

Pembahasan lebih lanjut dari Tabel 1 khususnya menge- nai konsumsi kedelai di Indonesia, bisa dikemukakan bahwa persentase perkembangan konsumsi dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuasi. Selama periode tahun 1977-1990, rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun

sebesar 12,3 persen. Peningkatan konsumsi yang tinggi terjadi pada tahun 1980-1981 dan tahun 1983-1984 yaitu sebesar 6 2 dan 61 persen. Hal ini disebabkan karena kenaikan konsumsi perkapita sebesar 58 persen untuk tahun 1980-1981 dan 57,5 persen untuk tahun 1983-1984.

(27)

Sejalan dengan ha1 tersebut, produksi kedelai dalam

negeri pada tahun 1980-1981 hanya mengalami peningkatan

sebesar 8 persen. Oleh karena itu untuk memenuhi konsumsi yang cukup tinggi, pemerintah harus meningkatkan impor

kedelai sampai 248 persen pada periode tahun tersebut.

Harga dan Pemasaran Kedelai

Kedelai merupakan tanaman perdagangan, artinya hampir

seluruh hasil panen kedelai dari petani dijual ke pasar.

Peranan transportasi sangat penting dalam pemasaran,

karena produksi kedelai tersebut harus berada pada tempat

dan waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Mekanisme pengendalian harga kedelai tingkat konsumen

diperkirakan sangat berpengaruh terhadap sistem perdaga-

ngan kedelai di dalam negeri. Apalagi harga kedelai

tingkat konsumen di daerah produsen maupun daerah konsumen

tidak menunjukkan gejolak yang berarti (Tabel 2).

Dengan variasi harga bulanan yang kecil, pedagang

tidak mempunyai keinginan untuk menyimpan kedelai sebagai

stok, karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk

penyimpanan kedelai di gudang, apalagi jika permintaan di

(28)

Tabel 2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di tingkat grosir di daerah produsen dan konsumen (Rp/kg)

Bulan

Harga grosis kedelai rata-rata Konsumen Produsen Lokal Impor Desember 1991 Nopember 1991 Oktober 1991 September 1991 Agustus 1991 Juli 1991 Juni 1991 Mei 1991 April 1991 Maret 1991 Pebruari 1991 Januari 1991

Sumber : Vademekum Pemasaran, 1993

Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik Pada saat ini sudah ada beberapa studi tentang keung- gulan komparatif dalam produksi kedelai. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Simatupang pada tahun 1986, untuk melihat kelayakan produksi kedelai di Indonesia dengan menggunakan analisis biaya sumberdaya domestik. Dalam analisis ini disertai dengan tiga orientasi produksi perdagangan yaitu substitusi impor, promosi ekspor, dan perdagangan antar daerah.

Hasil analisis yang diperoleh Simatupang et a1 (1986) menunjukkan bahwa Jawa Barat tidak mempunyai keunggulan komparatif untuk orientasi perdagangan substitusi impor

(29)

dan promosi ekspor. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefi- sien biaya sumberdaya domestik (KBSD) yang lebih besar dari satu. Jawa Tengah mempunyai keunggulan komparatif untuk tiga orientasi perdagangan, karena nilai KBSD lebigh kecil dari satu. Jawa Timur mempunyai keunggulan kompara- tif untuk orientasi substitusi impor, sedangkan untuk dua orientasi lainnya tidak mempunyai keunggulan komparatif. Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi mempunyai keunggulan komparatif untuk orientasi substitusi impor dan promosi ekspor. Sedangkan untuk Bali dan Nusa Tenggara, produksi komoditi kedelai mempunyai keunggulan komparatif untuk tiga orientasi perdagangan.

Analisis biaya sumberdaya domestik terhadap produksi kedelai di Jawa Tengah juga telah dilakukan oleh Yandini (1987). Analisis dilakukan dengan membandingkan pola yang dilakukan petani dan pola rekomendasi di dua kabupaten yaitu Grobogan dan Wonogiri. Hasil dari pola rekomendasi menunjukkan nilai BSD yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pola yang digunakan petani, baik di Kabupaten Grobogan maupun Kabupaten Wonogiri. KBSD lebih kecil untuk pola rekomendasi di dua kabupaten tersebut. Bahkan untuk Kabupaten Grobogan, pola yang digunakan petani tidak efisien atau tidak mempunyai keunggulan komparatif karena KBSD lebih besar dari satu.

Haryono (1991) melakukan analisis keunggulan komparatif terhadap produksi kedelai, ubikayu dan jagung

(30)

di Propinsi Lampung. Analisis ini membandingkan berbagai pola tanam baik secara monokultur maupun tumpangsari dengan disertai orientasi perdagangan. Dari hasil penelitian tersebut, produksi kedelai pada lahan sawah dengan orientasi substitusi impor mempunyai keunggulan komparatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan KBSD yang lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk produksi kedelai pada lahan kering dengan orientasi promosi ekspor, tidak mempunyai keunggulan komparatif karena KBSD lebih besar dari satu. Kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung, baik di lahan sawah maupun lahan kering dengan orientasi substitusi impor dan promosi ekspor, mempunyai KBSD yang lebih kecil dari satu, sehingga bisa dikatakan mempunyai keunggulan komparatif.

Nunung (1992) melakukan analisis keunggulan kompara- tif terhadap produksi jagung, kedelai dan ubikayu di Jawa Tengah dengan analisis biaya sumberdaya domestik. Adapun kabupaten yang dipilih adalah Grobogan, Wonogiri, Blora dan Kendal. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa produksi kedelai di Jawa Tengah mempunyai keunggulan komparatif. Daerah yang memiliki nilai BSD terkecil adalah Blora, dan yang terbesar adalah Wonogiri. Demikian juga untuk koefisien BSD, Blora mempunyai KBSD yang terke- cil, dan Wonogiri mempunyai KBSD yang terbesar.

Analisis biaya sumberdaya domestik usahatani kedelai juga dilakukan oleh Sjarief pada tahun 1994, yang meliputi

(31)

empat propinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa empat propinsi di Pulau Jawa tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh KBSD yang lebih kecil dari satu. Hasil analisis kepekaan menunjukkan bahwa kedelai sangat peka terhadap perubahan harga bayangan output, tetapi kedelai tidak peka terhadap perubahan harga bayangan upah tenaga kerja, pupuk dan sewa lahan.

Berdasarkan beberapa penelitian terhadap komoditi kedelai yang telah dilakukan, maka pada penelitian ini akan melihat keunggulan komparatif dan kompetitif produksi kedelai dengan menggunakan analisis BSD di Kabupaten Garut yang merupakan daerah sentra produksi kedelai utama di Jawa Barat.

(32)

MODEL ANALISIS

Analisis proyek bertujuan untuk menentukan pilihan dalam investasi suatu proyek, karena terbatasnya sumber- daya yang tersedia. Kesalahan dalam memilih proyek akan menyebabkan sumberdaya yang langka tersebut terbuang.

Analisis proyek mencakup analisis ekonomi dan anali- sis finansial yang keduanya saling melengkapi. Menurut Kadariah (1978), analisis ekonomi berbeda dengan analisis finansial dalam menghitung unsur-unsur harga, bunga, pajak dan subsidi. Dalam analisis ekonomi, subsidi dan pajak dianggap tidak mempengaruhi arus pengeluaran dan pemasukan karena merupakan transfer payment. Sedangkan dalam anali- sis finansial, pajak dihitung sebagai biaya dan subsidi dihitung sebagai keuntungan. Dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan (Shadow Price), yang menggambar- kan nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsur biaya maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial digunakan harga pasar (Market Price).

Analisis Biaya Sumberdaya Domestik

Berdasarkan tujuan penelitian, maka analisis ekonomi terhadap produksi kedelai serta keunggulan komparatifnya maupun analisis finansial dan keunggulan kompetitifnya di- analisis dengan konsep biaya sumberdaya domestik dan koefisien biaya sumberdaya domestik. Melalui analisis ini dapat diketahui apakah pemenuhan permintaan dalam negeri

(33)

terhadap suatu komoditi lebih menguntungkan jika mening- katkan produksi domestik komoditi tersebut, ataukah lebih menguntungkan jika dilakukan dengan impor, ditinjau dari efisiensi penggunaan sumberdaya domestik yang ada. Kemudian juga dapat diketahui apakah produksi kedelai tersebut dapat bersaing di pasar internasional dengan asumsi-asumsi tertentu.

Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (1980), analisis biaya sumberdaya domestik adalah ukuran biaya imbangan sosial atau social ow~ortunitv cost dari penerimaan suatu unit marginal bersih devisa, diukur dalam bentuk faktor- faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang dimaksud adalah usaha untuk mengha- silkan komoditi kedelai di Indonesia.

Analisis BSD disebut juga Domestic Resource Cost of Earninq atau Savina a Unit of Foreian Exchanae, yaitu besarnya biaya sumber-sumber nasional untuk memperoleh atau menghemat satu satuan devisa (Kadariah et al, 1978). Analisis ini dapat mengukur efisiensi ekonomi usaha mem- produksi kedelai di Indonesia yang menggunakan sumberdaya domestik yang langka, untuk menghemat satu satuan devisa.

Asumsi yang harus dipenuhi agar konsep BSD dapat diterapkan pada suatu analisis ekonomi (Pearson, 1976

dalam

Suryana, 1980) adalah :

(34)

2. Ada pengaruh dalam perdagangan komoditi yang dianali- sis, dapat berupa peraturan-peraturan atau pembatasan- pembatasan dari pemerintah.

3. Output yang dianalisis dapat diperdagangkan (tradable).

4. Biaya produksi dari tambahan satu satuan output diten- tukan oleh hubungan input-output yang konstan, dan harga relatif faktor-faktor produksi tidak berubah.

5. Harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang dapat dihitung dan mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya.

Kadariah & (1978) menyatakan bahwa komoditi tradable adalah :

1. Sekarang diimpor atau diekspor.

2. Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang diimpor atau diekspor.

3. Komoditi selain diatas dan dilindungi oleh pemerintah, yang sebenarnya dapat diperdagangkan secara interna- sional.

Rumus BSD diturunkan dari konsep keuntungan bersih sosial (KBS) atau Net Social Profitabilitv, yaitu pendapa- tan atau kerugian bersih dari suatu aktivitas ekonomi apabila seluruh output dan input dinilai dalam biaya imbangan sosialnya, dan seluruh efek eksternalitas terse- but diperhitunqkan (Pearson, 1976 dalam Suryana, 1980). Rumus KBS yang dipergunakan adalah :

(35)

dimana :

KBSj = Keuntungan bersih sosial dari aktivitas ke-j.

ai j = Output ke-i yang dihasilkan dalam aktivitas ke- j

.

Pi = Harga bayangan output ke-i (dalam Rupiah)

fsj = Jumlah faktor produksi ke-s yang digunakan dalam aktivitas ke- j.

vs = Harga bayangan faktor produksi ke-s (dalam Rupiah).

Ej = Efek eksternalitas dari aktivitas ke-j, dapat bertanda positif atau negatif.

Bila seluruh output dapat diperdagangkan (tradable), serta seluruh input lansung dan tidak langsung yang digunakan dalam aktivitas ekonomi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam komponen biaya domestik dan asing, maka :

dimana :

j = Nilai total output dari aktivitas ke-j pada tingkat harga dunia (dalam US $ ) .

mj = Nilai total input yang bersifat tradable yang diimpor baik langsung maupun tidak langsung yang diunakan dalam aktivitas ke-j.

'

(36)

lainnya, dengan mengeluarkan harga bayangan nilai tukar seperti pada persamaan ( 3 ) , maka kesalahan penilaian yang mungkin dibuat dari penilaian variabel ini dapat dihin- dari

.

Rasio persamaan (3) diatas adalah rumus biaya sumberdaya dnestik ( B S D ) . Dengan denikian persamaan BSD dapat dinyatakan sebagai berikut :

Nilai eksternalitas sulit untuk diukur dan diidenti- fikasikan. Nilai eksternalitas suatu kegiatan ekonomi tergantung kepada tujuan pembangunan suatu negara.

Komoditi kedelai lebih banyak ditanam di areal persa- wahan, sehingga akan menimbulkan permasalahan dalam areal tanam padi terutama dalam upaya untuk mempertahankan swasembada pangan (eksternalitas negatif). Namun demikian jika mengingat bahwa Indonesia masih mengimpor kedelai, maka peningkatan produksi kedelai dalam negeri sangat diperlukan (eksternalitas positif).

Berdasarkan alasan diatas, maka nilai eksternalitas tergantung pada penilaian menurut kepentingannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini diasunsikan bahwa ekster- nalitas positif dan negatif yang ditinbulkan oleh aktivi- tas memproduksi kedelai akan saling menghilangkan, se-

(37)

hingga eksternalitas bernilai no1

Dari persamaan KBS dan BSD diperoleh persamaan seba- gai berikut :

KBsj = (uj

-

m

-

rj) v1

-

(uj - m - rj) BSD

j j j

KBSj = (vl

-

BSDj) (uj

-

mj

-

rj)

Apabila nilai BSDj sama dengan harga bayangan nilai tukar uang, maka nilai KBSj akan sama dengan nol. Bila nilai BSDj lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar uang, maka nilai KBSj akan positif dan sebaliknya bila nilai BSDj lebih besar dari harga bayangan nilai tukar uang, K B S akan bernilai negatif.

7

Analisis keunggulan komparatif usaha memproduksi kedelai dalam negeri dinilai dengan koefisien biaya sum- berdaya domestik (KBSD), yaitu rasio antara nilai BSD dengan harga bayangan nilai tukar uang.

KBSD berguna untuk membandingkan suatu aktivitas ekonomi dengan aktivitas ekonomi alternatif di dalam suatu negara/daerah, atau untuk membandingkan suatu aktivitas ekonomi antar negara/daerah karena adanya perbedaan harga bayangan nilai tukar uang (Squire dan van der Tak, 1979 dalam Toni, 1991).

(38)

Rumus Koefisien BSD yaitu : BSD Koefisien BSD = - j v1 dimana :

BSDj = Nilai BSD dalam aktivitas ke-j (Rp/US $ 1).

v1 = Harga bayangan nilai tukar uang (Rp/US $ 1). Semakin kecil nilai rasio tersebut atau semakin kecil nilai BSD dari harga bayangan nilai tukarnya, maka aktivi- tas ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya semakin efisien, yang berarti untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri lebih menguntungkan jika dipenuhi dengan meningkat- kan produksi domestik daripada melakukan impor terhadap komoditi tersebut.

Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari analisis keungulan komparatif yang menggunakan BSD (Nunung, 199). Kelebihannya adalah :

1. Mempunyai ruang lingkup analisis yang lebih luas dan tidak bersifat parsial. Dengan demikian analisis secara wilayah dapat dilakukan.

2. Dapat digunakan untuk menganalisis komparatif dengan cara membandingkan manfaat dari proyek atau aktivitas ekonomi antar berbagai teknologi dalam suatu daerah atau antar daerah dengan menggunakan teknologi yang sama

.

(39)

diusahakan dengan pendekatan yang bersaing sempurna. Adapun kelemahan dari analisis dengan BSD ini adalah:

1. Adanya pengalokasian terhadap komponen-komponen biaya domestik dan biaya asing sangat mempengaruhi dalam perhitungan. Kesalahan dalam mengelompokkan komponen biaya akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari nilai BSD.

2. Analisis BSD ini hanya dapat digunakan untuk analisis dan menilai manfaat dari aktivitas ekonomi pada masa tertentu dan dalam keadaan yang tidak dinamis, sehing- ga jika ada perubahan-perubahan diantisipasi dengan menggunakan analisis kepekaan.

Analisis keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur keuntungan private dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku (ADB, 1990).

Menurut Asian Development Bank (1990), suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasil- kan suatu komoditi, dengan asumsi ada sistem pemasaran dan intervensi pemerintah. Secara matematis koefisien keung- gulan kompetitif dinyatakan sebagai berikut :

Dimana :

(40)

BSD* = BSD berdasarkan harga pasar yang berlaku (Rupiah).

"OP

= Nilai tukar uang resmi atau official

exchange rate (dollar).

Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan kompeti- tif dalam kegiatan ekonomi tertentu jika KBSD* < 1, arti-

nya negara tersebut dapat bersaing di pasar internasional dengan asumsi ada sistem pemasaran dan intervensi pemerin- tah. Jika KBSD* > 1, maka negara tersebut tidak mempunyai

keunggulan kompetitif dalam kegiatan ekonomi tertentu, sehingga tidak dapat bersaing di pasar internasional.

Analisis Kepekaan

Analisis kepekaan adalah menelaah kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang terja- di akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986). Menurut Kadariah & &. (1978), analisis kepekaan bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi/proyek bila ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.

Suatu analisis kepekaan dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan menentu- kan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula.

(41)

kelemahan, antara lain :

1. Analisis kepekaan tidak dapat dipakai untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial dan hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu.

2. Analisis kepekaan hanya mengatakan apa yang akan terjadi bila suatu variabel berubah, dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.

Tahapan Analisis

Secara ringkas tahapan dalam analisis BSD adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam aktivitas ekonomi (dalam ha1 ini adalah usahatani kedelai).

2. Menentukan penilaian harga bayangan dari input dan output yang diperhitungkan serta nilai tukar uang.

3. Mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing dari aktivitas pada butir (1).

4. Melakukan analisis pendapatan dari segi finansial dan ekonomi

.

5. Melakukan analisis BSD, dengan melihat nilai dan koefisiennya.

6. Melakukan analisis kepekaan dari beberapa komponen input dan output terutama yang diduga berpengaruh terhadap hasil analisis BSD.

(42)

Metode Penelitian

Rancangan Pengambilan Contoh Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Garut dilakukan secara sengaja (purposive), karena Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kedelai utama di Jawa Barat (tabel lampiran 5).

Pemilihan Kecamatan Wanaraja juga dilakukan secara purposive karena berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Garut, diketahui bahwa Kecamatan Wanaraja merupakan sentra produksi kedelai di Kabupaten Garut

.

Memilih lokasi usahatani di Desa Sindangratu mengingat desa tersebut merupakan salah satu penghasi.1 utama kedelai di Kecamatan Wanaraja.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. .Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden (petani kedelai di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat). Wawancara dilakukan dengan menggu- nakan kuesioner.

Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Bank Indone- sia serta instansi terkait lainnya.

(43)

Metode Penaambilan Contoh

Responden yang diambil adalah petani kedelai di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat, dengan cara Stratified Random Sampling. Tahap pertama, petani kedelai yang menanam secara monokultur dipisahkan dengan petani kedelai yang menanam secara tumpangsari, kemudian masing-masing petani dicatat dan diberi nomor. Jumlah sampel yang diambil dari petani baik yang menanam secara monokultur maupun tumpangsari ditentukan berdasarkan persentase terhadap jumlah total petani kedelai di Desa Sindangratu. Jumlah total sampel sebanyak 50 petani.

Penentuan Usahatani vana Dianalisis

Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang diusahakan di daerah penelitian. Usahatani kedelai yang akan dianalisis adalah :

1. Usahatani kedelai monokultur pada lahan kering yang selanjutnya disebut pola tanam I.

2. Usahatani kedelai tumpangsari dengan jagung pada lahan kering yang selanjutnya disebut pola tanam 11.

(44)

Oprasionalisasi

Penentuan Inwut-Out~ut Fisik Usahatani Kedelai

Komponen input usahatani kedelai di daerah penelitian terdiri dari sarana produksi dan peralatan. Sarana pro- duksi yang digunakan terdiri dari pupuk anorganik yaitu Urea, TSP dan KC1, pupuk kandang iorganik), insektisida, benih kedelai, lahan dan tenaga kerja. Peralatan yang digunakan terdiri dari cangkul, tugal, kored,arit, parang dan handsprayer.

Komponen output dalam usahatani kedelai di Desa Sindangratu yaitu kedelai untuk pola tanam monokultur, sedangkan untuk pola tanam tumpangsari adalah kedelai dan

jagung

.

Penentuan Haraa Bavanaan

Dalam analisis ekonomi termasuk analisis BSD, harga yang digunakan adalah harga bayangan. Beberapa pustaka telah membahas tentang harga bayangan ini.

Kadariah et a1 (1978) menyatakan bahwa harga bayangan

dapat dianggap semacam penyesuaian yang dibuat oleh pene- liti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu, disebabkan karena harga pasar itu tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (Social O ~ ~ o r t u n i t v Cost) dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah

(45)

berupa pajak tidak langsung, subsidi maupun pengaturan harga.

Squire dan van der Tak (1979) dalam Toni (1991)

mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggam- barkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya perubahan marginal dalam persediaan komoditi dan faktor- faktor produksi.

Squire (1982) dalam Nunung (1992) mengemukakan dua ha1 yang penting dalam penggunaan harga bayangan. Pertama harga bayangan bukanlah harga-harga keseimbangan yang akan terjadi dalam perekonomian dimana tidak terdapat gangguan- 'gangguan. Penaksiran dari harga bayangan ini akan membe- rikan informasi penting yang dapat digunakan sebagai landasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat menghi- langkan gangguan-gangguan. Kedua perlunya pendefinisian yang jelas terhadap tujuan-tujuan sosial ekonomi dari kebijaksanaan pembangunan nasional.

Menurut Gittinger (1986), harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan bersaing sempurna dan dalam kondisi keseimbangan. Dalam kenyataan sebenarnya sulit menjumpai pasar dengan keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak dan sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi, pertama harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyara-

(46)

kat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas terse- but. Kedua harga pasar tidak mencerminkan apa yanq sebe- narnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memung- kinkan dalam masyarakat.

Dalam menentukan harga bayanqan sehubungan dengan penelitian ini, akan digunakan metode penentuan harqa bayangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Gittinqer dengan berbaqai penyesuaian.

Haraa Bavanaan Outaut

Harga bayangan output (kedelai) yang digunakan adalah harga batas (border mice). Menurut Kadariah &

a

(1978), border price adalah tingkat harga internasional yang berlaku pada perbatasan negara yang bersanqkutan terhadap luar negeri. Border price untuk output yang diekspor atau merupakan barang yang mempunyai potensi untuk diekspor adalah harga f.0.b (free on board). Se- dangkan border price untuk output yang diimpor atau ke- mungkinan diimpor adalah harga c.i.f (cost insurance

freight).

Kedelai merupakan komoditi yang sedang diimpor, maka harga bayangan yang digunakan adalah harga c.i.f di pela- buhan impor ditambah dengan biaya tataniaqa sampai di pasar tujuan, yang dalam ha1 ini adalah Pasar Ciawitali Garut. Harga c.i.f kedelai pada tahun 1992 yaitu sebesar

(47)

0 , 2 7 dollar per kilogram, atau sebesar 5 9 2 rupiah per kilogram. Harga c.i.f ini didapat dari hasil pembagian nilai impor dengan volume impor pada tahun tersebut. Besarnya biaya tataniaga kedelai dari pelabuhan impor (Tanjung Priok, Jakarta) ke Pasar Ciawitali Garut adalah sebesar 100 rupiah per kilogram (lihat keterangan halaman

108). Dengan demikian untuk orientasi perdagangan substi- tusi impor, harga bayangan kedelai adalah sebesar 6 9 2

rupiah per kilogram.

Jagung merupakan komoditi yang sudah diekspor. Karena sulitnya untuk memperoleh data mengenai biaya tataniaga jagung serta penyesuaian-penyesuaiannya, maka harga bayangan jagung diperoleh dari harga aktual di tingkat petani yang disesuaikan dengan harga bayangan nilai tukar uang rupiah terhadap dollar AS, sehingga didapat harga bayangan jagung sebesar 223 rupiah per kilogram.

Harqa Bavanqan Sarana Produksi dan Peralatan

Benih. Dalam penelitian ini kebutuhan benih kedelai dan jagung ditentukan oleh pasar domestik atau lokal, dengan demikian termasuk inlsut non tradable. Oleh karena itu harga bayangan benih didekati dari harga pasarnya. Hal ini disebabkan karena benih kedelai dan benih jagung di lokasi penelitian, diperoleh dari hasil produksi petani itu sendiri atau membeli masih di sekitar lokasi usahatani mereka

.

(48)

Pupuk. Pupuk yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian adalah Urea, TSP, KC1 dan pupuk kandang. Karena pupuk buatan merupakan input tradable, maka harga baya- ngannya ditentukan berdasarkan harga finansial atau aktual ditambah subsidi yang diberikan pemerintah pada masing-masing pupuk tersebut.

~erdasakkan data dari Centre for Policy and Implementation Studies (1993), tingkat subsidi untuk Urea, TSP dan KC1 adalah masing-masing sebesar 24,8, 16,5 dan 13,3 persen (Tabel Lampiran 4). Untuk pupuk kandang harga bayangan sama dengan harga aktual yang terjadi di daerah peneli- tian.

Insektisida. Di daerah penelitian, obat pembasmi hama yang digunakan adalah insektisida. Karena mulai tahun 1989 pemerintah telah mencabut subsidi untuk insek- tisida, maka harga bayangan insektisida nilainya sama dengan harga aktual yang terjadi di daerah penelitian.

Peralatan. Harga peralatan yang ada di pasar domes- tik mendekati persaingan sempurna, dan tidak ada kebijak- sanaan pemerintah yang secara langsung mengatur harga- harga peralatan, sehingga tidak ada gangguan yang bekerja dalam pasar domestik (Nunung, 1992). Oleh karena itu dalam penelitian ini harga bayangan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan dalam satu musim tanam yang nilainya sama dengan harga aktualnya.

(49)

Harga Bayangan Tenaga Kerja. Menurut Squire dan van der Tak (1976) dalam Suryana (1980), penilaian harga bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya imbangan tenaga kerja, yaitu output marginal yang hilang karena tenaga kerja digunakan di tempat lain.

Dalam pasar persaingan sempurna, tingkat upah pasar akan mencerminkan nilai produktivitas marginalnya. Pada keadaan ini besarnya upah pasar dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja (Gittinger,l986).

Untuk tenaga kerja pada sektor pertanian di pedesaan yang umumnya merupakan tenaga kerja tidak terampil, se- hingga tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi biaya irnbangannya. Oleh sebab itu tingkat upah pasar untuk tenaga kerja di sektor pertanian tidak dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja (Toni, 1991).

Seperti yang telah dikemukakan oleh Toni (1991), bahwa beberapa penelitian terdahulu menilai harga bayangan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dari tingkat upah pasar. IPB (1977) menetapkan harga bayangan tenaga kerja di perkebunan kelapa rakyat di Lampung sebesar 70 persen dari tingkat upah pasar. Suryana (1980) menetapkan harga bayangan tenaga kerja untuk usahatani ubikayu dan jagung di Jawa Timur dan Lampung masing-masing 70 persen dan 80 persen dari tingkat upah pasar. Sedangkan Wahyudi (1989) dalam Nunung (1992) menilai harga bayangan berda- sarkan tingkat pengangguran di desa pada tahun 1986 yaitu

(50)

sebesar 30 persen, sehingga harga bayangan tenaga kerja ditetapkan 70 persen dari tingkat upah yang berlaku. Berdasarkan keterangan di atas, maka pada penelitian ini ditetapkan harga bayangan tenaga kerja sebesar 70 persen dari tingkat upah yang berlaku.

Harga Bayangan Lahan. Lahan merupakan faktor produk- si yang utama selain tenaga kerja dan modal dalam usaha di bidang pertanian. Dalam penelitian ini harga bayangan lahan berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), yang mengemukakan bahwa harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitung- kan tiap musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat usahatani.

Harga Bayangan Bunga Modal. Harga bayangan bunga modal adalah tingkat bunga tertentu atau tingkat pengemba-

lian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat bunga diperlukan untuk menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani mulai masa tanam sampai dengan pra panen (Suryana, 1980).

Bunga modal untuk analisis finansial ditaksir dengan memperhitungkan tingkat bunga bank yang berlaku umum. Pada penelitian ini bunga modal untuk analisis finansial ditentukan sebesar 15 persen per tahun atau sekitar 3 , 7 5

persen per musim tanam berdasarkan rata-rata tingkat suku bunga deposit0 berjangka 3 bulan pada bank-bank swasta

(51)

Harga bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi dalam penelitian ini tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya karena diasumsikan bahwa modal untuk usaha produksi kedelai berasal dari dana dalam negeri. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) bahwa harga bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi tergantung pada sumber modal tersebut. Jika modal atau pinjaman berasal dari dana dalam negeri, maka bunga modal tidak perlu diperhitungkan sebagai biaya. Tetapi jika modal atau pinjaman berasal dari luar negeri, maka bunga modal harus dimasukkan ke dalam komponen biaya.

Harga Bayangan Nilai Tukar Uang. Henurut Suryana (1980) harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempur- na

.

Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsi- di terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bacha dan Tay- lor, 1971 dalam Suryana, 1980).

Simatupang (1990) dalam Nunung (1992) menggunakan pendekatan Standard convention factor (SCF) untuk menentu- kan harga bayangan nilai tukar dengan rumus sebagai beri- kut :

(52)

OERt Mt

+

Xt SCF = - -

SERt (Mt + Tmt)

+

(Xt - TXt) dimana :

Mt = Nilai dari impor Indonesia untuk tahun t (Rp)

Xt = Nilai dari ekspor Indonesia untuk tahun t (Rp)

Tmt = Penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun t (Rupiah)

Txt = Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun t (Rupiah)

OERt= Nilai tukar resmi untuk tahun t (Rp/US $ 1) SERt= Nilai tukar bayangan untuk tahun t (Rp/US $ 1)

Dalam penelitian ini angka konversi standar diperoleh dari hasil perhitungan angka konversi standar tahun 1992. yaitu sebesar 0,980 (Tabel Lampiran 7). Besarnya nilai tukar resmi yang digunakan adalah sebesar 2146 rupiah yang didapat dari catatan kurs mata uang dollar terhadap rupiah dalam Indikator Ekonomi dari Biro Pusat Statistik sampai dengan bulan februari tahun 1994. Berdasarkan keterangan diatas maka dalam penelitian ini harga bayangan nilai tukar uang yang digunakan adalah sebesar 2190 rupiah.

Alokasi KomDonen Biava Domestik dan Asins

Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (19801, ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk mengalokasikan kompo-

(53)

-n biaya domestik dan asing. Pendekatan pertama adalah

andekatan total. Pada pendekatan ini setiap biaya input

'-adable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya

-7rnestik dan asing. Pendekatan total dipergunakan apabila

-odusen lokal dilindungi, sehingga tambahan penawaran

:.put tradable didatangkan dari produsen lokal.

Pendekatan kedua adalah pendekatan langsung. Dalam

--ndekatan langsung diasumsikan seluruh biaya input trada-

: e baik diimpor maupun produksi domestik dinilai sebagai

Tmponen asing. Pendekatan ini dapat dipergunakan apabila

imbahan permintaan input tradable baik barang impor

.-aupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan

7tar negara atau penawaran di pasar internasional.

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan langsung.

'-%l ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pearson (1976)

'iuSuryana (1980) bahwa untuk keperluan analisis keung-

'~~lan komparatif, pendekatan langsung lebih sesuai.

Komponen tradable seperti pupuk anorganik (Urea, KC1,

%-an TSP) serta insektisida adalah 100 persen komponen

:.%ing. Komponen yang non tradable seperti lahan, tenaga

k ~ r j a , bunga modal dan pupuk kandang adalah 100 persen

(54)

Benih kedelai merupakan produksi domestik yang harga

dan pasarnya ditentukan oleh pasar domestik, dengan demi-

kian termasuk input non tradable. Dalam penelitian ini

benih adalah 100 persen merupakan komponen domestik,

karena di lokasi penelitian tidak ada perlakuan khusus

untuk menghasilkan benih, tetapi hanya mengambil dari

hasil produksi yang akan dijual, atau membeli dari lingku-

ngan usahatani mereka.

Alokasi komponen peralatan dalam penelitian ini

mengacu pada cara yang dikemukakan oleh Toni (1991) dengan

menggunakan pendekatan tabel input-output Indonesia tahun

1985 dari sektor bernomor kode 116 yaitu sektor industri

alat potong dan perkakas pertanian, yang membagi komponen

peralatan ini menjadi 14,8 persen komponen asing dan 85,2

persen komponen domestik.

Secara ringkas alokasi komponen biaya domestik dan

(55)

Tabel 3. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen Biaya Domestik dan Asing

Komponen Biaya Domestik Asing

Lahan Tenaga kerja Bunga modal Pupuk kandang Benih Pupuk anorganik Insektisida Peralatan

Alokasi Biava Tataniasa

Orientasi perdagangan yang dianalisis dalam peneli- tian ini adalah substitusi impor yang manfaatnya diperoleh dari nilai devisa yang dihemat akibat berkurangnya impor. Dengan demikian biaya tataniaga dalam penelitian ini didekati dengan menghitung seluruh biaya nulai dari petani sampai pada pedagang di Pasar Ciawitali Garut.

Biaya tataniaga dalam penelitian ini meliputi biaya penge- pakan dan karung, bongkar muat, penyimpanan dan biaya pengangkutan. Adapun alokasi biaya tataniaga atas kompo- nen biaya domestik dan asing, mengacu pada hasil modifika- si alokasi tataniaga yang dilakukan oleh Haryono (1991)

dalam Gunawan (1994), dengan perincian seperti yang disa- jikan pada tabel 4.

(56)

Tabel 2. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing

Unsur Domestik ( % ) Asing ( % ) Pajak ( % )

Pengangkutan 44,32 54,47 1,21

Penanganan

*

) 82,05 17,19 0,76

Keterangan : * ) : Terdiri dari penyimpanan, bongkar muat, pengepakan dan karung.

Analisis Kepekaan

Analisis ke~ekaan Pada Keunaaulan Kom~aratif

Analisis kepekaan yang dilakukan pada keunggulan komparatif dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan sewa lahan pada tingkat harga sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap. 2. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan upah tenaga

kerja sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya- ngan semula dengan asumsi faktor lainnya tetap.

3. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan pupuk sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya- ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

4. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan benih sebesar 90, 110 dan 120 persen dari harga baya- ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

5. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan output sebesar SO, 90 dan 110 persen dari harga

(57)

bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

6. Analisis kepekaan terhadap perubahan tingkat produkti- vitas sebesar 80, 90, 110 persen dari tingkat produk- tivitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.

7. Analisis kepekaan terhadap perubahan keenam variabel tersebut diatas pada kondisi yang kurang menguntungkan dengan perubahan masing-masing sebesar 10 persen dari harga bayangan dan tingkat produktivitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.

pnalisis Kewekaan Pada Keunaaulan Kom~etitif

Analisis kepekaan keunggulan kompetitif dalam peneli- tian ini adalah :

1. Analisis kepekaan pada saat harga aktual benih kedelai meningkat sebesar 30,63 persen dan harga aktual benih jagung meningkat sebesar 2,52 persen dari harga aktual benih yang berlaku dengan asumsi faktor lain tetap. 2. Analisis kepekaan pada saat harga aktual upah tenaga

kerja meningkat sebesar 13,21 persen dari harga aktual upah tenaga kerja yang berlaku dengan asumsi faktor

lain tetap.

3. Analisis kepekaan pada saat harga aktual pupuk Urea, TSP dan KC1 meningkat masing-masing sebesar 24,8, 16,5 dan 13,3 persen dari harga aktual pupuk yang berlaku dengan asumsi faktor lain tetap.

(58)

4. Analisis kepekaan pada saat harga output kedelai menurun sebesar 25 persen dan harga jagung menurun sebesar 63.3 persen dari harga aktual kedelai semula dengan asumsi faktor lain tetap.

5. Analisis kepekaan pada saat terjadi penurunan tingkat produktivitas sebesar 35 persen dari tingkat produkti- vitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.

6. Analisis kepekaan jika terjadi perubahan harga aktual benih, upah tenaga kerja, pupuk dan output secara bersamaan pada kondisi yang kurang menguntungkan sesuai dengan persentase diatas dengan asumsi faktor lain tetap.

(59)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Wanaraja Letak dan Geosrafis

Kecamatan Wanaraja terletak di wilayah Kabupaten Garut bagian Utara dengan jarak kurang lebih 12 kilometer dari Ibukota Kabupaten Garut. Kecamatan Wanaraja berbata- san dengan Kecamatan Sukawening di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Karangpawitan, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banyuresmi, sedangkan Kabupaten Tasik membatasi Kecamatan Wanaraja dari sebelah Timur. Gambaran umum wilayah Kecamatan Wanaraja disajikan pada Gambar Lampiran 1.

Kecamatan Wanaraja terletak pada ketinggian sekitar 700 meter diatas permukaan laut, dengan kemiringan tanah berkisar antara 10

-

50 persen. Banyaknya curah hujan

2 808 mm dengan curah hujan rata-rata sebesar 234 mm, ba- nyaknya hari hujan 111 dengan rata-rata sebesar 9. Bulan basah tiap tahun rata-rata enam bulan dan suhu berkisar antara 17

-

27" C.

ta Pen

Tatasuna Lahan. Penduduk dan Ma cahar~an

Kecamatan Wanaraja mempunyai luas wilayah sebesar 71,56 Km2 dengan jumlah penduduk 81 481 jiwa yang terdiri dari 39 336 orang laki-laki dan 42 145 orang perempuan. Adapun kepadatan penduduk adalah 1 138,68 jiwa/Km2.

(60)

Sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang peranan yang sangat penting, karena sebagian besar pendu- duknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Dari luas wilayah yang ada, 78 persen merupakan lahan kering dan 22 persen merupakan lahan sawah dan kolam. Dengan demikian sebagian besar usaha produksi kedelai dilakukan di lahan kering.

Pola tanam yang biasa diterapkan di Kecamatan Wanara- ja terlihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wanara ja, Kabupaten Garut Jawa Barat.

Bulan 1 0 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

sawah irigasi /Padi I

i

/

1 x 1

Sawah pengairan

r r - I

lainnya sawah tadah hu jan

/

Padi I

/

//

Padi II/ ,/~alawi j d /~alawi ja/

/

Padi , /palawija/

Tegal/kebun

/

z

d

/

Palawi ja

/

Sumber : BPP Wanaraja, 1994.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kecamatan Wanaraja adalah sebagai petani yaitu sebesar 84,4 persen, termasuk didalamnya petani pemilik, penggarap, penyakap dan buruh tani. Secara lengkap mata pencaharian masyarakat Kecamatan Wanaraja adalah sebagai berikut :

(61)

Tabel 5. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wanaraja Uraian Jumlah Penduduk Mutlak Persentase Petani Pengusaha Pengrajin/industri kecil Buruh industri, bangunan dan pertambangan

Pedagang

Pegawai negeri sipil

ABRI

Pensiunan Peternak

TOTAL 60 569 100

Sumber : Data Monografi Kecamatan Wanaraja Semester I, 1994

Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang peranan yang sangat penting, dilihat dari besarnya proporsi pendu- duk yang bekerja pada sektor ini.

Ketersediaan kelembagaan dan sarana penunjang sangat besar peranannya bagi kemajuan pertanian. Di Kecamatan Wanaraja, kelembagaan yang tersedia ada satu buah KUD, tiga buah Bank, empat buah Koperasi Simpan Pinjam dan satu pasar kecamatan untuk penjualan hasil pertanian maupun pembelian sarana produksi. Kelembagaan yang ada tersebut pada saat ini tidak memberikan pinjaman kredit maupun penyediaan sarana produksi pertanian. Akibatnya masalah kekurangan modal masih merupakan masalah utama pada seba- gian besar petani kedelai.

Gambar

Tabel  1.  Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977-1990  Produk-  Impor  Kon-  Rasio  Kon-  Tahun  si 1)  dalam  sumsi  impor/  sumsi
Tabel  3.  Alokasi  Biaya  Produksi  ke  dalam  Komponen  Biaya Domestik dan Asing
Gambar  1.  Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wanara  ja, Kabupaten Garut Jawa Barat
Tabel  5.  Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wanaraja  Uraian  Jumlah Penduduk  Mutlak  Persentase  Petani  Pengusaha  Pengrajin/industri kecil  Buruh industri, bangunan  dan pertambangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugas akhir yang berjudul “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Alternatif Akibat Gangguan Operasional Kereta Commuter Indonesia Pada Rute Red Line Jakarta Kota -

Suatu foto udara diambil dari ketinggian 6000 ft di atas permukaan rata-rata dengan fokus kamera 6 in (152.4 mm) dan format ukuran 9 in (23 cm).. INTERPRETASI FOTO UDARA.  Definisi

Konsep kafālah yang digunakan dalam program semanggi di Lembaga Manajemen Infaq Surabaya didasarkan dengan pertimbangan bahwa Ikatan Da’i Indonesia Jawa Timur sebagai

Bila lembaga inspeksi Tipe B yang merupakan suatu bagian dari suatu organisasi pemasok, menginspeksi item yang dirakit (dimanufaktur) oleh atau untuk organisasi induk lembaga

Sedangkan faktor dari luar siswa (eksternal) siswa antara lain lingkungan keluarga, sekolah, ruang belajar, fasilitas belajar dan masyarakat. Dari beberapa faktor

122 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur.. Sedangkan menurut perkembangannya

Tämä johtuu heidän mukaan siitä, että perustulo nostaisi sekä minimipalkkoja että verotusta ja näin työtä olisi tarjolla yhä harvemmille.. ”Suomen työttömyys