• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan Jumlah Leukosit Produk Lebah Madu Pada Luka Bakar Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus Galur Wistar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penurunan Jumlah Leukosit Produk Lebah Madu Pada Luka Bakar Tikus Putih Jantan Rattus norvegicus Galur Wistar."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penurunan Jumlah Leukosit

Produk Lebah Madu Pada Luka Bakar

Tikus Putih Jantan

Rattus norvegicus

Galur Wistar

OLEH

DG. Diah Dharma Santhi

DAP. Rasmika Dewi

Dr.dr.AAN Subawa

Disampaikan dalam:

SEMINAR NASIONAL

SAINS DAN TEKNOLOGI 2015

(2)

Penurunan Jumlah Leukosit Produk Lebah Madu

Pada Luka Bakar Tikus Putih Jantan

Rattus norvegicus

Galur Wistar

DGD. Dharma Santhi, DAP. Rasmika Dewi, AAN Subawa1

1Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Telp. 0361-222510

diahdharmasanthi@yahoo.co.id

ABSTRAK

Luka bakar merupakan trauma yang cukup sering terjadi dan dapat terjadi dimana saja, paling sering terjadi di rumah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium untuk untuk mengetahui tingkat penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi pada tikus putih jantan jantan Rattus norvegicus galur Wistar yang mendapat luka bakar sesuai dengan metode Kaufman. Bahan uji yang dipergunakan adalah madu Apis mellifera, madu Apis dorsata, propolis Trigona sp, dan propolis Abelha coleta yang diaplikasikan pada luka bakar secara topikal. Sebagai kontrol positif dipergunakan salep Silver Sulfadiazin (SSD). Tingkat penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi dilihat dari penurunan jumlah leukosit yang disebabkan karena terjadinya infeksi pada luka bakar yang diamati pada hari ke- 0, 3, 7, 14, 21.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada awal proses luka bakar terjadi peningkatan jumlah leukosit, kemudian setelah diberikan perlakuan, terjadi penurunun jumlah leukosit. Dari analisis statistik, pengamatan hari ke–21 yang menunjukkan jumlah leukosit yang berbeda bermakna antar kelompok perlakuan, di mana diperoleh nilai p = 0.006. Kelompok kontrol positif memberikan penurunan jumlah leukosit yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang mendapat pemberian madu dan propolis dengan berturut – turut nilai p = 0.552; 0,148; 0.657; dan 0.082.

Kata kunci: Luka Bakar, Jumlah Leukosit, Madu, Propolis, SSD

ABSTRACT

Burns is a trauma that is fairly common and can occur anywhere, most often occur in the home. This research is a laboratory experimental to determine the rate of healing of burns and degree of inflammatory response on white male rats Rattus norvegicus Wistar who got burns in accordance with the method of Kaufman. The test material used is honey from species Apis mellifera, honey from species Apis dorsata, propolis from species Trigona sp, and propolis from species Abelha coleta which is applied topically on burns. As a positive control used Silver Sulfadiazine (SSD) ointment. The rate of healing of burns and degree of inflammatory response seen from a decrease in the number of leukocytes caused by an infection in burns were observed on days 0, 3, 7, 14, 21. These research revealed that at the beginning of the process burns an increase in white blood cell count, then after a given treatment, white blood cell count will decrease. Statistically, observation on day 21 indicates the number of leukocytes significantly different between the treatment groups, which was obtained p value = 0.006. The positive control group gave a decrease in the number of leukocytes were not significantly different in the group receiving honey and propolis respectively - were p values = 0552; 0.148; 0657; and 0082.

(3)

Pendahuluan

Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimiawi

maupun arus listrik1. Kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi membuat protein

penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan terhadap infeksi

bakteri. Selain itu, infeksi bakteri pada jaringan yang terbakar meningkatkan jumlah kerusakan

jaringan dan mencegah penyembuhan area kulit yang terbakar2. Antimikroba menjadi pilihan untuk

mencegah meluasnya infeksi pada luka bakar3.

Madu dikatakan sebagai antimikroba dengan spektrum yang luas, serta non toksik terhadap

jaringan manusia4. Pada beberapa kasus, madu digunakan pada luka terinfeksi yang tidak sembuh

dengan terapi antibiotik standar dan antiseptik, dimana madu efektif pada semua fase penyembuhan

luka tanpa efek samping pada pada prosesnya5,6. Studi efektivitas madu sebagai antimikroba

menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap lebih dari 70 strain bakteri yang ditemukan pada luka,

termasuk Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)7. Penelitian lain di Bangladesh

menunjukkan bahwa madu mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram Positif

(Staphylococcus aureus) maupun bakteri Gram Negatif (Escherchia coli, Pseudomonas

aeruginosa, dan Shigella spp)8. Propolis atau lem lebah merupakan suatu zat resin yang

dikumpulkan oleh lebah madu dari sumber tumbuhan seperti aliran getah atau tunas pohon.

Propolis memiliki kemampuan untuk menekan pertumbuhan bakteri, virus dan fungi, serta

kemampuan untuk meredakan inflamasi (radang). Beberapa percobaan terhadap tikus

memperlihatkan propolis mampu memperbaiki pemulihan luka bakar, luka kecil, infeksi,

peradangan, sakit gigi, dan herpes kelamin9. Pada penelitian yang dilakukan menggunakan propolis

yang berasal dari Turki, diketahui bahwa penyembuhan luka bakar menggunakan propolis 50%

lebih baik dibandingkan kelompok yang memperoleh krim SSD dan cold cream (kontrol).

Dikatakan bahwa propolis turki mempunyai peeranan dalam penyembuhan luka bakar karena

memiliki efek sebagai anti oksidan,antiinflamasi dan antimikroba10.

Produk lebah madu Indonesia, antara lain madu hutan, madu ternak, dan propolis diketahui

memiliki aktivitas ebagai antimikroba. Hal ini dapat dilihat dari pH yang dimiliki oleh madu hutan, madu ternak, dan propolis Indonesia berkisar antara 3,85 – 4,44. Dimana pada rentang pH tersebut, dikatakan bahwa madu dan propolis mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu dari uji

aktivitas antibakteri menggunakan tes Kirby Bauer, dapat dilihat bahwa madu madu hutan, madu

ternak, dan propolis memiliki zone hambat terhadap pertumbuhan bakteri yang tidak resisten

maupun yang sudah resisten terhadap antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi yang terjadi pada hewan coba setelah

mendapat perlakuan luka bakar melalui penurunan jumlah leukosit pada tikus putih jantan Rattus

(4)

Bahan dan Metode

Bahan penelitian adalah madu yang diperoleh dari tanaman kapuk dengan spesies lebah Apis

mellifera, sedangkan bahan madu hutan diperoleh dari hutan di pedalaman Riau, yaitu dari spesies

Apis dorsata. Untuk bahan uji propolis yang dipergunakan diperoleh dari spesies lebah Trigona sp

dan Abelha coleta. Bahan uji ini merupakan produk dagang yang mudah ditemukan di pasaran

Indonesia Sebagai kontrol positif dipergunakan salep silver sulfadiazin 2% sedangkan sebagai

kontrol negatif dipergunakan larutan normal saline.

Sebanyak 36 hewan coba (tikus putih jantan Rattus norvegicus galur Wistar) dipergunakan dalam

penelitian ini. Untuk menghasilkan luka bakar, digunakan metode Kaufman, dkk, 1990. Lempeng

aluminium (berukuran diameter 2.0 cm, panjang 3 cm, tangkai 24 cm, dengan berat kira – kira 400

g) dipanaskan di water bath pada suhu konstan 850C selama 3 jam sebelum diaplikasikan pada kulit

hewan coba. Hewan coba yang digunakan untuk penelitian dianastesi secara intramuscular (IM)

dengan ketamin (50mg/ kg BB) dan Xylazine (5 mg/ kg BB). Hewan coba diposisikan dengan baik,

kemudian lempeng aluminium diletakkan di atas punggung hewan coba selama 5 detik (gunakan

stopwatch) dengan tekanan yang minimal dan konstan. Kurang lebih 15 menit setelah luka bakar

dibuat, semua luka dibalut dengan kasa pembalut steril, kemudian diberi plester. Pembersihan luka

dilakukan setiap hari menggunakan larutan normal saline yang steril. Dimulai pada hari ke-3, semua hewan coba diberi perlakuan sesuai dengan kelompok perlakuan. Pada hari ke – 0, 3, 7, 14, dan 21 dilakukan pengambilan sampel darah. Lakukan perhitungan jumlah leukosit.

Analisis data dilakukan dengan metode uji parametrik one way ANOVA. Jika pada uji ANOVA

menghasilkan nilai p<0,05 maka dilanjutkan dengan melakukan analisis post hoc LSD untuk

melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.

Hasil Penelitian

Perhitungan jumlah leukosit bertujuan untuk mengetahui tingkat respon inflamasi yang terjadi pada

hewan coba setelah mendapat perlakuan luka bakar, dimana apabila terjadi inflamasi, maka terjadi

migrasi sel darah putih ke daerah inflamasi12.

Tabel 1. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan I

Kelompok I Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok perlakuan I adalah kelompok kontrol negatif, di mana pada luka bakar pada hewan coba

diterapi menggunakan larutan normal saline. Berdasarkan tabel di atas, peningkatan jumlah

leukosit terjadi di mulai pada hari ke 0 sampai hari ke-7, yang menunjukkan terjadinya proses

(5)

inflamasi. Pengamatan luka pada hari ke-14 dan 21 menunjukkan penurunan jumlah leukosit

mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Tabel 2. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan II

Kelompok II Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok perlakuan II adalah kelompok kontrol positif, di mana pada luka bakar pada hewan coba

diterapi salep silver sulfadizine 1%. Berdasarkan tabel di atas, peningkatan jumlah leukosit terjadi

di mulai pada hari ke 0 sampai hari ke-3, yang menunjukkan terjadinya proses inflamasi, di mana

terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi. Pengamatan

luka pada hari ke–7, 14 dan 21 menunjukkan penurunan jumlah leukosit yang signifikan mengarah

pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Tabel 3. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan III

Kelompok III Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

terjadinya proses inflamasi, di mana terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit

ke daerah inflamasi. Pengamatan luka pada hari ke-7, 14, dan 21 menunjukkan penurunan jumlah

leukosit mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Tabel 4. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan IV

Kelompok IV Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

(6)

terjadinya proses inflamasi, di mana terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit

ke daerah inflamasi. Pengamatan luka pada hari ke-7, 14, dan 21 menunjukkan penurunan jumlah

leukosit mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Tabel 5. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan V

Kelompok V Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

terjadinya proses inflamasi, di mana terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit

ke daerah inflamasi. Pengamatan luka pada hari ke-7, 14, dan 21 menunjukkan penurunan jumlah

leukosit mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Tabel 6. Hitung jumlah leukosit tikus jantan kelompok Perlakuan VI

Kelompok VI Jumlah Leukosit (sel/ mm3)

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

diterapi menggunakan propolis dari spesies lebah Abelha coleta. Berdasarkan tabel di atas,

peningkatan jumlah leukosit terjadi di mulai pada hari ke 0 sampai hari ke-3, yang menunjukkan

terjadinya proses inflamasi, di mana terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi. Pengamatan luka pada hari ke–7, 14, dan 21 menunjukkan penurunan jumlah leukosit mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar.

Pembahasan

Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimiawi

maupun arus listrik1. Kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi membuat protein

penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan terhadap infeksi

bakteri. Inflamasi merupakan respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang

merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis, seperti luka bakar. Pada proses inflamasi

terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan

mediator kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan

(7)

kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah

inflamasi 12.

Antimikroba menjadi pilihan untuk mencegah meluasnya infeksi pada luka bakar3. Produk lebah

madu Indonesia, antara lain madu hutan, madu ternak, dan propolis pada penelitian sebelumnya,

diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Hal ini dapat dilihat dari pH yang dimiliki oleh

madu hutan, madu ternak, dan propolis Indonesia berkisar antara 3,85 – 4,44. Dimana pada rentang

pH tersebut, dikatakan bahwa madu dan propolis mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Selain

itu dari uji aktivitas antibakteri menggunakan tes Kirby Bauer, dapat dilihat bahwa madu madu

hutan, madu ternak, dan propolis memiliki zone hambat terhadap pertumbuhan bakteri yang tidak

resisten maupun yang sudah resisten terhadap antibiotika.

Parameter yang dipergunakan untuk mengukur tingkat penyembuhan luka bakar dan tingkat respon

inflamasi yang terjadi pada hewan coba setelah mendapat perlakuan luka bakar adalah penurunan

jumlah sel darah putih setelah pemberian berbagai produk lebah madu secara topikal.

Hasil penelitian untuk mengetahui tingkat respon inflamasi yang terjadi pada hewan coba setelah

mendapat perlakuan luka bakar melalui parameter penurunan jumlah leukosit adalah sebagai

berikut:

Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji One Way ANOVA Perhitungan Jumlah Leukosit

Jumlah Leukosit Probabilitas (p)

Hari ke - 0 0.936

Hari ke - 3 0.845

Hari ke - 7 0.594

Hari ke - 14 0.053

Hari ke - 21 < 0,006*

Keterangan: * = berbeda bermakna pada uji One Way ANOVA (p<0,05)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat diamati bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada

semua kelompok uji pada waktu awal sebelum diberi perlakuan luka bakar. Hal ini menandakan

bahwa jumlah leukosit sebelum perlakuan adalah seragam. Pada hari ke-3 setelah perlakuan luka

bakar mulai terjadi peningkatan jumlah leukosit yang menunjukkan terjadinya proses inflamasi.

Perhitungan jumlah leukosit pada hari ke–7, 14, dan 21 menunjukkan penurunan jumlah leukosit

mengarah pada fase proliferasi dan maturasi pada proses penyembuhan luka bakar. Dari analisis

statistik, pada hari ke–21 yang menunjukkan jumlah leukosit yang berbeda bermakna antar

kelompok perlakuan, di mana diperoleh nilai p = 0.006. Oleh karena itu, data pengamatan pada hari

ke - 21 tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan uji LSD.

Hasil uji LSD digunakan untuk mengetahui probabilitas tiap kelompok sehingga dapat diketahui

perbedaan antara kelompok satu dan kelompok lainnya pada hari ke-21 setelah perlakuan luka

(8)

Tabel 8.Ringkasan Hasil Uji LSD Perhitungan Jumlah Leukosit Hari Ke - 21

Kelompok I : Pemberian Larutan Normal Saline Kelompok II :Pemberian Salep Silver Sulfadiazin Kelompok III : Pemberian Madu Ternak sp. Apis mellifera

Kelompok IV : Pemberian Madu Hutan sp. Apis dorsata

Kelompok V : Pemberian Propolis sp. Trigona

Kelompok VI : Pemberian Propolis sp. Abelha coleta

Dari hasil uji LSD diketahui bahwa kelompok kontrol positif (pada pemberian salep Silver

Sulfadiazin) memberikan penurunan jumlah leukosit yang sama dengan kelompok yang mendapat

pemberian bahan uji.

Madu dikatakan sebagai antimikroba dengan spektrum yang luas, serta non toksik terhadap

jaringan manusia4. Pada beberapa kasus, madu digunakan pada luka terinfeksi yang tidak sembuh

dengan terapi antibiotik standar dan antiseptik, dimana madu efektif pada semua fase penyembuhan

luka tanpa efek samping pada pada prosesnya5,6. Studi efektivitas madu sebagai antimikroba

menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap lebih dari 70 strain bakteri yang ditemukan pada luka,

termasuk Methicillin resistantStaphylococcus aureus (MRSA)7. Penelitian lain di Belanda dengan

menggunakan berbagai isolate bakteri yaitu : Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,

Enterococcus faecium, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter cloacae, Klebsiella

oxytoca, menemukan bahwa sediaan madu yang diteliti (Revamil®) mempunyai potensi sebagai

antimikroba topical13. Penelitian lain di Bangladesh menunjukkan bahwa madu mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram Positif (staphylococcus aureus) maupun bakteri Gram

Negatif (Escherchia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Shigella spp)8. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Zohdi, dkk, 2012, madu dari Malaysia dimasukkan ke dalam formulasi hidrogel

menggunakan teknik iradiasi berkas elektron (disebut sebagai Honey Hydrogel Dressing) Efef

penyembuhan luka dinilai berdasarkan penampakan luka, kecepatan penyembuhan luka dan

perubahan histopatologis. Hasil dari penelitian ini adalah luka-luka yang dirawat dengan Honey

Hydrogel Dressing menunjukkan penyembuhan yang lebih baik dan secara signifikan (p <0,05)

meningkatkan kecepatan penyembuhan luka dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 21 hari

(9)

dibandingkan dengan kelompok lain, meskipun ini tidak signifikan secara statistik. Hasil

membuktikan kemanjuran potensi Honey Hydrogel Dressing dalam mempercepat penyembuhan

luka bakar14. Propolis atau lem lebah merupakan suatu zat resin yang dikumpulkan oleh lebah

madu dari sumber tumbuhan seperti aliran getah atau tunas pohon. Propolis memiliki kemampuan

untuk menekan pertumbuhan bakteri, virus dan fungi, serta kemampuan untuk meredakan inflamasi

(radang). Beberapa percobaan terhadap tikus memperlihatkan propolis mampu memperbaiki

pemulihan luka bakar, luka kecil, infeksi, peradangan, sakit gigi, dan herpes kelamin9. Pada

penelitian yang dilakukan menggunakan propolis yang berasal dari Turki, diketahui bahwa

penyembuhan luka bakar menggunakan propolis 50% lebih baik dibandingkan kelompok yang

memperoleh krim SSD dan cold cream (kontrol). Dikatakan bahwa propolis turki mempunyai

peranan dalam penyembuhan luka bakar karena memiliki efek sebagai anti oksidan,antiinflamasi

dan antimikroba10.

Kesimpulan

Disimpulkan bahwa tingkat penyembuhan luka bakar dan tingkat respon inflamasi yang diberikan

madu dan propolis pada hewan coba yang mendapat perlakuan luka bakar sama dengan salep

Silver Sulfadiazin yang merupakan terapi antimikroba pada kasus luka bakar .

Ucapan Terimakasih

Terima kasih pada staf bagian Farmakologi serta Patologi Klinik FK UNUD yang membantu

kelancaran dari proses penelitian ini.

Daftar Pustaka

1.

Nurdiana,Tanto Hariyanto, dan Musfirah. 2006. Perbedaan Kecepatan Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Antara Perawatan Luka Menggunakan Virgin Coconut Oil (Cocos nucifera) Dan Normal Salin Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar. Available from:

elibrary.ub.ac.id. Cited : Januari 20, 2014.

2.

Abu Bakar, Injil. 2006. Luka Bakar identifikasi, dan Terapinya. Available from : www.kompas.com/, Cited : Januari 19, 2014

3.

Church Deirdre, Sameer Elsayed, Owen Reid, Brent Winston, dan Robert Lindsay. 2006. Burn Wound Infections. Clinical Microbiology Reviews, Vol. 19, No. 2, hal. 403–434.

4.

Cutting, K F. 2007. Honey and contemporary wound care: An overview. Ostomy/Wound Management 53 (11): 49-54.

5.

Molan, PC. 2001. Honey as a topical antibacterial agent for treatment of infected wounds. Available from : www.worldwidewounds.com. Cited : January 20, 2014.

6.

Grothier Lorrainne and Rose Cooper. 2007. Medihoney™ Dressings Made Easy - Products for Practice. Available from : www.wounds-uk.com. Cited : January 20, 2014.

7.

Hollis, Georgie. 2007. Honey and modern wound management. Available from : www.dechra.co.uk. Cited : January 20, 2014

8.

Rahman S, Salehin F and Iqbal A. 2011. Antibacterial efficacy of raw and commercially available Honey. African Journal of Biotechnology 2011; 10(54) : 11269-72.

9.

Mutsaers, Marinka, Henk van Blitterswijk, Leen van 't Leven, Jaap Kerkvliet, Jan van de Waerdt. 2005. Bee products properties, processing and marketing. Agromisa Foundation, Wageningen.

(10)

11.

Kee, J. L. dan E. R. Hayes. 1993. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Penerjemah: nugrah, P. Jakarta: Penerbit EGC.

12.

Wilmana, P. F. 1995. Analgesik antipiretik antiinflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam: Ganiswara, S. G.(ed.). Farmakologi dan Terapi . Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Gaya Baru.

13.

Kwakman PHS, Van den Akker JPC, Gu¨c¸ lu¨ A, Aslami H, Binnekade J M, de Boer L, dkk.

2008. Medical-Grade Honey Kills Antibiotic-Resistant Bacteria In Vitro and Eradicates Skin Colonization. Clinical Infectious Diseases Journal.

Gambar

Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji One Way ANOVA Perhitungan Jumlah Leukosit

Referensi

Dokumen terkait

Formulasi penggunaan gaya bahasa pada lirik-lirik lagu KLa Project sebagai alat bantu pembelajaran sastra di SMP dapat diusulkan dengan cara (1) menyediakan

Hasil: Hasil uji antimikroba dari beberapa variasi kombinasi ekstrak etanol cabe jawa, kemukus, lada hitam, sirih hijau, sirih merah terhadap Escherichia coli

Berdasarkan hasil analisis nilai perubahan karakter dari beberapa galur padi beras hitam pada beberapa parameter-parameter yang diamati seperti umur berbunga,

Acara : Pembuktian Kualifikasi, Klarifikasi dan Verifikasi Dokumen Penawaran (dengan membawa serta berkas dokumen asli). Demikian disampikan, atas perhatiannya diucapkan

Selanjutnya peserta ketiga dari RT 04 dengan memakai pakaian adat jawa dan membawa gunungan yang lebih besar yang dihiasi dengan sayuran dan buah- buahan yang segar, diiringi

Pengembangan media belajar kimia berbasis permainan monopoli pada materi asam-basa tingkat SMP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Mengembalikan data kepada setiap Kanwil Kemenag Provinsi untuk diperbaiki, apabila data yang diterima dari Kanwil Kemenag Provinsi tersebut dinilai belum benar, lengkap

Semakin rendah kandungan kadar air pada simplisia semakin tinggi rendemen minyak atsirinya (Ketaren 1986), hal tersebut juga terjadi pada penelitian ini pada