• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih - SENSITIVITAS Escherichia coli DARI ISOLAT URIN PENDERITA ISK DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih - SENSITIVITAS Escherichia coli DARI ISOLAT URIN PENDERITA ISK DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK - repository perpustakaan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy et al, 2001). Pada masa neonatus sampai 3 bulan, ISK lebih banyak ditemukan pada bayi laki –laki. Pada usia 3 bulan sampai 1 tahun kasus pada laki – laki sama dengan perempuan, sedangkan pada usia sekolah penderita perempuan dibandingkan laki – laki adalah 3 – 4 : 1 (Mansjoer, 2000). Infeksi saluran kemih dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : infeksi saluran kemih atas (pielonefritis), infeksi saluran kemih bawah (sistitis), dan sindrom uretra akut. Ketiga jenis infeksiini dapat dibedakan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik dan juga penggunaan uji laboratorium. Pembedaan itu mempunyai implikasi yang penting untuk prognosis dan terapi (Smithet al, 2001).

1. Etiologi

Penyebab terbanyak Infeksi saluran kemih adalah bakteri Gram Negatif dimana bakteriinitermasuk bakteri penghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih (Tessyet al, 2001).Eschericha colimerupakan salah satu bakteri Gram Negatif yang paling umum menyebabkan infeksi saluran kemih. Penyebab lain Infeksi saluran kemih namun jarang adalah klebsiela, enterobakter, pseudomonas, streptokokus, strapilokokus (Mansjoer, 2000). Infeksi saluran kemih terjadi karena meningkatnya jumlah kuman atau bakteri yang berbeda pada uretra bahkan bisa sampai ke ginjal. Seperti yang diketahui bahwa saluran kemih umumnya tidak terdapat bakteri.

(2)

Tabel 1 : bakteri penyebab ISK

Mikroorganisme Prosentase biakan

Escherichia coli 50 - 90%

KlebsiellaatauEnterobacter 10–40%

Proteus morganella 5–10%

Pseudomonas aeruginosa 2–10%

Staphylococcus epidermidis 2–10%

Candida albicans 1–2%

Staphylococcus aureu 1–2%

(Tessyet al, 2001).

2. Patogenesis

Ada dua jalur utama terjadinya penyakit Infeksi saluran kemih. Dua jalur utama tersebut adalah hematogen dan ascending. Namun dari dua jalur penyebab terjadinya infeksi pada saluran kemih, jalur ascending – lah yang paling sering terjadi.

Dua jalur tersebut adalah sebagai berikut :

a. Hematogen, pada jalur ini bakteri yang berasal dari pembuluh darah masuk ke dalam ginjal dan menginfeksi jalur saluran kemih. infeksi ini kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah yang dikarenakan menderita suatu penyakit kronik atau bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif.

b. Ascending, pada jalur ini bakteri masuk menuju saluran kemih melewati uretra yang kemudian menuju ke kandung kemih. Bakteri kemudian berkembang biak dalam urin yang kemudian naik melewati ureter menuju pelvis dan ginjal (Tessyet al, 2001).

3. Gejala

(3)

terinfeksi, sebagai berikut :

a. Infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya ditunjukkan oleh diuria dan sering mengeluarkan urin yang volumenya sedikit. Hematuria nyata dapat ditemukan, dan mungkin terdapat nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah suprapubik. Demam yang nyata sangat jarang terjadi pada Infeksi saluran kemih bagian bawah.

b. Infeksi saluran kemih bagian atas secara klasik ditunjukan oleh demam, nyeri pinggang, dan gejala saluran kemih bagian bawah (disuria, kencing sedikit – sedikit dan sering). Pada beberapa pasien dapat mengalami nyeri perut atau nyeri kuadran kanan atas, dan sebagian terutama yang berusia lanjut mungkin tidak mengalami gejala sama sekali ) (Smithet al, 2001).

4. Pemeriksaan Laboratorium

a. Biakan urin : biakan urin aliran tengah dianggap positif ISK apabila jumlah bakteri≥100.000 bakteri/ml urin. Jumlah bakteri antara 10.000 -< 100.000 bakteri/ml urin dianggap meragukan dan perlu diulang. Apabila hasil yang diperoleh <10.000 bakteri/ml urin dianggap sebagai kontaminasi. Apabila proses pengambilan urin dilakukan dengan pungsi suprapubik atau kateterisasi kandungan kemih, maka seberapa pun bakteri yang ditemukan dianggap positif ISK.

b. Urin lengkap : tidak ada korelasi pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pad kasus dengan piuria harus dicurigai kemungkinan ISK. Bila ditemukan silinder leukosit perlu dipertimbangkan adanya kemungkinan pielonefritis.

c. Radiologis : pemeriksaan ultrasonografi sedapat mungkin dilakukan pada semua pasien ISK. Pielografi intravena dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya pielonefritis kronik, kelainan kongenital, maupun obstruksi. Dengan miksio sisto uretrigrafi (MSU) dapat ditemukan tanda

(4)

d. Lain – lain : data tambahan berupa peninggian laju endap darah (LED) dan kadar protein C–reaktif, penurunan fungsi ginjal, serta adanya azotemia memberi petunjuk adanya ISK bagian atas (Mansjoer,2000).

5. Penatalaksanaan

Menurut Smith (2001) terapi untuk ISK trimetropin – sulfametoksazol secara intravena dalam 2 – 4 dosis terbagi. Sefalosporin generasi ketiga misal sefotaksim secara intra vena setiap 8 jam, atau aminoglikosida misalnya gentamisin setiap 8 jam. Dapat juga diterapi dengan ampisilin setiap 6 jam, atau pada pasien yang mengalami alergi dengan penisilin terapi dengan vankomisin setiap 12 jam.

Menurut Mansjoer (2000) tata laksana umum:atasi demam, muntah, dehidrasi, dan lain – lain. Anak dianjurkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin 7 -10 mg/kgBB/hari. Faktor predisposisi dan dihilangkan. Tata laksana khusus ditujukan terhadadp 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang, serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis saluran kemih.

a. Pengobatan infeksi akut: pada keadaan berat atau demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi bakteri. Obat lini pertama adalah ampisilin, kotrimoksazol, sulfisoksasol, asam nalidiksat, nitrofurantoin dan sefaleksin. Sebagai pilahan kedua dapat digunakan aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll), sefotaksim, karbenisilin, doksisiklin, dll. Terapi diberikan selama 7 hari.

(5)

dari 2 kal, pengobatan dilanjutkan dengan terapi profilaksis menggunakan obat antisesis saluran kemih, yaitu nitrofurantoin, kotrimoksazol, sefaleksin, atau asam mendelamin. Umumnya diberikan 1

4 dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selam 3 bulan. Bila ISK disertai dengan kelainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil selama 3 bulan. Bila ISK disertai terapi profilaksis dilanjutkan selam 6 bulan, bila perlu samapai 2 tahun.

c. Koreksi bedah: bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi. Paa stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih. pada pionefrosis atau pielonefritis atrofik kronik, nefrektome kadang perlu dilakukan (Mansjoer, 2000).

B. Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroorganisme lain. Belakangan ini banyak antibiotik yang dibuat secara sintentis maupun semisintetis. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroorganisme penyebab infeksi pada manusia harus mempunya sifat toksisitas yang selektif (Setiabudy, 2007).

Mikroorganisme dapat memperlihatkan resistensi terhadap obat melalui berbagai mekanisme, yaitu :

a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif. b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut. c. Mikroorganisme mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap

obat.

(6)

e. Mikroorganisme mengembangkan enzim baru yang masih dapat melakukan fungsi metaboliknya tapi sedikit dipengaruhi obat (Jawetz, 2007).

Penyebaran resistensi dapat terjadi secara vertikal (diturunkan ke generasi) berikutnya atau secara horisontal dari suatu sel donor. Namun penyebaran resistensi yang paling sering terjadi adalah secara horisontal dari suatu sel donor (Setiabudy, 2011).

1. Aktivitas dan Spektrum

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang mempunyai aktivitas bakteriostatik yaitu antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, selain itu ada juga yang di sebut dengan aktivitas bakteriosida yaitu bersifat membunuh mikroorganisme lain. Berdasarkan aktivitasnya antibiotik di bedakan menjadi dau yaitu antimikroba berspektrum luas dan antimikroba berspektrum sempit. Antibiotik spektrum luas dapat menghambat atau bahkan membunuh semua mikroorganisme baik gram positif maupun gram negatif, sedangkan untuk antibiotik spektrum sempit hanya dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme gram positif atau gram negatif saja.

2. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja antibiotik dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu:

a. Antibiotik yang berkerja dengan cara menghambat metabolisme sel mikroba.

b. Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba.

c. Antibiotik yang bekerja dengan cara mengganggu permeabilitas membran sel mikroba.

d. Antibiotik yang berkerja dengan cara menghambat sintesis protein sel mikroba.

(7)

3. Ampisilin

Ampisilin merupakan antibiotik golongan penisilin. Ampisilin termasuk kedalam antibiotik spektrum sempit dimana bekerja hanya mampu menghambat atau membunuh segolongan jenis bakteri saja (gram positif saja/ gram negatif saja) (Pratiwi, 2008). Ampisilin bekerja pada proses sintesis dinding sel dari bakteri (Tjay Hoan T. dan Kirana R., 2002). Dalam resisten terhadap ampisilin yang merupakan antibiotik golongan penisilin terjadi karena mikroorganisme patogen memiliki gen pengkode β – laktamase yang dapat merusakcincin β –laktam pada ampisilin (Pratiwi, 2008).

4. Sefotaksim

Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai sifat anti – laktamase kuat dan khasiat anti – Psudomonas sedang (Tjay dan Kirana, 2002). Mekanisme kerja dari sefotaksim dengan cara menghambat sintesis dinding sel dari bakteri (Pratiwi, 2008). Sefotaksim merupakan antibiotik berspektrum luas yang kerjanya dapa tmenghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram negatif maupun dari gram positif (Tjan dan Kirana, 2002).

5. Seftriason

(8)

C. Resistensi

Infeksi pada saluran kemih adalah penyakit infeksi yang membutuhkan pemberian antibiotik. Tetapi pemilihan antibiotik sangatlah penting guna mempertimbangkan toksisitas dan resistensi bakteri penyebab ISK. Bahaya dari timbulnya resistensi adalah semakin sulitnya pengobatan, semakin lamanya infeksi serta resiko peningkatan komplikasi atau kematian (Tjay dan Kirana, 2007).

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik. Menurut Suharto (1994) mekanisme resistensi bakteri ada lima yaitu Mikroorganisme dapat memproduksi enzim yang dapat merusak obat, terjadinya perubahan permeabilitas kuman, terjadinya perubahan tempat atau lokus tertentu di dalam sekelompok mikroorganisme tertentu yang menjadi target dari obat, terjadinya perubahan metabolit pathway yang menjadi target obat, dan terjadinya perubahan enzimatik sehingga kuman masih dapat hidup dengan baik.

D. Urin

Gambar

Tabel 1 : bakteri penyebab ISK

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data rekam medik dari riwayat penggunaan antibiotik pasien ISK, data kultur bakteri, dan data hasil uji sensitivitas bakteri

a) Pada penyebaran hematogen, bakteri berasal dari pembuluh darah yang masuk ke dalam ginjal dan menginfeksi jalur perkemihan. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi

Tabel 3 menunjukan bahwa antibiotik Ciprofloxacin memiliki pola sensitive sebesar 100% terhadap semua jenis bakteri hasil isolasi dari urin penderita ISK, hal ini

Hasil niitrit yang positif dijumpai pada bakteri gram negatif sebesar 23 sampel (95.8%), hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa uji nitrit ini mendeteksi adanya nitrit

Berdasarkan hasil pewarnaan gram terlihat adanya koloni berbentuk batang pendek/kokobasil dan berwarna merah muda karena dinding sel bakteri Gram negatif menyerap

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data rekam medik dari riwayat penggunaan antibiotik pasien ISK, data kultur bakteri, dan data hasil uji sensitivitas bakteri

RESISTENSI ANTIBIOTIK GOLONGAN BETA LAKTAM AMPISILIN DAN AMOKSISILIN TERHADAP CEMARAN BAKTERI Escherichia coli PADA DAGING AYAM DARI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN GRESIK SKRIPSI