• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN ”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT, PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN ”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT, PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT

KABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

Oleh:

Ivan Beny Mustofa

H 0406049

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)

commit to user

i

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT

KABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh:

Ivan Beny Mustofa

H 0406049

Dosen Pembimbing

1. D. Padmaningrum, SP, MSi

2. Arip Wijianto, SP, MSi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT

KABUPATEN BOYOLALI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Ivan Beny Mustofa

H 0406049

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji

Pada tanggal: 14 April 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

D. Padmaningrum, SP, MSi. NIP. 19720915 199702 2 001

Anggota I

Arip Wijianto, SP, MSi. NIP. 19771226 200501 1 002

Anggota II

Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD. NIP. 19490320 197611 1 001

Surakarta, April 2011

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS.

(5)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program

Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” Dengan Model Cipp

(Context, Input, Process, Product) Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit

Kabupaten Boyolali”. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir Kusnandar, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi

Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta serta selaku pembimbing utama

dalam penulisan skripsi.

4. Arip Wijianto, SP, MSi selaku pembimbing pendamping dalam penulisan

skripsi.

5. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD selaku dosen penguji yang telah memberikan

arahan dan masukan guna perbaikan skripsi penulis.

6. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.

7. Kepala Bappeda dan Kesbangpolinmas Kabupaten Boyolali yang telah

mempermudah perijinan pengumpulan data.

8. Kepala Desa Tegalrejo dan Camat Kecamatan Sawit yang telah memberikan

ijin untuk mengadakan penelitian di Desa Tegalrejo.

9. Penyuluh di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit yang telah membantu

mempermudah pengumpulan data.

(6)

commit to user

iv

11.Kedua orang tua penulis, Ibu Hj. Tumsiyah dan Bapak H. Surono, serta Kyai

Nur Khotib terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan penulis.

12.Teman-teman Pondok Pesantren Mahasiswa Roudhotut Tholibin,

teman-teman di Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, terimakasih atas

bantuan dan dukungan serta persahabatan yang telah diberikan kepada penulis.

13.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah

membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, April 2011

(7)

commit to user

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Berfikir ... 15

C. Hipotesis... 18

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 18

III.METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 24

B. Metode Penentuan Lokasi ... 24

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

D. Sumber Data ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 26

F. Metode Analisis Data ... 26

(8)

commit to user

vi

B. Keadaan Penduduk ... 30

C. Keadaan Sarana Perekonomian ... 36

D. Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo... 37

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 45

B. Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 46

1. Aspek Konteks (Context) ... 46

a. Permasalahan ... 46

b. Kebutuhan akan adanya program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo .... 49

c. Asset yang mendukung program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 51

d. Peluang terkait program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 53

2. Aspek Input ... 57

a. Organisasi Pendukung... 57

b. Motivasi petani ikan mengikuti program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo .... 57

c. Fasilitator ... 58

d. Anggaran ... 59

3. Aspek Proses (Process) ... 61

a. Survei Lokasi ... 61

b. Kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 62

c. Kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 69

4. Aspek Produk (Product) ... 73

VI.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(9)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Luas Lahan Desa Tegalrejo menurut Penggunaan Tanah ... 29

Tabel 2 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Jenis Kelamin .... 31

Tabel 3 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Kelompok Umur ... 32

Tabel 4 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 34

Tabel 5 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Mata Pencaharian ... 35

Tabel 6 Sarana Perekonomian di Desa Tegalrejo ... 37

Tabel 7 Distribusi Responden Petani ikan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan ... 45

Tabel 8 Permasalahan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 47

Tabel 9 Kebutuhan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 49

Tabel 10 Asset Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 52

Tabel 11 Peluang Pengembangan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 54

Tabel 12 Hasil Evaluasi Aspek Context Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 56

Tabel 13 Distribusi Responden Petani Ikan Berdasarkan Motivasi Mengikuti Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 58

Tabel 14Hasil Evaluasi Aspek Input Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 60

Tabel 15 Fasilitasi Petani Ikan dalam Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 69

(10)

commit to user

viii

Tabel 17 Parameter Efektifitas Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 73

Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden ... 76

Tabel 19 Hasil Analisis Uji Beda ... 77

(11)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” Di Desa Tegalrejo dengan Model CIPP ... 18

Gambar 2 Alur Budidaya Ikan Lele ... 39

Gambar 3 Sistem Agribisnis ... 40

Gambar 4 Peta Struktur Tata Ruang Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Kabupaten Boyolali ... 41

(12)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuisisoner Penelitian ... 87

Lampiran 2 Data Jumlah Sampel dan Identitas responden ... 92

Lampiran 3 Tabulasi Data ... 94

Lampiran 4 Hasil Analisis Uji Beda Chi Kuadrat ... 101

Lampiran 5 Surat Ijin ... 102

Lampiran 6 Peta Desa Tegalrejo ... 103

Lampiran 7 Foto Penelitian ... 104

Lampiran 8 Analisis Usaha Abon Dan Kulit Lele ... 105

Lampiran 9 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele ... 106

Lampiran 10 Bantuan Peralatan ... 108

(13)

commit to user

xi RINGKASAN

IVAN BENY MUSTOFA, H0406049. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN ”KAMPUNG LELE”

DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT INPUT PROCESS PRODUCT) DI

DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI”.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan D.Padmaningrum, SP, MSi dan Arip Wijianto, SP, MSi.

Pemanfaatan wilayah perairan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sangat penting untuk menunjang pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Salah satu penerapan program tersebut adalah revitalisasi perikanan yang dikembangkan melalui program minapolitan. Di Kabupaten Boyolali program tersebut berupa pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” dilihat dari aspek konteks, input, proses dan produk (CIPP). Evaluasi model ini dapat mendeskripsikan semua unsur yang berperan dalam program tersebut. Metode penelitian ini adalah deskriptif. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purpossive) di Desa Tegalrejo. Pengambilan sampel petani ikan dilakukan dengan sistematic random sampling sebanyak 28 responden. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Aspek CIPP diukur dengan kuisioner dan untuk mengetahui perbedaan pendapat pada aspek product oleh responden digunakan tes satu sampel Chi kuadrat.

(14)

commit to user

xii SUMMARY

IVAN BENY MUSTOFA, H0406049, "AN EVALUATION OF THE DEVELOPMENT PROGRAM IN “KAMPUNG LELE” MINAPOLITAN

AREA, TEGALREJO, SAWIT, BOYOLALI WITH CIPP (CONTEXT

INPUT PROCESS PRODUCT) MODEL". Under the guidance of D. Padmaningtum, SP, MSi. and Arip Wijianto SP, MSi. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta.

As the largest archipelago country in the world, water territorial in Indonesia plays important role in the national development. Moreover Indonesia government released a program namely “Revitalisasi Pertanian Perikanan Kehutanan (RPPK)”. One of the implementation of this program is the revitalization in fisheries through Minapolitan program. Boyolali applied this program by “Kampung Lele” minapolitan area.

This research aimed to evaluate the development program in “Kampung Lele” minapolitan area in terms of context, input, process and product (CIPP). This model of evaluation can describe all elements of the program. The method of this research is descriptive. The location of this research was chose intentionally (purposive) in Tegalrejo village. The data sampling from the fish farmers was systematic random sampling of 28 respondents. The data used in this research are primary and secondary data. The aspect of CIPP measured with questionnaires and to know the differences opinion of the aspects of product by the respondents, the researcher used Chi square test.

(15)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dimana luas

wilayah perairannya lebih besar dari wilayah daratan. Menurut Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup, Riyadi (2004) Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 18.306

pulau dan dipersatukan oleh laut dengan panjang garis pantai 81.000 km

terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Untuk itu, pemanfaatan wilayah

perairan secara maksimal dapat memberikan peran yang cukup penting dalam

pembangunan nasional. Salah satu sektor yang dapat dikembangkan untuk

memaksimalkan wilayah perairan yaitu sektor perikanan. Sektor perikanan

memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat semakin bertambahnya jumlah

penduduk semakin bertambah pula jumlah permintaan produk perikanan sebagai

salah satu bahan makanan.

Menurut Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan

Perikanan (DKP), Hutagalung (2007) tingkat konsumsi ikan rata-rata penduduk

Indonesia pada tahun 1998 sebesar 17 kg/orang/tahun, dan pada tahun 2003

mencapai 23 kg/orang/tahun, sedangkan tahun 2006, tingkat konsumsi ikan

penduduk Indonesia mencapai 25,03 kg/tahun. Peningkatan ini perlu adanya

perencanaan pembangunan perikanan guna memenuhi konsumsi ikan tersebut.

Potensi pengembangan untuk perikanan diantaranya adalah budidaya air laut,

budidaya air payau (tambak), budidaya air tawar yang terdiri dari perairan umum

(danau, waduk, sungai, dan rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah.

Salah satu usaha untuk pengembangan perikanan khususnya perikanan

darat yaitu dikeluarkannya kebijakan oleh pemerintah pusat melalui program

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Program ini bertujuan

(16)

commit to user

kehutanan. Salah satu bagian dari RPPK yaitu revitalisasi perikanan, dengan

program minapolitan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kawasan

menjadi pusat perikanan.

Program minapolitan dikembangkan di 33 provinsi di Indonesia. Provinsi

Jawa Tengah dikembangkan di 2 Kabupaten Boyolali, dan Banyumas. Sesuai

hasil pra survei 2009, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali Drh.

Dwi Priyatmoko menyatakan bahwa program pengembangan kawasan

minapolitan meliputi pengembangan kota tani (desa dengan fasilitas kota) sebagai

pusat kegiatan, pusat pelayanan agribisnis, serta desa pemasok bahan baku.

Program pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali

berpusat di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit yang sudah dikenal sebagai

“Kampung Lele”. Nama ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto

pada tahun 2006. Nama “Kampung Lele” sekaligus sebagai nama program

pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali. Dengan adanya

program pengembangan kawasan minapolitan tersebut, diharapkan dapat lebih

meningkatkan eksistensi “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo dan sekitarnya.

Selain itu, hasil pra survei 2009 menurut PPL (Petugas Penyuluh Perikanan)

Suparman, “Kampung Lele” Desa Tegalrejo juga dijadikan sebagai tempat

pembelajaran petani ikan dari luar Desa Tegalrejo maupun dari luar Kecamatan

Sawit. Hal ini terlihat dari banyaknya petani ikan dari luar Desa Tegalrejo seperti

dari kelompok pembudidaya Kecamatan Banyudono yang mengadakan

kunjungan dan studi banding. Walaupun “Kampung Lele” sudah menjadi daerah

studi banding namun tetap diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk

menunjang kemajuan kawasan tersebut.

Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo memerlukan suatu penilaian terhadap tujuan awal dicanangkannya

program ini. Penilaian ini merupakan umpan balik terhadap apa yang telah

dilaksanakan, sehingga bisa menjadi bahan koreksi bagi program pengembangan

(17)

commit to user

Oleh karena itu peneliti mengambil judul Evaluasi Program Pengembangan

Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Dengan Model CIPP Di Desa Tegalrejo,

Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Evaluasi dengan menggunakan model

CIPP (context, input, process, product) dibanding dengan model lainnya dapat

memberikan gambaran program secara keseluruhan mulai dari awal hingga akhir.

B. Perumusan Masalah

Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” bertujuan

untuk meningkatkan pendapatan petani ikan dan potensi daerah dengan

mendorong perkembangan sistem dan usaha agribsinis yang berdaya saing, serta

berbasis kerakyatan. “Kampung Lele” merupakan daerah khusus budidaya

pembesaran dari benih yang berukuran 7-9 cm hingga siap panen. Menurut Ketua

Kelompok Tani Karya Mina Utama Darseno, usaha pembesaran ini mengalami

kenaikan tiap tahun. Jumlah petani ikan, pada tahun 1998 hanya 15 orang

bertambah menjadi 92 orang pada tahun 2006. Namun kenaikan ini belum

menunjukan kemandirian “Kampung Lele”. Hal ini karena masih ada beberapa

kendala yang dapat mempengaruhi produksi ikan, karena benih ikan yang

berukuran 7-9 cm masih didatangkan dari luar daerah seperti Kabupaten

Tulungagung Provinsi Jawa Timur.

Kekurangan pasokan benih ikan lele diatasi dengan memasok kebutuhan

benih ikan lele dari Desa Tegalrejo. Diharapkan nantinya daerah sekitar

“Kampung Lele” yang mempunyai protensi perikanan akan berkembang menjadi

daerah perikanan baru. Agar “Kampung Lele” dan daerah sekitarnya dapat

berkembang bersama dengan baik diperlukan suatu perencanaan yang matang.

Untuk mengetahui perencanaan dengan realisasi di lapang maka perlu adanya

suatu evaluasi.

Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu upaya untuk

mengetahui efektifitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan

(18)

commit to user

terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi

program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari

program yang sedang atau telah dilaksanakan (Arikunto dan Cepi, 2004).

Salah satu model evaluasi yang bisa diaplikasikan dalam program ini

adalah CIPP (Context, Input, Process, Product). Model evaluasi ini merupakan

model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model

CIPP dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1976) di Ohio State

University, CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah

kata, yaitu: context evaluation (evaluasi terhadap konteks), input evaluation

(evaluasi terhadap masukan), process evaluation (evaluasi terhadap proses), dan

product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Keempat kata yang disebutkan

dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah

komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, CIPP adalah

model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah

sistem (Arikunto dan Cepi, 2004). Dengan menggunakan model CIPP dalam

penelitian ini, diharapkan dapat membandingkan antara rencana dengan

implementasi program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” di

Desa Tegalrejo.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”

Desa Tegalrejo dilihat dari aspek context (konteks)?

2. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek

input (masukan)?

3. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek

process (proses)?

4. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek

(19)

commit to user

5. Apakah ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program

pengembangan kawasan minapolitan berdasarkan parameter dari Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo dari aspek context (konteks) antara standar dengan

realita.

2. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek input

(masukan) antara standar dengan realita.

3. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek

process (proses) antara standar dengan realita.

4. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek

product (hasil) anatara standar dengan realita.

5. Mengetahui apakah ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai

efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan berdasarkan

parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Boyolali.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk

menentukan kebijakan yang terkait dengan program pengembangan kawasan

(20)

commit to user 3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk kajian

penelitian sejenis.

4. Bagi petani ikan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan informasi dan

(21)

commit to user

7

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Sektor Perikanan

Perikanan sebenarnya berasal dari bahasa Inggris aquaculture

(aqua= perairan; culture= budidaya) dan diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia menjadi budidaya perairan atau budidaya perikanan. Akuakultur

(perikanan) adalah kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di

lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit).

Oleh karena itu, perikanan dapat didefinisikan sebagai campur tangan

(upaya-upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan

melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah

kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan

(growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh

keuntungan secara ekonomi (Effendi, 2004).

Produk perikanan merupakan salah satu andalan utama sumber

pangan dan gizi bagi masyarakat. Ikan sebagai “functional food

mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak

tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak

omega-3), vitamin, serta makro dan mikro mineral (Heruwati, 2002).

Sebagai negara kepulauan yang besar, dengan pulau-pulau seluas

735.000 mil persegi yang mempunyai potensi perairan darat yang besar

dan luas lautan empat kali luas daratan, maka pada hakikatnya Indonesia

adalah negara perikanan yang besar. Hasil tangkapan tahun 1971 adalah

1,2 juta ton ikan dimana 40% dari tangkapan total adalah hasil perikanan

darat (Ilyas, 1971). Produksi akuakultur Indonesia pada tahun 2000

mencapai 994.000 ton dengan nilai sebesar US$ 2,268 juta. Produksi

akuakultur berada pada urutan ke-5 dunia setelah Cina, India, Jepang dan

Filipina (Effendi, 2004).

Arti ekonomis dari perikanan sangat penting terutama di

(22)

commit to user

ekonomi seperti Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik

Bruto (PDB) dari kesempatan kerja, dari pendapatan devisa dan dari

penggantian impor. Kesempatan kerja pada usaha perikanan cukup besar

dan sebagai contoh dapat memberi nafkah kepada lebih dari satu juta

orang, seperti di Indonesia atau 5% dari tenaga kerja seperti di Negara

Vietnam dan Taiwan (Marr, 1987).

Berdasarkan pada kondisi pembangunan perikanan budidaya sampai

saat ini, dapat diidentifikasi permasalahan pokok pembangunan budidaya

ke depan baik kendala internal maupun eksternal yang secara bertahap dan

terus menerus harus dipecahkan. Menurut Gustiano, Eni, dan Tri Heru,

(2005) Kendala internal yang yang masih akan menghambat dan harus

dijawab melalui pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya ke depan

adalah:

a. Teknologi pembenihan dan pembesaran untuk beberapa komoditas

belum sepenuhnya dikuasai.

b. Infrastruktur untuk pembudidayaan masih belum merata.

c. Mutu sarana produksi dan produktivitas usaha budidaya masih rendah.

d. Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan belum terintegrasi.

e. Lemahnya kelembagaan kelompok pembudidaya

Menurut Koeshendrajana dkk. (2004), pembangunan perikanan perlu

memecahkan berbagai permasalahan yang ada melalui pembangunan

berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan mengandung

pengertian secara garis besar dalam kontek perikanan budidaya adalah

sebagai berikut:

a. Terjaminnya keamanan pangan bagi penduduk dunia.

b. Terciptanya suatu operasional kegiatan pembudidayaan ikan serta

pengolahannya yang bersifat kompetitif dan menguntungkan.

c. Terjaminnya keberlanjutan sumberdaya yang dapat mendukung

kegiatan perikanan dalam jangka panjang.

d. Terpeliharanya tingkat kesehatan dan kesatuan ekosistem pada

(23)

commit to user

lain, termasuk didalamnya keanekaragaman hayati, ilmu pengetahuan,

nilai intrinsik dan kegunaan ekonomi lainnya seperti pariwisata dan

rekreasi.

Perubahan paradigma pembangunan kelautan dan perikanan yang

dilakukan DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) adalah perlunya

keseimbangan dalam pendekatan Resource Based Development (RBD)

dengan Social Based Development (SBD). RBD adalah pembangunan

berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya, sedang

SBD adalah pembangunan yang berorientasi pada masyarakat (Nasution

dkk., 2004). Keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dalam konteks

pembangunan antara lain bermakna bahwa suatu masyarakat tersebut

menjadi bagian dari pelaku pembangunan itu sendiri (Nasution, Tjahjo Tri,

dan Sastrawidjaja, 2008).

Salah satu konsep pembangunan perikanan berkelanjutan yang ada

di Kabupaten Boyolali adalah program minapolitan. Pembangunan

perikanan melalui program minapolitan merupakan salah satu upaya dalam

mempercepat proses pembangunan di sektor perikanan. Pengembangan

minapolitan merupakan pembangunan agribisnis yang terintegrasi dengan

pembangunan wilayah, sehingga mampu mendorong pertumbuhan

ekonomi pedesaan melalui pengembangan agribisnis (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, 2008a).

2. Minapolitan “Kampung Lele”

Minapolitan terdiri dari kata mina dan politan (polis). Mina berarti

perikanan dan politan berarti kota. Minapolitan adalah kota perikanan

yang tumbuh dan berkembang dengan sistem dan usaha agribisnis serta

mampu melayani, mendorong, menarik kegiatan pembangunan perikanan

(agribisnis) di wilayah sekitarnya (Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Boyolali, 2008b).

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

(24)

commit to user

perikanan yang direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan

dengan komoditas unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan.

Konsep minapolitan (kota dengan basis ekonomi sektor perikanan)

merupakan salah satu upaya meningkatkan percepatan pembangunan pada

desa-desa pusat pertumbuhan.

Menurut Marr (1987), peningkatan produksi ikan dapat dicapai

dengan metode ekstensif dan intensif. Belajar dari pengalaman terlihat

bahwa demi peningkatan produksi ikan dengan metode intensif lebih

berhasil dibandingkan dengan budidaya secara ekstensif. Budidaya secara

intensif lebih menguntungkan karena lahan sempit, kualitas dan kuantitas

air dapat terjaga. Selain itu, ikan mempunyai pertumbuhan yang cepat,

waktu pemeliharaan akan lebih singkat dan frekuensi budidaya dapat

ditingkatkan. Berikut ini adalah beberapa ketentuan untuk dapat

melakukan usaha budidaya dengan baik:

a. Pemilihan tempat dan kondisi lingkungan didasarkan pada jenis tanah,

kualitas dan kuantitas air serta temperatur air.

b. Perencanaan usaha budidaya ikan meliputi ukuran unit usaha,

penyediaan air dan sistem pengeringan.

c. Perencanaan pembuatan kolam pada ukuran kolam budidaya, bentuk

kolam, kedalaman kolam dan bahan pembuatan kolam.

d. Perencanaan metode budidaya didasarkan pada pertimbangan biologis

dan ekonomis, cara pengelolaan dan rencana tahunan.

Menurut Ngraho (2007), syarat hidup pembudidayaan ikan lele di

kolam diantaranya sebagai berikut:

a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah

liat/lempung, berlumpur, subur, dan tidak porous (melalukan air).

b. Lahan ideal untuk budi daya lele adalah sawah, kecomberan, kolam

pekarangan, kolam kebun, dan blumbang.

c. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah

yang tingginya maksimal 700 m dpl.

(25)

commit to user

e. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat

dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.

f. Lokasi kolam hendaknya di tempat yang teduh tetapi tidak berada di

bawah pohon yang daunnya mudah rontok.

g. Pertumbuhan lele optimal pada suhu 20°C atau antara 25-28°C. Anak

lele tumbuh baik pada kisaran suhu antara 26-30°C dan suhu ideal

untuk pemijahan 24-28°C.

h. Lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup,

sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin oksigen.

i. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri,

merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan yang dapat

mematikan ikan.

j. Perairan ideal untuk lele adalah yang banyak mengandung nutrien dan

bahan makanan alami, dan bukan perairan yang rawan banjir.

k. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau

daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.

Cara pembudidayaan lele yang harus dikuasai, juga harus melihat

tanda-tanda serangan penyakit dan menanggulanginya secepat dan

secermat mungkin (Susanto, 1987). Penyakit yang menyerang ikan

budidaya tidak datang begitu saja, melainkan akibat dari interaksi yang

tidak serasi antara tiga komponen utama yaitu lingkungan, ikan dan

organisme penyebab penyakit. Beberapa jenis dan sumber penyebab

penyakit adalah jasad patogen (virus, parasit, bakteri dan jamur), hama dan

lingkungan. Berdasarkan daerah penyerangan penyakit pada tubuh ikan,

terutama penyakit terinfeksi dibagi menjadi 3 yaitu kulit, insang dan organ

dalam. Penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu jangka pendek (metode perendaman, pembilasan), jangka panjang

(metode pemandian, perlakuan aliran air tetap), jangka waktu tidak

terbatas (pengobatan di kolam dengan dosis rendah), penyemprotan

(pestisida), penyuntikan, dengan cara pengobatan melalui makanan yang

(26)

commit to user

Ikan lele (Clarias Barrachus) merupakan ikan air tawar yang

memiliki bentuk tubuh memanjang yang makin ke belakang makin pipih,

kepalanya besar dan gepeng. Ikan lele senang hidup di dalam air yang

alirannya tidak deras, ikan lele tidak bersisik, tubuhnya licin, mempunyai 4

pasang sungut di sekitar mulutnya dan pada setiap kedua sirip dadanya

terdapat taji yang runcing. Taji tersebut, selain sebagai alat untuk

mempertahankan diri, digunakan sebagai alat untuk merayap. Selain itu,

sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur (Murtidjo, 2001).

3. Evaluasi

Grondlund (1981) mengemukakan bahwa evaluasi didefinisikan

sebagai proses sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan

pembelajaran yang dicapai oleh murid. Menurut Wand and Brown (1975)

dalam Arifin (1990) mengemukakan bahwa evaluasi bersal dari bahasa

inggris evaluation yang berarti mengacu pada suatu tindakan atau proses

untuk menentukan nilai sesuatu.

Evaluasi adalah suatu kajian terhadap program pembangunan

dengan fokus perhatian pada hasil dan dampaknya. Evaluasi dapat

dilakukan melalui pemantauan, audit lingkungan sosial, investigasi dan

studi lapangan (Purba, 2002).

Evaluasi program dirancang dari awal untuk melibatkan sebanyak

mungkin dari peserta proyek dalam perancangan, pelaksanaan, dan

interpretasi evaluasi tersebut, adalah suatu usaha untuk mencerminkan

sifat sukarela dan orientasi peserta proyek (Alderson, 1992).

Menurut pengertiannya istilah ”evaluasi” merupakan kegiatan yang

terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan

instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk

memperoleh kesimpulan (Thoha, 1991).

Remmers dan Gage (1943) dalam bukunya “evaluation education”

mengungkapkan bahwa dalam memilih instrumen evaluasi pada dasarnya

(27)

commit to user

yang akan diukur, dan (2) mendapatkan instrument yang terbaik dalam

melakukan pengukuran. Proses ini dapat lebih diringkas oleh kata "apa"

dan "bagaimana". Semua orang yang melakukan evaluasi, terus-menerus

harus mempertimbangkan kata-kata ini, dan semua yang tersirat didalam

kata ini. Keakuratan evaluasi terkait erat dengan tujuannya. Perkiraan

pengukuran kadang-kadang cukup. Di lain waktu perlu memiliki ukuran

yang setepat dan seakurat mungkin.

Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji

kembali draft atau usulan program yang sudah dirumuskan, bertujuan

untuk mengkaji kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan

yang diinginkan sesuai dengan pedoman (Mardikanto, 1993). Stufflebeam

(1971) dalam Mardikanto (1996) mengemukakan bahwa dengan melihat

ketercapaian program akan dapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi

kegiatan yang telah dilaksanakan, untuk segera diambil langkah-langkah

guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan seperti yang

dikehendaki.

McNamara (2010) mengungkapkan beberapa alasan mengapa perlu

dilakukan evaluasi program, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memahami dampak jasa pelayanan pada pelanggan atau klien.

b. Evaluasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program

untuk meningkatkan program.

c. Evaluasi dapat memverifikasi program jika program sungguh

dijalankan seperti awal mula direncanakan.

d. Memudahkan manajemen berpikir tentang keseluruhan dari program,

mencakup tujuannya, bagaimana cara menuju tujuan tersebut dan

bagaimana cara mengetahui jika tujuan telah tercapai atau belum.

e. Menghasilkan data atau memverifikasi hasil yang dapat digunakan

untuk hubungan masyarakat dan mempromosikan layanan pada

(28)

commit to user

f. Menghasilkan perbandingan yang valid antara program untuk

memutuskan mana yang harus ditahan, misal menunggu keputusan

memotong anggaran awal.

g. Secara penuh menguji dan menguraikan program efektif untuk

diduplikasi di tempat lain.

Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan

fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan

pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk).

Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan,

seleksi atau lanjutan. Jadi, evaluasi hendaknya membantu pengembangan,

implementasi, kebutuhan suatu program, perkembangbiakan program,

pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan

dukungan dari mereka yang terlibat (Tayibnapis, 2000).

Kerangka pikir Context Input Process Product membentuk cara

pandang kegiatan yang bersifat menyeluruh dan lengkap. CIPP dapat

digunakan untuk perbaikan maupun untuk Cara ini sangat tepat bagi

kegiatan evaluasi yang seharusnya tidak hanya memusatkan sasaran pada

beberapa bagian program yang dipandang sangat penting (YIS, 1999).

Stufflebeam (1973) dalam Tayibnapis (2000) membagi evaluasi menjadi

empat macam, yaitu:

a. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi

membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang

akan dicapai oleh program dan memutuskan tujuan program.

b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur

keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang

diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan.

Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses

untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh

(29)

commit to user

pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan

diperbaiki.

d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk

menolong keputusan selanjutnya. Apa yang dilakukan setelah program

berjalan.

Model konsep CIPP mewakili evaluasi dari suatu kesatuan konteks,

masukan, proses, dan produk. Evaluasi context menilai kebutuhan,

permasalahan, asset, peluang. Evaluasi input (masukan) menilai alternatif

pendekatan, rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan

mengatur kelayakan pembelanjaan. Evaluasi input (masukan) menilai

alokasi sumber daya, menugaskan staff, penjadwalan pekerjaan,. Evaluasi

process (proses) menilai implementasi rencana dan menginterpretasikan

hasil. Evaluasi Product (hasil) mengidentifikasi dan menilai hasil yang

diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang,

(Stufflebeam, 2003).

B. Kerangka Berpikir

Pembangunan perikanan merupakan usaha meningkatkan penyediaan

bahan pangan dan gizi. Salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan

gizi terutama protein hewani adalah produk perikanan. Cara yang bisa

menjawab tuntutan akan pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah dengan

mengembangkan usaha budidaya ikan di kolam seperti ikan bandeng, gurame

dan lele.

Ikan lele sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan protein hewani

juga tidak terlepas dari tuntutan peningkatan produksi dan kontinuitas produk

ikan lele. Namun peningkatan produksi tidak lepas dari berbagai kendala baik

fisik maupun non fisik. Kendala fisik diantaranya masalah ketersediaan air,

serangan hama dan penyakit, kurangnya modal dan kendala fisik lainnya.

Selain itu, adanya kendala non fisik seperti tingkat pengetahuan dan

(30)

commit to user

ikan lele. Adanya kendala fisik dan non fisik perlu untuk dicari

pemecahannya.

Program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa

Tegalrejo merupakan suatu kegiatan terencana yang diharapkan dapat

membantu memecahkan permasalahan yang ada dalam proses budidaya ikan

lele. Selain itu, adanya program ini juga diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan petani ikan dalam kerja sama, baik dengan sesama petani ikan

maupun dengan pihak lain seperti pemerintah dan swasta.

Pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung

Lele” tahun 2009-2014 perlu diikuti adanya suatu evaluasi, sehingga dapat

diketahui antara rencana dengan realisasi yang ada. Peneliti mengambil

evaluasi program di tahun 2009. Evaluasi ini termasuk on-going evaluation,

yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu

masih/sedang dilaksanakan.

Model evaluasi yang digunakan adalah model evaluasi CIPP. Aspek

context yang dievaluasi adalah: (1) kebutuhan akan adanya program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo, (2)

permasalahan yang dihadapi petani, (3) asset yang mendukung program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo, dan

(4) peluang terkait program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo.

Evaluasi input (masukan) menilai alternatif pendekatan, rencana

tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan mengatur kelayakan

pembelanjaan dan potensi keefektifan anggaran untuk memenuhi kebutuhan

yang telah ditargetkan dalam mencapai tujuan. Aspek input program

minapolitan yang di evaluasi yaitu (1) organisasi pendukung, (2) motivasi

petani ikan mengikuti program pengembangan kawasan minapolitan

”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, 3) fasilitator, 4) anggaran.

Process merupakan pelaksanaan beragam mekanisme kerja program

pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo bagi

(31)

commit to user

adalah (1) survei lokasi, (2) kegiatan program pengembangan kawasan

minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, (3) kegiatan fasilitasi petani

ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele”

Desa Tegalrejo

Product merupakan hasil dari proses kegiatan program pengembangan

kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo yang menggambarkan

tingkat efektifitasnya. Indikator dari keberhasilan program pengembangan

kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo menggunakan

parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali

yaitu: (1) peningkatan pendapatan petani ikan, (2) peningkatan produksi

perikanan dan kegiatan lainnya misal peningkatan produksi hasil olahan ikan,

(3) peningkatan sektor pendukung dari kegiatan budidaya perikanan seperti

pembenihan ikan, (4) peningkatan produktivitas lahan melalui alternatif

sistem budidaya yang dilakukan dengan tanaman hortikultura, penambahan

alternatif jenis ikan (gurame dan nila), (5) peningkatan investasi baik dari

petani ikan, swasta, dan pemerintah, (6) peningkatan kelembagaan

pembudidaya ikan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan kemampuan

petani ikan dalam menyusun usaha yang berorientasi pasar dan ramah

lingkungan, (7) terciptanya sistem kemitraan yang produktif serta mampu

memperoleh keuntungan yang memadai

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat suatu kerangka berpikir

(32)

commit to user

Gambar.1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” dengan Model CIPP (Context Input Process Product) di Desa Tegalrejo

C. Hipotesis

Ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo

berdasarkan parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Boyolali.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Evaluasi program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung

Lele” lewat model CIPP adalah penilaian suatu program pengembangan

kawasan minapolitan ”Kampung Lele” dilihat dari aspek context, input,

process, dan product:

1. Aspek Context, merupakan deskripsi rinci mengenai permasalahan,

kebutuhan, asset, dan peluang dari ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo

sebagai kawasan minapolitan, meliputi:

Evaluasi Program Pengembangan Kawasan

Minapolitan ”Kampung Lele” dengan Model CIPP

Input Program

(33)

commit to user

a. Permasalahan yaitu kesenjangan yang dirasakan oleh petani ikan

antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan sebenarnya di Desa

Tegalrejo sebelum ada program pengembangan kawasan minapolitan

“Kampung Lele”. Permasalahan diukur dengan pendapat responden

mengenai ada tidaknya permasalahan dalam pengembangan perikanan

di Desa Tegalrejo.

b. Kebutuhan terhadap program pengembangan kawasan minapolitan

“Kampung Lele” yaitu kebutuhan petani ikan yang diperlukan dalam

kegiatan budidaya ikan lele di Desa Tegalrejo sebelum ada program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Kebutuhan

diukur dengan pendapat responden mengenai perlu tidaknya

pemenuhan kebutuhan dalam pengembangan perikanan di Desa

Tegalrejo.

c. Asset yaitu modal yang tersedia dan mendukung kegiatan budidaya

ikan lele, dilihat dari kondisi letak geografis, ketersediaan sarana dan

prasarana yang ada di Desa Tegalrejo sebelum ada program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Asset diukur

dengan pendapat responden mengenai ada tidaknya asset yang

mendukung dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

d. Peluang yaitu suatu kesempatan yang berasal dari dalam maupun dari

luar Desa Tegalrejo berkaitan dengan pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo sebelum ada program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Peluang diukur

dengan ada tidaknya peluang dalam pengembangan perikanan di Desa

Tegalrejo.

2. Aspek Input yaitu suatu rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian,

dan pengaturan kelayakan pembelanjaan yang menjadi dasar dan

kelengkapan untuk terselenggaranya proses dan mekanisme kerja bagi

tercapainya tujuan program pengembangan kawasan minapolitan

(34)

commit to user

a. Organisasi pendukung kegiatan program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” yaitu lembaga-lembaga yang ikut serta

melaksanakan kegiatan nyata pada program ini. Organisasi pendukung

diukur dengan pendapat responden mengenai ada tidaknya organisasi

ini dalam pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan

“Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

b. Motivasi adalah keinginan atau dorongan dari diri petani ikan yang

menyebabkan untuk mengkuti program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo. Motivasi diukur

dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan

motivasi petani ikan dengan pilihan sangat setuju, setuju, ragu-ragu,

tidak setuju dan sangat tidak setuju. Motivasi responden dikategorikan

menjadi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Kemudian disimpulkan mendukung tidaknya motivasi petani ikan

dalam pelaksanaan program (lampiran 1).

c. Fasilitator yaitu seseorang yang membantu petani ikan dengan

memberi pengetahuan, petunjuk atau arahan dalam menyelesaikan

masalahnya. Fasilitator diukur dari ada tidaknya fasilitator dalam

kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo.

d. Anggaran yaitu sumber-sumber pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan

yang terkait dengan program pengembangan kawasan minapolitan

“Kampung Lele” yang ada di Desa Tegalrejo. Anggaran diukur dari

ada tidaknya anggaran dalam pelaksanaan program pengembangan

kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo

3. Aspek Process, merupakan pelaksanaan beragam mekanisme kerja

program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo. Pelaksanaan kegiatan meliputi:

a. Survei lokasi yaitu kegiatan pengamatan lokasi di Desa Tegalrejo guna

memperoleh data yang terkait dengan program pengembangan

(35)

commit to user

1) Ada tidaknya pelaksanaan kegiatan

2) Bentukkegiatan

3) Kendala yang dihadapi

4) Hasil kegiatan

b. Kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung

Lele” Desa Tegalrejo yaitu kegiatan yang dilakukan oleh organisasi

pendukung dalam pengembangan perikanan di ”Kampung Lele” Desa

Tegalrejo, diukur dari:

1) Ada tidaknya pelaksanaan kegiatan

2) Bentukkegiatan

3) Kendala yang dihadapi

4) Hasil kegiatan

c. Kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo yaitu kegiatan

fasilitasi pada petani ikan yang dilakukan oleh fasilitator dalam

pengembangan perikanan di ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

Kegiatan fasilitasi diukur dari ada tidaknya bantuan yang diberikan

kepada petani ikan dalam kegiatan program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo.

4. Aspek product, merupakan hasil dari proses kegiatan program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo

yang menggambarkan efektifitasnya antara sebelum dan sesudah program

dilaksanakan. Efektifitas program ini dapat dikategorikan efektif apabila

responden menjawab berhasil pada 5-7 parameter yang ada. Program

diakatakan tidak efektif apabila responden menjawab berhasil kurang dari

5 parameter yang ada. Aspek product diukur dengan parameter:

a. Ada tidaknya peningkatan pendapatan/bulan petani ikan. Pendapatan

dilihat dari nominal pendapatan/bulan antara sebelum dan sesudah

pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

(36)

commit to user

b. Ada tidaknya peningkatan produksi perikanan baik produksi perikanan

maupun kegiatan pengolahan hasil (kegiatan yang termasuk

didalamnya). Peningkatan produksi dilihat dari jumlah produksi ikan

lele segar/panen yang ikan lele olahan/hari antara sebelum dan sesudah

pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo.

c. Ada tidaknya peningkatan sektor pendukung dari kegiatan budidaya

perikanan. Peningkatan sektor pendukung dilihat dari ada tidaknya

pertumbuhan sektor pendukung kegiatan budidaya ikan lele antara

sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

d. Ada tidaknya peningkatan produktivitas lahan di tepi kolam ikan lele

melalui alternatif sistem budidaya yang dilakukan dengan tanaman

hortikultura dan produktivitas kolam ikan lele melalui penambahan

alternatif jenis ikan (gurame dan nila). Peningkatan produktivitas lahan

dilihat dari ada tidaknya pemanfaatan lahan sekitar kolam untuk

tanaman hortikultura dan penambahan jenis ikan selain ikan lele antara

sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

e. Ada tidaknya peningkatan investasi dari petani ikan, swasta, dan

pemerintah. Peningkatan investasi dilihat dari penambahan penanaman

modal baik dari petani ikan, swasta maupun pemerintah dalam

kegaitan budidaya ikan lele antara sebelum dan sesudah pelaksanaan

program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo. Modal dapat berupa fisik (misal: uang, kolam, peralatan)

dan non fisik (misal: pelatihan, penyuluhan, seminar).

f. Ada tidaknya peningkatan kelembagaan pembudidaya ikan yang dapat

dilihat dari adanya tidaknya peningkatan kemampuan petani ikan

dalam menyusun usaha yang berorientasi pasar dan lingkungan.

Peningkatan kelembagaan dilihat dari kualitas maupun kuantitas

(37)

commit to user

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

Kualitas kelembagaan dilihat dari kemampuan anggota kelompok

merencanakan kegiatan usahatani, kemampuan menaati perjanjian

dengan pihak lain, kemampuan meningkatkan hubungan dengan

kelompok tani lain, kemampuan memanfaatkan informasi. Secara

kuantitas dapat dilihat dari tumbuhnya kelompok tani lain yang

bergerak pada kegiatan perikanan.

g. Tercipta tidaknya sistem kemitraan yang produktif serta mampu

memperoleh keuntungan yang memadai antara sebelum dan sesudah

pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo. Sistem kemitraan dapat dilihat dari adanya

(38)

commit to user

24

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan tujuannya, metode penelitian yang digunakan adalah

metode deskriptif yang bermaksud untuk memberikan uraian mengenai suatu

gejala sosial yang diteliti. Peneliti mendeskripsikan suatu gejala berdasarkan

pada indikator-indikator yang dijadikan dasar dari ada tidaknya suatu gejala

yang diteliti. Selanjutnya, berdasarkan kegunaannya metode dalam penelitian

ini adalah metode evaluasi yang bermaksud untuk menilai suatu program,

kegiatan atau kebijakan yang ditujukan untuk mengintervensi masyarakat.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan umpan balik agar suatu

program, kegiatan atau kebijakan memberikan dampak yang sesuai dengan

yang diharapkan (Slamet, 2006).

Evaluasi dalam penelitian ini termasuk dalam on-going evaluation,

yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan

masih/sedang dilaksanakan. Penelitian dilakukan dengan teknik survei,

dimana dilakukan dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok

(Singarimbun dan Sofian Effendi, 2006).

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan

penelitian (Singarimbun dan Soffian Effendi, 2006). Daerah yang dipilih

adalah di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali dengan

pertimbangan bahwa Desa Tegalrejo merupakan salah satu desa yang

melaksanakan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele”. Selain itu, daerah ini merupakan daerah pembudidayaan ikan lele yang

telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto sebagai daerah

(39)

commit to user

itu, Desa Tegalrejo sudah sampai pada tahap implementasi (Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali,2009).

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petani ikan yang tergabung

dalam kelompok tani Karya Mina Utama di Desa Tegalrejo Kecamatan

Sawit Kabupaten Boyolali yang pernah terkait dengan pelaksanaan

program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele”.

2. Sampel

Pengambilan sampel petani ikan dilakukan dengan menggunakan

metode sampel acak sistematik (sistematic random sampling) berdasar

urutan yang tertera pada daftar kelompok tani Karya Mina Utama. Metode

ini diambil karena tiap individu dari suatu populasi memiliki kesempatan

yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak sebanyak 28 responden. Penentuan jumlah sampel petani ikan

responden ditentukan dengan rumus:

Unsur pertama (s) : s

Interval sampel (k) : n N

Unsur kedua : s + k

dimana :

N : Jumlah populasi atau jumlah petani ikan dalam satu kelompok tani

n : Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 28 petani ikan

Unsur pertama (s) : 1 diperoleh dengan pengambilan secara acak angka

antara 1-5

Interval sampel (k) : ( 96 : 28 ) = 3,4 = 3

Responden kedua : s + k = 1 + 3 = 4

Responden ketiga : 4 + 3 = 7 dan seterusnya

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sesuai dengan rumus

(40)

commit to user

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dengan teknik

wawancara dengan menggunakan kuisioner.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari instansi

pemerintah/lembaga terkait, berupa daftar kelompok tani, monografi

wilayah (Desa Tegalrejo), dan data-data yang berkaitan dengan program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

E. TeknikPengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode:

1. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan

responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam

hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan

pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal (Gulo, 2003).

2. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui

dokemen-dokumen (Susanto, 2006).

3. Pencatatan adalah kegiatan pengumpulan data dengan cara mencatat

informasi yang berkaitan dengan penelitian.

4. Observasi adalah pengamatan secara sistematik tentang gejala-gejala yang

diamati. Pengamatan dilakukan untuk megetahui keadaan wilayah

penelitian (Kriyantono, 2007).

F. Metode Analisis Data

Analisis data penelitian evaluasi program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” dengan model CIPP di Desa Tegalrejo yaitu:

1. Evaluasi context data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang.

2. Evaluasi input data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

(41)

commit to user

3. Evaluasi process data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang.

4. Evaluasi product data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang.

Sedangkan untuk mengetahui perbedaan pendapat oleh responden

mengenai efektifitas program, data dianalisis dengan menggunakan tes

satu sampel Chi-kuadrat (X2). Pendapat responden dikategorikan menjadi

2 yaitu 1). Berhasil (memenuhi 5-7 parameter), 2) Tidak berhasil

(memenuhi kurang dari 5 parameter). Penentuan nilai X2 menggunakan

rumus (Siegel, 1997):

Keterangan:

Oi : Banyak kasus yang diamati dalam kategori i

Ei : Banyak kasus yang diharapkan dalam kategori i di bawah H0 ∑ : Penjumlahan semua kategori

Kriteria pengembalian keputusan :

1) Apabila suatu harga X2 hitung ≥ X2 tabel (α = 0,05) tabel maka H0

ditolak, berarti tidak ada perbedaan pendapat oleh responden

mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan

“Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

2) Apabila suatu harga X2 hitung ≤ X2 tebel (α = 0,05) tabel maka H0

ditolak, berarti ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai

efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo.

Nilai-nilai yang biasa digunakan untuk tingkat a adalah 0,05 dan 0,01. Jika probabilitas yang berkaitan dengan kemunculan harga tertentu

yang dihasilkan suatu tes statistik dibawah H0 (yaitu jika H0 benar) adalah k (Oi – Ei)2

(42)

commit to user

sama dengan atau lebih kecil daripada a, kita menolak H0, dan menerima

H1. Penetapan tingkat a bukan merupakan suatu harga mati, sehingga

(43)

commit to user

29

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

Desa Tegalrejo terletak di Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali dengan

luas wilayah 139,5 ha (hektar). Jarak Desa Tegalrejo dengan kecamatan Sawit

yaitu 3 km, sedangkan jarak dengan Ibu Kota Kabupaten 12 km. Batas

wilayah Desa Tegalrejo yaitu sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Tlawong

Sebelah Selatan : Desa Janti Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten

Sebelah Barat : Desa Doplang

Sebelah Timur : Desa Gombang

Luas wilayah Desa Tegalrejo 139,5 ha (hektar) memiliki potensi yang

yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk untuk berbagai

kegiatan. Luas tersebut terdiri dari tahan sawah 80,8 ha (58%) dan tanah

kering 58,7 ha (42%). Tata guna lahan menggambarkan sejauh mana

penduduk disuatu wilayah dapat mendayagunakan luas lahan yang ada agar

lebih bermanfaat bagi penduduk setempat. Tata guna lahan di Desa Tegalrejo

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Desa Tegalrejo Menurut Penggunaan Tanah

No Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase (%)

a.Pekarangan/bangunan 29,2 21

b.Tegal/kebun 23,1 17

c. Lain-lain 6,4 5

Jumlah 58,7 42

Jumlah (1+2) 139,5 100

Sumber: Monografi Desa Tegalrejo tahun 2010

Berdasarkan Tabel 1, lahan sawah yang menggunakan irigasi setengah

teknis sebesar 80,8 ha (58%). Hal ini akan memudahkan pengelolaan air

(44)

commit to user

Sebagian besar tanah kering 29,2 ha (21%) digunakan untuk pekarangan atau

bangunan, tegal atau kebun sebesar 23,1 ha (17%). Tanah kering tegal atau

kebun kebanyakan sudah dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha

budidaya perikanan. Sehingga dengan adanya perubahan ini diharapkan dapat

menambah penghasilan penduduk apabila dikelola dengan baik.

Desa Tegalrejo berada pada ketinggian 150 mdpl (meter diatas

permukaan laut) dengan curah hujan 2297 mm/th (millimeter pertahun).

Daerah ini termasuk dalam iklim yang sedikit basah (Golongan C menurut

Scmidth Ferguson). Iklim ini artinya kejadian bulan kering lebih sedikit

dibanding dengan bulan basah, dengan tujuh bulan basah, dua bulan lembab

dan tiga bulan kering. Kondisi tersebut merupakan salah satu pendukung

karena kondisi curah hujan akan memberi pasokan air bagi tanah. Sehingga

sumur yang ada dapat terjaga persediaan airnya. Persediaan air sumur dapat

menunjang kebutuhan air pada budidaya perikanan.

Budidaya perikanan dapat dilakukan pada kawasan yang merupakan

dataran rendah dan memiliki ketersediaan air. Wilayah Desa Tegalrejo cocok

untuk budidaya ikan lele karena syarat ketinggian tanah untuk pertumbuhan

ikan lele adalah kurang dari 700 mdpl dan curah hujannya 1500-2000 mm/th.

Selain itu, Desa Tegalrejo memiliki sumber mata air Mungup dan dilewati

oleh Sungai Gandul. Potensi tersebut mendukung untuk peningkatan dan

pengembangan perikanan.

Kesesuaian kondisi topografi Desa Tegalrejo dengan jenis komoditas

perikanan yang akan dikembangkan adalah budidaya jenis ikan lele, karper,

tawes dan nila. Kondisi geografi Desa Tegalrejo yang mendukung dengan

budidaya perikanan ini sesuai dengan penerapan program pengembangan

kawasan minapolitan “Kampung Lele”.

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin

(45)

commit to user

digunakan untuk mengetahui perbandingan banyaknya penduduk laki-laki

dengan perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Dinyatakan

dengan banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan.

Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa

Tegalrejo tahun 2010.

Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Jenis Kelamin

No Umur (tahun) Distribusi

Jiwa (orang) Prosentase (%) 1.

penduduk laki dibanding dengan jumlah penduduk perempuan dikalikan

100. Di mana sex ratio Desa Tegalrejo adalah:

SR = x100

perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Keadaan ini menggambarkan

bahwa jumlah penduduk laki-laki dibandingkan jumlah penduduk

perempuan seimbang. Jumlah penduduk yang seimbang dapat disebabkan

oleh adanya migrasi, kematian dan kelahiran yang terjadi di desa tersebut.

Apabila angka SR (sex ratio) seimbang, berarti di wilayah tersebut

penduduk laki-laki dan perempuan seimbang. Keadaan ini menunjukan

tenaga kerja laki-laki dan perempuan tersedia untuk melaksanakan

berbagai kegiatan perekonomian dan sosial yang memerlukan tenaga dari

(46)

commit to user

Keadaan jumlah penduduk yang seimbang ini dapat mendukung

program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo. Hal ini dikarenakan pekerjaan budidaya perikanan dapat

dikerjakan oleh tenaga laki-laki dan perempuan. Laki-laki mengerjakan

suatu kegiatan yang memerlukan lebih banyak tenaga seperti pembuatan

kolam ikan. Perempuan memiliki peran dalam mengusahakan budidaya

perikanan yaitu memberikan pakan ikan. Selain itu, perempuan dapat

membantu membuat produk olahan ikan lele.

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur

dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di

Desa Tegalrejo. ABT akan mempengaruhi tingkat perkembangan desa,

semakin tinggi ABT maka perkembangan desa akan menjadi lambat. Hal

ini dikarenakan penduduk berumur produktif harus menanggung penduduk

non produktif yang jumlahnya lebih banyak. Tabel 3 menunjukkan

keadaan penduduk Desa Tegalrejo berdasarkan umur.

Tabel 3. Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Kelompok Umur Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (orang) Prosentase (%)

0 – 4

Gambar

Tabel 20 Matrikulasi Aspek CIPP Program Pengembangan Kawasan
Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan
Gambar.1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan
Tabel 1. Luas Lahan Desa Tegalrejo Menurut Penggunaan Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait