commit to user
HUBUNGAN ANTARA TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT
NADI PADA PEKERJA BAGIAN
WEAVING
PT. TYFOUNTEX INDONESIA
SUKOHARJO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan
Frischa Puspitasari
R.0207029
PROGRAM D.IV KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
commit to user ABSTRAK
Frischa Puspitasari, 2011. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Denyut Nadi Pada Pekerja Bagian Weaving PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan tekanan panas dan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
.
Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penjelasan (explanatory research). Menurut pendekatannya, penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling sehingga sampel yang menjadi objek penelitian berjumlah 44 orang laki-laki. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Heat Stress Area Monitor merek
Questempo10 untuk mengukur tekanan panas dan Tensoval Digital untuk mengukur denyut nadi pekerja. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.0.
Hasil : Dari hasil analisis dengan uji Korelasi Pearson Product Moment, uji hubungan denyut nadi dan tekanan panas diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05 (p < 0,05).
Kesimpulan : Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan panas dan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo bahwa semakin tinggi tekanan panas di lingkungan kerja. Semakin cepat pula denyut nadi pekerja. Sebaliknya semakin rendah tekanan panas di tempat kerja semakin lambat denyut nadi pekerja (tekanan panas dan besarnya denyut nadi pekerja berbanding lurus).
commit to user ABSTRACT
Frischa Puspitasari, 2011. Relations Between Pressure Heat with Pulse On Workers' Section Weaving PT. Indonesia Tyfountex Sukoharjo. IV Diploma Course Occupational Health University School of Medicine Eleven March Surakarta.
Objective: This study aims to identify and analyze the relationship of heat and pulse pressure on workers in the weaving section PT. Indonesia Tyfountex Sukoharjo.
Methods: This study used this type of research explanations (explanatory research). According to the approach, this study was cross sectional study. The sampling technique used was purposive sampling so that the sample that became the object of study numbered 44 men. Data collection was performed by using the reaction timer Questempo10 brand to measure heat and pressure to measure pulse Tensoval workers. Processing techniques and data analysis conducted by the statistical test Correlation of Pearson Product Moment by using computer program SPSS version 13.0.
Results: The results of analysis with Pearson Product Moment Correlation test, relationship test pulse and heat stress is known that the value of Sig. of 0.000 or
less than 0.05 (p <0.05).
Conclusion: From these results suggest that there is a relationship hot and pulse pressure on workers in the weaving section PT. Indonesia Tyfountex Sukoharjo, that the higher the heat stress in the workplace. The faster the pulse of workers.Conversely the lower the heat stress in the workplace increasingly slow pulse workers (heat pressure and pulse magnitude is proportional workers).
commit to user KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmat-Nya yang tak terkira berupa kemudahan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis persembahkan bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW beserta Ahlul Bait-nya, yang telah rela mengorbankan jiwa, raga dan seluruh hidupnya demi menegakkan dinnullah sebagai ajaran yang merupakan penerangan bagi kehidupan manusia di seluruh alam ini.
Skripsi ini berjudul “Hubungan Tekanan Panas dan Denyut Nadi Pada Pekerja Bagian Weaving PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan di Program Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini, dengan rasa rendah hati disampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. H. A.A. Subiyanto, dr., MS, Dr selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp. Ok selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Ibu Siti Utari, Cr, Dra., M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Hari Wujoso, dr, MM, Sp.F selaku penguji utama yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Bapak Kartono, Bsc selaku kepala bagian personalia PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo yang telah membantu dalam penelitian ini.
7. Keluarga saya, terimakasih atas dorongan dan doa restunya.
8. Sahabat-sahabat dan teman-teman saya D.IV Kesehatan Kerja 2007, terimakasih dukungan semangat dan bantuannya (sukses buat semua).
9. Semua pihak yang telah membantu baik moril maupun material, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu sehingga terselasaikannya Skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7
B. Kerangka Pemikiran ... 30
C. Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 31
D. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32
E. Definisi Operasional Variabel ... 33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 53
commit to user DAFTAR TABEL
Tabel 1 Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999. ... 14
Tabel 2 Christensen (1991). Encyclopaedia of Accupational Health and Safety. ILO. Geneva dalam Tarwaka (2004). ... 15
Tabel 3 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Manusia ... 16
Tabel 4 Nadi kerja menurut tingkat beban kerja ... 21
Tabel 5 Frekuensi Nadi menurut Berbagai Usia ... 22
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur... 38
Tabel 7 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Gizi/IMT ... 39
Tabel 8 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Di Finishing Bagian Weaving .. 40
Tabel 9 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Di Tenun Bagian Weaving... 41
Tabel 10 Korelasi Umur dan Denyut Nadi ... 42
Tabel 11 Korelasi status gizi (IMT) dan Denyut Nadi ... 43
Tabel 12 Normalitas Denyut Nadi ... 44
commit to user DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ... 30
commit to user DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Responden.
Lampiran 2 Data Responden Pekerja Bagian weaving di PT. Tyfountex
Indonesia Sukoharjo
Lampiran 3 Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
Lampiran 4 Hasil Pengukuran Denyut Nadi Pekerja di Bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
Lampiran 5 Uji Normalitas Data Umur dan IMT
Lampiran 6 Nilai-nilai (r) korelasi Pearson Product Moment
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam
suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor dan sebagainya) dan yang
menjadi kajian dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat
sekitar perusahaan tersebut (Notoadmodjo, 2002).
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi,
penggunaan bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit. Namun
demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan peralatan
yang beraneka ragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan
sumber daya manusianya. Keterbatasan manusia sering menjadi faktor
penentu terjadinya musibah seperti kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi
tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik
bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas. Untuk
mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka
diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai
dari perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu
mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat
proses produksi. Sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman,
commit to user
Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain
yang dalam hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja
manusia tersebut (Wignjosoebroto, 2003). Cuaca kerja adalah kombinasi dari
suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi.
Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh
disebut tekanan panas (Suma’mur, 2009).
Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami
heat strain. Heat strain atau regangan panas merupakan efek yang diterima
tubuh atas beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2004). Indikator heat strain
adalah peningkatan denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran
keringat dan penurunan berat badan (Wignjosoebroto, 2003).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di PT Tyfountex
Indonesia yang berlokasi di daerah Sukoharjo, dimana salah satu bagian
produksi di PT ini adalah bagian weaving, peneliti menjumpai banyak pekerja
yang bekerja di lingkungan kerja panas yang melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB). Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja pada bagian weaving
dengan menggunakan Quest Stemp pada jam 09.00 WIB, diperoleh hasil
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) sebesar 31,8 oC dan juga diperoleh hasil
pengukukuran denyut nadi pekerja sebesar 71 kali/menit. Sedangkan saat
pengukuran iklim kerja di tempat yang sama dengan pekerja yang sama pada
commit to user
33,6 oC dan juga denyut nadi pekerja yang lebih tinggi 11 kali/menit dari
pengukuran denyut nadi pekerja sebelumnya pada jam 09.00 yaitu sebesar 82
kali/menit. Dari hasil pengukuran denyut nadi tersebut didapatkan rata-rata
denyut nadi sebesar 76 kali. Salah satu cara untuk mengetahui beban kerja
adalah dengan menghitung denyut nadi pekerja per menitnya. Dari hasil
survey awal diperoleh rata-rata denyut nadi pekerja sebesar 76 kali/menit.
Denyut nadi tersebut termasuk dalam kategori beban kerja ringan (75-100
denyut/menit). Setelah diketahui termasuk kategori apa beban kerja pekerja di
tempat tersebut, kemudian hasil beban kerja tersebut dibandingkan dengan
Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 tentang
NAB tekanan panas, dengan pengaturan waktu kerja 75 % kerja dan 25 %
istirahat untuk 7 jam kerja dengan beban kerja ringan yang didasarkan atas
pengukuran denyut nadi selama bekerja, maka ditetapkan Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk iklim kerja di tempat tersebut sebesar 28oC. Dari hal tersebut
bisa dikatakan bahwa iklim kerja hasil pengukuran telah melebihi Nilai
Ambang Batas yang telah ditetapkan, selain itu juga bisa di katakan bahwa
ada perbedaan denyut nadi pekerja pada saat bekerja di jam yang berbeda.
Dari hasil penelitian yg dilakukan oleh Muflichatun (2006) pada
pekerja pandai besi di paguyuban Wesi Aji Desa Donorejo Kecamatan
Limpung Kabupaten Batang dengan judul Hubungan Antara Tekanan Panas,
Denyut Nadi dan Produktivitas Pekerja Pandai Besi Paguyuban Wesi Aji
commit to user
tekanan panas, denyut nadi dan produktivitas pekerja Pandai Besi Paguyuban
Wesi Aji Donorejo Batang.
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil survei tersebut diatas,
maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan
Antara Tekanan Panas dengan Denyut Nadi Pada Pekerja Bagian Weaving di
PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut: ” Apakah ada hubungan antara tekanan panas dengan denyut
nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo ?.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antara tekanan panas dengan
denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia
Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur dan menganalisa tekanan panas di bagian weaving di
PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
b. Untuk mengukur dan menganalisa denyut nadi pada pekerja bagian di
commit to user
c. Untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antara tekanan panas
dengan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex
Indonesia Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoristis
Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada hubungan antara tekanan
panas dengan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex
Indonesia Sukoharjo.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah informasi yang dapat digunakan sebagai data pembanding
atau dasar pertimbangan bagi peneliti lain tentang hubungan antara
tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
b. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal merencanakan
penelitian, melaksanakan penelitian dan mengetahui hubungan antara
tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo.
c. Bagi Program D.IV Kesehatan Kerja
Menambah referensi di kepustakaan Program D.IV Kesehatan Kerja
commit to user
nadi pada pekerja bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia
Sukoharjo.
d. Bagi PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam kaitannya dengan
lingkungan kerja serta tindakan pengendalian, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas dan derajat kesehatan
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Tekanan Panas
a. Definisi Tekanan Panas
Tekanan panas adalah perpaduan dari suhu dan kelembaban
udara, kecepatan aliran udara, suhu radiasi dengan panas yang
dihasilkan oleh metabolisme tubuh (Siswanto, 1987).
Menurut Santoso (2004), tekanan panas (heat stress) adalah
beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia.
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat
faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut
tekanan panas (Suma’mur, 2009).
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas
1) Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang
ditandai oleh pengeluaran keringat yang meningkat, denyut jantung
menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi ini biasanya
memerlukan waktu 7-10 hari. Aklimatisasi dapat pula menghilang
ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama
commit to user
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk
aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan frekuensi
denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat.
Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi
untuk beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan
keringat tergantung pada kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi
panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu (WHO, 1969).
2) Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada
umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar
keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang
yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk
mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas.
Suatu studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan
panas (heat stroke) mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.
Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal
berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur
(WHO, 1969).
3) Jenis Kelamin
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan
commit to user
laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas
kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).
4) Suku Bangsa
Perbedaan aklimatisasi yang ada diantara kelompok suku
bangsa adalah kecil. Mungkin hal ini dikarenakan perbedaan
ukuran tubuh (WHO, 1969).
5) Ukuran Tubuh
Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi
fisiologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh
yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas yang
relatif lebih besar. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai
kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50
Kg selain mempunyai maximal oxigen intake yang rendah tetapi
juga kurang toleran terhadap panas daripada mereka yang
mempunyai berat badan rata-rata (Siswanto, 1987).
6) Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta
commit to user
Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan
respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan
karena sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Siswanto, 1987).
Menurut Taufik (2007) cara untuk menentukan status gizi
seseorang yang popular di dunia kesehatan yaitu dengan
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass
Index). Sedangkan rumus IMT adalah sebagai berikut :
IMT = BB (kg) TB2 (m)
Standar Asia Nilai IMT :
< 18,5 = Kurus
18,5 – 22,9 = Normal
23 – 27,4 = BB lebih (OW/Over Weight)
27,5 > = Obesitas
c. Indikator Tekanan Panas
Indikator dari tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri
dari :
1) Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa
panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng
dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran
udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak
memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh.
commit to user
memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi
(Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap saja ada
kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas
hasil metabolisme tubuh.
2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature
Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut:
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu
kering (untuk bekerja dengan sinar matahari).
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk
pekerjaan tanpa sinar matahari).
3) Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam
(Predicted 4 Hour Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya
prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi
suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi.
Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan
berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan
pekerjaan.
4) Indeks Belding-Hacth
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari
commit to user
154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani,
serta beraklimatisasi terhadap panas.
d. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pertukaran Panas
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut
Suma’mur (2009) terdiri dari:
1) Konduksi
Konduksi ialah pertukaran panas antara tubuh dengan
benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak
langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh,
apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat
menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari
tubuh.
2) Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan
lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah
penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak
dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan
tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi
memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh
dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah
commit to user 3) Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan
gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar,
tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.
4) Penguapan
Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di
permukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas
untuk penguapan.
Untuk mempertahankan suhu tubuh maka,
M ± kond ± konv ± R-E = 0
M = Panas dari metabolisme
Kond = Pertukaran panas secara konduksi
Konv = Pertukaran panas secara konveksi
R = Panas radiasi
E = Panas oleh evaporasi
e. Pengukuran Tekanan Panas
Menurut Hendra (2009), pengukuran tekanan panas
menggunakan “Area Heat Stress Monitor” yaitu suatu alat digital
untuk mengukur tekanan panas dengan parameter Indek Suhu Bola
Basah (ISBB). Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering dan
suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dilakukan
commit to user
kerja yang berdiri dan 0,6 m (2 kaki) bila tenaga kerja duduk dalam
melakukan pekerjaan. Pada saat pengukuran reservoir (tandon)
termometer suhu basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat
10 menit.
f. Standar Iklim Kerja
Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 dalam
Tarwaka (2004).
Tabel 1. Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999.
Pengaturan waktu kerja ISBB ° C Beban Kerja
Waktu kerja Waktu
Istirahat Ringan Sedang Berat Beban kerja terus Sumber: Depnakertrans (2007) dalam Tarwaka (2004).
g. Penilaian Beban Kerja Fisik
Menurut Astrand & Rodahl dalam Tarwaka (2004), bahwa
penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara
objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung.
Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama
commit to user
diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan
asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk
waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal.
Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan
menghitung denyut nadi selama bekerja.
Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka (2004), bahwa
kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme,
respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.
Tabel 2. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu
Sumber : Christensen (1991). Encyclopaedia of Accupational Health and Safety. ILO. Geneva dalam Tarwaka (2004).
h. Respon Tubuh Menghadapi Panas
Menurut James dkk (2008) jika tubuh tidak melepaskan panas,
maka temperatur tubuh akan meningkat 1oC setiap jam. Panas tubuh
dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan
yang dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena
proses metabolisme ini berlangsung terus-menerus, walaupun tidak
commit to user
agar tidak terjadi penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan
temperatur. Secara keseluruhan, panas yang didapat dari metabolisme
dan sumber-sumber lainnya harus setara dengan panas yang dilepaskan
oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari homeostatis.
Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara-cara berikut:
1. Konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama dari
permukaan kulit yang terbuka dan tidak terinsulasi.
2. Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit, meningkatkan
pelepasan panas melalui kulit.
3. Peningkatan penguapan keringat melalui kulit.
4. Penghembusan udara panas dari paru-paru.
5. Pembuangan panas melalui feses dan urin.
i. Efek Panas pada Manusia
Bagi tubuh, panas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
memberikan efek negatif. Menurut Putra (2004), efek-efek panas bagi
tubuh manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan
mental (tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Manusia Tingkat temperatur (ºC) Efek terhadap tubuh ± 49 °C
± 30 °C
± 24 °C ± 10 °C
Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental
Aktivitas mental dan daya tangkap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan Kondisi optimum
commit to user Sumber: Putra (2004).
Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat
gangguan tekanan panas , dibagi atas 4 kategori dasar yaitu : millaria
rubra, kejang panas, kelelahan panas dan sengatan panas.
1. Millaria Rubra (Heat Rash)
Menurut Depkes RI (2003) dalam Muflichatun (2006),
dikatakan bahwa Heat Rash sering dijumpai dikalangan militer atau
pekerja fisik lainnya yang tinggal didaerah iklim panas. Tampak
adanya bintik papulovesikal kemerahan pada kulit yang terasa nyeri
bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan kelenjar
keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan.
Kelainan ini dapat mengganggu tidur sehingga effisiensi
fisiologik menurun dan meningkatkan kelelahan kumulatif.
Keadaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya faktor
yang lebih serius. Adanya kelainan kulit mengakibatkan proses
berkeringat dan evaporasi terhambat, sehingga proses pendinginan
tubuh terganggu (Depkes RI, 1990).
2. Kejang Panas (Heat Cramps)
Menurut Depkes RI (2003) dalam Muflichatun (2006),
dikatakan bahwa Heat Cramps dapat terjadi sebagai kelainan
tersendiri atau bersama dengan kelelahan panas. Kejang otot timbul
secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama pada
commit to user
karena defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas
menyebabkan keringat diproduksi banyak. Bersama dengan
keluarnya keringat, hilang sejumlah air dan garam.
Heat cramps dialami pada lingkungan yang suhunya tinggi
sebagai akibat bertambah banyaknya keluar keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh, sedangkan air
yang diminum tidak diberi garam untuk mengganti garam natrium
yang hilang. Heat cramps diderita sebagai kejang-kejang otot tubuh
dan perut yang dirasakan sangat sakit (Suma’mur, 2009)
3. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion)
Menurut Depkes RI (2003) dalam Muflichatun (2006),
dikatakan bahwa kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps
sirkulasi darah perifer karena dehidrasi dan defisiensi garam.
Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah perifer bertambah,
yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah.
Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa dari
jantung keorgan-organ lain yang cukup, sehingga timbul gangguan.
Kelelahan panas dapat terjadi pada keadaan dehidrasi atau
defisiensi garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dapat dipercepat
terjadinya pada orang-orang yang kurang minum, berkeringat
banyak, muntah-muntah, diare atau penyebab lain yang
commit to user
Heat exhaustion biasanya terjadi oleh karena lingkungan
yang sangat panas, terutama bagi yang belum beraklimatisasi
terhadap iklim (cuaca) panas. Penderita sangat banyak berkeringat,
sedangkan temperatur badan normal atau sub-normal. Tekanan
darah penderita menurun dan nadi lebih cepat (Suma’mur, 2009)
4. Sengatan Panas (Heat Stroke)
Menurut Depkes RI (2003) dalam Muflichatun (2006),
dikatakan bahwa sengatan panas adalah suatu keadaan darurat
medik dengan angka kematian yang tinggi. Pada kelelahan panas,
mekanisme pengatur suhu bekerja berlebihan tetapi masih
berfungsi, sedangkan pada sengatan panas, mekanisme pengatur
suhu tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertai pula dengan
terhambatnya proses evaporasi secara total.
Heat sroke jarang terjadi pada pekerja dalam perusahaan
industri, namun bila terjadi biasanya keadaannya sangat parah.
Penderita umumnya laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum
beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Gejala-gejala atau tanda
kelainan saraf pusat dapat timbul. Seperti vertigo, tremor, konvulsi
dan delirium. Menurunkan suhu badan dengan kompres atau
bselimut kain basah dan dingin adalah pengobatan utama.
Penyebab heat stroke adalah pengaruh panas langsung kepada
commit to user 3. Denyut Nadi
a. Definisi Denyut Nadi
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung
yang dapat dipalpasi (diraba) di permukaan kulit pada tempat-tempat
tertentu (Depdikbud, 1996).
Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang dinamakan
diastole dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan systole.
Kekuatan darah masuk ke dalam aorta selama sistolik tidak hanya
menggerakkan darah dalam pembuluh darah ke depan tetapi juga
menyusun suatu gelombang tekanan sepanjang arteri. Gelombang
tekanan mendorong dinding arteri seperti berjalan dan pendorongnya
teraba sebagai nadi (Ganong, 1983).
b. Macam-macam Denyut Nadi
Jenis Nadi menurut Depdikbud (1996) yaitu:
1. Nadi Istirahat
Yaitu rata-rata denyut nadi sebelum kerja
2. Nadi Sedang Kerja
Yaitu rata-rata denyut nadi selama kerja
3. Nadi Kerja
Yaitu selisih antara denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi
sebelum kerja.
commit to user 4. Nadi Pemulihan
Yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih
tercapai.
c. Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja
Menurut Christense (1991) dalam Tarwaka (2004) kategori
beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja dibagi atas beban kerja
sangat ringan, ringan, agak berat, berat, sangat berat dan luar biasa
berat (tabel 4).
Tabel 4. Nadi kerja menurut tingkat beban kerja
No Beban Kerja Nadi Kerja (per menit)
Sumber : Christensen (1991). Encyclopaedia of Accupational Health and Safety. ILO. Geneva dalam Tarwaka (2004).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi
1. Usia
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi
kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut
jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek
fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada
usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang
dapat dipercaya Frekuensi denyut nadi pada berbagai usia, dengan
commit to user
tinggi ada pada bayi kemudian frekuensi denyut nadi menurun
seiring dengan pertambahan usia (tabel 5).
Tabel 5. Frekuensi Nadi menurut Berbagai Usia
No Usia Frekuensi Nadi (per menit)
1 < 1 bulan 90 – 170
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi
kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut
jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek
fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada
usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang
dapat dipercaya (Pearce, 1999).
2. Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi (Supariasa, 2001).
Menurut Taufik (2007) cara untuk menentukan status gizi
commit to user
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass
Index).
3. Jenis Kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum sub
maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki
muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai
128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada
kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per
menit dan pada wanita 164 denyut per menit (Astrand and Rodahl,
1986).
4. Keadaan Kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama
atau frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang
baru sembuh dari sakit maka frekuensi jantungnya cenderung
meningkat menurut Delp & Manning (1994) dalam Mahawati
(1999).
5. Riwayat Kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau
hipotensi akan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada
penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga cardiac output meningkat yang
mengakibatkan peningkatan denyut nadi. Menurut Pusat Diknakes
commit to user 6. Rokok dan Kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada
suatu studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya
meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibanding dengan arang
yang dalam bekerja tidak didahului merokok. Pada kafein secara
statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variabel
metabolik kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal
(Astrand and Rodahl, 1986).
7. Intensitas dan Lama Kerja
Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap
denyut nadi. Lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang
sesuai dengan kapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi
frekuensi nadi sehingga tidak melampaui batas maksimal. Batas
kesanggupan kerja sudah tercapai bila bilangan nadi kerja (rata-rata
nadi selama kerja) mencapai angka 30 denyut per menit dan di atas
bilangan nadi istirahat. Sedang nadi kerja tersebut tidak terus
menerus menanjak dan sehabis kerja pulih kembali pada nadi
istirahat sesudah ± 15 menit (Astrand and Rodahl, 1986).
8. Sikap Kerja
Posisi atau sikap kerja juga mempengaruhi tekanan darah.
Posisi berdiri mengakibatkan ketegangan sirkulasi lebih besar
commit to user 9. Cuaca Kerja
Cuaca kerja baik cuaca kerja panas atau dingin juga akan
mempengaruhi sistem sirkulasi dan denyut nadi. Cuaca kerja panas
dapat menyebabkan beban tambahan pada jantung dan sirkulasi
darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di
lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan
karena harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja.
Disamping itu harus membawa panas dari dalam tubuh ke
permukaan kulit. Hal demikian juga merupakan beban tambahan
bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat
dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan lebih
banyak lagi atau meningkat (Santoso, 2004).
10. Kondisi Psikis
Kondisi psikis dapat mempengaruhi frekuensi jantung.
Kemarahan dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi
seseorang. Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat
memperlambat frekuensi nadi seseorang (Guyton, 1990).
e. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Denyut Nadi
Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan
mengalami heat strain. Heat strain atau regangan panas merupakan
efek yang diterima tubuh atas beban iklim kerja tersebut (Santoso,
commit to user
darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan penurunan berat badan
(Wignjosoebroto, 2003).
Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh
meningkat kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi
terhadap suhu udara yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang
dewasa adalah 180-200 denyut per menit dan keadaan ini biasanya
hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa menit saja (Siswanto,
1978).
Pemaparan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada
sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di
lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan,
karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja.
Disamping itu darah juga harus membawa panas dari dalam tubuh ke
permukaan kulit. Hal demikian itu juga merupakan beban tambahan
bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat
dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan meningkat
pula (Santoso, 2004).
Menurut Grandjean (1988) jika suhu lingkungan meningkat,
maka efek fisiologis yang terjadi adalah:
1) Meningkatkan kelelahan.
2) Peningkatan denyut jantung.
3) Peningkatan tekanan darah.
commit to user 5) Peningkatan aliran darah melalui kulit.
6) Meningkatkan produksi keringat, yang menjadi berlebihan jika
suhu kulit mencapai 34oC atau lebih.
Menurut Gabriel (1988) pengaruh tekanan panas dapat dibagi
tiga yaitu:
1) Fisik
Panas menyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami
pemuaian ke segala arah.
2) Kimia
Kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan
peningkatan temperatur. Hal ini terlihat pada reaksi oksidasi akan
meningkat dengan peningkatan suhu. Ini sesuai dengan hukum Van
Hoff yang menyatakan bahwa permeabilitas membran sel akan
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Pada jaringan akan
terjadi peningkatan metabolisme seiring dengan peningkatan
pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.
3) Biologis
Pengaruh panas terhadap biologis merupakan sumasi dari
efek panas terhadap fisik dan kimia. Adanya peningkatan sel darah
putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya
dilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang mengakibatkan
commit to user
kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan meningkat
sedangkan Ph darah akan mengalami penurunan.
f. Pengukuran Denyut Nadi
Tempat meraba denyut nadi menurut (Depdikbud, 1996)
adalah :
1. Pergelangan tangan bagian depan sebelah atas pangkal ibu jari
tangan (Arteri radialis);
2. Di leher sebelah kiri/kanan depan otot sterno cleido mastoidues
(Arteri carolis);
3. Dada sebelah kiri, tepat di apex jantung (Arteri temparalis);
4. Di pelipis.
Metode pengukuran denyut nadi menurut Nurmianto (1996):
1. Metode Palpasi
Metode palpasi dilakukan terhadap subyek dalam keadaan
diam atau istirahat. Perabaan untuk menghitung denyut nadi dapat
dilakukan dengan meletakkan ujung jari 3 jari (jari telunjuk, jari
tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan bagian luar arah
ibu jari, atau juga didaerah leher kiri/kanan, dibawah sudut dagu.
Arah ketiga jari membentuk garis lurus sesuai dengan panjang
sumbu tubuh. Perhitungan menggunakan stopwatch/jam henti.
2. Metode Auskultasi
Metode ini menggunakan stetoskop (alat dengar) untuk
commit to user
dalam waktu 5 detik, 10 detik atau dalam 15 detik. Hasil dikalikan
dengan 12, 6,4 seperti diatas sesuai lamanya mendengarkan detikan
tadi. Metode ini baik digunakan bila subyek diam tak bergerak.
3. Pulsemeter
Ada 2 jenis pulsemeter yaitu pulsemeter dengan pegas dan
pulsemeter digital. Pulsemeter dengan pegas akan menunjukkan
simpangan kekiri dan kanan sedangkan pulsemeter digital akan
akan langsung menunjukkan pada satu angka.
4. Electrocardiografi (ECG)
ECG merupakan alat rekam jantung sehingga grafik
aktifitas listrik jantung dapat terekam. Dari gambar grafik tersebut
dapat dihitung berapa denyut jantung/menit. Alat ini mahal dan
tidak praktis dilapangan. ECG tidak bisa dipakai untuk subjek yang
bergerak dan biasanya dipakai untuk euduasi di bangsal perawatan.
5. ECG nirkabel
ECG nirkabel menggunakan alat sensor yang dipasang di
dada, lalu secara telemetri rekaman dapat diterima penerima dan
langsung digambar listrik jantungnya. Alat ini dapat digunakan
pada subyek yang bergerak aktif tanpa mengganggu aktifitas yang
commit to user 6. Sport tester
Merupakan alat rekam yang dipasang di dada yang
kemudian merekam denyut jantung dan selanjutnya ditampilkan
dalam monitor komputer.
Dalam penelitian ini pengukuran denyut nadi
menggunakan metode Pulsemeter digital.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Ada hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja
bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Tekanan Panas Meningkat > NAB
Beban tambahan pada jantung
Denyut nadi meningkat Suhu Tubuh
Meningkat Faktor eksternal :
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini
menggunakan jenis penelitian penjelasan (explanatory research) mengenai
hubungan antara variable-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskan sebelumnya. Menurut pendekatannya, penelitian ini adalah
penelitian cross sectional, yaitu suatu pendekatan untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan etik dan cara pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( Notoadmodjo,
2002).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Industri Textile bagian weaving PT
Tyfountex Indonesia Sukoharjo selama bulan November 2010-Februari 2011.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoadmodjo, 2002). Di dalam penelitian ini yang menjadi
populasi penelitian adalah pekerja bagian weaving PT. Tyfountex
commit to user 2. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah puposive sampling, yang
merupakan teknik pengambilan sampel non-probability sampling.
Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah
yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Sugiono, 2004). Didapatkan sampel sebanyak
44 pekerja.
3. Sampel Penelitian
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
kriteria berikut:
Jenis kelamin : Laki-laki.
Umur : 20-50 tahun.
Status gizi : Normal.
Riwayat penyakit : Tidak menderita penyakit hipertensi, anemia dan
jantung.
D. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang dijadikan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
commit to user Variabel dalam penelitian ini diantaranya:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tekanan panas.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah denyut nadi.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah:
a Variabel pengganggu terkendali: umur, jenis kelamin, status gizi dan
riwayat penyakit.
b Variabel pengganggu tidak terkendali: olah raga, konsumsi kafein,
kebiasaan merokok dan konsumsi obat-obatan.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi
panas oleh tubuh diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor.
Alat Ukur : Area Heat Stress Monitor
Merk Alat : Questempo10
Satuan : oCelcius
commit to user 2. Tekanan Darah
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat
dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu yang
diukur dengan tensoval digital. Nadi diukur sebelum kerja, selama 1 jam
commit to user G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang
digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :
1. Area Heat Stress Monitor
Area Heat Stress Monitor adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan panas. Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering
dan suhu radiasi.
2. Tensoval
Tensoval yaitu alat untuk mengukur tekanan darah alat ini digital
dan juga bisa sekaligus mengukur denyut nadi. Tensoval yang digunakan
yaitu Tensoval dengan merk Hartmann.
3. Timbangan berat badan, yaitu alat untuk mengukur berat badan seseorang.
4. Meteran, yaitu alat untuk mengukur tinggi badan.
5. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang digunakan untuk menentukan
subjek penelitian.
6. Alat tulis, yaitu untuk mencatat hasil dari pengukuran.
H. Cara Kerja Instrumen Penelitia
1. Area Heat Stress Monitor
a. Menekan tombol power.
b. Menekan tombol oC atau oF untuk menentukan satuan suhu yang
commit to user
c. Menekan tombol globe untuk menentukan suhu bola.
d. Menekan tombol dry bulb untuk mendapatkan suhu bola kering.
e. Menekan tombol wet bulb untuk mendapatkan suhu bola basah.
f. Menekan tombol Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) untuk
mendapatkan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB).
g. Mencatat hasil yang dibaca pada display.
h. Menekan tombol power untuk mematikan.
i. Mendiamkan alat selama 10 menit setiap selesai menekan salah
satu tombol untuk waktu adaptasi.
j. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar iklim di Indonesia
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: Kep-51/MEN/1999.
2. Tensoval
a. Memasang baterai.
b. Memasang kantong karet/manset yang dapat dikembangkan pada
lengan atas.
c. Menekan tombol start.
d. Menunggu sampai terdengar bunyi tanda pengukuran selesai.
commit to user I. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik
Korelasi Pearson Product Moment, dengan interpretasi hasil sebagai berikut :
1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan
commit to user BAB IV
HASIL
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Jenis Kelamin
Keseluruhan subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki sejumlah
60 pekerja.
2. Umur
Hasil penelitian terhadap 60 pekerja laki-laki menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi subjek pekerja berdasarkan umur sebagai berikut (tabel
6) :
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Sumber : hasil pengukuran pada tanggal 7 Februari 2011
Setelah ditinjau dari distribusi umur pekerja dari tiap-tiap
kelompok umur diperoleh bahwa umur pekerja dalam penelitian ini
terbanyak berada pada rentang umur antara 40-44 tahun yaitu sebesar 25
%. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata umur pekerja adalah
37,09 tahun dengan umur terendah pekerja berada pada rentang umur 20-Umur
Frekuensi
(Jumlah Pekerja) Persentase (%)
commit to user
24 tahun dan umur tertinggi pekerja berada pada rentang umur 40-44
tahun. Dan standar deviasinya adalah 7,18.
3. Status Gizi/IMT
Hasil perhitungan status gizi/IMT terhadap 60 pekerja di bagian
weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo diperoleh sebaran status
gizi/IMT pada tabel 8.
Tabel 7. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Gizi/IMT
IMT Frekuensi Persentase (%)
< 18,5 3 5
18,5 – 22,9 44 73
23 – 27,4 9 15
27,5 > 4 7
Jumlah 60 100
Sumber : hasil pengukuran pada tanggal 7 Februari 2011
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata status gizi/IMT
subjek penelitian pada penelitian ini adalah 21,17 dengan status gizi/IMT
minimal subjek penelitian adalah 16,55 dan status gizi/IMT maksimal
subjek penelitian adalah 28,72. Dan standar deviasinya adalah 1,28
Dalam penelitian ini, pekerja yang mempunyai status gizi/IMT
subjek yang normal (antara 18,5-22,9) berjumlah 44 pekerja. Sehingga
dapat diketahui bahwa dari keseluruhan subjek penelitian yang berjumlah
60 pekerja, hanya 44 pekerja yang bisa dijadikan sampel penelitian.
4. Riwayat Penyakit
Hasil penelitian terhadap 60 pekerja laki-laki di bagian weaving
didapatkan 2 pekerja yang menderita hipertensi. Dimana pekerja yang
menderita hipertensi tersebut sama dengan pekerja yang menderita status
commit to user B. Tekanan Panas
Pengukuran tekanan panas dilakukan di dua tempat yang berbeda di
bagian weaving di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Hasil pengukuran
tekanan panas ada dua, yaitu tekanan panas di finishing bagian weaving dan di
tenun bagian weaving.
Hasil pengukuran tekanan panas di finishing bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Hasil Pengukuran Tekanan Panas Di Finishing Bagian Weaving
No.
Sumber : hasil pengukuran pada tanggal 7 Februari 2011
Keterangan :
1. WB = Wet Bulb (suhu bola basah)
2. DB = Dry Bulb (suhu bola kering)
3. GT = Globe Temperatur (suhu bola)
4. WBGT in = Wet Bulb Globe Temperature in (indeks suhu basah dan bola di
commit to user
Dari hasil pengukuran diketahui bahwa rata-rata WBGT in pada
penelitian ini adalah 27,1oC dengan WBGT in minimal adalah 26,7oC dan
WBGT in maksimal adalah 27,3oC.
Di finishing bagian weaving ini tempat kerjanya lebih terbuka
dibandingkan dengan tenun bagian weaving. Di bagian finishing memiliki
ventilasi terbuka yang cukup banyak, sehingga panas dari tempat tersebut
dapat dialirkan ke luar dengan lancar
Hasil pengukuran tekanan panas di tenun bagian weaving di PT.
Tyfountex Indonesia Sukoharjo dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Hasil Pengukuran Tekanan Panas Di Tenun Bagian Weaving
No.
Rata-rata 31.1778 31.9778 36.2111 31.78888889 7
Sumber : hasil pengukuran pada tanggal 7 Februari 2011
Dari hasil pengukuran diketahui bahwa rata-rata WBGT in pada
penelitian ini adalah 31,79oC dengan WBGT in minimal adalah 33.1oC dan
WBGT in maksimal adalah 33.4oC.
commit to user
Pengukuran denyut nadi dilakukan sebelum kerja, setelah 4 jam kerja
dan setelah 8 jam kerja. Pengukuran denyut nadi terhadap 44 pekerja
diperoleh frekuensi denyut nadi terendah sebesar 61 denyut per menit dan
frekuensi denyut nadi tertinggi sebesar 120 denyut per menit (tabel 11).
Hasil pengukuran denyut nadi pada sampel penelitian dapat dilihat
pada tabel lampiran 3.
Dari hasil pengukuran denyut nadi subjek penelitian di bagian weaving
di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo diperoleh rata-rata denyut nadi pada
jam 08.00 WIB sebesar 83 kali/menit, pada jam 12.00 WIB sebesar 97
kali/menit dan pada jam 16.00 WIB sebesar 90 kali/menit. Didapatkan
rata-rata denyut nadi sebanyak 90 kali/menit.
D. Analisa Uji Statistik
1. Hubungan Umur dan Denyut Nadi
Hasil uji statistik denyut nadi saat jam 08.00 WIB, 12.00 WIB dan
jam 16.WIB dengan tekanan panas menggunakan corelation person
commit to user Tabel 10. Korelasi Umur dan Denyut Nadi
Hasil analisis corelation Pearson data umur dengan denyut nadi
menggunakan SPSS 13, diperoleh koefisien korelasi (r) hitung sebesar
0,218. Nilai tersebut kita bandingkan dengan besarnya koefisien relasi (r)
tabel pada α 5% dengan n=44, maka diketahui koefisien relasi (r) tabel =
0,297. Sehingga koefisien relasi (r) hitung < koefisien relasi (r) tabel.
Maka dapat dikatakan bahwa umur tidak ada hubungan dengan
peningkatan denyut nadi. Hal ini berarti denyut nadi yang terjadi bukan
karena faktor umur.
2. Hubungan Status Gizi (IMT) dan Denyut Nadi
Hasil uji statistik denyut nadi saat jam 08.00 WIB, 12.00 WIB dan
jam 16.WIB dengan status gizi (IMT) menggunakan korelasi person
product moment dapat dilihat pada tabel berikut (tabel 11).
umur denyut nadi pekerja UMUR Pearson Correlation 1,000 ,218
Sig. (2-tailed) , ,155
N 44 44
DENYUT
NADI Pearson Correlation ,218 1,000
Sig. (2-tailed) ,155 ,
commit to user
Tabel 11. Korelasi status gizi (IMT) dan Denyut Nadi
IMT denyut nadi pekerja
IMT Pearson
Correlation 1,000 -0,061
Sig. (2-tailed) , 0,696
N 44 44
DENYUT
NADI Pearson Correlation -0,061 1,000
Sig. (2-tailed) 0,696 ,
N 44 44
Hasil analisis korelasi Pearson Product Moment data status gizi
(IMT) dengan denyut nadi menggunakan SPSS 13, diperoleh koefisien
korelasi (r) hitung sebesar -0,061. Nilai tersebut kita bandingkan dengan
besarnya koefisien relasi (r) tabel pada α 5% dengan n=44, maka diketahui
koefisien relasi (r) tabel = 0,297. Sehingga koefisien relasi (r) hitung <
koefisien relasi (r) tabel. Dan dapat dikatakan maka dapat dikatakan bahwa
status gizi (IMT) tidak ada hubungan dengan peningkatan denyut nadi. Hal
ini berarti denyut nadi yang terjadi bukan karena faktor status gizi (IMT).
3. Hubungan Tekanan Panas dan Denyut Nadi
Dari hasil yang sudah disebutkan sebelumnya, normalitas data
commit to user Tabel 12. Normalitas Denyut Nadi
Kolmogorov-Smirnov Z 0.717 0.867 0.532
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.683 0.44 0.94
Dari hasil tersebut di atas, normalitas data denyut nadi dengan uji
Kolmogorov-Smirnov nilai Asymp. Sig. saat jam 08.00 WIB adalah 0,683,
nilai Asymp. Sig. saat jam 12.00 WIB adalah 0,44 dan dan nilai Asymp.
Hasil uji statistik denyut nadi saat jam 08.00 WIB, 12.00 WIB dan
jam 16.WIB dengan corelation person product moment dapat dilihat pada
commit to user
Tabel 13. Korelasi Denyut Nadi dan tekanan Panas
Correlation 0,393** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 ,
N 132 132
Hasil analisis corelation Pearson data tekanan panas dengan
denyut nadi menggunakan SPSS 13, diperoleh koefisien korelasi (r) hitung
sebesar 0,393. Nilai tersebut kita bandingkan dengan besarnya koefisien
relasi (r) tabel pada α 5% dengan n=44, maka diketahui koefisien relasi (r)
tabel = 0,297. Sehingga koefisien relasi (r) hitung > koefisien relasi (r)
tabel. Dan dapat dikatakan maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan
antara tekanan panas dengan denyut nadi.
Sifat korelasi dapat dilihat dari nilai koefisien relasi (r) hitung
yang positif, artinya semakin tinggi tekanan panas maka akan semakin
cepat denyut nadi pekerja dan sebaliknya semakin rendah tekanan panas
maka akan semakin rendah pula denyut nadi pekerja (tekanan panas dan
denyut nadi berbanding lurus).
Hasil analisis corelation Pearson data tekanan panas dengan
commit to user
perhitungan ini P value = 0,000. Nilai P tersebut kemudian dibandingkan
dengan nilai α = 5%, dimana nilai P < 0,05. Biasanya apabila nilai
signifikan (P) < 0,05 maka pada nilai koefisien relasinya (r) terdapat tanda
bintang (**), seperti pada nilai diatas dimana pearson correlate 0,393**.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara tekanan panas
dengan denyut nadi.
Besarnya kontribusi tekanan panas terhadap denyut nadi dapat
diketahui dari harga r = 0,393 yang dikuadratkan menjadi 0,154, kemudian
hasil tersebut dirubah menjadi persen, diperoleh hasil sebesar 15%.
Artinya tekanan panas mempunyai kontribusi sebesar 15% terhadap
commit to user BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
4. Jenis Kelamin
Dari sampel penelitian, keseluruhan pekerja berjenis kelamin
laki-laki.
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan
perempuan. Perempuan tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti
laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler
yang lebih kecil (WHO, 1969).
Dikarenakan pekerja yang berjenis kelamin perempuan mempunyai
kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil dan tidak dapat beraklimatisasi
dengan baik seperti laki-laki maka pada penelitian ini, sampel yang
digunakan keseluruhan adalah pekerja dengan jenis kelamin laki-laki.
5. Umur
Seluruh populasi atau subjek penelitian yang dipakai sebagai
sampel dalam penelitian ini berusia antara 20-50 tahun. Rata-rata umur
subjek penelitian adalah 37,09 tahun. Selain itu diperoleh bahwa rata-rata
umur responden berada pada rentang umur 20-24 tahun dan umur tertinggi
pekerja berada pada rentang umur 40-44 tahun.
Berdasarkan teori yang ada, frekuensi nadi secara bertahap akan
commit to user
remaja, denyut jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa
efek fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada
usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang dapat
dipercaya (Pearce, 1999).
Dari hasil uji korelasi Pearson Product Moment didapatkan
koefisien korelasi (r) hitung sebesar 0,218, sehingga (r) < 0,297 yang
berarti tidak signifikan. Maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan
antara umur dengan denyut nadi pekerja.
Berdasarkan referensi dan hasil uji diatas dapat diketahui bahwa
umur tidak mempengaruhi denyut nadi, karena rentang umur yang dipakai
sebagai sampel pada penelitian ini adalah antara 20-50 tahun. Umur 20
tahun bias dikatakan usia remaja sehingga denyut jantungnya juga tatap,
dan juga pada umur kurang dari 50 tahun penentuan nadinya dianggap
masih bisa dipercaya. Selain itu dari hasil uji korelasi diperoleh hasil yang
tidak signifikan.
6. Status Gizi/IMT
Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon
yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena sistem
kardiovaskuler yang tidak stabil (Siswanto, 1987).
Dalam penelitian ini status gizi/IMT subjek penelitian berkisar
antara 18,55 - 25,72 dengan rata-rata status gizinya sebesar 21,17.
Indeks Massa Tubuh yang kurang dari 18,5 termasuk dalam
commit to user
normal, untuk IMT 23,0 - 27,4 termasuk dalam kategori over weight dan
untuk IMT lebih dari 27,5 termasuk dalam kategori obesitas.
Oleh karena seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan
respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, maka status gizi/IMT
yang dipakai sebagai sampel penelitian adalah pekerja dengan status gizi
normal, sehingga subjek penelitian tidak akan menunjukkan respon yang
berlebihan terhadap tekanan panas.
7. Riwayat Penyakit
Dalam penelitian ini seluruh subjek penelitian yang dipakai tidak
memiliki penyakit anemia, hipertensi dan jantung.
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau hipotensi
akan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada penderita anemia
(kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga
cardiac output meningkat yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi.
Menurut Pusat Diknakes Depkes RI 1996 dalam Mahawati (1999).
Berdasarkan referensi diatas dapat diketahui bahwa riwayat
penyakit subjek penelitian tidak mempengaruhi secara langsung pada
denyut nadi.
8. Tekanan Panas
Hasil pengukuran tekanan panas di finishing bagian weaving
diperoleh rata-rata tekanan panas sebesar 27,1oC. Hal ini dikarenakan
tempat tersebut memiliki ventilasi terbuka yang cukup banyak, sehingga