• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Umum

Salah satu infrastruktur yang memiliki peran penting bagi setiap manusia yaitu yang disebut sebagai jembatan, namun tingkat kepentingannya berbeda- beda. Tingkat kepentingan jembatan bagi setiap orang berbeda-beda karena setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, seperti halnya seorang pekerja yang pergi bekerja melintasi jembatan setiap kali pergi bekerja menyeberangi jembatan akan menyatakan bahwa jembatan adalah jalan yang melintasi sungai dengan penyangga di tepi. Beda dengan pemimpin pemerintahan atau pemimpin dunia usaha yang akan memandang jembatan dengan cara yang berbeda, bisa jadi jika jembatan itu runtuh maka sistem yang ada akan lumpuh.

Dalam membangun jembatan akan muncul pertanyaan seperti, jenis jembatan apa yang sebaiknya dibangun. Sehingga kemampuan dan kreativitas seorang perencana berperan besar dalam menyelesaikan pertanyaan yang ada.

Selain itu, pengumpulan, analisis data jembatan, serta pengetahuan teknis dan pengalaman praktik di lapangan juga sangat penting sebagai masukan bagi seorang perencana.

Jembatan dapat dikatakan sebagai penyeimbang (balancing) suatu sistem transportasi. Hal ini dikarenakan jembatan didesain sesuai dengan jumlah dan berat lalu lintas yang akan dilayani oleh struktur jembatan tersebut. Misalnya, jika lebar jembatan tidak cukup lebar untuk menampung jalur lalu lintas, maka jembatan tersebut dapat menghambat kecepatan kendaraan yang melintasi jembatan tersebut.

2.1.1. Bentuk dan Tipe Jembatan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jembatan membuat struktur jembatan memiliki bentuk dan jenis jembatan yang berbeda. Berikut ini adalah gambaran bentuk dan tipe jembatan tersebut.

(2)

2.1.1.1. Jembatan Lengkung

Sebuah struktur yang membentuk lengkungan atau busur yang berperan mendistribusikan gaya yang diterima oleh lantai jembatan dan kemudian gaya tersebut ditransmisikan ke abutmen.

2.1.1.2. Jembatan Rangka

Dalam perkembangannya jembatan rangka saat ini banyak menggunakan material baja, penggunaan material ini untuk menopang beban pada struktur jembatan relatif besar. Jembatan rangka sendiri memiliki berbagai macam bentuk konfigurasi struktur rangka seperti jembatan rangka baja tipe king post, tipe howe, tipe waren, tipe pratt, tipe baltimore, dan lain sebagainya.

2.1.1.3. Jembatan Gantung

Seiring kemajuan teknologi dan permintaan akan kebutuhan transportasi yang lebih besar, manusia mengembangkan jembatan gantung menggunakan jembatan penyangga kabel baja. Jembatan bentang panjang sering kali menggunakan jenis jembatan ini dan tidak memiliki pilar sentral.

2.1.1.4. Jembatan Beton

Dalam dunia konstruksi material beton telah banyak dikenal, sebenarnya pada saat ini jembatan beton tidak hanya menggunakan beton bertulang konvensional, akan tetapi telah berkembang sebagai jembatan beton prategang.

Sehingga dengan kemajuan teknologi beton dapat diperoleh bentuk penampang beton yang lebih beragam.

(3)

2.1.1.5. Jembatan haubans / Cable-Stayed

Jembatan jenis ini lebih baik jika diaplikasikan pada jembatan dengan bentang yang relatif panjang. Menggabungkan Cable-Stay sebagai hanger dan beton pratekan sebagai gelagar jembatan menjadikan ini keuntungan dari jembatan Cable-Stayed. Komponen utama jembatan jenis ini adalah geladak jembatan, penahan kabel, tower / pilon, dan blok angker.

2.1.2. Pemilihan Lokasi Jembatan

Kondisi lalu lintas dapat mempengaruhi lokasi dan tata letak jembatan.

Selain itu, yang perlu ditinjau kembali adalah bahwa lanskap yang akan ditentukan harus cukup baik dari beberapa alternatif lanskap yang akan diusulkan. Berikut adalah aspek-aspek yang perlu ditinjau dari pemilihan lokasi jembatan.

2.1.2.1. Aspek Lalu Lintas

Arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki harus lancar saat melintasi jembatan, hal ini dikarenakan salah satu kebutuhan transportasi adalah kelancaran.

Sehingga diperlukan hasil yang optimal dalam perencanaan lebar jembatan, agar diperoleh pelayanan lalu lintas yang maksimal.

2.1.2.2. Aspek Teknis

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan dijelaskan di bawah ini.

a. Sebuah. Penentuan geometri struktur, kesejajaran vertikal dan horizontal yang sesuai dengan situasi lingkungan sekitarnya.

b. Penentuan sistem utama dan lokasi lantai jembatan.

c. Panjang bentang optimal ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidrolik dan biaya konstruksi.

d. Elemen substruktur dan superstruktur jembatan perlu ditentukan.

e. Perlengkapan jembatan seperti sandaran, penerangan, bahkan trotoar.

f. Pemilihan material menggunakan pertimbangan struktur jembatan

(4)

2.1.2.3. Aspek Estetika

Jembatan modern dirancang tidak hanya berdasarkan struktur, tetapi juga ekonomis dan tidak kalah pentingnya dengan artistik. Aspek estetika jembatan akan memberikan nilai lebih pada jembatan, seperti halnya kota-kota besar dunia.

2.1.3. Layout Jembatan

Jika dilihat dari total biaya jalan, proporsi terbesar terdapat pada investasi pembangunan jembatan. Sehingga dalam pembangunannya struktur ini harus berada pada tempat yang ideal yang memungkinkan dapat diperoleh bentang yang relatif pendek untuk topografi setempat.

2.2. Definisi Jembatan Cable-Stayed (Cable-Stayed)

Dalam dunia konstruksi ini, tipe khusus dari struktur jembatan adalah tipe jembatan kabel. Sejarah bahkan mencatat bahwa jenis jembatan yang menggunakan sifat penyaluran gaya dan bentuknya dalam bentuk busur adalah salah satu jenis jembatan tertua yang pernah dibuat oleh manusia (C.P. Heins, 1979). Terbukti dengan banyaknya jenis Jembatan Cable-stayed yang ada merupakan peninggalan peradaban masa lampau yang masih berdiri meski sudah beberapa abad yang lalu dan tetap kokoh hingga sekarang. Ini menegaskan bahwa kekuatan dan daya tahan jembatan tipe Cable-Stayed cukup untuk fungsi jembatan.

Selain kekuatannya yang tahan lama, jembatan tipe Cable-stayed ini juga menambah nilai keberadaannya karena jembatan ini memiliki nilai estetika Nilai artistik dan estetika dari tampilan jembatan akan mempertegas karakternya dan sekaligus menjadi landmark pada area dimana jembatan tersebut dibangun.

Jembatan bentuk Cable-stayed pada dasarnya lebih cocok jika dipilih dengan bentang rentang 500 - 1000 meter. Pertimbangan ini berpedoman pada efisiensi dan kapabilitas jembatan itu sendiri, karena jika digunakan dengan jembatan yang relatif pendek maka biaya pembangunan jembatan akan membuatnya tidak ekonomis, namun jika dipilih untuk bentang yang relatif panjang, efektifitas pelaksanaan kegiatan. juga akan mengalami kendala dalam

(5)

proses konstruksi. Struktur cable-stayed sangat efisien bila lokasinya tepat seperti sungai atau lembah dalam dimana terdapat tanah keras yang dapat menopang pondasi. Dapat dikatakan Jembatan cable-stayed merupakan jembatan yang sederhana, karena jika dibangun di tempat yang memiliki kerapatan tanah yang cukup tinggi hanya membutuhkan struktur Penahan Kabel saja tanpa memerlukan konstruksi lainnya. Peran tanah keras yang dijelaskan di atas dapat digunakan sebagai abutmen, namun jika dibangun di atas tanah yang tidak terlalu keras, perlu disediakan abutmen untuk menahan gaya horizontal. Fungsi abutmen itu sendiri adalah untuk mereduksi tegangan yang timbul akibat dorong cable-stayed ke titik yang dapat ditopang oleh tanah, karena tanah tidak akan bergerak dan mampu menerima tekanan dengan syarat selama tegangan tanah lebih besar. dari pada tekanan. Selain itu, biasanya ada gaya geser yang bekerja di sekitar abutmen.

2.2.1. Kelebihan Jembatan Cable-Stayed

Berikut ini adalah keuntungan dari jembatan Cable-Stayed:

a. Cable-Stayed dapat memberikan kekakuan yang lebih besar sehingga analisis non-linier tidak diperlukan untuk geometri Cable-Stayed. Ini juga berlaku untuk gaya tekan dan tarik yang terjadi pada jembatan.

b. Jembatan Cable-Stayed mampu menahan beban angin lebih optimal dibandingkan jembatan lainnya, hal inilah yang dibutuhkan dalam membangun jembatan bentang panjang yang beban anginnya sangat dominan.

2.2.2. Kelemahan Jembatan Cable-Stayed

Berikut ini adalah kekurangan dari Cable-stayed bridge yaitu:

a. Sebuah. Jembatan Cable-stayed memerlukan metode pengoperasian yang cukup rumit dan harus teliti jika Jembatan Cable-stayed dibangun dengan bentang yang lebih panjang, bagian tersier sangat rentan terhadap getaran akibat angin pada saat pembangunannya.

(6)

Jembatan Cable-Stayed merupakan salah satu jenis jembatan yang sangat kompetitif jika dibandingkan dengan jembatan jenis rangka untuk bentang yang berkisar 300 - 100 meter. Rentang jembatan yang lebih panjang dapat digunakan untuk jembatan tipe Cable-Stayed atau suspensi yang tentunya lebih ekonomis dan efisien.

2.3. Tipe dan Jenis Jembatan Cable-Stayed

Ketika membahas klasifikasi dan jenis jembatan Cable-Stayed. Alternatif dapat sangat bervariasi dalam desain jembatan Cable-Stayed. Berbagai elemen terdapat pada jembatan Cable-Stayed dan dikonfigurasikan sebagai alternatif dari jenis jembatan Cable-Stayed sehingga terdapat banyak jenis-jenis jembatan Cable- Stayed yang dapat dipilih.

Komponen cable-stay bridge terdiri dari banyak hal yang meliputi sistem Cable-stay, sistem pesawat, tower / tiang, girder. Sistem Kabel-Menginap memiliki sistem Kabel-Menginap melintang, sistem satu bidang, sistem duabidang, sistem tiga bidang. Pada tower / pylon terdapat satu kesamaan bentuk yaitu rangka portal trapesium, menara kembar, menara A.

(7)

Gambar 2.1 Kabel Tipe Harpa

Gambar 2.2 Kabel Tipe Kipas

Gambar 2.3 Jembatan Suspension 2.4. Desain dan struktur Jembatan Cable-Stayed

Komponen Jembatan Cable-Stayed secara garis besar tersusun menjadi dua bagian utama, yaitu struktur atas dan struktur bawah. Sistem struktur atas (superstructure) dimana penempatannya akan menopang semua komponen struktur jembatan. Sistem superstruktur ini memiliki dua bagian yaitu komponen utama (member primer) dan komponen sekunder (member sekunder). Komponen utama berfungsi mendistribusikan beban dan menahan lentur.

Girder atau stringer pada dasarnya merupakan komponen utama, sedangkan untuk komponen sekunder merupakan bagian yang dapat memberi dukungan tambahan untuk komponen utama untuk memberi kekakuan pada sistem struktur serta menahan gaya lateral yang terjadi. Lateral bracing umumnya bagian dari komponen sekunder dari suatu jembatan.

(8)

2.4.1. Substruktur Jembatan

Sistem struktur bawah (substructure) merupakan elemen-elemen yang menerima penyaluran beban dari struktur atas untuk disalurkan ke tumpuan.

Berikut ini merupakan komponen utama dari substrukutur diantaranya yaitu.

a. Abutments

Abutments bagian dari struktur yang menerima distribusi beban dari superstruktur dan diteruskan ke tanah, serta berfungsi sebagai perletakan. Bagian tied arch bridge, tumpuan akan mengalami gaya tegangan dengan nilai relatif besar yang diakibatkan oleh struktur Cable-Stayednya, sehingga perlu dipertimbangkan kekuatan struktur tanah yang dapat menopang gaya-gaya tersebut.

b. Piers (Pylon)

Struktur yang berada diatas abutment yang akan bekerja sebagai penopang superstruktur yang diibaratkan sebagai kolom yang menerima beban diatasnya disebut Piers. Akan tetapi piers tidak dibutuhkan untuk jembatan Cable-Stayed sistem tied arch bridge, dikarenakan superstruktur ditopang langsung dan posisinya berada ditasnya abutment dengan dipasang bearings.

2.4.2. Superstruktur Jembatan

Sedangkan untuk komponen struktur atas jenis jembatan Cable-Stayed akan dipaparkan pada poin dibawah ini. Berikut ini adalah bagian-bagian dari struktur atas jembatan, yaitu:

a. Kabel Jembatan

Komponen utama yang berbentuk Cable-Stayed pada jembatan itu sendiri disebut Kabel Jembatan. Sistem kabel merupakan salah satu hal mendasar dalam perencanaan jembatan Cable-Stayed. Kabel digunakan untuk menopang gelagar di antara dua tumpuan dan memindahkan beban tersebut ke menara. Secara umum sistem kabel dapat dilihat sebagai tatanan kabel transversal dan tatanan kabel longitudinal. Pemilihan tatanan kabel tersebut didasarkan atas berbagai hal karena akan memberikan pengaruh yang berlainan terhadap perilaku struktur terutama pada bentuk menara dan tampang gelagar. Selain itu akan berpengaruh pula pada

(9)

metode pelaksanaan, biaya dan arsitektur jembatan. Sebagian besar struktur yang sudah dibangun terdiri atas dua bidang kabel dan diangkerkan pada sisi-sisi bidang.

Penggunaan tiga bidang atau lebih mungkin dapat dipikirkan untuk jembatan yang sangat lebar agar dimensi balok melintang dapat lebih kecil. Tatanan kabel transversal terhadap arah sumbu longitudinal jembatan dapat dibuat satu atau dua bidang dan sebaliknya ditempatkan secara simetri. Ada juga perencana menggunakan tiga bidang kabel sampai sekarang belum diterapkan dilapangan.

b. Balok Pengikat Utama (Tie Beam)

Beban yang diterima langsung oleh lantai jembatan akan ditopang dengan elemen jembatan yang disebut balok pengikat utama. Selain itu juga berfungsi untuk mengikat struktur Cable-Stayed jembatan.

c. Floor Beam

Elemen pokok yang berfungsi untuk menahan beban deck dan tempat dimana stringers menumpu disebut floor beam. Serupa seperti halnya stringers, penampang yang sering dipilih untuk floor beam yaitu plate girder.

d. Deck Slab

Deck slab jembatan berfungsi sebagai penahan beban dan lalu lintas yang ada diatasnya secara langsung, selain itu juga berfungsi sebagai bracing pada girder apabila bahan yang digunakan relatif kaku. Pada umumnya beban yang bekerja pada komponen ini berupa beban mati eksternal dan beban hidup.

a. Girder Memanjang

Balok yang membentang memanjang jembatan, untuk menyebarkan beban dan gaya- gaya yang bekerja di struktur atas jembatan kemudian menyalurkan beban ke struktur bawah jembatan.

b. Girder Melintang

Balok yang membentang melintang jembatan, yang berfungsi untuk pengaku antara balok memanjang.

(10)

2.5. Pembebanan Pada Jembatan

Pembebanan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam mendesain dan mendesain suatu bangunan atau jembatan. Semua harus diperhitungkan dan mampu menahan berbagai jenis beban atau gaya dan juga mempunyai batasan yang disebut pembebanan. Pada tahap perencanaan jembatan penentuan nilai beban yang direncanakan kerja dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan dan penentuan distribusi gaya dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi dan pendekatan. Setelah tahap perhitungan beban selesai maka akan dilanjutkan pada tahap penentuan distribusi gaya, ditentukan kombinasi beban yang selanjutnya akan menjalankan struktur yang bekerja, sehingga akan dilakukan pemilihan beban terbesar.

Aturan dan standar di Indonesia yang berkaitan dengan ketentuan penghitungan dan batas pembebanan termasuk dalam Standar Nasional Indonesia.

Sedangkan untuk pembebanan jembatan, peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum adalah Standar Nasional Indonesia tentang Standar Pembebanan Jembatan Tahun 2016 (SNI 1725-2016). Untuk panduan lainnya, misalnya perilaku baja dan analisis struktur jembatan yang ada, hal ini dapat dikatakan mengacu pada standar yang ditetapkan oleh AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Beban-beban yang terdapat pada aturan tersebut akan disortir yang akan digunakan, umumnya pembebanan yang dipilih dalam analisis perhitungan model struktur meliputi antara lain pembebanan mati / gravitasi, pembebanan lalu lintas, pembebanan hidup, pembebanan angin, pembebanan gempa, dan pemuatan khusus.

2.5.1. Beban Permanen

Beban Permanen didefinisikan sebagai beban apapun yang harus didukung oleh struktur dalam kondisi apapun. Beban permanen pada jembatan terdiri dari bagian struktural dan non struktural. Berikut ini adalah jenis-jenis beban permanen pada jembatan.

(11)

2.5.1.1. Berat Sendiri

Berat sendiri adalah berat yang diakibatkan oleh profil dan elemen struktur dan non struktural yang telah ditentukan sejak awal dan perubahannya tidak akan mengalami perubahan yang berarti selama jembatan beroperasi, kecuali jika terjadi perubahan struktur jembatan. Dengan mempertimbangkan hal ini, nilai beban itu sendiri selalu dianggap tidak berubah.

2.5.1.2. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan dapat disimpulkan sebagai beban non struktural yang ditopang oleh struktur jembatan dan bukan sebagai bagian kesatuan dari struktur jembatan induk, sehingga perubahan berat dapat terjadi sewaktu-waktu selama jembatan digunakan. Perubahan ini dapat terjadi karena perubahan elemen atau karena perubahan kualitas material yang dipilih.

(12)

2.5.2. Beban Lalu Lintas

Beban jalur "D" dan beban truk "T" merupakan bagian dari beban lalu lintas dalam perencanaan jembatan. Beban kerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan dapat berdampak pada jembatan yang setara dengan iring-iringan mobil yang disebut beban lajur "D". Lebar lajur kendaraan dapat mempengaruhi total beban lajur “D” yang bekerja. Kendaraan berat dengan 3 as yang diposisikan pada beberapa posisi di jalur lalu lintas yang ditentukan biasanya disebut sebagai truk beban "T". Roda kendaraan berat akan disimulasikan sebagai dua bidang kontak beban di setiap sumbu kendaraan. Setiap jalur lalu lintas yang direncanakan hanya diimplementasikan dengan satu truk “T”

Pada dasarnya beban "D" akan menjadi faktor penentu dalam analisis jembatan yang memiliki bentang menengah sampai panjang, untuk jembatan bentang pendek dan lantai kendaraan akan menggunakan beban "T". Dalam beberapa kasus, beban “D” yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan dapat dipilih. Berikut ini adalah faktor beban lalu lintas yang dapat digunakan.

2.5.2.1. Lajur Lalu Lintas Rencana

Lebar jalur lalu lintas yang direncanakan adalah 2,75 meter. Sumbu longitudinal jembatan harus disusun sejajar dengan rencana jalur lalu lintas.

Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang dapat dipilih untuk berbagai lebar jembatan ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

(13)
(14)

2.5.2.2. Beban Lajur “D”

Beban lajur “D” tersusun dari beban yang didistribusikan secara merata (BTR) yang digabung dengan beberapa garis (BGT) seperti yang tertera pada gambar dibawah ini:

Beban terbagi rata (BTR) memiliki intensitas q kPₐ, dengan nilai q dipengaruhi oleh panjang total yang dibebani L seperti yang tertera dibawah ini:

Panjang yang dibebani L merupakan panjang BTR yang bekerja dijembatan.

Agar dihasilkan pengaruh maksimal pada jembatan menerus atau bangunan khusus mungkin BTR dapat dipecah menjadi panjang-panjang tertentu. Masing-masing panjang beban akan dijumlah yang kemudian disebar tersebut adalah L.

(15)

Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m penempatanya harus tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Nilai intensitas p sebesar 49,0 kN/m.

agar didapat momen lentur negatif maksimum dijembatan, BGT kedua yang identik harus diletakan pada posisi arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

Momen maksimum dapat terjadi apabila beban “D” disusun pada arah melintang sedemikian rupa. Komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” pada arah melintang disusun secara sama. Peletakan beban dilaksanakan dengan acuan dibawah ini:

Agar diperoleh nilai momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan, maka dilakukan distribusi beban hidup pada arah melintang. Akan tetapi tetap mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk terbebani yang sesuai.

(16)

2.5.2.3. Pembebanan Truk “T”

Kendaraan truck semi-trailer dipilih untuk menjadi acuan pembebanan, dikarenakan memiliki susunan dan berat as seperti yang akan dipaparkan dibawah.

Pada bidang yang bersentuhan antara roda dengan permukaan lantai, akan menerima beban merata akibat dari berat as masing-masing, yang kemudian akan disebarkan dalam bentuk 2 beban merata sama besar. Jarak antara dua as tersebut dapat diubah-ubah dengan batasan 4,0 sampai 9,0 m agar arah memanjang jembatan mendapatkan pengaruh tersbesar. Panjang jembatan maupun susunan bentang jembatan, tidak mempengaruhi jumlah truk. sehingga kendaraan truk “T”

yang dapat ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana hanya satu.

Penempatan kendaraan truck “T” harus berada di tengah-tengah lajur lalu lintas rencana, seperti yang tertera pada bagian atas. Sedangkan jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana bisa dilihat pada poin sebelumnya, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Akan tetapi jumlah lalu lintas rencana dalam nilai bulat yang harus dipilih. Penempatan lajur lalu lintas rencana dapat ditempatkan dibagian manapun pada lajur jembatan. Distribusi beban hidup arah melintang perlu dilakukan, agar didapat nilai momen dan geser pada arah longitudinal pada gelagar jembatan.

(17)

2.5.3. Gaya Rem

Gaya rem dan traksi menimbulkan gaya-gaya yang bekerja diarah memanjang jembatan, hal tersebut perlu diperlu ditinjau pada dua jalur lalu lintas.

Beban lajur D dianggap ada di semua jalur lalu lintas, sehingga pengaruh ini diperhitungkan dengan nilai gaya rem sebesar 5%, tanpa dikalikan faktor beban dinamis dan dalam satu jalur. Gaya rem diasumsikan bekerja secara horisontal pada arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80meter diatas permukaan lantai kendaraan. Apabila panjang bentang lebih besar 30 meter, maka beban lajur D tidak perlu direduksi, dihitung dengan rumus 1 : q = 9 kPa.

Gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan, karena berfungsi untuk memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan.

Apabila beban lalu lintas vertikal tidak diperhitungkan, maka gaya rem tidak boleh digunakan. Karena pengaruh dari gaya rem dipengaruhi oleh beban lalu lintas vertikal (seperti stabilitas guling pada pangkal jembatan), maka faktor beban ultimit terkurangi sebesar 40% yang bisa dipakai untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Gaya rem dapat tidak berlaku apabila pembebanan lalu lintas 70%

dan faktor pembesaran diatas 100% BGT dan BTR.

2.5.4. Pembebanan untuk Pejalan Kaki

Beban nominal sebesar 5 kPa digunakan untuk semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung menerima beban dari pejalan kaki.

Perancangan jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus dapat menopang beban per m² dari luas yang terbebani.

Luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau merupakan luas yang dibebani. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki sebaiknya tidak dalam keadaan batas ultimet maupun tidak diambil secara bersamaan. Ketika

(18)

trotoar direncanakan untuk kendaraan ringan ataupun hewan ternak, maka perencanaan trotoar harus dapat menerima beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

2.5.5. Beban Aksi Lingkungan

Didalam perencanaan beban aksi lingkungan yang ditinjau yaitu beban angin dan beban hujan.

2.5.5.1. Beban Angin

SNI 1725-2016 dijadikan acuan dalam perencanaan beban angin.

Ditentukan nilai sebesar 90-126 Km/jam untuk tekanan angin yang dapat digunakan. Konsep dari beban angin yaitu dengan mendistribusikan angin secara merata pada permukaan yang terekspos. Berikut ini merupakan persamaan yang dapat digunakan

 Tekanan Angin Dasar (PB)

Tekanan angin dasar ditentukan seperti yang tertera pada tabel berikut.

(19)
(20)

 Grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang

 Lokasi jembatan perlu dilakukan survey angin, dan

 Apabila tidak didapat data yang lebih baik, maka diasumsikan dengan nilai dibawah ini.

Penentuan nilai V0 dan Z0 dipaparkan pada tabel dibawah ini.

2.5.5.1. Beban Hujan

Beban hujan dapat diartikan sebagai beban yang diakibatakan oleh terperangkapnya air hujan diatas struktur lantai jembatan. Pendistribusian beban hujan yaitu berupa beban titik pada struktur jembatan.

(21)

2.5.6. Hirarki Pembebanan Jembatan

Jembatan akan dilakukan pembebanan yang mengacu pada bagan alir pendistribusian beban yang ditunjukan pada gambar.

Gambar 2.9. Diagram Alir Hirarki Pembebanan

(22)

2.6. Material Baja Canai Dingin

Baja canai dingin atau cold formed tersusun dari material baja yang terbuat dari bahan baja karbon atau low-alloy dengan bentuk lembaran-lembaran, setrip, pelat, maupun batangan dengan tebalan kurang dari 25 mm. Tahapan pabrikasi baja canai dingin dengan baja konvensional pada umumnya, sebagai contoh seperti bentuk penampang, proses manufaktur, konfigurasi dan fabrikasi.

Metode seperti bending brakes, press brakes, dan roll-forming machines merupakan cara yang dipakai untuk pembuatan baja canai dingin dengan kondisi suhu ruangan yang diatur. Dalam dunia konstruksi, baja canai dingin belakangan ini semakin meningkat kepopulerannya dikalangan masyarakat sebagai material baru.

Perkembangan baja canai dingin di Indonesia masih relatif baru yang termasuk sebagai kategori baja ringan. Baja canai dingin dapat dijadikan alternatif material penyusun rangka karena mempunyai sifat yang ringan. Selama ini dalam perkembangannya para engineer pada perencanaan masih menggunakan standar peratur yang berlaku dari negara yang telah lama mengembangankan baja ringan, dalam perhitungan kekuatan profil. Penggunaan baja canai dingin (cold formed steel) memiliki keunggulan seperti yang tertera dibawah ini:

a. Kestabilan dimensi dalam bertahan pada perubahan bentuk karena suhu ruang maupun cuaca pada material canai dingin.

a. Proses assembly yang lebih cepat, mudah, dan efisien.

b. Apabila baja canai dingin dibanding dengan kayu maka didapat kekuatan yang sama akan tetapi masa yang lebih ringan canai dingin.

c. Lapisan galvanis yang menyusun pada baja canai dingin mengakibatkan bahan ini lebih tahan terhadap korosi apabila dibanding dengan baja biasa, sehingga mempunyai ketahanan yang lama.

d. Tidak dapat mudah terbakar, sehingga tidak membesarkan api.

(23)

e. Baja canai dingin mempunyai dimensi penampang yang relatif kecil jika dibanding dengan baja konvensional sehingga mempengaruhi beratnya, mudah dalam mobilisasi, dan mudah proses pengerjaannya.

2.6.1. Gambaran Umum Baja Canai Dingin

Beratnya yang ringan dan sistem penyambungan yang realif mudah dalam pelaksanaan menjadikan sebagai kelebihan material canai dingin. Dalam perencanaan desain struktur baja canai dingin, karakteristik bahan yang cukup penting untuk ditinjau yaitu tegangan kuat tarik, tegangan leleh, dan daktalitas hal tersebut dijelaskan dalam SNI 7971:2013 tentang Struktur Baja Canai Dingin.

Kekuatan yang dimiliki material baja dalam menahan regangan plastis atau permanen sebelum terjadi fraktur atau patah disebut dengan daktalitas.

Pemeriksaan ini dapat dilkasanakan menggunakan cara mengukur panjang penguluran baja canai dingin hingga mencapai 50 mm satuan panjang. Proses dari penguluran material baja canai dingin akan menghasilkan ketentuan tidak boleh kurang dari 10% untuk panjang gauge 50 mm atau 7% untuk panjang gauge 200 mm. SNI 7971:2013 telah mengatur kekuatan minimum baja canai dingin yang sesuai sesuai dengan AS 1397.

(24)

2.7. Properti Penampang

Pembagian elemen penampang canai dingin menjadi beberapa antara lain elemen rata, bengkok, lengkung, dan elemen lainnya seperti yang tertera berikut ini.

Produsen baja canai dingin menyediakan tabel properti penampang yang dapat digunakan, akan tetapi apabila properti yang dipilih tidak ada pada tabel maka perencana dapat menghitung sendiri. Kombinasi penampang baja canai dingin dapat dilakukan dengan menggabung penampang tunggal antara lain penampang simestris ganda, penampang simetris titik, penampang simestris tunggal, penampang non simetris. Dibawah ini merupakan gambar macam-macam penampang canai dingin.

(25)

Tekuk lokal elemen perlu dibatasi dengan cara penampang canai dingin dilakukan kontrol menggunakan batasan dimensi setiap elemen. Langkah ini dilakukan agar terhindar dari tekuk lokal elemen dan sebagai batasan pengaman, dengan tujuan untuk mengetahui sudah terpenuhinya batasan ijinkan atau belum.

Batasan dimensi akan dipaparkan seperti dibawah ini:

a. Perbandingan antara lebar dan tebal maksimum (b/t)

b. Perbandingan antara tinggi dan tebal maksimum (d/tw)

(26)

Pengaku yang sudah dipaparkan akan dijelaskan pada gambar dibawah ini

2.8. Analisa Struktur Jembatan Cable-Stayed Baja Canai Dingin

Pada perencanaan struktur jembatan Cable-Stayed dipilih aturan SNI 7971 Tahun 2013 mengenai Struktur Baja Canai Dingin, peraturan ini mengacu pada code AS/NZS 4600:2005 yang merupakan Australian/New Zealand Standard Cold Formed Steel Structures. Elemen batang berupa gaya aksial tarik, gaya aksial tekan, lentur, dan torsi merupakan gaya dalam yang timbul pada elemen struktur yang harus ditinjau. Perlakauan serta perhitungan akan berbeda karena dipengaruhi pada besarnya beban yang diterima serta kekuatan dari sifat bahan untuk masing-masing komponen struktur tersebut.

2.8.1. Komponen Struktur Tarik

Gaya yang memiliki kecenderungan untuk menarik elemen hingga dapat menyebabkan 2 macam kegagalan seperti leleh (yield) dan runtuh (fracture).

Kemampuan bahan dalam menopang gaya yang menyebabkan kegagalan leleh disebut sebagai kekuatan tegangan leleh (fy) yang bekerja pada luasan penampang kotor (gross section), sedangkan kekuatan tegangan ultimit (fu) merupakan gaya

(27)

yang menyebabkan kegagalan ultimit yang bekerja pada luasan penampang efektif (net section). Dalam merencanakan komponen struktur yang menerima gaya aksial tarik dalam perhitungan, dapat menggunakan persamaan 2.3.

2.8.1.1. Kapasitas Penampang Nominal Struktur Tarik (Nₜ)

Kapasitas penampang nominal dari struktur tarik dipilih dengan nilai terkecil dari persamaan berikut:

(28)
(29)

Faktor Koreksi untuk Distribusi Gaya (kt)

Nilai kt mengacu pada pasal 3.2.3 halaman 51 pada SNI 7971:2013. Dibawah ini merupakan pemaparan nilai faktor koreksi.

(30)

2.8.1.2. Diagram Perencanaan Batang Tarik

Alur perencanaan batang tarik akan dipaparkan melalui diagram alir dibawah ini.

2.8.2. Komponen Struktur Tekan

Komponen struktur yang menerima beban tekan yang dihasilkan dari keseluruhan beban yang bekerja dan memiliki titik berat penampang efektif yang dihitung pada tegangan kritis (fn) disebut dengan batang tekan. Struktur yang menerima gaya tekan memungkinkan akan terjadi tekuk (buckling) pada elemen tersebut, sehingga faktor tersebut perlu diperhitungkan dan diamati dengan baik.

Pada proses perencanaan gaya aksial tekan dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:

(31)
(32)

2.8.2.1. Kapasitas Penampang Nominal Struktur Tekan (Ns)

Kapasitas penampang nominal pada struktur tekan dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini.

2.8.2.2. Kapasitas Komponen Struktur Nominal Struktur Tekan (Nc)

Kapasitas komponen struktur nominal pada komponen tekan dapat dihitung menggunakan persamaan dibawah ini.

Tegangan Kritis (fn)

Penentuan nilai tegangan kritis (fn) didapat pada persamaan dibawah ini.

(33)
(34)

2.8.2.3. Diagram Alir Perencanaan Batang Tekan

Alur perencanaan batang tekan akan dipaparkan melalui diagram alir dibawah ini :

(35)

2.8.3. Komponen Struktur Lentur

Komponen yang menerima beban yang tegak lurus terhadap arah sumbu batang yang dapat menimbulkan momen lentur atau bending, komponen tersebut dikatakan sebagai balok. Komponen balok dapat juga mengalami gaya torsi apabila menerima beban eksentris terhadap sumbu beratnya. Momen lentur rencana (M*) pada komponen struktur lengkung harus memenuhi syarat dibawah ini:

2.8.3.1. Kapasitas Momen Nominal Penampang Struktur Lentur

Perhitungan kapasitas nominal penampang (Ms) terbagi menjadi dua bagian yaitu berdasarkan pelehan awal pada penampang dan berdasarkan kapasitas cadangan inelasia.

a. Berdasarkan Pelehan Awal

Penentuan kapasitas nominal penampang (Ms) seperti dibawah ini :

(36)

b. Berdasarkan Kapasitas Cadangan Inelastis

Penggunaan kapasitas cadangan lentur inelastis dilihat pada kondisi tertentu seperti yang tertera pada SNI 7971 2013 mengenai Struktur Baja Canai Dingin (hal. 54). Batasan pada kapasitas memen penampang nomonal (Ms) sebesar 1,25 Ze fy maupun yang menimbulkan regangan tekan maksimum sebesar Cyey.

2.8.3.2. Kapasitas Momen Komponen Struktur Nominal

Kapasitas momen komoponen struktur nominal (Mb) diambil dari persemaan dibawah ini:

(37)

Perhitungan momen kritis mengacu pada persamaan dibawah ini:

2.9. Sambungan Sekrup

Setiap struktur baja adalah gabungan dari beberapa komponen batang yang dijadikan satu dengan menggunakan alat sambung. Sistem pengencang yang sesuai antara lain mur baut, sekrup, maupun las yang berfungsi untuk menyambung bagian-bagian dari komponen struktur. Elemen sambungan terdiri

dari komponen struktur, komponen struktur sambuangan, serta alat sambung.

Dalam mendesain sambungan pada struktur dibutuhkan konsistensi dalam menentukan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis struktur, selain itu juga harus mapu mendistribusikan aksi yang timbul dan perencanaan yang dihitung dari analisis ini.

2.9.1. Sambungan Sekrup

Komponen sambungan dan penghubung adalah bagian dari elemen struktural yang disebut elemen sambungan. Sambungan pada dasarnya berfungsi sebagai perpindahan gaya yang timbul dari satu komponen struktur ke komponen lainnya, sehingga beban eksternal yang bekerja pada struktur dapat dipindahkan ke pondasi. Dengan mempertimbangkan hal ini, sambungan dalam suatu struktur harus direncanakan dengan menggunakan asumsi yang konsisten dalam analisis struktur.

(38)

Penggunaan sekrup tipe self-drilling sering dijumpai pada prakteknya yang digunakan sebagai sambungan antar profil baja canai dingin. Karena harganya yang murah dan di pasaran tersedia dalam jumlah banyak, sehingga lebih disukai daripada alat penyambung lainnya seperti las, baut, atau paku keling. Secara umum jenis sekrup yang tersedia di pasaran adalah jenis 12-14x20. Head treated carbonsteal adalah bahan penyusun elemen sekrup

Dalam perencanaan sambungan jembatan model Cable-stayed diperbolehkan menggunakan sambungan berupa pelat gusset, namun tidak diperbolehkan menggunakan bahan lain kecuali bahan baja canai dingin. Sehingga

dipilih sambungan dari pelat gusset dan material baja canai dingin yang divariasikan dari profil batang yang terbentuk, sehingga diasumsikan sebagai pelat sambungan tambahan. Disamping itu, sambungan utama antar batang pada struktur Cable-Stayed menggunakan selfdrilling screw tipe HEX 10x16Tx16 (Panduan KJI 2019).

(39)

SNI 7971:2013 pasal 5.4 tentang sambungan sekrup baja canai dingin dan teori LRFD dijadikan acuan dalam perhitungan sambungan sekrup baja canai dingin. Untuk memastikan keamanan sambungan dipakai persamaan dibawah ini.

2.9.1.1. Sambungan Sekrup Dalam Geser

a. Pemeriksaan Jarak

Syarat dibawah ini harus terpenuhi dalam perencanaan sambungan sekrup.

b. Tahanan Geser Sekrup

Pada penampang netto Tahanan geser (ØRn) dapat menggunakan persamaan dibawah ini.

(40)

2.9.1.2. Sambungan Sekrup Dalam Tarik a. Pemeriksaan Jarak

Jarak antar as ke as sekrup harus mempunyai rentang yang berfungsi sebagai tempat ring sekrup, akan tetapi mempunyai syarat tidak kurang dari tiga kali diameter sekrup nominal (df). Dalam tarik, Jarak dari as sekrup ke bagian tepi sayap tidak kurang dari 3df (SNI 7971:2013 Struktur Baja Canai Dingin).

b. Tahanan Tarik Sekrup

Persamaan dibawah ini harus terpenuhi pada perhitungan tahan tarik sekrup.

c. Tarik pada Bagian Tersambung

Persamaan dibawah ini harus terpenuhi pada perhitungan tarik bagian tersambung.

Gaya tarik desain (Nt*) pada sekrup harus memenuhi,

(41)

2.9.1.3. Tahanan Tumpu Sekrup

Satu hal yang dapat menentukan tahanan tumpu nominal adalah kondisi bagian terlemah dari komponen sekrup atau pelat penghubung. Nilai tahanan tumpu skrup ditentukan dengan persamaan berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Kabel Tipe Harpa
Gambar 2.9. Diagram Alir Hirarki Pembebanan

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan kajian yang disebutkan di atas, kajian ini merekonstruksi secara bersama memori kolektif dan identitas kultural antar komunitas umat beragama Kristen

Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Shiddiq (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak

Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong sampai dengan saat ini sekitar 12989, jumlah produksi kakao sebesar 7500% dan produktivitas kakao lebih meningkat

Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginkan.. Suamiku dan Anak-anaku tersayang.. Perbedaan kemandirian belajar Biologi siswa antara Problem Based Learning dengan

Aliran proses training dimulai dengan mengakses webcam yang telah terintegrasi pada PC, lalu aplikasi akan melakukan deteksi wajah dari gambar yang didapatkan dari webcam tadi, saat

b. Tanggung jawab untuk mengadakan program pengenalan berada pada Sekretaris Perusahaan atau siapapun yang menjalankan fungsi sebagai Sekretaris Perusahaan. Dalam

Gatot berbahan dasar gaplek ketela diiris-iris lalu dimasak dikukus ditambahkan gula kelapa hingga berasa manis saat penyajian ditambahkan parutan kelapa plus garam sedikit

2 detik. Untuk mendapatkan sampel pelet dengan densitas yang baik, perlakuan sintering harus diberikan kepada sampel. Pengujian dilatometri dilakukan untuk