• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi PENGARUH EDUKASI HIPERTENSI BERBASIS BUDAYA MAKASSAR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACCERAKKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi PENGARUH EDUKASI HIPERTENSI BERBASIS BUDAYA MAKASSAR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACCERAKKANG"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

PENGARUH EDUKASI HIPERTENSI BERBASIS BUDAYA MAKASSAR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACCERAKKANG

Skripsi ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

ANDI PRAMESTI NINGSIH C12114302

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)
(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Andi Pramesti Ningsih NIM : C12114302

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul

“PENGARUH EDUKASI HIPERTENSI BERBASIS BUDAYA MAKASSAR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACCERAKKANG” ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan atau pemikiran orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah dan terlampir dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian besar atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi yang seberat-beratnya atas perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan sama sekali.

Makassar, Maret 2018 Yang membuat pernyataan

Andi Pramesti Ningsih

(4)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis lafaskan kecuali ucapan puji dan syukur kehadirat Allah subhanah wa taala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Edukasi Hipertensi Berbasis Budaya Terhadap Tingkat Literasi Kesehatan Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang”. Demikian pula salam dan shalawat senantiasa tercurahkan untuk baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, keluarga, dan para sahabat beliau.

Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian agar dapat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin. Penyusunan proposal ini tentunya menuai banyak hambatan dan kesulitan sejak awal hingga akhir penyusunan proposal ini. Namun berkat bimbingan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kesulitan yang dihadapi peneliti dapat diatasi.

Oleh karena itu dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta saya ayahanda Mulyadi, S.Pd dan Ibunda Andi Nurwahidah, S.Pd serta Adinda Dicky Indirwan yang telah banyak mencurahkan rasa cinta dan sayangnya yang tak ternilai selama ini serta selalu memberikan dukungan beserta do’a. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya pula kepada yang terhormat:

(5)

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas Hasanuddin yang senantiasa selalu mengusahakan dalam membangun serta memberikan fasilitas terbaik di Universitas Hasanuddin.

2. Ibu Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Arnis Puspitha, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing 1 dan Ibunda Nurhaya Nurdin, S.Kep.,Ns.,MN.,MPH selaku pembimbing 2 yang selalu tegas dan senantiasa memberikan masukan, arahan, serta motivasi dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Silvia Malasari, S.Kep.,NS., MN dan Ibu Titi Iswanti Afelya, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB sebagai penguji yang telah memberikan banyak masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen, Staf Akademik, dan Staf Perpustakaan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang banyak membantu selama proses perkuliahan dan penyusunan proposal penelitian ini.

6. Seluruh Partisipan yang telah turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

7. Sahabat perjuangan saya dalam mengikuti berbagai kegiatan (Nuraevina Madong dan Yulinar Syam) atas dukungan, bantuan dan hiburannya.

8. Saudara tak sedarah saya (Dwi Utami, Nur Ayuana Andini, Dwi Utari dan Rima Ruliani, Andi Suriani, Rismawati Samad, Nurmiyanti Nur, Ika Julianty A, Nurul Aisyiah RN, Swastika Fadia Amalina) terimakasih atas semangat, do’a dan waktunya.

(6)

9. Teman seperjuangan dan satu bimbingan (Aisyah Girindra, Irfani Syafri, Jumratun Tri Novianti) yang selalu mengingatkan dan menemani selama proses bimbingan.

10. Teman-teman angkatan 2014 CRAN14L, terimakasih telah menemani dan menguatkan dari awal perjalanan sampai akhir.

11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Tematik Desa Sejahtera Mandiri Bantaeng 96, terkhusus posko Borongloe (Sitti Zaenab, Ave Maria, Muh. Fadhli T, Rahmat Firman, Muh. Arfah Mustari, Rudi Andri W) atas peringatan-peringatannya untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Dari semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis tentunya tidak dapat memberikan balasan yang setimpal kecuali berdoa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Hamba-Nya yang senantiasa membantu sesamanya.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa peneliti hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf dalam penelitian dan penyusunan proposal penelitian ini, karena sesungguhnya kebenaran sempurna hanya milik Allah semata.

Maka dari itu peneliti senantiasa mengharapkan masukan yang konstruktif sehingga peneliti dapat berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata mohon maaf atas segala salah dan khilaf.

(7)

ABSTRAK

Andi Pramesti Ningsih C12114302. PENGARUH EDUKASI HIPERTENSI BERBASIS BUDAYA MAKASSAR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACCERAKKANG. Dibimbing oleh Arnis Puspitha dan Nurhaya Nurdin (xii + 72 halaman + 9 tabel + 3 bagan + 12 lampiran)

Latar Belakang: Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah hingga mencapai ≥140/90 mmHg.

Edukasi berbasis budaya merupakan sebuah model edukasi yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai hipertensi. Hal ini dapat membantu masyarakat dalam memilih kegiatan dan makanan yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi berbasis budaya terhadap peningkatan pengetahuan pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang. Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperiment dengan teknik two group pre test- pos test control group design.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 responden yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan edukasi berbasis budaya dan kelompok kontrol yang diberikan edukasi biasa.

Pada kedua kelompok diberikan pretest dan posttest, dan setiap kelompok terdiri dari 18 responden.

Hasil: Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan setelah pemberian edukasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai t 1,92 dengan signifikan p value 0,006>0,005 dengan nilai mean pada kelompok intervensi 27,78 dan 11,67 pada kelompok kontrol. Kesimpulan dan Saran: Edukasi hipertensi berbasis budaya berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang. Oleh karena itu, diharapkan edukasi berbasis budaya dapat dijadikan sebagai suatu program pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi, untuk peneliti selanjutnya adalah diharapkan dilakukan pengkajian budaya lebih lanjut pada masyarakat dengan hipertensi untuk memudahkan pemahaman masyarakat menerima informasi tentang hipertensi.

Kata kunci: Hipertensi, edukasi berbasis budaya, pengetahuan, literasi kesehatan Kepustakaan: 62 kepustakaan (2000-2017)

(8)

ABSTRACT

Andi Pramesti Ningsih C12114302. THE INFLUENCE OF EDUCATION OF HIPERTENSI BASED ON THE CULTURE OF MAKASSAR ON THE LEVEL OF KNOWLEDGE OF HYPERTENSION PATIENTS IN THE WORKING AREA PUBLIC HEALTH CENTER PACCERAKKANG. Supervised by Arnis Puspitha and Nurhaya Nurdin (xii + 72 pages + 9 tables + 3 charts + 12 attachments)

Background: Hypertension is an increase in blood pressure up to ≥140 / 90 mmHg. A culture-based education is an educational model that can help people improve their knowledge of hypertension. This can help the community in selecting activities and foods that match the illness suffered. Purpose: This research aimed to determine the effect of culture-based education on improving knowledge of hypertension patients in the Working Area Public Health Center Paccerakkang. Methods: The design of this research used quasi-experiment with two group pre test- post test control group design. The sample in this research amounted to 36 respondents divided into 2 groups, namely the intervention group which is given by culture-based education and the control group is given by ordinary education.

In 2 groups were given pretest and posttest, and each group consisted of 18 respondents. Results: This study shows an increase in knowledge after education. The results research showed a value of t 1.92 with significant p value 0.006> 0.005 with mean values in the intervention group 27.78 and 11.67 in the control group. Conclusion and Suggestion: Education of culture-based hypertension has an effect on increasing knowledge of hypertension sufferer in the working area Public Health Center Paccerakkang. Therefore, it is expected that culture-based education can be used as a health education program to increase the knowledge of hypertension patients, for further research is expected to be done further cultural studies on the community with hypertension to facilitate public understanding of receiving information about hypertension.

Keywords: Hypertension, culture-based education, knowledge, health literacy Library: 62 literature (2000-2017)

(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Pendidikan Keperawatan... 6

2. Pelayanan Kesehatan... 7

3. Bagi Peneliti ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Tinjauan Umum Hipertensi ... 8

1. Definisi Hipertensi ... 8

2. Klasifikasi Hipertensi ... 8

3. Etiologi Hipertensi ... 9

4. Gejala Klinis Hipertensi ... 11

5. Komplikasi Hipertensi ... 11

6. Manajemen pengendalian hipertensi ... 13

B. Tinjauan Umum Literasi Kesehatan ... 16

1. Definisi Literasi Kesehatan ... 16

2. Konsep dari literasi kesehatan... 17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi literasi kesehatan ... 20

4. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat literasi kesehatan ... 26

(10)

C. Metode Pendidikan Kesehatan ... 29

1. Definisi pedidikan kesehatan ... 29

2. Tujuan pendidikan kesehatan ... 30

3. Strategi pendidikan kesehatan ... 30

4. Metode pendidikan kesehatan ... 35

5. Jenis-jenis Media Pemberian Pendidikan Kesehatan ... 36

D. Pendidikan Kesehatan Berbasis Budaya ... 37

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 40

A. Kerangka Konsep ... 40

B. Hipotesis ... 41

BAB IV METODE PENELITIAN ... 42

A. Desain Penelitian ... 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 43

D. Alur Penelitian ... 45

E. Variabel Penelitian ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 47

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48

H.Pengolahan dan Analisa Data ... 50

I. Etika Penelitian ... 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 61

C. Keterbatasan penelitian ... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

(11)

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 82

Lampiran 1. Lembar Penjelasan untuk Responden ... 82

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 86

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian (Adaptasi dari CAHE) ... 88

Lampiran 4. Standar Operasional Prosedur ... 98

Lampiran 5. Satuan Acara Penjelasan ... 100

5.1 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Sesi 1 ... 100

5.2 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Sesi 2 ... 102

5.3 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Sesi 3 ... 104

Lampiran 6. Materi ... 106

6.1 Sesi 1 Edukasi ... 106

6.2 Sesi 2 Edukasi ... 110

6.3 Sesi 3 Edukasi ... 112

Lampiran 7. Media Edukasi (Poster) ... 114

Lampiran 8. Master Tabel Penelitian “Pengaruh Edukasi Hipertensi Berbasis Budaya Makassar Terhadap Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang” ... 119

Lampiran 9. Hasil uji SPSS ... 122

Lampiran 10. Rekomendasi Persetujuan Etik ... 127

Lampiran 11. Surat Izin Penelitian ... 128

Lampiran 12. Surat Keterangan Penelitian ... 129

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut AHA ……… 7 Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut The Joint National Committee on

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ………… 8 Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis kelamin,

Tingkat pendidikan, Pekerjaan, Riwayat Keluarga, Riwayat Penyuluhan dan Tekanan Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang Bulan November (n=36) ……… 56 Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Tekanan Darah

………56 Tabel 5.3 Tingkat Literasi Kesehatan Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Paccerakkang bulan November (n=36) ……….. 57 Tabel 5.4 Distribusi perbandingan tingkat pengetauan dan literasi kesehatan penderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang (n=36) …………. 58 Tabel 5.5 Distribusi pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian edukasi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang (n=36) ……… 58 Tabel 5.6 Hasil analisis Paired T-Test pengetahuan pasien sebelum dan sesudah

pemberian intervensi berbasis budaya dan berbasis konvensional di

Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang (n=18)

……….. 59

Tabel 5.7 Hasil analisis independent T-Test pengetahuan pasien hipertensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah pemberian intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang (n=36)

…………. 59

(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 31 Bagan 4.1 Rancangan Penelitian ……… ….. 34

Bagan 4.2 Alur Penelitian ………... 36

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa gangguan kardiovaskuler merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Gangguan ini menyebabkan lebih dari 17 juta kematian yang mewakili 13% dari kematian global (WHO, 2015). Beberapa gangguan kardiovaskuler yang sering terjadi adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan dan hipertensi (Karo, 2016). Untuk daerah Makassar berdasarkan data dari Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa hipertensi menempati urutan ketiga penyebab utama kematian tertinggi dengan jumlah 370 jiwa.

Hipertensi dapat meningkatkan risiko kematian dan timbulnya komplikasi. Sekitar 70% pasien hipertensi kronis akan meninggal karena jantung koroner atau gagal jantung, 15% terkena kerusakan jaringan otak, dan 10% mengalami gagal jantung. Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko pembesaran jantung, serangan jantung, stroke dan kematian dari suatu peyakit jantung atau stroke. (Noviyanti, 2015).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) dalam riset kesehatan dasar memperlihatkan bahwa penduduk usia 18 tahun keatas yang kerap menderita hipertensi mencapai 28% (Karo, 2016).

Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi di Indonesia yang

(15)

didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%

(Kementerian Kesehatan, 2013). Di wilayah Makassar hipertensi menempati urutan kedua jumlah penyakit terbanyak dengan jumlah penderita 73.420 jiwa (Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2015)

Penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar 15 juta, namun hanya sekitar 4% yang mampu mengendalikan hipertensi. Semakin bertambah usia maka semakin tinggi risiko seseorang untuk terkena hipertensi terutama usia 40 tahun keatas. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Apriyandi (2010) di Rawat Jalan Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada-Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi dengan usia > 45 tahun mengalami hipertensi sebesar 58%. Cara pengendalian yang dilakukan dengan melakukan pengobatan dan kontrol sehingga terhindar dari kemungkinan serangan tekanan darah yang berlebihan. Untuk mengendalikan hipertensi secara efektif diperlukan pengetahuan dan kesadaran klien akan risiko hipertensi (Bustan, 2015).

Hal ini berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (2013) dimana prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok yang memiliki pendidikan rendah dan kelompok yang tidak bekerja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li, et al. (2013) di China menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan hipertensi masih rendah terutama mengenai komplikasi dan pengobatan hipertensi. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya tingkat pengetahuan ini, salah satunya adalah program pendidikan kesehatan dan latar belakang

(16)

budaya. Hal ini menunjukkan bahwa program pendidikan kesehatan kesehatan memerlukan manajemen yang tepat dalam upaya pencegahan, utamanya dalam sebuah komunitas (Notoatmodjo S. , 2007).

Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Wang, Lang, Xuan, Li, & Zhang (2017) bahwa pasien hipertensi dengan tingkat kesadaran yang rendah harus diberikan pendidikan dan intervensi yang efektif seperti bimbingan langsung. Hal ini akan mampu memperbaiki manajemen kesehatan di masyarakat dan manajemen diri penderita hipertensi yang buruk. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dirhan (2012) mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan ketaatan berobat dengan tekanan sistol dan diastol pada pasien hipertensi yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka tekanan sistol dan diastol akan semakin rendah, begitupun sebaliknya.

Pemberian pendidikan kesehatan kepada penderita hipertensi harus memperhatikan aspek budaya yang ada di dalam masyarakat. Salah satu aspek budaya dalam masyarakat adalah bahasa yang digunakan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beune, et al. (2014) di Afrika menunjukkan bahwa intervensi pendidikan kesehatan berbasis budaya mampu meningkatkan kepatuhan pasien dengan hipertensi tidak terkontrol terhadap perubahan gaya hidup yang mendukung kebutuhan perawatan pasien hipertensi. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang

(17)

dilakukan oleh Gross, et al. (2013) di Afrika-Amerika menunjukkan bahwa program pendidikan kesehatan yang dibutuhkan dan sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang professional harus memasukkan unsur kebudayaan seperti bahasa setempat dalam tindakan yang digunakan dalam menangani dan mengurangi faktor risiko hipertensi.

Masyarakat majemuk dengan tingkat pengetahuan yang rendah berasal dari penutur bahasa yang beragam. Masyarakat dengan pengetahuan rendah membutuhkan bantuan bahasa yang baik dan mudah dimengerti dalam menerima pelayanan dan pendidikan kesehatan. Dalam beberapa keadaan, penggunaan bahasa yang sesuai dengan bahasa lokal bukan hanya dibutuhkan dalam komunikasi dengan masyarakat. Namun, informasi kesehatan dalam bentuk tulisan juga membutuhkan bahasa yang digunakan oleh masyarakat dengan tingkat pengetahuan rendah (Nielsen- Bohlman, 2004)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita lihat bahwa hipertensi merupakan penyakit yang memiliki angka kejadian yang tinggi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang dengan angka kejadian hipertensi yang cukup tinggi dibandingkan 46 puskesmas yang ada di Kota Makassar, (Bidang Bina P2PL Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2015) setiap bulannya. Wilayah kerja ini dipilih dengan alasan berdasarkan angka kejadian yang cukup tinggi dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penderita hipertensi masih rendah yaitu SD, SMP, SMA dan penggunaan bahasa yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kerja ini

(18)

merupakan bahasa Makassar. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan salah satu masyarakat di wilayah kerja ini masih kurang pemberian pendidikan kesehatan mengenai hipertensi. Sementara, peneliti mendapatkan data bahwa di wilayah ini sering diadakan perayaan hari-hari tertentu seperti pernikahan, aqiqah dan pesta panen yang menyajikan makanan dengan tingkat kolesterol yang tinggi, seperti coto makassar, sop konro, pallu bassa. Olehnya itu, peneliti tertarik melihat pengaruh pemberian edukasi hipertensi berbasis budaya dalam meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Paccerakkang.

B. Rumusan Masalah

Pengetahuan mengenai kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat. Tingkat pengetahuan yang tinggi akan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai gaya hidup sehat yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Pengetahuan mengenai hipertensi sangat penting bagi pasien hipertensi, hal ini dikarenakan hipertensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi.

Upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan memberikan edukasi dimana dalam pemberian edukasi hipertensi ini aspek budaya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Budaya Makassar merupakan budaya yang unik terutama bahasa yang digunakan cukup jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.

Bahasa dipilih sebagai salah satu aspek budaya yang digunakan dalam penyuluhan ini untuk memudahkan pemahaman masyarakat mengenai

(19)

materi yang diberikan. Oleh karena itu, maka pertanyaan penelitian yang peneliti ambil adalah bagaimana pengaruh edukasi hipertensi berbasis budaya terhadap pengetahuan penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi berbasis budaya terhadap tingkat pengetahuan kesehatan pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas paccerakkang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi literasi kesehatan

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi sebelum pemberian edukasi hipertensi

c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi sesudah pemberian edukasi hipertensi berbasis budaya

d. Mengetahui perbedaan pengaruh edukasi hipertensi terhadap pengetahuan pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian edukasi hipertensi berbasis budaya

D. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi dalam upaya peningkatan mutu keperawatan serta dapat digunakan sebagai salah satu bahan ajaran kuliah pendidikan dalam keperawatan

(20)

khususnya dalam bagian aspek sosial budaya serta hubungannya dengan pendidikan kesehatan.

2. Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam mengaplikasikan program pendidikan kesehatan kepada penderita hipertensi, khususnya dalam penyuluhan yang dilakukan kepada masyarakat dengan bahasa daerah yang masih kental.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menjadi data dasar dan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan hipertensi.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi menurut American Heart Association (AHA, 2017) adalah kenaikan tekanan darah yang mendorong dinding pembuluh darah secara kuat dan tinggi secara konsisten. Menurut WHO (2015), hipertensi merupakan kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus menaikkan tekanan, hal ini mengakibatkan tekanan yang meningkat. Tekanan darah orang dewasa normal sebesar 120 mmHg saat jantung berdetak (sistolik) dan tekanan darah sebesar 80 mmHg saat jantung reda (diastolik). Bila tekanan darah sistolik sama dengan atau di atas 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90 mmHg, maka dapat dikatakan terjadi kenaikan tekanan darah.

2. Klasifikasi Hipertensi

a. Klasifikasi tekanan darah menurut AHA (2017) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut AHA Kategori Tekanan

Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 160 100

Hipertensi Berat Lebih dari 180 Lebih dari 110

(22)

b. The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (Price & Wilson, 2015) mengklasifikasikan tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun atau lebih sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

Kategori Sistolik Diastolik

Normal < 130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi

Tingkat 1 (ringan) Tingkat 2 (sedang) Tingkat 3 (berat)

140-159 160-179

≥ 180

90-99 100-109

≥ 110

3. Etiologi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI, 2015) penyebab dari hipertensi yaitu :

a. Biologi dan Peningkatan tekanan darah 1) Kesembangan cairan dan garam

Ginjal berfungsi untuk menjaga keseimbangan garam di dalam tubuh dengan mempertahankan natrium dan air serta mengeksresikan kalium. Ketidakseimbangan dalam fungsi ginjal dapat menigkatkan volume darah sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat.

2) Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Pada sistem renin angiotensin aldosterone terjadi

(23)

peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada aldosteron berfungsi mengontrol keseimbangan cairan dan garam di dalam ginjal.

Peningkatan kadar aldosteron dapat mengubah fungsi ginjal ini yang menyebabkan peningkatan volume darah dan hipertensi.

3) Struktur Darah

Perubahan struktur dan fungsi arteri kecil dan besar dapat menyebabkan hipertensi. Jalur angiotensin dan sistem kekebalan tubuh menyebabkan arteri meregang, yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

b. Genetik

Hipertensi bisa diakibatkan oleh adanya pengaruh genetik.

Meskipun faktor genetik yang menimbulkan hipertensi hanya sekitar 2-3 kasus.

c. Lingkungan

Penyebab lingkungan dari hipertensi diantaranya adalah kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, kelebihan berat badan atau obesitas, dan obat-obatan.

d. Kebiasaan Gaya Hidup Sehat

Kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan hipertensi, termasuk:

1) Tinggi natrium asupan makanan dan sensitivitas sodium 2) Minum alkohol berlebihan

3) Kurangnya aktivitas fisik 4) Kegemukan dan Obesitas.

(24)

e. Obat-obatan

Resep obat-obatan seperti terapi asma atau hormon, termasuk pil KB dan estrogen dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini terjadi karena obat-obatan dapat mengubah kerja tubuh dalam pengaturan cairan dan garam yang menyebabkan pembuluh darah menyempit, atau mempengaruhi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang menyebabkan hipertensi.

4. Gejala Klinis Hipertensi

Pada tahap awal terjadinya hipertensi, penderita tidak sadar bahwa ia terkena hipertensi dan tidak ada manifestasi klinis yang jelas yang didapatkan. Jika keadaan ini dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus meningkat begitupun dengan tanda dan gejala yang semakin jelas. Tanda dan gejala tersebut meliputi sakit kepala terus menerus, keluhan pusing, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau mimisan (Black & Hawks, 2014).

5. Komplikasi Hipertensi

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (National Heart, Lung, And Blood Institute, 2015) pada saat hipertensi dibiarkan secara terus-menerus, maka akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi adalah sebagai berikut:

a. Aneurisma

Aneurisma merupakan tonjolan abnormal yang terdapat pada dinding arteri yang semakin lama akan semakin membesar tanpa menunjukkan tanda-tanda sampai tonjolan tersebut pecah. Tonjolan

(25)

tersebut tumbuh cukup besar menekan dinding arteri dan meblokir aliran darah.

b. Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit gagal ginjal dapat terjadi pada saat pembuluh darah berada di ginjal menyempit.

c. Perubahan kognitif

Penelitian menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, jumlah hipertensi dapat menyebabkan perubahan kognitif. Tanda dan gejala termasuk kehilangan memori, kesulitan menemukan kata-kata, dan kehilangan fokus selama percakapan.

d. Kerusakan mata

Pada saat pembuluh darah yang terdapat pada mata pecah atau berdarah, maka terjadi perubahan penglihatan atau kebutaan.

e. Serangan Jantung

Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung tiba- tiba tersumbat dan jantung tidak mendapatkan oksigen, maka bagian dada akan mengalami nyeri dan sesak napas.

f. Gagal Jantung

Jantung yang tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan mengakibat jantung gagal memompa dan mengakibatkan sesak napas, merasa lelah dan terdapat pembengkakan pada pergelangan kaki, dan vena yang terdapat di leher.

(26)

g. Penyakit Arteri Perifer

Kenaikan tekanan darah dapat mengambitkan menumpuknya di arteri kaki dan mempengaruhi aliran darah di kaki. Gejala yang paling umum dirasakan adalah nyeri, kram, kesemutan.

h. Stroke

Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otak tersumbat, maka gejala yang timbul berupa kelemahan mendadak, kelumpuhan pada anggota tubuh, dan kesulitan berbicara.

6. Manajemen pengendalian hipertensi

Manajemen pengendalian hipertensi yang dapat dilakukan terdiri dari 5 hal yaitu:

a. Upaya pencegahan komprehensif

Upaya pencegahan komprehensif yang dilakukan mencakup 6 hal yang dilakukan secara komprehensif. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pencegahan primordial 2) Promosi kesehatan

3) Proteksi spesifik: kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko 4) Diagnosis dini: screening, pemeriksaan check-up

5) Pengobatan tepat dengan cara segera mendapatkan pengobatan komprehensif sejak awal mengalami keluhan

6) Rehabilitasi yaitu upaya perbaikan dampak lanjutan hipertensi yang tidak bisa diobati

(27)

b. Perencanaan pengendalian hipertensi

Hipertensi merupakan masalah yang tidak menunjukkan gejala yang cukup berarti namun berpotensi mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan dalam pengendalian hipertensi yang terdiri dari 7 aspek perencanaan yaitu:

1) Besar masalah, dengan menggunakan metode survey populasi tekanan darah dan kontrol hipertensi

2) Etiologi, dengan menggunakan metode penelitian ekologi, penelitian observasional, penelitian eksperimental, dan randomized controlled trials

3) Efektivitas, dengan menggunakan metode evaluation program screening dan studi kepatuhan

4) Efisiensi, dengan menggunakan metode penelitian cost- effectiveness

5) Implementasi, dengan menggunakan metode pengendalian pelaksanaannya di lapangan

6) Monitoring, dengan menggunakan metode kontrol nasional tekanan darah populasi

7) Reassessment, dengan menggunakan metode assessment personal dan peralatan, efek kualitas hidup, dan pengukuran kembali tingkat hipertensi

(28)

c. Olahraga untuk hipertensi

Olahraga diperlukan sebagai upaya pencegahan hipertensi, dan untuk penderita hipertensi diperlukan sebagai pengendalian hipertensi.

Olahraga bagi penderita hipertensi merupakan olahraga yang berada dibawah pengawasan dokter. Olahraga yang dilakukan ini harus memperhatikan faktor umur, berat badan, serta status hipertensi.

prinsip latihan yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi adalah sebagai berikut:

1) Latihan aerobic derajat ringan-sedang yang bersifat memberikan sentakan ringan dan tanpa tambahan beban

2) Intensitas latihan serendah mungkin 3) Pemberian beban minimal atau ringan 4) Lama latihan antara 20-30 menit 5) Frekuensi latihan 4-7 kali seminggu d. Diet untuk hipertensi

Salah satu bentuk diet untuk hipertensi yang sering digunakan adalah DASH (dietary approaches to stop hypertension). Komponen yang tercantum dalam DASH meliputi beras/gandum dan produksi tepung/gandum, sayuran, buah-buahan, makanan rendah atau tanpa lemak, daging, sapi, ayam dan ikan, biji-bijian, lemak dan minyak, manisan. Pada dasarnya DASH sama dengan komponen makanan sehat lainnya, hanya saja DASH disertai proporsi yang tinggi sayur dan buah-buahan, lemah yang rendah, dan protein tanpa lemak.

(29)

e. Manajemen stres dan dukungan psikososial

Stres merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Manajemen stres yang baik dan mampu untuk mengelola stres dapat kita lakukan dengan menggunakan beberapa tehnik seperti relaksasi napas dalam, meditasi, yoga, mendengarkan musik serta berada di tempat yang tenang. Selain itu, faktor yang memiliki peranan cukup penting dalam manajemen stres adalah adanya dukungan dari keluarga atau teman terdekat. Dukungan yang dapat diberikan bisa berupa dukungan emosional dalam mengatasi kecemasan mengenai penyakit yang diderita (Prasetyaningrum, 2014).

Manajemen pengendalian hipertensi membutuhkan kesadaran dari masyarakat untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan yang tepat.

B. Tinjauan Umum Literasi Kesehatan 1. Definisi Literasi Kesehatan

National Institutes of Health (2015) menyatakan bahwa literasi kesehatan mengacu pada informasi dan layanan kesehatan yang didapatkan oleh seseorang dan seberapa baik informasi tersebut dipahami dan digunakan dalam memutuskan solusi untuk masalah kesehatan. Literasi kesehatan menurut WHO merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam memahami dan menggunakan informasi yang didapatkan melalui promosi kesehatan. Literasi kesehatan bukan sekedar kemampuan dalam membaca pamflet atau mengikuti counselling.

(30)

2. Konsep dari literasi kesehatan

Konsep dari literasi kesehatan berdasarkan (Nielsen-Bohlman, 2004) terdiri dari dua poin penting yaitu:

a. Kerangka kerja

Literasi dalam konsep literasi kesehatan dijadikan sebagai dasar kerangka kerja. Sementara untuk literasi kesehatan dijadikan sebagai mediator aktif antara individu dan informasi kesehatan.

Individu dalam melek kesehatan dipengaruhi oleh kemampuan dasar yang dimilikinya seperti kemampuan kognitif, sosial, emosinal, dan kondisi fisik seperti ketajaman visual dan pendengaran. Literasi menyediakan sarana yang memungkinkan individu untuk memahami dan mengkomunikasikan informasi kesehatan.

b. Sektor utama dalam literasi kesehatan

Tiga sektor utama yang berperan penting dalam membangun literasi kesehatan adalah budaya dan masyarakat, sistem kesehatan dan sistem pendidikan. Ketiga sektor tersebut dijelaskan lebih lanjut dibawah ini:

1) Budaya dan masyarakat

Budaya mengacu pada gagasan, makna dan nilai bersama yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Pengaruh budaya, sosial dan keluarga sangat penting dalam membentuk sikap dan kepercayaan. Hal inilah yang mempengaruhi interaksi dengan layanan kesehatan yang turut mempengaruhi

(31)

literasi kesehatan di masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam meningkatkan literasi kesehatan diantaranya adalah Bahasa ibu, status sosial ekonomi, jenis kelamin, ras dan etnsis bersamaan dengan pengaruh media massa seperti berita, periklanan, dan sumber informasi kesehatan yang tersedia melalui sumber elektronik.

2) Sistem pendidikan

Individu dengan pendidikan tingkat perguruan tinggi atau yang lebih tinggi memiliki keterampilan dalam memahami yang cukup baik dibandingkan pendidikan dengan tingkatan yang lebih rendah. Hal ini turut berperan dalam upaya meningkatkan literasi kesehatan bagi masyarakayat. Sistem pendidikan formal dan berkelanjutan juga dibutuhkan bagi professional kesehatan dalam memberikan pemahaman tentang literasi kesehatan.

3) Sistem kesehatan

Sistem layanan kesehatan berhubungan dengan rencana tindakan kesehatan, hak dan tangung jawab, penelitia, rekomendasi untuk mempromosikan kesehatan dll. Salah satu komponen yang banyak berhubungan dengan sistem kesehatan adalah komunikasi. Komunikasi dalam kesehatan dianggap sebagai salah satu yang mempengaruhi tingkat literasi masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi status kesehatan dari masyarakat.

(32)

Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa peningkatan literasi kesehatan harus menggabungkan 3 sektor yang ada untuk mencapai hasil maksimal. Kemampuan individu dalam literasi kesehatan berhubungan dengan layanan kesehatan, sistem pendidikan dan faktor sosial budaya yang berkembang luas di masyarakat.

Sehingga tanggung jawab peningkatan literasi kesehatan harus dibagi kedalam 3 sektor penting ini. sistem kesehatan merupakan sektor yang paling berperan dan bertanggung jawab namun tidak sebagai sektor tunggal untuk meningkatkan literasi.

Tingkatan literasi menurut Freebody and Luke (1990) dalam (Nutbeam, 2000) terdiri dari 3 yaitu:

a. Functional health literacy

Tingkatan ini berdasarkan pada pendidikan kesehatan berbasis tradisional dengan memperhatikan komunikasi untuk menyampaikan informasi, risiko, dan bagaimana memanfaatkan layanan kesehatan.

Tindakan tersebut memiliki tujuan yang mengarah pada peningkatan pengetahuan tentang risiko kesehatan dan layanan kesehatan, dan kepatuhan terhadap tindakan yang ditentukan. Pada umumnya kegiatan ini akan memberikan manfaat yang besar bagi individu, meskipun tetap dapat diarahkan ke masyarakat.

b. Interactive health literacy

Tingkatan ini berfokus pada keterampilan pribadi di lingkungan.

Pendekatan terhadap pendidikan ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pribadi untuk bertindak secara mandiri, khususnya

(33)

untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri untuk bertindak atas informasi yang telah diberikan. Contoh bentuk tindakan ini dapat ditemukan di banyak program pendidikan kesehatan sekolah kontemporer yang mengarah pada pengembangan keterampilan dan keterampilan pribadi dan sosial.

c. Critical health literacy

Tingkatan ini berfokus pada pengembangan kognitif dan keterampilan orientasi yang akan meningkatkan kemampuan bertindak. Pendidikan kesehatan berbagai macam aspek seperti komunikasi, dan pengembangan keterampilan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan seperti kesehatan sosial, ekonomi dan lingkungan. Pendidikan kesehatan dalam hal ini akan diarahkan untuk meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk bertindak berdasarkan faktor yang berpengaruh didalamnya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi literasi kesehatan

Literasi kesehatan yang dimiliki masyarakat dalam sebuah komunitas memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat literasi dipengaruhi oleh pengaruh dari beberapa sistem seperti system kesehatan, tenaga kesehatan, dan masyarakat itu sendiri. Di dalam diri masyarakat faktor yang mempengaruhi tingkat literasi tersebut adalah usia, budaya, tingkat pengetahuan dan pendidikan (Centers for Disease Control and Prevention, n.d). Berikut merupakan beberapa faktor yang berpengaruh dalam literasi kesehatan:

(34)

a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam literasi kesehatan. Hal ini dipengaruhi adanya penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Selain itu, terjadi penurunan di beberapa aspek kehidupan pada usia lanjut seperti ketajaman penglihatan dan kesehatan yang mulai menurun (DW, et.al, 2000). Berkurangnya kemampuan pada usia lanjut menunjukkan bahwa pasien yang lebih tua memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk intervensi literasi kesehatan. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh penyedia layanan kesehatan (Kaphingst, et.al, 2014)

b. Budaya

Literasi kesehatan dan literasi budaya mempengaruhi hasil dari upaya peningkatan kesehatan. Budaya dapat membantu dalam menyediakan informasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai masyarakat dalam kesehatannya. Hubungan antara budaya dan literasi kesehatan akan memberikan sebuah perubahan yang berarti dalam literasi kesehatan seperti kemampuan masyarakat dalam mengetahui, memahami, dan membuat keputusan berdasarkan data yang mereka dapatkan mengenai kesehatan (Nielsen-Bohlman, 2004).

Konteks budaya ditransformasikan ke dalam bahasa yang mempengaruhi tiga faktor penentu derajat kesehatan yang penting:

pengetahuan, pemahaman, dan pengambilan keputusan. Kelompok budaya yang berbeda menciptakan kreatifitas yang harus

(35)

dipertimbangkan dalam pendekatan yang kompeten secara budaya untuk menerapkan intervensi guna mempromosikan literasi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari promosi literasi kesehatan dapat kita capai (Nielsen-Bohlman, 2004).

Bahasa merupakan hal yang menjadi perhatian penting dalam pelayanan kesehatan khsuusnya pendidikan kesehatan. Masyarakat majemuk dengan tingkat literasi yang rendah berasal dari penutur bahasa yang beragam. Masyarakat dengan literasi rendah membutuhkan bantuan bahasa yang baik dan mudah dimengerti dalam menerima pelayanan dan pendidikan kesehatan. Dalam beberapa keadaan, penggunaan bahasa yang sesuai dengan bahasa lokal bukan hanya dibutuhkan dalam komunikasi dengan masyarakat. Namun, informasi kesehatan dalam bentuk tulisan juga membutuhkan bahasa yang digunakan oleh masyarakat dengan literasi rendah (Nielsen-Bohlman, 2004).

c. Pendidikan

Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik.

Pendidikan merupakan mekanisme penting untuk meningkatkan literasi kesehatan dalam hal memahami upaya perawatan dan pencegahan dari suatu gangguan penyakit. Masyarakat dengan tingkat pendidikan ini memanfaatkan penyediaan layanan kesehatan dengan baik dalam upaya menjaga status kesehatan.Selain itu, pendidikan memberikan akses yang lebih besar dalam menerima

(36)

informasi kesehatan melalui kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang sering dilakukan di sarana pendidikan (Feinstein, Ricardo, & Ander, 2006).

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat literasi seseorang. Jenis kelamin mempengaruhi tingkat paparan terhadap risiko kesehatan, akses terhadap informasi dan layanan kesehatan, tingkat kesehatan dan pengaruh sosial ekonomi bagi masalah kesehatan. Ketidaksetaraan gender dalam kesehatan berpengaruh terhadap sistem kesehatan, dan promosi kesehatan serta pencegahan penyakit. Pada laporan ini menyebutkan bahwa tingkat literasi kesehatan laki-laki bergantung pada hubungan sosialnya, sementara untuk perempuan lebih kepada proses pemahaman dan kemampuan membaca serta mencari informasi (Keib, Romotzky, &

Wotjacki, 2016).

e. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan saat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

(37)

seseorang atau perilaku kesehatan yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang (Wawan & M, 2010).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ada 6 tingkatan yaitu:

a) Mengetahui

Mengetahui diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu mengetahui merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramaikan terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

(38)

kondisi yng sebenarnya. Aplikasi diartikan sebagai penggunaan konsep kedalam kehidupan nyata.

d) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya.

e) Sintesis

Sinstesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formula baru dari formulasi- formulasi yang telah ada.

f) Evaluasi

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(39)

Menurut Arikunto dalam (Wawan & M, 2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatf yaitu:

a) Baik : Hasil presentase 76%-100%

b) Cukup : Hasil presentase 56%-75%

c) Kurang : Hasil presentase < 56%

Dalam pengukuran pengetahuan dapat digunakan terlebih dahulu pengukuran literasi kesehatan untuk menentukan tingkatan literasi yang juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.

4. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat literasi kesehatan Instrumen literasi kesehatan digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkatan literasi kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat. ada serangkaian alat yang digunakan untuk menilai literasi kesehatan.

Beberapa fokus utama yang diukur berupa keterampilan membaca sementara yang lain mencakup tugas layanan kesehatan umum, seperti berhitung. Beberapa alat perlu dikelola oleh profesional dan staf terlatih lainnya dan ada alat penilaian yang bisa diselesaikan oleh pasien sendiri.

Alat pengukuran ini telah dikembangkan untuk populasi, diagnosis dan bahasa tertentu (Osborne, 2012). Berikut adalah beberapa alat ukur literasi kesehatan:

a. METER (Medical Term Recognition Test)

Instrumen METER merupakan pengukuran literasi kesehatan secara cepat dan mandiri. Instrumen ini membutuhkan waktu 2 menit untuk menyelesaikannya. Pasien diberi daftar istilah dan diminta untuk

(40)

memeriksa daftar tersebut lalu diperbaiki sesuai dengan pemahaman mereka. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sejauh ini METER merupakan alat ukur literasi kesehatan yang cepat dan praktis untuk digunakan dalam setting klinis. METER merupakan alat ukur yang berhubungan dengan REALM, namun tingkat sensitivitas untuk mengidentifikasi literasi kesehatan individu berada dibawah sensitivitas REALM (Rawson, et al., 2010)

b. NVS (Newest Vital Sign)

Instrumen NVS memiliki 6 pertanyaan standar untuk masyarakat yang bernilai 1. Misalnya, jika Anda makan seluruh wadah, berapa kalori yang telah anda makan?. Instrumen ini membutuhkan waktu sekitar tiga menit untuk menyelesaikannya. Hasil instrument dengan nilai <4 merupakan tingkat literasi rendah. NVS telah digunakan untuk menilai melek kesehatan pada semua populasi mulai dari orang tua, anak-anak hingga orang dewasa dan orang tua baik di kalangan ras atauetnis minoritas, dan diterapkan pada beragam kondisi kesehatan.

Namun, instrumen ini menggunakan label nutrisi, sehingga pengukuran literasi kesehatan hanya menggunakan pemahaman nutrisi (Pfizer, 2002).

c. REALM (Rapid Estimate of Adult Literacy in Medicine)

Instrumen ini merupakan instrument yang sering digunakan dan membutuhkan waktu sekitar 3-6 menit untuk menyelesaikannya.

REALM berisi 66 kata yang merupakan istilah kesehatan. Hasil pengukuran dengan nilai 0-44 merupakan tingkat literasi rendah, 45-60

(41)

merupakan tingkat literasi menengah dan 61-66 merupakan tingkat literasi tinggi (Osborne, 2012). Instrumen ini merupakan instrumen yang paling praktis dalam menilai literasi kesehatan pada orang dewasa dan merupakan pendekatan yang praktis dalam mengidentifikasi pasien berisiko mengalami masalah literasi dalam klinis.

d. Single-question screening tool

Instrumen ini mempunyai daftar pertanyaan yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah. Pertanyaan yang telah diselesaikan diklarifiksikan kembali dengan "seberapa yakin anda mengisi kuisioner yang telah disediakan?". Para peneliti meyakini bahwa pernyatan tersebut dapat digunakan untuk mengklarifikasikan kembali kebutuhan literasi kesehatan pasien (Osborne, 2012). Instrumen ini disarankan dalam mengidentifikasi penggunaan alkohol yang tidak sehat pada pasien yang berada di perawatan primer (Barclay, 2009).

e. TOFHLA (Test of Functional Health Literacy in Adults) and S- TOFHLA

Instrumen ini menilai pemahaman menghitung dan membaca.

serangkaian tugas pembacaan yang berhubungan dengan kesehatan yang mengukur pemahaman berhitung dan pembacaan. Responden akan membaca informasi dan kemudian akan dilakukan pengujian pemahaman, selanjutnya responden akan diberikan bahan bacaan yang berisi istilah kesehatan dengan beberapa kata yang dikosongkan.

(42)

Responden akan diminta untuk mengisi kata kosong tersebut. Untuk pengujian kemampuan berhitung, responden akan diberikan pertanyaan sebanyak 17 buah. Instrumen ini kurang tepat jika diberikan kepada masyarakat dengan usia lanjut karena merupakan instrumen yang cukup berat untuk diselesaikan.

S-TOFHLA merupakan versi singkat dari TOFHLA. Instrumen ini memiliki 36 pertanyaan dan tidak melakukan pengujian terhadap kemampuan menghitung. Penyelesaian instrument ini membutuhkan waktu sekitar 7-12 menit (Osborne, 2012).

C. Metode Pendidikan Kesehatan 1. Definisi pedidikan kesehatan

WHO mendefinisikan pendidikan kesehatan sebagai upaya memperbaiki tingkat kesehatan dan pengetahuan masyarakat melalui proses pembelajaran. Promosi atau pendidikan kesehatan yang baik semestinya dilengkapi dengan upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku, bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan program-program yang dirancang untuk membawa perubahan perilaku baik di dalam diri masyarakat itu sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (Notoatmodjo S. 2007).

(43)

2. Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan menurut Green L dalam K (2016) terdiri dari 3 tingkatan yaitu:

a. Tujuan program

Tujuan program merupakan hal-hal yang akan dicapai dalam waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat.

b. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari perilaku yang berubah dalam masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada.

c. Tujuan perilaku

Tujuan perilaku merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai. Tujuan ini berhubungan dengan pengetahuan dan sikap masyarakat.

3. Strategi pendidikan kesehatan

Strategi promosi kesehatan menurut WHO meliputi 3 hal yaitu:

a. Advokasi

Advokasi digunakan dengan tujuan pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan.

b.Dukungan sosial

Dukungan sosial digunakan dengan tujuan pendidikan kesehatan mendapatkan dukungan dari tokoh masyarakat.

c. Pemberdayaan masyarakat

(44)

Pemberdayaan masyarakat digunakan dengan tujuan masyarakat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya.

Strategi lain yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan adalah dengan menggunakan teori modifikasi yang dikemukakan Lawrence W Green merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja precede dan proceed. Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status kesehatan dan membantu perencana terfokus sebagai target untuk intervensi. Kerangka procede menyediakan langkah-langkah tambahan untuk mengembangkan kebijakan dan memulai pelaksanaan dan proses evaluasi (Priyoto, 2014).

Adapun tiap fase dalam kerangka precede proceed theory adalah sebagai berikut:

a. Fase 1 diagnosa sosial

Fase ini merupakan proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan kualitas hidupnya dan aspirasi untuk lebih lagi, dengan penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Fase ini membantu masyarakat menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada kesehatan. Untuk melakukan diagnosa sosial dilakukan dengan mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature, data, dan group method.

(45)

b. Fase 2 diagnosa epidemiologi

Fase ini merupakan fase penelusurusan masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnose sosial yang telah diprioritaskan. Hal ini perlu memperhatikan data kesehatan yang ada di masyarakat berdasarkan indikator kesehatan yang bersifat negative yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang bersifat positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat. Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:

1) Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi dan lain-lain

2) Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko 3) Masalah kesehatan yang rentan untuk intervensi

4) Asalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status kesehatan, economic savings

5) Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi 6) Apakah merupakan prioritas daerah/nasional

c. Fase 3 diagnosa perilaku dan lingkungan

Fase ini merupakan fase untuk mengidentifikasi perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator perilaku seperti pemanfaatan pelayanan kesehatan, upaya pencegahan, pola konsumsi makanan, kepatuhan dan upaya pemeliharaan. Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap yaitu membedakan

(46)

penyakit perilaku dan non perilaku, menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah, melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor lingkungan, memilih target lingkungan.

d. Fase 4 diagnosa pendidikan dan organisasi

Fase ini untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Mengidentifikasi faktor- faktor yang harus diubah untuk kelansungan perubahan perilaku dan lingkungan merupakan target antara atau tujuan dari program. Ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor penguat dan faktor pemungkin sementara untuk tahap proses menyeleksi dan mengatur program terdiri dari 3 tahap yaitu identifikasi faktor-faktor, menetapkan prioritas antara kategori dan menetapkan prioritas dalam kategori.

e. Fase 5 diagnosa administrasi dan kebijakan

Fase ini dilakukan untuk analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan. Tahap diagnosa administrasi antara lain yaitu menilai kebutuhan sumber daya,meniai ketersedian sumber daya dan menilai penghambat implementasi.

f. Fase 6 implementasi

Kunci keberhasilan dari fase ini meliputi pengalaman, sensitive terhadap kebutuhan, fleksibel dalam situasi kondisi, fokus

(47)

pada tujuan, dan sense of humor. Tahapan ini merupakan tahapan pelaksanaan segala perencanaan berdasarkan masalah kesehatan yang ada sesuai dengan diagnose yang ada pada tahap awal.

Implementasi bisa terdiri dari beberapa tahapan tergantung dari pembagian pengetahuan yang akan diberikan kepada masyarakat.

g. Fase 7 proses evaluasi

Fase ini membandingkan tujuan dengan standar object of interst. Beberapa indikator dari evaluasi adalah mengukur kualitas hidup, indikator status kesehatan, faktor perilaku dan lingkungan, faktor predisposing, enabling dan reinforcing, aktivitas intervensi, metode, perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi, tingkat keahlian staf, dan kualitas penampilan dan pendidikan. Untuk tingkatan objective terdiri atas sosial dan kesehatan, perilaku dan lingkungan, educational, regulatory, policy.

h. Fase 8 evaluasi impact

Fase ini menilai efek lansung dari program pada target perilaku (predisposing, enabling, reinforcing factors) dan lingkungan. Untuk evaluai outcome menilai evaluasi terhadap masalah pokok yang ada pada proses awal perencanaan yang akan diperbaiki: status kesehatan dan quality of life.

(48)

4. Metode pendidikan kesehatan

Metode dan teknik promosi kesehatan menurut Notoatmodjo, S (2012) berdasarkan sasaran di bagi menjadi 3 yaitu:

a. Metode individual

Metode ini digunakan apabila promotor kesehatan dan kliennya dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka maupun melalui sarana komunikasi lainnya. Metode dan teknik individual yang terkenal adalah councelling.

b. Metode kelompok

Metode ini digunakan untuk sasaran kelompok yang dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kecil yang terdiri dari 6 sampai 15 orang dan kelompok besar yang terdiri dari 15 sampai 30 orang. Metode pada kelompok kecil dan besar juga dibedakan, yaitu:

1) Pada kelompok kecil, metode yang digunakan adalah diskusi kelompok, metode curah pendapat, bola salju,bermain peran, metode permainan simulasi dan sebagainya.

2) Pada kelompok besar, metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti tanya jawab, seminar loka karya dan sebagainya.

c. Metode massal

Metode ini digunakan apabila sasaran dari pendidikan kesehatan yang dilakukan adalah massal atau publik. Metode yang sering digunakan berupa ceramah umum, penggunaan media massa

(49)

elektronik seperti radio dan televisi, penggunaan media cetak, dan penggunaan media di luar ruangan seperti spanduk.

5. Jenis-jenis Media Pemberian Pendidikan Kesehatan

Media merupakan alat peraga dalam promosi kesehatan atau dapat dikatakan sebagai alat bantu promosi kesehatan. Media kesehatan ini dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium dengan tujuan memudahkan komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarkat (Kholid, 2015).

Ditinjau dari bentuknya, terdapat berbagai jenis media pembelajaran, yaitu:

a. Media visual seperti grafik, diagram, display dan model

b. Media auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium Bahasa dan sejenisnya

c. Projected still media seperti slide, over head projector (OHP), in focus dan sejenisnya

d. Projected motion media seperti film, televise, video, computer dan sejenisnya

Robert Heinich dalam (Kholid, 2015) mengemukakan bahwa macam- macam media yang digunakan dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Media nonproyeksi seperti foto, diagram, display dan model

b. Media proyeksi seperti slide, overhead transparency (OHT), proyeksi komputer

c. Media audio seperti kaset dan compact disc (CD) d. Media bergerak seperti video dan film

e. Pembelajaran yang dimediasi komputer

(50)

f. Multimedia dan hypermedia berbasis komputer

g. Media seperti radio dan televise digunakan untuk pembelajaran jarak jauh.

D. Pendidikan Kesehatan Berbasis Budaya

Budaya merupakan suatu sikap dan perilaku yang dibentuk dari masa kanak-kanak dan penerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan serta karena pengalaman yang dialami. Kebiasaan ini dapat digunakan untuk dijadikan upaya pencegahan dari suatu penyakit. Kebiasaan yang mengikuti konsep tentang penyebab penyakit, yang sambil menjelaskan mengapa orang jatuh sakit, juga sekaligus mengajarkan tentang apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit itu. Kebiasaan seperti inilag yang perlu dikaji lebih jauh oleh petugas kesehatan dalam menentukan pendekatan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (Foster

& Anderson, 2006).

Petugas kesehatan yang bekerja di lingkungan yang bersifat lintas sosial-budaya lebih cepat menemukan masalah dibandingkan mereka yang bekerja di kebudayaan sendiri. Petugas dapat melihat bahwa beberapa penyakit bukan hanya merupakan gejala biologis melainkan terdapat gejala sosial-budaya. Partisipasi tenaga kesehatan dalam menentukan program-program dan metode yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemberian pemahaman dengan menggunakan unsur budaya agar tercipta perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Seperti penggunaan bahasa

(51)

yang memudahkan masyarakat mengerti mengenai materi pendidikan kesehatan yang diberikan (Foster & Anderson, 2006).

Pendekatan bahasa untuk pendidikan kesehatan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Beune, et al., (2014) mengenai edukasi berbasis budaya dengan pendekatan bahasa dalam meningkatkan kontrol terhadap tekanan darah tinggi. Aspek-aspek yang diberikan dalam pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, perawatan, faktor yang berpengaruh seperti sosial, budaya, lingkungan dan keuangan.

Unsur budaya yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Beune et.al (2014) inilah yang diadaptasi untuk digunakan dalam upaya peningkatan pengetahuan pada pasien hipertensi. Pendekatan bahasa yang digunakan merupakan bahasa makassar yang merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang. Penggunaan bahasa ini digunakan dalam pemberian pendidikan kesehatan dengan memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan hipertensi sesuai dengan aspek yang ada dalam CAHE yang telah dimodifikasi.

Bagian dari budaya selain pendekatan bahasa yang perlu diperhatikan adalah nutrisi yang diperoleh oleh masyarakat. Nutrisi merupakan bagian dari ciri lingkungan biobudaya, dimana nutrisi ini biasanya dikatakan sebagai makanan yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Misalnya makanan yang mengandung terlalu banyak lemak dan garam yang dikonsumsi dalam jumlah cukup banyak oleh masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Keaktifan untuk kontrol secara rutin pasien hipertensi saat ini dinilai masih rendah. Sebagian besar penderita hipertensi cenderung mengabaikan program terapi selama belum

Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang penyakitnya akan mengarah pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga akan berpengaruh

Benartelahmelakukanrevisikaryatulisilmiahsaya yang berjudul“Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi Dalam Menjalankan Diet Di Puskesmas Pembantu Desa Cinta

Kesimpulan ada hubungan tingkat pengetahuan dengan gaya hidup pada penderita hipertensi pada lansia di puskesmas Ngaglik II, Sleman Yogyakarta (p = 0,003&gt;

Dengan adanya hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan gambaran self care behavior pada penderita hipertensi sehingga diharapkan pihak puskemas dapat memotivasi

Kesimpulan penelitian adalah gambaran selfcare pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo.. Kata Kunci: Hipertensi, Selfcare,

Sehingga untuk dapat meningkatkan self-management behavior hipertensi strategi yang dilakukan yaitu edukasi yang tidak hanya dilakukan pada penderita hipertensi namun juga dengan

Modul edukasi kesehatan berbasis komunitas di Sumatera Barat untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi serta diabetes dengan pendekatan