• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP KOMUNIKASI TUNARUNGU DALAM PERILAKU SOSIAL DI MASYARAKAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP KOMUNIKASI TUNARUNGU DALAM PERILAKU SOSIAL DI MASYARAKAT."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

( Studi Kuantitatif di Organisasi Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia )

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Megister Pendidikan Luar Sekolah Konsentrasi Pemberdayaan Masyarakat

Oleh: Faiz Noormiyanto

1302695

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

MOTO HIDUP ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 12

C.Rumusan Masalah ... 13

D.Tujuan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 14

F. Struktur dan Organisasi Tesis ... 15

BAB II KAJIAN TEORETIS ... 16

A.Konsep Perilaku Sosial ... 16

1. Pengertian Perilaku Sosial ... 16

2. Faktor Pembentuk Perilaku Sosial ... 18

3. Bentuk Perilaku Sosial ... 19

B.Konsep Komunikasi Tunarungu ... 21

1. Pengertian Komunikasi ... 21

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 22

3. Bentuk Komunikasi ... 23

4. Proses Komunikasi ... 24

5. Upaya pengembangan ketrampilan komunikasi ... 25

C.Konsep Kredibilitas Volunteer ... 27

(4)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

D.Konsep Motivasi Belajar ... 36

1. Pengertian Motivasi ... 36

2. Aspek Aspek Notivasi Belajar ... 38

3. Faktor mempengaruhi Motivasi Belajar ... 38

4. Fungsi motivasi Belajar ... 39

E. Penelitian Relevan ... 42

F. Kerangka Berfikir ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A.Desain Penelitian ... 44

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

C.Prosedur Penelitian ... 49

D.Definisi operasional ... 50

E. Instrumen Penelitian ... 52

1. Uji Validitas Instrumen ... 57

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 60

F. Teknik Analisis Data Penelitian ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 71

A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 71

B. Gambaran Umun Responden Penelitian ... 73

C.Deskripsi Hasil Variabel Penelitian ... 75

1. Data Kredibilitas Volunteer ... 75

2. Data Motivasi Belajar Tunarungu ... 77

3. Data Komunikasi Tunarungu ... 79

4. Data Perilaku Sosial Tunarungu ... 81

D.Hasil Pengolahan dan Analisis Data ... 86

1. Prasyarat pengujian hipotesis ... 86

2. Pengujian Hipotesis penelitian ... 87

(5)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

d. Pengaruh X1, X2 terhadap Y2 ... 93

E. Pembahasan ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 114

A.Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

(6)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Instrumen Motivasi Belajar ... 55

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Komunikasi Tunarungu ... 56

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Sosial ... 57

Tabel 4.1 Identitas Sampel Penelitian ... 74

Tabel 4.2 Skor Sampel Kredibilitas Volunteer ... 76

Tabel 4.4 Skor Sampel Motivasi Belajar ... 78

Tabel 4.6 Skor Sampel Komunikasi Tunarungu ... 80

Tabel 4.8 Skor Sampel Perilaku sosial Tunarungu ... 82

Tabel 4.9 Nilai Mean, Median, Modus, Range, Minimal, dan Maksimal ... 90

Tabel 5.0 Skor terendah dan tertinggi ... 96

Tabel 5.1 Rata-rata dan stansart Deviasi ... 97

Tabel 5.2 Uji Normalitas Data ... 97

Tabel 5.3 Anova F Hitung ... 99

Tabel 5.4 R kuadrat yang Disesuaikan ... 99

Tabel 5.5 Koefisien Jalur X1, X2 terhadap Y1 ... 100

Tabel 5.6 Anova F Hitung X1, X2, Y1 terhadap Y2 ... 101

Tabel 5.7 R kuadrat yang Disesuaikan ... 102

Tabel 5.8 Koefisien Jalur X1,X2,Y1 terhadap Y2 ... 102

Tabel 5.9. Ringkasan Penerimaan Koefisien Jalur... 106

Tabel 6.0 Tahapan Regresi Ganda dan Koefisien Tersetandart ... 106

Tabel 6.1 Pengaruh langsung dan Tidak Langsung ... 108

Tabel 4.9.7 Sumbangan Efektif bersama ... 109

(7)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kerangka Berfikir ... 50

Gambar 4. 2 Jumlah sampel ... 82

Gambar 4.3 Kredibilitas Volunteer masing-masing Populasi ... 84

Gambar 4.4 Motivasi Belajar masing-masing Populasi ... ... 84

Gambar 4.5 Komunikasi Tunarungu masing-masing Populasi ... 87

Gambar 4.6 Perilaku Sosial masing-masing Populasi... 93

Gambar 4.6 Jalur hubungan Kausal X1, X2 terhadap Y1 ... 101

Gambar 4.7 Jalur hubungan Kausal X1, X2 Y1 terhadap Y2 ... 104

Gambar 4.8 Jalur hubungan Kausal berdasarkan Model analisis ... 104

(8)

Faiz Noormiyanto, 2015

PENGARUH KREDIBILITAS VOLUNTEER DAN MOTIVASI BELAJAR TUNARUNGU TERHADAP

Lampiran 2 Instrumen Penelitian ... 122

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 137

Lampiran 5 Hasil Uji Realibilitas Instrumen Penelitian ... 150

Lampiran 6 Hasil Penelitian dalam bentuk Interval ... 155

Lampiran 7 Uji Normalitas Data, Uji Korelasi, Regresi Berganda ... 178

Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ... 176

(9)

Faiz Noormiyanto, 2015

A. Latar Belakang Penelitian

Isu tentang keberadaan kaum difabel sudah dikenal di Indonesia, namun kenyataanya masih banyak masyarakat tidak peduli. Sebenarnya kaum difabel berada diantara lingkungan kita tinggal. Lebih dari 600 juta penduduk di dunia mengalami gangguan fisik, sensori, intelektual maupun mental dengan kondisi dan situasi yang berbeda. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) melalui sensus penduduk tahun 2010 mencatat jumlah penduduk di indonesia mencapai 234,2 juta jiwa.keseluruhan jumlah penduduk tunarungu diperkirakan sebesar 1,25% atau sekitar 2.962.500 jiwa. Jumlah tersebut penyandang tunarungu yang mempunyai jumlah terbanyak berada di provinsi jawatimur yaitu sebesar 21%, jawa tengah 20%, jawa barat dan DKI Jakarta sebesar 17%. Jumlah presentase tersebut dapat dilihat bahwa DKI menempati urutan ketiga dengan Jawa barat.

Indonesia adalah negara berkembang dan problematika disabilitas sama seperti problematika di negara berkembang lainnya yaitu menghadapi keterbatasan akses atas kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Salah satu penyandang disabilitas di indonesia yang mengalami keterbatasan aksesbilitas ke kesehatan, pendidikan dan pekerjaan adalah tuna rungu. Tunarungu/tuli adalah salah satu penyandang disabilitas yang hak-haknya sebagai warga negara seperti diketahui dengan baik oleh banyak kalangan, seperti hak dalam pendidikan, berorganisasi, pelayanan kesehatan dan akses dalam memperoleh informasi. Pada hakekatnya tunatungu/ tuli adalah

Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in one whos hearing disability precludes successful processing of linguistic information though audio, with or without a haering aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful processing of linguistic information thoght audition. Menurut Hallahan

(10)

Faiz Noormiyanto, 2015

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sepesial begitupun Tunarungu karena pada hakekatnya manusia pada umumnya dan tunarungu khususnya merupakan mahluk yang penuh dengan dinamika. Dinamika ini merupakan sebuah ungkapan atau merupakan hasil penberian yang sangat berharga dari Tuhan yaitu akal. Dengan akal inilah manusia berdinamikan dengan mahluk lainya, karena pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial, begitu juga dengan tunarungu, tunarungu merupakan mahluk sosial yang memiliki sikap, perilaku, kemauan, emosi, orientasi, dan juga potensi. Berkaitan dengan manusia sebagai mahluk sosial memerlukan sebuah interaksi dan interaksi tersebut juga berubungan erat dengan perilaku dari tunarungu itu. Perilaku Tunarungu dalam dunia sosial ini memiliki andil yang sangat besar dalam kelangsungan hidupnya.

Perilaku manusia merupakan sebuah respon dari suatu stimulus, namun dalam diri individu mempunyai sebuah kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya hubungan antara stimulus dan respon ini memang tidak ber langsung dengan cara otomatis tetapi juga individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya. Manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, dan tentunya untuk menentukan sebuah sikap atau perilaku merupakan anugerah dari Tuhan, dan setelah manusia mendapatkan stimulus pada saat itu juga manusia berhak memenentukan perilakunya. Menurut Rusli Ibrahm (2001, hlm.12), Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan kehausan untuk menjamin sebuah keberadaan manusia. Bukti bahwa manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukanya sendiri, melainkan sangan memerlukan bantuan orang lain, dimana orang saling katergantungan dengan orang lainnya, artinya bahwa kelangsungan suatu hidup manusia dituntut untuk mampu bekerjasama, saling menghormati, tidak mengganggu orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.

(11)

Faiz Noormiyanto, 2015

orang normal maka perilaku yang muncul sebagai dampak pergaulan adalah tunarungu tidak mengetahui bagaimana cara bergaul dan berperilaku secara semestinya dengan orang normal karena mereka membentengi diri dari intervensi pergaulan lainnya. Selain itu faktor lingkungan dan tataran budaya tunarungu juga mempengaruhi pembentukan perilaku sosialnya seperti: tunarungu terbentuk dari lingkungan yang termarginalkan mereka dipaksa untuk tidak memahami sirkulasi informasi dan pada akhirnya mereka menarik mundur dirinya dari lingkungan umum karena mereka minder dan merasa tidak dianggap.

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa permasalahan utama pada tunarungu adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain dan masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat mereka berinteraksi baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat mereka tinggal. Selain itu, ketika seseorang berinteraksi maka yang diharapkan adalah suasana yang mendukung secara psikis, sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan dapat tercapai. Namun, kenyataan yang terjadi ialah tidak semudah yang dibayangkan karena ada beberapa faktor yang berpengaruh diantaranya proses penyesuaian diri. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara optimal.

Schneiders (1964, hlm. 87) mengemukakan bahwa individu yang well

adjustment adalah mereka yang dengan keterbatasannya, kemampuannya serta

bentuk kepribadiannya telah belajar untuk beraksi terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya dengan cara yang dewasa, bermanfaat, efisien dan memuaskan. Penyesuaian diri adalah proses yang melibatkan respon mental dan tingkah laku, yang merupakan upaya individu agar berhasil dalam mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam diri, ketegangan, rasa frustasi, dan konflik-konflik dan juga agar terjalin keharmonisan antara tuntutan-tuntutan dalam diri dengan harapan-harapan dari lingkungan tempat ia tinggal

(12)

Faiz Noormiyanto, 2015

mencintai dan dicintai, serta kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan sosial juga sangat penting dalam kelancaran proses penyesuaian diri remaja (Santrock, 2007, hlm. 73). Selain itu, menurut Schneiders (1964, hlm 89) setiap individu memiliki pola penyesuaian diri yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya salah satunya adalah penyesuaian sosial.

Penyesuaian sosial merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan oleh individu karena manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu penyesuaian sosial diperlukan agar Tunarungu dapat memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Sebenarnya masalah seperti itulah yang di indikasikan penulis membuat tunarungu menarik diri dari pergaulan orang normal ditinjau dariobservasi lapangan, tidak dipungkiri bahwa kendala komunikasi yang membuat kesenjangan ini lama-kelamaan kian besar dan mempengaruhi semua aspek kehidupan tunarungu, mulai dari sosial, pendidikan ekonomi maupun kesehatan. Hubungan tunarungu dengan masyarakat normal pada dasarnya belum begitu berjalan dengan baik, hubungan timbal balik sebagai individu dan masyarakat dirasakan belum berhasil. Kemampuan bersosial tunarungu memang sangatlah terbatas karena memang kebanyakan tunarngu hanya berteman dengan tunaru ngu saja sehingga berdampak dengan perilaku sosialnya. Selain itu hubungan timbal balik antar tunarungu berjalan sangat baik dan kemampuan berperilaku tunarungu hanya sebatas lokal kaumnya sendiri karena itulah dapat diindikasikan perilaku sosial tunarungu sulit berkembang, menurut Krech et. Al, (1962, hlm. 105), perilaku sosial seseorang tampak dalam pola respon antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi, perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang dngan orang lain.

(13)

Faiz Noormiyanto, 2015

pendengaran dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial dan kurangnya keterampilan sosial pada gilirannya dapat mempengaruhi mereka kinerja dan rekan hubungan akademis dan pada akhirya mempengaruhi perilaku dalam masyarakat.

Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam berperilaku sosial dan hubungan bermasyarakat. Biasanya bentuk komunikasi yang populer digunakan didalam masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh ala pengucap komunkasi atau yang berwujud dalam sistem tanda yang mudah dipahami. Kurangnya kemampuan dalam berbahasa akan menimbulkan suatu kesulitan dalam melakukan komunikasi, karena bahasa merupakan sebuah nafas bagi kehidupan, tidak ada kehidupan tanpa bahasa. Ketunarunguan yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan berbagai masalah bagi penderitanya. Salah satu dampak dari ketunarunguan adalah kurangnya kemampuan berbahasa baik secara lisan maupun tulisan. Seperti yang diungkapkan Kathryn P. Meadows (dalam Lani Bunawan dan Cecilia Susila Yuwati, 2000:33) bahwa “Kemiskinan (deprivation) hakiki yang dialami seseorang yang tuli sejak lahir adalah bukan kemiskinan atau kehilangan akan rangsangan bunyi, melainkan kemiskinan dalam berbahasa”.

Kemiskinan bahasa yang dialami oleh tunarungu berdampak pada keterampilan komunikasi mereka. Hal ini dikarenakan perkembangan keterampilan berbahasa seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi indera pendengarannya, dimana awal perkembangan bahasa diperoleh melalui indera pendengaran. Murni Winarsih (2007,hlm. 60) menjelaskan “bayi yang baru lahir tanpa kecacatan pada indera pendengarannya akan memperoleh pengalaman berbahasa secara mandiri melalui pengalaman atau situasi bersama antara bayi itu sendiri dengan ibunya atau orang lain yang berarti baginya”. Akan tetapi bagi para penyandang tunarungu, hal tersebut tidak bisa mereka alami sebagai akibat dari gangguan pendengaran yang mereka derita. Hambatan perkembangan bahasa yang mereka alami akan menyebabkan keterbatasan dalam keterampilan bekomunikasi

(14)

Faiz Noormiyanto, 2015

komunikasi tetap menjadi permasalahan yang sampai sekarang belum ada titik temunya terutama di indonesia. Pada dasarnya tunarungu mempunyai hambatan dalam komunikasi verbal atau lisan, ini dikarenakan dampak ketunarunguannya. Dalam menjalin kehidupan bermasyarakat tunarungu pun mempunyai masalah yang sangat besar, seperti yang telah di jabarkan diatas bahwa penyebab tunarungu menarik diri dari pergaulan orang normal, ialah tidak dipungkiri bahwa kendala komunikasi yang membuat kesenjangan ini lama-kelamaan kian besar dan mempengaruhi semua aspek kehidupan tunarungu, mulai dari sosial, pendidikan ekonomi maupun kesehatan. Hubungan tunarungu dengan masyarakat normal pada dasarnya belum begitu berjalan dengan baik, sehingga hubungan timbal balik sebagai individu dan masyarakat dirasakan belum berhasil.

Komunkasi memegang peranan utama tahap pengembangan sosial manusia pada umumnya karena West dan Turner (2008, hlm. 5) mendefinisikan komunikasi merupakan proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna lingkungan mereka . komunikasi yang dilakukan oleh tunarungu berupa tanda non verbal, yaitu bahasa isyarat/Sign Language. Sebenarnya dalam hakikat komunikasi tunarungu tidak mempunyai hambatan karena komunikasi bukan hanya menggunakan bahasa verbal tetapi juga simbol-simbol tertantu untuk mengintrepetasikan makna lingkungannya. Namun hambatan mereka tercipta karena lingkungan sekitar, dimana lingkungan sekitar menggunakan bentuk komunikasi verbal sedangkan tunarungu ntidak bisa dengan baik menggunakan komunikasi verbal sehingga dalam hal menyesuaikan diri dimasyarakat atau bersosialisasi dengan masyarakat mengalami ketimpangan yang besar, dimana tidak ada kecocokan bahasa untuk bersosialisasi.

(15)

Faiz Noormiyanto, 2015

ketidak bermampuan mendengar dan berkomunikasi secara verbal sehingga seperti yang dijelaskan diatas yaitu tidak mengetahui bagaimana cara bergaul dan berperilaku secara semestinya dengan orang normal. Ini yang menyebabkan dalam hal komunikasi orang normal dan orang tunarungu belum bisa beresonansi dengan baik.

Tunarungu di indonesia dalam hal komunikasi dengan orang normal mungkin belum bisa terjalin dengan baik tetpi walupun belum bisa terjalin dengan baik tunarungu tetap bisa berkarnya dan berekspresi melalui organisasi tunarungu yang bertujuan untuk mensejahterakan tunarungu di indonesia. Organisasi tersebut adalah GERKATIN (Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia) Hak untuk berorganisasi mencadi dasar untuk membuat suatu gerakan yang tertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tunarungu di indonesia. GERKATIN ini pada awalnya adalah komunitas-komunitas tunarungu yang tersebar diseluruh indonesia, dan telah terbentuk pada tahun 1960an antara lain: Bandung dengan nama SEKATUBI Serikat Kaum Tuli Bisu Indonesia, Semarang PTRS, Persatuan Tuna Rungu Semarang, Jogyakarta PERTRI, Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia, Surabaya PEKATUR Perkumpulan kaum tuli Surabaya. Sehubungan banyaknya komunitas organisasi tuna rungu yang bersifat kedaerahan, maka beberapa pimpinan organisasi tersebut sepakat mengadakan Kongres Nasional I pada tanggal 23 Pebruari 1981 di Jakarta. Hasil Kongres telah menghasilkan beberapa keputusan diantaranya menyempurnakan nama organisasi menjadi satu yaitu GERKATIN kepanjangan dari Gerakan untuk Kesejahteraan tuna rungu Indonesia dalam bahasa Inggrisnya IAWD (Indonesian Association for the Welfare of the Deaf). Dalam perkembangan selanjutnya, GERKATIN/IAWD telah terdaftar sejak tahun 1983 sebagai anggota WFD (World Federation of the Deaf) di-Indonesiakan Federasi Tuna rungu se-Dunia bermarkas di Helsinki, Finlandia.

(16)

Faiz Noormiyanto, 2015

yang sampai sekatang menjadi masalah yang krusial adalah tentang pemenuhan hak untuk mendapatkan informasi dan hak untuk bekerja dan berwirausaha. Melihat kaum tunarungu yang sedikit jumlahnya dalam masyarakat, berdampak terhadap keberadaan mereka. Kaum tunarungu tidak diperhatikan oleh masyarakat dan masyarakat bersifat masa bodoh dengan hak-haknya. Bahkan suara kaum tunarungu seolah tidak terdengar di perbincangan masyarakat dan pihak-pihak pemangku kepentingan. Padahal jika dicermati lebih dalam, kaum tunarungu ini syarat dengan permasalahan sosial dan ekonomi. Keterbatasan akses kaum tunarungu terhadap layanan sosial, ekonomi, pendidikan,informasi dan kesehatan, menyebabkan mereka menjadi kelompok yang rentan dengan katidak mampuan untuk bersosialisasi dengan masnyarakat sehinggga berdampak terhadap kesejahteraan. Tidak heran jika rata-rata kaum tunarungu berpotensi penyandang masalah kesejahteraan sosial (ILO).

Sebenarnya GERKATIN mempunyai cabang di setiap kabupaten di indonesia, tetapi karena ketidak pahaman tunarungu tetang bagaimana menjalan kan organisasi dan kesulitan dalam berkomunikasi maka banyak GERKATIN disetiap daerah yang vakum atau tidak aktif. Melihat masalah itu muncul sebuah pergerakan dibidang kemanusiaan yang terfokus pada pendampingan tunarungu dalam menjalankan organisasi seperti dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu

Volunteer atau Relawan, Henderson ( 1985) menyatakan bahwa Volunteer has

defined a Volunteer as “someone who contributes services without financial gain

to a functional subcommunity or cause” (hlm. 31). Menurut Monga (2006, hlm 47), Volunteer adalah pemberian sukarela waktu dan bakat untuk memberikan layanan atau melakukan tugas tanpa kompensasi finansial langsung yang diharapkan. Sukarela meliputi partisipasi warga dalam pengiriman langsung melayani orang lain; kelompok aksi warga; advokasi untuk penyebab, kelompok, atau individu; partisipasi dalam pemerintahan kedua lembaga swasta dan publik; swadaya dan gotong royong usaha; dan berbagai kegiatan Khususnya di indonesia

Volunteer yang melakukan pemberdayaan di organisasi GERKATIN.

(17)

Faiz Noormiyanto, 2015

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman tunarungu yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran tunarungu, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi tunarungu. Agen perubahan adalah sesorang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi yang berencana. Dalam kenyataan sehari-hari, maka sejak mereka harus bekerja sebagai perencana pembangunan, hingga para petugas lapangan pertanian, pamong, guru, penyuluh, dan lainnya adalah agen-agen perubahan.

Rogers dan Shoemaker dalam Nasution (2009. hlm. 128), mengemukakanbahwa agen pembaharu berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antardua (ataulebih) sistem sosial, yaitu menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut. Hal itu tercermin dalam peranan utama seorang

Kegiatan Volunteering sangat jarang ditemui bahkan dapat dikatakan sangat langka, langkanya ini diindikasikan penulis kurangnya keperdulian masyarakat dan civitas akademia dalam melihat hambatan yang di alami oleh tunarungu bahkan di semua kalangan disabilitas dan anggapan masyarakat bahwa disabilitas itu tidak berguna dan merepotkan masih melekat pada mindset kebanyakan masyarakat di indonesia dan ini berdampak pada kurangnya keperdulian masyarakat terhadap disabilitas.

Awal gerakan Volunteering di GERKATIN berawal dari kota solo dimana poros penggeraknya dari kalangan mahasiswa yang perduli dalam pencapaian hak-hak Tunarungu yang tidak dapat dicapai, dari segi pendidikan, kesehatan, maupun pada akses pekerjaan dan Volunteer disana selain menjadi agen pemberdayaan, di organisasi juga menjadi penerjemah bahasa isyarat untuk memberi akses kepada tunarungu untuk membuka akses informasi. Setelah di solo mulai buming atas kegiatan Volunteering yang menembus media sosial, efeknya kota-kota lain juga mulai bermunculan Volunteer-Volunteer seperti, Bandung, Jogja, Malang, Jakarta, Banten, Palembang dan kota besar lainnya, yang tergugah hatinya untuk terjun dalam dunia disabilitas.

Volunteer atau Relawan disini diwajibkan mempunyai beberapa

(18)

Faiz Noormiyanto, 2015

dalam beberapa kemampuan wajib maka dapat dikatakan Volunteer tersebut mempunyai krediblitas yang tinggi. Kemampuan yang harus dimiliki Volunteer dalam memperoleh status Volunteer itu kredibel diantaranya adalah kemampuan dalam mendidik orang dewasa dan Kemampuan berbahasa isyarat.

Kemampuan mendidik orang dewasa harus dimiliki oleh Volunteer karena berkaitan dengan objek pemberdayaan yaitu Tunarungu yang sudah dewasa, dewasa itu ditunjukkan dengan adanya kewajiban melaksanakan tugas tertentu dalam kehidupan. Status kedewasaan menuntut peran tertentu yang harus dilakukan seseorang dalam kehidupannya sesuai dengan status yang dimilikinya, atau sudah menjadi penetapan dan pengakuan dari masyarakatnya bahwa dia dituntut untuk berbuat sesuai dengan status tersebut. Pada kehidupan masyarakat terdapat peran yang hanya dapat dilakukan oleh orang dewasa. Bahkan kalau dia tidak berbuat atau menyimpang dari tugas yang telah ditetapkan, maka ia akan memperoleh sanksi dari anggota masyarakat lainnya. Volunteer memang diwajibkan mempunyai kompetensi andragogi ini dikarenakan dalam melakukan pendampingan, Volunteer mendampingi tunarungu untuk belajar memecahkan masalah sesuai dengan masalah yang dialami, atau bisa disebut dengan belajar kontekstual, karena masalah yang dihadapi langsung pada saat kegatan berjalan dan Volunteer membimbing sehingga tunarungu dapat belajar menghadapi masalah yang ada dan bisa dijadikan pembelajaran untuk masalah yang akan datang. Jadi kemampuan membimbing tunarungu untuk mau belajar merupakan hal yang sangat penting dan belajar merupakan dasar untuk membuat orang menjadi berdaya.

Kemampuan berbahasa isyarat merupakan salah satu kompetensi wajib yang harus dimiliki oleh Volunteer. Menurut Klima, Edward S. & Ursula Bellugi (1979,hlm.12) Bahasa isyarat adalah bahasa visual-gestural alami masyarakat tuli, menggunakan tangan, ekspresi wajah, dan kepala dan tubuh posisi untuk

menyampaikan pesan linguistik. Bahkan bisa dibilang kompetansi berbahasa

(19)

Faiz Noormiyanto, 2015

ibaratkan sebuah benda, bahasa isyarat adalah cangkul yang digunakan untuk mencangkul tanah agar tahan tersebut dapat ditanami padi, begitu juga bahasa isyarat bahasa isyarat adalah alat untuk berkomunikasi dengan tunarungu. Jika komunikasi antara Volunteer dan tunarungu tidak berjalan baik maka informasi yang di tangkap masing-masing bisa berbeda dan menimbulkan multitafsir, sehingga dalam proses pemberdaya anpun menjadi terhambat dan akan terjadi kekacauan informasi. Kemampuan berbahasa isyarat ini adalah salah satu modal utama untuk menjadi komunikator dalam pemberdayaan tunarungu.

Dalam konteks komunikasi, proses stimulus-organism-respons yang dilakukan oleh Volunteer dalam melakukan pemberdayaan dipandang sebagai proses komunikasi yang melibatkan komponen pesan (stimulus), (Komunikan) dan (Efek), sementara itu komunikator bisa dikatakan juga Volunteer diasumsikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi komunikan melalui stimulus atau pesan. Berdasarkan teori diatas, maka peneliti menggunakan teori kredibilitas sumber sebagai landasan operational theory.

Teori kredibilitas sumber ini memandang bahwa perubahan sikap atau perilaku tunarungu dalam GERKATIN sangat ditentukan oleh seberapa kredibelnya suatu sumber (Volunteer) yang akan menyampaikan pesan komunikasi, dengan asumsi bahwa kredibilitas yang besar pada suatu komunikator (Volunteer) akan meningkatkan perubahan sikap dan perilaku sedangkan kredibilitas yang kecil akan mengurangi atau sedkit menurunkan daya perubahan. Hubungan antara komunikator/Volunteer dan komunikan/Tunarungu yang terjalin dengan baik maka semakin mudahnya mengubah kepercayaan komunikan (tunarungu) kearah yang dikehendaki oleh Komunikator/Volunteer ( Effendy, 2003, hlm,43-44)

(20)

Faiz Noormiyanto, 2015

motivasi belajar yang lebih agar tunarungu mampu menjalankan sebuah roda organisasi dengan baik, dari tinjauan lapangan peletiti kebanyakan tunarungu belum mempunyai motivasi belajar yang kuat ini ditunjukan dari ketidak perdulian tunarungu akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, mereka cukup mengetahui apa yang dikethui sejak dulu padahal dunia berkembang sangat pesat dan mereka dituntut untuk belajar lebih banyak, karena hambatan pendengaran yang dimiliki.

Dalam dunia tunarungu memang tidak bisa dipukul rata kalau motivasi belajar tunarungu rendah banyak juga yang mempunyai dorongan belajar yang sangat tinggi, namun itu adalah tunarungu yang sudah sadar dan mengerti

pentingnya belajar untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Motivasi belajar

dikategorikan menjadi dua yaitu: motivasi intrinsik (motif yang muncul tanpa adanya intervensi hukuman, atau akibat dari perlakuan muncul dari dalam diri dan bukan insting) dan motivasi ekstrinsik (motif yang muncul karenya adanya intervensi atau hukuman sehingga motif itu muncul) Kebanyakan tunarungu kekurangah motivasi dalam melaksanakan kegiatan, dari belajar, berorganisasi maupun dalam bermasyarakat. Studi lapangan penulis masalah utama yang terdapat pada motivasi belajar tunarungu di GERKATIN adalah dari motif intrinsik maupun ekstrinsik tunarungu belum muncul dalam menjalankan Organisasi sehingga menimbulkan dampak yang negatif pada jalannya organisasi. Pembangkitan motivasi Tunarungu di GERKATIN merupakan salah satu faktor untuk membuat program kerja yang disusun dapat berjalan sesuai dengan arah organisasi.

Melihat dari berbagai masalah diatas dan berdasarkan pengamatan, penulis ingin merancang sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahu, Kredibilitas

Volunteer dan motivasi Organisasi dalam mempengaruhi komunikasi tunarungu

dalam menunjang perilaku sosial. Oleh karena itu penulis ingin membuat penelitian dengan judul, “Pengaruh Kredibilitas dan motivasi Volunteer terhadap

komunikasi tunarungu dalam perilaku sosial di GERKATIN”

(21)

Faiz Noormiyanto, 2015

Dari uraian latar belakang diatas maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam proses pemberdayaan yang dilakukan oleh

Volunteer masalah yang muncul yakni sebagai berikut :

1. Tunarungu memiliki ketergantungan kepada Volunteer dalam melakukan

hal-hal yang bisa dilakukan sendiri

2. Volunteer memerlukan waktu yang lama dalam menguasai bahasa isyarat,

sehingga dalam menjalankan proses pemberdayaan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tidak bisa menentukan target keberhasilan. Penguasaan bahasa isyarat ditentukan oleh kemampuan Volunteer itu sendiri,

3. Banyak Volunteer yang belum menguasai bahasa isyarat yang terpaksa

menjadi pendamping tunarungu dalam berkegiatan karena kurangnya

Volunteer di GERKATIN.

4. Masih banyak tunarungu anggota GERKATIN yang lebih mementingkan

kegiatan pribadi dan kegiatan yang menghasilkan uang daripada ikut terjun dalam organisasi.

5. Mayoritas tunarungu kurang mampu untuk berinteraksi dengan masyarakat

pada umumnya, karena penggunaan cara komunikasi yang berbeda maka mengakibatkan kurangnya tunarungu dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

6. Persepsi mengenai disabilitas yang berkembang di masyarakat menganggap

bahwa disabilitas identik dengan orang yang tidak mampu melakukan pekerjaan layaknya masyarakat pada umumnya, sehingga membuat disabilitas menjadi malas dan tidak mau berusaha untuk menjadi lebih baik

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka terdapat suatu pertanyaan yang terkait intervensi Volunteer terhadap Tunarungu di GERKATIN.

1. Apakah Kredibilitas Volunteer mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap komunikasi Tunarungu ?

2. Apakah Motivasi Belajar tunarungu dalam menjalankan program

(22)

Faiz Noormiyanto, 2015

3. Apakah Komunikasi tunarungu mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap perilaku sosial tunarungu ?

4. Apakah Kredibilitas Volunteer dan Motivasi Belajar Tunarungu mempunyai

pengaruh terhadap Perilaku Sosial ?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan tujuan untuk mengetahui bagaimana dampak dan pengaruh Kredibilitas Volunteer dan motivasi Tunarungu mempunyai pengaruh terhadap komunikasi tunarungu di GERKATIN dan dalam perilaku sosial. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kredibilitas Volunteer dan

terhadap Komunikasi tunarungu

b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Motivasi Belajar tunarungu

terhadap Komunikasi Tunarungu

c. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Komunikasi terhadap perilaku

sosial tunarungu

d. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kredibilitas Volunteer dan

Motivasi Belajar tunarungu terhadap Perilaku Sosial Tunarungu

E. Manfaat

Penulis mengadakan penelitian ini di maksudkan mempunyai manfaat antara lain :

1. Manfaat Teoreti

Hasil penelitian diharapkan akan memberikan kontribusibagi pengembangan konsep maupun teori tentang pemberdayaan di organisasi disabilitas khususnya di GERKATIN. Oleh karena itu teori-teori yang dikaji dalam penelitian ini adalah teori-teori pemberdayaan yang dapat mengembangkan kemampuan dalam berkomunikasi, pembangkitan motivasi dan pembangkitan kepercayaan diri Individu di organisasi dalam menunjang kinerja organisasi dalam menjalankan program-progran kerja yang linier dengan tujuan organisasi.

(23)

Faiz Noormiyanto, 2015

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah

dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan Pemberdayaan masyarakat disabilitas dalam pemberdayaan berbasis Volunteering di GERKATIN.

b. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi peneliti untuk memiliki

wawasan dan pengalaman dalam penangan masalah pemberdayaan disabilitas di indonesia.

c. Bisa dijadikan motivasi penelitian kepada mahasiswa, terkhusus mahasiswa

Program Studi Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Luar agar dapat bekerjasama dalam menjalankan program pemberdayaan disabilitas.

d. Sebagai referensi penelitian dan rekomendasi lembaga dan praktisi

pendidikan nonformal, Pendidikan Luar Biasa, pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan pemberdayaan disabilitas.

F. Struktur Organisasi Tesis

Sebagai upaya untuk memudahkan dalam pemahaman penelitian ini maka penulisan tesis ini disusun dengan struktur sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

BAB II : Kajian pustaka yang terdiri dari beberapa konsep yang

berhubungan dengan variabel dan permasalahan penelitian yang akan diteliti yakni mencakup Konsep Kredibilitas Volunteer, motivasi belajar, Komunikasi, Perilaku Sosial

BAB III : Metode penelitian, yang meliputi desain penelitian, populasi dan

sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, yaitu penjabaran deskripsi hasil

penelitian dan pembahasan hasil penelitian berdasarkan konsep dan teori yang relevan.

(24)

Faiz Noormiyanto, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian diperlukan metode atau cara tertentu yang cocok digunakan untuk memecahkan masalah. Kartono (1990. hlm, 15)

menyatakan bahwa “penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan

dan melakukan klarifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa dengan

menggunakan metode ilmiah”pendekatan yang digunakan pada penelitian ini

adalah pendekatan kuantitatif, kuantitatif merupakan metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena social.

Alasan penulis menggunakan pendekatan kuantitatif adalah dengan

mempertimbangkan pernyataan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) tentang sifat umum penelitian kuantitatif, antara lain: (a) kejelasan unsur: tujuan, subjek, sumber data sudah mantap, dan rinci sejak awal, (b) dapat menggunakan sampel, (c) kejelasan desain penelitian, dan (d) analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul. Pendekatan kuantitatif digunakan dlam penelitian ini karena penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Senada dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2012,hlm.11) menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif cocok digunakan untuk pembuktian/konfirmasi.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan pendekatan kausal. Peneliti menggunakan metode survei dengan alasan, Penelitian survei berusaha memaparkan secara kuantitatif kecenderungan, sikap, atau opini dari suatu populasi tertebtu dengan meneliti satu sampel dari populasi tersebut. (Creswell, 2014, hlm. 18). Menurut Muhammad Ali dalam bukunya

yang berjudul Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan, “Metode survei pada

(25)

Faiz Noormiyanto, 2015

deskripsi komprehensif maupun untuk menjelaskan hubungan antar berbagai

variabel yang diteliti.”(Ali, 2010, hlm. 35).

Metode survei juga mempunyai Ciri-ciri dan keunggulan dalam penggunaannya yang tidak dimiliki oleh metode yang lain., ciri-ciri metode survei menurut Masyhuri & Zainuddin, (2008, hlm 41) adalah:

a. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena

b. Menerangkan hubungan (korelasi)

c. Menguji hipotesis yang diajukan

d. Membuat prediksi (forcase) kejadian

e. Memberikan arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah yang diteliti.

Jadi penelitian deskripsi mempunyai cakupan yang lebih luas.

Banyak keunggulan metode survei yang dapat mendukung peneliti menggunakan metode ini. Keunggulan dari penelitian survai, yaitu:

a. Penelitian survei bersifat sebaguna (versatility), dapat digunakan untuk

menghimpun data hampir dalam setiap bidang dan permasalahan.

b. Penggunaan survei cukup efisien (efficiency) dapat menghimpun informasi

yang dapat dipercaya dengan biaya yang relatif murah.

c. Survai menghimpun data tentang populasi yang cukup besar dari sampel yang

relatif kecil.

d. Dapat digunakan berbagai teknikp engumpulan data seperti angket,

wawancara, dan observasi

Merujuk pada pengertian, ciri-ciri, dan keunggulan metode survei diatas dan melihat fakta-fakta dilapangan, penggunaan metode survei ini dapat dikatakan akan menghasilkan data yang sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survei dengan pendekatan kausal. Hasil survei dengan pendekatan kausal tersebut selanjutnya akan di analisis menggunakan analisis jalur (Path Analysis)

(26)

Faiz Noormiyanto, 2015

Populasi yang diteliti adalah GERKATIN yang mempunyai volunteer aktif dan banyak pengurus dan anggota yang berinteraksi dengan volunteer. GERKATIN di indonesia tidak semua mempunyai volunteer dan kepengurusan yang aktif, kebanyakan kepengurusan dan kinerja GERKATIN di daerah-daerah belum aktif dan cinterung tidak ada relawan/volunteer yang bergabung dengan GERKATIN.

Merujuk dari informasi yang diperoleh peneliti melalui jaringan volunteer GERKATIN di Indonesia kira-kira berjumlah 10 yaitu, Solo, Sukoharjo, Yogyakarta, Semarang, Malang, Palembang, Makasar, Bali, Bandung, dan Jakarta, dari kesepuluh GERKATIN yang mempunyai volunteer, hanya beberapa saya yang mempunyai volunteer aktif dalam kegiatan pendampingan. Kriteria peneliti dalam menentukan polulasi yang menjadi objek penelitian harus mempunyai kriteria tertetntu, kriteria yang ditetapkan peneliti adalah:

a. Mempunyai Volunteer lebih dari dua orang.

b. Mempunyai 20 anggota maupun pengurus aktif atau lebih

c. Aktif dalam jaringan kerjasama dengan organisasi lain

d. Aktif dalam sosialisasi bahasa isyarat ke masyarakat

e. Terlaksananya program kerja yang telah ditargetkan

Melihat berbagai kriteria dalam pengambilan populasi diatas maka populasi yang dijadikan subjek dalam penelitian adalah polulasi yang memenuhi kriteria diatas yaitu DPC GERKATIN Solo, DPC GERKATIN Sukoharjo, DPD GERKATIN Jawa Barat, DPP GERKATIN Jakarta Pusat.

2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Cluster

random sampling. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam beberapa

daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya. Pada peta daerah diberi petak-petak dan setiap petak diberi nomor. Nomor-nomor itu kemudian ditarik secara acak untuk dijadikan anggota sampelnya.

(27)

Faiz Noormiyanto, 2015

terpilih yang dilakukan secara random. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah :

1. Dapat mengambil populasi besar yang tersebar diberbagai daerah

2. Pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan teknik lainnya.

3. Lebih tepat menduga populasi karena variasi dalam populasi dapat terwakili

dalam sampel

(Arikunto, 2003, hlm.67)

Cara ini merupakan salah satu model pengambilan sampel acak yang pelaksanaannya dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa kelompok kemudian diambil sampelnya. Sampel kelompok yang dihasilkan dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil kemudian diambil sampelnya.

Melihat keuntungan dan kecocokan subjek penelitian dengan sistem dari cluster random sampling paka penelitian ini menggunakan cluster radom sampling. Sampel yang akan di ambil untuk penelitian ini dari 4 tempat yaitu DPC GERKATIN Solo, DPC GERKATIN Sukoharjo DPD GERKTIN Jawa Barat, DPC GERKATIN Jakarta dengan populasi 132

Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: N = Besar sampel n = Besar Populasi

Ni = Besar sub populasi stratum ke-i (Moh. Natsir, 1999 hlm 351)

Lebih jelasnya teknik pengambilan sampel yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1

Pengambilan sampel (Cluster sampling)

GERKATIN Persen (%) Besar

Populasi

(28)

Faiz Noormiyanto, 2015

DPP Jakarta 30 34 10

DPD Jawa Barat 30 38 12

DPC Solo 30 32 10

DPC Sukoharjo 30 28 8

Jumlah 132 40

Dari tabel diatas diketahui jumlah Pengurus GERKATIN adalah 132 orang yang kemudian dilakukan penarikan sampel dengan mengambil sebagian dari jumlah anggota masing-masing secara acak (random), sebanyak 30% dari anggota populasi cluster, sehingga di dapatkan 10 pengurus DPP GERKATIN, 12 pengurus GERKATIN JAWA BARAT, 10 pengurus DPC GERKATIN SOLO, dan 8 pegurus GERKATIN SUKOHARJO sehingga jumlah sampel seluruhnya yaitu sebanyak 40 orang.

3. Teknik Pengumpulan data

Dalam memperoleh data di perlukan tehnik pengumpulan data yang sesuai dengan jenis dan kriteria penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan tehnik

pengumpulandata angket (kuesioner) Menurut Arikunto (2002,hlm. 223 – 224)

teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang teratur untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kualitas data sangat ditentukan oleh alat pengumpul data atau alat ukurnya, sehingga data yang diperlukan benar- benar valid dan reliabel. Keunggulan tehnik pengumpulan data kuisioner dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bila lokasi responden jaraknya cukup jauh, metode pengumpulan data yang

paling mudah adalah dengan angket.

b. Pertanyaan-pertanyan yang sudah disiapkan adalah merupakan waktu yang

efisien untuk menjangkau responden dalam jumlah banyak.

c. Dengan angket akan memberi kesempatan mudah pada responden untuk

mendiskusikan dengan temannya apabila menemui pertanyaan yang sukar dijawab.

d. Dengan angket responden dapat lebih leluasa menjawabnya dimana saja,

(29)

Faiz Noormiyanto, 2015

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden. Karena angket dijawab atau diisi oleh responden dan peneliti tidak selalu bertemu langsung dengan responden.

Alasan peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data dengan kuisioner karena melihat dari fleksibilitas dalam penyebaran angket, karena sampel dalam penelitian ini cinderung berbeda kota serta mempertimbangkan kelebihan dan keunggulan kuisioner dari pada tehnik pengumpulan data yang lain. Kuisioner ini juga mendukung peneliti dalam mencari informasi dari sampel menurut peneliti teknik kuisioner lebih efektif dalam mengukur motivasi, kredibilitas dan komunikasi dan alasan lainnya, tehnik tes untuk mengukur proses berfikir rendah sampai dengan sedang (ingatan, pemahaman, dan penerapan).

C. Prosedur Penelitian

Proses penelitian ini direncanakan selama 6 bulan . Prosedur yang ditempuh antara lain persiapan, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data. 1. Persiapan

Proses persiapan yang akan dilakukan pada penelitian ini antara lain: (1) merumuskan masalah yang akan diteliti oleh peneliti, (2) studi teori dan literatur yang berkaitan dengan penelitian , (3) mengurus perizinan untuk melakukan penelitian di tempat yang akan diteliti, (4) pembuatan angket sebagai bahan untuk mengumpulkan data dari responden, (5) uji coba angket pada responden untuk menguji validitas dan realiblitas soal yang akan digunakan dalam instrumen penelitian, (6) survey awal dan permohonan izin dari DPC atau DPD GERKATIN yang dijadikan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

(30)

Faiz Noormiyanto, 2015

dalam hal ini adalah anggota dan pengurus GERKATIN menyelesaikan pengisian angket, maka angket yang sudah terisi tersebut dikumpulkan kembali oleh peneliti.

3. Pengolahan Data

Setelah semua angket telah dikerjakan dan diterima oleh peneliti, tahap selanjutnya dalam penelitian ini, peneliti memverifikasi data tersebut, mengolah data secara statistik menggunakan SPSS Statistics 20, menganalisis dan menginterpretasikan hasil penelitian serta menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

D. Definisi Operasional 1. Perilaku Sosial

Perilaku sosial/Social Behavior Krech et. Al, mendefinisikan prilaku sosial dalam Rusli (2006, hlm. 12), perilaku sosial seseorang tampak dalam pola respon antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi, perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang dengan orang lain. Ruang lingkup Perilaku sosial tunarungu dalam penelitian ini adalah perilaku dalam hubungan timbal balik tunarungu dengan masyarakat sekitar tempat tinggal maupun dalam lingkungan organisasi GERKATIN. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku sosial tunarungu menggunakan indikator dari Krech et. Al, yang menyatakan bahwa indikator prilaku sosial dalam Rusli (2006, hlm. 23)dalam penelitian ini perilaku sosial tunarungu meliputi :

a. Kecenderungan Perilaku Peran tunarungu,

b. Kecenderungan Perilaku dalam hubungan sosial tunarungu,

c. Kecenderungan perilaku ekspresif tunarungu.

2. Komunikasi Tunarungu

(31)

Faiz Noormiyanto, 2015

Komunikasi tunarungu yang dimaksud dalam penelitihan ini dalam konteks penerapan komunikasi dari komunikator (tunarungu) ke komunikan (lingkungan, organisasi dan masyarakat) karena komunikasi merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan sehari-hari dan penggunaan komunikasi oleh tunarungu ini diimplementasikan dalam komunikasi dalam berorganisasi, komunikasi dengan organisasi disabilitas yang lain dan komunikasi dengan lingkungan atau masyarakat bukan hanya tunarungu. Indikator dari komunikasi yang efektif yang digunakan dalam penelitian ini ada empat yaitu: a)Pemahaman, b)Kesenangan, c)Pengaruh pada sikap, d)Hubungan yang makin baik,

3. Motivasi belajar Tunarungu

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada tunarungu yang belajar untuk mengadakan perubahan tingkahlaku, pada umunya dengan beberapa indikator dan unsur yang mendukung. Kemauan untuk belajar memang sebuah dasar untuk tunarungu mampu mengembangkan pengalaman dan pengetahuannya untuk mencapai tujuan. Ruang lingkup Motivasi belajar tunarungu dalam penelitian ini adalah motivasi tunarungu untuk bagaimana belajar berorganisasi yang baik dan benar dalam rangka membangun GERKATIN untuk menjadi organisasi yang mampu bersaing dengan organisasi yang lain. Indikator motivasi belajar menurut Hamzah (2014, hlm. 23) dan di adaptasi dalam motivasi dari tunarungu ini ada dua yaitu

a. Motivasi Instrinsik

Motivasi instrinsik adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk menjadi kompeten, dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri. Tunarungu selalu bertanya kepada volunteer tentang cara pembagian tugas di organisasi yang benar.

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan penghargaan eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk belajar menjadi pemimpin yang baik agar mendapatkan kepercayaan dari anggota GERKATIN.

(32)

Faiz Noormiyanto, 2015

Kredibilitas yang baik merupakan faktor utama dalam usaha Volunteer untuk melakukan pemberdayaan di GERKATIN. Konteks pada, proses

stimulus-organism-respons yang dilakukan oleh Volunteer dalam melakukan

pemberdayaan dipandang sebagai proses komunikasi yang melibatkan komponen pesan (stimulus), (Komunikan) dan (Efek), sementara itu komunikator bisa dikatakan juga Volunteer diasumsikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi komunikan melalui stimulus atau pesan. Berdasarkan teori diatas, maka peneliti menggunakan teori kredibilitas sumber sebagai landasan dalam pengkajian teori. Ruang lingkup Kredibilitas Volunteer dalam penelitian ini adalah aspek keahlian, kepercayaan dan daya tarik (merupakan unsur daya tarik sumber) dari Volunteer dalam kegatan pendampingan terhadap tunarungu yang meliputi: aspek , kecerdasan, pengetahuan, kemampuan, jujur, bermoral, kepribadian atau penampilan dapat menjadi jaminan akan berhasilnya komunikasi, dalam artian dapat mempengaruhi atau merubah sikap komunikan sesuai yang diharapkan komunikator. Dalam effendy, (2003, hlm.215) menjelaskan bahwa kredibilitas sumber terdiri atas tiga hal yaitu :

a. Aspek keahlian

Berhubungan dengan penilaian dimana sumber / volunteer dianggap berpengetahuan, cerdas, berpengalaman, memiliki kewenagan tertentu dan menguasai skill berbahasa isyarat yang bisa diandalkan.

b. Kepercayaan

Berhubungan dengan penilaian khalayak bahwa volunteer / sumber informasi dianggap tulus, jujur, bijak dan adil, objektif, memiliki integritas pribadi, serta mamiliki tanggung jawab sosial yang tinggi.

c. Daya Tarik

(33)

Faiz Noormiyanto, 2015

daya tarik pada seseorang yang didasarkan pada kesamaan nilai atau karakteristik kepribadian tunarungu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu menggunakan Kuisioner. Penyusunan instrumen berdasarkan pada indikator masing-masing variabel yang yang harus mengacu pada penyususnan angket yang sesuai dengan prosedur. Sebelum diberikan kepada para responden, insrumen harus melewati tahap pengujian yang akan menentukan dapat diterima atau tidaknya instrumen tersebut untuk digunakan dalam tahap pengambilan data.

Instrumen yang akan digunakan harus diuji validitas dan realibilitasnya terlebih dahulu sebelum disebarkan kepada para responden. Pengujian lima variabel penelitian yaitu Kredibilitas Volnteer, motivasi belajar tunarungu, komunikasi tunarungu, dan perilaku sosial tunarungu bertujuan untuk menguji kehandalan dan keabsahan butir-butir instrumen yang digunakan pada saat penelitian. Kuisioner berisikan 30 pernyataan mengenai Kredibilitas Volunteer, 30 pernyataan tentang Motivasi Belajar, 30 pernyataan tentang Komunikasi tunrungu dan 30 pernyataan tentang Perilaku Sosial. Yang di buat dengan lima kriteria pengkatagorian data dengan pertanyaan positif yaitu:

a. Sangat Setuju/Selalu dengan bobot = 5

b. Setuju/Sering dengan bobot = 4

c. Ragu dengan bobot = 3

d. Tidak Setuju/Jarang dengan bobot = 2

e. Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah dengan bobot = 1

Pertanyaan negatif yaitu :

a. Sangat Setuju/Selalu dengan bobot = 1

b. Setuju/Sering dengan bobot = 2

c. Ragu dengan bobot = 3

d. Tidak Setuju/Jarang dengan bobot = 4

e. Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah dengan bobot = 5

(34)

Faiz Noormiyanto, 2015

a. Bagus Sekali dengan bobot = 5

b. Bagus dengan bobot = 4

c. Cukup dengan bobot = 3

d. Buruk dengan bobot = 2

e. Sangat Buruk dengan bobot = 1

Selanjutnya untuk mengetahui persentase kelompok responden menggunakan kriteria interpretasi skor sebagai berikut:

a. Angka 0% - 20% = Sangat Lemah

b. Angka 21% - 40% = Lemah

c. Angka 41% - 60% = Cukup

d. Angka 61% - 80% = Kuat

e. Angka 81% - 100% = Sangat Kuat

Adapun rumus untuk memperoleh persentase skor kelompok responden dengan cara:

P

Sedangkan untuk penyusunan angket berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menentukan variabel yang akan di teliti

b. Menentukan sub variabel

c. Menentukan indikator

d. Menentukan sub indikator

e. Menentukan pernyataan berdasarkan sub indikator yang ditetapkan.

(Riduwan, 2014, hlm. 86-88)

Pengujian instrumen ini akan diujicoba kepada 40 anggota dan pengurus DPC GERKATIN Kota Bandung. Setelah uji coba dilakukan, maka angket akan dikumpulkan untuk menentukan apakah angket tersebut sudah valid dan reliabel atau belum.

Dibawah ini adalah kisi-kisi instrumen yang akan digunakan dalam penyusunan angket. Tabel 3.1

[image:34.595.114.543.712.842.2]
(35)
[image:35.595.130.535.342.677.2]

Faiz Noormiyanto, 2015

(36)

Faiz Noormiyanto, 2015

Tabel 3.4

(37)
[image:37.595.120.527.99.610.2]

Faiz Noormiyanto, 2015

(38)

Faiz Noormiyanto, 2015

Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Sosial (Y2)

1. Pengujian Validitas Instrumen

Menurut Arikunto (2002 hlm 145), ”sebuah instrumen dapat dikatakan

valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat”. Menurut Azwar (2004 hlm 5-6) ” tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud dilakukannya”. Sesuai dengan cara pengujiannya validitas ada dua

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana instrument alat pengukur mampu mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui kevalidan instrumen, penelitian ini menggunakan korelasi antara item dan total item atau korelasi product moment dengan bantuan perhitungan menggunakan program microsoft exel 2013.

Pada perhitungan Korelasi Product Moment menggunakan rumus: .

NΣXY - (ΣX) (ΣY) rxy =

(39)

Faiz Noormiyanto, 2015

Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara skor butir

dengan skor total

∑XY = jumlah skor X dan skor Y

∑X = jumlah skor per item yang diperoleh oleh seluruh subyek uji coba ∑Y = jumlah skor seluruh item yang diperoleh subyek uji coba

∑X2 = jumlah kuadrat skor X ∑Y2 = jumlah kuadrat skor Y N = jumlah sampel

Sebelum melakukan uji validitas dan reliabilitas, data skala ordinal terlebih dahulu diubah ke skala interval dengan menggunakan MSI (Method of

Successive Interval). Transformasi data ordinal menjadi interval dapat dilakukan

menggunakan software microsoft excel, yaitu dengan program stat 97.xla. langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut :

a. Buka excel

b. Klik file stat97.xla -> klik enable macro

c. Masukkan data yang akan diubah

d. Pilih Add In ->Statistics ->Successive Interval

e. Pilih Yes

f. Pada saat kursor di Data Range, blok data yang ada sampai selesai

g. Kemudian pindah ke Cell Output

h. Klik di kolom baru untuk membuat output

i. Tekan Next

j. Pilih Select all

k. Isikan minimum value 1 dan maximum value 4

l. Tekan Next ->Finish

Hasil dari transformasi data ordinal menjadi interval ini berguna untuk memenuhi sebagian dari syarat analisis statistik parametrik yang mana data setidak tidaknya berskala interval.

Transformasi data ordinal menjadi interval dapat dilakukan

(40)

Faiz Noormiyanto, 2015

atas nilai alfa 0,05 ( rtabel = 0,361) maka instrumen layak digunakan sebagai alat

ukur dan instrumen penelitian. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan analisis korelasi pearson product moment (two-tailed) dihasilkan data bahwa terdapat beberapa butir pertanyaan instrumen yang tidak valid sehingga tidak digunakan dan sifatnya sudah terwakili oleh pertanyaan lainnya. Instrumen yang valid berdasarkan penghitungan menggunakan korelasi pearson product moment berjumlah 120 pertanyaan.

Hasil dari transformasi data ordinal menjadi interval ini berguna untuk memenuhi sebagian dari syarat analisis statistik parametrik yang mana data setidak tidaknya berskala interval.

.Adapun Kriteria yang digunakan untuk mengetahui kuisioner yang

digunakan sudah tepat untuk mengukur apa yang ingin di ukur apabila nilai rhitung

> rtabel. Hasil perhitungannya terlampir. Rangkuman hasil validasi setiap

variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pada variabel Kredibilitas Volunteer dari 33 pernyataan terdapat 3 item

yang tidak valid yaitu nomor 3, 14 ,dan 25 dikarenakan nomor item pernyataan yang tidak valid bukan merupakan pernyataan tunggal dari indikator maka 3 buah item pernyataan tersebut digugurkan/dihapus. Sehingga terdapat 30 buah item pernyataan yang valid.

b. Pada variabel Motivasi Belajar Tunarungu dari 3 pernyataan terdapat 1 item

yang tidak valid yaitu nomor 31, dikarenakan nomor item pernyataan yang tidak valid bukan merupakan pernyataan tunggal dari indikator maka 1 buah item pernyataan tersebut digugurkan/dihapus. Sehingga terdapat 30 buah item pernyataan yang valid.

c. Pada variabel Komunikasi Tunarungu dari 30 pernyataan didapatkan

semuanya Valid sehingga tidak ada item yang digugurkan.

d. Pada Variabel Perilaku Sosial dari 32 pernyataan terdapat 2 item yang tidak

(41)

Faiz Noormiyanto, 2015

Merujuk pada hasil validitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa butir soal dari variabel Kredibilitas Volunteer berjumlah 30 dinyatakan valid dan 3 soal dinyatakan tidak valid, di variabel Motivasi belajar Tunarungu jumlah butir soal yang dinyatakan vaid berjumlah 30 dan yang tidak valid hanya 1 butir soal, pada variabel Komunikasi tunarungu semua butir soal yang dinyatakan valid sedangkan pada variabel Perilaku Sosial dari 32 butir soal 30 dinyatakan valid dan 2 dinyatakan tidak valid. Melihat jumlah skor valid diatas maka jumlah butir soal yang digunakan dalam penelitia ini adalah 30 butir dari masing-masing variabel.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Arikunto ( 2002, hlm154 ), “ Reliabilitas adalah suatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik”. Menurut Azwar (2004, hlm 4) berpendapat

bahwa “ konsep realibilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Beberapa pendekatan dalam menguji reliabilitas suatu tes yaitu :

a. Pendekatan Reliabilitas bentuk Paralel

Reliabilitas bentuk paralel ini dilakukan dengan menyusun dua tes berdasarkan kisi-kisi dan spesifikasi yang sama. Penyusunan dua bentuk paralel tidaklah mudah dan bila dapat dilakukan bentuk paralel ini merupakan bentuk setimabi yang sangat mendekati konsep reliabilitas.

b. Pendekatan ulang

Pendekatan reliabilitas dengan teknik ulang ini disebut juga dengan teknik tesretest reliability. Pendekatan disini dilakukan dengan cara memberikan tes yang akan dicari reliabilitasnya kepada sekelompok subyek, kemudian untuk selang beberapa waktu kita berikan kembali lagi tes itu kepada subyek yang sama. Hasil dari pelaksanaan dua kali pengukuran tersebut kemudian dilakukan penghitungan korelasinya.

c. Pendekatan belah dua

(42)

Faiz Noormiyanto, 2015

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini, digunakan teknik belah dua dengan membagi soal berdasarkan nomor gasal dan nomor genap. Menguji reliabilitas tes digunakan teknik belah dua dengan rumus Spearman-Brown dengan program mocrosoft exel 2013

[image:42.595.130.511.261.378.2]

perhitungan reliabilitas yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan Nilai Cronbach Alpha. Reabilitas suatu konstruk dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0.06. Hasil Reliabilitas setiap variabel adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5

Nilai Reliabilitas Variabel

Variabel Cronbach

Alpha

Keterangan

Kredibilitas Volunteer (X1) 0,8839 Reliabel

Motivasi Belajar (X2) 0,8346 Reliabel

Komunikasi Tunarungu (Y1) 0,9338 Reliabel

Perilaku Sosial (Y2) 0,9197 Reliabel

Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas maka item pernyataan yang dikatakan valid dan reliabel terdiri dari:

a. 30 item pernyataan untuk variabel Kredibilitas Volunteer

b. 30 item pernyataan untuk variabel Motivasi Belajar Tunarungu

c. 30 item pernyataan untuk variabel Komunikasi Tunarungu

d. 30 item pernyataan untuk variabel Periaku Sosial.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan teknik yang sangat penting dari sebuah proses penelitian. Teknik analisis data merupakan sebuah kegiatan yang menghasilkan sebuah jawaban atas semua pertanyaan dalam kegiatan penelitian. Proses teknik analisis data dalam penelitian ini diawali dengan proses pentabulasian data dan diakhiri dengan interprestasi data. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

(43)

Faiz Noormiyanto, 2015

Dalam kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam membuat analisis dan uji-uji selanjutnya. Penyajian hasil skor pada angket merupakan langkah awal dalam mempermudah membaca hasil penelitian, pada tahap ini sebua data yang didapat dalam bentuk angket akan di generalisasikan dalam bentuk tabel. Sesuai dengan format yang mudah dibaca atau diolah oleh peneliti.

2. Pentabulasian Data Penelitian

Dalam kegiatan ini, peneliti akan menginput data yang telah diperoleh dari responden melalui pengisian angket. Angket yang telah terisi datanya akan di periksa sebelum di input ke dalam IBM SPSS Statistics 20. Setelah data telah diperiksa dengan cermat maka prosesnya akan berlanjut pada pentabulasian data. Adapun langkah-langkah pentabulasiannya adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan verifikasi data, dengan cara memeriksa kelengkapan angket

dan jawaban responden.

b. Memberikan kode pada setiap angket penelitian berdasarkan sekolah, dan

kelas.

c. Penyiapan lembar kerja SPSS Statistics 20.

d. Pengisian keterangan dan pengkategorian data pada icon variable view.

e. Proses pentabulasian semua data.

Setelah proses pentabulasian selesai dilakukan, maka proses selanjutnya adalah melakukan penghitungan skor total dari masing-masing jawaban responden berdasarkan variabel penelitian. Hal tersebut dilakukan agar data yang akan digunakan merupakan data yang sudah siap pakai sehingga proses selanjutnya bisa dilakukan.

3. Pengujian Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berbentuk distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan sebelum pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus regresi linier berganda dilakukan.

(44)

Faiz Noormiyanto, 2015

Pengujian normalitas data menggunakan rumus One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test pada taraf signifikansi a (alpha) = 0,05 dengan bantuan SPSS

Statistics 20. Data penelitian dikatakan berdistribusi normal apabila hasil

pengujian normalitas data diperoleh hasil (nilai Asymp. Sig. Hitung) lebih besar dari nilai alpha (0,05).

4. Analisis Jalur

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel, maka teknik statistik yang digunakan adalah anali-sis jalur. Fungsi analisis jalur adalah menghitung pengaruh langsung dan tidak lang-sung variabel bebas terhadap variabel terikat (Kerlinger, 1996:564). Melengkapai pen-dapat di atas, Suwarno dan Raharjo (1988) mengatakan bahwa teknik analisis model jalur (path) digunakan untuk melihat arah dan besarnya pengaruh di antara pasangan-pasangan variabel independen, dan variabel penengah dan variabel dependen.

Pengaruh langsung itu tercermin dalam koefisien jalur (path coeficients),

yang sesungguhnya adalah koefisien regresi yang telah dibakukan (beta, β),

sedangkan hubungan tak langsung adalah koefisien jalur (p) yang satu dikalikan dengan koefisi-en jalur (p) lainnya (Hasan, 1994). Untuk dapat menguji model hubungan kausal yang telah diformulasikan berdasarkan pengetahuan dan teori, serta menguji hipotesis yang diajukan, diperlukan perangkat analisis statistik. Pada model analisis ini, melibat-kan besarnya kekuatan pengaruh langsung antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya diberi simbul “p” serta variabel

residual yang mewakili variabel lain di luar model diberi simbul “R”

sebagaimana tertera pada gambar 3.1

Koefisien jalur menghasilkan dampak langsung yang diberi simbul huruf

“p” dengan dua subscripth, misal “p21”. Pada “p21”, angka 2 mengindikasikan

variabel terikat, sedangkan angka 1 mengindikasikan variabel bebas. Koefisien “p” memiliki arti bahwa setiap terjadi perubahan satu standar deviasi variabel exogen atau endogen akan mengakibatkan perubahan variabel endogennya

sebesar “p” standar deviasi, sementara variabel exogen atau endogennya konstan.

(45)

Faiz Noormiyanto, 2015

oleh kasus di luar model (pada peneli-tian ini adalah; X1,dan X2) sedangkan variabel endogen adalah suatu variabel yang variasinya dijelaskan oleh variabel exogen atau endogen dalam model (pada peneliti- an ini adalah; Y1, dan Y). Model analisis dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Model Analisis Jalur

Keterangan:

X1 = Kredibilitas Volunteer

X2 = Motivasi Belajar Tunarungu

Y1= Komunikasi Tunarungu

Y2 = Perilaku Sosial Tunarungu R = Residual

Dikemukakan oleh Hasan (1990:74) bahwa, “ Model hubungan kausal yang biasa disebut analisis jalur (path analysis) merupakan perkembangan lebih lanjut dari analisis korelasi dan regresi”. Analisis korelasi dan regresi hanya untuk mengetahui hubungan secara langsung antar satu variabel ataupun hubungan secara bersama (mul-tiple correlation).

X2

X1

Y 1 Y2

R1

R2

py.r2 P3.r1

p3.2

p3.1 py.1

py.3 py.2

(46)

Faiz Noormiyanto, 2015

Pada gambar 3,1 tersebut dapat dijelaskan bahwa, sebagai variabel dependen pada blok pertama, dan kedua masing-masing adalah Y1, dan Y2. Dari ke dua blok ini terdapat satu analisis regresi ganda tahap akhir, yaitu blok ke dua.

Blok ke dua merupakan blok terakhir dari sekelompok variabel bebas. Selanjutnya model analisis ter-sebut dapat dituliskan ke dalam 2 bentuk persamaan yang merupakan hasil dari dua blok analisis regresi ganda sebagai berikut.

Y1 = p31.X1 + p32.X2 + p3.r1

Y2 = py1.X1 + py2.X2 + py3.Y1+p3.r2

Dari kedua persamaan di atas serta model analisis (gambar 3.1) menunjukkan bahwa model hubungan kausal dalam penelitian ini bersifat rekursif (satu arah). Me-nurut Supranto (19

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2Kisi-Kisi Instrumen Motivasi Belajar (X2)
Tabel 3.3
Tabel 3.5 Nilai Reliabilitas Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem ini setiap pengguna mendapatkan sebuah komputer, dengan data yang disimpan pada satu atau lebih mesin file server yang dapat dipakai bersama-sama.. Para pengguna

Hal ini dimungkinkan tidak menyalahi aturan syariah Islam karena dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang murabahah, sebagai landasan

Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pembelajaran PKn dalam membangun karakter cinta tanah air peserta didik di SMP Negeri Kembaran.. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi

Dari hasil perbandingan menunjukkan jika -t hitung > -t tabel (3,071> 1,988) maka Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

Dari hasil pengamatan mikroskopis, diduga genus fungi endofit yang diperoleh dan dapat menghasilkan enzim L-Asparaginase merupakan Fusarium, Aspergillus, Oidiodendron,

3 Pemimpin saya tidak segan-segan untuk memberi solusi pada karyawan yang sedang kesulitan 4 Saya dan pemimpin saya lebih suka sibuk sendiri.. di ruang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi amilum kulit pisang sebagai pengikat, dan konsentrasi Ac- Di-Sol sebagai superdisintegran, maupun

Dengan kata lain, untuk mewujudkan kedaulatan pangan tidak cukup hanya memiliki political will diversifikasi pangan, mengembangkan pangan sesuai keaneka- ragaman hayati