• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNALISASI NILAI-NILAI DA’WAH DI SEKOLAH TINGGI ILMU DA’WAH MOHAMMAD NATSIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERNALISASI NILAI-NILAI DA’WAH DI SEKOLAH TINGGI ILMU DA’WAH MOHAMMAD NATSIR."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

UCAPAN TERIMA KASIH.... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus dan Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 11

BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI DA’WAH ... 13

A. Konsep Nilai ... 13

1. Pengertian Nilai ... 13

2. Jenis-jenis Nilai ... 14

B. Internalisasi Nilai ... 16

1. Pengertian Internalisasi ... 16

2. Pendidikan Nilai ... 20

a. Pengertian Pendidikan Nilai ... 20

b. Landasan Pendidikan Nilai ... 26

3. Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Umum ... 33

4. Metode Internalisasi Nilai ... 36

C. Nilai Da’wah ... 40

1. Konsep Da’wah ... 40

a. Pengertian Da’wah ... 40

b. Landasan Da’wah ... 43

c. Unsur-unsur Da’wah ... 46

(2)

2. Nilai-nilai Da’wah dalam surah Âli ‘Imran Ayat 104 ... 60

D. Penelitian Terdahulu ... 68

BAB III METODE PENELITIAN... 76

A. Metode ... 76

B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 77

C. Instrumen Penelitian ... 82

D. Teknik Analisis Data ... 83

E. Pengujian Kesahihan Data ... 83

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN TEMUAN... 85

A. Deskripsi dan Analisis Data... 85

1. Profil Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir... 85

2. Proses Internalisasi ... 92

3. Nilai-nilai Da’wah yang Diinternalisasikan di STID Mohammad Natsir... 118

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Internalisasi Nilai-nilai Da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir Natsir... 137

5. Hasil dari Proses Internalisasi Nilai-nilai Da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir... 142

B. Pembahasan... 144

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...157

A. Kesimpulan ... 157

B. Rekomendasi... 160

DAFTAR PUSTAKA... 162

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia saat ini tengah mengalami pergeseran nilai. seperti perubahan terhadap nilai kesucian diri (iffah), hal ini terindikasi dari banyaknya perzinaan di masyarakat kita. Dulu bagi masyarakat kita perzinaan merupakan perilaku yang tidak patut dan nista, bahkan menjadi aib bagi diri dan keluarganya.

(4)

tidak perawan lagi (Tribunnews.com, 2010).

Selain nilai iffah, nilai gotong royong (ta’âwun) pun secara perlahan telah luntur dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terindikasi dari berkurangnya kegiatan kerja bakti di kalanagan masyarakat kita. Dulu masyarakat kita senantiasa menjaga nilai gotong royong ini dengan selalu mengadakan kerja bakti bersama seminggu sekali atau paling tidak tiga bulan sekali. Namun, kegiatan tersebut sudah jarang dilakukan oleh masyarakat kita baik di desa apalagi di perkotaan. Memudarnya nilai gotong royong semakin tampak jelas ketika melihat terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat, orang yang kaya terus menumpuk kekayaannya dan orang yang miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya. Hal ini mengindikasikan bahwa di masyarkat kita nilai individualisme telah mengalahkan nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Dalam website Pikiran Rakyat Online (http://www.pikiran-rakyat.com) tertanggal 15 Februri 2012 diberitakan bahwa kesenjangan sosial di Indonesia semakin lebar. Dalam berita tersebut Hatta Taliwang dari Grup Diskusi angkatan 77-78 dalam diskusi kebangsaan yang bertema “Ekonomi Berlandaskan Bhineka Tunggal Ika Sebagai Perwujudan yang Adil dan Makmur” mengatakan bahwa “Ada 40 orang kaya di

Indonesia berpenghasilan 750 triliun tetapi 144 juta orang Indonesia berpenghasilan kurang dari dua dolar per hari”.

(5)

masih memilih sistem politik sekuler, sisanya hanya 33% yang memilih berpolitik dengan Islam. Hal inimengindikasikan bahwa nilai-nilai keislaman di kalangan umat Islam sudah luntur yang kemudian digantikan dengan nilai-nilai sekuler.

Fenomena tersebut merupakan tantangan da’wah Islamiyah yang harus dijawab. Sebagaimana dijelaskan Malim (2005: 63) bahwa Al-Qur’an Al-Karim telah melukiskan karakteristik manusia sebagai problematika utama da’wah. Problematika da’wah tersebut terangkum dalam empat hal: kerusakan aqidah (Q.S. Ali Imran, 154), lemahnya supremasi hukum dan penguasa yang bertindak sewenang-wenang (Q.S. Al-Maidah, 50), kerusakan akhlâq (Q.S. Al-Ahzab, 33), adanya sifat arogansi, angkuh, dan sombong pada setiap individu (Q.S. Al-Fath, 26).

Sebenarnya problematika di atas merupakan pengulangan dari sikap-sikap manusia, hanya saja kuantitas dan kualitasnya yang berbeda. Untuk dapat memperbaikinya harus melalui da’wah Islamiyah (Malim, 2005: 63). Sebab suatu masyarakat yang baik yaitu masyarakat yang di dalamnya ditegakkan al-amr bi

al-ma’rûf wa nahy al-munkâr yakni da’wah(Q.S. Ali Imran, 110). Agar da’wah

berjalan dengan benar, maka perlu mencontoh da’wah yang telah dilakukan oleh Muhammad SAW (Al-Gadhbân, 1984: 11).

Mohammad Natsir (1908-1993) adalah salah seorang tokoh yang berusaha menjalankan da’wah sepanjang hidupnya dengan mencontoh Rasulullah SAW

yang disesuaikan dengan problematika da’wah di Indonesia pada zamannya.

(6)

pengertian al-amr bi al-ma’rûf wa an-nhy al-munkâr (memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran). Menurutnya da’wah dalam pengertian tersebut merupakan syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan masyarakat dan kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial serta kewajiban yang ditegaskan oleh risâlah kitab Allâh dan sunnah Rasûl.

Ia berpandangan bahwa garapan dan cakupan da’wah sangat luas, seluas kehidupan manusia. Karena itu, sejatinya da’wah harus mampu merambah semua aspek kehidupan. Maka, da’wah yang dilakukannya tidak sebatas pada

masalah-masalah agama saja, tapi termasuk di dalamnya masalah-masalah politik, sosial ekonomi, dan yang lainnya termasuk bidang pendidikan. Natsir sangat menyadari bahwa maju mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Ia berpendapat bahwa kemajuan dan kemunduran suatu bangsa bukan terletak pada Timur maupun Barat, tidak tergantung pada putih, kuning, dan hitamnya kulit, tetapi tergantung pada ada tidaknya sifat dan bibit kesanggupan serta kemampuan bangsa tersebut. Menurutnya, ada dan tidaknya sifat dan kesanggupan tersebut sangat erat kaitannya dengan pendidikan rohani dan jasmani yang mereka terima. Kemunduran umat saat ini terjadi pada hampir segala aspek kehidupan, itu semua hanya dapat diatasi melalui pendidikan (Zakaria, 2003: 39-41).

(7)

Pendidikan harus menumbuhkan kepribadian manusia secara total mencakup

seperti semangat, kecerdasan, perasaan dan sebagainya… baik dalam

kehidupan pribadinya, masyarakatnya untuk melakukan kebaikan dan

kesempurnaan… serta dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT melalui tindakan pribadi, masyarakat maupun kemanusiaan secara luas (Hafidudin, 1998: 105).

(8)

kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian pendidikan dalam Islam sangat memperhatikan pembentukan kepribadian dengan menekankan aspek moral, spiritual dan intelektual.

Begitu pula pendidikan nasional yang berangkat pada kebudayaan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU SPN No.23 Tahun 2003).

Di antara bentuk pendidikan dalam konteks Pendidikan Nasional yaitu Perguruan Tinggi Islam, yang merupakan salah satu tahapan dalam pendidikan formal yang bisa ditempuh oleh setiap warga Negara Indonesia yang muslim.

Dengan demikian antara da’wah dan pendidikan memiliki kesamaan tujuan,

yaitu membentuk kepribadian manusia yang utuh dan berakhlak mulia. Maka da’wah melalui pendidikan sangat tepat untuk menjawab tantangan da’wah

(9)

sampai Universitas. Begitu pula lembaga-lembaga Islam lainnya banyak yang mendirikan lembaga pendidikan baik yang formal maupun non formal, seperti Persatuan Islam mendirikan banyak pesantren yang terikat dalam ikatan Pesantren Persatuan Islam (PPI) bahkan Sekolah Tinggi Agama Islam. Nahdlatul Ulama pun ikut mendirikan pesantren-pesantren yang bergaya salafiyyah.

Namun, dalam pelaksanaannya langkah ini belum mampu memberikan hasil yang optimal. Begitu banyak lembaga da’wah yang menggarap bidang pendidikan, tetapi tujuan pendidikannya belum tercapai, baik tujuan pendidikan dalam Islam maupun tujuan pendidikan nasional. Sebaliknya, dekadensi moral di kalangan umat Islam terus menggelinding seperti bola salju, yang semakin membesar setiap waktunya.

Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu terjadi antara lain pelaksanaan pendidikan yang dijalankan belum mengarah pada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan baik dalam Islam maupun nasional. Orientasi pendidikan lebih diarahkan kepada hal-hal yang bersifat pragmatis, yaitu pembentukan pribadi seorang pekerja atau pengusaha bukan membentuk pribadi yang berkahlak mulia (Armas, Tt.). Sehingga lebih mengutamakan pendidikan kejuruan daripada pendidikan nilai.

(10)

dengan muatan nilai-nilai moral menjadi pemaknaan pengajaran yang berkonotasi transfer of knowledge. Lebih parahnya, indikasi itu terjadi pada mata pelajaran

agama dan kewarganegaraan yang sarat dengan muatan nilai. Menurutnya, pergeseran ini berdampak pada pembentukan kepribadian peserta didik. Karena itu, ia berpandangan bahwa Pendidikan Nilai menjadi sesuatu yang penting dalam pendidikan.

Dalam hal ini dan kaitannya dengan pendidikan, pemerintah, menurut Sauri (2010: 23-24) haruslah menciptakan suatu pendidikan yang bersifat holistik. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan sistem pendidikan yang efektif serta integral sekaligus mengembangkan pendidik dan peserta didiknya. Oleh karena itu, proses penanaman nilai-nilai menjadi sangat penting pula untuk diperhatikan. Sebab, pendidikan nilai jangan sampai hanya transfer of knowledge, tanpa ada internalisasi nilai-nilai ke dalam diri peserta didiknya.

Dalam rangka menjawab tantangan da’wah sekaligus membentuk pribadi-pribadi yang utuh sebagaimana tujuan pendidikan Islam dan nasional dengan memperhatikan internalisasi nilai-nilai da’wah sehingga terwujud para du’ât yang mampu melaksanakan tugas da’wah-nya dengan baik dan benar sesuai tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang merupakan salah satu lembaga da’wah di Indonesia yang didirikan oleh

(11)

Di antara tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh STID Mohammad Natsir ini yaitu melahirkan pribadi muslim yang bertauhid, ber-akhlâq al-karîmah. Lalu, apakah pendidikan yang diterapkan oleh STID Mohammad Natsir

sudah mengarah pada pendidikan nilai? Sebab salah satu faktor penting dalam membentuk kepribadian yaitu adanya Pendidikan Nilai. Jika sudah dilakukan, bagaimana STID Mohammad Natsir melakukan internalisasi nilai-nilai da’wah

kepada para mahasiswanya? Untuk menjawab permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “INTERNALISASI NILAI

-NILAI DA’WAH DI SEKOLAH TINGGI ILMU DA’WAH MOHAMMAD

NATSIR”.

B. Fokus dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi fokusnya adalah bagaimana internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir terhadap para mahasiswa kelas reguler (berbeasiswa). Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu

Da’wah Mohammad Natsir?

2. Apa saja nilai-nilai da’wah yang diinternalisasikan di Sekolah Tinggi Ilmu

Da’wah Mohammad Natsir?

(12)

4. Bagaimana hasil dari proses internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi

Ilmu Da’wah Mohammad Natsir?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini untuk menganalisa penerapan nilai-nilai da’wah

yang dilakukan Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir terhadap para

mahasiswanya.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui proses terjadinya internalisasi nilai-nilai da’wah di

Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.

2. Untuk menemukan apa saja nilai-nilai da’wah yang diinternalisasikan di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses terjadinya internalisasi di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir. 4. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari proses internalisasi nilai-nilai da’wah

di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.

D. Manfaat Penelitian

(13)

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam menerapkan nilai-nilai kepada peserta didik di lembaga pendidikan atau perguruan tinggi Islam di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu suatu penelitian di mana kondisi real dan hasil temuan di lapangan menjadi sumber utama penelitian ini. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif

Untuk memilih sumber informasi dalam penelitian ini menggunakan purposeful sampling. Pelaksanaan teknis pemgumpulan data dilakukan melalui

studi lapangan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi atau pengamatan. Studi lapangan ini ditujukan untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dari objek penelitian dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. (Narbuko dan Ahmadi, 1999: 46-47). Sedangkan untuk aktiftas yang tidak mungkin menggunakan kedua metode tersebut, maka digunakan studi dokumen.

(14)

Adapun lokasi penelitian akan dilakukan di Kampus A Sekolah Tinggi Ilmu

Da’wah Mohammad Natsir yang beralamat di Gedung Menara Da’wah Jl. Kramat

Raya No.45 Jakarta Pusat 10450, dan di Kampus B yang beralamat di Pusdiklat

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode

Untuk menemukan metode, materi nilai, pelaku, dan hasil dari internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir dalam rangka mengembangkan metode penerapan nilai kepada peserta didik, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode kulalitatif.

(16)

Mengapa dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif? Hal ini dikarenakan materi yang akan diteliti adalah nilai-nilai da’wah . Nilai-nilai tersebut hanya dapat diungkapkan menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4) metode ini digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang berasal dari masalah sosial dan kemanusiaan. Jadi pada metode ini yang diteliti adalah langsung pada manusia atau situasi sosialnya bukan dari variabel penelitian. Sebab, untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai da’wah harus langsung observasi pada situasi sosialnya tidak cukup dengan

mengumpulkan data berupa angka yang kemudian hasil dari angka-angka tersebut diteliti. Dengan demikian, metode yang tepat dalam melakukan penelitian tentang masalah ini adalah metode kualitatif.

B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih, dan mengutamakan perpektif emic, artinya mementingkan pandangan informan yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari pendiriannya. Peneliti tidak dapat memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan data yang diinginkan.

Untuk memilih sumber informasi dalam penelitian ini menggunakan purposeful sampling (Patton, 1990), karena metode ini adalah suatu metode yang

(17)

memberikan informasi penting yang tidak mungkin diperoleh dengan metode lainnya.

Pelaksanaan teknis pemgumpulan data dilakukan melalui dua langkah, yatiu: Pertama, studi lapangan maksudnya untuk mempelajari secara intensif latar

belakang keadaan sekarang dari objek penelitian dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Dalam studi lapangan ini, pengumpulan data yang dilakukan peneliti menggunakan dua teknik, yaitu observasi, dan wawancara. Observasi adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Kartono, 1996: 29). Dalam observasi objek yang akan diamati yaitu,

place, actor, dan activity. Place, tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung. Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu. Activity, kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung (Nasution dalam Sugiyono, 2007: 64). Sedangkan wawancara, Esterberg mendefinisikannya (dalam Sugiyono 2007: 60) adalah, “a

meeting of two persons to exchange information and idea trough questions

respones, resulting in communication and joint construction of meaning about a

particular topic.” Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

(18)

Dalam hal ini berupa mencari informasi mengenai pelaksanaan internalisasi nilai-nilai-da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir. Informasi tersebut dapat diperoleh dari; (a) Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, (b) Sekretariat Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, (c) Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, (d) Pembina asrama Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, (e) Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, (f) Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.

Langkah kedua, pengumpulan data dilakukan berdasarkan studi dokumen yaitu teknik pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang ada bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Contoh dokumen yang berbentuk tulisan, catatan harian, sejarah seseorang, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk gambar, seperti foto, gambar hidup, seketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni yang berbentuk gambar, patung, film, dan yang lainnya (Sugiyono, 2007: 82). Dalam penelitian ini dokumen yang akan dikaji mengenai rumusan kurikulum pembinaan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir dan dokumen penting lainnya yang ditujukan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai da’wah yang dilakukan Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir kepada para mahasiswanya.

(19)

1. Tahap orientasi, dilakukan untuk memperoleh informasi awal mengenai rencana tema penelitian yaitu, Internalisasi Nilai-nilai Da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir. Sebelum penelitian disusun, penulis mengunjungi langsung Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir di Jakarta dan Bekasi.

2. Tahap eksplorasi, yaitu dilakukan pengumpulan data dengan melakukan dua langkah. Pertama, studi lapangan dengan melakukan observasi dan wawancara di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir. Kedua, studi dokumen. Pada intinya tahap ini meliputi:

a. Menyusun dan menentukan data yang dapat dipercaya untuk memberikan informasi tentang tema penelitian baik dari pihak Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, mahasiswa, dosen, dan unsure-unsur lainnya.

b. Menyusun pedoman wawancara dan observasi resmi yang berkembang di lapangan sebagai instrument pembantu peneliti.

c. Mengadakan wawancara dengan subyek penelitian antara lain, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, para dosen, dan mahasiswa, di samping melakukan observasi terhadap pelaksanaan internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.

(20)

e. Menyusun hasil laporan penelitian yang meliputi kegiatan; mendeskripsikan, menganalisa, dan menafsirkan data hasil penelitian secara terus menerus sampai tuntas.

3. Tahap validasi, yaitu melakukan validitas terhadap data yang terkumpul. Tahap ini meliputi; perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check.

Berdasarkan fokus penelitian, maka yang dijadikan sampel sumber data dan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui data tentang siapa saja yang melakukan internalisasi nilai-nilai da’wah di STID Mohammad Natsir, sumber datanya adalah di kampus dan asrama STID Mohammad natsir, dan lingkungan sekitar kampus. Teknik pengumpulan datanya observasi pada kegiatan perkuliahan, pembinaan baik di kampus maupun di asrama, dan aktifitas sehari-hari para mahasiswa. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan orang-orang yang terlibat seperti mahasiswa, dosen, maupun pembina asrama.

(21)

hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu, atau para pelaku yang tidak dapat diwawancara, seperti para pemateri yang datang sebagai undangan pada acara kuliah umum atau yang lainnya.

3. Untuk mendapatkan data tentang nilai-nilai da’wah apa saja yang diinternalisasikan, maka sumber datanya adalah di mahasiswa dan dosen. Teknik pengumpulan datanya yaitu wawancara mendalam dengan mereka dan observasi pada setiap kegiatan baik di kampus, kegiatan di luar kampus, maupun kegiatan di asrama mahasiswa.

4. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari proses internalisasi nilai-nilai da’wah

di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir terhadap para mahasiswanya. Maka sumber datanya diambil dari para mahasiswa dan alumni. Sedangkan teknik pengumpulan datanya yaitu dengan melakukan observasi pada aktifitas para mahasiswa. Selain itu, juga melakukan wawancara dengan para mahasiswa dan para alumni.

C. Instrumen Penelitian

(22)

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data menurut Sugiyono (2009: 89) dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam kenyataannya, menurutnya analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan daripada setelah selesai pengumpulan data. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan metode

deskriptif analisis, yaitu analisis yang mengukur secara cermat fenomena-fenomena sosial tertentu, di mana peneliti akan mengembangkan konsep dan menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun,1990: 3).

E. Pengujian Kesahihan Data

Dalam penelitian ini, untuk menguji kredibilitas data digunakan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check.

(23)

dan triangulasi waktu. Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Sseandainya data yang dicari sudah tidak ada berarti data tersebut sudah dapat dipercaya. Tapi jika sebaliknya, masih mendapatkan data-data yang bertentangan, bisa saja peneliti mengubah temuannya, tapi hal itu tergantung seberapa besar kasus negatif yang muncul. Menggunakan bahan referensi artinya adanaya bahan pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sedangkan member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses internalisasi nilai-nilai da’wah yang dilakukan Sekolah Tinggi Ilmu

Da’wah Mohammad Natsir terhadap para mahasiswanya dengan; membangun

karakteristik da’wah di lingkungan kampus, mengarahkan pembelajaran formal di kelas berorientasi pada da’wah, memasukkan mata kuliah “Integrasi

Umat”, menyelenggarakan program “Pewarisan Nilai”, mengadakan

praktikum da’wah di lingkungan sekitar, menyelenggarakan pembinaan, membuat program “Kafilah Da’wah”, mewajibkan pengambilan spesialisasi kemampuan da’wah, mewajibkan pengabdian satu tahun bagi mahasiswa yang sudah lulus, dan menciptakan keteladanan. Untuk melakukan internalisasi nilai-nilai da’wah dengan baik, maka Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir menyelengarakan pendidikan yang menggali

(25)

tahapan-nilai, dan transinternalisasi tahapan-nilai, atau sesuai dengan tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Sastrapratedja yaitu, memilih, menghargai, dan bertindak. Adapun pendekatan yang digunakan dalam proses internalisasi nilai-nilai da’wah paling tidak telah menggunakan lima pendekatan yaitu, pendekatan

penanaman nilai, pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan klarifikasi nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat. Namun dalam pelaksanaan proses tersebut peneliti mendapatkan beberapa kekurangan diantaranya:

a. Lemahnya manajemen dan administrasi kampus, sehingga masih ada

beberapa program pendidikan yang kurang berjalan optimal.

b. Kurangnya memperhatikan psikologi perkembangan atau tahapan belajar nilai terutama dalam proses pembinaan pada dua tahun pertama.

c. Fluktuasi motivasi belajar dan ber-da’wah mahasiswa bisa memunculkan kejenuhan dan rasa malas, jika hal itu tidak bisa ditangani.

2. Nilai-nilai da’wah yang diinternalisasikan di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir ditemukan ada 12 nilai yaitu, nilai ‘izzah, nilai ketaatan, nilai keteladanan, nilai ukhuwah, nilai kerjasama, nilai tanggung jawab, nilai ilmiah, nilai mujahadah, nilai kecintaan, nilai kesabaran, nilai keikhlasan, nilai istiqâmah. Nilai-nilai tersebut termasuk pada kategori:

a. nilai-nilai religius-kerohanian, b. nilai kejiwaan,

(26)

Sedangkan nilai da’wah yang terkandung dalam ayat tentang da’wah yaitu, keimanan, persaudaraan, cinta, kelembutan, kebaikan, kebenaran, keadilan, kejujuran, ukhuwah, dan berjama’ah. Walaupun nilai da’wah yang

diinternalisasikan di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir ada

beberapa yang berbeda, akan tetapi semuanya bermuara pada nilai-nilai keimanan dan ittiba’ al-Rasul.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir berasal dari tiga

sumber yaitu:

a. Nilai-nilai yang diyakini seseorang seperti Mohammad Natsir, asatidz

yang ada di Dewan Da’wah, para dosen.

b. Nilai yang ada di lingkungan kampus selama pengalaman ber-da’wah dan Pusdiklat Dewan Da’wah.

c. Peraturan atau norma yang berlaku di kampus Sekolah Tinggi Ilmu

Da’wah Mohammad Natsir seperti dalam pembinaan.

Adapun faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Ketokohan Mohammad Natsir b. Dosen

c. Lingkungan

d. Asatidz Dewan Da’wah

(27)

h. Teman

4. Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir telah berhasil

menginternalisasikan nilai-nilai da’wah kepada para mahasiswa yang kuliah di sana. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya para almuni yang ber-dawah baik dalam pekerjaannya maupun dalam aktivitasnya.

B. Rekomendasi

Untuk menigkatkan kualitas internalisasi nilai-nilai da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir terhadap para mahasiswanya peneliti menyarankan beberapa hal:

1. Pihak kampus seyogyanya mampu meningkatkan penataan manajemen kampus secara profesional dengan menyelenggarakan kegiatan yang mengkaji tentang manajemen pendidikan baik berupa workshop, training-training ataupun yang lainnya kepada para stafnya.

2. Para dosen dan pembina sebaiknya memperhatikan psikologi perkembangan

atau tahapan pembelajaran nilai dalam mendidik dan membina para mahasiswanya agar tepat sasaran dan efektif

(28)

4. Kegiatan penelitian mahasiswa selain skripsi sebaiknya ditingkatkan, baik penelitian lapangan maupun non lapangan, untuk melatih kemampuan analisis para mahasiswa.

5. Interaksi dengan lembaga da’wah dalam pembinaannya hanya dilakukan kepada Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia saja. Belum memperluas jaringan

kepada lembaga-lembaga Islam atau da’wah yang lainnya. Ini dikhawatirkan akan terjadi ta’ashub yang berlebihan atau tingkat kebosanan menjadi lebih tinggi.

6. Untuk lembaga pendidikan atau yayasan, konsistensi visi dan misi lembaga

atau yayasan dengan lembaga yang ada di bawahnya menjadi faktor penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan nilai di lembaga tersebut.

7. Bagi yang ingin melakukan penelitian terkait STID Mohammad Natsir, sebaiknya penelitiannya difokuskan pada program-program pendidikannya seperti:

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟ân Al-Karîm.

Adimassana, Y.B. 2000. Revitalisasi Pendidikan Nilai Suatu Tantangan Para Pendidik Zaman Sekarang. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma.

Al-Alusy, S. M. (Tanpa Tahun). Rûh Al-Ma’âniy fi Tafsîr Al-Qur`an Al-‘Azhîm wa As-Sab’ Al-Ma’âniy. Maktabah Syamilah.

Al-Attas, N. (1980). The Consept of Education in Islam. Makalah yang

disampaikan pada "Konferensi Dunia Pertama Pendidikan Islam" diadakan di Mekah Al-Mukarraah pada Maret 1977.

Al-Baghawi, A.M. (1997). Ma’aalim At-Tanziil. Maktabah Syamilah.

Al-Bayânûniy. M. (1991). Al-madkhal Ila ‘Ilmi Ad-Da’wah. Beirut: Mu`assasah Ar-Risaalah. Cet.I

Al-Bukhari. (2006). Shahih Al-Bukhari. Beirut: Daar Al-Fikr.

Al-Gadhban, Munir M. (1984) Al-Manhaj Al-Haraki lis-Siraatin-Nabawiyah, (terj.). Jakarta: Robbani Press.

Al-Râwî, M. (Tanpa Tahun). Ad-Da’wah Al-Islamiyah. Beirut: Daar Al-„Arabiyah.

Al-Sa‟dy, „A. R. (2000) Taysîr Al-karîm Al-Rahmân fi tafsîr kalâm Al-Manân. Maktabah Syamilah.

Al-Sya‟râwi. (Tanpa Tahun). Tafsir Asy-Sya’rawi. Maktabah Syamilah.

Al-Tirmidzi, A. (1938). Al-Jaami’ Ash-Shahiih Wahuwa Sunan At-Tirmidzii. Beirut: Daar Imraan.

Al-Tsa‟labiy. (Tanpa Tahun). Tafsîr Al-Tsa’labiy. Maktabah Syamilah.

Al-Zuhayliy, W. (1418H). Al-Tafsîr Al-Munîr fi Al-‘Aqîdah wa Asy-Syarî’ah wa AL-Manhaj. Maktabah Syamilah.

Ambroise, Y. (1993). “Pendidikan Nilai”, dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: PT. Grasindo.

(30)

Anshari, E. S. (1991). Wawasan Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Armas, A. (Tanpa Tahun). [Online]. Tersedia:http//:www.insistnet.com (3 Februari 2011).

Aziz , M. A. (2004). Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. Cet.I

Baaz, A. A. (1418 H). Ad-Da’wah Ilaa Allah wa Akhlaaq Ad-Du’aat. Riyaadh: Wizaarah Asy-Syu`uun Al-Islamiyah wa Al-Awqaaf wa Ad-Da‟wah wa Al -Irsyaad Al-Mamlakah Al-„Arabiyah As-Su‟uudiyah

Basrowi, S. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya : Insan Cendekia, 2002).

Basya, M. (2009). Muhammadiyah dan Indonesia Modern. Artikel Media MasaIndonesia dan Dunia. [Online]. Tersedia:

http://artikel-media.blogspot.com/2009/11/muhammadiyah-dan-indonesia-modern.html. (4 Februari 2011).

Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bontempo, R. et.al. (1990). Compliance and Value Internalization in Brazil and the U.S. Effects of Allocentrism and Anonymity. Journal of Cross-Cul tural Psychology : June 1990 vol.21 no. 2 200-213. [Online]. Tersedia:

http://jcc.sagepub.com/content/21/2/200

Chaplin, J. P. (1993). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Creswell, J. W. (2010). Research Design (terj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Depdikbud. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

[Online]. Tersedia:http://www.sms-anda.com/indonesia/kamus/indonesia-gratis-lengkap.php?hasil=sukses_id_10#hasil. 28 Des 2009.

Djahiri, A. K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lab. PMP IKIP.

Echols, J. M. dan Hassan S. (1976). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

(31)

Enjang dan Aliyudin. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjadjaran.

Gazalba, S. (1983). Islam dan Perubahan Sosial Budaya. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Hafidudin, D. (1998). Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press.

Helmy, M. (1986). Ilmu Dakwah. Lampung: Yayasan Amanah.

Ihsan, F. (1997). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Kartono, K.(1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju. Lamabaga Survey Indonesia. (2007) Trend Dukungan Nilai Islamis Versus Nilai

Sekular di Indonesia.LSI [Online]. Tersedia:

http://www.lsi.or.id/riset/310/trend-dukungan-nilai-islamis-versus-nilai-sekular 2 Februari 2011.

Lestari, Gyan P. (2011). Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Luqman Al-Hakim dalam Pembinaan Akhlaq Siswa : Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor. (Tesis). Bandung: Program Studi Pendidikan Umum Sekolah Pascasarjana UPI.

Luth, T. (1999). M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani Press.

Mahmûd, „Ali Abdul H. (1991). Fiqh Ad-Da’wah. Cet.III Jilid I. Al-Manshuurah: Daarul Wafaa`.

. (1995). Dakwah Fardiyah (terj.). Cet.II Jakarta: Gema Insani.

Malim, M. (2005). Dinamika Da’wah dalam Perspektif Al-Qur’an dan As -Sunnah. Jakarta: Media Da‟wah.

. (2008). Shibghah Da’wah. Jakarta: Media Da‟wah.

Mardiya. (Tt). Memelemahnya Fungsi Keluarga dan Kenakalan Remaja Kita. (Artikel). [Online]. Tersedia:http://www.kulonprogokab.go.id/ 5 desember 2009.

(32)

Muhtarom, M. (2004). Model Internalisasi Nilai-nilai Zakat, Infaq, dan Shadaqah Bagi Tatanan Kehidupan Ekonomi Masyarakat: Studi Kasus Mata Diklat Kewirausahaan di SMK Negeri 3 Cimahi. (Tesis). Bandung: Prodi. Pendidikan Umum Program Pascsarjana UPI

Mulyana, R. (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung : Alfabeta Munawwir, A. W. (1997). Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap.

Surabaya: Pustaka Progresif.

Natsir, M. (1996). Fiqhud Da’wah. Jakarta: Media Da‟wah.

Narbuko, G dan Ahmadi, A. (1999). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Patton, M. Q. (1990). Qualitative Research Design: An Interactive Approach. Thousand Oaks: Sage Publications.

Purwanto, M. N. (1998). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Quthb, S. (Tanpa Tahun). Fi Zhilal Al-Qur`an. Maktabah Syamilah.

Rakyat, Pikiran. (2012). Kesenjangan Sosial Semakin Lebar. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/node/177022.

Ridho, M. R. (1990). Tafsir Al-Qur`an Al-Hakim. Mesir: Al-Haiah Al-Mishriyah Al-„Aamah li Al-Kitab.

Rokeach, M. (1973). The Nature of Human Values. New York: The Free Press. Sastrapratedja. (1993). “Pendidikan Nilai”, dalam Pendidikan Nilai Memasuki

Tahun 2000. Jakarta: PT. Grasindo.

Sauri, S. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arfino Raya. Singarimbun, M. (1990). Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES. Sumedi dan Mustakim. (2008). Teori Nilai. (Artikel). [Online]. Tersedia:

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/09/teori-nilai/. 4 Februari 2011.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta. Suparta, M dan Hefni, H. (2009). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada

(33)

Sumantri, E. (2009). Pendidikan Umum. Bandung: Program Studi Pendidikan Umum Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Suriasumantri, J. S. (1988). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.

Syaripudin, T dan Kurniasaih. (2008). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu.

Tafsir, A. (Tanpa Tahun) Pendidikan Agama Islam di Sekolah. [Online]. Tersedia: http://idb1.wikispaces.com/file/view/jj1001.pdf (25 Januari 2012).

Teh, Wan H. W. dan Yahya, M. H. Ed. (1996). Sains Sosial dari Perspektif Islam. Bangi: Universiti Kebangsaan Manusia.

Thanthâwy, M. S. (Tanpa Tahun) At-Tafsîr Al-Wasîth. Maktabah Syamilah. Tribunnews.com. (2010). Astaga! 66 Persen Remaja Indonesia Tak Perawan

Lagi. [online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/2010/10/19/astaga-66-persen-remaja-indonesia-tak-perawan-lagi

Tilaar, H.A.R., dan Nugroho, R. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UIA. (2003). Human Values Project: Coments Overview. Internet: http: //www.uia.org/values/valcont.htm. 4 Februari 2011.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas. 2003.

Zaidan, A. A. (2005). Ushuul ad-Da’wah. Beirut: Muassasah Ar-Risalah. Zainuddin. (1991). Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi

Aksara.

Zakaria, G. A. N. (2003). Mohammad Natsir Pendidik Ummah. Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.

Zakaria, T. R. (2009). Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalamPendidikan Budi Pekert.[Online]

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi saya tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun, seperti penjiplakan, pembuatan

Pendidikan Agama Islam selain mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi pendidikan agama Islam sesuai jenjangnya di sekolah, maka yang lebih utama adalah bagaimana

Pengujian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar asap yang keluar dari ujung test section dalam kondisi perbedaan temperatur anatara dua plat sejajar berbeda-beda..

Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan bahwa alur rekam medis yang ada di Puskesmas Pal X dimulai dari Pasien mengambil nomor antrian, lalu mendaftar

perbedaan antara pretest dan posttest dan terjadi penurunan nilai rata-rata pretest dan posttest diberikan terapi musik klasik yaitu dari 3 menjadi 2, dapat

Buruh harian lepas yang bekerja ada yang masih lajang tetapi mayoritas dari. mereka

Analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan beberapa hasil. Pertama, semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyusunan anggaran semakin

Bank Syariah Mandiri berdasarkan analisa Balanced Scorecard dapat dijabarkan ke dalam 4 Perspektif yaitu Perspektif Finansial, Perspektif Pelanggan, Perspektif Bisnis internal,