• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber sampah menurut SNI [68] berasal dari :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Sumber sampah menurut SNI [68] berasal dari :"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sampah

Sampah adalah hasil buangan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disukai atau sesuatu yang berasal dari proses kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya [1]. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, menyebutkan sampah adalah sisa dari berbagai proses kegiatan setiap hari yang dilakukan oleh manusia ataupun proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak bermanfaat dan dibuang ke lingkungan [5].

Menurut [6], sampah merupakan material buangan yang merupakan sisa kegiatan manusia, yang sudah tidak diinginkan dan tidak memiliki nilai guna. Sampah menurut [7], adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda-benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Menurut Rizal (2011) [8], sampah adalah semua jenis benda yang berasal dari aktivitas kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan dapat menimbulkan pengotoran terhadap komponen lingkungan sehingga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

2.2 Sumber Sampah

Sumber sampah menurut SNI-19-3983-1995 [68] berasal dari :

1. Perumahan terdiri dari rumah permanen, rumah semi permanen dan rumah non permanen.

2. Non perumahan meliputi kantor, toko/ruko, pasar, sekolah, tempat ibadah, jalan, hotel, restoran, industri, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya.

Menurut [9], sumber – sumber timbulan sampah sebagai berikut:

a. Sampah dari permukiman

Permukiman pada dasarnya merupakan penghasil sampah dalam skala yang lebih besar. Sampah yang dihasilkan oleh satu keluarga yang bertempat

(2)

6 tinggal dalam satu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang banyak dihasilkan yaitu sampah organik dari sisa makanan atau sampah yang bersifat kering maupun basah.

b. Sampah dari perdagangan

Tempat-tempat berpotensi yang cukup besar dalam menghasilkan sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-sisa makanan, plastik, kertas, sampah kering, abu, dan kaleng-kaleng serta jenis sampah yang lainnya.

c. Sampah dari Fasilitas Umum

Fasilitas umum merupakan tempat yang memungkinkan terdapat banyak orang berukumpul dan melakukan aktivitas. Fasilitas umum yang dimaksud di sini contohnya masjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, tempat hiburan umum, dan sarana pemerintah lainnya. Biasanya sampah yang dihasilkan berupa sampah kering dan sampah basah.

d. Sampah dari Industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik-pabrik sumber alam perusahaan kayu dan lain-lain, kegitan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah, sampah kering abu, sisa-sisa makanan, sisa bahan bangunan.

e. Sampah Pertanian

Sampah yang dihasilkan dari binatan atau tanaman dalam pertanian, misalnya sampah dari kandang, kebun, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

Berbagai macam sampah yang telah disebutkan merupakan sebagian kecil dari sumber-sumber sampah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas manusia tidak terlepas dari sampah.

2.3 Timbulan Sampah

Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan (SNI 19-2454-2002). Data timbulan sampah sangat penting diketahui untuk menentukan fasilitas setiap unit pengelolaan sampah dan

(3)

7 kapasitasnya misalnya fasilitas peralatan, kendaraan pengangkut dan rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas dan jenis TPA.

Metode pengukuran timbulan sampah ada beberapa cara menurut Tchobanoglous dkk [6], antara lain:

1. Load-count analysis/analisis perhitungan beban, yaitu jumlah masing-masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung dengan mencatat: volume, berat, jenis angkutan dan sumber sampah, kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama periode tertentu.

2. Weight-volume analysis/analisis berat-volume, yaitu jumlah masing-masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung dengan mencatat volume dan berat sampah, kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama periode tertentu.

3. Material-balance analysis/analisis kesetimbangan bahan, material-balance analysis menghasilkan data lebih lengkap untuk sampah rumah tangga, industri dan lainnya dan juga diperlukan untuk program daur ulang.

2.4 Komposisi Sampah

Limbah padat di kota-kota Indonesia pada umumnya dibedakan atas sampah organik (74%) dan non hayati [10].

a. Sampah organik merupakan sampah yang mengandung bahan organik umumnya berasal dari dari permukiman, pasar, atau jalan. Sampah organik cenderung mudah terurai dengan bantuan mikroorganisme.

b. Sampah non hayati adalah sampah yang berasal dari produksi buatan manusia yang sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang panjang dan kompleks. Sampah non hayati seperti kertas, plastik, kaleng, logam dll.

Komposisi sampah merupakan komponen sampah yang digolongkan berdasarkan sifat biologis atau kimia [11] . Komposisi sampah pada umumnya dinyatakan dalam persen (%) volume (basah) atau persen (%) berat (basah) dari kayu, kertas, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan lain-lain. Komponen-komponen sampah tersebut digolongkan berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya.

Penggolongan komponen tersebut berdasarkan kemudahan membusuk dan tidak

(4)

8 membusuk serta sampah yang berupa abu dan debu [11]. Komposisi sampah umumnya digunakan sebagai dasar menentukan pilihan kelayakan pengolahan sampah [12]. Komposisi sampah dalam setiap kabupaten atau berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi komposisi sampah sebagai berikut :

a. Cuaca : daerah yang kandungan airnya tinggi maka kelembapan sampah juga akan tinggi

b. Frekuensi pengumpulan : intensitas pengumpulan jika semakin sering maka sampah akan terbentuk tumpukan sampah. Akan tetapi, sampah organik akan berkurang karena membusuk, dan sampah yang akan terus bertambah adalah kertas dan sampah kering lainnya yang sukar terdegradasi

c. Musim : jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah yang berlangsung d. Tingkat sosial ekonomi : daerah ekonomi tinggi umumnya menghasilkan

sampah yang terdiri dari bahan kaleng, kertas, dsb.

e. Pendapatan per kapita : masyarakat dari tingkat ekonomi rendah kemungkinan menghasilkan total sampah yang homogen dan lebih sedikit.

f. Kemasan produk : kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari akan mempengaruhi.

2.5 Karakteristik Sampah

Sampah mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologis. Pengetahuan akan sifat-sifat ini sangat penting untuk perencanaan dan pengelolaan sampah secara terpadu. Sampah diklasifikasikan dalam karakteristiknya sebagai berikut [6] yaitu:

1. Karakteristik fisik

Karakteristik fisik sampah meliputi hal-hal dibawah ini : a. Berat spesifik sampah.

Dinyatakan sebagai berat per unit (kg/m3). Dalam pengukuran berat spesifik sampah, harus disebutkan dimana dan dalam kondisi bagaimana sampah diambil sebagai sampling untuk menghitung berat spesifik sampah. Berat spesifik sampah dipengaruhi oleh letak geografis, lokasi, jumlah musim, dan lama waktu penyimpanan. Hal ini sangat penting untuk mengetahui volume sampah yang diolah. Penelitian komposisi sampah dengan metode

(5)

9 sampling dengan jumlah sampel 100 kg [13], pengambilan sampel minimal selama seminggu.Pengambilan sampel sampah secara random di TPS dilakukan dengan metode perempatan (quarterly method), yaitu mengaduk serata mungkin, kemudian sampah tersebut dibagi menjadi empat bagian, sedemikian seterusnya sampai diperoleh sampel sebanyak 100 kg.

Penentuan recovery factor (persentase setiap komponen sampah yang masih dapat dimanfaatkan kembali/didaur ulang) dilakukan dengan cara dipilah komponen yang bisa didaur ulang dan dibuat kompos, kemudian ditimbang kembali.

b. Kelembaban

Kelembaban sampah dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu dengan metode berat basah dan metode berat kering. Metode basah dinyatakan dalam persen berat basah bahan, dan metode kering dinyatakan sebagai persen berat kering bahan. Secara umum metode berat basah sering digunakan.

Rumus Kelembaban dari berat basah adalah : M = (𝑤−𝑑

𝑤 ) x 100...[2.1]

Dimana: M : Kelembaban (%)

W : Berat sampah basah (kg).

d : Berat sampah setelah dikeringkan pada suhu 105° C (kg).

c. Ukuran partikel

Sangat penting untuk pengolahan akhir sampah, terutama pada tahap mekanis untuk mengetahui ukuran penyaringan dan pemisahan magnetik.

d. Field Capacity

Adalah jumlah air yang dapat tertahan dalam sampah, dan dapat keluar dari sampah akibat daya grafitasi. Field Capacity sangat penting untuk mengetahui komponen lindi dalam landfill. Field Capacity bervariasi tergantung dari perbedaan tekanan dan dekomposisi sampah. Sampah dari daerah permukiman dan komersial yang tanpa pemadatan Field Capacity sebesar 50 % sampai 60 %.

(6)

10 e. Kepadatan sampah

Konduktifitas sampah sangat penting untuk mengetahui pergerakan dari cairan dan gas dalam landfill.

2. Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia sampah sangat penting dalam mengevaluasi proses alternatif dan pilihan pemulihan energi. Apabila sampah digunakan sebagai energi bahan bakar, maka komponen yang harus diketahui adalah analisis proksimasi (kandungan air, kandungan abu dan kandungan karbon tetap), titik abu sampah, analisis ultimasi (persentase C, H, O, N, S, dan abu) dan besarnya energi.

a. Analisis proksimasi

Bertujuan mengetahui bahan-bahan yang mudah terbakar dan tak mudah terbakar. Biasanya dilakukan tes untuk komponen yang mudah terbakar supaya mengetahui kandungan volatil, kandungan abu, kandungan karbon tetap dan kandungan air.

b. Titik abu sampah

Adalah temperatur dimana dihasilkan abu dari pembakaran sampah, yang berbentuk padatan dengan peleburan atau penggumpalan. Temperatur berkisar antara 1100° C sampai 1200° C.

c. Analisis ultimasi

Adalah penentuan persentase komponen yang ada dalam sampah seperti persentase C, H, N, S, dan abu. Analisis ultimasi ini bertujuan menentukan karakteristik kimia bahan organik sampah secara biologis. Misalkan pada komposting perlu diketahui rasio C/N sampah, supaya dapat berlangsung baik.

d. Kandungan energi

Kandungan energi dari komponen organik dari sampah, dapat ditentukan dengan Bomb Calorimeter.

3. Karakteristik Biologis

Sampah organik memiliki komposisi biologis. Fraksi organik dari sampah dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Kandungan terlarut seperti gula, asam amino dan berbagai macam asam organik.

(7)

11 b. Hemiselulosa, yaitu hasil penguraian gula.

c. Selulosa, yaitu hasil penguraian glukosa.

d. Lemak, minyak dan lilin.

e. Lignin, material polimer yang terdiri dari cincin aromatik dengan gugus methoksil. Biasanya terdapat pada kertas, seperti kertas koran dan fiberbroad.

f. Lignoselulosa, kombinasi dari lignin dan selulosa.

g. Protein, yang terdiri dari rantai asam amino.

2.6 Sistem Pengelolaan Sampah

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Menurut [8], pengelolaan persampahan yang baik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menckaup pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan, dan pembuangannya. Setiap kegiatan tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan saling berhubungan timbal balik.

Tujuan pengelolaan sampah menurut [14] adalah meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan, menjaga kesehatan lingkungan, dan mendukung efisiensi dan produktivitas ekonomi. Sistem pengelolaan sampah adalah mencegah timbulan dan memanfaatkan sampah secara maksimal serta serta menekan dampak negatif sekecil-kecilnya dari aktivitas pengelolaan sampah [15]. Berdasarkan SNI 19-2454-2002, teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Teknik operasional pengelolaan sampah meliputi:

1. Pewadahan Sampah 2. Pengumpulan Sampah 3. Pemindahan Sampah

4. Pengolahan dan Pemilahan Sampah 5. Pengangkutan Sampah

6. Pembuangan Akhir

(8)

12 Terdapat dua macam pengelolaan sampah, yaitu pengelolaan atau penanganan sampah setempat (individu) dan pengelolaan sampah terpusat untuk suatu lingkungan permukiman atau kota. Penanganan setempat adalah penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh penghasil sampah. Sedangkan pengelolaan secara terpusat, khususnya dalam teknis operasional, adalah suatu proses atau kegiatan penanganan sampah yang terkoordinasi [8].

Berdasarkan publikasi United Nations Environtment Programme berjudul Solid Waste Management Volume I [54], beberapa permasalahan terkait pewadahan dan pengumpulan sampah di negara berkembang adalah sebagai berikut:

1. Tempat sampah komunal yang terbuka dan ilegal, menimbulkan bau, menjadi sarang lalat dan tikus.

2. Metode pengumpulan secara manual menyebabkan petugas sering mengalami kontak langsung dengan kotoran.

3. Tempat dan alat pengangkut sampah jumlahnya terbatas dan kondisi rusak karena kurangnya pemeliharaan.

2.6.1 Aspek Teknis Operasional A. Pewadahan Sampah

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 pewadahan sampah yaitu aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah. Pewadahan dilakukan pada sampah yang sudah terpilah yaitu sampah organik, sampah anorganik serta sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

a. Persyaratan Pewadahan

Berdasarkan petunjuk teknis pengelolaan sampah kriteria wadah individual yang baik meliputi :

1. Ringan, mudah diangkat 2. Memiliki tutup, higienis 3. Mudah dibersihkan

4. Kedap air dan udara, tidak rembes 5. Bentuk dan warna estetis

6. Mudah diperoleh

(9)

13 7. Harga terjangkau

8. Volume mampu menampung sampah 3 hari

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 bahan pewadahan kontainer sampah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mudah rusak dan kedap air, kecuali kantong plastik/kertas 2. Mudah diperbaiki

3. Ekonomis, mudah diperolah dan dibuat oleh masyarakat 4. Mudah dan cepat dikosongkan

b. Penentuan Ukuran Volume Pewadahan

standar tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan SNI-2454-2002 menyebutkan bahwa kriteria penentuan ukuran/volume pewadahan sampah ditentukan berdasarkan :

1. Jumlah penghuni tiap rumah 2. Tingkat hidup masyarakat

3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah 4. Cara pengambilan (manual atau mekanis) 5. Sistem pelayanan (individu atau komunal)

c. Pola Pewadahan

pola pewadahan juga terbagi menjadi dua yaitu pewadahan secara individual dan pewadahan komunal.

1. Pola pewadahan secara individual yaitu aktifitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu. Beberapa kriteria pewadahan dan jenis wadah sampah dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Jenis Wadah Pola Individual

Sumber : SNI 19-2454-2002

No. Jenis Wadah Kapasitas Pelayanan Umur Wadah

1 Kantong Plastik 10-40 liter 1 KK 2-3 hari

2 Bin 40 liter 1 KK 2-3 tahun

3 Bin 120 liter 2-3 KK 2-3 tahun

4 Bin 240 liter 4-6 KK 2-3 tahun

(10)

14 2. Pola pewadahan komunal yakni aktivitas penangan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum.

Tabel 2.2 Jenis Wadah Pola Komunal

Sumber : SNI 19-2454-2002

Perbandingan antara pola pewadahan invidu dan komunal persampahan berdasarkan SNI 19-2454-2002 dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Perbedaan Pola Pewadahan Indivdu dan Komunal

No Karakteristik Individual Komunal

1 Bentuk dan Jenis Kotak, silinder, kontainer, bin (tong)

Kotak, silinder, kontainer, bin(tong), semua bertutup

2 Sifat Ringan, mudah dipindahkan,

dan mudah dikosongkan

Ringan, mudah dipindahkan, dan mudah dikosongkan

3 Bahan Logam, plastik, fiberglass,

kayu, bambu dan rotan

Logam, plastik, fiberglass, kayu, bambu dan rotan

4 Volume

Permukiman dan pertokoan (10-40 liter), kantor, hotel, rumah makan, tempat hiburan (100-500 liter)

Tepi jalan dan taman (30-40 liter).

Permukiman dan oasar (100-1000 liter) 4 Pengadaan Pribadi, instansi, pengelola Instansi, pengelola

Sumber : SNI 19-2454-2002

d. Kriteria Lokasi dan Penempatan Wadah

Lokasi penempatan wadah berdasarkan pedoman penyelenggaraan sarana dan prasarana persampahan, sebagai berikut :

1. Wadah Individual, diletakkan pada : 1) Halaman muka

2) Halaman belakang untuk sumber sampah dan hotel restoran 2. Wadah Komunal, diletakkan pada :

1) Luar jalur lalu lintas, pada lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya 2) Ujung gang kecil

3) Sekitar taman dan pusat keramaian

No. Jenis Wadah Kapasitas Pelayanan Umur Wadah

1 Kantong Plastik 10-40 liter 1 KK 2-3 hari

2 Bin 40 liter 1 KK 2-3 tahun

3 Bin 120 liter 2-3 KK 2-3 tahun

4 Bin 240 liter 4-6 KK 2-3 tahun

(11)

15 4) Jarak antara wadah sampah untuk pejalan kaki minimal 100 m

Gambaran Jenis atau bentuk dan kapasitasnya pewadahan serta lokasi penempatan pewadahan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jenis, Lokasi dan Kapasitas Pewadahan (Sumber : Kementerian PUPR, 2016)

e. Klasifikasi Pewadahan

Berdasarkan mekanisme penggunaannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tetap

Tipe ini disarankan untuk tidak digunakan karena menghambat kecepatan operasional, tidak estetis dan susah dikontrol kebersihannya. Contoh bak sampah tetap yaitu yang dibuat dari beton/pasangan batu bata.

Gambar 2.2 Bak Sampah Tetap Sumber : [69]

(12)

16 2. Semi Tetap

Tipe ini sering dimanfaatkan untuk menghindari gangguan binatang, model ini masih dianggap lebih baik daripada bentuk tetap. Tetapi umumnya mengalami kesulitan pada perawatannya. Contohnya yaitu tong sampah yang menggunakan tiang penyangga terbuat dari besi, seng, plastik, anyaman bambu, kayu dan lain – lain.

Gambar 2.3 Bak Sampah Semi Tetap Sumber : [69]

3. Non Tetap

Klasifikasi ini memiliki sifat sangat fleksibel tetapi harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan baik dari sosial budaya maupun dampaknya. Contoh bak sampah non tetap antara lain yaitu kantong plastik, bin, keranjang dan lain-lain.

Gambar 2.4 Bak Sampah Non Tetap Sumber : [69]

Klasifikasi sistem pewadahan yang terdiri dari tetap, semi tetap, dan non tetap memiliki beberapa kelebihan, kekurangan dan beberapa klasifikasi yang dianjurkan untuk sistem pewadahan. Kekurangan dan kelebihan klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.

(13)

17 Tabel 2.4 Klasifikasi Pewadahan Sampah

Klasifikasi Bahan Kelebihan Kekurangan Keterangan

Tetap Batu bata Tahan lama,

volume besar 0,3 – 0,8 m3

Tidak estetik, operasional sulit, bahaya leachate

Tidak dianjurkan

Semi Tetap Besi, seng Tahan lama 40-80 liter

Operasi sulit, mahal, sering hilang

Lebih baik tidak dianjurkan

Non Tetap Plastik, bin, keranjang

Relatif tahan lama, fleksibel 40-80 liter

Operasi mudah, murah, estetik

Dianjurkan

Sumber : [55]

B. Pengumpulan Sampah

Sistem pengumpulan sampah adalah proses pengambilan sampah dengan cara mengumpulkan dari setiap sumber sampah ke tempat pembuangan semenara/transfer depo atau langsung ke tempat pembuangan akhir [16]. Sistem pengumpulan sampah dapat diklasifikasikan menjadi bebeapa sudut pandang, seperti mode operasi, peralatan yang digunakan dan tipe pengumpul sampah [17].

Sistem pengumpulan sampah yang sering digunakan yakni sistem hauled container dan sistem stationary container. Sistem hauled container idealnya digunakan untuk menghilangkan sampah dari sumber dengan tingkat timbulan sampah yang tinggi.

Hal ini dikarenakan umumnya menggunakan container yang besar untuk menanganinya. Sistem ini dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu hoist truck, tilt-frame dan trash-trailer. Sistem stationary container dapat digunakan untuk mengumpulakn seluruh tipe limbah. Sistem ini bergantung pada tipe dan jumlah sampah yang ditangani. Sistem ini memiliki dua tipe yakni sistem dengan perangkat mekanik dan sistem dengan perangkat manual [18]. Berdasarkan SNI 19-2454- 2002 pola pengumpulan sampah dapat dibagi menjadi 5 macam pola, yaitu pola individual langsung, pola individual tidak langsung, pola komunal langsung, pola komunal tidak langsung, pola penyapuan jalan.

1. Pola individual langsung

Proses pengumpulan dilakukan dengan cara mengumpulkan sampah dari setiap sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA tanpa melalui pemindahan [16].

Persyaratan pola individual langsung sebagai berikut :

(14)

18 a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) dan alat pengumpul

non mesin (becak/gerobak) sulit dioperasionalkan

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak menggangu pengguna jalan lainnya

c. Kondisi dan jumlah alat memadai d. Timbulan sampah > 0,3 m3/hari 2. Pola individual tidak langsung

Proses pengumpulan yang dilakukan dengan cara sampah dikumpulkan dari setiap sumber kemudian diangkut ke TPA dengan proses pemindahan ke tempat pembuangan sementara atau transfer depo. Persyaratan pola individual tidak langsung sebagai berikut :

a. Peran masyarakat rendah pada daerah pelayanan b. Lahan tersedia untuk lokasi pemindahan

c. Alat pengumpul dapat menjangkau langsung

d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%) dan alat pengumpul non mesin dapat dioperasikan

e. Kondisi jalan atau gang cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pengguna lainnya

f. Organisasi pengelola siap dengan sistem pengendalian 3. Pola komunal langsung

Proses pengumpulan dilakukan dengan cara sampah dikumpulkan dari setiap sumbernya dan dilakukan sendiri oleh setiap penghasil sampah yang kemudian dibuang ke pewadahan komunal yang telah disediakan. Persyaratan pola komunal langsung sebagai berikut :

a. Daerah permukiman tidak teratur dan peran masyarakat tinggi b. Daerah pelayanan berbukit

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah d. Alat angkut terbatas

e. Personil dan peralatan pengendalian relatif rendah

f. Wadah komunal ditempatkan sesuai kebutuhan dan mudah dijangkau alat pengangkut (truk)

(15)

19 4. Pola Komunal Tidak Langsung

Proses pengumpulan yang dilakukan dari setiap sumbernya yang dilakukan sendiri oleh penghasil kemudian dibuang ke pewadahan komunal yang telah disediakan. Selanjutnya titik pewadahan komual dipindahkan ke tempat pembuangan sementara kemudian diangkut ke TPA. Persyaratan pola komunal tidak langsung sebagai berikut :

a. Peran masyarakat tinggi b. Organisasi pengelola tersedia

c. Lahan tersedia untuk lokasi pemindahan

d. Kondisi topografi relatif datar (<5%) dan alat non mesin dapat dioperasikan, jika topografi >5% dapat digunakan kontainer.

e. Jalan/gang memiliki lebar yang dapat dilalui oleh alat pengumpul dan tidak menggangu pengguna lain

f. Wadah komunal berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengumpul

5. Pola penyapuan jalan

Proses pengumpulan sampah hasil dari penyapuan jalan menggunakan gerobak atau dibuang ke bak sampah terdekat pada ruas jalan terebut. Persyaratan pola penyapuan jalan, sebagai berikut :

a. Juru sapu mengetahui cara penyapuan jalan di daerah pelayanan (trotoar, badan jalan, dan bahu jalan)

b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani

c. Pengendalian personil dan peralatan harus baik

Perencanaan operasional pengumpulan harus memperhatikan (Damanhuri, 2010):

a. Ritasi antara 1-4 per hari b. Periodisasi

Untuk sampah mudah membusuk maksimal 3 hari sekali dilakukan pengumpulan. Akan tetapi, sebaiknya setiap hari dilakukan pengumpulan tergantung dengan kapasitas kerja, desain peralatan, serta kondisi komposisi sampah. Semakin besar presentase sampah organik, periodisasi pelayanan semakin banyak frekuensi pengumpulan.

(16)

20 c. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap

d. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan perlu dipindahkan secara periodik

e. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah terangkut, jarak tempuh, kondisi daerah, dan jenis sampah yang diangkut.

Berdasarkan pedoman dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, maka:

a. Kriteria alat pengumpul (ukuran/kapasitas/jenis) harus sesuai dengan kondisi jalan, dan bila tidak bermesin disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja maksimal yaitu 1.5 m3, dan hanya untuk daerah yang permukaan jalan datar. Tetapi, apabila bermesin digunakan untuk daerah yang berbukit.

b. Frekuensi pengumpulan ditentukan menurut lokasi pelayanan/pemukiman, pasar, dan lain-lain, pada umumnya 2-4 kali sehari.

c. Jadwal pengumpulan adalah di saat tidak mengganggu aktifitas masyarakat terpadat sebelum jam 07.00, jam 10.00-15.00, atau sesudah jam 17.00.

d. Periodisasi pengumpulan 1 hari, 2 hari, atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dari beberapa kondisi seperti:

 Komposisi sampah : semakin besar presentase organiknya, semakin kecil periodisasi pelayanan).

 Kapasitas kerja

 Desain peralatan

 Kualitas pelayanan yang diinginkan

e. Pengumpulan secara terpisah dengan pemisahan warna gerobak, dan diatur dengan adanya jadwal dan periode pengumpulan. Cara lainnya adalah dengan himbauan bahwa sampah anorganik hanya dikeluarkan pada hari tertentu, atau penggunaan gerobak dengan dua kontainer terpisah.

f. Pengumpulan langsung dilakukan di daerah pemukiman teratur dengan lebar jalan memadai untuk dilalui truk. Kapasitas truk yang digunakan 6-10 m3, dan pengumpulan dilakukan dari wadah sampah individual atau komunal dengan kapasitas 120-500 liter.

(17)

21 2.6.2 Teknologi Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah suatu proses untuk mengurangi volume/sampah dan atau mengubah bentuk sampah menjadi yang bermanfaat, anatara lain :

1. Pengomposan 2. Pengeringan 3. Daur Ulang

Teknologi pengolahan sampah yang berdasarkan diatas yang dapat diterapkan sebagai berikut:

A. Pengomposan

Menurut Ma’any dan Wilujeng (2014) [19] pengomposan (komposting) merupakan teknik pegolahan sampah organik yang biodegradable (dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Sampah organik secara nasional ketersediaannya mencapai 70 – 80%. Akan tetapi, masih belum dimanfaatkan secara optimal sebagai kompos.

Pengomposan pada dasarnya adalah proses degradasi material organik menjadi stabil dengan reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali [20].

Teknologi pengolahan sampah dengan pengomposan dapat dilakukan pada saat ini karena memiliki beragam dalam tinjauan teknologi maupun kapasitas produksi antara lain : pengomposan aerobik, pengomposan semi aerobik, pengomposan reaktor cacing dan pengomposan dengan bahan additive.

Kompos merupakan pupuk organik penting karena penggunaannya memiliki banyak keuntungan [21]. Penggunaan organik memiliki 3 keuntungan yakni:

keuntungan bagi tanah, lingkungan serta tanaman, selain itu kompos juga membantu dalam penyelasaian masalah lingkungan terutama sampah.

Pengomposan alami dapat memakan waktu yang relatif lama yakni antara 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan [22].

B. Daur Ulang / (Recycling)

Daur ulang sudah dimulai sejak lama di Indonesia. Beberapa msyarakat Indonesia telah mengetahui bagaimana konsep serta penerapan tentang daur ulang itu sendiri.

Akan tetapi, masyarakat tidak mengoptimalkan kegiatan ini. Konsep daur ulang

(18)

22 saat ini di Indonesia tidak hanya identik dengan recycle, tapi telah melakukan aktivitas seperti reuse, reduce, recovery, reclamation dsb. Gambaran konsep daur ulang sampah dipaparkan pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Konsep Daur Ulang Sampah

C. RDF (Refused Derived Fuel)

RDF (Refused Derived Fuel) merupakan salah satu pengolahan sampah yang dipandang cukup prospektif dilakukan dalam mengolah sampah kota. RDF meupakan mengolah sampah kota menajdi char/arang melalui proses pirolisis dan kemudian memadatkannya menjadi briket char [23]. Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan salah satu pengolahan limbah padat dengan metode pengeringan. Proses ini dilakukan untuk mereduksi volume dan daya cemar sampah melalui penguapan air yang terkandung dalam sampah [19]. Pengolahan sampah dengan RDF umumnya dilakukan dengan pencacahan terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerja penguapan, dengan temperatur 105°-120°C dan waktu tinggal 1-2 jam.

Produk hasil RDF yaitu padatan RDF dengan densitas tinggi, homogen, tahan lama, memiliki kekuatan yang baik dan stabil.

Produksi RDF merupakan bagian dari sistem pengolahan termal yang bertujuan untuk menghasilkan konten energi [24]. Untuk meningkatkan proses pembakaran, sampah terbakar dipisahkan dan diproses untuk dijadikan refuse derived fuel (RDF) yang lebih seragam dalam ukuran partikelnya dan lebih tinggi nilai kalornya daripada MSW yang tidak diproses terlebih dahulu [25]. Output dari proses RDF adalah padatan RDF yang dapat berupa pallet atau briket dengan densitas tinggi, memiliki tingkat kekuatan yang baik, lebih stabil, homogen, dan tahan lama [19].

(19)

23 Jenis sampah yang dapat dilakukan pengolahan RDF adalah sampah plastik, kertas, kayu, kain dan karet [26]. Plastik memiliki dua sifat fisik, yakni thermoplastic (plastik yang dapat didaur ulang atau dicetak lagi dengan proses pemanasan ulang) dan thermosetting (plastik yang tidak bisa didaur ulang atau dicetak lagi dengan proses pemanasan ulang). Jenis plastik yang digunakan dalam RDF termasuk ke dalam golongan plastik yang memiliki sifat thermoplastic yaitu sampah kantong plastik yang termasuk ke dalam jenis plastik PP (polypropylene) dengan titik lebur pada suhu 160 C dan sampah plastik botol air mineral yang termasuk ke dalam jenis plastik PET (polyethylene terephthalate) dengan titik lebur lebih tinggi yaitu pada suhu 250 C [27]. Dalam pengolahan RDF perlu dilakukan perhitungan nilai energi kalor untuk mengetahui nilai kalor yang dihasilkan sesuai dengan standar nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor sampah perkotaan disajikan pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Nilai Kalor Sampah Perkotaan

Komponen Sampah

Nilai Kalor

*1 *2

Sampah Makanan 2,865 -

Aneka Kertas 1,104 15,02

Kaca/gelas - -

Plastik 2,078 33,49

Logam - -

Kayu 0,499 18,42

Kain/tekstil 0,585 21,77

Karet 0,551 30,14

Baterai - -

Lain-lain - -

Sumber : * [56] ** [57]

Hasil dari pengolahan sampah menggunakan RDF dapat dijadikan sebagai bahan bakar dengan beberapa sifat yang menguntungkan. Penggunaan RDF sebagai bahan bakar yakni nilai heating value yang tinggi, homogenitas komposisi fisik-kimia, mudah disimpan, ditangani dan ditransportasikan, semakin sediki emisi polutan yang dihasilkan dan berkurangnya udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran [26]. Tahapan pengolahan sampah menggunakan RDF terdiri dari beberapa tahapan yakni pemisahan, pencacahan, pengeringan, dan paletalisasi. Skema proses RDF dapat dilihat pada Gambar 2.6

(20)

24 Gambar 2.6 Skema Proses RDF

2.6.3 Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Dalam konteks pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang tidak mudah terurai [28]. Menurut Chandra, B. [29] mengungkapkan bahwa konsep partisipasi dapat diukur melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemanfaatan. Bila dikaitkan dengan pengelolaan sampah, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak hanya dilihat dari ikut sertanya masyarakat dalam proses pelaksanaan mengelola sampah, tetapi juga ikut serta menjadi anggota organisasi yang berkaitan dengan masalah sampah yang berperan dalam merencanakan sistem pengelolaan sampah yang baik. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat berupa partisipasi secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan partisipasi tidak langsung ini adalah keterlibatan masyarakat dalam masalah keuangan, yaitu partisipasi dalam pengelolaan sampah dengan cara melakukan pembayaran retribusi pelayanan persampahan melalui dinas terkait yang secara langsung memberikan pelayanan dalam kebersihan.

Partisipasi masyarakat dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu partisipasi secara langsung dan partisipasi secara tidak langsung. Partisipasi secara langsung berupa pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai, pemilahan sampah, pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta kegiatan kebersihan seperti gotong royong

(21)

25 untuk kerja bakti di lingkungan tempat tinggal. Partisipasi secara tidak langsung dapat berupa pembayaran retribusi sampah, mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai pengelolaan sampah, dan pemberian saran/kritik kepada RT/RW terkait sistem pengelolaan sampah masyarakat [30].

2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak terlepas dari karakteristik individu maupun pengaruh dari lingkungan eksternal individu.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam partisipasinya terhadap pengelolaan sampah, di antaranya sebagai berikut :

1. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi, A. (2010) [31] menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat mengenai pengelolaan sampah, maka akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan di tempat mereka tinggal.

2. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengenai pengelolaan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. Berdasarkan hasil penelitian Riswan dkk (2005) [32], pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan lingkungannya.

3. Persepsi

Persepsi masyarakat terhadap lingkungan yang sehat dan bersih berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dari sampah.

Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2005) [33] menunjukkan bahwa semakin baik persepsi ibu-ibu rumah tangga terhadap kebersihan lingkungan, maka semakin baik partisipasi mereka dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Penelitian [34] juga menunjukkan hasil yang sama, siswa yang memiliki

(22)

26 persepsi bahwa lingkungan bersih merupakan hal yang penting akan cenderung berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan.

4. Pendapatan

Pendapatan berkaitan dengan partisipasi masyarakat secara tidak langsung dalam pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah memerlukan biaya operasional, seperti contohnya dalam pengangkutan sampah menuju TPA untuk diolah. Begitu pula dengan pelayanan lainnya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Biaya operasional tersebut diperoleh dari pembayaran retribusi yang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendapatan masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Penelitian Yuliastuti dkk (2013) [30] menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan masyarakat berpengaruh pada tingkat partisipasinya terhadap pengelolaan sampah.

5. Peran Pemerintah / Tokoh Masyarakat

Peran pemerintah ataupun tokoh masyarakat berkaitan dengan sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai pengelolaan sampah. Sosialisasi ini akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pengelolaan sampah sebaiknya dilakukan oleh setiap individu agar masalah mengenai sampah dapat diatasi mulai dari akarnya, yaitu sumber penghasil sampah. Selain itu, peran pemerintah/tokoh masyarakat juga berkaitan dengan pengawasan tindakan pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh [31] membuktikan bahwa peran serta pemerintah daerah mempunyai hubungan yang kuat dengan pengelolaan sampah di Kota Tembilahan. Selain itu, penelitian [28] juga menunjukkan bahwa tokoh masyarakat juga berperan dalam memberikan informasi dan motivasi dalam menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah.

6. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasana dalam pengelolaan sampah berkaitan dengan fasilitas yang ada yang berguna untuk membantu proses pengelolaan sampah. Contohnya adalah tong sampah yang memisahkan sampah organik dan sampah nonorganik ataupun fasilitas pengangkutan sampah rutin oleh petugas. Penelitian yang dilakukan oleh [28] menunjukkan bahwa minimnya sarana dan prasarana

(23)

27 pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor yang membuat partisipasi masyarakat kurang.

2.7 Potensi Ekonomi

Sampah jika ditinjau dari segi ekonomi memiliki nilai apabila sampah tersebut diolah menjadi barang yang berguna. Hal ini umumnya terjadi karena adanya permintaan barang tersebut yang akan diolah kembali oleh pihak lain seperti menjadi bahan baku industri dan kerajinan [35]. Beberapa bentuk pengolahan sampah yang dapat dimanfaatkan kembali dan bernilai ekonomi seperti pengolahan sampah organik menjadi kompos, sampah anorganik atau plastik menjadi tas, topi dan perlengkapan lainnya.

Sampah pada umumnya memiliki nilai ekonomi yang berbeda berdasarkan komposisi sampah masing-masing serta perlakuan sebelum penjualan [36]. Untuk menghitung nilai ekonomi sampah maka yang pertama dilakukan adalah memilah dan memisahkan sampah organik dan anorganik. kemudian dihitung dengan rumus dibawah ini:

NES = Q x Psampah...(2.2) Keterangan :

NES : Nilai Ekonomi Sampah (Rp) TS : Timbulan Sampah (ton) Psampah : Harga Jual Sampah (Rp)

Selain itu, sampah yang memiliki nilai ekonomi juga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya serta dapat mengurangi dampak pada lingkungan karena jumlah sampah yang berkurang [37]. Reduksi sampah dapat dilihat besar potensi yang dihasilkan dengan memperhitungkan recovery factor setiap komponen sampah. Recovery factor yang dimaksud adalah prosentasi setiap komponen sampah yang dapat dimanfaatkan kembali, di-recovery atau di daur ulang. selebihnya merupakan residu yang memerlukan pembuangan akhir atau pemusnahan. Pada Tabel 2.6 dapat dilihat nilai prosentase recovery factor dari beberapa jenis sampah.

(24)

28 Tabel 2.6 Nilai Recovery factor sampah

Komponen Sampah Recovery Factor (%)

Sampah organik mudah urai* 80

Sampah plastik** 50

Sampah kertas** 40

Sampah logam** 80

Sampah gelas/kaca** 70

Sumber : *[50], **[17]

Tahap selanjutnya setelah diketahui nilai Recovery factor setiap komponen sampah, selanjutnya yang dilakukan yakni menggambarkan diagram mass ballance.

Diagram kesetimbangan sampah ini ditentukan berdasarkan timbulan sampah dan komposisi sampah [38] serta berfungsi untuk menggambarkan jumlah sampah yang diolah, dijual serta residu yang akhirnya dibuang ke TPA [39]. Setelah menentukan nilai recovery factor selanjutnya menentukan nilai ekonomi dengan dengan mengetahui nilai jual sampah di Kota Bandar Lampung. Nilai jual sampah dalam rupiah pada Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Nilai Jual Sampah di Kota Bandar Lampung

No Jenis Sampah Harga Jual

1 Kardus Rp.1000/kg

2 Koran Rp. 800/kg

3 Kertas Putih Rp. 800/kg

4 Botol Rp. 800/buah

5 Gelas Aqua Rp. 800/kg

6 Kaleng Rp.1000/kg

7 Botol Plastik Rp. 800/kg

Sumber : Data Sekunder, 2020 2.8 Metode Kuantitatif

Menurut [48] metode penelitian kuantitiatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positiviseme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitati/statistik.

(25)

29 2.9 Metode Deskriptif

Menurut [48] penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain yang diteliti dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan.

2.10 Populasi dan Sampel

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) [60], populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek dan objek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitit untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) [60], sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimimliki oleh populasi. Bila populasi besar, peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, sehingga dibuat sebuah kesimpulan yang benar- benar dapat mewakili dari sebuah populasi.

2.10.1 Menentukan Ukuran Sampel

Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Semakin besar jumlah sampel mendekati populasi makin kecil peluang kesalahan generalisasi.

Kemudian makin kecil jumlah populasi makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum). Jumlah sampel yang paling tepat untuk digunakan penelitian tergantung pada tingkat kesalahan yang dikehendaki. Pedoman menentukan jumlah sampel menurut pendapat Slovin dapat dilihat pada persamaan 2.12.

n = ( 𝑛

1+𝑁𝛼²)...(2.13) Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

α = kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel (10%)

2.11 Uji Validitas dan Realibilitas 2.11.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2010) [43] pengertian validitas adalah “Derajat ketetapan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh penelitian. Dengan demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda”

(26)

30 antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut [44]. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika tes tersebut memberikan hasil ukuran yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud diberikannya tes tersebut. Teknik pengujian yang sering digunakan para peneliti untuk uji validitas adalah menggunakan korelasi Bivariate Pearson. Analisis ini dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap. Jika r hitung

> r tabel, maka instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total dinyatakan valid. Rumus korelasi bivariate pearson ditunjukkan pada persamaan 2.13 :

rxy =

𝑁 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)

√(𝑁 ∑ −2𝑥 (∑ 𝑥)2)(𝑁 ∑ −2𝑦 (∑ 𝑦)2)

...(2.14)

Keterangan :

N = Banyaknya data x dan y

Σxy = Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan variabel y Σx = Total jumlah dari variabel x

Σy = Total jumlah dari variabel y

Σx2 = Kuadrat dari total jumlah variabel x Σy2 = Kuadrat dari total jumlah variabel y y = nilai variabel y

x = nilai variabel x

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan y

2.11.2 Uji Realibilitas

Realibilitas berasal dari kata realibility. Pengertian dari realibility (realibilitas) adalah keajegan pengukuran [45]. Uji realibilitas menurut [43] “dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur sama.” Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban

(27)

31 seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Realibilitas suatu tes merujuk pada derajat stablilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Pengukuran yang memiliki realibilitas yang tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.

Realibilitas atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukut. Hal tersebut bisa erupa pengukuran dari alat ukur yang sama akan memberi hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang responden memberikan skor yang mirip. Realibilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan untuk mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian, realibilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes untuk tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya realibilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut nilai koefisien realibilitas. Realibilitas yang tinggi ditunjukkan dengan nilai rxx mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum realibilitas yang dianggap sudah cukup memuaskan jika nilai > 0,700. Pengujian realibilitas instrumen dengan menggunakan Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk angket dan skala bertingkat.

Rumus Alpha Cronbach ditunjukkan pada persamaan 2.14 : r11 = ( 𝑛

𝑛−1)(1−𝛴 𝜎𝑡2

𝜎𝑡2 )...(2.15) r11 = nilai realibilitas yang dicari

n = jumlah item pertanyaan yang diuji

Σ 𝜎t2= jumlah varian skor tiap-tiap item

𝜎t2 = varian total

(28)

32 2.12 Ulasan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Lokasi Penelitian Hasil Penelitian Rencana Strategi Pengelolaan 1 Reni Masrida

(2017) [40]

Kajian Timbulan dan Komposisi Sampah Sebagai Dasar Pengelolaan Sampah di Kampus II Universitas Bhayangkara Jakarta

Kampus II

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Timbulan sampah rata-rata 123,43 kg/hari dengan volume 1,68 m3/hari. Komposisi sampah: besi/logam 1,76%, botol plastik 14,33%, kaca 4,5%, kain 2,55%, kaleng 1,07%, kertas 15%, pembalut wanita 1,61%, plastik 13,37%, residu 0,96%, dan sterofoam 3,37%.

Sampah botol plastik, kertas dan plastik dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar sintetis dan bahan kertas daur ulang. Perlu ditempatkan tempat sampah terpilah (organik dan anorganik), menempatkan banner aturan

pembuangan sampah,

pembentukan UKM pengelola bank sampah dan pembuangan residu ke TPA.

2 Amirul

Muminin (2013) [41]

Desain Operasi Penanganan Sampah Kampus Universitas Indonesia Depok

Universitas Indonesia Kampus Depok

UI menghasillkan sampah 16,5 ton setiap harinya.

Komposisi sampah organik 95,8% organik dan sampah anorganik 4,2%

Pola penanganan yang direncanakan adalah dengan pewadahan menggunakan 4 jenis tong sampah, alat pengumpul berupa gerobak sebanyak 1-6

(29)

33 unit, dan unit pengangkutan berupa mobil pick up dan gerobak motor masing-masing sebanyak 2-4 unit dan 4-8 unit untuk sampah organik dari gedung dan sampah kantin, serta truk bak terbuka sebanyak 2 unit untuk sampah taman dan jalan.

Sampah organik dapat dimanfaatkan dengan pengolahan menjadi kompos dan sampah anorganik dapat dijual ke lapak, sisanya dibuang ke TPA.

3 N.F.S. Sudomo, W.Oktiawan, T.Istikhorotun (2013) [42]

Optimalisasi Sistem Pengelolaan Sampah di Lingkungan Kampus Universitas

Diponegoro Upaya

Universitas Diponegoro

Sampah yang dihasilkan sebesar 836,32 kg dengan volume 20,23 m3/hari.

Upaya optimalisasi pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara memisahkan tempat sampah menjadi 4 yaitu, organik, kertas, plastik, dan sampah lainnya.

(30)

34 menuju UNDIP Eco-

Campus

Sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik lainnya dipross di fasilitas ISWM (Integrated Solid Waste Management).

4 R. Fitria, B.P.

Samadikun, I.B.

Priyambada (2016) [63]

Studi Timbulan, Komposisi dan Karakteristik dalam Perencanaan

Pengelolaan Smpah Universitas

Diponegoro Studi Kasus : Fakultas Psikologi dan Kesehatan Masyarakat

Fakultas Psikologi dan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro

Komposisi sampah di Fakultas Psikologi: sampah daun 56%, sisa makanan 9%, kertas/karton 13%, plastik 22%. Berat sampah rata-rata 38,66 kg dengan volume 511,381 L/hari. Sedangkan di Fakultas Kesehatan Masyarakat: sampah daun 41%, sisa makanan 20%, kertas/karton 15%, plastik 22%, kaca 1%, dan B3 1%.

Berat sampah rata-rata 49,309

Jumlah wadah yang dibutuhkan di Fakultas Psikologi 8 unit, Fakultas Kesehatan Masyarakat 13 unit. Proses pengumpulan secara manual dengan menggunakan trashbag menuju transfer depo, selanjutnya dipindahkan ke motor angkut.

Sampah di Fakultas Psikologi direkomendasikan diolah menjadi briket bioarang, sedangkan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dilakukan

(31)

35 kg/hari dengan volume

491,959 L/hari.

pengomposan dan pengolahan menjadi briket bioarang.

5 D.P Lolo,

T.W.A Cahyanti (2013) [64]

Universitas Musamus Marauke

Komposisi sampah: organik 11%, kertas 24%, plastik 18%, bahan bangunan 22%, lain- lain 7%.

Belum ada.

2.12.1 Review Penelitian

Penelitian tugas akhir peneliti yang berjudul Optimalisasi Sistem Pengelolaan Sampah ITERA memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah meneliti upaya optimalisasi yang bisa di implementasikan di ITERA. Upaya optimalisasi yang direncanakan adalah dari aspek pewadahan, pengumpulan, serta alternatif teknologi pengolahan. Secara singkat, penelitian ini ingin mencari tahu berpakah jumlah kotak sampah dan jumlah ritasi yang dibutuhkan ITERA agar sampah yang dihasilkan tidak tercecer dan dapat tertampung dalam kotak sampah. Penelitian ini menggunakan 2 alternatif teknologi pengolahan sebagai upaya untuk dapat mengetahui lebih detail teknologi manakah yang lebih baik dari segi potensi ekonomi yang dihasilkan. Selain itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana tingkat partisipasi mahasiswa terhadap pengelolaan sampah, dikarenakan tingkat partisipasi masyarakat atau mahasiswa merupakan suatu faktor yang dapat memengaruhi sistem pengelolaan sampah.

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Wadah Pola Individual
Tabel 2.3 Perbedaan Pola Pewadahan Indivdu dan Komunal
Gambar 2.1 Jenis, Lokasi dan Kapasitas Pewadahan  (Sumber : Kementerian PUPR, 2016)
Gambar 2.3  Bak Sampah Semi Tetap  Sumber : [69]
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan, hasil pengukuran rap at fluks neutron cukup mendekati hasil perhitungan terutama untuk posisi irradiasi dan fasilitas sistem rabbit

Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai- nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, mengenai pokok bahasan faktor-faktor perilaku konsumen yang mempengaruhi dalam keputusan pembelian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1) pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha, 2) pengaruh lingkungan keluarga terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas laboratorium sebagai penunjang praktikum Biologi di SMA N 1 Polanharjo Klaten tahun pelajaran 2017/2018 memiliki kategori

PERBANDINGAN HASIL LARIAN ASAL COGNAC DAN HASIL LARIAN KAEDAH-KAEDAH PENYARINGAN DATA LEWAH Perbandingan keputusan antara hasil larian kaedah kod Prüfer, hasil larian kaedah

Dalam pengoperasian Alat tangkap belat sangat mengahandalkan pasang surut, jenis pasang surut yang terdapat di desa Anak Setatah adalah jenis pasang surut harian

Maharaja Sri Jayasakti adalah seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai raja pada masa pemerintahan kerajaan Bali Kuno yang berkisar dari tahun 1055 M sampai tahun 1072