• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Laut

Menurut Miro (2005) secara umum transportasi adalah sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. Karena dalam pengertian di atas terdapat kata – kata usaha, berarti transportasi juga merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan di mana proses ini tidak bisa dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diiinginkan. Alat pendukung apa yang dipakai untuk melakukan proses gerak, angkut dan alih ini, bisa bervariasi, tergantung pada :

a. Bentuk objek yang akan dipindahkan tersebut.

b. Jarak antara suatu tempat dengan tempat lain.

c. Maksud objek yang akan dipindahkan tersebut.

Menurut Jinca (2011) sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai potensi wilayah yang tersebar dari Hinterland, dihubungkan oleh jaringan transportasi jalan ke pelabuhan, sistem transportasi laut (ke pelabuhan, pelayaran/perkapalan, dan potensi pergerakan barang) mempunyai peranan sangat penting. Pelabuhan sebagai titik – titik simpul jasa distribusi melalui laut dan sebagai pusat kegiatan transportasi laut, menyediakan ruang untuk industri dan menunjang pembangunan masa depan. Moda transportasi laut merupakan pilihan untuk mengangkut penumpang ataupun barang dalam jumlah besar, kecepatan, dan biaya angkutan per ton mil, relatif rendah, dan sangat menguntungkan untuk proses pengangkutan barang maupun penumpang dalam jarak tempuh yang jauh terkhususnya pada wilayah kepulauan. Pengembangan transportasi angka pendek dan menengah berdasarkan kriteria pengembangan aringan transportasi nasional meliputi : fungsi kota dalam tata ruang nasional, pola produksi dan konsumsi,

(2)

11

faktor geografis dan moda yang paling ekonomis dalam melayani arus barang dan penumpang. Untuk daerah yang secara ekonomis tidak mempunyai potensi atau daerah yang belum berkembang, namun membutuhkan pelayanan transportasi, maka pelayanan transportasi berfungsi untuk membantu perkembangan ekonomi daerah tersebut.

Sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut yang menyebutkan bahwa Angkutan Laut adalah setiap kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang atau hewan dalam suatu perjalanan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa transportasi laut merupakan suatu kegiatan atau proses pengangkutan orang maupun barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan jarak dekat maupun jauh melalui jalur laut menggunakan sarana angkutan kapal laut, serta fasilitas pelabuhan difungsikan sebagai titik – titik jasa distribusi dan sebagai pusat kegiatan transportasi laut.

2.2 Jaringan Transportasi Laut

Menurut Jinca (2011) jaringan transportasi terdiri atas jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan transportasi. Jaringan prasarana transportasi terdiri atas : simpul prasarana transportasi dan ruang lalu lintas. Keterpaduan jaringan prasarana moda transportasi antarmoda atau multimoda dalam penyediaan pelayanan transportasi yang berkesinambungan. Simpul transportasi merupakan media alih muat yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan keterpaduan dan kesinambungan pelayanan transportasi. Jaringan pelayanan transportasi antarmoda, multimoda meliputi pelayanan transportasi untuk penumpang dan atau barang. Jaringan prasarana transportasi laut terdiri atas simpul yang berwujud pelabuhan laut, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Jaringan pelayanan transportasi laut dibedakan menurut hirarki dan sifat pelayanannya yang ditunjukkan menurut Tabel 2.1.

(3)

12

Tabel 2.1. Karakteristik Moda Transportasi

Moda (sistem) Aksesibilitas Mobilitas Efisiensi Jalan Raya Memiliki akses

tinggi langsung ke jalan, terbuka oleh terrain dan guna lahan

Kecepatan terbatas, ketersediaan kendaraan/mobil tinggi

Rendah, sisi keselamatan, bahan bakar, biaya, serta tidak hemat ruang Jalan Rel Investasi

infrastruktur &

sarana/kendaraan penumpang tinggi

Kapasitas &

kecepatan lebih besar dibanding jalan raya

Biaya relatif tinggi aspek tenaga kerja per- output rendah, efisiensi tinggi Trans. Udara Biaya infrastruktur

tinggi aksesibilitas bagus untuk rute langsung frekuensi

Kecepatan sangat tinggi, kapasitas kendaraan

pesawat untuk barang terbatas

Relatif rendah dari sisi energi

dan biaya

operasi baik bagi muatan nilai tinggi

Trans. Perairan Rute langsung aksesibilitas dan ketersediaan

jaringan pelayanan

& akses (pelabuhan) terbatas, aman

Kecepatan

rendah, kapasitas dan kenyamanan penumpang terbatas

kendaraan rendah

Efisiensi tinggi, biaya rendah untuk massal, hemat energi, keamanan

bervariasi, cocok muatan barang Sumber : Jinca, 2011

Beberapa Undang – undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Keputusan Menteri (Kepmen) yang mengatur berbagai moda transportasi di Indonesia, antara lain sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.2, dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Jenjang Kota Menurut Simpul Aktivitas Indikator Penentu Kota Simpul

Aktivitas Nasional (SAN)

Kota Simpul Aktivitas (SAR)

Kota Simpul Aktivitas Lokal (SAL)

Jumlah Penduduk Tinggi, penarik

& pembangkit perjalanan besar

Sedang, penarik

& pembangkit perjalanan sedang

Rendah, penarik pembangkit perjalanan kecil Orientasi

pergerakan perjalanan

Internasional antar SAN lainnya

Ke Kota SAN Ke Kota SAR

(4)

13 Wilayah perjalanan

(hinterland kota)

Nasional, beberapa provinsi

Regional beberapa kabupaten di provinsi perbatasan

Lokal dalam satu kabupaten lain perbatasan

Kemampuan pelayanan

Lengkap, multi fungsi

Memadai beberapa fungsi

Terbatas

beberapa fungsi pokok

Sumber : Jinca, 2011

Tabel 2.3. Jenjang Pelabuhan Menurut RTRWN

Jenjang Pelabuhan Volume Kegiatan Lingkup Pelayanan Pelabuhan Utama Primer Besar Internasional

Pelabuhan Utama

Sekunder

Besar Nasional

Pelabuhan Utama Tersier Menengah

Pelabuhan Pengumpan Regional

Kecil Dekat terhubung ke

pelabuhan jenjang di atasnya

Pelabuhan Pengumpan Lokal

Sangat Kecil Terhubung ke

pelabuhan jenjang di atasnya

Sumber : Jinca, 2011 2.3 Pelabuhan

Menurut keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut pelabuhan adalah tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan, serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Secara komprehensif, peran pelabuhan tidak hanya dari eksistensinya dan perkembangan pada masa depan. Tetapi sangat terkait dengan aspek perencanaan dan manajemen dalam menunjang pembangunan regional, antara daerah/pulau/

pelabuhan, di mana terjadi interaksi antar sumberdaya pembangunan, seperti : penduduk, SDA (sektoral), modal, teknologi, dan sumberdaya pembangunan lainnya. Menurut Jinca (2011) pelabuhan berperan dan berfungsi sangat penting dalam perdagangan dan pembangunan regional, nasional dan internasional, yaitu

(5)

14

sebagai pintu gerbang keluar masuk barang dan penumpang kendaraan dari suatu daerah, di mana pelabuhan tersebut berada. Peranan dan fungsi pelabuhan meliputi berbagai aspek yaitu :

a. Ketersediaan prasarana dan sarana pelabuhan melayani kegiatan bongkar muat barang dan kunjungan kapal, berkaitan dengan daerah belakang yang dihubungkan oleh transportasi darat investasi, teknologi, manajemen, dan kualitas pelayanan.

b. Keterkaitan pelabuhan di pulau yang satu dengan pelabuhan di pulau lain (nasional dan internasional), dan pelabuhan sekitarnya, sebagai asal dan tujuan pergerakan barang.

c. Keterkaitan suatu pelabuhan dengan aspek – aspek yang berdampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari pengembangan pelabuhan terhadap daerah sekitarnya.

Peranan penting yang dimiliki oleh pelabuhan dalam pelayaran internasional, nasional dan lokal, sesuai fungsinya memerlukan penguatan operasional seperti terdapat pada Gambar 2.1.

Fungsi Pelabuhan

Melayani Angkutan Barang LN

Melayani Angkutan Barang DN

Melayani Angkutan Penumpang

Menunjang pembangunan daerah

belakang

Menunjang Industri

Ekspor Impor

Antar Pulau Antar Daerah

Sektoral Regional Pembangunan Industri daerah

Pelabuhan Pembangunan di

panta industri Pelabuhan

(6)

15

Gambar 2.1 Fungsi Pelabuhan (Jinca, 2011)

2.4 Moda Angkutan Laut

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 tahun 2001. Tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Angkutan, Angkutan Laut adalah setiap kegiatan angkutan dengan menggnakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan dalam satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut. Angkutan laut masih memegang peranan penting. Daya angkut kapal yang sangat besar, sehingga dapat menekan biaya satuan, merupakan daya tarik tersendiri bagi dunia perdagangan, apalagi memang sering kali tidak ada alternatif lain terkecuali menggunakan kapal, karena angkutan melalui air (laut) lambat sehingga sesuai untuk mengangkut barang agar tidak rusak.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 tahun 2001.

Tentang Penyelenggaraan Angkutan Laut meliputi jenis kegiatan antara lain : a. Angkutan Laut Dalam Negeri

Kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut.

b. Angkutan Laut Luar Negeri

Suplay tenaga listrik Menunjang Kehidupan

penduduk

Pemukiman

Kegiatan/tempat rekreasi Perbaikan lingkungan hidup

Kegiatan kemasyarakatan

Bantuan untuk bencana alam dll

(7)

16

Kegiatan angkutan laut dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut.

c. Pelayaran Rakyat

Kegiatan angkutan laut yang ditujukan untuk mengangkut barang dan/atau hewan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu.

d. Angkutan Laut Khusus

Kegiatan angkutan laut yang dilakukan khusus untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya serta tidak melayani kepentingan pihak lain.

e. Angkutan Laut Perintis

Kegiatan angkutan laut yang menghubungkan daerah – daerah terpencil serta daerah yang potensial namun belum berkembang serta belum menguntungkan untuk dilayari secara komersial ke daerah – daerah yang telah berkembang.

2.5 Tarif Angkutan

Menurut Kamaluddin (1986) pengusahaan angkutan menghasilkan produk yang berupa jasa, yang jumlahnya dihitung menurut ton-km atau ton-mil dan penumpang-mil. Sehubungan dengan itu, maka tarif angkutan adalah merupakan harga yaitu harga (uang) yang harus dibayarkan oleh para pemakai jasa angkutan.

Sungguh pun jasa angkutan dihitung per ton-km dan per penumpang-km, namun pembayaran harga untuk jasa angkutan yang digunakan adalah dihitung sebagai satu keseluruhan jasa angkutan dari tempat asal ke tempat tujuannya. Ditinjau dalam hubungan dengan tarif angkutan dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar,yaitu :

a. Common Carrier

(8)

17

Perusahaan atau usaha angkutan umum yang menentukan tarif angkutannya dengan suatu daftar tarif tertentu, beroperasi atau melayani pemakainya pada waktu – waktu tertentu dan pada trayek – trayek yang telah ditetapkan.

Jadi common carrier merupakan usaha angkutan umum.

b. Contract Carrier

Perusahaan atau usaha angkutan yang memberikan pelayanan jasanya bila diperlukan, sewanya atau tarifnya ditentukan oleh kekuatan – kekuatan supply dan demand secara langsung serta beroperasi pada trayek – trayek yang diperlukan para pemakai dan yang bersedia dilayani oleh perusahaan angkutan yang bersangkutan. Dengan demikian contract carrier ini merupakan usaha angkutan carteran melalui suatu perjanjian kedua belah pihak.

Menurut Kamaluddin (1986) dalam masalah tarif ini, meskipun dalam industri transport dipegang juga prinsip bahwa tarif angkutan dihubungkan dengan ongkos – ongkos yang harus dikeluarkan untuk memberikan pelayanan jasa yang bersangkutan, akan tetapi pada dasarnya terdapat faktor lain yaitu ‘’value ‘’ atau

‘’nilai‘’ yang dapat diberikan pada jasa tersebut yang mempengaruhi cara dan dasar penentuan tarif angkutan yang bersangkutan. Maka dari itu pada prinsipnya tarif angkutan dipengaruhi dan ditentukan atas dasar dua faktor, yaitu :

a. Cost of service atau ongkos menghasilkan jasa yaitu ongkos –ongkos yang harus dikeluarkan oleh perusahaan angkutan untuk menghasilkan pelayanan jasa angkutan yang bersangkutan, dan

b. Value of service atau nilai jasa yang dihasilkan, yaitu jumlah uang yang oleh para pemakai jasa angkutan bersedia/sanggup dibayarnya atau yang dapat dihargainya untuk pelayanan jasa yang diberikan padanya oleh perusahaan angkutan yang bersangkutan.

Menurut Warpani (2002) tarif adalah harga jasa angkutan yang harus dibayar oleh pengguna jasa, baik melalui mekanisme perjanjian sewa menyewa, tawar menawar, maupun ketetapan pemerintah. Harga jasa angkutan yang

(9)

18

ditentukan mengikuti sistem tarif, berlaku secara umum dan tidak ada ketentuan lain yang mengikat perusahaan angkutan dan pemilik barang atau penumpang. Jika harga angkutan ditetapkan melalui mekanisme perjanjian, maka harga tersebut hanya berlaku bagi pihak yang terikat dalam perjanjian, yang dapat ditentukan menurut waktu pemakaian (time charte) atau tempat tujuan pengiriman (voyage charte). Waktu pemakaian lebih luas lingkupnya daripada tempat tujuan pengiriman, karena waktu pemakaian dapat mencakup beberapa kali tujuan pengiriman. Tarif yang ditetapkan oleh pemerintah bertujuan terutama melindungi kepentingan pengguna jasa (konsumen) dan selanjutnya produsen, untuk kelangsungan usaha. Bagi pelayanan kelas eksekutif biasanya penentuan tarif diserahkan kepada produsen dengan pertimbangan pangsa pasarnya adalah golongan ekonomi menengah ke atas, dan faktor kebijakan subsidi silang.

2.6 Angkutan Penyeberangan (Tongkang)

Dalam Keputusan Perhubungan Nomor 32 Tahun 2001 disebutkan bahwa Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Angkutan penyeberangan diharapkan memenuhi kriteria yang mendekati sifat – sifat angkutan jalan raya, yaitu sebagai berikut :

a. Pelayanan ulang – alik dengan frekuensi tinggi. Pemakaian angkutan penyeberangan pada umumnya menginginkan pelayanan tanpa waktu tunggu yang lama.

b. Pelayanan terjadwal dengan ‘’ headway ‘’ konstan sangat diinginkan oleh penumpang sesuai dengan tujuan perjalanan mereka.

c. Pelayanan yang reliable. Reliability biasanya dinyatakan dalam dua parameter, yaitu regularity (keteraturan) dan punctuality (ketepatan waktu).

Keteraturan dan ketepatan waktu bagi penumpang atau barang sangat dituntut oleh pemakai jasa angkutan yang sangat mengharapkan efisiensi

(10)

19

transport. Persyaratan ini menuntut dioperasikannya kapal penyeberangan dengan kapasitas cukup dan tidak cukup dan tidak sensitif terhadap perubahan kondisi cuaca.

d. Pelayaran yang aman dan nyaman, pelayaran yang aman dituntut pada semua rute pelayaran sedangkan kenyamanan dituntut terutama, pada pelayaran yang memerlukan waktu tempuh yang lama. Akomodasi di kapal penyeberangan dengan waktu pelayanan malam hari harus tersedia.

e. Tarif yang moderat (rendah), mengingat angkutan penyeberangan biasanya ditunjukan untuk melayani angkutan ‘’commuter‘’, maka angkutan penyeberangan diharapkan berada pada tingkatan tarif moderat (rendah).

f. Aksesibilitas ke terminal angkutan penyeberangan, lokasi terminal tidak terlalu jauh dari pusat bangkitan lalu lintas sehingga jarak dan waktu tempuh dari asal ke tujuan dapat dipersingkat.

2.7 Klasifikasi Rute Penyeberangan

Berdasarkan studi yang dilakukan JICA Dalam Nasution (2004), maka pelayanan ferry dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria berikut ini,

a. Berdasarkan karakter fungsional

1) National route : rute yang menghubungkan dua ibu kota propinsi.

2) Regional trunk route : rute yang menghubungkan dua tempat dimana salah satunya adalah ibu kota propinsi.

3) Regional route : rute yang mempunyai hubungan langsung dengan ibu kota propinsi.

b. Berdasarkan karakter geografi

1) Inter-regional route : rute yang menghubungkan dua pulau utama dan cenderung meupakan rute ‘’long-houl’.

2) Inter-island route : rute yang menghubungkan pulau – pulau dalam satu region.

3) Island route : rute yang menghubungkan lokasi – lokasi di dalam suatu daratan, misalnya penyeberangan danau dan sungai.

(11)

20

4) Short-cut route : rute yang merupakan perpendekan dari angkutan jalan raya.

c. Berdasarkan besarnya demand

1) High demand route : rute dengan 6 trip/hari dalam satuan kapal 300-500 GRT.

2) Medium route demand : rute dengan 2-6 trip/hari dalam satuan kapal 300- 500 GRT.

3) Low demand route : rute lebih kecil dari 2 trip/hari dalam satuan kapal 300-500 GRT.

d. Berdasarkan jarak perjalanan 1) Sangat pendek : <10 mil 2) Pendek : 11 – 50 mil 3) Jauh : 51 – 100 mil 4) Sangat jauh : >100 mil

2.8 Biaya Operasional Kendaraan (kapal)

Menurut Warpani (2002) biaya angkutan adalah bagian dari struktur biaya produksi yang pada akhirnya menjadi bagian dari harga produksi. Menurut Nasution (2004) struktur biaya suatu perusahaan jasa tergantung pada kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkutan yang digunakan, serta penyesuaian terhadap besarnya arus angkutan yang dilayani, termasuk manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas kapal. Jumlah biaya jasa angkutan tergantung pada :

a. Jarak dalam ukuran ton – kilometer.

b. Tingkat penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu.

c. Sifat khusus muatan.

Menurut Nasution (2004) operasi kapal memiliki tiga fase yang khas, masing – masing dengan biaya yang khusus. Fase – fase ini adalah (1) waktu kapal berada di pelabuhan untuk melakukan bongkar/muat, (2) waktu manuver untuk kapal bersandar pada atau melepas dari dermaga di pelabuhan, dan (3) waktu

(12)

21

berlayar antar pelabuhan. Ketiga fungsi tersebut akan menentukan besarnya harga jasa angkutan yang didasarkan atas biaya perjalanan kapal, biaya di pelabuhan, dan biaya khusus. Biaya khusus adalah biaya yang dikeluarkan karena barang yang diangkut memerlukan pelayanan khusus selama pelayaran.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2003, komponen biaya jasa angkutan penyeberangan, yaitu :

1. Biaya Langsung

Biaya langsung yaitu biaya yang berkaitan langsung dengan produk jasa yang dihasilkan, terdiri atas :

1.1 Biaya Tetap (fixed cost)

1.1.1 Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi) Rumus :

𝐵𝑝𝑘 =Harga kapal−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢

Masa Penyusutan ...(2.1) Dimana harga kapal didasarkan atas :

a. Nilai residu 5% dari harga kapal.

b. Masa penyusutan 25 tahun untuk kapal baru dan 20 tahun untuk kapal bekas.

1.1.2 Biaya Bunga Modal Rumus :

𝐵𝐵𝑀 =

n+2

2 x( 65%xharga kapal)xtingkat bunga/tahun

N ...(2.2) Dimana :

N = Jangka waktu pinjaman adalah 10 tahun modal dihitung 65% dari harga kapal, tingkat bunga didasarkan atas tingkat harga yang berlaku umum.

1.1.3 Biaya Asuransi Kapal Rumus :

Besarnya premi asuransi kapal/tahun adalah 1,5% dari harga kapal 1.1.4 Biaya Awak Buah Kapal

a. Gaji Upah

(13)

22

= Gaji rata – rata/orang/bulan x jumlah ABK x 12

bulan...(2.3) b. Tunjangan

= Tunjangan rata – rata/orang/bulan x jumlah ABK x 12

bulan...(2.4) 1.2 Biaya Tidak Tetap (running cost)

1.2.1 Bahan Bakar Minyak (BBM)

Pemakaian bahan bakar, berangkat dari performance tenaga penggerak kapal (HP), yaitu besar daya yang diperlukan kapal dengan kecepatan tertentu pada kondisi displacement perencanaan kapal. Komposisi pemakaian bahan bakar pada mesin bantu kapal untuk pemakaian penerangan, pompa – pompa, mesin jangkar, mesin kemudi, dan lain – lain.

Besar pemakaian bahan bakar kapal ditentukan oleh lamanya waktu kapal di laut dan di pelabuhan, dan besar tenaga penggerak kapal dan mesin bantu, pemakaian bahan bakar di laut digunakan untuk mesin penggerak utama kapal dan mesin bantu kapal, sedangkan untuk pemakaian bahan bakar di pelabuhan digunakan untuk mesin bantu kapal. Menurut besarnya konsumsi bahan bakar minyak dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003 :

= Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakain BBM/PK/jam x jumlah jam layar/trip x jumlah trip/hari x hari operasi/tahun x harga

BBM/liter...(2.5) Dimana =

a. Pemakaian BBM per PK/jam = 0,13 liter.

b. Hari operasi kapal/tahun = 11 bulan/330 hari, 1 bulan untuk docking tahunan.

c. Jam kerja mesin dihitung berdasarkan lama pelayanan per trip.

d. Jumlah trip perhari dihitung menurut banyaknya frekuensi pelayanan perhari.

Catatan : PK (Paarden Kracht) = 0,98 HP (Horse Power) 1.2.2 Biaya Pelumas

(14)

23

Pemakaian minyak lumas adalah untuk penggantian secara periodik atau jarak pelayaran untuk pemeliharaan terhadap mesin – mesin. Jumlah kebutuhan minyak lumas tergantung dari jenis dan besarnya tenaga penggerak. Jangka waktu penggantian biasanya berdasarkan waktu atau jam – jam kerja mesin itu merata terhadap umur teknis kapal 25 tahun, dan nilai sisa kapal diperhitungkan sama dengan nol. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, biaya pelumas yaitu :

= Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakaian pelumas/PK/jam x jumlah jam layar/trip x jumlah trip/hari x hari operasional/tahun x harga pelumas/liter...(2.6) Dimana =

a. Pemakaian pelumas per PK/jam=0,0033 liter

b. Hari operasional kapal/tahun = 11 bulan/330 hari, 1 bulan untuk docking tahunan

c. Jam kerja mesin dihitung berdasarkan lama pelayaran/trip

d. Jumlah trip perhari dihitung menurut banyaknya frekuensi pelayaran perhari.

1.2.3 Biaya Gemuk

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, biaya gemuk yaitu :

= jumlah pemakaian gemuk/bulan x jumlah operasi kapal/bulan x harga gemuk/kg...(2.7) Dimana =

Pemakaian gemuk diansumsikan untuk kapal ukuran:

a. Kurang dari 150 GT = 20 kg b. 151 – 400 GT = 30 kg c. 401 – 500 GT = 40 kg d. 501 – 1000 GT = 50 kg e. Lebih dari 1000 GT = 60 kg 1.2.4 Biaya Air Tawar

Untuk crew + penumpang + DLL

(15)

24

= jumlah pemakaian x harga air tawar/liter ...(2.8) 1.2.5 Biaya Repairs, Maintenance dan Suppliers (RMS)

Biaya yang dikeluarkan kepada pihak luar yang melaksankan pekerjaan reparasi dan maintenance kapal, dapun biaya yang dikeluarkan meliputi : a. Pemeliharaan harian kapal

• Biaya cleaning servise, biaya/tahun

• Biaya pengadaan sabun dan majun

• Pengecatan rutin kapal

b. Pemeliharaan peralatan keselamatan kapal c. Peralatan dan perlengkapan kapal

d. Docking/pemeliharaan kapal e. Biaya di lingkungan pelabuhan f. Biaya perniagaan dan promosi 2. Biaya Tidak Langsung

2.1 Biaya Tetap

Biaya pegawai darat cabang (kantor cabang/perwakilan) gaji upah

= gaji rata – rata/ bulan x jumlah pegawai x 12 bulan…….………….…..(2.9) 2.2 Biaya Tidak Tetap

a. Biaya kantor cabang, perwakilan dan rumah dinas b. Biaya pemeliharaan

c. Biaya alat tulis kantor

ATK= biaya/bulan x 12 bulan...(2.10) d. Biaya Telepon

= biaya/bulan x 12 bulan...(2.11) e. Biaya Pos

= biaya/bulan x 12 bulan...(2.12) f. Biaya PDAM

= biaya/bulan x 12 bulan...(2.13) g. Biaya pengawasan dan perjalanan dinas...(2.13) 2.9 Tarif Angkutan Penyeberangan

(16)

25

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per Satuan Unit Produksi (SUP) per mill. Tarif jarak adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam rupiah per lintas penyeberangan per jenis muatan per satu kali jalan, maka tarif dasar dikalikan jarak tempuh dikalikan lagi dengan nilai SUP per muatan ditambah tarif tambahan.

Dalam hal ini tarif jarak adalah jenis yang digunakan untuk penumpang, kendaraan penumpang dan kendaraan barang serta muatannya. Adapun rumusan tarif adalah sebagai berikut :

1. Total biaya operasi per tahun

= Biaya langsung + biaya tidak langsung...(2.15)

2. Biaya per satuan unit produksi per mil

= Total Biaya Operasi per tahun

Total Produksi SUP per tahun...(2.16) Ket :

Total Biaya Operasi per tahun = biaya langsung + biaya tidak langsung Total produksi per tahun = (kapasitas muat kapal ferry x SUP kendaraan) x jumlah trip per tahun

3. Biaya pokok persatuan unit produksi permil dihitung pada tingkat load factor 60%...(2.16) 4. PPH Pelayaran

= 1,2% dari biaya persatuan unit produksi...(2.17) 5. Tarif Dasar

= Biaya per SUP + PPH Pelayaran...(2.18) 6. Tarif Jarak

= (Tarif Dasar + Jarak + SUP per golongan) + Tarif Pelayanan Tambahan...(2.19) 2.10 Kebijakan Tarif

Menurut Warpani (2002) kebijakan tarif dapat dipandang sebagai kebijakan mengikat. Di satu sisi dapat dipandang sebagai alat pengendali lalu lintas, di sisi

(17)

26

yang lain dapat berarti alat untuk mendorong masyarakat menggunakan kendaraan umum dan mengurangi kendaraan pribadi, dan di sisi yang lainnya dapat digunakan untuk mengarahkan perkembangan wilayah dan kota. Pusat kegiatan masyarakat adalah kawasan yang memerlukan persinggungan atau pelayanan angkutan umum, misalnya daerah tujuan wisata serta masih banyak lagi sisi – sisi kepentingan angkutan umum lainnya. Tarif angkutan ditentukan dari besarnya biaya operasional kendaraan.

Menurut Kamaluddin (1987) bahwa faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan tarif angkutan laut pada umumnya didasarkan pada ongkos untuk menghasilkan jasa angkutan serta nilai jasa angkutan bagi penumpang yang ada maupun penumpang yang potensial.

2.11 Penetapan Tarif

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, tarif dasar dan tarif jarak ditetapkan sebagai berikut :

a. Menteri untuk angkutan lintas penyeberangan antar Negara dan/atau antar propinsi

b. Gubernur untuk angkutan lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam propinsi

c. Bupati/Walikota untuk angkutan penyeberangan dalam kabupaten/kota Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, diusulkan oleh Direktur Jenderal setelah terlebih dahulu dibahas dengan :

a. Asosiasi perusahaan angkutan penyeberangan (Gapasdaf) b. Perusahaan angkutan penyeberangan

c. Pengguna jasa angkutan penyeberangan 2.12 Penggolongan Tarif

(18)

27

Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, angkutan kendaraan ditetapkan berdasarkan pembagian golongan sebagai berikut :

1. Golongan I : Sepeda

2. Golongan II : Sepeda motor di bawah 500 cc dan gerobah dorong 3. Golongan III : Sepeda motor besar (>500) dan kendaraan roda 3

4. Golongan IV : Kendaraan bermotor berupa mobil jeep, sedan, minicab, minibus, mikrolet, pick up, station wagon dengan panjang sampai dengan 5 meter dan sejenisnya

5. Golongan V : Kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang (truk)/tangki ukuran sedang dengan panjang sampai 7 meter dan sejenisnya

6. Golongan VI : Kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang (truk)/tangki ukuran sedang dengan panjang sampai 7 meter sampai 10 meter dan sejenisnya, dan kereta penarik tanpa gandengan

7. Golongan VII : Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk/tronton)/tangki, kereta penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat dengan panjang lebih dari 10 meter sampai 12 meter dan sejenisnya

8. Golongan VIII : Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk/tronton)/tangki, kereta penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat dengan panjang 12 meter dan sejenisnya

Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 tahun 2003, besaran SUP masing – masing kendaraan adalah sebagai berikut :

a. Kendaraan Golongan I :1,6 SUP b. Kendaraan Golongan II : 2,8 SUP c. Kendaraan Golongan III : 5,6 SUP d. Kendaraan Golongan IV

Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 21,63 SUP Kendaraan barang beserta muatannya : 17,98 SUP

e. Kendaraan Golongan V

Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 37,39 SUP

(19)

28

Kendaraan barang beserta muatannya : 31,55 SUP f. Kendaraan Golongan VI

Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 63,28 SUP Kendaraan barang beserta muatannya : 52,33 SUP

g. Kendaraan Golongan VII

Kendaraan barang beserta muatannya : 66,03 SUP h. Kendaraan Golongan VIII

Kendaraan barang beserta muatannya : 98,75 SUP i. Kendaraan Golongan IX

Kendaraan barang beserta muatannya : 148,13 SUP

2.13 Faktor Beban (Load Factor)

Menurut Nasution (2004) faktor beban adalah jumlah penumpang, kendaraan dan barang, yang diangkut oleh kapal dibandingkan dengan kapasitas tersedia. Faktor beban sangat berpengaruh sekali dalam menentukan tingkat pendapatan operasi dan mengibangi pengeluaran/biaya. Faktor beban dapat dijadikan tolok ukur utama dalam menentukan kriteria keperintisan, faktor beban mempunyai bobot dominan. Secara teknis, hal ini juga menggambarkan tingkat permintaan jasa angkutan. Dasar pertimbangan yang juga harus diperhatikan dalam menentukan bobot faktor beban, adalah dari segi utility kapal yang digunakan.

Misalnya, berdasarkan kemampuan teknis dan nautis, kapal dapat beroperasi 6 trip dalam satu hari. Realisasinya, hanya dapat diselengarakan 2 trip dengan faktor beban yang masih rendah. Dalam hal ini, terjadi under utilities, kalaupun dilakukan 2 trip atau lebih, maka faktor beban akan menjadi lebih sangat rendah. Untuk hal ini, faktor beban diberikan bobot tertinggi 50 dari jumlah penilaian dalam kriteria keperintisan.

Rumus :

(20)

29 Load Faktor = Total kapasitas SUP tahun 2018

Total produksi SUP tahun 2018 ……...(2.20) Ket:

Total kapasitas SUP tahun 2018 = Total SUP kapal pertrip X Jumlah trip 2018 Total produksi SUP tahun 2018 = (penumpang dewasa x SUP pnp dewasa) + (penumpang anak-anak x 0.7 SUP dewasa) + (kendaraan Gol.I x SUP gol. I) + (kendaraan Gol.II x SUP gol. II) ) + dst ...(2.21)

Gambar

Tabel 2.1. Karakteristik Moda Transportasi
Tabel 2.3. Jenjang Pelabuhan Menurut RTRWN

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya, mengungkapkan perilaku transeksual (gangguan identitas gender) terjadi karena hilangnya model kelelakian yang diturunkan oleh ayah kepada subjek (individu

Untuk menganalisis pengaruh penerapan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap kemampuan berpikir aljabar siswa kelas VII di MTs Salafiyah

Desain awal dalam proses pengembangan perangkat pembelajaran ini adalah penyajian perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan untuk materi transformasi. Perangkat

Penelitian tentang tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional sebagai obat penyakit pada anak dari berbagai sudut pandang sudah sering dilakukan,

Upaya penangkapan ikan delah pada Perairan Mapur yang Didaratkan di Desa Kelong pada bulan Agustus sampai bulan April belum mengalami overfishing dengan nilai

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul : PENGARUH EKSPEKTASI PENDAPATAN, LINGKUNGAN KELUARGA, DAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

4 Saya tertarik untuk mengikuti PPAk karena PPA merupakan sarana untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan pembayaran finansial yang besar. 5 Saya akan mengikuti Pendidikan

Peserta didik melakukan diskusi kelompok untuk menuliskan informasi-informasi penting pada bacaan dalam bentuk peta pikiran1. Peserta didik mempresentasekan hasil kerja