No. Daftar FPIPS : 2019/UN.40.2.3/PL/2014
PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh
Ahmad Toni Harlindo 0608875
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005
Oleh
Ahmad Toni Harlindo
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Ahmad Toni Harlindo 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005
Disusun Oleh : Ahmad Toni Harlindo
(0608875)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH Pembimbing I
Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum. NIP. 19600529 198703 2 002
Pembimbing II
Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. NIP. 19660113 199001 2 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR BAGAN ... ix
DAFTAR FOTO ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Metode dan Teknik Penelitian ... 11
1.5.1. Metode Penelitian ... 11
1.5.2. Teknik Penelitiaan ... 13
1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 14
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 19
2.1. Sejarah Lokal Sebagai Wahana Pendidikan ... 20
2.2. Gula Kelapa Rakyat ... 26
2.3. Industri Kecil atau Industri Rumah Tangga (Home Industri) ... 33
2.5. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 41
2.6. Kehidupan Petani di Indonesia ... 45
BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ... 51
3.1. Persiapan Penelitian ... 54
3.1.1. Penentuan Tema Penelitian ... 54
3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian ... 55
3.1.3. Bimbingan dan Konsultasi ... 56
3.1.4. Mengurus Perizinan ... 57
3.1.5. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 58
3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 58
3.2.1. Heuristik ... 58
3.2.2. Kritik Sumber ... 61
3.2.2.1. Kritik terhadap Sumber Tertulis ... 63
3.2.2.2. Kritik terhadap Sumber Lisan ... 64
3.2.3. Interpretasi (Penafsiran) ... 67
3.2.4. Laporan Penelitian (Historiografi) ... 68
BAB IV KEHIDUPAN PETANI PENDERES GULA KELAPA DI PANGANDARAN 1960-2005 ... 71
4.1. Gambaran Umum Daerah Pangandaran ... 72
4.1.1. Potensi Alam dan Administratif ... 72
4.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pangandaran ... 80
4.1.2.1. Perkembangan Masyarakat ... 80
4.1.2.3. Kondisi Matapencaharian Masyarakat Pangandaran .. 96
4.2. Bangkitnya Petani Penderes Gula Kelapa Pangandaran 1960-1968 .. 101
4.3. Upaya Petani Penderes Dalam Meningkatkan Produktifitas Gula Kelapanya di Pangandaran 1960-2005 ... 113
4.3.1. Permodalan ... 113
4.3.2. Proses Produksi ... 137
4.3.3. Pemasaran ... 162
4.3.4. Peranan Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) ... 180
4.4. Perubahan Sosial Ekonomi Petani Penderes Pangandaran 1960-2005 ... 186
4.4.1. Hubungan Sosial ... 187
4.4.2. Pendidikan Petani Penderes ... 188
4.4.3. Kesejahteraan Petani Penderes ... 189
4.5. Peranan Pemerintah Bagi Petani Penderes Gula Kelapa Pangandaran ... 196
4.5.1. Pembentukan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 197
4.5.2. Sikap Petani Penderes Gula Kelapa ... 200
4.5.3. Tugas Kerja STA ... 201
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 205
5.1. Kesimpulan ... 205
5.2. Saran ... 211
DAFTAR PUSTAKA ... 213
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Ciamis Menurut Jenis Kelamin
Tahun 1971-2002 ... 82
Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk Pangandaran Dalam Kajian
Tahun 1993-2002 ... 85
Tabel 4.3 Jumlah Murid dan Sekolah di Pangandaran Berdasarkan Tingkat Pendidikannya Pada Tahun 2000 ... 94
Tabel 4.4 Matapencaharian Penduduk Pangandaran Tahun 2000 ... 99
Tabel 4.5 Permodalan Awal Para Petani Penderes di Pangandaran
Tahun 2004/2005 ... 119
Tabel 4.6 Perolehan Modal Pohon Kelapa Sadapan Petani Penderes
Gula Kelapa Pangandaran Tahun 1960 – 2005 ... 133
Tabel 4.7 Harga Kayu Bakar Untuk Industri Gula Kelapa Di Pangandaran Tahun 2000 – 2005 ... 136
Tabel 4.8 Perkiraan Jumlah Rata-Rata Petani Penderes Gula Kelapa dan
Pohon Kelapa Sadapannya di Pangandaran Tahun 1960-2005 ... 140
Tabel 4.9 Hari Pasaran Untuk Pasar-pasar di Daerah Pangandaran
Tahun 1950 – 1985 ... 164
Tabel 4.10 Tempat-tempat Pemasaran Gula Kelapa Hasil Produksi Petani
Penderes di Pangandaran Tahun 1950 – 2005 ... 177
Tabel 4.11 Kisaran Harga Gula Kelapa di Pangandaran Tahun 1973 – 2005 .. 178
Tabel 4.12 Rata - Rata Harga Eceran Sembilan Bahan Pokok Daerah Ciamis Tahun 1993 – 2002 ... 190
Tabel 4.13 Pendapatan Petani Penderes Gula Kelapa Selama Sehari/
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Proses Standar Pembuatan Gula Kelapa ... 150
Bagan 4.2 Proses Pemasaran Gula Kelapa di Pangandaran
Tahun 1950-1970 ... 167
Bagan 4.3 Proses Pemasaran Gula Kelapa Petani Penderes di Pangandaran Tahun 1968-2005 ... 174
Bagan 4.4 Susunan Pengurus AGKP Tahun 2003 ... 182
DAFTAR GAMBAR FOTO
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ciamis, Daerah Persebaran Petani Penderes
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan petani penderes di Pangandaran tidak dapat dilepaskan dari
buah kelapa (Cocos Nucifera) sebagai komoditas di tanah air. Perkembangan
komoditas buah kelapa di tanah air, dipicu dengan tingginya kebutuhan minyak
goreng pada sekitar tahun 1960, yang didukung dengan program pemerintah yang
membuat Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di berbagai daerah. Buah kelapa berupa
dagingnya sangat dibutuhkan untuk dibuat kopra dijadikan sebagai bahan baku
utama pembuatan minyak goreng (AGKP, 2007 : 2).
Namun, setelah ditemukannya bahan baku (bahan dasar) minyak goreng
yang lebih efisien dengan kelapa sawit komoditas buah kelapa mengalami
penurunan secara drastis. Buah kelapa tidak lagi diutamakan sebagai bahan baku
pembuatan minyak goreng. Hal ini menyebabkan pasokan buah kelapa menjadi
berkurang dan berdampak pada harga buah kelapa yang mulai melemah (murah).
Akan tetapi, seiring berkembangnya industri makanan di Indonesia seperti
pabrik-pabrik kecap di nusantara, baik skala kecil maupun nasional yang kian tumbuh.
Kebutuhan akan gula kelapa untuk bahan baku pembuatan kecap meningkat
tajam, sehingga banyak masyarakat Pangandaran mendayagunakan pohon kelapa
sebagai pohon deresan untuk memperoleh nira sebagai bahan baku gula kelapa
(AGKP, 2007 : 2). Petani penderes pun kian tumbuh sebagai kreatifitas usaha
warisan yang awalnya hanya dimiliki oleh sedikit orang-orang Pangandaran.
karakter yang unik. Tenaga petani penderes tumbuh pesat secara alamiah, tidak
adanya rekruitment dan penataran khusus terhadap petani penderes (AGKP, 2003
: 2). Proses regenerasinya pun berjalan secara alami dengan pembelajaran petani
penderes kepada warga lingkungan sekitarnya. Salah satu ciri bahwa petani
penderes tumbuh pesat, dari sekitar tahun 2000 pohon-pohon kelapa di sepanjang
tepi pantai-pantai Pangandaran telah banyak yang dideres/disadap. Hal ini juga
menjadikan daya tarik tersendiri bagi daerah Pangandaran yang sudah cukup
terkenal sebagai daerah kunjungan wisata di Jawa Barat.
Pada awalnya, penderes membuat gula kelapa hanya untuk memenuhi
kebutuhan dapurnya saja. Kemudian mengalami kemajuan, gula kelapa di
pasarkan lewat warung-warung di desa-desa dan meluas ke pasar-pasar. Lambat
laun petani penderes terus berkembang dan gula kelapa semakin banyak di
produksi sehingga muncul pula bandar-bandar gula yang menyetok gula kelapa
untuk di pasarkan ke kota-kota serta pabrik-pabrik kecap.
Kegiatan menderes tidak lagi menjadi usaha sampingan semata, namun
sebagai matapencaharian yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Para penderes memiliki alasannya tersendiri dalam memilih usaha
menderes. Bagi yang sudah berumah tangga alasannya lebih baik mencukupi
kebutuhan anak istri sehari-hari di kampung dari pada pergi merantau ke kota.
Bagi para pemuda yang belum menikah, alasannya karena kebutuhan ekonomi
dengan menjadi penderes tidak tertekan dibanding dengan pekerjaan-pekerjaan
lain.
pada perkembangannya dikenal istilah sewa pohon, nge-ons dan menggadai
pohon kelapa. Para penyadap tidak lagi hanya menyadap pohon kelapa miliknya,
bahkan mulai dari tahun 2000 kebanyakan pohon kelapa sadapannya adalah milik
orang lain, tetangganya, maupun perusahaan perkebunan kelapa. Ada beberapa
perkebunan kelapa di Pangandaran yang menyewakan pohon kelapanya untuk
dideres seperti, PT. Start Trust dan PT. Perkebunan Nusantara VIII Batu Lawang
(PTPN VIII). Menurut penuturan penduduk penderes di PTPN VIII sudah ada dari
tahun 1990-an.
Aktifitas rutin yang dikerjakan oleh penderes sehari-hari biasanya ialah
memanjat pohon kelapa, memangkas mayang (bunga kelapa) untuk diambil
niranya dengan sabit khusus yang dinamakan pisau deres. Pekerjaan ini tidak
semudah seperti kelihatannya. Dalam memanjat dan memangkas diperlukan fisik
yang sehat dan tenaga yang kuat bagi penderes. Keuletan, ketelatenan dan
keterampilannya adalah kehebatannya yang sudah cukup terlatih setiap hari.
Setelah nira di dapat harus dimatangkan dengan cara dimasak dalam waktu
tertentu yang biasanya dikerjakan oleh sang istri penderes, dengan menggunakan
alat-alat serta keterampilan menitis atau mencetak gula kelapa supaya laku di jual
di pasaran sebagai pemanis padat alami (organik). Hasil produktivitas industrinya
penderes ini berperan sebagai sumber pangan masyarakat luas berupa gula
kelapa/gula merah yang juga dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kecap di
pabrik-pabrik.
Rejeki para petani penderes ini tidak selalu berjalan mulus. Saat tiba
bulan, maka penderes akan paceklik oleh karena bunga mayang yang biasa
tumbuh dan dipangkas tidak tumbuh (mati) sehingga nira tidak keluar. Mereka
menamakannya mati wala. Musim kemarau biasanya jatuh pada bulan Februari
sampai Agustus, terkadang sampai bulan Oktober karena musim pancaroba
(perubahan iklim). Apabila mati wala biasanya oleh penderes pohon sadapannya
dibiarkan saja dulu sambil menanti musim penghujan tiba. Akan tetapi, persoalan
lainnya juga akan timbul apabila musim hujan datang dan berlangsung lama,
pohon kelapa sadapan akan licin untuk dipanjat yang dapat membahayakan bagi
keselamatan penderes. Namun, penyebab kecelakaan yang biasanya terjadi bukan
hanya karena licinnya batang pohon saja, yaitu akibat penderes lupa dengan
bertumpu (memegang) pada batang kelapa yang telah kering saat naik/turun.
Persoalan lainnya yang dihadapi penderes (penyadap) saat musim hujan
adalah nira dalam wadah akan tercampur dengan air hujan. Apabila nira
tercampur dengan banyak air akan gagal untuk dicetak menjadi gula merah.
Namun, menurut penderes dengan upaya-upaya tertentu yang dilakukannya untuk
mempertahankan produktifitasnya hal ini tidaklah begitu menjadi soal, oleh
karena kebanyakan penderes masih beruntung dapat mengolah niranya menjadi
gula kelapa cetak.
Akan tetapi, oleh karena sebab-sebab yang tidak dapat dicegah nira yang
telah dimasak bisa mengalami gagal cetak, apabila demikian penderes hanya bisa
pasrah menyimpannya di baskom. Bila masih memungkinkan dicetaknya dalam
ukuran yang lebih besar berdiameter sekitar sepuluh centimeter, dua kali lebih
Gula kelapa yang gagal dicetak dalam ukuran normal dinamakan gula gemblung,
yang harga terimanya perkilogram rendah dari harga gula kelapa normal karena
kualitasnya jelek. Apabila mengalami hal demikian, maka petani penderes merugi
tenaga (capai) juga pengeluaran bahan industrinya karena dalam proses memasak
nira kelapa sebanding dengan menghabiskan kayu bakar sebagaimana untuk
mengolah gula kelapa cetak normal.
Tantangan lainnya yang dihadapi petani penderes dan menjadi salah satu
persoalan klasik, yaitu naik turunnya harga gula kelapa (footloose) dari tahun ke
tahun yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan hidup sosial ekonomi
para penderes dan penggunaaan bahan bakar kayu dalam skala besar untuk
menjalankan industri rumah tangganya ini. Bahkan, saat petani penderes
menghutang kepada bandar gula untuk keperluannya seperti, menggade pohon
kelapa, membuat rumah maupun untuk keperluan sehari-hari, tiba-tiba saat
piutang akan lunas harga gula kelapa turun drastis. Para penderes merasa kecewa,
namun persoalan ini adalah persoalan yang telah berlalu dalam benak para
penderes Pangandaran yang terjadi pada kisaran tahun 1993. Petani penderes
berharap adanya patokan harga gula kelapa yang jelas.
Dari tahun 2000-an kebelakang para penderes masih sepenuhnya
mengandalkan kayu bakar dari hasil mencari di sekitar lingkungannya
(kebun-kebun tetangga). Namun seiring waktu berjalan, pekerjaan tersebut hanya menjadi
sampingan semata. Kebutuhan akan kayu bakar dalam jumlah besar semakin
langka karena bertambah banyaknya rumah penduduk, dan semakin banyaknya
masih dapat diambil dari lingkungan sekitar adalah kelari (pelepah daun kelapa
yang kering), ranting-ranting dari sisa-sisa penebangan pohon besar, tepes (kulit
kelapa) dan sisa-sisa kayu bangunan yang tidak terpakai.
Semenjak tahun 2000-an kedepan, para penderes pun terbiasa membeli
kayu bakar (palet) dengan ukuran satu mobil kolbak, yang lebih kurang dapat
digunakannya dalam jangka waktu satu bulan dengan proses tertentu agar kayu
bakar yang dibeli dapat digunakan. Meskipun adanya tantangan-tantangan
tersebut, para penderes terus tumbuh berkembang mendayagunakan potensi
kekayaan sumber daya alam Pangandaran berupa pohon kelapa sebagai sumber
nira untuk memproduksi gula kelapa.
Mengolah nira untuk membuat gula kelapa sudah merupakan
matapencaharian utama bagi petani penderes Pangandaran yang sekian lama
diminati untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Namun disamping
itu, selain menderes banyak juga yang menggarap lahan pertanian lain sebagai
petani biasa, mengolah sawah dan kebun sebagai pekerjaan musiman.
Bagi penderes yang memiliki lahan pertanian lainnya seperti kebun dan sawah
adalah harta warisan dari ayah-ibunya. Banyak juga yang memiliki lahan
pertanian dari hasil kerja kerasnya menabung (kukumpul) selama bertahun-tahun
menjadi penderes. Meskipun petani penderes tumbuh pesat, namun tidak semua
pohon kelapa yang ada di Pangandaran diambil niranya, masih banyak pohon
kelapa yang tidak disadap. Dengan begitu, bunga akan menjadi buah kelapa muda
yang dapat dijual sebagai kosumsi wisatawan atau warga, dan kelapa tua untuk
di pabrik yang masih bertahan membuat minyak goreng kelapa.
Eksistensi kehidupan sosial ekonomi petani penderes Pangandaran sudah
berlangsung sekian lamanya, namun dalam perkembangannya pada tahun 2003,
baru dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat berbentuk Asosiasi Gula Kelapa
Priangan (AGKP) meliputi wilayah Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut. Tugas
asosiasi ini mengurusi persoalan-persoalan petani penderes, misalnya, untuk
meringankan ketika penderes mengalami musibah kecelakaan, jatuh dari pohon
atau terkena nira panas, maupun yang sampai meninggal dunia (AGKP, 2003 : 1).
Namun, tidak semua penderes di Pangandaran masuk menjadi anggota AGKP.
Oleh karena itu, data pertumbuhan petani penderes Pangandaran dari tahun ke
tahun belum dapat dipastikan dengan jelas. Kemudian, sebagai kebijakan
pemerintah pada tahun 2004 dibentuk pula Sub Terminal Agribisnis (STA)
per-Gula Kelapaan di Pangandaran. Selama itu, tidak pernah ada pendirian sebuah
lembaga, misalnya, sebuah Koperasi sebagai wadah penyerap aspirasi petani
penderes.
Hal yang sebetulnya penting dan menjadi salah satu latar belakang penulis
meneliti perkembangan petani penderes gula kelapa di Pangandaran dalam kajian
sosial ekonominya ini ialah, karena jarangnya sumber-sumber tertulis yang
dijumpai, utamanya dalam kajian kesejarahan yang berkaitan dengan lika-liku
kehidupan petani penderes. Beberapa sumber tertulis yang masih tercecer yang
peneliti dapatkan dari lembaga yang bergerak mengurus petani penderes yakni
AGKP dan Sub Terminal Agribisnis (STA), juga surat-surat kabar lokal di
khasanah ilmu pengetahuan.
Adapun sumber-sumber tertulis yang ada masih belum memenuhi syarat
untuk dijadikan bahan penulisan tema penelitian sejarah, dalam hal ini sejarah
lokal. Kebanyakan sumber-sumber tertulis yang ada hanya berisi tentang
informasi kekinian mengenai gula kelapa Pangandaran. Oleh karena itu, untuk
mengkaji lebih dalam lagi peneliti melakukan wawancara kepada para penderes,
serta pengurus lembaga tersebut guna mendapatkan sumber lisan untuk
memperoleh keobjektifan data kajian penelitian ini dengan mengacu pada
periodisasi yang ada yang telah diambil oleh peneliti.
Dengan beberapa latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai sejarah kehidupan sosial ekonomi petani penderes
di Pangandaran sehingga diangkatlah judul : “Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa di Pangandaran Tahun 1960-2005”. Alasan peneliti membuat batasan penelitian dari tahun 1960 sebagai awal periode
sampai tahun 2005 sebagai akhir priode, dikarenakan pada sekitar tahun 1960
diperkirakan mulai munculnya petani penderes di Pangandaran dan di sekitar
tahun 1968 muncul pula bandar gula kelapa yang menerima gula kelapa dari
petani penderes di Pangandaran. Meskipun masih kecil yang memasok gula
kelapa dalam jumlah yang terbilang masih sedikit pada waktu itu, namun
kemudian ada yang dapat bertahan menjadi bandar gula besar sampai sekarang.
Sementara, pembatasan periodisasi pada tahun 2005 ini adalah karena pada
tahun tersebut adanya Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) yang sudah
tahun tersebut pula banyak bermunculan ranting-ranting mandiri yang bukan
hanya ranting turunan dari Bandar gula kelapa di desa-desa di daerah Pangandaran
yang secara langsung mempengaruhi faktor distribusi (pemasaran) gula kelapa
secara lebih mudah, efektif dan efisien.
1.2Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa di
Pangandaran pada kurun waktu tahun 1960-2005?”.
Agar ruang lingkup pembahasan materi penelitian ini tidak meluas, untuk
itu peneliti membuat rumusan dan batasan masalahnya berupa beberapa
pertanyaan sebagai fokus kajian penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran sebelum
industri gula kelapa berkembang pesat?
2. Bagaimana upaya petani penderes di Pangandaran dalam meningkatkan
produktifitas industri rumah tangga gula kelapanya tahun 1960- 2005?
3. Bagaimana perubahan sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes gula
kelapa Pangandaran tahun 1960-2005?
4. Bagaimana peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah bagi petani
penderes gula kelapa di Pangandaran?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarakan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka ada
1. Mengungkapkan awal munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran
sebelum industri gula kelapa berkembang pesat,
2. Mengungkapkan upaya petani penderes di Pangandaran dalam meningkatkan
produktifitas industri rumah tangga gula kelapa tahun 1960- 2005,
2. Mengungkapkan perubahan sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes
gula kelapa Pangandaran tahun 1960-2005,
3. Mengungkapkan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah bagi
petani penderes gula kelapa di Pangandaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengkaji mengenai “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam
Mengembangkan Industri Gula Kelapa di Pangandaran pada tahun 1960-2005?” ini ada beberapa manfaatnya yang diharapkan dapat diambil ialah :
1. Bagi dunia pendidikan, memberikan pemahaman (bacaan) mengenai
perkembangan para petani penderes di Pangandaran yang telah eksis dalam
rentang waktu yang cukup panjang. Juga, memperkaya dan menambah
wawasan historiografi sejarah lokal, utamanya mengenai kehidupan
sosial-ekonomi petani penderes gula kelapa di Pangandaran.
2. Bagi petani penderes, diharapkan para petani penderes Pangandaran dapat
meningkatkan kualitas produk gula kelapanya (gula merah) sehingga gula
kelapa rakyat dapat menjadi komoditas ekspor.
3. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diharapkan Asosiasi Gula Kelapa
Priangan (AGKP) dapat memaksimalkan perannya sebagai lembaga sosial
(meliputi : Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut) yang begitu rentan akan
kecelakaan. Juga, AGKP dapat meningkatkan kerjasamanya dengan
pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam per-Gula Kelapaan
untuk menggalakkan pelestarian lingkungan dan khususnya upaya penanaman
bibit pohon kelapa unggul.
4. Bagi pemerintah, diharapkan pemerintah (baik kecamatan maupun kabupaten)
tidak hanya terfokus mengutamakan pembangunan terhadap sektor Pariwisata
Pangandaran saja. Perlu diingat bahwa potensi sektor industri gula kelapa
rakyat Pangandaran yang diproduksi oleh petani penderes adalah lahan pajak
perindustrian dan perdagangan yang juga cukup besar dan menjanjikan. Oleh
karena itu, pemerintah harus memperhatikan sektor Usaha kecil dan Menengah
(UKM) industri gula kelapa ini dan menentukan kebijakan-kebijakannya yang
objektif dan progresif guna memajukan serta menciptakan tatanan
sosial-ekonomi kerakyatan. Juga, pemerintah diharapkan dapat membantu para petani
penderes dalam aspek permodalan awal yang selama ini belum ada.
5. Bagi peneliti, menambah wawasan tentang kehidupan para petani penderes gula
kelapa di Pangandaran dalam rentang waktu yang cukup panjang.
1.5 Metode dan Teknik Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode historis atau
metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis
(Gottshalk, 1975 : 32).
Adapun tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005: 48-50)
terdiri dari empat langkah penting sebagai berikut :
1. Heuristik, yaitu upaya mencari, menemukan, dan mengumpulkan data yang
digunakan sebagai sumber sejarah, baik berupa sumber tulisan maupun nara
sumber lisan. Dalam kajian ini peneliti melakukan pencarian sumber tulisan
berupa buku, dokumen maupun artikel. Realisasi tahap ini peneliti lakukan
dengan mencari ke toko-toko buku, lembaga yang terkait dengan tema
penelitian, serta searching lewat media internet yang saat ini sedang booming.
Dalam mengumpulkan sumber lisan, peneliti langsung melakukan wawancara
kepada beberapa petani penderes/ penyadap dan pengurus lembaga yang terkait
dengan tema penelitian ini.
2. Kritik sumber, merupakan langkah selanjutnya setelah sumber-sumber sejarah
(berupa tulisan dan lisan) telah ditemukan. Kritik sumber adalah analisis
terhadap ontentisitas sumber-sumber sejarah, baik bentuknya (kritik eksternal)
maupun isi-nya (kritik internal). Kritik eksternal melihat bentuk dari sumber
sejarah, terutama untuk keaslian sumber dilihat dari : siapa penulisnya, kapan
tahun terbitnya, cetakan ke berapa, edisi ke berapa, dan penerbitnya (instansi
apa). Kritik internal ditujukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan
menganalisis isi yang terkandung. Dalam hal ini peneliti membandingkan isi
dalam sumber-sumber sejarah dengan sumber lainnya dengan maksud agar
fakta-fakta sejarah yang diperoleh valid untuk mendukung pembahasan yang
3. Interpretasi, adalah proses pemberian penafsiran atas fakta-fakta sejarah yang
dihasilkan melalui tahap kritik sumber. Proses interpretasi dilakukan untuk
memberikan makna pada fakta-fakta sejarah agar mendukung peristiwa yang
dikaji. Pada langkah ini peneliti mengkaji dan memahami dengan
menghubungkan beberapa fakta menjadi suatu kesatuan makna yang sejalan
dengan peristiwa tersebut.
4. Historiografi, merupakan tahap terakhir dari metode penelitian sejarah dalam
skripsi ini. Historiografi adalah kegiatan penulisan sejarah setelah peneliti
melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta sejarah yang ditemukan dari
sumber tulisan maupun lisan. Fakta-fakta yang telah melalui tahap interpretasi
kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah (dalam kajian ini sejarah
lokal) yang utuh sehingga terbentuklah suatu historiografi. Dalam proses ini,
penulis akan mengerahkan seluruh daya pemikiran dan menuangkannya ke
dalam skripsi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu sintesis dari seluruh
penelitian yang telah dilakukan. Untuk mendukung hasil sintesis, peneliti
menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan yang menggunakan
disiplin ilmu serumpun yang relevan dan terpadu. Dalam hal ini, penulis
mengambil disiplin ilmu sosial yang berupa ilmu ekonomi, sosiologi dan
politik.
1.5.2 Teknik Penelitian
Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
1. Studi kepustakaan, yaitu mencari sumber yang berupa buku dan artikel yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian. Setelah sumber-sumber tertulis di
dapat kemudian dikaji untuk memperoleh solusi dalam memecahkan
permasalahan penelitian.
2. Studi kearsipan/ dokumentasi. Studi kearsipan adalah mencari sumber arsip dan
dokumen-dokumen mengenai tema penelitian kepada lembaga yang terkait
dengan tema penelitian berupa catatan singkat maupun foto-foto masa lampau.
Observasi adalah mengamati secara langsung proses kegiatan petani penderes
mengolah nira menjadi gula kelapa di lapangan. Dari hasil observasi akan
didapatkan foto-foto, dan keterangan-keterangan yang belum terdapat pada saat
studi kepustakaan, studi kearsipan dan wawancara.
3. Wawancara yakni teknik pengambilan data dengan cara melakukan interview
langsung kepada nara sumber yang mempunyai keterkaiatan dengan tema
penelitian. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dengan terlebih
dahulu mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan maupun tidak terstruktur (tidak
dipersiapkan atau secara spontan). Pertanyaan terstruktur digunakan agar
peneliti lebih mudah dan fokus terhadap pokok bahasan penelitian. Sedangkan
pertanyaan tidak terstruktur guna melengkapi data yang belum ada dalam
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya ketika peneliti mendapatkan
inspirasi di saat melakukan wawancara.
1.6 Struktur Organisasi Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pertama ini menguraikan beberapa pokok pikiran yang
berkaitan dengan latar belakang masalah sebagai suatu pengantar pembahasan,
rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
Bab kedua berisikan mengenai penjabaran literatur-literatur/sumber
tertulis (sumber buku) yang berkaitan/menunjang dengan tema penelitian. Adapun
beberapa sumber yang berhubungan dengan tema penelitian didapatkan dari
disiplin ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah sebagai pendidikan, sosiologi dan
ekonomi. Beberapa sumber yang relevan yang peneliti dapatkan dijabarkan
kedalam judul sub-sub bab seperti : sejarah lokal sebagai wahana pendidikan, gula
kelapa rakyat, industri kecil atau industri rumah tangga (home industri), kebijakan
pemerintah terhadap industri kecil, perubahan sosial-ekonomi masyarakat, dan
kehidupan petani di Indonesia. Dalam tinjauan pustaka ini juga akan diimbuhkan
pengetahuan peneliti terhadap bahasan dalam sub judul guna melengkapi
penjelasan kajian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ketiga menjelaskan mengenai langkah-langkah, metode dan teknik
penelitian yang peneliti gunakan. Langkah-langkah awal penelitian yang
dilakukan oleh peneliti ialah presentasi proposal penelitian, bimbingan kepada
dosen pembimbing, mengurus surat-surat ijin penelitian sampai teknis penelitian.
historis. Penelitian historis (historical research) adalah suatu usaha untuk
menggali fakta-fakta sejarah (khususnya sejarah lokal), yang kemudian dianalisis
(diinterpretasikan) dan dijadikan bahan historiografi (penulisan sejarah) sampai
menyusun kesimpulan dari hasil penelitian kehidupan masa lampau.
Untuk memudahkan penjelasan maka dalam bab ke tiga ini pemaparannya
disusun secara sistematis dari mulai persiapan penelitian, menentukan tema,
penyusunan rancangan penelitian, bimbingan dan konsultasi, mengurus perijinan,
menyiapkan perlengkapan presentasi, dan pelaksanaan penelitian untuk mencari
sumber-sumber (heuristik), baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Setelah
diperoleh sumber-sumber yang relevan (baik tertulis maupun lisan) dilakukan
kritik/analisis terhadap sumber tersebut, selanjutnya peneliti melakukan
interpretasi yang kemudian dituangkan dalam penulisan sejarah (historiografi).
BAB IV KEHIDUPAN PETANI PENDERES GULA KELAPA DI PANGANDARAN 1960-2005
Bab keempat berisi mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam rumusan masalah pada bab pertama. Bab keempat ini merupakan
hasil dari penelitian atau historiografi. Historiografi adalah hasil penulisan sejarah
yang sebelumnya telah melewati beberapa tahapan metodologi penelitian sejarah,
yakni heuristik, kritik/analisis sumber, dan interpretasi.
Adapun yang akan dipaparkan dalam bab empat ini adalah pertama,
mengungkapkan awal munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran
sebelum industri gula kelapa berkembang pesat; kedua, mengungkapkan upaya
tangga gula kelapanya tahun 1960-2005; ketiga, mengungkapkan perubahan
sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes Pangandaran tahun 1960-2005;
dan keempat, mengungkapkan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan
pemerintah bagi petani penderes gula kelapa di Pangandaran.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab kelima atau bab terakhir merupakan kesimpulan peneliti dari hasil
penelitian. Kesimpulan dapat diartikan sebagai interpretasi atau analisis peneliti
dengan mengacu pada keseluruhan hasil penelitian (historiografi) yang juga
merupakan interpretasi peneliti setelah melakukan kritik terhadap sumber-sumber
data yang didapat. Kesimpulan bukan suatu ikhtisar atau rangkuman dari hasil
penelitian. Kemudian pada bagian sub judul saran, peneliti akan mencoba untuk
memberikan masukan atau rekomendasi yang mudah-mudahan dapat berguna
bagi perkembangan industri gula kelapa di Pangandaran. Pemberian rekomendasi
mengacu pada hasil kesimpulan yang berisi persoalan-persoalan penting yang
masih perlu dipecahkan oleh pihak yang berkepentingan dalam bidang pergula
kelapaan di Pangandaran.
DAFTAR PUSTAKA
Halaman daftar pustaka adalah halaman yang memuat daftar
sumber-sumber yang digunakan oleh peneliti dalam pembahasan penelitian, baik sumber-sumber
tertulis maupun nara sumber lisan. Pencantuman sumber tertulis memuat: nama
penulis, tahun terbit, judul buku/makalah/artikel/karya tulis lainnya, kota tempat
penerbit serta nama penerbit. Untuk nara sumber lisan pada umumnya
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Halaman lampiran adalah halaman yang memuat dokumen-dokumen yang
menunjang untuk melengkapi hasil penelitian (historiografi). Pada umumnya
halaman ini memuat surat-surat ijin penelitian, foto-foto, dan peta wilayah
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Bab ketiga ini menguraikan mengenai metode dan teknik penelitian yang
penulis gunakan dalam mengkaji permasalahan penelitian skripsi yang berjudul
“Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa Di
Pangandaran Tahun 1960-2005.”
Sebagaimana judulnya kajian penelitian skripsi ini termasuk ke dalam
sejarah lokal, yang mengkaji tentang kehidupan masyarakat pada masa lalu yang
berada pada ruang lingkup lokal/kecil Pangandaran, yang secara administratif
merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Meskipun ruang lingkup penelitian ini kecil yang dikategorikan
sebagai sejarah lokal, namun metode dan teknik penelitiannya pada dasarnya sama
dengan penelitian sejarah pada umumnya yang lebih luas. Selain itu dalam
penelitian lokal ini penulis menggunakan disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang
menunjang untuk membahas permasalahan penelitian.
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan pokok
penelitian “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri
Gula Kelapa Di Pangandaran pada kurun waktu tahun 1960-2005,” adalah metode
historis (metode sejarah). Metode historis menurut sejarawan Louis Gotschalk
(1986 : 32) merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis, rekaman
dan peninggalan masa lampau. Selanjutnya Abdurachaman Surjomihardjo (1979 :
sejarawan dalam usaha mencari, mengumpulkan, dan menyajikan fakta sejarah
serta tafsirannya dalam susunan yang teratur.
Lebih jauh lagi Siswojo (1987 : 75) mengutarakan bahwa penelitian
historis (historical research) adalah suatu usaha untuk menggali fakta-fakta dan
menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Dari data dan fakta
inilah akhirnya diusahakan untuk memahami situasi sekarang dan apa yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang. Pengertian tersebut sejalan dengan
paradigma baru pendidikan sejarah yang dikemukakan oleh Ismaun ( 2005 : 241
-247), sejarah harus diarahkan ke masa depan dengan prediksi tentang perubahan
apa yang akan mungkin terjadi nanti berdasarkan analisis kondisi dan
kecenderungan yang dapat diamati dewasa ini. Wawasan sejarah harus terarah
untuk lebih mengutamakan masa depan, tanpa mengabaikan wawasan masa
lampau sebagai pelajaran dari pengalaman yang berharga.
Sementara menurut Gilbert J. Carraghan (Muhammad Nur, 2001 : 74)
menyatakan bahwa metode penelitian sejarah, atau lazim disebut dengan metode
sejarah, adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis
untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara
kritis, dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dipakai dalam bentuk tertulis.
Menurut Helius Sjamsuddin (2007, 85-239), tahapan dalam pelaksanaan
metode historis mencakup langkah-langkah sebagai berikut :
1. Heuristik (kegiatan pengumpulan sumber-sumber sejarah), dalam hal ini
penulis mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk bahan
2. Kritik sumber, yaitu melakukan penyaringan secara kritis, baik terhadap
bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber;
3. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran terhadap data-data yang
diperoleh selama penelitian berlangsung secara kritis;
4. Historiografi, merupakan proses penyusunan dan penuangan seluruh hasil
penelitian ke dalam bentuk tulisan yang menghasilkan sintesis.
Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik
studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara kepada beberapa nara
sumber yang memiliki memori/ingatan sejarah tentang kehidupan petani penderes
di Pangandaran pada kurun waktu kajian. Teknik wawancara terutamanya juga
digunakan untuk menanyakan langsung kepada petani penderes mengenai
kehidupan masalalu mereka dan para penderes-penderes lainnya yang merasakan
langsung bagaimana kehidupan mereka berjalan. Peneliti juga menggunakan
teknik browsing lewat media internet pada www.google.co.id guna mendapatkan
informasi-informasi mengenai kajian penelitian.
Sementara dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan pendekatan
interdispiliner dengan dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang
menunjang untuk membahas permasalahan penelitian, seperti sosiologi, politik
dan ekonomi. Dengan dibantu ilmu-ilmu sosial ini menjadikan sudut pandang dan
permasalahan sejarah semakin menarik untuk dikaji karena memungkinkan suatu
masalah dapat dikaji dari berbagai dimensi ilmu. Pendekatan interdisipliner ini
dapat diartikan juga suatu gejala sejarah ditampilkan secara utuh dan menyeluruh.
dipaparkan di atas, maka langkah kerja penelitian tersebut akan dijabarkan ke
dalam tiga bagian tahapan, antara lain yaitu : persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian dan laporan penelitian.
3.1 Persiapan Penelitian
Tahap persiapan penelitian ini merupakan langkah awal yang dilakukan
oleh penulis agar penelitian berjalan lancar dan sukses. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan peneliti pada tahap ini antara lain dijabarkan sebagai berikut :
3.1.1 Penentuan Tema Penelitian
Tema penelitian ini adalah kelanjutan dari sebuah tugas pada mata kuliah
Seminar Penulisan Karya Ilmiah yang diberikan oleh Dosen Dra. Murdiyah
Winarti, M.Hum dan Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si untuk belajar menyusun
proposal penelitian pada semester ganjil tahun 2010/2011, di Jurusan Pendidikan
Sejarah UPI Bandung. Langkah awal yang penulis lakukan dalam menyusun tugas
proposal penelitian adalah menentukan topik atau tema yang akan dikaji.
Setelah didapatkan tema penelitian yaitu tentang “Perkembangan
kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula kelapanya di
Pangandaran” untuk menyusun tugas proposal penelitian, penulis berusaha
mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan tema tersebut. Dalam pencarian
sumber penulis melakukan wawancara sederhana kepada warga sekitar juga
beberapa petani penderes gula kelapa di Pangandaran, yang kemudian
menghantarkan penulis untuk mencari sumber-sumber tertulis di Lembaga
setelah sumber-sumber lisan dan tulisan di dapatkan penulis berusaha menyusun
tugas proposal penelitian yang dipresentasikan pada mata kuliah tersebut. Ketika
presentasi tugas proposal peneliti mendapat masukan-masukan dan memperoleh
motivasi dari kedua dosen yang bersangkutan bahwa proposal tersebut dapat
dikembangkan sebagai sebuah skripsi.
Langkah selanjutnya penulis memperbaiki tugas proposal penelitian dan
mengajukan tema penelitian ini ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS)
untuk seminar proposal skripsi. Pengajuan tema penelitian ini disetujui oleh TPPS
dengan Keputusan Nomor 070/ TPPS/ JPS/ 2010 dengan pembimbing Ibu Dra.
Murdiyah Winarti, M.Hum dan Ibu Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. Setelah disetujui
penulis mempresentasikan dalam sebuah seminar yang telah dijadwalkan pada
hari Rabu, 13 Oktober 2010 pukul 09.00 s.d selesai di Lab. Pendidikan Sejarah Lt.
IV. Dalam presentasi proposal penelitian skripsi, penulis pun mendapatkan
masukan-masukan dari dosen pembimbing Ibu Dra. Yani Kusmarni dan
dosen-dosen jurusan pendidikan sejarah lainnya untuk memperbaiki proposal penelitian
skripsi ini.
Usaha selanjutnya penulis pun memperbaiki judul, latar belakang, dan
rumusan masalah proposal penelitian setelah mendapatkan masukan dari
bimbingan Ibu Murdiyah Winarti yang kemudian di kembangkan ke dalam Bab I
dalam skripsi ini. Namun oleh karena kendala-kendala teknis penulis sendiri
pengerjaan skripsi ini menjadi tertunda.
3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
acuan dalam penyusunan laporan penelitian. Rancangan penelitian ini berupa
proposal penelitian skripsi yang telah diajukan kepada TPPS untuk
dipresentasikan dalam seminar proposal penelitian skripsi sebagaimana yang telah
dipaparkan diatas. Rancangan penelitian berguna bagi penulis untuk memudahkan
dalam menyusun pembahasan skripsi.
Adapun proposal skripsi yang dibuat oleh penulis pada dasarnya memuat
bagian-bagian rancangan skripsi yang mencakup antara lain :
1. Judul Skripsi
2. Latar Belakang Masalah
3. Rumusan dan Batasan Masalah
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
6. Tinjauan Kepustakaan
7. Metode dan Teknik Penelitian
8. Sistematika Penulisan
9. Daftar Pustaka
3.1.3 Bimbingan dan Konsultasi
Bimbingan sangat diperlukan sebagai sarana konsultasi penulis dalam
proses penelitian untuk menentukan langkah yang tepat dalam penyusunan
skripsi. Sesuai dengan ketetapan TPPS, dalam proses bimbingan penulis
dibimbing oleh dua dosen pembimbing yaitu, Ibu Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum
sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Yani Kusmarni, M.Pd sebagai pembimbing II
yang sebelumnya diberitahukan oleh dosen pembimbing mengenai kapan hari
biasanya membimbing, juga penulis mencaritahu sendiri mengenai jadwal
bimbingan dosen pembimbing apabila belum diberitahukan sebelumnya. Sebelum
melakukan bimbingan penulis juga menghubungi pembimbing dengan cara
mengirim pesan supaya bimbingan berjalan efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaannya sebelum melakukan bimbingan penulis menyusun
kerangka bimbingan yang dibuat perbab untuk diserahkan kepada pembimbing.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal proses bimbingan ini dilakukan secara
berkesinambungan antara pertemuan penulis dengan pembimbing sesuai dengan
jadwal bimbingannya. Hasil bimbingan berupa koreksi, kritik dan saran dari
pembimbing kemudian dicatat oleh penulis sebagai acuan dalam memperbaiki
penyusunan penulisan skripsi ini. Selain itu hasil bimbingan juga dicatat oleh
pembimbing dalam lembar frekuensi bimbingan dan ditandatangai oleh
pembimbing sebagai bukti penulis telah melakukan bimbingan.
3.1.4 Mengurus Perizinan
Untuk memudahkan proses penelitian, penulis memerlukan surat perijinan
untuk lembaga-lembaga dan instansi-instansi yang dikunjungi yang pada
penelitian tugas proposal sebelumnya pun ditanyakan oleh lembaga terkait. Oleh
karena itu dibuat surat izin pengantar dari Dekan FPIPS UPI Bandung yang
ditujukan kepada :
1. Kepala Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) di Kecamatan Pangandaran;
2. Kepala Dinas Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kecamatan Parigi;
3.1.5 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Untuk menunjang proses kelancaran dan kesuksesan penelitian serta untuk
dokumentasi penelitian yang dilakukan peneliti terlebih dahulu menyiapkan
perlengkapan penelitian.
Adapun perlengkapan penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi
ini antara lain :
1. Surat izin penelitian dari Dekan FPIPS UPI Bandung;
2. Catatan Lapangan (Field Note);
3. Instrumen Wawancara;
4. Kamera Digital.
3.2. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian merupakan faktor yang penting dari rangkaian
proses penelitian dalam rangka mendapatkan data dan fakta yang dibutuhkan.
Pada tahap ini penulis menjelaskan secara rinci mengenai heuristik, kritik,
interpretsi dan historiografi. Pada dasarnya peneliti bekerja keras dalam
mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan kajian
penelitian ini, baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Kemudian penemuan
sumber tertulis di analisis serta ditafsirkan makna yang tersurat dan tersirat, yang
kemudian dituliskan dalam bentuk laporan hasil penelitian, skripsi.
3.2.1 Heuristik
Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan penulis dalam melakukan
sumber-sumber baik tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan perkembangan
kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula kelapanya di
Pangandaran tahun 1960-2005.
Menurut pendapat Ernst Bernheim (dalam Muhammad Nur, 2001 : 75),
dikatakan bahwa heuristik merupakan tahapan dalam mencari, menemukan dan
mengumpulkan sumber-sumber yang berupa jejak-jejak sejarah. Heuristik
(heuristics), ialah sebagai langkah awal dalam bahasa Jerman Quellenkunde,
sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau
materi sejarah, atau evidensi sejarah (Carrad, 1992: 2-4; Cf, 1950: 281 dalam
Helius Sjamsuddin, 2007 : 85-239).
Dalam mencari dan mengumpulkan sumber-sumber penulis juga
menggunakan teknik penelitian seperti studi kepustakaan, studi dokumentasi dan
teknik wawancara yang mengharuskan peneliti melakukan survei langsung ke
lokasi penelitian untuk mengamati kondisi sosial ekonomi petani penderes.
Teknik studi kepustakaan peneliti lakukan dengan mencari sumber-sumber
tertulis berupa buku-buku di Toko-toko buku di Bandung seperti di Palasari, Dewi
Sartika, Toga Mas dan pusat perbukuan Gramedia. Dari perburuan literatur ini ada
beberapa buku yang ditemukan yang menunjang kajian penelitian, namun
selebihnya peneliti banyak tidak menemukan sumber-sumber yang relevan untuk
mengungkapkan kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula
kelapanya di Pangandaran tahun 1960-2005. Penulis juga melakukan studi
kepustakaan di perpustakaan daerah wilayah Jawa Barat Jalan Soekarno Hatta No.
mencari literatur berupa buku serta kajian skripsi yang membahas mengenai
daerah Pangandaran, dan industri kecil. Selain itu penulis juga melakukan studi
kepustakaan lewat media internet dengan mencari artikel-artikel atau nsumber
tertulis lainnya yang berhubungan dengan petani penderes gula kelapa di
Pangandaran.
Hasil dari teknik studi kepustakaan ini juga telah dijabarkan dalam bab dua
tinjauan pustaka dalam skripsi ini. Hasil dari studi kepustakaan tersebut di
jelaskan dalam sub-sub judul yaitu : sejarah lokal sebagai wahana pendidikan,
gula kelapa rakyat, industri kecil atau industri rumah tangga (home industri),
kebijakan pemerintah terhadap industri kecil, perubahan sosial ekonomi
masyarakat, dan kehidupan petani di Indonesia.
Sementara dalam studi dokumentasi peneliti berusaha mencari
catatan-catatan yang ada di lembaga yang bergerak di bidang sosial ekonomi yang
mengurus petani penderes gula kelapa seperti : Lembaga Swadaya Masyarakat
Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) di Jalan Raya Cikembulan dalam pasar
Cikembulan Pangandaran, lembaga dinas yang didirikan oleh pemerintah Sub
Terminal Agribisnis Pergulakelapaan (STA) di Kecamatan Parigi dan PT.
Perkebunan Nusantara VIII Batu Lawang (PTPN VIII) yang terkait dengan
kehidupan penderes di Kecamatan Cimerak. Pada awalnya peneliti mendapatkan
informasi tersebut dari para penderes serta warga sekitar dan kemudian
menanyakan alamatnya juga peranan lembaga tersebut. Teknik dokumentasi juga
dilakukan penulis sendiri dengan mengambil foto-foto para petani penderes di
mengenai hal ini. Apabila ada dokumentasi foto-foto dari sumber tertulis lainnya
yang masih relevan dengan kajian penelitian ini, peneliti juga mengambil
dokumentasi tersebut sebagai lampiran dalam skripsi ini.
Untuk mengetahui perkembangan petani penderes dan dampaknya bagi
industri gula kelapa di Pangandaran tahun 1960-2005, sumber utama yang
digunakan oleh penulis lebih ke arah sumber lisan (oral histori) yang diperoleh
melalui teknik wawancara kepada orang-orang yang terlibat ataupun mengetahui
kondisi petani penderes dan industri gula kelapanya. Sedangkan sumber-sumber
tertulis lebih digunakan sebagai pendukung sumber-sumber lisan untuk menjawab
hal-hal yang bersifat umum pada penellitian ini. Selaian mendapatkan
sumber-sumber lisan dari hasil wawancara sendiri, peneliti juga mengambil sumber-sumber lisan
dari sumber tertulis yang telah dilakukan peneliti lainnya, yang masih
berhubungan atau nbisa dipakai dalam kajian penelitian skripsi ini.
3.2.2. Kritik Sumber
Setelah mendapatkan sumber tertulis dan sumber lisan dari lapangan, tahap
selanjutnya penulis harus terlebih dahulu melakukan kritik sumber atau analisis.
Dalam melakukan kritik sumber penulis harus berpikir kritis dalam menganalisis
sumber-sumber untuk memecahkan permasalahan penelitian. Kritik sumber
dilakukan dengan cara kritik eksternal maupun internal. Kritik eksternal biasanya
untuk melakukan verifikasi atau pengujian atau menilai otentisitas sumber sejarah.
Sedangkan kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas sumber dengan
mempersoalkan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian testimoni,
pada umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini meliputi
verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber
itu (Sjamsuddin, 2007 : 130-154). Pada tahap kritik sumber ini penulis berusaha
menganalisis sumber-sumber yang ditemukan yang menunjang terhadap kajian
penelitian seperti buku-buku sosiologi, ekonomi, dan industri.
Menurut Helius Sjamsuddin (2007 : 131-154), fungsi kritik sumber bagi
sejarawan erat kaitannya dengan tujuan sejarawan itu dalam mencari kebenaran.
Pada tahap ini, sejarawan seringkali dihadapkan pada kondisi untuk membedakan
apa yang benar dan apa yang salah serta apa yang mungkin dan apa yang
meragukan. Pada dasarnya kritik eksternal merupakan upaya untuk mengkaji
otensitas dan integritas sumber sejarah. Sedangkan kritik internal merupakan
kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal lebih menekankan kritiknya pada isi
(content) dari suatu sumber sejarah.
Kritik eksternal juga bisa diartikan sebagai suatu cara melakukan verifikasi
atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang telah di dapat.
Selanjutnya Helius Sjamsuddin (2007, 132-143) mengungkapkan bahwa kritik
eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaaan
atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi
yang dibutuhkan. Fungsi utama dari kritik eksternal ialah memeriksa sumber
sejarah atas otentisitas dan integritas dari sumber itu. Sumber sejarah dikatakan
otentik atau asli jika itu benar-benar merupakan produk dari orang yang dianggap
sebagai pemiliknya. Sedangkan integritas disini apakah sumber itu tetap
kepadanya. Apakah kesaksian yang telah diberikan ketika ditransmisikan tidak
mengalami perubahan-perubahan. Sedangkan kritik internal ialah sebagaimana
yang disarankan oleh istilahnya lebih menekankan aspek dalam yaitu isi dari
sumber yang meliputi kesaksian.
3.2.2.1 Kritik terhadap Sumber Tertulis
Setelah sumber-sumber tertulis terkumpul, maka langkah selanjutnya yang
harus dilakukan adalah mengkritik atau menganalisis terlebih dahulu apakah
sumber tersebut layak atau tidak untuk digunakan dalam memecahkan masalah
penelitian. Adapun sumber-sumber tertulis yang penulis dapatkan ialah
buku-buku, dokumen, dan artikel. Kritik terhadap sumber-sumber tertulis ini dilakukan
dengan cara kritik eksternal dan kritik internal.
Menurut Ismaun (2005 : 50), kritik eksternal atau kritik luar untuk menilai
otentisitas sumber sejarah. Sumber yang otentik tidak mesti harus sama dengan
sumber dan isi tulisan dalam dokumen harus sembunyi dan sama dengan sumber
aslinya, baik menurut isinya yang tersurat maupun yang tersirat. Jadi sumber
otentik bisa juga salinan atau turunan dari aslinya. Dokumen otentik isinya tidak
boleh dipalsukan, tetapi otentisitasnya belum tentu memberi jaminan untuk dapat
dipercaya. Dalam kritik ekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur dan
asal dokumen, kapan dibuat (sudah lama atau belum lama sesudah terjadi
peristiwa yang diberitakan), dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama siapa.
Sumber itu asli atau salinan, dan masih utuh seluruhnya atau sudah berubah. Pada
dasarnya kritik eksternal ini mempertanyakan dimana, kapan dan oleh siapa
dengan cara mengetahui tahun terbit, penerbit, dan oleh siapa buku itu ditulis.
Kritik eksternal juga bisa dilakukan dengan mencermati edisi buku, cetakannya,
gaya bahasa, ejaan, kapan dan siapa pengarangnya. Dalam pelaksanaanya penulis
tidak melakukan kritik ekstenal ini secara ketat karena sudah yakin akan keaslian
buku atau dokumen tersebut.
Sementara kritik internal yang dilakukan oleh peneliti ialah dengan cara
menilai kredibiltas dengan mempersoalkan isinya, apakah fakta-fakta yang
tersurat itu dapat dijadikan sebagai sumber dalam memecahkan masalah kajian
penelitian. Menurut Ismaun (2005 : 50), menerangkan bahwa kritik intern atau
“kritik dalam” untuk menilai kredibiltas sumber dengan mempersoalkan isinya,
kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan
membandingkan kesaksian di dalam sumber dengan
kesaksian-kesaksian di dalam sumber lain. Kemudian dipungut fakta-fakta sejarah melalui
perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap
evidensi-evidensi dalam sumber. Tahap Kritik Internal ini menilai isi atau fakta-fakta yang
terkandung dalam sebuah sumber apakah relevan dan dapat diandalkan (reliable).
Metode kritik sumber eksternal dan internal ini dirintis oleh sejarawan Jerman
yang berasal dari Denmark, yaitu George Niebuhr (1746- 1831).
3.2.2.2 Kritik terhadap Sumber Lisan
Sumber lisan yang telah terkumpul dari lapangan, juga harus dikritik atau
dianalisis mengenai kebenaran data dan informasinya. Sumber lisan ini diperoleh
dari teknis wawancara yang dilakukan penulis kepada beberapa nara sumber, baik
dilakukan penulis dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada nara sumber. Sedangkan wawancara tidak
terstruktur ialah teknis wawancara yang secara langsung dilakukan oleh penulis
tanpa mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu. Wawancara tidak terstruktur ini
sebagai pelengkap dalam memperoleh sumber lisan. Dalam wawancara tidak
terstruktur sebaiknya dilakukan dengan tepat agar nara sumber dapat menangkap
pertanyaan dengan jelas. Adapun kritik terhadap sumber lisan ini juga
menggunakan teknik kritik eksternal dan kritik internal.
Dalam kritik eksternal terhadap sumber lisan, untuk mendapatkan sumber
lisan yang relevan maka penulis terlebih dahulu mencari tahu dan menganalisis
siapa saja orang yang akan dijadikan nara sumber untuk diwawancarai. Apakah
calon nara sumber mengetahui atau mengalami mengenai kehidupan petani
penderes dan industri gula kelapanya di Pangandaran dalam kurun waktu
1960-2005 yang menjadi fokus kajian skripsi ini. Kritik eksternal terhadap sumber lisan
ini pada dasarnya mencermati dari indentitas nara sumber, riwayat hidupnya, usia,
dan menganalisis apakah beliau ingatannya masih kuat atau tidak pikun sehingga
informasi yang diberikannya itu adalah informasi yang utuh berdasarkan
pengalaman atau pengetahuannya. Dalam melakukan kritik eksternal sumber lisan
ini, penulis juga banyak dibantu oleh nara sumber yang telah diwawancarai yang
menunjukkan siapa saja yang dapat diwawancarai lebih lanjut guna mendapatkan
sumber lisan yang relevan.
Adapun beberapa nara sumber yang telah penulis wawancarai adalah
dan warga sekitar yang mengetahui kehidupan sosial ekonomi petani penderes.
Wawancara kepada petani penderes sendiri dilakukan karena petani penderes
adalah kajian utama dalam skripsi ini. Dalam memilih nara sumber ini peneliti
menimbang secara ketat dengan mencermati riwayat hidup petani penderes,
apakah sudah lama menekuni usahan membuat gula kelapa atau masih baru
belajar. Oleh karena kajian penelitian ini adalah kajian sejarah, menganalisis
riwayat hidup nara sumber sangat diperlukan guna mendapatkan fakta-fakta
sejarah tentang kehidupan petani penderes Pangandaran di masalalu.
Dari tahap mencari dan memilih nara sumber yang tepat, akhirnya penulis
menemukan petani penderes yang telah pensiun (mantan penderes) yang juga
pernah menjadi ranting dari distributor bandar gula, petani penderes yang sudah
lama menekuni usahanya bahkan sampai sekarang, dan penderes-penderes
angkatan muda (awal mulai menderes tidak jauh dari akhir periode kajian
penelitian ini). Sedangkan nara sumber dari pengurus-pengurus lembaga seperti
AGKP dan STA adalah orang-orang yang berperan lewat lembaga tersebut yang
didirikan untuk mengurus kelancaran usaha petani penderes. Sementara
wawancara kepada pengurus PTPN VIII dikarenakan di perusahaan yang dikelola
pemerintah tersebut banyak petani penderes/penyadap pohon-pohon kelapa sejak
tahun 1990-an. Para pengurus lembaga-lembaga tersebut diantaranya adalah
orang-orang yang berpendidikan dan juga memiliki memori sejarah tentang
perkembangan petani penderes di Pangandaran. Wawancara kepada warga sekitar
juga diperlukan untuk mengetahui pandangan mereka tentang petani penderes
Sementara kritik internal terhadap sumber lisan yang dilakukan oleh
penulis adalah dengan cara menganalisis hasil-hasil dari wawancara. Penulis
menganalisis data-data yang telah didapat dari wawancara dengan ketat untuk
memperoleh fakta-fakta sejarah yang objektif, atau setidaknya dapat mengurangi
kesubjektifan fakta-fakta sumber lisan. Caranya adalah dengan membandingkan
fakta-fakta sejarah yang diperoleh dari nara sumber yang satu dengan nara
sumber- nara sumber yang lainnya. Terkadang pula informasi-informasi yang
didapatkan dari para nara sumber isinya dapat saling melengkapi guna
menjelaskan fakta sejarah yang utuh dalam penelitian skripsi ini.
3.2.3 Interpertasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah tahap memberikan penafsiran terhadap fakta-fakta atau
data-data yang telah dikumpulkan yang diperoleh dari sumber lisan maupun
tulisan dan telah melewati tahap kritik sumber. Fakta-fakta dan data-data yang
telah melewati tahap kritik sumber merupakan fakta-fakta yang teruji dan dapat
dipercaya. Pada tahap interpretasi atau penafsiran ini fakta-fakta dipilih,
dikumpulkan dan diklasifikasikan untuk menjawab permasalahan yang dikaji.
Pada tahap penafsiran ini juga dilakukan dengan mencermati apakah
terdapat saling keterhubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya.
Selain itu, dapat juga dianalisis apakah fakta-fakta tersebut merupakan sebuah
hubungan kausalitas (sebab-akibat). Dalam tahap interpretasi ini, penulis
memberikan makna yang seobjektif mungkin terhadap data-data dan fakta-fakta
yang kemudian disusun atau direkonstruksi yang menghasilkan sebuah rangkaian
terhadap fakta-fakta yang telah ada harus dilakukan dengan cara berpikir kritis
dengan potensi indrawi, akal budi, logis dan etis.
Dalam melakukan interpretasi, penulis juga menggunakan pendekatan
interdisipliner. Pendekatan interdisipliner dalam penelitian ini berarti ilmu sejarah
dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan dengan
dibantu oleh disiplin ilmu sosial lainnya. Beberapa disiplin ilmu sosial yang
dipakai sebagai ilmu bantu dalam penelitian ini yaitu sosiologi, ekonomi, dan
politik. Pemilihan ketiga ilmu bantu tersebut disesuaikan dengan permasalahan
penelitian sejarah yang memakai sudut pandang sosial ekonomi dan kebijakan
pemerintah terhadap industri gula kelapa di Pangandaran.
Pendekatan dengan ilmu sosiologi dan ekonomi penulis gunakan untuk
mencermati bagaimana perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada petani
penderes gula kelapa Pangandaran. Beberapa konsep yang dipinjam dari sosiologi
anta lain : perubahan sosial, peranan sosial, mobilitas sosial, dan status sosial.
Sedangkan ilmu ekonomi digunakan untuk menelaah aspek-aspek mata
pencaharian, tenaga kerja, biaya produksi, pemasaran, harga barang, upah, modal,
kewirausahaan, dan tingkat kesejahteraan. Sementara itu, ilmu politik digunakan
untuk melihat peran dan kontribusi pemerintah dalam mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan industri gula kelapa di
Pangandaran.
3.3 Laporan Penelitian (Historiografi)
proses penelitian ini. Dalam metode historis, langkah ini dinamakan historiografi.
Istilah historiografi ini mempunyai arti “penulisan sejarah” karena ada pengertian
lain untuk istilah historiografi yaitu “sejarah penulisan sejarah” (Helius
Sjamsuddin, 2007: 156). Historiografi adalah tahapan akhir dengan menyusun
fakta-fakta yang telah di interpretasikan oleh penulis.
Pada tahap laporan penelitian ini penulis mengerahkan seluruh daya pikir
dan kemampuan yang dimiliki untuk menuangkan hasil interpretasi sehingga
menjadi sebuah narasi yang kronologis yang menggambarkan dinamika yang
terjadi pada kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula
kelapanya di Pangandaran tahun 1960-2005. Laporan penelitian ini, disusun
berdasarkan buku pedoman karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh Universitas
pendidikan Indonesia (UPI). Dalam proses penyusunan laporan penelitian ini,
penulis juga telah dibimbing oleh pembimbing I dan pembimbing II.
Adapun hasil penelitian ini dituangkan dalam sebuah karya tulis yang
dinamakan skripsi dengan judul “Peranan Petani Penderes Dalam
Mengembangkan Industri Gula Kelapa Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun
1960-2005.” Untuk memudahkan penulis dalam menyusun laporan penelitian atau
historiografi ini maka bentuk skripsi ini disusun secara sistematis dalam lima
bagian. Pada bab pertama sebagai pendahuluan menguraikan beberapa pokok
pikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan dan batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Pada
bab kedua tinjauan pustaka, berisikan mengenai penjabaran
penelitian.
Selanjutnya pada bab ketiga ini menguraikan mengenai metode dan teknik
penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam
bab I, yang kemudian dituangkan dalam bab keempat yang diberi sub judul
“Kehidupan Petani Penderes Gula Kelapa di Pangandaran 1960-2005”. Bab
keempat ini merupakan hasil dari penelitian atau historiografi. Historiografi
adalah hasil penulisan sejarah yang sebelumnya telah melewati beberapa tahapan
metodologi penelitian sejarah, yakni heuristik, kritik/analisis sumber, dan
interpretasi. Langkah selanjutnya menyimpulkan hasil penafsiran yang telah
disusun ke dalam bab kelima yaitu kesimpulan dan saran. Bab ini berisi poin-poin
penting sebagai jawaban terhadap masalah yang dikemukakan dalam rumusan
masalah. Kesimpulan bukan suatu ikhtisar atau rangkuman dari hasil penelitian.
Pada bab ini juga penulis akan mencoba memberikan masukan-masukan atau
rekomendasi sebagai saran yang diharapkan dapat berguna bagi perkembangan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Keberadaan petani penderes gula kelapa di Pangandaran sudah
berlangsung sejak sekitar tahun 1950-an. Namun pada masa ini pembuatan gula
kelapa dalam industri kecil ini belum sepenuhnya dijadikan sebagai lahan usaha
mandiri untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani penderes/ penyadap.
Usaha membuat gula kelapa masih dijadikan sebagai pekerjaan sampingan,
disamping bekerja menjadi petani biasa seperti menyawah dan berkebun. Dari
segi pendidikan petani penyadap pada masa awal ini ada yang tidak mengenyam
pendidikan formal sama sekali, ada juga yang hanya duduk di bangku Sekolah
Dasar (SD).
Dalam aspek permodalan pada masa ini masih menggunakan
peralatan-peralatan yang dibuat sendiri dengan bahannya yang berasal dari sekitar
lingkungannya, seperti pencetak gula sengkang yang terbuat dari
potongan-potongan bambu kecil berdiameter sekitar lima centimeter. Petani penderes yang
membuat gula kelapa pun awalnya tidak begitu banyak dan tidak banyak
menyadap pohon kelapa untuk menghasilkan nira sebagai sumber utama membuat
gula kelapa. Oleh karena itu hasil produksi gula kelapa Pangandaran pun belum
begitu banyak dan jangkauan pemasarannya belum begitu luas, hanya untuk
disekitar lingkungannya atau dalam daerah Pangandaran untuk mencukupi