• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL CAPACITY BUILDING ORGANISASI MASYARAKAT LOKAL DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NAPZA :Studi di Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL CAPACITY BUILDING ORGANISASI MASYARAKAT LOKAL DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NAPZA :Studi di Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

B Identifikasi dan Rumusan Masalah ………. 15

C Tujuan Penelitian………...… 20

D Manfaat Penelitian………... 20

E Kerangka Berpikir Penelitian……….. 22

F Metode Penelitian... 25

G Lokasi Penelitian... 25

Bab II KAJIAN PUSTAKA………...……… 27

A Konsep Dasar tentang Capacity Building………... 27

1 Pengertian Capacity Building... 32

2. Kategori tujuan tindakan terhadap masyarakat... 36

3. Asumsi mengenai struktur dan kondisi masalah masyarakat... 38

4. Elemen Capacity Building... 40

(2)

1. Pengertian dan Tipe-tipe Masyarakat... 55

2. Pengertian dan Klasifikasi Organisasi Masyarakat Lokal.... 62

3. Fungsi Masyarakat dalam Kaitan Masalah Penyalahgunaan NAPZA... 70

C Belajar dan Pendidikan Orang Dewasa dalam Konteks Capacity Building... 74

1. Pengertian Belajar dan Pendidikan Orang Dewasa... 75

2. Karakteristik Warga Belajar Orang Dewasa... 78

3. Dasar Teoritik Belajar dan Pendidikan Orang Dewasa... 82

4. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa... 90

D Pelatihan dalam Konteks Pendidikan Orang Dewasa... 107

1. Komponen Subsistem Pendidikan Luar Sekolah... 107

2. Konsep Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan... 109

3. Model Pelatihan yang Efektif... 114

E Konsep Dasar tentang Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA.. 117

1. Pengertian dan klasifikasi NAPZA... 2. Penyalahgunaan NAPZA dan Adiksi...

Bab III METODOLOGI PENELITIAN…………... 127

A Desain Penelitian... 127

B Lokasi dan Subyek Penelitian... 129

C Definisi Operasional... 130

D Teknik Pengumpulan Data... 132

E Prosedur Penelitian... 135

1 Studi Lapangan... 135

2 Studi Kepustakaan... 136

3. Analisis Kebutuhan Penyusunan Model... 136

4. Penyusunan Model Konseptual... 137

(3)

6. Ujicoba Model secara Terbatas... 139

7. Revisi Model Konseptual... 140

8. Implementasi Model... 141

9. Evaluasi dan Penyempurnaan Model Akhir... 141

10. Penyusunan Laporan Penelitian... 143

F Pengolahan dan Teknik Analisis Data... 145

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 148

A Deskripsi Hasil Penelitian ………... 148

1. Kondisi Awal... 148

a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.………... 148

b. Masalah Penyalahgunaan NAPZA di Kelurahan Maleber... 154

c. Potensi Organisasi Lokal dalam Pencegahan penyalahgunaan NAPZA... 156

d. Analisis Kebutuhan Capacity Building……… 166

2. Model Konseptual Capacity Building Organisasi Masyarakat Lokal dalam Mencegah Penyalahgunaan NAPZA…………... 172

a. Rumusan Model Awal... 172

b. Rumusan Model Hasil Review, Uji Terbatas dan Revisi... 193

1) Hasil Review Model... 193

2) Hasil Ujicoba Model Secara Terbatas... 199

3) Model Hasil Revisi... 204

a. Evaluasi Proses Implementasi Model... 249

(4)

c. Evaluasi Outcome... 293

B Pembahasan Hasil Penelitian ……… 307

1. Pembahasan Kondisi awal... 307

2. Pembahasan Model Capacity Building... 3. Pembahasan Implementasi Model... 313 316 4. Pembahasan Efektivitas Model ………... 325

Bab V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………... 332

A Kesimpulan……….... 332

B Rekomendasi………... 335

DAFTAR KEPUSTAKAAN………... 339

LAMPIRAN………... 346

(5)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Perbandingan antara Masyarakat Primitif dan Modern……… 58 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Maleber…… 150 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang

Ditamatkan di Kelurahan Maleber………... 151 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan

Maleber…... 152 4.4 Jumlah Korban NAPZA Berdasarkan Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin di Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota

Bandung Tahun 2006………... 155

4.5 Potensi Kelembagaan Lokal di Kelurahan Maleber Kecamatan

Andir Kota Bandung………. 164

4.6 Garis Besar Rencana Pembelajaran Pada Implementasi Model Capacity Building Organisasi Masyarakat Lokal Dalam

mencegah penyalahgunaan NAPZA... 182 4.7 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Kualitas Materi dan

Metode Penyampaian Materi... 201 4.8 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pelatihan dalam Ujicoba

Model Terbatas... 203 4.9 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam

Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Masalah

Penyalahgunaan NAPZA : Jenis dan bahaya NAPZA... 256 4.10 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam

Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Masalah Penyalahgunaan NAPZA : Ciri-ciri Perilaku Orang yang diduga

memakai NAPZA... 258 4.11 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam

(6)

NAPZA... 259

4.12 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Masalah Penyalahgunaan NAPZA : Akibat Orang Menyalahgunakan NAPZA... 260

4.13 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Imple-mentasi Model Capacity Building untuk Materi Kebijakan... 261

4.14 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Penataan Tim kerja, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pendayagunaan Sumber, Moneva dan Laporanm... 263

4.15 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA... 264

4.16 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Implementasi Model Capacity Building : Sikap terhadap Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA... 266

4.17 Hasil Uji Normalitas Data Skor Posttest per Komponen Pengetahuan... 268

4.18 Hasil Uji Normalitas Data Skor Pretest per Komponen Pengetahuan... 269

4.19 Hasil Uji Normalitas Data Skor Pengetahuan Keseluruhan... 269

4.20 Hasil Uji Normalitas Data Skor Komponen Sikap... 270

4.21 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest Skor Pengetahuan... 271

4.22 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest Data Komponen B.... 272

4.23 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest data Komponen C... 273

4.24 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest data Komponen D.... 274

4.25 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest data Komponen E... 275

4.26 Uji Komparatif antara Posttest dan Pretest data Komponen F... 276

(7)

4.28 Jumlah dan Unsur Anggota TPPNBM Kelurahan Maleber….... 283 4.29 Usia Anggota TPPNBM Kelurahan Maleber………... 284 4.30 Pendidikan Anggota TPPNBM Kelurahan Maleber…………... 285 4.31 Tipe Karakter anggota TPPNBM... 285 4.32 Kelengkapan organisasi TPPNBM sebelum dan sesudah

pendampingan... 290 4.33 Kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh TPPNBM

dan Capaian sasaran... 296 4.34 Perkembangan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA

(8)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian………. 24

2.1 Pembangunan manusia, pengembangan SDM dan Pelatihan… 43 2.2 Proses Pelatihan dan Pengembangan... 113

3.1 One Group, Pretest and Posttest Design... 128

3.2 Langkah-langkah penelitian dan pengembangan... 144

4.1 Peta Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung... 148

4.2 Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan LPM Kelurahan Maleber... 157

4.3 Pengurangan Dampak Buruk (Harm Reduction) NAPZA yang diselenggarakan Kelompok Minoritas Plus di Kelurahan Maleber... 159

4.4 Kegiatan Karang Taruna Kelurahan Maleber Semasa Masih Aktif... 162

4.5 Model Konseptual Capacity Building Organisasi Masyarakat Lokal Dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA... 173

4.6 Model Struktur Program Capacity Building Organisasi Mas-yarakat Lokal Dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA... 178

4.7 Model Proses Pembelajaran Praktik (supervisi)... 179

4.8 Format tabel Pengolahan Hasil Pretest dan Posttest... 206

4.9 Model Hipotetik Capacity Building Organisasi Masyarakat Lokal Dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA ... 207

4.10 Penjelasan panitia tentang penataan kelembagaan & penyusunan Rencana kegiatan... 238

4.11 Pengisian instrumen oleh peserta... 241

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

Lampiran 1 Pedoman Pengumpulan Data... 346 Lampiran 2 Instrumen Pretest-Posttest Ujicoba Model secara

Terbatas... 347 Lampiran 3 Instrumen Evaluasi Peserta terhadap Materi

dan Metode Penyampaian... 353 Lampiran 4 Instrumen Pemahaman Diri... 354 Lampiran 5 Instrumen Memahami Tipe Kepemimpinan... 359 Lampiran 6 Instrumen Pretest-Posttest Model Capacity Building

dalam Mencegah Penyalahgunaan NAPZA... 360 Lampiran 7 Lampiran Output SPSS... 368

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau narkoba merupakan ancaman serius terhadap kelangsungan proses pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang menuntut perhatian dan solusi yang lebih baik. Kenyataannya berbagai upaya, program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan NAPZA, belum mampu mengurangi angka penyalahguna NAPZA yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

(11)

Berbagai kasus yang terungkap oleh Mabes POLRI sepanjang tahun 2002 sampai dengan Juni 2007, menunjukkan bahwa penyalahgunaan NAPZA telah dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan, baik yang berusia anak-anak dibawah 15 tahun sampai dengan usia dewasa. Secara lebih luas penyalahgunaan NAPZA telah dilakukan banyak pihak seperti pegawai swasta, pegawai negeri sipil, petani, buruh, POLRI, TNI, bahkan para penganggur; mulai dari yang berpendidikan SD, SLTP, SLTA sampai dengan perguruan tinggi.

(12)

NAPZA atau untuk penyembuhan pengguna mengurangi kesempatan pendidikan bagi anggota keluarga lainnya. Berbagai permasalahan tersebut merupakan persoalan serius yang dapat menghambat keberhasilan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Lebih jauh penyalahgunaan NAPZA dapat menghambat pencapaian salah satu misi pendidikan nasional yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional. (Albab, 2005).

Kebijakan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA sebenarnya telah dicanangkan sejak dibentuknya Badan Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden (Bakolak Inpres) 1971. Pada tahun 1976 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika, kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Sebagai pengganti keduanya, terakhir kali, pada tanggal 12 Oktober 2009 diberlakukan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Berbagai Undang-Undang tersebut adalah produk hukum yang mendasari berbagai program dan kegiatan yang dijalankan oleh lembaga-lembaga Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM).

(13)

hukum terutama dilakukan oleh lembaga penegak hukum dengan cara menangkap, mengadili dan menghukum para produsen, pengedar dan pengguna. Kedua, adalah program dan kegiatan yang bersifat kuratif-rehabilitatif dengan

cara mengobati dan memulihkan serta mengembangkan kemampuan fisik, emosional dan sosial para penyalahguna NAPZA sehingga dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, adalah program dan kegiatan yang bersifat pencegahan (preventif) yang “ mengandung makna mencegah terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan NAPZA serta menghambat tumbuh dan berkembangnya masalah penyalahgunaan NAPZA di dalam masyarakat” (Supiadi, 2006 : 44). Berbagai program tersebut ternyata belum mampu mengurangi atau menuntaskan masalah penyalahgunaan NAPZA.

(14)

dibandingkan dengan yang bersifat kuratif-rehabilitatif, ternyata mengalami keterbatasan dalam hal jumlah sasaran yang dapat dijangkau dibandingkan dengan yang seharusnya dijangkau. Disamping itu, program dan kegiatan yang bersifat pencegahan belum mengoptimalkan peranserta masyarakat didalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

Masalah penyalahgunaan NAPZA yang terus meningkat sesungguhnya menunjukkan tingginya permintaan (demand) masyarakat untuk mengkonsumsi NAPZA atau lemahnya daya tahan masyarakat terhadap godaan untuk menyalahgunakan NAPZA. Dengan kata lain masyarakat rentan terhadap penawaran atau peredaran gelap NAPZA di masyarakat. Rentannya masyarakat terhadap godaan untuk menyalahgunakan NAPZA antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan NAPZA serta lemahnya kemampuan masyarakat untuk menangkal tingginya penawaran NAPZA. Hal ini berarti bahwa upaya-upaya yang bersifat pencegahan perlu ditingkatkan dengan melibatkan sebanyak mungkin komponen masyarakat melalui pendidikan yang menyiapkan masyarakat sebagai subjek pencegahan.

(15)

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA seharusnya ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan yakni proses pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas, sebagaimana Eade (1997 : 13) menyatakan, “Development is the process by which vulnerabilities are reduced and capacities are increased”.

Proses pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas (pembangunan) pada dasarnya merupakan perubahan sosial berencana untuk menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunannya sendiri. Pendekatan pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek adalah pembangunan yang berpusat pada masyarakat atau rakyat ((people centered development), suatu paradigma pembangunan yang menyadari pentingnya kapasitas masyarakat, pemberdayaan masyarakat, partisipasi dan kontrol masyarakat, serta kemandirian masyarakat (Korten, 1990; Cox, 1992; Friedman, 1992). Dasar pertimbangan penggunaan pendekatan ini adalah: pertama, menjamin adanya perubahan nyata didalam masyarakat yang membawa dampak positip terhadap lingkungan lokal masyarakat. Kedua, dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat memungkinkan orang-orang yang terlibat didalamnya mendapatkan kepercayaan diri dan keterampilan pemecahan masalah yang melandasinya untuk berpartisipasi memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA yang ada dilingkungannya. Ketiga, pola penanggulangan/pencegahan yang dibangun dari otoritas lokal,

(16)

pemerintah dalam melaksanakan program-program pencegahan penyalahgunaan NAPZA untuk keseluruhan penduduk.

Pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat perlu didukung dengan metoda yang sesuai. Pendidikan orang dewasa (adult education) serta pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organizing and development) adalah metoda-metoda yang cocok dengan pendekatan pembangunan berpusat pada masyarakat. Pendidikan orang dewasa yang dimaksudkan disini adalah pendidikan bagi orang dewasa diluar sistem pendidikan formal atau pendidikan luar sekolah bagi orang dewasa yang dimaksudkan untuk membantu masyarakat belajar memahami masalah penyalahgunaan NAPZA terkait dengan kerentanan masyarakat, memahami potensi mereka untuk mengatasinya, dan mengembangkan keterampilan yang ditujukan untuk pemecahan masalah penyalahgunaan NAPZA dilingkungannya. Pendidikan orang dewasa tersebut merupakan metoda inti untuk mengubah kondisi kerentanan masyarakat menjadi suatu kondisi yang lebih baik, hal ini didukung dengan penggunaan metoda pengorganisasian masyarakat pada tahap awal. Kemudian setelah masyarakat terorganisir, metoda pendidikan orang dewasa berlanjut didalam pengembangan masyarakat melalui proses pendampingan yang pada hakikatnya merupakan upaya bimbingan dan konsultasi didalam pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh masyarakat.

(17)

NAPZA khususnya yang bersifat pencegahan. Penggabungan metoda ini diprediksi akan mampu menghasilkan perubahan perilaku masyarakat dalam tataran pengetahuan, sikap dan keterampilan, serta perubahan sosial pada tingkat lokal yang mencakup perubahan struktur relasi masyarakat yang terwadahi dalam organisasi spesifik yang terbentuk, yang berdampak pada tercegahnya masyarakat dari penyalahgunaan NAPZA. Pemikiran tersebut sejalan dengan perkembangan pemikiran dibidang pendidikan luar sekolah saat ini. Hasan (2008 :1) dalam makalahnya yang berjudul “Reoptimalisasi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah dalam Konstalasi Teoritis dan Praktis” menyatakan bahwa :

Pendidikan dan pengembangan sosial sebagai kunci pembangunan perlu reorientasi keterpaduan sistem, karena pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM dan pengembangan sosial sebagai proses perubahan sosial yang berencana dan bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat adalah saling terkait tidak terpisahkan.

Pernyataan Hasan tersebut mengandung arti bahwa keberhasilan pembangunan yakni meningkatnya kehidupan masyarakat ditentukan oleh pendidikan dan pengembangan sosial yangmana keduanya tidak terpisahkan. Sejalan dengan Hasan, Hamilton (1992) juga menekankan pentingnya pendidikan orang dewasa didalam pengembangan masyarakat. Didalam bukunya yang berjudul “Adult Education for Community Development”, Hamilton (1992 : xiv – xv) menegaskan

bahwa :

(18)

(Pendidikan orang dewasa untuk pengembangan masyarakat merupakan strategi penting untuk memulai perubahan sosial pada tingkat mikro dari perbaikan ketetanggaan..Suatu kerangka kerja sinergis adalah dukungan yang menekankan keutamaan pendidikan orang dewasa sebagai suatu proses pemampuan didalam pekerjaan pengembangan masyarakat yang menghasilkan motivasi dan aspirasi warga masyarakat sebagai poin pentingnya...karenanya, harus diciptakan situasi belajar yang berkaitan dengan perubahan sosial pada tingkat lokal).

Pernyataan Hamilton tersebut menyatakan pentingnya pendidikan orang dewasa dalam tahap awal perubahan sosial lokal dalam pengembangan masyarakat. Mengenai pentingnya pendidikan (pembelajaran) orang dewasa dan pengorganisasian masyarakat digambarkan dalam penelitian George Mason (2002) tentang proses pembelajaran dan pengorganisasian masyarakat. Mason menunjukkan bahwa pembelajaran masyarakat merupakan proses sosial maupun proses individual dalam mengembangkan gagasan, minat dan memfasilitasi orang lain untuk berpartisipasi dan saling tukar informasi antar warga. Sedangkan dalam pengorganisasian masyarakat ada pemilihan warga yang memiliki kemauan dan minat, pelatihan mengenai masalah dan cara mengatasinya, dan adanya kerjasama dalam memecahkan masalah atau kegiatan bersama.

(19)

dipopulerkan Bank Dunia pada tahun 1989. O’Shaunessy, et.al. (1999) menyatakan bahwa capacity building tersebut mengandung tiga elemen yakni pembangunan manusia (human development), penataan ulang (restructuring) berbagai institusi untuk menghasilkan suatu konteks dimana pekerja terampil dapat berfungsi secara efektif, dan kepemimpinan politik (political leadership) yang menunjukkan pentingnya memelihara secara terus menerus institusi yang terbentuk. Konsep capacity building tersebut diterapkan dalam konteks pembangunan masyarakat pada level makro suatu negara, namun prinsip-prinsipnya sesuai dengan kombinasi metoda pendidikan orang dewasa, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, karenanya dalam konteks pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada level masyarakat lokal capacity building terdiri atas komponen pelatihan, penataan tim kerja dan

pendampingan.

Capacity building sebagai perpaduan metoda pendidikan orang dewasa,

(20)
(21)

memadai seperti melakukan pretest dan posttest terhadap peserta. Sementara evaluasi yang biasa dilakukan adalah evaluasi proses dengan mengamati proses kegiatan. Pada kegiatan yang menggunakan evaluasi prestest dan posttest, keberhasilannya terbatas hanya menunjukkan output kegiatan yakni peningkatan pengetahuan peserta dari keadaan sebelum kegiatan kepada keadaan sesaat setelah kegiatan dilaksanakan. Umumnya kegiatan tidak berupaya untuk mengukur outcomes yakni keberhasilan ketika pengetahuan dan keterampilan yang diberikan

diaplikasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Akibatnya kegiatan pelatihan/pembekalan terhadap tokoh masyarakat, pelajar maupun mahasiswa hanya sampai pada manfaat individual peserta pelatihan/pembekalan bersangkutan dan tidak berdampak pada terjadinya pemecahan masalah berkelanjutan di masyarakat.

(22)

pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah, juga kelemahan metoda tunggal pendidikan orang dewasa non formal didalam mengantisipasi besarnya ancaman bahaya NAPZA. Pendidikan orang dewasa non formal bagaimanapun akan efektif membendung masalah penyalahgunaan NAPZA di masyarakat jika dirangkai dengan metoda pemecahan masalah lainnya yakni pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dan ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan berpusat pada masyarakat. Seharusnya proses pendidikan orang dewasa non formal dalam konteks mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA dilanjutkan didalam proses pengorganisasian masyarakat dan pengembangan masyarakat sehingga berdampak luas bagi tercegahnya masyarakat dari penyalahgunaan NAPZA.

Pengembangan model konseptual capacity building dalam konteks pencegahan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat pada dasarnya merupakan kebutuhan yang mendesak, karena jika tidak dilakukan maka dikhawatirkan program-program pencegahan penyalahgunaan NAPZA akan tetap menunjukkan kinerja yang tidak efektif mengurangi angka penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Hal ini berarti pula membiarkan tindakan pemborosan uang negara dalam memecahkan masalah yang tidak terpecahkan.

(23)

sindikat produksi dan peredaran gelap NAPZA serta tingginya kerentanan masyarakat untuk mengkonsumsi NAPZA.

Salah satu potensi penting masyarakat adalah keberadaan organisasi-organisasi masyarakat lokal yang salah satu jenisnya dikenal sebagai lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada ditingkat kelurahan dan desa seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna dan lain-lain yang dibentuk sesuai kebutuhan dalam upaya memberdayakan masyarakat. Mereka potensial bila dikembangkan melalui capacity building untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Dikatakan

potensial karena jumlahnya cukup banyak dan ada pada setiap kelurahan dan desa, serta dapat berhadapan langsung dengan warga masyarakat sasaran pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

Capacity building organisasi masyarakat lokal karenanya menjadi sangat

(24)

pihak-pihak lain yang berkepentingan didalam penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA.

Studi tentang model capacity building tersebut memiliki relevansi dengan bidang studi pendidikan luar sekolah karena beberapa alasan : (1) konsep capacity building menyatukan unsur pelatihan dengan pengorganisasian tindakan hasil

pelatihan yang dapat menjamin keberlanjutan program yang berbasis masyarakat; (2) konsep capacity building bersumber dari teori pengembangan masyarakat/ pendidikan masyarakat (community development) sehingga merupakan bentuk fasilitasi pembelajaran bagi terciptanya masyarakat belajar (learning society) untuk mengetahui (learning to know) dan untuk melakukan (learning to do) upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

Upaya mewujudkan masyarakat belajar adalah sangat penting. Donald Schon (1963, 1967, 1973), menyatakan bahwa masyarakat dan semua institusi berada didalam proses transformasi yang terus-menerus, sehingga tidak ada suatu keadaan yang stabil. Kita harus belajar memahami, membimbing, mempengaruhi dan mengelola transformasi ini. Kita harus membangun kapasitas untuk membuatnya menyatu dengan diri kita dan institusi-institusi kita.

B. IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH 1. Identifikasi Masalah

(25)

potensi dan sumber yang bisa didayagunakan untuk memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA. Karenanya pemerintah dan pemerintah daerah kurang melibatkan komponen potensial masyarakat sebagai subjek kolektif dalam mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA di wilayahnya sendiri.

Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya merupakan model alternatif pendidikan luar sekolah yang memadukan metoda pendidikan orang dewasa dengan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam rangka mencegah penyalahgunaan NAPZA pada suatu masyarakat lokal. Pendidikan orang dewasa dalam konteks capacity building memainkan peran penting, tidak hanya pada upaya mempersiapkan kemampuan masyarakat agar bisa melakukan pencegahan penyalahgunaan NAPZA, melainkan juga berlanjut pada upaya yang bersifat pendidikan ketika pengembangan masyarakat berlangsung pasca pengorganisasian masyarakat.

(26)

penataan ulang (restucturing) institusi/ organisasi masyarakat lokal sehingga terbentuk tim kerja yang memiliki struktur dan fungsi yang sesuai dan memudahkan bagi tenaga terampil didalam melaksanakan tugasnya; dan (3) untuk pemeliharaan organisasi secara terus menerus melalui pendampingan sebagai bentuk pendidikan didalam pengembangan masyarakat.

Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA ketika diimplementasikan perlu memperhatikan kualitas komponen masukan mentah (raw input), tidak hanya untuk kepentingan pelatihan, melainkan juga untuk penataan tim kerja dan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Agar proses capacity building berkelanjutan, maka penentuan kriteria calon peserta capacity building serta proses seleksinya merupakan bagian penting yang akan mempengaruhi capacity building secara keseluruhan. Idealnya yang direkrut menjadi peserta adalah orang-orang yang merupakan unsur-unsur masyarakat terseleksi sebagai wakil atau utusan institusi atau organisasi lokal yang ada pada masyarakat bersangkutan.

(27)

pencegahan penyalahgunaan NAPZA; (2) Penyelenggara capacity building yang mencakup kepanitiaan formal dibawah suatu instansi yang bertanggungjawab dan mendanai implementasi model capacity building; (3) Fasilitator pelatihan yang idealnya adalah orang yang memiliki karakteristik disukai oleh peserta, memiliki kompetensi yang bisa diandalkan dalam bidang pelatihan, penataan organisasi dan pendampingan; (4) Metoda/teknik pelatihan seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, simulasi, dan lain-lain, serta metoda/teknik pendampingan seperti supervisi dan konsultasi; (5) Sarana pelatihan dan pendampingan seperti peralatan visual, audio visual, alat tulis, media cetak.

Komponen enviromental input yang perlu diidentifikasi berkaitan dengan waktu dan tempat pelaksanaan capacity building. Waktu selain perlu disesuaikan dengan materi pelatihan, kewenangan dan kemampuan penyelenggara, dalam konteks lingkungan juga perlu disesuaikan dengan kebiasaan aktivitas warga setempat yang menjadi peserta capacity building. Demikian juga tempat yang dipilih meskipun seharusnya memiliki kriteria yang ideal seperti pengaturan tempat duduk, arsitektur dan suhu ruangan, namun perlu menyesuaikan dengan keadaan sumber daya setempat.

Komponen lainnya yang diidentifikasi sebagai masalah penelitian adalah output sebagai bentuk tujuan antara dan outcomes sebagai tujuan akhir dari model

capacity building. Sebagai suatu model pendidikan luar sekolah dalam

memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA, maka idealnya output capacity building mencakup (1) penguasaan kompetensi dalam mencegah penyalahgunaan

(28)

yang dilengkapi dengan aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, penataan/penempatan sumber daya manusia sesuai minat dan kemampuannya, program kerja/rencana aksi, pembiayaan dan prasarana serta sarana kerja. Sedangkan outcomes capacity building mencakup berjalannya kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh tim kerja dan tercegahnya masyarakat dari penyalahgunaan NAPZA.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, ditemukan bahwa tokoh-tokoh organisasi masyarakat lokal mantan peserta kegiatan pelatihan/ pembekalan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan pemerintah daerah tidak berfungsi melaksanakan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Hal ini disebabkan karena diakhir pelatihan mereka tidak ditata dalam bentuk tim kerja dan tidak diberikan pendampingan ketika mereka kembali ke masyarakat.

Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan umum penelitian ini adalah bagaimanakah model capacity building organisasi masyarakat lokal yang efektif mencegah penyalahgunaan NAPZA di masyarakat?

Permasalahan umum tersebut, dirumuskan beberapa permasalahan khusus yaitu : 1) Bagaimanakah kondisi awal masalah penyalahgunaan NAPZA dan potensi

organisasi masyarakat lokal didalam pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA?

(29)

3) Bagaimanakah implementasi model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA?

4) Bagaimanakah efektivitas model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah menghasilkan model capacity building organisasi masyarakat lokal yang efektif mencegah penyalahgunaan

NAPZA. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan khusus yang mencakup :

1) Mengetahui masalah penyalahgunaan NAPZA, potensi dan peran organisasi masyarakat lokal didalam pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA. 2) Merumuskan model konseptual capacity building organisasi masyarakat local

dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

3) Mengimplementasikan model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

4) Mengetahui efektivitas model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

D. MANFAAT PENELITIAN

(30)

1. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan akan berfungsi sebagai bahan belajar bagi berbagai pihak didalam memperbaiki kinerja organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

Bagi organisasi masyarakat lokal pelaksana pencegahan penyalahgunaan NAPZA, hasil penelitian diharapkan akan menjadi sumber belajar guna memperdalam pemahaman personil tentang kemampuan dan kinerja mereka secara aktual berdasarkan perspektif profesional peneliti, juga menjadi pendorong bagi upaya peningkatan kemampuan dan kinerja di masa yang akan datang. Model yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai konsep yang ideal tentang berbagai komponen organisasi yang dibutuhkan, baik dilihat dari bagan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, uraian tugas, karakteristik SDM, serta teknologi program/kegiatan.

Jika model yang direkomendasikan dapat diadop oleh banyak lembaga yang berwenang, maka diprediksi bahwa penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA di Indonesia akan menjadi semakin baik. Dengan demikian, maka diharapkan kedepan masalah penyalahgunaan NAPZA akan dapat diatasi dengan baik.

2. Manfaat Teoritis.

(31)

diperkuat dan dikembangkan dengan konsep pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.

Temuan-temuan penelitian serta model capacity building yang dihasilkan akan menambah wacana atau bahan belajar bagi para mahasiswa jurusan PLS yang menekuni bidang pelatihan dan pengembangan.

Pada bidang yang lebih luas, hasil penelitian ini juga akan berkontribusi pada pengembangan ilmu tentang pengembangan masyarakat (community development), khususnya tentang pengorganisasian masyarakat dan aksi

masyarakat (community action). Kontribusi ini selanjutnya dapat mempengaruhi materi atau kurikulum PLS yang juga mengajarkan tentang pengembangan masyarakat dalam hal penataan organisasi, dan pemeliharaan organisasi.

E. KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN

Menurut Suriasumantri (1986) dalam Sugiyono (2007 : 92), “kerangka berfikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan”. Sedangkan Uma Sekaran (1992) dalam Sugiyono (2007 : 91) menyatakan “kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.

(32)

diperlukan upaya “pembangunan yakni proses pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas” (Eade, 1997) yang merupakan perubahan sosial berencana untuk menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunannya sendiri (people centered development), yaitu :”...pentingnya kapasitas masyarakat, pemberdayaan

masyarakat, partisipasi dan kontrol masyarakat, serta kemandirian masyarakat”. (Korten, 1990; Cox, 1992; Friedman, 1992), sebagai kajian konsep yang melandasi munculnya model capacity building.

Model konseptual capacity building organisasi masyarakat lokal menawarkan strategi untuk mencapai peningkatan kapasitas melalui proses belajar dan bertindak dengan memadukan pendidikan orang dewasa, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Model ini disusun dan dikembangkan melalui proses validasi dan ujicoba untuk menemukan model hipotetik, yang selanjutnya model tersebut diimpelementasikan dalam bentuk pelatihan dan pengembangan SDM, penataan tim kerja, penyusunan rencana kegiatan dan pendampingan.

Efektivitas model konseptual capacity building dapat diukur dari ketercapaian tujuan berupa output yaitu meningkatnya kompetensi SDM, terbentuknya tim kerja dan tersusunnya rencana kegiatan, yang melahirkan outcome berupa kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang berkelanjutan dan efektif.

(33)
(34)

F. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) atau disingkat R&D, yang bertujuan untuk menemukan/ merumuskan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk sehingga benar-benar produk tersebut efektif, berkualitas dan memenuhi standar. Produk tersebut adalah model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA, suatu model prosedur pendidikan massa atau pendidikan luar sekolah yang secara konseptual dikembangkan dari teori pendidikan orang dewasa dan intervensi makro (pengorganisasian dan pengembangan masyarakat).

G. LOKASI PENELITIAN

(35)

dilihat dari kerawanan masalah penyalahgunaan NAPZA, yakni dua lokasi di Kabupaten Cianjur dan satu lokasi di Kota Bandung.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) atau disingkat R&D, yang didefinisikan menurut Borg dan Gall (2003 : 635) sebagai berikut :

Research and Development (R&D). The use of research findings to design new products and procedures, followed by application of research methods to field-test, evaluate, and refine the products and procedures until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standard.

(Penelitian dan pengembangan (R&D) menggunakan temuan-temuan penelitian untuk merancang produk-produk dan prosedur-prosedur baru, diikuti dengan aplikasi metode-metode penelitian untuk tes lapangan, mengevaluasi, dan merumuskan kembali produk-produk dan prosedur-prosedur sampai semuanya memenuhi kriteria efektivitas, kualitas, atau standar-standar serupa).

(37)

kepustakaan, analisis kebutuhan pengembangan model dan perumusan model konseptual. Model konseptual yang telah dirumuskan kemudian divalidasi bersama para ahli akademik dan praktisi, diujicoba secara terbatas di lapangan, dan kesemuanya menghasilkan revisi model (model hipotetik) yang siap diimplementasikan.

Studi implementasi model dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan khusus penelitian yakni mengetahui penerapan dan efektivitas model capacity building organisasi masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan

NAPZA. Studi implementasi model dilakukan dengan menggunakan metode deksriptif kuantitatif atau statistical descriptive yakni memaparkan data kualitatif disertai dengan deskripsi statistik. Guna mengetahui efektivitas model yang diimplementasikan, penelitian ini menggunakan rancangan pre-experimental One Group, Pretest and Posttest Design, dengan gambar rancangan sebagai berikut :

Gambar 3.1.

One Group, Pretest and Posttest Design (Sugiyono, 2007 : 111)

Rancangan pretest digunakan untuk mengukur kompetensi peserta capacity building sebelum diberikan perlakuan (treatment) berupa pelatihan dan

pengembangan SDM, sedangkan posttest digunakan untuk mengukur kompetensi peserta capacity building setelah diberikan pelatihan dan pengembangan SDM.

(38)

B. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN

Penelitian model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA dilakukan di Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung. Kelurahan Maleber merupakan lokasi penelitian terpilih dari 3 (tiga) calon lokasi penelitian yang ketika dilakukan penjajagan kepada ketiganya, sama-sama memiliki kerawanan masalah penyalahgunaan NAPZA dan sama-sama mendapatkan penerimaan dari pemerintahan setempat. Kelebihan lokasi Kelurahan Maleber dibandingkan dengan dua kelurahan lainnya yang ada di Cianjur adalah bahwa : (1) kelurahan ini memiliki jarak tempuh yang cukup dekat dan/atau mudah dijangkau oleh peneliti maupun stakeholder lainnya dari STKS Bandung, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat dan Departemen Sosial yang akan terlibat dalam penelitian; (2) adanya kelompok masyarakat pengguna NAPZA yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Kelompok ini bernama Kelompok Minoritas Plus yang beranggotakan para penyalahguna NAPZA yang masih aktif.

(39)

orang merupakan anggota bidang sosialisasi, bidang identifikasi dan asesmen, serta bidang pembinaan.

Subjek penelitian lainnya adalah penyelenggara capacity building, tenaga fasilitator/ nara sumber dan para pendamping yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini.

C. DEFINISI OPERASIONAL

Beberapa variabel yang digunakan dalam judul penelitian ini dan istilah-istilah lain yang relevan perlu diberikan batasan secara operasional, sehingga diharapkan tidak akan terjadi salah penafsiran.

1. Model adalah gambaran pola kegiatan/prosedur ideal yang disusun dengan memadukan unsur-unsur praksis-empiris dengan konsep teoritik sehingga memiliki fungsi pragmatis guna mengatasi masalah sosial penyalahgunaan NAPZA.

(40)

sebagai wadah dan alat penerapan kompetensi didalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

3. Capacity building adalah 3 (tiga) tahapan proses : (1) pelatihan dan pengembangan SDM berupa pembekalan tokoh-tokoh organisasi masyarakat lokal, yang kegiatannya bercirikan pelatihan.; (2) penataan organisasi tim kerja masyarakat lokal dari unsur tokoh-tokoh organisasi masyarakat lokal peserta pembekalan serta penyusunan rencana kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA sebagai salah satu kelengkapan organisasi tim kerja; (3) pendampingan tim kerja dalam pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan NAPZA, yang merupakan proses pendidikan/pembelajaran di lapangan dengan menggunakan metoda antara lain supervisi dan konsultasi.

4. Supervisi adalah salah satu bentuk kegiatan pendampingan berupa proses pendidikan atau pembelajaran praktek dari penyelenggara dan fasilitator yang ditugaskan untuk mensupervisi tim kerja. Supervisi memiliki 3 (tiga) fungsi : (1) fungsi pendidikan yakni menyalurkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai; (2) fungsi administrative yakni mengarahkan, mengkoordinasikan, meningkatkan dan mengevaluasi; (3) fungsi supportive yakni berbagai aktivitas kepemimpinan seperti memajukan moral tim kerja, mempermudah pertumbuhan pribadi dan meningkatkan perasaan berharga, mendukung perasaan memiliki berkenaan dengan misi organisasi, dan mengembangkan perasaan aman didalam unjuk kerja.

(41)

dan/atau fasilitator yang bertindak sebagai konsultan tidak mempunyai otoritas administrative terhadap pekerjaan tim kerja. Konsultasi dilaksanakan untuk membicarakan berbagai persoalan yang terkait dengan program organisasi dan berupaya menemukan solusinya.

6. Organisasi masyarakat lokal adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan di tingkat kelurahan yang berfungsi memberdayakan masyarakat, yang telah ada sebelum penelitian dilakukan dan yang dibentuk kemudian melalui penelitian ini berupa tim kerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA berbasis masyarakat.

7. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah program dan kegiatan mencegah penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh tim kerja yang dibentuk dalam rangka meningkatkan ketahanan dan daya tangkal masyarakat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipatif, tes tertulis dan lisan, wawancara, studi dokumentasi, diskusi kelompok terfokus (FGD) serta kuesioner.

1. Observasi partisipatif

Observasi partisipatif adalah teknik dimana peneliti menggunakan diri sendiri sebagai participant observer dalam beberapa proses kegiatan capacity building serta kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan

(42)

kualitatif. Observasi partisipatif merupakan upaya aktif peneliti untuk terlibat di dalam kegiatan implementasi model capacity building organisasi masyarakat local. Dalam penggunaan teknik ini, peneliti dapat melihat dan merasakan secara langsung kesulitan-kesulitan serta kemudahan-kemudahan yang dihadapi TPPNBM dalam melaksanakan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. 2. Tes tertulis dan Lisan

Tes tertulis dan lisan adalah teknik dimana peneliti melakukan beberapa tes tertulis dan lisan terhadap peserta capacity building secara terbatas pada beberapa langkah capacity building yang dilakukan. Teknik test ini dilakukan dengan menggunakan instrumen baku untuk test psikologi guna mengetahui potensi yang dimiliki peserta capacity building (pembekalan tokoh masyarakat). 3. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi tentang masalah penyalahgunaan NAPZA, potensi organisasi masyarakat lokal serta pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan TPPNBM yang dikelompokkan kedalam kegiatan sosialisasi, identifikasi dan asesmen, serta pembinaan. Juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor penghambat dan pendukung kinerja TPPNBM, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal.

(43)

wawancara berstruktur digunakan setelah mendapatkan informasi untuk kemudian dilakukan pendalaman mengenai informasi tersebut dengan mengarahkan pertanyaan yang diajukan sesuai yang diatur peneliti.

4. Focus Group Discussion (FGD)

Teknik FGD digunakan terutama dalam pertemuan evaluasi tentang pelaksanaan implementasi model untuk mengetahui secara jelas kemudahan-kemudahan dan kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA, penilaian peserta tentang kegiatan capacity building yang dilakukan, hasil-hasil kegiatan serta dampak positip dan negative dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Teknik FGD digunakan terhadap anggota TPPNBM baik secara keseluruhan melalui suatu pertemuan khusus, maupun per gugus tugas.

Teknik ini juga digunakan untuk menyaring informasi dengan cepat mengenai berbagai pendapat tentang model capacity building yang akan dikembangkan serta digunakan sebagai cara untuk membangun mekanisme pembentukan opini.

5. Penyebaran angket atau kuisioner

(44)

dibagikan kepada sasaran program TPPNBM setelah sebelumnya diberikan penjelasan mengenai teknik pengisiannya.

6. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tertulis yang berkenaan dengan profil lokasi penelitian, studi-studi terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, mengkaji dokumen-dokumen organisasi TPPNBM seperti daftar hadir dan catatan kegiatan serta laporan kegiatan.

E. PROSEDUR PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan semua langkah atau prosedur yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan dan implementasi model dimaksud sebagai berikut.

1. Studi Lapangan

(45)

Kecamatan Cianjur Kota Kabupaten Cianjur; (5) Pencarian data penyalahgunaan NAPZA pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Biro Pengembangan Sosial Provinsi Jawa Barat; (6) Identifikasi masalah penyalahgunaan NAPZA di Kelurahan Maleber sebagai lokasi penelitian; (7) Identifikasi potensi organisasi masyarakat lokal di Kelurahan Maleber dilihat dari upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang pernah dilakukan. Hasil dari studi lapangan ini sebagian dijadikan pelengkap bab satu dan sebagian lagi disusun dalam bentuk deskripsi hasil penelitian pendahuluan.

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji konsep dan teori yang mendukung model yang akan dikembangkan dan mengkaji laporan hasil penelitian yang relevan dengan masalah penelitian. Substansi kajian mencakup konsep dan teori tentang capacity building, masyarakat dan organisasi masyarakat lokal, belajar dan pendidikan orang dewasa serta pelatihan, dan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Studi kepustakaan ini disusun dalam bentuk tinjauan pustaka.

3. Analisis Kebutuhan Penyusunan Model

(46)

pendampingan agar program kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA setelah kegiatan pelatihan dapat dijalankan dan berkelanjutan. Sesuai dengan hasil studi kepustakaan diperoleh kepastian bahwa komponen pelatihan yang dilengkapi dengan dua unsur tersebut tergolong kedalam konsep capacity building..

Khususnya sebagai tindak lanjut dari studi lapangan di lokasi penelitian, analisis diarahkan pada penggalian kebutuhan pelatihan dan pengembangan SDM dan penataan organisasi tim kerja dari unsur-unsur perwakilan organisasi masyarakat local yang diperkirakan mampu meningkatkan kinerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

4. Penyusunan Model Konseptual

(47)

Model kemudian dilengkapi dengan unsur-unsur lainnya yakni raw input, instrumental input, environmental input, output dan impact. Unsur raw input

dilengkapi dengan kriteria peserta capacity building dengan memperhatikan kepentingan pasca pelatihan dan penataan organisasi tim kerja agar mantan peserta bisa bertahan atau berkomitmen didalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh tim kerja yang terbentuk. Instrumental input dilengkapi dengan tujuan dan manfaat, penyelenggara dan rencana pengembangan program seperti materi pembelajaran, metode dan teknik, sarana, pelatih/fasilitator, dan berbagai dokumen pedoman pelaksanaan. Environmental input dilengkapi dengan unsur dukungan tempat pelaksanaan yang realitasnya

harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dimana proses tersebut dilaksanakan. Output dan impact dilengkapi dengan ukuran indikator keberhasilan capacity building, dimana output dicirikan dengan kriteria keberhasilan berkaitan

dengan komponen proses sehingga indikatornya mencakup peningkatan kompetensi, terbentuknya tim kerja, dan tersusunnya rencana kerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Sementara impact sebagai dampak atau pengaruh dilengkapi dengan indikator keberhasilan yang pada dasarnya adalah berjalannya kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh tim kerja dan tercegahnya masyarakat sasaran dari penyalahgunaan NAPZA.

5. Review Model Konseptual dengan para Praktisi dan Akademisi

(48)

akademik atau memperoleh masukan terutama untuk bahan lain, dasar teoritik bagi pengembangan model serta pertimbangan lain dilihat dari sudut akademik. Masukan secara akademik juga diperoleh dari kolega sesama peneliti.

Model konseptual juga mendapatkan uji pengguna dengan cara didiskusikan bersama para praktisi ahli dibidang pencegahan penyalahgunaan NAPZA dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat dan Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA Departemen Sosial untuk memperoleh masukan dalam aspek operasional model serta kemungkinan-kemungkinan hambatan operasionalisasi model.

6. Ujicoba Model Secara Terbatas

(49)

Validasi yang dilakukan adalah validasi internal dan validasi eksternal. Validasi internal dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana penilaian peserta terhadap materi dan metode yang digunakan untuk menyampaikan materi tersebut. Validasi internal juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana penilaian kolega penyelenggara kegiatan terhadap instrumen pretest – posttest yang digunakan pada validasi eksternal.

Validasi eksternal dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana para peserta pelatihan yang berasal dari organisasi masyarakat lokal telah menyerap ketiga materi tersebut. Validasi eksternal ditempuh dengan cara mengujicobakan instrumen pretest dan posttest kepada seluruh peserta, dan hasil pengisian instrumen oleh para peserta yang berasal dari organisasi masyarakat lokal diolah untuk melihat keefektipannya. Guna mengetahui keefektipan dampak dari pelatihan/pembekalan tersebut yakni apakah kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA dapat berjalan di organisasi masyarakat lokal, telah dilakukan wawancara dengan 5 (lima) orang mantan peserta pelatihan, tiga bulan setelah pelatihan dilaksanakan.

7. Revisi Model Konseptual

(50)

8. Implementasi Model

Model capacity building organisasi masyarakat lokal yang telah direvisi diimplementasikan secara keseluruhannya di Kelurahan Maleber Kecamatan Andir Kota Bandung. Implementasi model bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sejauhmana keefektipan model capacity building dilihat dari ketercapaian indikator output dan impact nya, juga untuk menemukan kelemahan model sehingga pada akhirnya bisa disempurnakan..

Dalam implementasi model, peneliti berkolaborasi dengan para praktisi dari Subdit Pencegahan Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA Departemen Sosial dan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, akademisi-praktisi dari LPM STKS dan tokoh masyarakat Kelurahan Maleber. Kolaborasi ini dilandasi dengan pembagian peran secara formal untuk masing-masing pihak yang terlibat. Peran yang disandang oleh peneliti adalah sebagai penanggungjawab operasional dan evaluator implementasi model.

9. Evaluasi dan Penyempurnaan Model Akhir

Evaluasi dilakukan untuk menilai keefektipan implementasi model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan

NAPZA, dilihat dari ketercapaian output dan outcomes. Evaluasi terhadap ketercapaian output dilakukan dengan beberapa cara : (1) Pengisian kuisioner diferensial semantik pretest dan posttest oleh peserta capacity building, hal ini untuk melihat keefektipan dilihat dari peningkatan komptensi peserta capacity building; (2) Pengamatan kegiatan peserta capacity building untuk melihat

(51)

rencana kerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA; (3) Penilaian fasilitator/nara sumber terhadap perubahan yang terjadi pada peserta capacity building; (4) Tinjauan kelompok peserta yang dikumpulkan pada akhir kegiatan untuk didengar secara langsung pendapat mereka tentang berbagai hal berkaitan dengan model capacity building yang dilaksanakan. Teknik ini sama dengan diskusi terfokus

yang dipimpin oleh evaluator; (5) validasi tertunda yakni tanggapan yang tertunda dari peserta capacity building untuk komponen tertentu, karena diakhir kegiatan pelatihan tidak tersedia cukup waktu untuk evaluasi.

(52)

Berbagai evaluasi dengan cara-cara tersebut, hasilnya diolah dan dianalisis, kemudian dijadikan bahan penyempurnaan model akhir yang dikembangkan melalui penambahan dan penghalusan model.

10. Penyusunan Laporan Penelitian

Penyusunan laporan penelitian adalah langkah akhir penelitian dimana laporan dilengkapi dengan kesimpulan dan rekomendasi untuk mempermudah berbagai pihak yang berkepentingan didalam mengaplikasikan model, dan kelengkapan lainnya sesuai dengan aturan penulisan laporan penelitian.

(53)
(54)

F. PENGOLAHAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA

Data dan informasi yang terkumpul pada tahap penelitian pendahuluan, dan implementasi model di lapangan, diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah melalui proses talling, editing dan tabulating. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi, yang kemudian diberikan paparan penafsiran atau penjelasan secara kualitatif. Data kualitatif disusun dalam bentuk paparan dan kutipan pernyataan langsung informan berkenaan dengan variabel yang diteliti, setelah sebelumnya dilakukan pengelompokkan data berdasarkan variabel yang diteliti.

Pada tahap penelitian pendahuluan, data yang sudah diolah dan disajikan tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan “pisau analisis” berupa konsep-konsep yang dijadikan dasar konseptual penelitian. Sedangkan pada tahap implementasi model di lapangan, data dianalisis disamping berdasarkan konsep-konsep yang dijadikan dasar konsep-konseptual penelitian, juga berdasarkan standar-standar yang dirumuskan didalam model, yang dijadikan ukuran untuk melihat dan membandingkan antara kinerja aktual dari tim kerja dengan kinerja yang diharapkan. Perbedaan antara kinerja yang dicapai dengan yang diharapkan, kemudian dianalisis dan dicarikan faktor penyebabnya sebagai dasar dari penyempurnaan model akhir.

Dalam implementasi model, yang menggunakan pengukuran melalui rancangan test Single Group, Pretest and Posttest Design, data hasil pretest dan posttest kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji statistik. Untuk

(55)

signifikan, maka dilakukan uji kesamaan dua nilai rata-rata dengan menggunakan metode uji-t untuk data yang saling berpasangan. Metode uji-t berpasangan merupakan analisis parametrik dimana terdapat asumsi yang harus terpenuhi terlebih dahulu, yaitu normalnya distribusi masing-masing kelompok data yang kemudian akan diolah. Apabila normalitas data terpenuhi, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai gain yang akan digunakan dalam uji perbandingan rata-rata (uji-t). Namun permasalahan terjadi ketika asumsi tidak terpenuhi. Karena kita tidak selalu dapat membuat asumsi itu, dan memang dalam beberapa contoh data tidak dapat dibuat asumsi, maka kita dapat menganalisis data dengan metode yang dikenal sebagai metode nonparametrik atau metode tanpa distribusi. Uji peringkat-bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan dapat dipakai untuk menguji perbedaan antara kedua kelompok data tersebut. Pengujian merupakan alternatif lain untuk uji-t parametrik yang paling berguna apabila peneliti ingin menghindari asumsi-asumsi dan persyaratan-persyaratan yang membatasi, yang semuanya itu diperlukan dalam uji-t (Siegel, 1997: 159).

Adapun statistik pengujian yang digunakan apabila asumsi normalitas data terpenuhi adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005):

hitung D t

s n

=

dimana:

(56)

Sedangkan statistik pengujian yang digunakan apabila asumsi normalitas data tidak terpenuhi adalah sebagai berikut (Siegel, 1997):

Jika N > 25, maka statistik uji yang digunakan adalah

T

T

T-Z= µ

σ , dengan

(

1

)

4

T

n n

µ = +

(

1 2

)(

1

)

24

T

n n n

σ = + +

n = banyaknya pasangan sampel yang memiliki selisih tidak nol.

T = jumlah rangking dari tanda yang paling sedikit

Jika N ≤ 25, maka pengujian hipotesis didasarkan pada harga-harga kritis

dalam tabel distribusi sampling T.

Proses pengolahan data dan perhitungan statistik dilakukan dengan

menggunakan bantuan aplikasi program SPSS (Statistical Package for Social

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disusun beberapa butir kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Kondisi awal masalah penyalahgunaan NAPZA yang cenderung meningkat

disebabkan rentannya masyarakat terhadap godaan untuk menyalahgunaan NAPZA dan kurangnya kapasitas berbagai organisasi masyarakat lokal didalam mencegah penyalahgunaan NAPZA. Umumnya organisasi masyarakat lokal tidak mampu melaksanakan fungsi sosialisasi, control sosial dan partisipasi sosial dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Kemampuan mereka terbatas pada kegiatan-kegiatan pencegahan yang bersifat insidental dengan keterbatasan jumlah sasaran, tidak terintegrasi dan tidak berkelanjutan.

(58)

praktik merupakan pola utama model ini dan praktik lapangan didukung model supervisi yang mekanismenya merupakan model belajar pengalaman dengan mekanisme : pengungkapan pengalaman oleh tim kerja, pembahasan secara konseptual oleh fasilitator, diskusi terfokus, penegasan dan penugasan dari fasilitator dan aplikasi dalam praktik. Model ini divalidasi internal melalui uji ahli, uji pengguna dan uji lapangan secara terbatas, serta divalidasi secara eksternal melalui implementasi model di lokasi penelitian.

(59)

4. Efektivitas model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA dihasilkan melalui evaluasi terhadap ketercapaian output dan outcome. Model capacity building tersebut efektif dilihat dari beberapa aspek dan indikator :

a. Peningkatan pengetahuan peserta pelatihan dan pengembangan SDM dengan pencapaian keefektipan sebesar 86,76% didukung uji statistik untuk normalitas data dan komparatif hasil pretest dan posttest.

b. Peningkatan sikap positip peserta terhadap pencegahan penyalahgunaan NAPZA dengan pencapaian keefektipan sebesar 70,88% didukung uji statistik untuk normalitas data an komparatif hasil pretest dan posttest. c. Terbentuknya tim kerja dengan nama Tim Pencegahan Penyalahgunaan

NAPZA Berbasis Masyarakat (TPPNBM) Kelurahan Maleber, dengan kelengkapan organisasi mencakup aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dasar hukum, pendanaan, prasarana dan sarana kerja, serta SDM terlatih. Struktur tim kerja dengan bidang-bidang sosialisasi, identifikasi dan asesmen, serta pembinaan yang disingkat SIAP memberikan ciri khas tersendiri sebagai sebuah organisasi masyarakat.

d. Tersusunnya rencana kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang mencakup kegiatan sosialisasi, identifikasi dan asesmen, pembinaan, serta kegiatan pendukung berupa konsolidasi organisasi.

(60)

serta pembinaan terhadap mantan penyalahguna NAPZA sehingga tidak relapse.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti merekomendasikan beberapa hal kepada pihak-pihak terkait berikut ini :

1. Bagi Peneliti selanjutnya

Dengan dasar bahwa pembelajaran orang dewasa nonformal dalam konteks model capacity building tidak hanya terjadi pada awal pengorganisasian masyarakat melainkan juga berlanjut pada tahap pengembangan masyarakat, maka penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan model tentang aspek pembelajaran dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA berbasis masyarakat. Pengembamgan model ini diharapkan dapat mencakup pula model pendampingan pendidikannya khususnya dalam penerapan konsep monitoring dan supervisi yang mencakup fungsi pendidikan, administrasi dan pertolongan.

2. Bagi pendidikan luar sekolah

Materi yang diberikan dan dibahas didalam implementasi model capacity building diharapkan dapat menambah khasanah materi-materi

(61)

3. Bagi pembuat kebijakan

Dengan banyaknya temuan positip dalam pengembangan model ini, diharapkan pembuat kebijakan khususnya Kementerian Sosial dapat merumuskan pedoman implementasi model ini dan mensosialisasikannya di seluruh Indonesia dengan disertai himbauan Menteri Sosial agar setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota melaksanakannya melalui dana dekonsentrasi dan dana APBD. Jika kebijakan ini dirumuskan dan ditindaklanjuti implementasinya pada setiap kelurahan dan desa di seluruh Indonesia, maka diyakini bahwa beberapa tahun kedepan masalah penyalahgunaan NAPZA tidak lagi menjadi masalah krusial di Indonesia, karena masyarakat akan memiliki ketahanan dengan pengembangan program yang beragam untuk setiap Daerah sesuai potensi yang dimiliki masing-masing Daerah.

(62)

4. Bagi pengguna model

Bagi pengguna model baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta, perlu mengalokasikan waktu yang lebih lama didalam pelatihan dan penataan organisasi sehingga bisa menghasilkan output berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta keorganisasian dan program tim kerja yang lebih lengkap dan lebih baik. Jika output lebih baik, maka outcomes diharapakan akan mengalami peningkatan.

Pengguna model juga perlu menyediakan waktu lebih lama didalam pendampingan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendewasaan tim kerja sesuai yang diharapkan sedikitnya selama 18 bulan yang terbagi menjadi 3 periode per 6 bulanan. Setiap akhir periode dilakukan evaluasi dan refleksi yang ditindaklanjuti dengan tindakan pendampingan yang difokuskan pada peningkatan kompetensi dan penyelesaian masalah yang ditemui melalui evaluasi dan refleksi. Untuk mendukung hal tersebut, pengguna model perlu menambah materi pelatihan dan pengembangan sehingga semuanya mencakup komponen berikut ini :

• Kebijakan dan program pencegahan penyalahgunaan NAPZA • Masalah penyalahgunaan NAPZA

• Pencegahan penyalahgunaan NAPZA • Penataan organisasi lokal

• Penyusunan rencana kegiatan • Monitoring, evaluasi dan pelaporan • Dampak penyalahgunaan NAPZA • HIV/AIDS dan VCT.

• Penyalahgunaan NAPZA ditinjau dari aspek hukum. • Teknik wawancara

(63)

• Dukungan keluarga dalam rehabilitasi sosial. • Teknik konseling.

Pencegahan relapse. • Prosedur diskusi kelompok

• Prosedur pertemuan kelompok sebaya

(64)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

BUKU :

Abdullah, T. dan Leeden, A.C.V.D. (Penyunting). (1986). Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Adi, I.R. (2008). Intervensi Komunitas : Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Pers.

Anderson. (1951). Psychology of Development and Personal Adjustment.

Blanchard, P.N. and J.W. Thacker (2004). Effective Training : System, Strategies, and Practices. (second Edition). New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Bloom, B.S. (1984). Taxonomy of Educational Objectives, Book 1 Cognitive Domain. New York, London: Longman.

BNN. (2005). Materi Advokasi Pencegahan Narkoba.

_________ (2007). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba.

Borg, W.R., Meredith D. Gall, Joyce P. Gall. (2003). Educational Research : An Introduction. (Seventh Edition). Boston : Pearson Education, Inc.

Brokensha, D. And Hodge, P. (1969). Community Development : An Interpretation. San Francisco, CA : Chandler.

Cahayani, A. (2003), Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Christenson, J.A. and Robinson Jr, J.W. (Ed). (1989). Community Development in Perspective. Iowa : Iowa State University Press

Cox, D. (1992). Social Development Personnel. A Vital Missing Link in Development Work. (Draft).

Eade, D., (1997), Capacity Building : An Approach to People-Centred Development, UK and Ireland : An Oxfam Publication.

(65)

Flores, T.G,, Pedro B.B., and Rafael D.L. (1983). Handbook for Extension Work. College Laguna, Philippines: Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Reseach in Agriculture.

Friedmann, J. (1992). Empowerment: The Politics of Alternative Development. Blackwell. Cambridge.

Garkovich, L.E. (1989). “Local Organization and Leadership in Community Development” dalam Community Development in Perspective. Iowa : Iowa State University Press

Garna, J.K., (1992), Teori-Teori Perubahan Sosial, Bandung : Program Pascasarjana-Universitas Padjadjaran.

Gidden, A. (1986). Kapitalisme dan Teori Sosial Modern : Suatu Analisis karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hamilton, E. (1992). Adult Education For Community Development. New York : Greenwood Press.

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Ife, J. (1995). Community Development : Creating Community Alternatives – Vision, analysis and practice. Melbourne : Longman.

________. (2003). Community Development Community-Based Alternatives in an Age of Globalisation. Australia : Person Education Australia

Kadushin, A. (1976). Supervision in Social Work. New York : Columbia University.

Kardisaputra, O. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Bandung.

Kaslow, F.W. & Associates (editor). (1977). Supervision, Consultation and Staff Training in Helping Profession. San Francisco : Jossey Bass Publishers.

Knowles, M.S. (1979). The Modem Practice of Adult Education. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 3.1.
Gambar 3.2. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan�

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan ( field research ) di Yayasan Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution Medan yang menyediakan jasa

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

menunjukkan fakta bahwa penurunan tekanan darah dapat meningkatkan fungsi diastolik miokardium pada pasien hipertensi tanpa gagal jantung dan bahwa efek ini merupakan independen

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir pernyataan yang drop setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis

spermatofor terbanyak ditemukan pada fase maturasi di mana induk yang diinjeksi sGnRH-a 0,2 mL/kg bobot udang lebih tinggi yaitu 58,3% sedangkan pada ablasi sebanyak 50%,

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

Tugas Akhir dengan judul “Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Kasir (SIKASIR) Berbasis Mobile” ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

Dalam penelitian ini, penyusun mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam buku Sokola Rimba karya Butet Manurung yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun