• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI

SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

YUSTINA JAZIROH 1001057

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep Elastisitas

Oleh

Yustina Jaziroh

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Yustina Jaziroh 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI

SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Oleh:

Yustina Jaziroh

1001057

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I,

Drs. Iyon Suyana, M.Si.

NIP. 196208241991031001

Pembimbing II,

Dr. Winny Liliawati, S. Pd., M. Si.

NIP. 197812182001122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati

(4)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Yustina Jaziroh 1001057

Pembimbing I : Drs. Iyon Suyana, M. Si. Pembimbing II: Dr. Winny Liliawati, S. Pd., M. Si.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI

ABSTRAK

Hasil studi pendahuluan menunjukkan kesulitan siswa dalam penguasaan konsep fisika yang disebabkan oleh adanya miskonsepsi siswa. Penyebab miskonsepsi tersebut adalah penggunaan metode pembelajaran yang tidak memperhatikan konsepsi awal siswa dan media pembelajaran yang tidak dapat menggambarkan konsep fisika. Implementasi simulasi fisika dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat menjadi solusi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kuantitas miskonsepsi siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa setelah diterapkan simulasi. Metode penelitian ini adalah quasi experiment dengan desain nonequivalent control group post-test only dan sampel penelitian yaitu siswa kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri Kota Bandung. Hasil analisis data diperoleh persentase miskonsepsi siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika berturut-turut adalah 10,33% (kategori rendah) dan 37,58% (kategori sedang), serta 83,08% siswa merespon positif terhadap implementasi simulasi fisika dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Kata Kunci : Simulasi Fisika, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Miskonsepsi.

IMPLEMENTATION OF PHYSICS SIMULATION IN COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TOWARD QUANTITY OF STUDENTS

MISCONCEPTION ABOUT ELASTICITY CONCEPT

ABSTRACT

The result of preliminary study showed student’s difficulty to understand physics concept because of misconception. That misconception caused by learning’s implementation which not appropriate and media which not describe concept well. Implementation of physics simulation in cooperative learning type jigsaw could be a solution. The purpose of this study was knowing the quantity of misconception between students that followed cooperative learning type jigsaw with using physics simulation and without using physics

simulation, and then knowing student’s respon about physics simulation in jigsaw. The method used was quasi experiment with non-equivalent control group post-test only. This study sampel was students class XI science in one of the Senior High School in Bandung.

The result showed percentage of student’s misconception that followed jigsaw with using

physics simulation and without using physics simulation continued was 10,33% (low misconception) and 37,58% (middle misconception). In addition, 83,08% students gave positive respon to implementation of physics simulation in cooperative learning type jigsaw.

(5)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR dan GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian... 5

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS ... 10

2.1 Simulasi Fisika ... 10

2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 14

2.3 Miskonsepsi ... 19

2.4 Tinjauan Konsep Elastisitas ... 24

2.5 Penelitian Relevan ... 27

2.6 Kerangka Pemikiran ... 29

2.7 Asumsi ... 33

2.8 Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 34

(6)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.3 Definisi Operasional ... 36

3.4 Instrumen Penelitian ... 38

3.5 Prosedur Penelitian ... 41

3.6 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Pemaparan Data Hasil Penelitian... 50

4.2 Pembahasan Data Hasil Penelitian ... 72

4.3 Temuan Hasil Penelitian ... 79

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 81

5.1 Simpulan ... 81

5.2 Rekomendasi ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... xi

(7)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Media Pembelajaran Berbasis Komputer 14

Tabel 2.2 Fase Pembelajaran Kooperatif ... 16

Tabel 2.3 Kriteria CRI Berskala Enam ... 23

Tabel 2.4 Klasifikasi Jawaban Siswa Berdasarkan CRI... 23

Tabel 2.5 Karakteristisk Susunan Pegas Seri dan Paralel ... 27

Tabel 2.6 Miskonsepsi Siswa SMA di Kota Bandung ... 28

Tabel 3.1 Hasil Validasi Instrumen Tes oleh Ahli ... 39

Tabel 3.2 Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 40

Tabel 3.3 Interpretasi Persentase Keterlaksanaan Model ... 46

Tabel 3.4 Matriks Kriteria CRI ... 47

Tabel 3.5 Kategori Persentase Miskonsepsi ... 48

Tabel 3.6 Interpretasi Persentase Respon Siswa ... 49

Tabel 4.1 Data Hasil Tes Homogenitas ... 51

Tabel 4.2 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 52

Tabel 4.3 Penjabaran Keterlaksanaan Pembelajaran Masing-masing Kelas ... 52

Tabel 4.4 Persentase Analisis CRI Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 4.5 Persentase Miskonsepsi Siswa per Subkonsep Elastisitas ... 56

Tabel 4.6 Persentase Miskonsepsi Siswa Tiap Butir Soal ... 57

Tabel 4.7 Analisis CRI Delapan Siswa di Kelas Eksperimen ... 59

Tabel 4.8 Analisis CRI Masing-masing Kelompok di Kelas Eksperimen ... 60

Tabel 4.9 Rekapitulasi Tingkat Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Wawancara di Kelas Eksperimen ... 63

Tabel 4.10 Analisis CRI Delapan Siswa di Kelas Kontrol ... 64

Tabel 4.11 Analisis CRI Masing-masing Kelompok di Kelas Kontrol ... 64

Tabel 4.12 Rekapitulasi Tingkat Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Wawancara di Kelas Kontrol ... 68

(8)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR dan GRAFIK

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman E. Dale ... 12

Gambar 2.2 Ilustrasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 18

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ... 32

Gambar 3.1 Nonequivalent Control Group Post Test Only ... 35

Gambar 3.2 Bagan Tahapan Penelitian ... 44

Gambar 3.3 Bagan Analisis Data Hasil Post-Test ... 48

Grafik Halaman Grafik 2.1 Grafik Tegangan-Regangan Suatu Logam Kenyal yang Menderita Tarikan ... 24

Grafik 2.2 Identifikasi Jumlah Siswa Miskonsepsi IPBA ... 28

Grafik 2.3 Tingkat Miskonsepsi Mekanika Siswa Sebelum dan Sesudah Tindakan ... 31

(9)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A STUDI PENDAHULUAN

A.1 Hasil Miskonsepsi Elastisitas Kelas XII IPA ... 83

A.2 Hasil Wawancara Siswa Kelas XII IPA ... 85

A.3 Hasil Wawancara Guru ... 88

A.4 Hasil Observasi Kelas ... 90

A.5 Format Angket Siswa ... 91

A.6 Hasil Angket Siswa ... 92

A.7 Nilai UTS Siswa ... 93

LAMPIRAN B PERANGKAT PEMBELAJARAN B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 94

B.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 106

B.3 Pembagian Kelompok Belajar ... 118

B.4 Pengorganisasian Kelompok Belajar ... 120

B.5 Tampilan Simulasi Fisika ... 122

LAMPIRAN C INSTRUMEN PENELITIAN C.1 Kisi-kisi Soal dan Judgement Instrumen Soal ... 123

C.2 Soal ... 161

C.3 Lembar Jawab Siswa ... 173

C.4 Kisi-kisi Angket Respon Siswa ... 175

C.5 Format Angket Respon Siswa dan Judgement Instrumen Angket ... 176

C.6 Format Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 179

C.7 Format Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 181

LAMPIRAN D ANALISIS DATA D.1 Analisis Uji Coba Instrumen Tes ... 183

D.2 Analisis Hasil Tes Homogenitas ... 189

D.3 Analisis CRI Kelas Eksperimen ... 196

D.4 Analisis CRI Kelas Kontrol... 199

D.5 Analisis CRI Masing-masing Kelompok di Kelas Eksperimen ... 202

(10)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D.7 Analisis Statistik Hasil Post Test ... 204

D.8 Hasil Wawancara Siswa Miskonsepsi ... 209

D.9 Analisis Hasil Angket Respon Siswa ... 211

D.10 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 214

LAMPIRAN E DOKUMENTASI PENELITIAN E.1 Surat Pengantar Penelitian

E.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

E.3 Surat Pernyataan menjadi Penilai Instrumen

(11)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki

hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa

pengetahuan tidak terlepas dari fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori, dan

model. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di Sekolah Menengah

Atas (SMA) yaitu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri

sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Pusat Kurikulum

Balitbang Depdiknas 2003). Usman (dalam Noviyani, 2012) mengemukakan

bahwa indikator ketercapaian penguasaan konsep siswa dapat dilihat dari

kesesuaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan guru dengan nilai ujian

siswa. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri

Kota Bandung terhadap hasil Ujian Tengah Semester (UTS) siswa kelas XII IPA

menunjukkan bahwa 60,5% siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan

Minimum (KKM) fisika di sekolah tersebut yaitu 75. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika siswa masih rendah. Salah satu

penyebab rendahnya penguasaan konsep siswa adalah anggapan siswa bahwa

fisika itu sulit. Hal ini sejalan dengan hasil angket siswa di kelas tersebut

menunjukkan bahwa 64,9% siswa menyatakan fisika sulit, baik karena persoalan

konsep maupun matematis sehingga menurunkan minat belajar fisika siswa. Van

Den Berg (1991, dalam Tayubi, 2005:4) menyebutkan bahwa ’salah satu sumber

kesulitan utama dalam pelajaran fisika adalah akibat terjadinya kesalahan konsep

atau miskonsepsi pada diri siswa.’ Lebih lanjut Suparno (2005) mengungkapkan

bahwa siswa yang berminat rendah terhadap fisika cenderung memiliki

(12)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suparno (2005:7) menyebutkan, “Miskonsepsi dalam bidang fisika banyak

terjadi pada subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan

gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern.” Sejalan dengan hal tersebut,

Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam artikelnya mengenai Research on

Alternative Conceptions in Science menjelaskan bahwa “Konsep alternatif terjadi

dalam semua bidang fisika.” (Suparno, 2005:11). Konsep alternatif yang

dimaksud adalah miskonsepsi. Beberapa penelitian tentang miskonsepsi

menunjukkan bahwa terdapat 300 penelitian miskonsepsi bidang mekanika, 159

penelitian miskonsepsi bidang listrik, 70 penelitian miskonsepsi bidang panas,

optika, dan sifat-sifat materi, 35 penelitian miskonsepsi bidang bumi dan

antariksa, serta 10 penelitian miskonsepsi bidang fisika modern (Suparno, 2005).

Ini tidak berarti bahwa kebanyakan miskonsepsi terjadi hanya dalam subbidang

tersebut saja, tetapi sejauh ini banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang itu.

Pada kenyataannya, miskonsepsi juga terjadi pada konsep elastisitas. Janulis

P. Purba (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa banyak siswa yang

mengalami miskonsepsi tentang konsep elastisitas antara lain menyatakan jika

sebuah pegas dan sebatang kawat tembaga dikenai gaya tertentu (tidak melebihi

batas liniernya) maka pegas bertambah panjang sedangkan kawat tembaga tidak

mengalami pertambahan panjang. Selain itu, hasil studi pendahuluan yang

dilakukan di salah satu SMA Negeri kota Bandung juga menunjukkan bahwa

tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas mencapai 40,91%.

Pada hakikatnya tiap siswa memiliki pengetahuan awal tentang fisika yang

diperolehnya dari pengalaman sehari-hari. Ketika siswa memasuki kelas formal,

mereka membawa pengetahuan awal tersebut. Namun, pengetahuan awal yang

dibawa ada yang tidak sesuai dengan konsep para ilmuan (ahli). Ketidaksesuaian

antara konsep awal dan konsep ilmuan ini dapat menimbulkan miskonsepsi siswa.

Klammer (1998, dalam Tayubi, 2005) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang

terjadi dapat menghalangi proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan baru pada

siswa sehingga dapat menjadi penghambat keberhasilan siswa dalam belajar lebih

(13)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ketidaksesuaian antara penjelasan guru dan cara berpikir siswa. Jika hal ini

dibiarkan, siswa akan merasa bingung, menganggap fisika sulit, dan bahkan

menurunkan motivasi belajarnya. Hal ini akan berakibat pada prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran fisika menjadi rendah.

Pada tahun 1982, Gilbert dan Osborne (dalam Purba, 2013) mengemukakan

bahwa implementasi pembelajaran yang kurang tepat dan media yang tidak dapat

menggambarkan konsep, merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi. Ini

disebabkan perencanaan dan penerapan pembelajaran yang digunakan guru

berdasarkan asumsi tersembunyi, bahwa pengetahuan fisika dapat ditransfer

secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tanpa mempertimbangkan

pengetahuan awal siswa yang miskonsepsi. Berdasarkan asumsi tersebut, bisa jadi

guru menganggap bahwa Ia telah mengajar dengan baik namun sebenarnya

siswanya tidak belajar dengan baik. Oleh karena itu diperlukan model dan media

pembelajaran yang tepat dan mendukung dalam upaya membelajarkan siswa

seutuhnya. Dalam hal ini, kegiatan pembelajaran harus beralih dari pembelajaran

berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe dalam

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok-kelompok belajar siswa yang

saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini

menganut paham konstruktivisme. Slavin (2009) menyatakan bahwa pendekatan

konstruktivis membuat siswa lebih dapat menemukan dan memahami

konsep-konsep sulit dengan cara berdiskusi dengan temannya. Sedangkan tugas guru

menurut teori konstruktivis sebagai fasilitator agar siswa mengkonstruksi

pengetahuannya secara optimal. Beberapa penelitian menemukan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif dalam

meningkatkan pemahaman konsep siswa (Rifqie ,2012; Tanty, 2009; Susanna,

2008; Nursalam, 2007; Arianti, 2005; Wardani, S., 2002; Sriwardani, 2002;

Anita, 2002). Jigsaw dapat memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan

(14)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temannya, saling menyampaikan

gagasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih

memahami konsep fisika. Proses diskusi dalam jigsaw menekankan pada

tanggungjawab siswa terhadap ketercapaian pembelajaran dirinya dan temannya.

Hal ini dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar yang akan

berdampak baik pada kualitas interaksi dan komunikasi siswa sehingga antara

siswa satu dengan yang lainnya dapat saling memberikan motivasi belajar untuk

sama-sama mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Selain dari pembelajaran yang tidak tepat, penyebab terjadinya miskonsepsi

juga dapat diperoleh dari penggunaan media yang tidak dapat menggambarkan

konsep yang dipelajari secara utuh, seperti konsep-konsep abstrak dalam fisika

maupun konsep-konsep yang sulit dipraktikkan langsung di laboratorium sekolah.

Dengan berkembangnya teknologi saat ini media pembelajaran berbasis komputer

dapat menjadi solusi yang tepat. Kemampuan komputer dalam mengintegrasikan

komponen warna, musik, dan animasi grafik membuat komputer mampu

menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi (Warsita,

2008). Media pembelajaran berbantuan komputer memanfaatkan gabungan dari

seluruh media, seperti teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi

menjadi suatu multimedia yang luar biasa kemampuannya (Warsita, 2008).

Dengan memanfaatkan keunggulan komputer tersebut maka konsep-konsep fisika

maupun fenomena fisika lainnya dapat ditampilkan oleh komputer, salah satunya

melalui simulasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media simulasi berbasis komputer

dapat meningkatkan pemahaman konsep (Yulianti, 2012; Mutaqin, 2011; Ika Sari,

2010; Rika, 2009; Samsudin, 2008; Suwondo, 2008). De Jong dan Joolingen

(2000:1) menyatakan bahwa penggunaan media simulasi berbasis komputer

merupakan salah satu bentuk pembelajaran konstruktivisme, yaitu scientific

discovery learning. Artinya, pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam investigasi ilmiah dan penyelidikan

(15)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemanfaatan simulasi komputer dapat mengatasi miskonsepsi fisika. Hal ini

dikarenakan simulasi komputer dapat meningkatkan daya serap dan konsentrasi

siswa (Jong-Heon Kim, et al, 2005). Oleh karena itu, dalam penelitian ini

digunakan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas miskonsepsi siswa. Selanjutnya,

penelitian ini berjudul “Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep Elastisitas.”

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA

Negeri di kota Bandung diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap

konsep elastisitas di sekolah tersebut mencapai 40,91%. Miskonsepsi siswa

terhadap konsep elastisitas banyak terjadi pada beberapa konsep berikut.

- Daerah keberlakuan hukum Hooke dalam grafik ditunjukkan oleh garis

linier. Namun, siswa menganggap daerah keberlakuan hukum Hooke

ditunjukkan oleh garis linier pertama atau kedua saja.

- Nilai modulus Young suatu benda besar menunjukkan benda sulit untuk

bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. Namun, siswa

menganggap nilai modulus Young besar menunjukkan benda lebih elastis

yang berarti mudah bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya.

- Semua benda pada hakikatnya bersifat elastis pada rentang gaya tertentu.

Namun, siswa menganggap elastis adalah sebuah julukan bagi suatu benda

seperti karet gelang pasti elastis sedangkan kawat tembaga tidak elastis.

- Konstanta gaya pegas menunjukkan ukuran kekakuan pegas. Artinya ketika

nilai konstanta gaya pegas besar maka pertambahan panjang akibat gaya

yang bekerja pada pegas semakin kecil. Namun, siswa menganggap

kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang memiliki konstanta gaya

pegas kecil.

- Pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas terjadi pada

(16)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menganggap pertambahan panjang pegas hanya terjadi pada bagian tertentu

dari pegas seperti bagian yang paling dekat dengan beban.

- Konstanta pegas pengganti susunan paralel lebih besar dibandingkan

konstanta pegas pengganti susunan seri dengan jumlah pegas yang sama.

Namun, siswa menganggap konstanta pegas pengganti susunan seri lebih

besar dari konstanta pegas pengganti susunan paralel. Siswa juga

miskonsepsi terhadap bentuk susunan pegas yang diaplikasikan dalam

kehidupan seperti pada pegas daun.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun seri besarnya

sama dengan gaya yang diberikan. Namun, siswa menganggap gaya yang

bekerja pada masing-masing pegas tersebut berbeda seperti gaya terbesar

terjadi pada pegas yang dekat dengan beban.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun paralel

besarnya berbeda, bergantung pada nilai konstanta gaya pegasnya dimana

F=F1+F2 (jika ada dua pegas yang disusun paralel). Namun, siswa

menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas paralel sama

dengan gaya yang diberikan dimana F=F1=F2.

Lebih lanjut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu

SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas sekolah

seperti tersedianya laboratorium fisika lengkap dengan alat-alat praktikumnya dan

tersedianya proyektor pada masing-masing kelas serta kemampuan siswa yang

baik dalam komputer belum dapat dimaksimalkan oleh guru sebagai upaya

mengatasi miskonsepsi. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pembelajaran

fisika yang dilakukan guru masih menggunakan metode ceramah, guru jarang

mengajak siswa praktikum fisika di laboratorium, jarang menggunakan media

komputer, jarang menggunakan pembelajaran kelompok, dan aktivitas siswa

(17)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka yang menjadi permasalahan

utama dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan kuantitas

miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika?

Agar lebih dapat mengarahkan penelitian, maka perumusan masalah di atas

dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

- Bagaimana persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika

dan tanpa menggunakan simulasi fisika?

- Bagaimana respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?

Dari rumusan masalah tersebut dapat ditentukan batasan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut.

- Perbedaan kuantitas miskonsepsi yang dimaksud berupa perbedaan kategori

kuantitas miskonsepsi berdasarkan persentase miskonsepsi antara siswa

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi

fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika yang diperoleh dari teknik

Certainty of Responses Index (CRI).

- Signifikansi perbedaan kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mengikuti

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa

menggunakan simulasi fisika dilihat dari perbedaan kategori kuantitas

miskonsepsi masing kelompok. Jika kuantitas miskonsepsi

masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang berbeda maka

kuantitas mikonsepsi berbeda signifikan. Namun, jika kuantitas miskonsepsi

masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang sama

maka signifikansi perbedaan kuantitas mikonsepsi diuji dengan uji-t

separated varian (untuk data berdistribusi normal) atau uji-t Mann-Whitney

(18)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan

antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi

fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa

simulasi fisika. Adapun tujuan penelitian secara khusus dijabarkan sebagai

berikut.

- Menunjukkan persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika

dan tanpa menggunakan simulasi fisika.

- Menunjukkan respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya:

- Manfaat teoritis

Memberikan informasi baru tentang miskonsepsi pada mata pelajaran fisika

sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan teori selanjutnya.

- Manfaat praktis

Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendapatkan

kegiatan pembelajaran baru.

Bagi guru, memperkenalkan penggunaan simulasi komputer dalam

pembelajaran dan mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM).

Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.

Bagi peneliti, menambah pengetahuan.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bab I meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan

perumusan masalah berdasarkan hasil studi pendahuluan, tujuan penelitian untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan siswa

(19)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

simulasi fisika dan tanpa simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran tersebut. Kemudian dijabarkan manfaat penelitian bagi beberapa

pihak terkait dan sekilas tentang struktur organisasi skripsi.

Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan simulasi

fisika, jigsaw, miskonsepsi, tinjauan konsep elastisitas, serta penelitian relevan

terkait penelitian ini, kerangka pemikiran, hipotesis, dan asumsi.

Bab III membahas tentang metode dan desain penelitian. Selanjutnya

dipaparkan populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen

penelitian beserta pengembangannya, prosedur penelitian yang dilakukan, serta

penjelasan tentang teknik pegumpulan dan analisis data.

Bab IV menjelaskan tentang pemaparan data penelitian yang dilanjutkan

dengan pembahasan data penelitian secara keseluruhan. Kemudian, dijabarkan

temuan lainnya selama penelitian.

Bab V berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan

rumusan masalah dan rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian yang

(20)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB II

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI

SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

2.1 Simulasi Fisika

Simulasi fisika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk simulasi

yang dibuat menggunakan program macromedia flash dan digunakan sebagai media

pembelajaran berbasis komputer untuk membantu siswa mempelajari konsep-konsep

fisika pada topik elastisitas.

2.1.1 Pengertian Simulasi

Pengertian simulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti

metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan

keadaan yang sesungguhnya. Simulasi menurut Banks dan Carson (1984, dalam

Suryani, 2006:3) yaitu „tiruan dari sistem nyata yang dikerjakan secara manual atau

komputer, yang kemudian diobservasi dan disimpulkan untuk mempelajari

karakterisasi sistem.‟ Sedangkan Law dan Kelton (1991, dalam Suryani, 2006:3)

mendefinisikan simulasi sebagai „sekumpulan metode dan aplikasi untuk menirukan

atau merepresentasikan perilaku dari suatu sistem nyata, yang biasanya dilakukan

pada komputer dengan menggunakan perangkat lunak tertentu.‟ Dari beberapa

pengertian simulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa simulasi adalah suatu bentuk

tiruan dari sistem nyata yang dikerjakan secara manual maupun komputer

menggunakan software tertentu untuk diobservasi dan disimpulkan oleh pengguna

karakterisasi sistem yang ditampilkan. Simulasi dalam penelitian ini adalah simulasi

yang dikerjakan komputer menggunakan software macromedia flash untuk

menggambarkan konsep-konsep fisika yang dapat dioperasikan secara interaktif oleh

(21)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.1.2 Simulasi Fisika sebagai Media Pembelajaran berbasis Komputer

Sadiman, dkk (2009:7) mendefinisikan media sebagai “segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian

rupa sehingga proses belajar terjadi dan tujuan pembelajaran tercapai.” Sebuah media

pembelajaran yang baik adalah media yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan

perhatian siswa serta menyamakan pengalaman belajar dan persepsi siswa sehingga

pembelajaran menjadi lebih menarik dan memotivasi siswa dalam belajar untuk

mencapai maksud dan tujuan pembelajaran. Sebaliknya, media pembelajaran yang

tidak baik adalah media pembelajaran yang terlalu banyak menyampaikan informasi

secara verbal sehingga tidak menarik perhatian siswa bahkan dapat menimbulkan

salah penafsiran pada diri siswa.

Tujuan penggunaan media dalam pembelajaran ditujukan untuk menghindari

dampak verbalisme, yaitu siswa mengetahui kata-kata yang disampaikan guru tetapi

tidak dapat memahami arti dari kata tersebut sehingga pemahaman yang diterima

siswa menjadi abstrak. Gusrial (2009) mengemukakan bahwa media dapat

menggambarkan situasi nyata dari suatu fenomena fisika dan akan menguj siswa

untuk merangkum dan menjelaskan fakta yang diperoleh dari media tersebut. Lebih

lanjut Sadiman, dkk (2009:17) menyebutkan kegunaan media pendidikan dalam

proses belajar mengajar sebagai berikut.

- Mengurangi dampak verbalistis dari suatu penyajian informasi melalui media sehingga dapat memperjelas penyajian pesan.

- Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.

- Meningkatkan keaktifan peserta didik melalui penggunaan media secara tepat dan bervariasi.

(22)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Melihat tujuan penggunaan media pembelajaran tersebut menunjukkan betapa

pentingnya peran media dalam pembelajaran. Edgar Dale (1969, dalam Isjoni,

2008:69) memberikan penekanan dengan jelas terhadap pentingnya media dalam

pembelajaran seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman E. Dale

Gambar di atas menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang diberikan

akan berdampak pada pengalaman belajar siswa. Semakin pasif kegiatan siswa dalam

belajar misalnya hanya dengan membaca dan mendengar penjelasan dari guru, maka

semakin sedikit pengalaman belajar siswa sehingga semakin abstrak pemahaman

yang diterimanya. Sebaliknya, semakin aktif kegiatan siswa dalam belajar misalnya

dengan ikut berpartisipasi dalam diskusi dan presentasi melalui penggunaan simulasi

dan benda-benda nyata maka semakin banyak pengalaman belajar siswa sehingga

pemahaman yang diterima menjadi lebih kongkrit. Membaca

Mendengar

Melihat Gambar

Menonton Film

Melihat Pertunjukan

Menonton Demonstrasi

Melihat Langsung dari Tempatnya

Ikut Berpartisipasi dalam Diskusi

Memberikan Sebuah Percakapan

Memberikan Presentasi

Melalui Simulasi

Melalui Benda Nyata

Menerima Secara Lisan

Menerima Secara Visual

Menerima dan Berpartisipasi

Pengalaman

P

asif

(23)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Melihat begitu pentingnya peranan media dalam pembelajaran maka sudah

sebaiknya guru dapat memilih media mana yang tepat berdasarkan pertimbangan

pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Oleh karena itu, media yang digunakan

harus dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu

media yang dapat digunakan adalah media simulasi berbasis komputer.

Warsita (2008) dan Elvina (2013) sependapat bahwa media pembelajaran

menggunakan komputer identik dengan kesenangan, permainan, dan kreativitas,

sehingga dapat menjadi media pembelajaran yang sangat menarik dan mampu

meningkatkan motivasi belajar siswa. Lebih lanjut, Levie (Gusrial, 2009:16)

menyebutkan bahwa, „program aplikasi dalam software komputer dapat digunakan

untuk memvisualisasikan suatu materi pelajaran yang mampu mengkonstruksi

pemikiran siswa sehingga mempermudah pemahaman dan pengertian terhadap

materi. Salah satu program aplikasi komputer yang dapat digunakan adalah software

macromedia flash. Arno Prasetio (2006, dalam Purnomo:2) menjelaskan bahwa

macromedia flash adalah „sebuah software animasi yang dapat dipakai untuk

kemudahan penyampaian konsep abstrak yang dalam penerapannya menggunakan

komputer dan media imager proyector.‟ Penggunaan macromedia flash sebagai

simulasi dalam pembelajaran karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, yaitu

sebuah program yang berorientasi pada objek, dapat membuat desain gambar berbasis

vektor, mampu menciptakan animasi berupa gerak dan suara, serta dapat digunakan

untuk membuat situs web. Macromedia flash menyediakan menu-menu interaktif

yang dapat siswa operasikan sendiri sehingga menarik perhatian dan minat siswa

dalam belajar.

Penggunaan simulasi sebagai media pembelajaran berbasis komputer memiliki

kelebihan dan kelemahan tersendiri, seperti yang diungkapkan oleh Heinich dkk

(24)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemaham Media Pembelajaran Berbasis Komputer

Kelebihan Kelemahan

- Memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya dalam memahami materi - Dapat diprogram untuk memberikan

umpan balik terhadap hasil belajar peserta didik

- Mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi

- Dapat meningkatkan prestasi belajar dengan penggunaan waktu dan biaya yang relatif kecil.

- Hanya akan berfungsi untuk hal-hal yang sebagaimana diprogramkan

- Memerlukan peralatan komputer

- Perlu persyaratan minimal prosesor, kartu grafis, dan monitor

- Perlu kemampuan pengoperasian

- Pengembangannya memerlukan adanya tim professional dan membutuhkan waktu yang cukup lama

- Tidak punya sentuhan manusiawi.

Simulasi fisika yang digunakan dalam penelitian ini sudah diuji validitasnya

sehingga dapat digunakan dengan baik sebagai media pembelajaran. Media ini

bertujuan untuk membantu guru dalam menyampaikan konsep fisika, baik konsep riil,

abstrak, maupun yang tidak dapat dilakukan langsung di laboratorium, mengganti

situasi nyata yang tidak mungkin dihadirkan dalam kelas, sehingga diharapkan dapat

membantu siswa dalam memahami konsep tersebut.

2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dan

telah diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya.

2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2009:243) menjelaskan pembelajaran kooperatif sebagai „pembelajaran

yang menempatkan siswa bekerjasama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6

anggota dari yang berprestasi tinggi, rata-rata, dan rendah, laki-laki dan perempuan,

beragam etnis, untuk saling membantu dalam belajar dan mencapai tujuan yang

sama.‟ Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama

dengan anggota lain demi mencapai keuntungan kelompok atau memaksimalkan

belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif

(25)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

apabila keempat orang tersebut berhasil memikul bersama-sama. Kegagalan salah

seorang saja maka berarti kegagalan bagi semuanya. Demikian halnya dengan tujuan

pembelajaran kooperatif akan tercapai apabila semua anggotanya berhasil mencapai

tujuan bersama-sama.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

menganut paham konstruktivisme. Slavin (2009) menegaskan bahwa konstruktivis

menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru tidak dapat langsung

mentransfer pengetahuannya kepada siswa, melainkan siswa menemukan sendiri

pengetahuan tersebut dan mengkonstruksinya menjadi sebuah pengetahuan yang

utuh. Dalam paham ini, guru berperan sebagai pemandu yang membantu siswa

menemukan pengertiannya dari suatu pembelajaran dan mengontrol setiap aktivitias

siswa di kelas (Weinberg&Mc.Combs, 2001; Wind Schitls, 1999, dalam Slavin,

2009). Paham konstruktivisme berasal dari teori perkembangan kognitif Piaget dan

Vygotsky yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif terjadi hanya jika

konsepsi siswa sebelumnya melalui suatu proses ketidakseimbangan dengan

informasi baru yang diterimanya. Piaget dan Vygotsky juga menyarankan

pembelajaran yang bersifat sosial dan keduanya mengusulkan penggunaan

pembelajaran kelompok (kooperatif) yang terdiri dari anggota heterogen baik dari

kemampuan, gender, maupun etnis untuk meningkatkan perubahan konsep siswa

(Slavin, 2009).

2.2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang harus tercermin di

dalamnya. Lima prinsip tersebut seperti yang dikemukakan oleh Lie, 2000 (dalam

Utomo, 2010) sebagai berikut.

- Saling ketergantungan positif

Untuk mencapai tujuan kelompok maka tiap anggota harus menyelesaikan

tugasnya dengan baik. Untuk dapat menyelesaikan tugas, anggota satu

(26)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu - Tanggungjawab perseorangan

Tiap anggota mempunyai tanggungjawab untuk berkonstribusi aktif dalam

kelompoknya. Anggota yang telah memahami tugasnya dengan baik harus mau

membantu anggota lain yang belum memahami tugasnya. Begitupun anggota

yang belum paham tersebut harus mau meminta bantuan anggota lain untuk

menjelaskan hal yang belum dipahaminya. Tanggungjawab perseorangan dalam

pembelajaran kooperatif bertujuan agar tiap anggota dapat saling membantu

dalam memaksimalkan proses belajar siswa dan kelompoknya.

- Tatap muka

Pembelajaran kooperatif mengharuskan siswa saling berinteraksi melalui tatap

muka, artinya pembelajaran berlangsung melalui proses diskusi antar siswa.

- Komunikasi antar anggota

Pembelajaran kooperatif berlangsung melalui proses diskusi antar siswa

sehingga tiap siswa harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar

anggota lain dapat memahami apa yang disampaikannya.

- Evaluasi proses kelompok

Pembelajaran kooperatif menilai proses belajar siswa dalam kelompok, baik

dilakukan secara individu mapun kelompok.

2.2.3 Tahap Pembelajaran Kooperatif

Enam fase dalam tahap pembelajaran kooperatif seperti dikemukakan oleh

Arends (2008:21) pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Fase Pembelajaran Kooperatif

Fase ke- Indikator Tingkah Laku Guru

1 Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

(27)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fase ke- Indikator Tingkah Laku Guru

2 Menyampaikan Informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

3 Mengorganisasikan Siswa dalam

Kelompok-kelompok Belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4 Membimbing

Kelompok Bekerja dan Belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.

2.2.4 Jigsaw

Terdapat beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu STAD

(Student Team Achievement Division), GI (Group Investigation), TPS

(Think-Pair-Share), NHT (Number Head Together) dan jigsaw. Semuanya secara keseluruhan

menerapkan penghargaan tim, tanggungjawab individual, dan kesempatan yang sama

untuk berhasil, namun dilakukan dengan cara-cara berbeda. Dalam penelitian ini

metode pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah jigsaw.

Slavin (1995, dalam Tanty, 2009:28) menjelaskan bahwa, „aktivitas pembelajaran kooperatif tipe jigsaw meliputi membaca, diskusi kelompok ahli, laporan kelompok, kuis, dan penghargaan.‟ Aktivitas jigsaw tersebut dijabarkan sebagai berikut: Pertama, menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

yang heterogen beranggotakan 4-6 orang. Tiap anggota kelompok memperoleh

bagian materi akademis khusus yang sudah dipecah-pecah dari keseluruhan materi

yang harus dipelajari (dalam bentuk teks atau sumber belajar lain). Masing-masing

anggota mempelajari tugasnya, anggota ini disebut sebagai anggota ahli. Kedua,

(28)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

belajar dan saling mendiskusikan tugasnya dalam sutu kelompok ahli. Ketiga,

anggota ahli kembali ke kelompok asalnya dan mengajarkan sesuatu yang telah

mereka pelajari dalam kelompok ahli kepada anggota lain dalam kelompok asal. Pada

akhirnya dilakukan kuis secara individual tentang keseluruhan materi pembelajaran

dan pemberian penghargaan baik secara individual maupun kelompok.

Berikut gambar ilustrasi hubungan antara kelompok ahli dan kelompok asal.

Gambar 2.2 Ilustrasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Hal yang paling menonjol dalam jigsaw dibandingkan dengan tipe

pembelajaran kooperatif lainnya adalah kerjasama tim dalam upaya memahami

seluruh materi walaupun tiap anggota tim menerima tugas memahami materi yang

berbeda-beda (Tanty, 2009). Disinilah pentingnya proses saling mendengarkan, saling

membutuhkan, dan saling menjelaskan satu sama lain agar tiap anggota mencapai

tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk itu, kemampuan komunikasi yang baik

sangat diperlukan. Jigsaw dibuat untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab peserta

didik terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran peserta didik lain. Ia

tidak hanya menguasai materi yang diterimanya tetapi juga Ia harus bisa berbagi dan

menjelaskan materi tersebut kepada teman-temannya sehingga semua peserta didik

(29)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahwa, “pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memfasilitasi interaksi antar siswa di kelas dan mengarahkan mereka kepada nilai bahwa sebenarnya tiap orang

berkontribusi dalam membangun lingkungannya.” Dalam hal ini, tidak ada siswa

yang dapat menyelesaikan tugasnya tanpa bekerjasama dengan teman

sekelompoknya.

Dalam penelitian ini, siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 4

anggota dengan karakteristik heterogen dari yang beprestasi tinggi, rata-rata, dan

rendah, laki-laki dan perempuan. Bahan akademik diberikan kepada siswa dalam

bentuk simulasi fisika yang dilengkapi dengan lembar diskusi siswa. Tiap dua orang

anggota bertanggungjawab untuk mempelajari satu bagian materi yang sama.

2.3 Miskonsepsi

2.3.1 Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi erat kaitannya dengan prakonsepsi yaitu suatu konsep awal anak

yang didapat dari pengalaman hidup mereka sebelum mendapatkan pelajaran formal

tentang bahan tertentu. Sedangkan miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang

tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam

bidang itu (Suparno, 2005). Fowler (1987, dalam Suparno, 2005:5) memandang

miskonsepsi sebagai „pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep

yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang

berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.‟

Dari kedua istilah tersebut di atas, dapat dibedakan bahwa prakonsepsi siswa

dapat bernilai benar maupun salah, sedangkan miskonsepsi siswa adalah konsep

siswa yang salah. Setiap anak memiliki pengalaman hidup yang bermacam-macam,

sehingga konsep awal yang dimiliki anak pun bermacam-macam. Ketika anak

memasuki kelas formal, Ia membawa konsep awal tersebut. Namun, konsep awal

yang mereka bawa terkadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang

diterima para ahli. Hal ini berarti prakonsepsi siswa sangat mewarnai miskonsepsi

(30)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2.3.2 Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi timbul akibat konstruksi pengetahuan yang tidak utuh. Hal ini

dapat terjadi karena keterbatasannya atau bercampurnya pengetahuan baru dengan

gagasan-gagasan lain yang telah dimilikinya dari pengalaman sehari-hari. Suparno

(2005) mengungkapkan penyebab miskonsepsi diantaranya:

- Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal

penyebab miskonsepsi berikut.

 Prakosepsi

Siswa memasuki kelas formal dengan membawa pengetahuan awal

(prakonsepsi) yang diperolehnya dari orangtua, teman, sekolah awal, dan

pengalaman sehari-hari siswa.

 Pemikiran Asosiatif

Penggunaan kata-kata atau istilah yang disampaikan guru diterjemahkan

(diasosiasikan) lain oleh siswa.

 Pemikiran Humanistik

Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia sehingga

terkadang tidak cocok dalam menggambarkan sifat benda tersebut.

Reasoning yang tidak lengkap atau salah

Informasi atau data yang didapatkan siswa secara tidak utuh atau salah

berdampak pada penalaran siswa yang terbentuk juga tidak utuh atau salah.

 Intuisi yang salah

Pemikiran intuitif biasanya terjadi karena pengamatan benda atau kejadian

yang berulang-ulang sehingga secara spontan membentuk sebuah intuisi

terhadap kejadian tersebut. Apabila Ia menemui fenomena fisika yang mirip

dengan intuisinya maka yang muncul dalam benak siswa adalah pengertian

(31)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu  Tahap Perkembangan Kognitif Siswa

Perkembangan kognitif siswa tidak sesuai dengan materi yang digeluti dapat

menimbulkan miskonsepsi siswa.

 Kemampuan Siswa

Siswa yang kurang berbakat fisika atau kurang mampu dalam mempelajari

fisika sering menemui kesulitan dalam memahami konsep yang benar.

 Minat Belajar Siswa

Siswa yang mempunyai minat besar terhadap fisika cenderung mempunyai

miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang mempunyai minat kecil

terhadap fisika. Hal ini dikarenakan minat siswa menunjukkan motivasi

siswa dalam belajar.

- Guru

Guru yang tidak menguasai konsep fisika dengan benar menyebabkan siswa

mendapatkan miskonsepsi. Terkadang guru menjelaskan konsep fisika secara

sederhana untuk membantu siswa agar lebih mudah memahami konsep

tersebut. Akan tetapi, penjelasan sederhana yang diberikan seringkali tidak

lengkap atau menghilangkan sebagian unsur yang penting. Akibatnya siswa

salah menangkap inti dari konsep fisika tersebut.

- Buku

Beberapa buku yang dapat menyebabkan miskonsepsi antara lain buku teks,

buku fiksi sains, dan kartun. Buku-buku tersebut dapat menyebabkan

miskonsepsi apabila bahasa yang digunakan terlalu sulit, penjelasan yang tidak

benar, menampilkan gagasan fisika secara sederhana atau bahkan agak ekstrim

yang kurang sesuai kaidah ilmu sebenarnya, atau gambar-gambar yang tidak

(32)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu - Konteks

Beberapa konteks atau lingkungan yang dapat menyebabkan miskonsepsi

antara lain pengalaman, bahasa sehari-hari, teman lain, keyakinan dan ajaran

agama.

- Metode Mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan

satu segi saja dari konsep fisika yang digeluti, meskipun membantu siswa

memahami konsep, tetapi sering memunculkan miskosepsi siswa. Contohnya,

hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak

mengungkapkan miskonsepsi siswa, tidak mengoreksi PR yang salah, model

pembelajaran yang kurang tepat dan non-multiple intelligences.

2.3.3 Identifikasi Miskonsepsi

Identifikasi miskonsepsi dapat dilakukan dengan beberapa alat deteksi yang

sering digunakan para peneliti dan guru antara lain peta konsep, tes multiple choice

dengan reasoning terbuka, tes essai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam

kelas, dan praktikum dengan tanya jawab (Suparno, 2005). Lebih lanjut Saleem

Hasan (1999, dalam Tayubi, 2005) telah mengembangkan suatu teknik untuk

mengidentifikasi miskonsepsi yang disebut dengan CRI (Certainty of Response

Index). CRI ini merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keyakinan

responden dalam menjawab soal yang diberikan melalui pemberian skala keyakinan

responden yang menyertai tiap jawaban tersebut.

Dalam penelitian ini digunakan tes diagnostik konsep fisika siswa dalam bentuk

tes pilihan ganda disertai dengan teknik CRI menggunakan skala enam (0-5) yang

dikembangkan oleh Saleem Hasan (1999, dalam Winny, 2008:3) dengan kriteria pada

(33)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

[image:33.612.111.533.137.238.2]

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 2.3 Kriteria CRI Berskala Enam

Skala CRI Kriteria Keterangan

0 totally guessed answer 100% menebak

1 almost guess unsur tebakan antara 75%-99%

2 not sure unsur tebakan antara 50%-74%

3 Sure unsur tebakan antara 25%-49%

4 almost certain unsur tebakan antara 1%-24%

5 Certain tidak ada unsur tebakan (0%)

Teknik CRI tidak hanya dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa, tetapi juga

dapat membedakan siswa yang tahu konsep dan siswa yang tidak tahu konsep, hanya

dengan melihat jawaban dan skala keyakinan yang diberikan siswa seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.4 berikut (Saleem Hasan, 1999, dalam Winny, 2008:3).

Tabel 2.4 Klasifikasi Jawaban Siswa Berdasarkan CRI

Kriteria Jawaban CRI Rendah (<2,5) CRI Tinggi (>2,5) Jawaban benar Jawaban benar tetapi CRI

rendah berarti tidak tahu konsep (lucky guess) .

Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik. Jawaban salah Jawaban salah dan CRI

rendah berarti tidak tahu konsep.

Jawaban salah tetapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi.

Apabila skala CRI rendah (0-2) tanpa melihat jawaban siswa benar atau salah

maka hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa menjawab soal dengan kecenderungan

menebak, yang secara tidak langsung menunjukkan ketidaktahuan konsep siswa.

Sebaliknya, apabila skala CRI tinggi (3-5) maka hal ini menunjukkan bahwa siswa

memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi dalam menggunakan aturan-aturan atau

metode-metode untuk sampai pada jawaban. Apabila jawaban siswa benar maka

dapat menunjukkan bahwa aturan-aturan atau metode-metode yang digunakan siswa

sudah tepat, artinya siswa telah mengetahui konsep dengan baik. Namun, apabila

jawaban siswa salah maka dapat menunjukkan bahwa aturan-aturan atau

[image:33.612.109.527.381.483.2]
(34)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konsepnya tetapi tidak sesuai dengan konsep sebenarnya yang diterima para ahli.

Jawaban siswa yang salah dengan skala CRI tinggi inilah yang menjadi indikasi siswa

mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan tiga

klasifikasi siswa berdasarkan CRI yaitu siswa tahu konsep, tidak tahu konsep, dan

siswa miskonsepsi.

2.4 Tinjauan Konsep Elastisitas

Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya

segera setelah gaya luar yang bekerja pada benda dihilangkan. Elastis merupakan

sifat suatu benda yang dapat kembali ke bentuk semula segera setelah gaya luar yang

bekerja padanya dihilangkan. Pada hakikatnya semua benda bersifat elastis, tetapi

sifat keelastisan tiap benda berbeda-beda, bergantung pada rentang gaya yang

diberikannya. Apabila pada rentang gaya tersebut benda masih dapat kembali ke

bentuk semula maka benda bersifat elastis. Sebaliknya jika gaya yang diberikan

melebihi batas elastis benda maka benda sudah tidak dapat kembali ke bentuk semula

(tidak bersifat elastis).

Teori Elastisitas berkaitan dengan hubungan antara tegangan dan regangan.

Tegangan adalah gaya yang bekerja pada permukaan benda seluas satu satuan.

Sedangkan regangan adalah pertambahan panjang suatu benda dibandingkan dengan

panjang mula-mulanya yang disebabkan oleh dua gaya sama besar dan berlawanan

arah menjauhi ujung benda. Apabila hubungan antara tegangan dan regangan ini

dibuat dalam bentuk grafik maka diperoleh bentuk grafik yang berbeda-beda

[image:34.612.111.513.586.750.2]

bergantung pada jenis bahannya.

(35)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada bagian awal kurva (sampai regangan yang kurang dari 1%), tegangan dan

regangan menunjukkan hubungan yang prosposional sampai titik a (batas

proposional) tercapai. Hubungan proposional tegangan dan regangan dalam daerah

ini disebut daerah hukum Hooke. Kemudian mulai titik a sampai titik b, tegangan dan

regangan menunjukkan hubungan yang tidak proposional. Meskipun demikian,

apabila gaya dihilangkan di sembarang titik antara 0 dan b maka kurva akan

menelusuri jejaknya kembali dan benda tersebut akan kembali ke panjang semula.

Oleh karena itu, pada daerah 0-b benda tersebut bersifat elastis dan titik b dinamakan

batas elastis. Apabila gaya yang bekerja pada benda tersebut ditambah maka

regangan akan bertambah dengan cepat, tetapi apabila gaya dihilangkan di suatu titik

melebihi titik b, misalkan di titik c maka benda tidak akan kembali lagi ke panjang

semula. Penambahan gaya lagi sampai melampaui titik c akan sangat menambah

regangan sampai mencapai titik d yang berakibat benda menjadi putus. Dari titik b ke

titik d, benda tersebut dikatakan mengalami deformasi plastis, yaitu perubahan bentuk

permanen benda. Apabila antara batas elastis dan titik putus terjadi deformasi plastis

yang besar maka benda tersebut dikatakan kenyal. Akan tetapi jika pemutusan terjadi

segera setelah melewati batas elastis maka benda tersebut dikatakan rapuh.

2.4.1 Modulus Elastis

Tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan tertentu

bergantung pada sifat bahan yang menderita tegangan itu. Perbandingan antara

tegangan dan regangan disebut modulus elastis bahan yang bersangkutan. Semakin

besar modulus elastis, semakin besar pula tegangan yang diperlukan untuk regangan

tertentu.

Y= ���� �� ���� �� =

�/�

∆�/� =

�� �∆�

Keterangan:

Y : modulus elastis (N/m2)

F : gaya yang bekerja pada benda (N)

(36)

Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

∆l : pertambahan panjang benda akibat gaya yang bekerja padanya (m) lo : panjang mula-mula benda (m)

Jika batas proposional belum terlampaui, perbandingan tegangan terhadap

regangan konstan, dan karena itu hukum Hooke sama maknanya dengan ungkapan

bahwa dalam batas proposional, modulus elastis suatu bahan adalah konstan dan

bergantung hanya pada sifat bahannya.

2.4.2 Hukum Hooke

Hubungan antara gaya yang diberikan pada benda dan pertambahan panjang

benda yang timbul diselidiki oleh Robert Hooke. Hooke menemukan bahwa

pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding lurus dengan gaya yang bekerja

pada pegas. F= k ∆x

Keterangan:

F : gaya yang bekerja pada benda (N) k : konstanta pegas (N/m)

∆x : pertambahan panjang benda akibat gaya yang bekerja padanya (m)

Berdasarkan persamaan tersebut, apabila dilukiskan grafik hubungan antara

gaya dan pertambahan panjang maka daerah keberlakuan hukum Hooke ditunjukkan

dengan garis linier, yang menyatakan gaya berbanding lurus dengan pertambahan

panjang.

2.4.3 Konstanta Gaya Pegas

Robert Hooke juga menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul

bergantung pada karakteristik dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang akan

mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan kecil.

Sebaliknya pegas yang sulit teregang akan mengalami pertambahan panjang yang

(37)

masing-Yustina Jaziroh, 2014

IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masing pegas ini dinyatakan sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut atau konstanta

pegas. Pegas yang mudah teregang berarti memiliki konstanta pegas yang kecil,

sebaliknya pegas yang sulit teregang memiliki konstanta pegas yang besar.

2.4.4 Susunan Pegas

Beberapa pegas dapat dirangkai menjadi susunan seri, paralel, maupun

campuran. Masing-masing susunan pegas memiliki karakteristik tersendiri seperti

[image:37.612.108.555.298.427.2]

yang ditunjukkan pada Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Karakteristik Susunan Pegas Seri dan Paralel

Susunan Seri Susunan Paralel

Gaya yang dialami tiap pegas sama besar: F= F1 = F2 = Fn

Pertambahan panjang tiap pegas sama besar: ∆x = ∆x1 =∆x2=∆xn

Pertambahan panjang pengganti pegas seri sama dengan total pertambahan panjang tiap pegas:

∆x = ∆x1+∆x2+∆xn

Gaya pengganti pegas paralel sama dengan total gaya yang bekerja pada tiap pegas: F=F1+F2+Fn

Konstanta pegas pengganti seri: 1/ks = 1/k1 + 1/k2 + 1/kn

Konstanta pegas pengganti paralel: Kp = k1+ k2+ kn

2.5 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian mengenai miskonsepsi siswa, khususnya miskonsepsi

siswa SMA di kota Bandung dan upaya mengurangi miskonsepsi siswa melalui

penggunaan simulasi komputer yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif telah

dilakukan pada beberapa pen

Gambar

Tabel 2.4 Klasifikasi Jawaban Siswa Berdasarkan CRI
Grafik 2.1 Grafik Tegangan-Regangan Suatu Logam Kenyal yang Menderita Tarikan
Tabel 2.5 Karakteristik Susunan Pegas Seri dan Paralel
Grafik 2.2 Identifikasi Jumlah Siswa Miskonsepsi IPBA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perbandingan peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir logis siswa pada materi suhu dan kalor

In 2014 BNAO conducted an audit on the forest fire prevention measures taken by governmental authorities of the Republic of Bulgaria and their preparedness to extinguish forest

dalam hal pendanaan percepatan PRONA melalui Pendaftaran Tanah Sistematis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) tidak mencukupi, maka pengumpulan Data Fisik

Fungsi utama dari pipa alir adalah mengalirkan fluida (dua fasa) dari kepala sumur menuju separator, mengalirkan uap kering dari separator menuju turbin, mengalirkan

2014 pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, kami Pejabat Pengadaan pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, dengan

Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk perusahaan yang banyak digunakan di Indonesia. Sebagai artificial person maka kegiatan Perseroan Terbatas dilakukan oleh

 Pengetahuan: Tes lisan/tulis tentang makna bersatu dalam keberagaman; kosa kata kata baku; pengubinan; sifat bunyi; karya kreatif; pengaruh aktifitas fisik terhdap

melawati batas normal dimana tekanan darah dan suhu tubuh meningkat, kontraksi uterus yang tidak baik pada kasus NY”I” di dapatkan data objektif berdasarkan