• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

No. Daftar FPIPS : 2019/UN.40.2.3/PL/2014

PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh

Ahmad Toni Harlindo 0608875

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005

Oleh

Ahmad Toni Harlindo

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Ahmad Toni Harlindo 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PERANAN PETANI PENDERES DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI GULA KELAPA DI PANGANDARAN TAHUN 1960-2005

Disusun Oleh : Ahmad Toni Harlindo

(0608875)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH Pembimbing I

Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum. NIP. 19600529 198703 2 002

Pembimbing II

Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. NIP. 19660113 199001 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR FOTO ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Metode dan Teknik Penelitian ... 11

1.5.1. Metode Penelitian ... 11

1.5.2. Teknik Penelitiaan ... 13

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 14

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 19

2.1. Sejarah Lokal Sebagai Wahana Pendidikan ... 20

2.2. Gula Kelapa Rakyat ... 26

2.3. Industri Kecil atau Industri Rumah Tangga (Home Industri) ... 33

(6)

2.5. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 41

2.6. Kehidupan Petani di Indonesia ... 45

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ... 51

3.1. Persiapan Penelitian ... 54

3.1.1. Penentuan Tema Penelitian ... 54

3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian ... 55

3.1.3. Bimbingan dan Konsultasi ... 56

3.1.4. Mengurus Perizinan ... 57

3.1.5. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 58

3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 58

3.2.1. Heuristik ... 58

3.2.2. Kritik Sumber ... 61

3.2.2.1. Kritik terhadap Sumber Tertulis ... 63

3.2.2.2. Kritik terhadap Sumber Lisan ... 64

3.2.3. Interpretasi (Penafsiran) ... 67

3.2.4. Laporan Penelitian (Historiografi) ... 68

BAB IV KEHIDUPAN PETANI PENDERES GULA KELAPA DI PANGANDARAN 1960-2005 ... 71

4.1. Gambaran Umum Daerah Pangandaran ... 72

4.1.1. Potensi Alam dan Administratif ... 72

4.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pangandaran ... 80

4.1.2.1. Perkembangan Masyarakat ... 80

(7)

4.1.2.3. Kondisi Matapencaharian Masyarakat Pangandaran .. 96

4.2. Bangkitnya Petani Penderes Gula Kelapa Pangandaran 1960-1968 .. 101

4.3. Upaya Petani Penderes Dalam Meningkatkan Produktifitas Gula Kelapanya di Pangandaran 1960-2005 ... 113

4.3.1. Permodalan ... 113

4.3.2. Proses Produksi ... 137

4.3.3. Pemasaran ... 162

4.3.4. Peranan Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) ... 180

4.4. Perubahan Sosial Ekonomi Petani Penderes Pangandaran 1960-2005 ... 186

4.4.1. Hubungan Sosial ... 187

4.4.2. Pendidikan Petani Penderes ... 188

4.4.3. Kesejahteraan Petani Penderes ... 189

4.5. Peranan Pemerintah Bagi Petani Penderes Gula Kelapa Pangandaran ... 196

4.5.1. Pembentukan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 197

4.5.2. Sikap Petani Penderes Gula Kelapa ... 200

4.5.3. Tugas Kerja STA ... 201

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 205

5.1. Kesimpulan ... 205

5.2. Saran ... 211

DAFTAR PUSTAKA ... 213

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Ciamis Menurut Jenis Kelamin

Tahun 1971-2002 ... 82

Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk Pangandaran Dalam Kajian

Tahun 1993-2002 ... 85

Tabel 4.3 Jumlah Murid dan Sekolah di Pangandaran Berdasarkan Tingkat Pendidikannya Pada Tahun 2000 ... 94

Tabel 4.4 Matapencaharian Penduduk Pangandaran Tahun 2000 ... 99

Tabel 4.5 Permodalan Awal Para Petani Penderes di Pangandaran

Tahun 2004/2005 ... 119

Tabel 4.6 Perolehan Modal Pohon Kelapa Sadapan Petani Penderes

Gula Kelapa Pangandaran Tahun 1960 – 2005 ... 133

Tabel 4.7 Harga Kayu Bakar Untuk Industri Gula Kelapa Di Pangandaran Tahun 2000 – 2005 ... 136

Tabel 4.8 Perkiraan Jumlah Rata-Rata Petani Penderes Gula Kelapa dan

Pohon Kelapa Sadapannya di Pangandaran Tahun 1960-2005 ... 140

Tabel 4.9 Hari Pasaran Untuk Pasar-pasar di Daerah Pangandaran

Tahun 1950 – 1985 ... 164

Tabel 4.10 Tempat-tempat Pemasaran Gula Kelapa Hasil Produksi Petani

Penderes di Pangandaran Tahun 1950 – 2005 ... 177

Tabel 4.11 Kisaran Harga Gula Kelapa di Pangandaran Tahun 1973 – 2005 .. 178

Tabel 4.12 Rata - Rata Harga Eceran Sembilan Bahan Pokok Daerah Ciamis Tahun 1993 – 2002 ... 190

Tabel 4.13 Pendapatan Petani Penderes Gula Kelapa Selama Sehari/

(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Proses Standar Pembuatan Gula Kelapa ... 150

Bagan 4.2 Proses Pemasaran Gula Kelapa di Pangandaran

Tahun 1950-1970 ... 167

Bagan 4.3 Proses Pemasaran Gula Kelapa Petani Penderes di Pangandaran Tahun 1968-2005 ... 174

Bagan 4.4 Susunan Pengurus AGKP Tahun 2003 ... 182

(11)

DAFTAR GAMBAR FOTO

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ciamis, Daerah Persebaran Petani Penderes

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan petani penderes di Pangandaran tidak dapat dilepaskan dari

buah kelapa (Cocos Nucifera) sebagai komoditas di tanah air. Perkembangan

komoditas buah kelapa di tanah air, dipicu dengan tingginya kebutuhan minyak

goreng pada sekitar tahun 1960, yang didukung dengan program pemerintah yang

membuat Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di berbagai daerah. Buah kelapa berupa

dagingnya sangat dibutuhkan untuk dibuat kopra dijadikan sebagai bahan baku

utama pembuatan minyak goreng (AGKP, 2007 : 2).

Namun, setelah ditemukannya bahan baku (bahan dasar) minyak goreng

yang lebih efisien dengan kelapa sawit komoditas buah kelapa mengalami

penurunan secara drastis. Buah kelapa tidak lagi diutamakan sebagai bahan baku

pembuatan minyak goreng. Hal ini menyebabkan pasokan buah kelapa menjadi

berkurang dan berdampak pada harga buah kelapa yang mulai melemah (murah).

Akan tetapi, seiring berkembangnya industri makanan di Indonesia seperti

pabrik-pabrik kecap di nusantara, baik skala kecil maupun nasional yang kian tumbuh.

Kebutuhan akan gula kelapa untuk bahan baku pembuatan kecap meningkat

tajam, sehingga banyak masyarakat Pangandaran mendayagunakan pohon kelapa

sebagai pohon deresan untuk memperoleh nira sebagai bahan baku gula kelapa

(AGKP, 2007 : 2). Petani penderes pun kian tumbuh sebagai kreatifitas usaha

warisan yang awalnya hanya dimiliki oleh sedikit orang-orang Pangandaran.

(13)

karakter yang unik. Tenaga petani penderes tumbuh pesat secara alamiah, tidak

adanya rekruitment dan penataran khusus terhadap petani penderes (AGKP, 2003

: 2). Proses regenerasinya pun berjalan secara alami dengan pembelajaran petani

penderes kepada warga lingkungan sekitarnya. Salah satu ciri bahwa petani

penderes tumbuh pesat, dari sekitar tahun 2000 pohon-pohon kelapa di sepanjang

tepi pantai-pantai Pangandaran telah banyak yang dideres/disadap. Hal ini juga

menjadikan daya tarik tersendiri bagi daerah Pangandaran yang sudah cukup

terkenal sebagai daerah kunjungan wisata di Jawa Barat.

Pada awalnya, penderes membuat gula kelapa hanya untuk memenuhi

kebutuhan dapurnya saja. Kemudian mengalami kemajuan, gula kelapa di

pasarkan lewat warung-warung di desa-desa dan meluas ke pasar-pasar. Lambat

laun petani penderes terus berkembang dan gula kelapa semakin banyak di

produksi sehingga muncul pula bandar-bandar gula yang menyetok gula kelapa

untuk di pasarkan ke kota-kota serta pabrik-pabrik kecap.

Kegiatan menderes tidak lagi menjadi usaha sampingan semata, namun

sebagai matapencaharian yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya. Para penderes memiliki alasannya tersendiri dalam memilih usaha

menderes. Bagi yang sudah berumah tangga alasannya lebih baik mencukupi

kebutuhan anak istri sehari-hari di kampung dari pada pergi merantau ke kota.

Bagi para pemuda yang belum menikah, alasannya karena kebutuhan ekonomi

dengan menjadi penderes tidak tertekan dibanding dengan pekerjaan-pekerjaan

lain.

(14)

pada perkembangannya dikenal istilah sewa pohon, nge-ons dan menggadai

pohon kelapa. Para penyadap tidak lagi hanya menyadap pohon kelapa miliknya,

bahkan mulai dari tahun 2000 kebanyakan pohon kelapa sadapannya adalah milik

orang lain, tetangganya, maupun perusahaan perkebunan kelapa. Ada beberapa

perkebunan kelapa di Pangandaran yang menyewakan pohon kelapanya untuk

dideres seperti, PT. Start Trust dan PT. Perkebunan Nusantara VIII Batu Lawang

(PTPN VIII). Menurut penuturan penduduk penderes di PTPN VIII sudah ada dari

tahun 1990-an.

Aktifitas rutin yang dikerjakan oleh penderes sehari-hari biasanya ialah

memanjat pohon kelapa, memangkas mayang (bunga kelapa) untuk diambil

niranya dengan sabit khusus yang dinamakan pisau deres. Pekerjaan ini tidak

semudah seperti kelihatannya. Dalam memanjat dan memangkas diperlukan fisik

yang sehat dan tenaga yang kuat bagi penderes. Keuletan, ketelatenan dan

keterampilannya adalah kehebatannya yang sudah cukup terlatih setiap hari.

Setelah nira di dapat harus dimatangkan dengan cara dimasak dalam waktu

tertentu yang biasanya dikerjakan oleh sang istri penderes, dengan menggunakan

alat-alat serta keterampilan menitis atau mencetak gula kelapa supaya laku di jual

di pasaran sebagai pemanis padat alami (organik). Hasil produktivitas industrinya

penderes ini berperan sebagai sumber pangan masyarakat luas berupa gula

kelapa/gula merah yang juga dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kecap di

pabrik-pabrik.

Rejeki para petani penderes ini tidak selalu berjalan mulus. Saat tiba

(15)

bulan, maka penderes akan paceklik oleh karena bunga mayang yang biasa

tumbuh dan dipangkas tidak tumbuh (mati) sehingga nira tidak keluar. Mereka

menamakannya mati wala. Musim kemarau biasanya jatuh pada bulan Februari

sampai Agustus, terkadang sampai bulan Oktober karena musim pancaroba

(perubahan iklim). Apabila mati wala biasanya oleh penderes pohon sadapannya

dibiarkan saja dulu sambil menanti musim penghujan tiba. Akan tetapi, persoalan

lainnya juga akan timbul apabila musim hujan datang dan berlangsung lama,

pohon kelapa sadapan akan licin untuk dipanjat yang dapat membahayakan bagi

keselamatan penderes. Namun, penyebab kecelakaan yang biasanya terjadi bukan

hanya karena licinnya batang pohon saja, yaitu akibat penderes lupa dengan

bertumpu (memegang) pada batang kelapa yang telah kering saat naik/turun.

Persoalan lainnya yang dihadapi penderes (penyadap) saat musim hujan

adalah nira dalam wadah akan tercampur dengan air hujan. Apabila nira

tercampur dengan banyak air akan gagal untuk dicetak menjadi gula merah.

Namun, menurut penderes dengan upaya-upaya tertentu yang dilakukannya untuk

mempertahankan produktifitasnya hal ini tidaklah begitu menjadi soal, oleh

karena kebanyakan penderes masih beruntung dapat mengolah niranya menjadi

gula kelapa cetak.

Akan tetapi, oleh karena sebab-sebab yang tidak dapat dicegah nira yang

telah dimasak bisa mengalami gagal cetak, apabila demikian penderes hanya bisa

pasrah menyimpannya di baskom. Bila masih memungkinkan dicetaknya dalam

ukuran yang lebih besar berdiameter sekitar sepuluh centimeter, dua kali lebih

(16)

Gula kelapa yang gagal dicetak dalam ukuran normal dinamakan gula gemblung,

yang harga terimanya perkilogram rendah dari harga gula kelapa normal karena

kualitasnya jelek. Apabila mengalami hal demikian, maka petani penderes merugi

tenaga (capai) juga pengeluaran bahan industrinya karena dalam proses memasak

nira kelapa sebanding dengan menghabiskan kayu bakar sebagaimana untuk

mengolah gula kelapa cetak normal.

Tantangan lainnya yang dihadapi petani penderes dan menjadi salah satu

persoalan klasik, yaitu naik turunnya harga gula kelapa (footloose) dari tahun ke

tahun yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan hidup sosial ekonomi

para penderes dan penggunaaan bahan bakar kayu dalam skala besar untuk

menjalankan industri rumah tangganya ini. Bahkan, saat petani penderes

menghutang kepada bandar gula untuk keperluannya seperti, menggade pohon

kelapa, membuat rumah maupun untuk keperluan sehari-hari, tiba-tiba saat

piutang akan lunas harga gula kelapa turun drastis. Para penderes merasa kecewa,

namun persoalan ini adalah persoalan yang telah berlalu dalam benak para

penderes Pangandaran yang terjadi pada kisaran tahun 1993. Petani penderes

berharap adanya patokan harga gula kelapa yang jelas.

Dari tahun 2000-an kebelakang para penderes masih sepenuhnya

mengandalkan kayu bakar dari hasil mencari di sekitar lingkungannya

(kebun-kebun tetangga). Namun seiring waktu berjalan, pekerjaan tersebut hanya menjadi

sampingan semata. Kebutuhan akan kayu bakar dalam jumlah besar semakin

langka karena bertambah banyaknya rumah penduduk, dan semakin banyaknya

(17)

masih dapat diambil dari lingkungan sekitar adalah kelari (pelepah daun kelapa

yang kering), ranting-ranting dari sisa-sisa penebangan pohon besar, tepes (kulit

kelapa) dan sisa-sisa kayu bangunan yang tidak terpakai.

Semenjak tahun 2000-an kedepan, para penderes pun terbiasa membeli

kayu bakar (palet) dengan ukuran satu mobil kolbak, yang lebih kurang dapat

digunakannya dalam jangka waktu satu bulan dengan proses tertentu agar kayu

bakar yang dibeli dapat digunakan. Meskipun adanya tantangan-tantangan

tersebut, para penderes terus tumbuh berkembang mendayagunakan potensi

kekayaan sumber daya alam Pangandaran berupa pohon kelapa sebagai sumber

nira untuk memproduksi gula kelapa.

Mengolah nira untuk membuat gula kelapa sudah merupakan

matapencaharian utama bagi petani penderes Pangandaran yang sekian lama

diminati untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Namun disamping

itu, selain menderes banyak juga yang menggarap lahan pertanian lain sebagai

petani biasa, mengolah sawah dan kebun sebagai pekerjaan musiman.

Bagi penderes yang memiliki lahan pertanian lainnya seperti kebun dan sawah

adalah harta warisan dari ayah-ibunya. Banyak juga yang memiliki lahan

pertanian dari hasil kerja kerasnya menabung (kukumpul) selama bertahun-tahun

menjadi penderes. Meskipun petani penderes tumbuh pesat, namun tidak semua

pohon kelapa yang ada di Pangandaran diambil niranya, masih banyak pohon

kelapa yang tidak disadap. Dengan begitu, bunga akan menjadi buah kelapa muda

yang dapat dijual sebagai kosumsi wisatawan atau warga, dan kelapa tua untuk

(18)

di pabrik yang masih bertahan membuat minyak goreng kelapa.

Eksistensi kehidupan sosial ekonomi petani penderes Pangandaran sudah

berlangsung sekian lamanya, namun dalam perkembangannya pada tahun 2003,

baru dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat berbentuk Asosiasi Gula Kelapa

Priangan (AGKP) meliputi wilayah Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut. Tugas

asosiasi ini mengurusi persoalan-persoalan petani penderes, misalnya, untuk

meringankan ketika penderes mengalami musibah kecelakaan, jatuh dari pohon

atau terkena nira panas, maupun yang sampai meninggal dunia (AGKP, 2003 : 1).

Namun, tidak semua penderes di Pangandaran masuk menjadi anggota AGKP.

Oleh karena itu, data pertumbuhan petani penderes Pangandaran dari tahun ke

tahun belum dapat dipastikan dengan jelas. Kemudian, sebagai kebijakan

pemerintah pada tahun 2004 dibentuk pula Sub Terminal Agribisnis (STA)

per-Gula Kelapaan di Pangandaran. Selama itu, tidak pernah ada pendirian sebuah

lembaga, misalnya, sebuah Koperasi sebagai wadah penyerap aspirasi petani

penderes.

Hal yang sebetulnya penting dan menjadi salah satu latar belakang penulis

meneliti perkembangan petani penderes gula kelapa di Pangandaran dalam kajian

sosial ekonominya ini ialah, karena jarangnya sumber-sumber tertulis yang

dijumpai, utamanya dalam kajian kesejarahan yang berkaitan dengan lika-liku

kehidupan petani penderes. Beberapa sumber tertulis yang masih tercecer yang

peneliti dapatkan dari lembaga yang bergerak mengurus petani penderes yakni

AGKP dan Sub Terminal Agribisnis (STA), juga surat-surat kabar lokal di

(19)

khasanah ilmu pengetahuan.

Adapun sumber-sumber tertulis yang ada masih belum memenuhi syarat

untuk dijadikan bahan penulisan tema penelitian sejarah, dalam hal ini sejarah

lokal. Kebanyakan sumber-sumber tertulis yang ada hanya berisi tentang

informasi kekinian mengenai gula kelapa Pangandaran. Oleh karena itu, untuk

mengkaji lebih dalam lagi peneliti melakukan wawancara kepada para penderes,

serta pengurus lembaga tersebut guna mendapatkan sumber lisan untuk

memperoleh keobjektifan data kajian penelitian ini dengan mengacu pada

periodisasi yang ada yang telah diambil oleh peneliti.

Dengan beberapa latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk

mengkaji lebih dalam mengenai sejarah kehidupan sosial ekonomi petani penderes

di Pangandaran sehingga diangkatlah judul : “Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa di Pangandaran Tahun 1960-2005”. Alasan peneliti membuat batasan penelitian dari tahun 1960 sebagai awal periode

sampai tahun 2005 sebagai akhir priode, dikarenakan pada sekitar tahun 1960

diperkirakan mulai munculnya petani penderes di Pangandaran dan di sekitar

tahun 1968 muncul pula bandar gula kelapa yang menerima gula kelapa dari

petani penderes di Pangandaran. Meskipun masih kecil yang memasok gula

kelapa dalam jumlah yang terbilang masih sedikit pada waktu itu, namun

kemudian ada yang dapat bertahan menjadi bandar gula besar sampai sekarang.

Sementara, pembatasan periodisasi pada tahun 2005 ini adalah karena pada

tahun tersebut adanya Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) yang sudah

(20)

tahun tersebut pula banyak bermunculan ranting-ranting mandiri yang bukan

hanya ranting turunan dari Bandar gula kelapa di desa-desa di daerah Pangandaran

yang secara langsung mempengaruhi faktor distribusi (pemasaran) gula kelapa

secara lebih mudah, efektif dan efisien.

1.2Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian

Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa di

Pangandaran pada kurun waktu tahun 1960-2005?”.

Agar ruang lingkup pembahasan materi penelitian ini tidak meluas, untuk

itu peneliti membuat rumusan dan batasan masalahnya berupa beberapa

pertanyaan sebagai fokus kajian penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran sebelum

industri gula kelapa berkembang pesat?

2. Bagaimana upaya petani penderes di Pangandaran dalam meningkatkan

produktifitas industri rumah tangga gula kelapanya tahun 1960- 2005?

3. Bagaimana perubahan sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes gula

kelapa Pangandaran tahun 1960-2005?

4. Bagaimana peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah bagi petani

penderes gula kelapa di Pangandaran?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka ada

(21)

1. Mengungkapkan awal munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran

sebelum industri gula kelapa berkembang pesat,

2. Mengungkapkan upaya petani penderes di Pangandaran dalam meningkatkan

produktifitas industri rumah tangga gula kelapa tahun 1960- 2005,

2. Mengungkapkan perubahan sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes

gula kelapa Pangandaran tahun 1960-2005,

3. Mengungkapkan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah bagi

petani penderes gula kelapa di Pangandaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengkaji mengenai “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam

Mengembangkan Industri Gula Kelapa di Pangandaran pada tahun 1960-2005?” ini ada beberapa manfaatnya yang diharapkan dapat diambil ialah :

1. Bagi dunia pendidikan, memberikan pemahaman (bacaan) mengenai

perkembangan para petani penderes di Pangandaran yang telah eksis dalam

rentang waktu yang cukup panjang. Juga, memperkaya dan menambah

wawasan historiografi sejarah lokal, utamanya mengenai kehidupan

sosial-ekonomi petani penderes gula kelapa di Pangandaran.

2. Bagi petani penderes, diharapkan para petani penderes Pangandaran dapat

meningkatkan kualitas produk gula kelapanya (gula merah) sehingga gula

kelapa rakyat dapat menjadi komoditas ekspor.

3. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diharapkan Asosiasi Gula Kelapa

Priangan (AGKP) dapat memaksimalkan perannya sebagai lembaga sosial

(22)

(meliputi : Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut) yang begitu rentan akan

kecelakaan. Juga, AGKP dapat meningkatkan kerjasamanya dengan

pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam per-Gula Kelapaan

untuk menggalakkan pelestarian lingkungan dan khususnya upaya penanaman

bibit pohon kelapa unggul.

4. Bagi pemerintah, diharapkan pemerintah (baik kecamatan maupun kabupaten)

tidak hanya terfokus mengutamakan pembangunan terhadap sektor Pariwisata

Pangandaran saja. Perlu diingat bahwa potensi sektor industri gula kelapa

rakyat Pangandaran yang diproduksi oleh petani penderes adalah lahan pajak

perindustrian dan perdagangan yang juga cukup besar dan menjanjikan. Oleh

karena itu, pemerintah harus memperhatikan sektor Usaha kecil dan Menengah

(UKM) industri gula kelapa ini dan menentukan kebijakan-kebijakannya yang

objektif dan progresif guna memajukan serta menciptakan tatanan

sosial-ekonomi kerakyatan. Juga, pemerintah diharapkan dapat membantu para petani

penderes dalam aspek permodalan awal yang selama ini belum ada.

5. Bagi peneliti, menambah wawasan tentang kehidupan para petani penderes gula

kelapa di Pangandaran dalam rentang waktu yang cukup panjang.

1.5 Metode dan Teknik Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode historis atau

metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis

(23)

(Gottshalk, 1975 : 32).

Adapun tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005: 48-50)

terdiri dari empat langkah penting sebagai berikut :

1. Heuristik, yaitu upaya mencari, menemukan, dan mengumpulkan data yang

digunakan sebagai sumber sejarah, baik berupa sumber tulisan maupun nara

sumber lisan. Dalam kajian ini peneliti melakukan pencarian sumber tulisan

berupa buku, dokumen maupun artikel. Realisasi tahap ini peneliti lakukan

dengan mencari ke toko-toko buku, lembaga yang terkait dengan tema

penelitian, serta searching lewat media internet yang saat ini sedang booming.

Dalam mengumpulkan sumber lisan, peneliti langsung melakukan wawancara

kepada beberapa petani penderes/ penyadap dan pengurus lembaga yang terkait

dengan tema penelitian ini.

2. Kritik sumber, merupakan langkah selanjutnya setelah sumber-sumber sejarah

(berupa tulisan dan lisan) telah ditemukan. Kritik sumber adalah analisis

terhadap ontentisitas sumber-sumber sejarah, baik bentuknya (kritik eksternal)

maupun isi-nya (kritik internal). Kritik eksternal melihat bentuk dari sumber

sejarah, terutama untuk keaslian sumber dilihat dari : siapa penulisnya, kapan

tahun terbitnya, cetakan ke berapa, edisi ke berapa, dan penerbitnya (instansi

apa). Kritik internal ditujukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan

menganalisis isi yang terkandung. Dalam hal ini peneliti membandingkan isi

dalam sumber-sumber sejarah dengan sumber lainnya dengan maksud agar

fakta-fakta sejarah yang diperoleh valid untuk mendukung pembahasan yang

(24)

3. Interpretasi, adalah proses pemberian penafsiran atas fakta-fakta sejarah yang

dihasilkan melalui tahap kritik sumber. Proses interpretasi dilakukan untuk

memberikan makna pada fakta-fakta sejarah agar mendukung peristiwa yang

dikaji. Pada langkah ini peneliti mengkaji dan memahami dengan

menghubungkan beberapa fakta menjadi suatu kesatuan makna yang sejalan

dengan peristiwa tersebut.

4. Historiografi, merupakan tahap terakhir dari metode penelitian sejarah dalam

skripsi ini. Historiografi adalah kegiatan penulisan sejarah setelah peneliti

melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta sejarah yang ditemukan dari

sumber tulisan maupun lisan. Fakta-fakta yang telah melalui tahap interpretasi

kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah (dalam kajian ini sejarah

lokal) yang utuh sehingga terbentuklah suatu historiografi. Dalam proses ini,

penulis akan mengerahkan seluruh daya pemikiran dan menuangkannya ke

dalam skripsi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu sintesis dari seluruh

penelitian yang telah dilakukan. Untuk mendukung hasil sintesis, peneliti

menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan yang menggunakan

disiplin ilmu serumpun yang relevan dan terpadu. Dalam hal ini, penulis

mengambil disiplin ilmu sosial yang berupa ilmu ekonomi, sosiologi dan

politik.

1.5.2 Teknik Penelitian

Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam

(25)

1. Studi kepustakaan, yaitu mencari sumber yang berupa buku dan artikel yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Setelah sumber-sumber tertulis di

dapat kemudian dikaji untuk memperoleh solusi dalam memecahkan

permasalahan penelitian.

2. Studi kearsipan/ dokumentasi. Studi kearsipan adalah mencari sumber arsip dan

dokumen-dokumen mengenai tema penelitian kepada lembaga yang terkait

dengan tema penelitian berupa catatan singkat maupun foto-foto masa lampau.

Observasi adalah mengamati secara langsung proses kegiatan petani penderes

mengolah nira menjadi gula kelapa di lapangan. Dari hasil observasi akan

didapatkan foto-foto, dan keterangan-keterangan yang belum terdapat pada saat

studi kepustakaan, studi kearsipan dan wawancara.

3. Wawancara yakni teknik pengambilan data dengan cara melakukan interview

langsung kepada nara sumber yang mempunyai keterkaiatan dengan tema

penelitian. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dengan terlebih

dahulu mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan maupun tidak terstruktur (tidak

dipersiapkan atau secara spontan). Pertanyaan terstruktur digunakan agar

peneliti lebih mudah dan fokus terhadap pokok bahasan penelitian. Sedangkan

pertanyaan tidak terstruktur guna melengkapi data yang belum ada dalam

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya ketika peneliti mendapatkan

inspirasi di saat melakukan wawancara.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

(26)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pertama ini menguraikan beberapa pokok pikiran yang

berkaitan dengan latar belakang masalah sebagai suatu pengantar pembahasan,

rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Bab kedua berisikan mengenai penjabaran literatur-literatur/sumber

tertulis (sumber buku) yang berkaitan/menunjang dengan tema penelitian. Adapun

beberapa sumber yang berhubungan dengan tema penelitian didapatkan dari

disiplin ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah sebagai pendidikan, sosiologi dan

ekonomi. Beberapa sumber yang relevan yang peneliti dapatkan dijabarkan

kedalam judul sub-sub bab seperti : sejarah lokal sebagai wahana pendidikan, gula

kelapa rakyat, industri kecil atau industri rumah tangga (home industri), kebijakan

pemerintah terhadap industri kecil, perubahan sosial-ekonomi masyarakat, dan

kehidupan petani di Indonesia. Dalam tinjauan pustaka ini juga akan diimbuhkan

pengetahuan peneliti terhadap bahasan dalam sub judul guna melengkapi

penjelasan kajian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ketiga menjelaskan mengenai langkah-langkah, metode dan teknik

penelitian yang peneliti gunakan. Langkah-langkah awal penelitian yang

dilakukan oleh peneliti ialah presentasi proposal penelitian, bimbingan kepada

dosen pembimbing, mengurus surat-surat ijin penelitian sampai teknis penelitian.

(27)

historis. Penelitian historis (historical research) adalah suatu usaha untuk

menggali fakta-fakta sejarah (khususnya sejarah lokal), yang kemudian dianalisis

(diinterpretasikan) dan dijadikan bahan historiografi (penulisan sejarah) sampai

menyusun kesimpulan dari hasil penelitian kehidupan masa lampau.

Untuk memudahkan penjelasan maka dalam bab ke tiga ini pemaparannya

disusun secara sistematis dari mulai persiapan penelitian, menentukan tema,

penyusunan rancangan penelitian, bimbingan dan konsultasi, mengurus perijinan,

menyiapkan perlengkapan presentasi, dan pelaksanaan penelitian untuk mencari

sumber-sumber (heuristik), baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Setelah

diperoleh sumber-sumber yang relevan (baik tertulis maupun lisan) dilakukan

kritik/analisis terhadap sumber tersebut, selanjutnya peneliti melakukan

interpretasi yang kemudian dituangkan dalam penulisan sejarah (historiografi).

BAB IV KEHIDUPAN PETANI PENDERES GULA KELAPA DI PANGANDARAN 1960-2005

Bab keempat berisi mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang

terdapat dalam rumusan masalah pada bab pertama. Bab keempat ini merupakan

hasil dari penelitian atau historiografi. Historiografi adalah hasil penulisan sejarah

yang sebelumnya telah melewati beberapa tahapan metodologi penelitian sejarah,

yakni heuristik, kritik/analisis sumber, dan interpretasi.

Adapun yang akan dipaparkan dalam bab empat ini adalah pertama,

mengungkapkan awal munculnya petani penderes gula kelapa di Pangandaran

sebelum industri gula kelapa berkembang pesat; kedua, mengungkapkan upaya

(28)

tangga gula kelapanya tahun 1960-2005; ketiga, mengungkapkan perubahan

sosial-ekonomi yang dialami oleh petani penderes Pangandaran tahun 1960-2005;

dan keempat, mengungkapkan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat dan

pemerintah bagi petani penderes gula kelapa di Pangandaran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab kelima atau bab terakhir merupakan kesimpulan peneliti dari hasil

penelitian. Kesimpulan dapat diartikan sebagai interpretasi atau analisis peneliti

dengan mengacu pada keseluruhan hasil penelitian (historiografi) yang juga

merupakan interpretasi peneliti setelah melakukan kritik terhadap sumber-sumber

data yang didapat. Kesimpulan bukan suatu ikhtisar atau rangkuman dari hasil

penelitian. Kemudian pada bagian sub judul saran, peneliti akan mencoba untuk

memberikan masukan atau rekomendasi yang mudah-mudahan dapat berguna

bagi perkembangan industri gula kelapa di Pangandaran. Pemberian rekomendasi

mengacu pada hasil kesimpulan yang berisi persoalan-persoalan penting yang

masih perlu dipecahkan oleh pihak yang berkepentingan dalam bidang pergula

kelapaan di Pangandaran.

DAFTAR PUSTAKA

Halaman daftar pustaka adalah halaman yang memuat daftar

sumber-sumber yang digunakan oleh peneliti dalam pembahasan penelitian, baik sumber-sumber

tertulis maupun nara sumber lisan. Pencantuman sumber tertulis memuat: nama

penulis, tahun terbit, judul buku/makalah/artikel/karya tulis lainnya, kota tempat

penerbit serta nama penerbit. Untuk nara sumber lisan pada umumnya

(29)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Halaman lampiran adalah halaman yang memuat dokumen-dokumen yang

menunjang untuk melengkapi hasil penelitian (historiografi). Pada umumnya

halaman ini memuat surat-surat ijin penelitian, foto-foto, dan peta wilayah

(30)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Bab ketiga ini menguraikan mengenai metode dan teknik penelitian yang

penulis gunakan dalam mengkaji permasalahan penelitian skripsi yang berjudul

Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri Gula Kelapa Di

Pangandaran Tahun 1960-2005.”

Sebagaimana judulnya kajian penelitian skripsi ini termasuk ke dalam

sejarah lokal, yang mengkaji tentang kehidupan masyarakat pada masa lalu yang

berada pada ruang lingkup lokal/kecil Pangandaran, yang secara administratif

merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat,

Indonesia. Meskipun ruang lingkup penelitian ini kecil yang dikategorikan

sebagai sejarah lokal, namun metode dan teknik penelitiannya pada dasarnya sama

dengan penelitian sejarah pada umumnya yang lebih luas. Selain itu dalam

penelitian lokal ini penulis menggunakan disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang

menunjang untuk membahas permasalahan penelitian.

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan pokok

penelitian “Bagaimana Peranan Petani Penderes Dalam Mengembangkan Industri

Gula Kelapa Di Pangandaran pada kurun waktu tahun 1960-2005,” adalah metode

historis (metode sejarah). Metode historis menurut sejarawan Louis Gotschalk

(1986 : 32) merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis, rekaman

dan peninggalan masa lampau. Selanjutnya Abdurachaman Surjomihardjo (1979 :

(31)

sejarawan dalam usaha mencari, mengumpulkan, dan menyajikan fakta sejarah

serta tafsirannya dalam susunan yang teratur.

Lebih jauh lagi Siswojo (1987 : 75) mengutarakan bahwa penelitian

historis (historical research) adalah suatu usaha untuk menggali fakta-fakta dan

menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Dari data dan fakta

inilah akhirnya diusahakan untuk memahami situasi sekarang dan apa yang

mungkin terjadi di masa yang akan datang. Pengertian tersebut sejalan dengan

paradigma baru pendidikan sejarah yang dikemukakan oleh Ismaun ( 2005 : 241

-247), sejarah harus diarahkan ke masa depan dengan prediksi tentang perubahan

apa yang akan mungkin terjadi nanti berdasarkan analisis kondisi dan

kecenderungan yang dapat diamati dewasa ini. Wawasan sejarah harus terarah

untuk lebih mengutamakan masa depan, tanpa mengabaikan wawasan masa

lampau sebagai pelajaran dari pengalaman yang berharga.

Sementara menurut Gilbert J. Carraghan (Muhammad Nur, 2001 : 74)

menyatakan bahwa metode penelitian sejarah, atau lazim disebut dengan metode

sejarah, adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis

untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara

kritis, dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dipakai dalam bentuk tertulis.

Menurut Helius Sjamsuddin (2007, 85-239), tahapan dalam pelaksanaan

metode historis mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

1. Heuristik (kegiatan pengumpulan sumber-sumber sejarah), dalam hal ini

penulis mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk bahan

(32)

2. Kritik sumber, yaitu melakukan penyaringan secara kritis, baik terhadap

bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber;

3. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran terhadap data-data yang

diperoleh selama penelitian berlangsung secara kritis;

4. Historiografi, merupakan proses penyusunan dan penuangan seluruh hasil

penelitian ke dalam bentuk tulisan yang menghasilkan sintesis.

Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik

studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara kepada beberapa nara

sumber yang memiliki memori/ingatan sejarah tentang kehidupan petani penderes

di Pangandaran pada kurun waktu kajian. Teknik wawancara terutamanya juga

digunakan untuk menanyakan langsung kepada petani penderes mengenai

kehidupan masalalu mereka dan para penderes-penderes lainnya yang merasakan

langsung bagaimana kehidupan mereka berjalan. Peneliti juga menggunakan

teknik browsing lewat media internet pada www.google.co.id guna mendapatkan

informasi-informasi mengenai kajian penelitian.

Sementara dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan pendekatan

interdispiliner dengan dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang

menunjang untuk membahas permasalahan penelitian, seperti sosiologi, politik

dan ekonomi. Dengan dibantu ilmu-ilmu sosial ini menjadikan sudut pandang dan

permasalahan sejarah semakin menarik untuk dikaji karena memungkinkan suatu

masalah dapat dikaji dari berbagai dimensi ilmu. Pendekatan interdisipliner ini

dapat diartikan juga suatu gejala sejarah ditampilkan secara utuh dan menyeluruh.

(33)

dipaparkan di atas, maka langkah kerja penelitian tersebut akan dijabarkan ke

dalam tiga bagian tahapan, antara lain yaitu : persiapan penelitian, pelaksanaan

penelitian dan laporan penelitian.

3.1 Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian ini merupakan langkah awal yang dilakukan

oleh penulis agar penelitian berjalan lancar dan sukses. Kegiatan-kegiatan yang

dilakukan peneliti pada tahap ini antara lain dijabarkan sebagai berikut :

3.1.1 Penentuan Tema Penelitian

Tema penelitian ini adalah kelanjutan dari sebuah tugas pada mata kuliah

Seminar Penulisan Karya Ilmiah yang diberikan oleh Dosen Dra. Murdiyah

Winarti, M.Hum dan Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si untuk belajar menyusun

proposal penelitian pada semester ganjil tahun 2010/2011, di Jurusan Pendidikan

Sejarah UPI Bandung. Langkah awal yang penulis lakukan dalam menyusun tugas

proposal penelitian adalah menentukan topik atau tema yang akan dikaji.

Setelah didapatkan tema penelitian yaitu tentang “Perkembangan

kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula kelapanya di

Pangandaran” untuk menyusun tugas proposal penelitian, penulis berusaha

mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan tema tersebut. Dalam pencarian

sumber penulis melakukan wawancara sederhana kepada warga sekitar juga

beberapa petani penderes gula kelapa di Pangandaran, yang kemudian

menghantarkan penulis untuk mencari sumber-sumber tertulis di Lembaga

(34)

setelah sumber-sumber lisan dan tulisan di dapatkan penulis berusaha menyusun

tugas proposal penelitian yang dipresentasikan pada mata kuliah tersebut. Ketika

presentasi tugas proposal peneliti mendapat masukan-masukan dan memperoleh

motivasi dari kedua dosen yang bersangkutan bahwa proposal tersebut dapat

dikembangkan sebagai sebuah skripsi.

Langkah selanjutnya penulis memperbaiki tugas proposal penelitian dan

mengajukan tema penelitian ini ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS)

untuk seminar proposal skripsi. Pengajuan tema penelitian ini disetujui oleh TPPS

dengan Keputusan Nomor 070/ TPPS/ JPS/ 2010 dengan pembimbing Ibu Dra.

Murdiyah Winarti, M.Hum dan Ibu Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. Setelah disetujui

penulis mempresentasikan dalam sebuah seminar yang telah dijadwalkan pada

hari Rabu, 13 Oktober 2010 pukul 09.00 s.d selesai di Lab. Pendidikan Sejarah Lt.

IV. Dalam presentasi proposal penelitian skripsi, penulis pun mendapatkan

masukan-masukan dari dosen pembimbing Ibu Dra. Yani Kusmarni dan

dosen-dosen jurusan pendidikan sejarah lainnya untuk memperbaiki proposal penelitian

skripsi ini.

Usaha selanjutnya penulis pun memperbaiki judul, latar belakang, dan

rumusan masalah proposal penelitian setelah mendapatkan masukan dari

bimbingan Ibu Murdiyah Winarti yang kemudian di kembangkan ke dalam Bab I

dalam skripsi ini. Namun oleh karena kendala-kendala teknis penulis sendiri

pengerjaan skripsi ini menjadi tertunda.

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

(35)

acuan dalam penyusunan laporan penelitian. Rancangan penelitian ini berupa

proposal penelitian skripsi yang telah diajukan kepada TPPS untuk

dipresentasikan dalam seminar proposal penelitian skripsi sebagaimana yang telah

dipaparkan diatas. Rancangan penelitian berguna bagi penulis untuk memudahkan

dalam menyusun pembahasan skripsi.

Adapun proposal skripsi yang dibuat oleh penulis pada dasarnya memuat

bagian-bagian rancangan skripsi yang mencakup antara lain :

1. Judul Skripsi

2. Latar Belakang Masalah

3. Rumusan dan Batasan Masalah

4. Tujuan Penelitian

5. Manfaat Penelitian

6. Tinjauan Kepustakaan

7. Metode dan Teknik Penelitian

8. Sistematika Penulisan

9. Daftar Pustaka

3.1.3 Bimbingan dan Konsultasi

Bimbingan sangat diperlukan sebagai sarana konsultasi penulis dalam

proses penelitian untuk menentukan langkah yang tepat dalam penyusunan

skripsi. Sesuai dengan ketetapan TPPS, dalam proses bimbingan penulis

dibimbing oleh dua dosen pembimbing yaitu, Ibu Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum

sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Yani Kusmarni, M.Pd sebagai pembimbing II

(36)

yang sebelumnya diberitahukan oleh dosen pembimbing mengenai kapan hari

biasanya membimbing, juga penulis mencaritahu sendiri mengenai jadwal

bimbingan dosen pembimbing apabila belum diberitahukan sebelumnya. Sebelum

melakukan bimbingan penulis juga menghubungi pembimbing dengan cara

mengirim pesan supaya bimbingan berjalan efektif dan efisien.

Dalam pelaksanaannya sebelum melakukan bimbingan penulis menyusun

kerangka bimbingan yang dibuat perbab untuk diserahkan kepada pembimbing.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal proses bimbingan ini dilakukan secara

berkesinambungan antara pertemuan penulis dengan pembimbing sesuai dengan

jadwal bimbingannya. Hasil bimbingan berupa koreksi, kritik dan saran dari

pembimbing kemudian dicatat oleh penulis sebagai acuan dalam memperbaiki

penyusunan penulisan skripsi ini. Selain itu hasil bimbingan juga dicatat oleh

pembimbing dalam lembar frekuensi bimbingan dan ditandatangai oleh

pembimbing sebagai bukti penulis telah melakukan bimbingan.

3.1.4 Mengurus Perizinan

Untuk memudahkan proses penelitian, penulis memerlukan surat perijinan

untuk lembaga-lembaga dan instansi-instansi yang dikunjungi yang pada

penelitian tugas proposal sebelumnya pun ditanyakan oleh lembaga terkait. Oleh

karena itu dibuat surat izin pengantar dari Dekan FPIPS UPI Bandung yang

ditujukan kepada :

1. Kepala Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) di Kecamatan Pangandaran;

2. Kepala Dinas Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kecamatan Parigi;

(37)

3.1.5 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Untuk menunjang proses kelancaran dan kesuksesan penelitian serta untuk

dokumentasi penelitian yang dilakukan peneliti terlebih dahulu menyiapkan

perlengkapan penelitian.

Adapun perlengkapan penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi

ini antara lain :

1. Surat izin penelitian dari Dekan FPIPS UPI Bandung;

2. Catatan Lapangan (Field Note);

3. Instrumen Wawancara;

4. Kamera Digital.

3.2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan faktor yang penting dari rangkaian

proses penelitian dalam rangka mendapatkan data dan fakta yang dibutuhkan.

Pada tahap ini penulis menjelaskan secara rinci mengenai heuristik, kritik,

interpretsi dan historiografi. Pada dasarnya peneliti bekerja keras dalam

mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan kajian

penelitian ini, baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Kemudian penemuan

sumber tertulis di analisis serta ditafsirkan makna yang tersurat dan tersirat, yang

kemudian dituliskan dalam bentuk laporan hasil penelitian, skripsi.

3.2.1 Heuristik

Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan penulis dalam melakukan

(38)

sumber-sumber baik tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan perkembangan

kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula kelapanya di

Pangandaran tahun 1960-2005.

Menurut pendapat Ernst Bernheim (dalam Muhammad Nur, 2001 : 75),

dikatakan bahwa heuristik merupakan tahapan dalam mencari, menemukan dan

mengumpulkan sumber-sumber yang berupa jejak-jejak sejarah. Heuristik

(heuristics), ialah sebagai langkah awal dalam bahasa Jerman Quellenkunde,

sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau

materi sejarah, atau evidensi sejarah (Carrad, 1992: 2-4; Cf, 1950: 281 dalam

Helius Sjamsuddin, 2007 : 85-239).

Dalam mencari dan mengumpulkan sumber-sumber penulis juga

menggunakan teknik penelitian seperti studi kepustakaan, studi dokumentasi dan

teknik wawancara yang mengharuskan peneliti melakukan survei langsung ke

lokasi penelitian untuk mengamati kondisi sosial ekonomi petani penderes.

Teknik studi kepustakaan peneliti lakukan dengan mencari sumber-sumber

tertulis berupa buku-buku di Toko-toko buku di Bandung seperti di Palasari, Dewi

Sartika, Toga Mas dan pusat perbukuan Gramedia. Dari perburuan literatur ini ada

beberapa buku yang ditemukan yang menunjang kajian penelitian, namun

selebihnya peneliti banyak tidak menemukan sumber-sumber yang relevan untuk

mengungkapkan kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula

kelapanya di Pangandaran tahun 1960-2005. Penulis juga melakukan studi

kepustakaan di perpustakaan daerah wilayah Jawa Barat Jalan Soekarno Hatta No.

(39)

mencari literatur berupa buku serta kajian skripsi yang membahas mengenai

daerah Pangandaran, dan industri kecil. Selain itu penulis juga melakukan studi

kepustakaan lewat media internet dengan mencari artikel-artikel atau nsumber

tertulis lainnya yang berhubungan dengan petani penderes gula kelapa di

Pangandaran.

Hasil dari teknik studi kepustakaan ini juga telah dijabarkan dalam bab dua

tinjauan pustaka dalam skripsi ini. Hasil dari studi kepustakaan tersebut di

jelaskan dalam sub-sub judul yaitu : sejarah lokal sebagai wahana pendidikan,

gula kelapa rakyat, industri kecil atau industri rumah tangga (home industri),

kebijakan pemerintah terhadap industri kecil, perubahan sosial ekonomi

masyarakat, dan kehidupan petani di Indonesia.

Sementara dalam studi dokumentasi peneliti berusaha mencari

catatan-catatan yang ada di lembaga yang bergerak di bidang sosial ekonomi yang

mengurus petani penderes gula kelapa seperti : Lembaga Swadaya Masyarakat

Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) di Jalan Raya Cikembulan dalam pasar

Cikembulan Pangandaran, lembaga dinas yang didirikan oleh pemerintah Sub

Terminal Agribisnis Pergulakelapaan (STA) di Kecamatan Parigi dan PT.

Perkebunan Nusantara VIII Batu Lawang (PTPN VIII) yang terkait dengan

kehidupan penderes di Kecamatan Cimerak. Pada awalnya peneliti mendapatkan

informasi tersebut dari para penderes serta warga sekitar dan kemudian

menanyakan alamatnya juga peranan lembaga tersebut. Teknik dokumentasi juga

dilakukan penulis sendiri dengan mengambil foto-foto para petani penderes di

(40)

mengenai hal ini. Apabila ada dokumentasi foto-foto dari sumber tertulis lainnya

yang masih relevan dengan kajian penelitian ini, peneliti juga mengambil

dokumentasi tersebut sebagai lampiran dalam skripsi ini.

Untuk mengetahui perkembangan petani penderes dan dampaknya bagi

industri gula kelapa di Pangandaran tahun 1960-2005, sumber utama yang

digunakan oleh penulis lebih ke arah sumber lisan (oral histori) yang diperoleh

melalui teknik wawancara kepada orang-orang yang terlibat ataupun mengetahui

kondisi petani penderes dan industri gula kelapanya. Sedangkan sumber-sumber

tertulis lebih digunakan sebagai pendukung sumber-sumber lisan untuk menjawab

hal-hal yang bersifat umum pada penellitian ini. Selaian mendapatkan

sumber-sumber lisan dari hasil wawancara sendiri, peneliti juga mengambil sumber-sumber lisan

dari sumber tertulis yang telah dilakukan peneliti lainnya, yang masih

berhubungan atau nbisa dipakai dalam kajian penelitian skripsi ini.

3.2.2. Kritik Sumber

Setelah mendapatkan sumber tertulis dan sumber lisan dari lapangan, tahap

selanjutnya penulis harus terlebih dahulu melakukan kritik sumber atau analisis.

Dalam melakukan kritik sumber penulis harus berpikir kritis dalam menganalisis

sumber-sumber untuk memecahkan permasalahan penelitian. Kritik sumber

dilakukan dengan cara kritik eksternal maupun internal. Kritik eksternal biasanya

untuk melakukan verifikasi atau pengujian atau menilai otentisitas sumber sejarah.

Sedangkan kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas sumber dengan

mempersoalkan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian testimoni,

(41)

pada umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini meliputi

verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber

itu (Sjamsuddin, 2007 : 130-154). Pada tahap kritik sumber ini penulis berusaha

menganalisis sumber-sumber yang ditemukan yang menunjang terhadap kajian

penelitian seperti buku-buku sosiologi, ekonomi, dan industri.

Menurut Helius Sjamsuddin (2007 : 131-154), fungsi kritik sumber bagi

sejarawan erat kaitannya dengan tujuan sejarawan itu dalam mencari kebenaran.

Pada tahap ini, sejarawan seringkali dihadapkan pada kondisi untuk membedakan

apa yang benar dan apa yang salah serta apa yang mungkin dan apa yang

meragukan. Pada dasarnya kritik eksternal merupakan upaya untuk mengkaji

otensitas dan integritas sumber sejarah. Sedangkan kritik internal merupakan

kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal lebih menekankan kritiknya pada isi

(content) dari suatu sumber sejarah.

Kritik eksternal juga bisa diartikan sebagai suatu cara melakukan verifikasi

atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang telah di dapat.

Selanjutnya Helius Sjamsuddin (2007, 132-143) mengungkapkan bahwa kritik

eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaaan

atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi

yang dibutuhkan. Fungsi utama dari kritik eksternal ialah memeriksa sumber

sejarah atas otentisitas dan integritas dari sumber itu. Sumber sejarah dikatakan

otentik atau asli jika itu benar-benar merupakan produk dari orang yang dianggap

sebagai pemiliknya. Sedangkan integritas disini apakah sumber itu tetap

(42)

kepadanya. Apakah kesaksian yang telah diberikan ketika ditransmisikan tidak

mengalami perubahan-perubahan. Sedangkan kritik internal ialah sebagaimana

yang disarankan oleh istilahnya lebih menekankan aspek dalam yaitu isi dari

sumber yang meliputi kesaksian.

3.2.2.1 Kritik terhadap Sumber Tertulis

Setelah sumber-sumber tertulis terkumpul, maka langkah selanjutnya yang

harus dilakukan adalah mengkritik atau menganalisis terlebih dahulu apakah

sumber tersebut layak atau tidak untuk digunakan dalam memecahkan masalah

penelitian. Adapun sumber-sumber tertulis yang penulis dapatkan ialah

buku-buku, dokumen, dan artikel. Kritik terhadap sumber-sumber tertulis ini dilakukan

dengan cara kritik eksternal dan kritik internal.

Menurut Ismaun (2005 : 50), kritik eksternal atau kritik luar untuk menilai

otentisitas sumber sejarah. Sumber yang otentik tidak mesti harus sama dengan

sumber dan isi tulisan dalam dokumen harus sembunyi dan sama dengan sumber

aslinya, baik menurut isinya yang tersurat maupun yang tersirat. Jadi sumber

otentik bisa juga salinan atau turunan dari aslinya. Dokumen otentik isinya tidak

boleh dipalsukan, tetapi otentisitasnya belum tentu memberi jaminan untuk dapat

dipercaya. Dalam kritik ekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur dan

asal dokumen, kapan dibuat (sudah lama atau belum lama sesudah terjadi

peristiwa yang diberitakan), dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama siapa.

Sumber itu asli atau salinan, dan masih utuh seluruhnya atau sudah berubah. Pada

dasarnya kritik eksternal ini mempertanyakan dimana, kapan dan oleh siapa

(43)

dengan cara mengetahui tahun terbit, penerbit, dan oleh siapa buku itu ditulis.

Kritik eksternal juga bisa dilakukan dengan mencermati edisi buku, cetakannya,

gaya bahasa, ejaan, kapan dan siapa pengarangnya. Dalam pelaksanaanya penulis

tidak melakukan kritik ekstenal ini secara ketat karena sudah yakin akan keaslian

buku atau dokumen tersebut.

Sementara kritik internal yang dilakukan oleh peneliti ialah dengan cara

menilai kredibiltas dengan mempersoalkan isinya, apakah fakta-fakta yang

tersurat itu dapat dijadikan sebagai sumber dalam memecahkan masalah kajian

penelitian. Menurut Ismaun (2005 : 50), menerangkan bahwa kritik intern atau

“kritik dalam” untuk menilai kredibiltas sumber dengan mempersoalkan isinya,

kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan

membandingkan kesaksian di dalam sumber dengan

kesaksian-kesaksian di dalam sumber lain. Kemudian dipungut fakta-fakta sejarah melalui

perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap

evidensi-evidensi dalam sumber. Tahap Kritik Internal ini menilai isi atau fakta-fakta yang

terkandung dalam sebuah sumber apakah relevan dan dapat diandalkan (reliable).

Metode kritik sumber eksternal dan internal ini dirintis oleh sejarawan Jerman

yang berasal dari Denmark, yaitu George Niebuhr (1746- 1831).

3.2.2.2 Kritik terhadap Sumber Lisan

Sumber lisan yang telah terkumpul dari lapangan, juga harus dikritik atau

dianalisis mengenai kebenaran data dan informasinya. Sumber lisan ini diperoleh

dari teknis wawancara yang dilakukan penulis kepada beberapa nara sumber, baik

(44)

dilakukan penulis dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu

pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada nara sumber. Sedangkan wawancara tidak

terstruktur ialah teknis wawancara yang secara langsung dilakukan oleh penulis

tanpa mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu. Wawancara tidak terstruktur ini

sebagai pelengkap dalam memperoleh sumber lisan. Dalam wawancara tidak

terstruktur sebaiknya dilakukan dengan tepat agar nara sumber dapat menangkap

pertanyaan dengan jelas. Adapun kritik terhadap sumber lisan ini juga

menggunakan teknik kritik eksternal dan kritik internal.

Dalam kritik eksternal terhadap sumber lisan, untuk mendapatkan sumber

lisan yang relevan maka penulis terlebih dahulu mencari tahu dan menganalisis

siapa saja orang yang akan dijadikan nara sumber untuk diwawancarai. Apakah

calon nara sumber mengetahui atau mengalami mengenai kehidupan petani

penderes dan industri gula kelapanya di Pangandaran dalam kurun waktu

1960-2005 yang menjadi fokus kajian skripsi ini. Kritik eksternal terhadap sumber lisan

ini pada dasarnya mencermati dari indentitas nara sumber, riwayat hidupnya, usia,

dan menganalisis apakah beliau ingatannya masih kuat atau tidak pikun sehingga

informasi yang diberikannya itu adalah informasi yang utuh berdasarkan

pengalaman atau pengetahuannya. Dalam melakukan kritik eksternal sumber lisan

ini, penulis juga banyak dibantu oleh nara sumber yang telah diwawancarai yang

menunjukkan siapa saja yang dapat diwawancarai lebih lanjut guna mendapatkan

sumber lisan yang relevan.

Adapun beberapa nara sumber yang telah penulis wawancarai adalah

(45)

dan warga sekitar yang mengetahui kehidupan sosial ekonomi petani penderes.

Wawancara kepada petani penderes sendiri dilakukan karena petani penderes

adalah kajian utama dalam skripsi ini. Dalam memilih nara sumber ini peneliti

menimbang secara ketat dengan mencermati riwayat hidup petani penderes,

apakah sudah lama menekuni usahan membuat gula kelapa atau masih baru

belajar. Oleh karena kajian penelitian ini adalah kajian sejarah, menganalisis

riwayat hidup nara sumber sangat diperlukan guna mendapatkan fakta-fakta

sejarah tentang kehidupan petani penderes Pangandaran di masalalu.

Dari tahap mencari dan memilih nara sumber yang tepat, akhirnya penulis

menemukan petani penderes yang telah pensiun (mantan penderes) yang juga

pernah menjadi ranting dari distributor bandar gula, petani penderes yang sudah

lama menekuni usahanya bahkan sampai sekarang, dan penderes-penderes

angkatan muda (awal mulai menderes tidak jauh dari akhir periode kajian

penelitian ini). Sedangkan nara sumber dari pengurus-pengurus lembaga seperti

AGKP dan STA adalah orang-orang yang berperan lewat lembaga tersebut yang

didirikan untuk mengurus kelancaran usaha petani penderes. Sementara

wawancara kepada pengurus PTPN VIII dikarenakan di perusahaan yang dikelola

pemerintah tersebut banyak petani penderes/penyadap pohon-pohon kelapa sejak

tahun 1990-an. Para pengurus lembaga-lembaga tersebut diantaranya adalah

orang-orang yang berpendidikan dan juga memiliki memori sejarah tentang

perkembangan petani penderes di Pangandaran. Wawancara kepada warga sekitar

juga diperlukan untuk mengetahui pandangan mereka tentang petani penderes

(46)

Sementara kritik internal terhadap sumber lisan yang dilakukan oleh

penulis adalah dengan cara menganalisis hasil-hasil dari wawancara. Penulis

menganalisis data-data yang telah didapat dari wawancara dengan ketat untuk

memperoleh fakta-fakta sejarah yang objektif, atau setidaknya dapat mengurangi

kesubjektifan fakta-fakta sumber lisan. Caranya adalah dengan membandingkan

fakta-fakta sejarah yang diperoleh dari nara sumber yang satu dengan nara

sumber- nara sumber yang lainnya. Terkadang pula informasi-informasi yang

didapatkan dari para nara sumber isinya dapat saling melengkapi guna

menjelaskan fakta sejarah yang utuh dalam penelitian skripsi ini.

3.2.3 Interpertasi (Penafsiran)

Interpretasi adalah tahap memberikan penafsiran terhadap fakta-fakta atau

data-data yang telah dikumpulkan yang diperoleh dari sumber lisan maupun

tulisan dan telah melewati tahap kritik sumber. Fakta-fakta dan data-data yang

telah melewati tahap kritik sumber merupakan fakta-fakta yang teruji dan dapat

dipercaya. Pada tahap interpretasi atau penafsiran ini fakta-fakta dipilih,

dikumpulkan dan diklasifikasikan untuk menjawab permasalahan yang dikaji.

Pada tahap penafsiran ini juga dilakukan dengan mencermati apakah

terdapat saling keterhubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya.

Selain itu, dapat juga dianalisis apakah fakta-fakta tersebut merupakan sebuah

hubungan kausalitas (sebab-akibat). Dalam tahap interpretasi ini, penulis

memberikan makna yang seobjektif mungkin terhadap data-data dan fakta-fakta

yang kemudian disusun atau direkonstruksi yang menghasilkan sebuah rangkaian

(47)

terhadap fakta-fakta yang telah ada harus dilakukan dengan cara berpikir kritis

dengan potensi indrawi, akal budi, logis dan etis.

Dalam melakukan interpretasi, penulis juga menggunakan pendekatan

interdisipliner. Pendekatan interdisipliner dalam penelitian ini berarti ilmu sejarah

dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan dengan

dibantu oleh disiplin ilmu sosial lainnya. Beberapa disiplin ilmu sosial yang

dipakai sebagai ilmu bantu dalam penelitian ini yaitu sosiologi, ekonomi, dan

politik. Pemilihan ketiga ilmu bantu tersebut disesuaikan dengan permasalahan

penelitian sejarah yang memakai sudut pandang sosial ekonomi dan kebijakan

pemerintah terhadap industri gula kelapa di Pangandaran.

Pendekatan dengan ilmu sosiologi dan ekonomi penulis gunakan untuk

mencermati bagaimana perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada petani

penderes gula kelapa Pangandaran. Beberapa konsep yang dipinjam dari sosiologi

anta lain : perubahan sosial, peranan sosial, mobilitas sosial, dan status sosial.

Sedangkan ilmu ekonomi digunakan untuk menelaah aspek-aspek mata

pencaharian, tenaga kerja, biaya produksi, pemasaran, harga barang, upah, modal,

kewirausahaan, dan tingkat kesejahteraan. Sementara itu, ilmu politik digunakan

untuk melihat peran dan kontribusi pemerintah dalam mengeluarkan

kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan industri gula kelapa di

Pangandaran.

3.3 Laporan Penelitian (Historiografi)

(48)

proses penelitian ini. Dalam metode historis, langkah ini dinamakan historiografi.

Istilah historiografi ini mempunyai arti “penulisan sejarah” karena ada pengertian

lain untuk istilah historiografi yaitu “sejarah penulisan sejarah” (Helius

Sjamsuddin, 2007: 156). Historiografi adalah tahapan akhir dengan menyusun

fakta-fakta yang telah di interpretasikan oleh penulis.

Pada tahap laporan penelitian ini penulis mengerahkan seluruh daya pikir

dan kemampuan yang dimiliki untuk menuangkan hasil interpretasi sehingga

menjadi sebuah narasi yang kronologis yang menggambarkan dinamika yang

terjadi pada kehidupan sosial ekonomi petani penderes dan industri gula

kelapanya di Pangandaran tahun 1960-2005. Laporan penelitian ini, disusun

berdasarkan buku pedoman karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh Universitas

pendidikan Indonesia (UPI). Dalam proses penyusunan laporan penelitian ini,

penulis juga telah dibimbing oleh pembimbing I dan pembimbing II.

Adapun hasil penelitian ini dituangkan dalam sebuah karya tulis yang

dinamakan skripsi dengan judul “Peranan Petani Penderes Dalam

Mengembangkan Industri Gula Kelapa Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun

1960-2005.” Untuk memudahkan penulis dalam menyusun laporan penelitian atau

historiografi ini maka bentuk skripsi ini disusun secara sistematis dalam lima

bagian. Pada bab pertama sebagai pendahuluan menguraikan beberapa pokok

pikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan dan batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Pada

bab kedua tinjauan pustaka, berisikan mengenai penjabaran

(49)

penelitian.

Selanjutnya pada bab ketiga ini menguraikan mengenai metode dan teknik

penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam

bab I, yang kemudian dituangkan dalam bab keempat yang diberi sub judul

“Kehidupan Petani Penderes Gula Kelapa di Pangandaran 1960-2005”. Bab

keempat ini merupakan hasil dari penelitian atau historiografi. Historiografi

adalah hasil penulisan sejarah yang sebelumnya telah melewati beberapa tahapan

metodologi penelitian sejarah, yakni heuristik, kritik/analisis sumber, dan

interpretasi. Langkah selanjutnya menyimpulkan hasil penafsiran yang telah

disusun ke dalam bab kelima yaitu kesimpulan dan saran. Bab ini berisi poin-poin

penting sebagai jawaban terhadap masalah yang dikemukakan dalam rumusan

masalah. Kesimpulan bukan suatu ikhtisar atau rangkuman dari hasil penelitian.

Pada bab ini juga penulis akan mencoba memberikan masukan-masukan atau

rekomendasi sebagai saran yang diharapkan dapat berguna bagi perkembangan

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Keberadaan petani penderes gula kelapa di Pangandaran sudah

berlangsung sejak sekitar tahun 1950-an. Namun pada masa ini pembuatan gula

kelapa dalam industri kecil ini belum sepenuhnya dijadikan sebagai lahan usaha

mandiri untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani penderes/ penyadap.

Usaha membuat gula kelapa masih dijadikan sebagai pekerjaan sampingan,

disamping bekerja menjadi petani biasa seperti menyawah dan berkebun. Dari

segi pendidikan petani penyadap pada masa awal ini ada yang tidak mengenyam

pendidikan formal sama sekali, ada juga yang hanya duduk di bangku Sekolah

Dasar (SD).

Dalam aspek permodalan pada masa ini masih menggunakan

peralatan-peralatan yang dibuat sendiri dengan bahannya yang berasal dari sekitar

lingkungannya, seperti pencetak gula sengkang yang terbuat dari

potongan-potongan bambu kecil berdiameter sekitar lima centimeter. Petani penderes yang

membuat gula kelapa pun awalnya tidak begitu banyak dan tidak banyak

menyadap pohon kelapa untuk menghasilkan nira sebagai sumber utama membuat

gula kelapa. Oleh karena itu hasil produksi gula kelapa Pangandaran pun belum

begitu banyak dan jangkauan pemasarannya belum begitu luas, hanya untuk

disekitar lingkungannya atau dalam daerah Pangandaran untuk mencukupi

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran lebar pendekat dilakukan pada jarak 10 meter dari garis imajiner yang menghubungkan jalan yang berpotongan, yang dianggap sebagai mewakili lebar pendekat efektif

Steers (1988) mengatakan, komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi. Komitmen menghadirkan

pendaftaran dan penerimaan mahasiswa baru yang dilakukan setiap tahun diSekolah Tinggi Manajemen Dan Ilmu Komputer Musi Rawas (STMIK MURA) adalah ketika

Tanaman yang berasal dari selulosa biasanya terkontaminasi dengan hemiselulosa, lignin, pektin dan zat lainnya, sedangkan selulosa mikrob cukup murni, memiliki kadar air

Selain itu persepsi pendengar ini juga menjadi bahan pertimbangan dan masukkan bagi radio Swaragama FM sebagai media massa yang memiliki fungsi sosial dengan

Langkah yang diperlukan terkait penataan kapasitas kelembagaan adalah perbaikan manajemen kelembagaan diantaranya struktur kelembagaan, pola kepemimpinan, dan

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung dibantu dengan alat berupa kuisioner yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu hal