• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jatmiko Aziz BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Jatmiko Aziz BAB II"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Sistem keandalan pada jaringan distribusi sangat besar peranannya untuk mengetahui kebutuhan tenaga listrik pada setiap konsumen. Oleh karena itu peranannya yang sangat penting bagi konsumen, maka penyaluran listrik oleh PT.PLN tidak boleh terputus selama 24 jam. Hal ini akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi konsumen, untuk mengantisipasi hal ini maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar indeks keandalan sistem tenaga listrik yang berhubungan dengan pelanggan pengguna jasa PLN.

Penelitian yang dilakukan oleh Affandy (2011) , “Analisis Keandalan

Sistem Distribusi Tenaga Listrik Menggunakan Perhitungan SAIDI-SAIFI di PT.PLN (Persero) Unit Pelayanan Dan Jaringan Pemalang”. Berdasarkan penelitian

(2)

Penelitian yang dilakukan oleh Apriyadi (2008), dengan judul penelitian “Analisis Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Penyulang Padayungan dan Penyulang Cidua pada PT.PLN (Persero) APJ Tasikmalaya”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai SAIDI Penyulang Padayungan pertahun sebesar 0,585 jam/tahun,dan SAIFI per tahun sebesar 3,167 pemadaman/tahun. Sedangkan target PLN (APJ Tasikmalaya) untuk SAIDI per tahun 3.350 jam/tahun dan SAIFI per tahun 9.020 pemadaman/ tahun.

Pada penyulang Padayungan mempunyai tingkat keandalan yang tinggi karena nilai SAIDI-SAIFI pada Penyulang ini tidak melebihi nilai dari target PLN. Sedangkan pada penyulang Cidua didapatakan indeks keandalan SAIDI-SAIFI dengan nilai SAIDI 4.077 jam/tahun, dan nilai SAIFI 3.667 kali pemadaman/tahun. Dapat dikatakan bahwa penyulang Cidua memiliki tingkat keadalan sistem yang rendah, karena terdapat nilai penyimpangan Nilai realisasi SAIDI-SAIFI terhadap target PLN.

Penelitian yang dilakukan oleh Onime (2013), dengan judul “Analisis

Keandalan Distribusi Daya Sistem di Nigeria Studi Kasus Jaringan Ekpoma“.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai indeks SAIFI pada jaringan Ekpoma pada tahun 2012 sebesar 0,1324 kali padam/ tahun, dan nilai indeks SAIDI sebesar 0,2972 jam/ tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dan Husein (2011) dengan judul “Analisis keandalan distribusi listrik “. Penelitian dilakukan pada jaringan distribusi

(3)
(4)

2.2 Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan.

Gambar 2.1 Sistem tenaga listrik

(5)

diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down transformator) menjadi tegangan menengah atau biasa disebut sebagai tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer PLN yang berkembang saat ini memiliki tegangan nominal 20 kV. Jaringan distribusi primer yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI yang keluar dari GI baik berupa saluran kabel tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standar tegangan menengah dikatakan sebagai jaringan tegangan menengah atau sering disebut dengan singkatan JTM. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer, maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan menggunakan trafo distribusi (step down transformator) menjadi tegangan rendah dengan tegangan standar 380/220 Volt. Tenaga listrik yang menggunakan standar tegangan rendah ini kemudian disalurkan melalui suatu jaringan yang disebut jaringan tegangan rendah atau JTR.

2.3 Sistem jaringan Distribusi

(6)

Secara garis besar jaringan distribusi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Distribusi primer

Distribusi primer adalah jaringan distribusi daya listrik yang bertegangan menengah (20kV). Jaringan distribusi primer tersebut merupakan jaringan penyulang. Jaringan ini berawal dari sisi sekunder trafo daya yang terpasang pada gardu induk hingga ke sisi primer trafo distribusi yang terpasang pada tiang-tiang saluran.

2. Distribusi sekunder

(7)

Gambar 2.2 Sistem distribusi tenaga listrik Dilihat dari pengawatannya dapat kita pisahkan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Sistem distribusi 20 kV 3 fasa 3 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral tinggi dan pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral rendah.

2. Sistem distribusi 20 kV 3 fasa 4 kawat terdapat pada sistem ditribusi 20 kV dengan netral pentanahan langsung.

2.4 Peralatan-peralatan pada Sistem Distribusi

(8)

proteksi dipasangkan diatas tiang-tiang listrik berdekatan dekat letak pemasangan trafo, perlengkapan utama pada sistem distribusi tersebut antara lain :

1. Tiang

Berfungsi untuk meletakan penghantar serta perlengkapan system seperti Transformator, Fuse, Isolator, Arrester, Recloser. Tiang dibagi menjadi 3 jenis yaitu tiang kayu, besi, dan beton sesuai dengan fungsi bawah

Berfungsi untuk memperbesar faktor daya pada sistem penyaluran energi listrik.

4. Recloser

Berfungsi untuk memutuskan saluran secara otomatis ketika terjadi gangguan dan akan segera menutup kembali beberapa waktu kemudian sesuai dengan setting waktunya. Biasanya alat ini akan disetting untuk 2 kali bekerja, yaitu dua kali pemutusan dan dua kali penyambungan. 5. Fuse

Berfungsi untuk memutuskan saluran apabila terjadi gangguan beban lebih maupun adanya gangguan hubung singkat.

6. PMT (Pemutus Tenaga)

(9)

membuka ataupun secara manual diputuskan karena adanya pemeliharaan jaringan.

7. Transformator

Berfungsi untuk menurukan level tegangan (step down) sehingga sesuai dengan tegangan kerja untuk konsumen yaitu 220/380.

8. Isolator

Berfungsi untuk melindungi kebocoran arus dari penghantar ke tiang maupun ke penghantar lainya.

9. Sectionalizer atau SSO (Saklar Seksi Otomatis) Pengertian dan Fungsi SSO:

1) SSO atau auto setionalizer adalah saklar yang dilengkapi dengan kontrol elektronik/ mekanik yang digunakan sebagai pengaman seksi jaringan tegangan menengah.

2) SSO sebagai alat pemutus rangkaian/beban untuk memisah-misahkan saluran utama dalam beberapa seksi, agar pada keadaan gangguan permanen, luas daerah (jaringan) yang harus dibebaskan di sekitar lokasi gangguan sekecil mungkin.

3) Bila tidak ada relai recloser di sisi sumber maka SSO tidak berfungsi otomatis (sebagai saklar biasa).

(10)

Pemeliharan peralatan yang rutin sangat penting dilakukan agar setiap saat dapat diawasi keadaannya apakah masih layak dipakai atau tidak.

2.5 Bentuk Konfigurasi Jaringan Sistem Distribusi

Sedikitnya ada 3 jenis konfigurasi sistem distribusi primer yang sesuai dengan spesifikasi PLN adalah :

1. Radial

2. Lingkar / Ring (Loop) 3. Spindle

Pemilihan jenis konfigurasi untuk sistem distribusi tegangan menengah tergantung kepada beberapa faktor antara lain faktor kawasan, kapasitas beban dan peruntukan. Untuk tujuan meningkatkan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen modifikasi konfigurasi jaringan dilapangan sering dilakukan dengan harapan dapat melancarkan tugas operasi sistem dengan mempertahankan kontinuitas suplai pada konsumen.

Berikut adalah sedikit penjelasan dengan bentuk–bentuk dari konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah:

1. Konfigurasi Sistem Radial

(11)

TRAFO GI 150/70 kV

20 kV

GARDU DISTRIBUSI

GARDU DISTRIBUSI

BEBAN PMT

Gambar 2.3 Konfigurasi jaringan sistem radial

Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah: Kelebihan :

1) Bentuknya sederhana.

2) Biaya investasinya relatif murah. Kekurangan :

1) Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya yang terjadi pada saluran relatif besar.

(12)

2. Konfigurasi Sistim Lingkar / Ring (Loop)

Salah satu cara mengurangi lama interupsi daya yang di sebabkan gangguan adalah dengan merancang feeder sebagai loop dengan menyambung kedua ujung saluran. Dalam hal ini pelanggan dapat memperoleh pasokan dari dua arah lainnya. Sehingga apabila terjadi gangguan pada section 1, dengan sistem jaringan loop ini kebutuhan pasokan listrik pada section 2 dapat dimanuver dari feeder yang lain.

Gambar 2.4 Konfigurasi jaringan ring/loop Bentuk loop ini ada 2 macam, yaitu:

1) Open Loop

(13)

masih sederhana tetapi harus memperhitungkan panjang jaringan pada titik manuver terjauh di sistem tersebut. Sistem ini umunya banyak digunakan di PLN baik pada SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah maupun SUTR

Gambar 2.5 Konfigurasi jaringan open loop 2) Close Loop

(14)

150/70 kV 20 kV

TRAFO GI BEBAN

GARDU DISTRIBUSI

GARDU DISTRIBUSI

Close Loop

PMT

Gambar 2.6 Konfigurasi jaringan close loop

3. Konfigurasi Sistem Spindle

Sistem spindle adalah suatu pola konfigurasi jaringan dari pola radial dan ring. Spindle terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan dari gardu induk dan tegangan tersebut berakhir pada gardu hubung (GH). Pada sebuah jaringan spindle biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan yang akan dihubungkan melalui gardu hubung.

(15)

2.6 Proteksi Distribusi Tenaga Listrik

Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, dan lain-lain.

2.6.1 Manfaat Sistem Proteksi

1. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan pada peralatan-peralatan yang ada di jaringan distribusi.

2. Cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil mungkin.

3. Dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen dan juga mutu atau kontinyuitas listrik yang baik.

4. Mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.

(16)

Beberapa pengaman yang sering digunakan antara lain : 1. Fuse Cut Out (FCO)

2. Arrester

3. Pemisah (PMS)

4. Pemutus Tenaga (PMT) 5. Recloser

2.6.2 Fuse Cut Out

Fungsi umum pelebur dalam suatu rangkaian listrik adalah setiap saat menjaga atau mengamankan rangkaian berikut peralatan atau perlengkapan yang tersambung padanya dari kerusakan, dalam batas nilai pengenalnya.

Kesempurnaan kerja pelebur tidak hanya tergantung pada ketelitian pembuatanya, tetapi juga pada ketepatan pengunaanya dan perhatian atau perawatan yang diberikan padanya setelah dilakukan pemasangan. Jika pelebur tidak secara tepat digunakan dan dipelihara, dapat menimbulkan kerusakan berarti pada peralatan yang dilindungi.

(17)

Fuse tidak dilengkapi pemadam busur api, sehingga bila digunakan untuk daya yang besar, fuse tidak mampu meredam busur api yang timbul pada saat terjadi gangguan.

Gambar 2.8 Pengaman lebur atau fuse cut out

2.6.2.1 Macam-macam Fuse

Pengaman yang digunakan untuk tegangan di atas 600 Volt digolongkan dalam “Distribution Cut Out” atau “Power Fuse”.

Berdasarkan cara kerjanya fuse dibedakan menjadi :

1. Current Zero Awaiting Type, contohnya Expultion Fuse. 2. Current Zero Shifting Type, contohnya Current Limiting.

Sedang berdasarkan bentuk dan fisiknya fuse dapat dibedakan menjadi : 1. Enclosed (tertutup).

2. Open (terbuka).

(18)

2.7 Arrester

Arrester adalah suatu alat pelindung bagi peralatan sistem tenanga listrik terhadap surja petir. Alat pelindung terhadap gangguan surja ini berfungsi melindungi peralatan sistem tanaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkan ke tanah.

Arrester yang ideal harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Pada sistem tegangan yang normal arrester tidak bekerja.

2. Setiap gelombang transien dengan tegangan puncak yang lebih tinggi dari tegangan tembus arrester harus mempu mengalirkan arus ketanah. 3. Arrester harus mampu mengalirkan arus surja ke tanah tanpa merusak

arrester itu sendiri tanpa menyebabkan tegangan pada terminal arrester lebih tinggi dari tegangan sumbunya.

Arus tidak boleh mengalir ke tanah setelah gangguan diatasi. Bagian-bagian dan meliputi:

1. Elektroda

Terdapat dua elektroda pada arrester, yaitu elektroda atas yang menghubungkan dengan bagian yang bertegangan dan elektroda bawah yang dihubungkan dengan tanah.

2. Spark Gap

(19)

3. Tahanan katup/kran

Tahanan yang dipergunakan dalam arrester ini adalah suatu jenis material yang sifat tahananya dapat berubah bila mendapatkan tegangan.

2.8 Pemisah (PMS)

Disconnecting switch atau pemisah (PMS) suatu peralatan sistem tenaga listrik yang berfungsi sebagai saklar pemisah rangkaian listrik tanpa arus beban (memisahkan peralatan listrik dari peralatan lain yang bertegangan), dimana pembukaan atau penutupan PMS ini hanya dapat dilakukan dalam kondisi tanpa beban.

Pengertian dan fungsi Pemisah (PMS)

Pemisah adalah suatu alat untuk memisahkan tegangan pada peralatan instalasi tegangan tinggi. Ada dua macam fungsi PMS, yaitu:

1. Pemisah peralatan

Berfungsi untuk memisahkan peralatan listrik dari peralatan lain atau instalasi lain yang bertegangan. PMS ini boleh dibuka atau ditutup hanya pada rangkaian yang tidak berbeban.

2. Pemisah Tanah (Pisau Pentanahan/Pembumian)

(20)

Gambar 2.9 Single line PMS

2.9 PMT (Pemutus Tenaga)

(21)

Gambar 2.10 Pemutus Tenaga (PMT)

2. 10 Recloser

2.10.1 Pengertian Recloser (Pemutus Balik Otomatis)

(22)

Gambar 2.11 Kondisi recloser yang terpasang di jaringan 20 kV

2.10.2 Prinsip Kerja Recloser

Relai penutup balik umumnya mempunyai dua elemen utama, yaitu : 1. Dead Time Element

Berfungsi untuk menentukan selang waktu dari saat PMT trip sampai PMT diperintah masuk kembali, dan dead time element ini dimaksudkan untuk memadamkan busur api gangguan.

2. Blocking Time Element

Berfungsi untuk memblok elemen “Dead Time Delay” selama

(23)

dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada PMT guna memulihkan tenaganya setelah habis untuk melakukan suatu siklus auto reclosing.

Recloser akan mulai bekerja saat mendapat tegangan positif dari ground fault relay (GFR) yaitu ketika relai GFR bekerja memberika perintah trip ke PMT. Elemen yang start adalah elemen DT (Dead Time Delay Element). Setelah beberapa waktu elemen DT menutup kontaknya dan memberi perintah masuk ke PMT dan mengenergise elemen BT (Blocking Time Delay Element).

(24)

Diagram Pengawatan Prinsip Kerja Recloser

BT = blocking time element

C = counter / penghitung kerja relai TC = trip coil

CC = closing coil

Gambar 2.12 Rangkaian reclosing relai

Cara Kerja :

(25)

melakukan reclose yang ketiga setelah dead time (t3=t2). Bila terjadi gangguan lagi dalam periode blocking tb3, maka PMT akan trip dan lock-out.

Dalam penggunaan multi-shot reclosing harus disesuaikan dengan siklus kerja (duty cycle) dari PMT. Berikut ini adalah beberapa setting waktu pada gangguan yang terjadi:

1. Setting recloser terhadap gangguan permanen Interval

1 st : 2 detik 2 nd : 5 detik

Lock out : 3x trip (reclose 2x) Reset delay : 90 detik

2. Setting recloser terhadap gangguan temporer sama dengan gangguan permanen yang membedakan adalah tidak ada trip ke 3.

2.10.3 Komponen–Komponen Recloser

Di dalam Recloser terdapat komponen–komponen pendukungnya yaitu : 1. PMT (Pemutus Tenaga)

(26)

2. Kontrol elektronik

Kontrol elektronik pada recloser adalah peralatan pengontrol yang mengatur pemasukan dan pelepasan PMT dimana dari kontrol ini setting recloser ditentukan. Kontrol elektronik ini terdiri dari beberapa kelengkapan sebagai berikut :

1) Batere.

2) Switch untuk pengoperasian. 3) Lampu control.

4) Reclosing relay.

2.10.4 Klasifikasi Recloser

1. Recloser menurut jumlah fasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Fasa tunggal

Recloser ini dipergunakan sebagai pengaman saluran fasa tunggal, misalnya saluran cabang fasa tunggal dari saluran utama fasa tiga.

2) Fasa tiga

Fasa tiga umumnya untuk mengamankan saluran tiga fasa terutama pada saluran utama.

2. Recloser menurut media peredam busur apinya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Media minyak

(27)

3. Recloser menurut peralatan pengendalinya (control) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) PBO Hidrolik (kontrol hidrolik)

Recloser ini menggunakan kumparan penjatuh yang dipasang seri terhadap beban. Bila arus yang mengalir pada recloser 200% dari arus setting-nya, maka kumparan penjatuh akan menarik tuas yang secara mekanik membuka kontak utama recloser.

2) PBO Terkontrol Elektrik

Cara kontrol elektronis lebih fleksibel, lebih mudah diatur dan diuji secara lebih teliti dibanding recloser terkontrol hidrolis.

Perlengkapan elektronis diletakkan dalam kotak yang terpisah. Pengubah karakteristik, tingkat arus penjatuh, urutan operasi dari recloser terkontrol elektronis dapat dilakukan dengan mudah tanpa mematikan dan mengeluarkan dari tangki recloser.

4. Berdasarkan tipe perintah reclosing ke PMT dapat dibedakan dalam dua jenis reclosing relay, yaitu :

1) Single Shot Reclosing Relay

(28)

2) Multi Shot Reclosing Relay

Jenis relay ini dapat melakukan reclosing lebih dari satu kali, umunya tiga kali. Apabila terjadi gangguan, relay akan memberikan perintah trip kepada CB dan pada saat yang sama mengerjakan relay dengan mengoperasikan DT (dead-time). Setelah jangka waktu dead-time pertama yang sangat pendek (< 0,6 detik) berakhir, relay memberikan perintah menutup ke CB.

Jika ternyata gangguan masih ada, CB akan trip kembali dan relay akan melakukan proses reclosing untuk yang kedua. Setelah jangka waktu dead time kedua berakhir (sekitar 15 sampai 60 detik) maka CB akan menutup. Jika ternyata gangguan masih ada, CB akan trip kembali dan relay akan melakukan reclose untuk siklus yang ketiga. Setelah jangka waktu dead time ketiga berakhir (sekitar 1 sampai 3 menit) maka CB akan menutup. Jika gangguan masih ada selama jangka waktu blocking time masih berlangsung maka CB akan trip dan mengunci (lock-out).

2.11 Gangguan

(29)

Klasifikasi gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi (hutauruk,1987:4) adalah:

1. Dari jenis gangguanya, antara lain:

1. Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui hubungan tanah. 2. Gangguan fasa ke fasa.

3. Gangguan dua fasa ke tanah.

4. Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah. 2. Dari lamanya gangguan, antara lain:

1. Gangguan permanen. 2. Gangguan temporer.

2.11.1 Penyebab gangguan

Gangguan biasanya diakibatkan oleh kegagalan isolasi diantara penghantar fasa atau antara fasa dengan tanah. Efek dari kegagalan isolasi terhadap sistem yaitu menghasilkan arus yang cukup besar.

Penyebab terjadinya gangguan pada jaringan distribusi disebabkan oleh: 1) Kesalahan mekanis.

2) Kesalahan thermis.

3) Kesalahan karena tegangan lebih.

(30)

5) Gangguan hubung singkat. 6) Konduktor putus.

Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan pada jaringan distribusi adalah karena:

1) Surja petir.

2) Burung atau daun-daun. 3) Polusi debu.

4) Pohon-pohon yang tumbuh didekat jaringan. 5) Keretakan pada isolator.

6) Andongan yang terlalu kendor.

2.11.2 Akibat Dari Gangguan

Akibat yang paling serius dari gangguan adalah kebakaran yang tidak hanya akan merusak peralatan dimana gangguan terjadi tetapi bisa berkembang ke sistem dan akan menyebabkan kegagalan total dari sistem. Berikut ini akibat-akibat yang disebabkan oleh gangguan:

1. Penurunan tegangan yang cukup besar pada sistem daya sehingga dapat merugikan pelanggan atau mengganggu kerja peralatan listrik.

2. Bahaya kerusakan pada peralatan akibat overheating (pemanasan berlebih) dan akibat tekanan mekanis (alat pecah dan sebagainya).

(31)

2.11.3 Jenis Gangguan

Gangguan yang terjadi pada sistem distribusi biasanya merupakan gangguan-gangguan yang terkait dengan saluran penghantar dan peralatan-peralatan gardu distribusi seperti trafo distribusi, kawat pentanahan dan sebagainya. Gangguan pada sistem distribusi dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Gangguan hubung singkat

Gangguan hubung singkat pada sistem tenaga listrik terjadi ketika isolasi peralatan gagal karena tegangan lebih yang disebabkan oleh petir, kontaminasi isolasi, atau penyebab teknis lainnya.

2. Gangguan beban lebih (Over Load)

Gangguan beban lebih terjadi karena pembebanan sistem distribusi yang melebihi kapasistas yang terpasang. Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan.

3. Gangguan tegangan lebih (Over Voltage)

Gangguan tegangan lebih termasuk gangguan yang sering terjadi pada saluran distribusi. Berdasarkan penyebabnya maka gangguan tegangan lebih ini dapat dikelompokan atas dua hal:

1) Tegangan lebih over frekuensi

(32)

2) Tegangan lebih surja

Gangguan ini biasanya disebabkan oleh surja hubung atau surja petir. Dari ketiga jenis gangguan tersebut, gangguan yang lebih sering terjadi dan berdampak sangat besar bagi sistem distribusi adalah gangguan hubung singkat. Sehingga peralatan proteksi yang dipasang cenderung mengatasi gangguan hubung singkat ini.

2.11.4 Pencegahan Gangguan

Sistem tenaga listrik dikatakan baik apabila dapat mencatu dan menyalurkan tenaga listrik ke konsumen dengan tingkat keandalan yang tinggi. Keandalan di sisi meliputi kelangsungan, stabilitas, dan harga per kWh yang terjangkau oleh konsumen. Pemadaman listrik yang sering terjadi akibat gangguan yang tidak bisa diatasi oleh sistem pengamannya. Keadaan ini akan sangat menggangu kelangsungan penyaluran tenaga listrik, naik turunnya kondisi tegangngan dan catu daya listrik pun bisa merusak peralatan listrik.

Pencegahan pada gangguan pada sistem tenaga listrik bisa dikategorikan menjadi dua langkah sebagai berikut :

1. Usaha Memperkecil Terjadinya Gangguan Cara yang ditempuh, antara lain:

1) Membuat isolasi yang baik untuk semua peralatan.

(33)

3) Membuat kawat tanah dan membuat tahanan tanah pada kaki menara sekecil mungkin, serta selalu mengadakan pengecekan.

4) Membuat perencanaan yang baik untuk mengurangi pengaruh luar mekanis dan mengurangi atau menghindarkan sebab-sebab gangguan karena binatang, manusia, pohon, dan lain sebagainya.

5) Pemasangan yang baik, artinya pada saat pemasangan harus mengikuti peraturan-peraturan yang baku.

6) Menghindari kemungkinan kesalahan operasi, yaitu dengan membuat prosedur tata cara operasional (standing operational procedur) dan membuat jadwal pemeliharaan yang rutin.

7) Memasang kawat tanah pada SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan gardu induk untuk melindungi terhadap sambaran petir.

8) Memasang lightning arrester (penangkal petir) untuk mencegah kerusakan pada peralatan akibat sambaran petir.

2. Usaha Mengurangi Kerusakan Akibat Gangguan

Beberapa cara untuk mengurangi pengaruh akibat gangguan, antara lain sebagai berikut:

(34)

sehingga arus gangguan satu fasa terbatas. Pemakaian peralatan yang tahan atau handal terhadap terjadinya arus hubung singkat.

2) Secepatnya memisahkan bagian sistem yang terganggu dengan memakai pengaman lebur atau dengan relai pengaman dan pemutus beban dengan kapasasitas pemutusan yang memadai.

3) Merencanakan agar bagian sistem yang terganggu harus dipisahkan dari sistem tidak akan menggangu operasi sistem secara keseluruhan atau penyaluran tenaga listrik ke konsumen tidak terganggu. Hal ini bisa dilakukan, misalnya dengan :

1) Memakai saluran ganda atau memakai saluran yang membentuk ring.

2) Memakai penutup balik otomatis.

3) Memakai generator cadangan atau pembangkitan siap pakai. 4) Mempertahankan stabilitas sistem selama terjadi gangguan, yaitu

dengan memakai pengatur tegangan otomatis yang cepat dan karakteristik kestabilan generator yang memadai.

(35)

2.12 Sistem Keandalan

Definisi klasik dari keandalan adalah peluang berfungsinya suatu alat atau sistem secara memuaskan pada keadaan tertentu dan dalam periode waktu tertentu pula. Dapat juga dikatakan kemungkinan atau tingkat kepastian suatu alat atau sistem akan berfungsi secara memuaskan pada keadaan tertentu dalam periode waktu tertentu pula. Dalam pengertian ini, tidak hanya peluang dari kegagalan tetapi juga banyaknya, lamanya, dan frekuensinya juga penting. Kemungkinan atau tingkat kepastian sedemikian itu tidak dapat diduga dengan pasti, tetapi dapat dianalisa atas dasar logika ilmiah.

Untuk mengevaluasi keandalan jaringan distribusi digunakan teknik analisis menggunakan rumus matematik, yaitu indeks keandalan dasar digunakan laju kegagalan λ (kegagalan/Tahun), Rata-rata waktu keluar (outage) r (jam/kegagalan) dan rata-rata ketidaktersedian tahunan U (jam/tahun). Sedangkan indeks berbasis sistem diantaranya adalah SAIFI dan SAIDI.

Secara umum keandalan didefinisikan sebagai kemungkinan (probability) dari suatu sistem yang mampu bekerja sesuai dengan kondisi operasi tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan, dengan kata lain keandalan disebut juga dengan kecukupan atau ketersediaan .

(36)

Dalam mendefinisikan keandalan terhadap gangguan terdapat empat faktor yang memegang peranan penting yaitu:

1. Kemungkinan (probability)

Angka yang menyatakan berapa kali gangguan terjadi dalam waktu tertentu pada suatu sistem atau saluran.

2. Bekerja Dengan Baik (performance)

Menunjukan kriteria kontinuitas suatu saluran sistem penyaluran tenaga listrik tanpa mengalami gangguan.

3. Periode Waktu

Periode waktu adalah lama suatu saluran bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Semakin lama saluran digunakan, maka akan semakin banyak kemungkinan terjadinya kegagalan.

4. Kondisi Operasi

Kondisi operasi yang dimaksud disini adalah keadaan lingkungan kerja dari suatu jaringan seperti pengaruh suhu, kelembaban udara dan getaran yang mempengaruhi kondisi operasi.

2.13 Metode Section Technique

(37)

section dan lebih mudah dikerjakan. Dengan menggunakan metode ini maka dapat diketahui area mana pada jaringan yang perlu diperbaiki keandalannya. Baik melalui pemeliharaan maupun otomatisasi sistem.

Section Technique merupakan suatu metode terstruktur untuk menganalisa suatu sistem. Metode ini dalam mengevaluasi keandalan sistem distribusi didasarkan pada bagaimana suatu gangguan atau kegagalan dari suatu peralatan mempengaruhi operasi sistem. Membagi batas area pada section berdasarkan letak sectionalizer. Efek atau konsekuensi dari gangguan individual peralatan secara sistematis diindentifikasi dengan penganalisaan apa yang terjadi jika gangguan terjadi. Kemudian masing-masing kegagalan peralatan dianalisis dari semua titik beban (load point).

Data yang digunakan dalam perhitungan metode section technique adalah sebagai berikut :

1. Data kapasitas dan beban transformator pada sistem distribusi. 2. Data panjang saluran jaringan distribusi.

3. Data jenis penghantar jaringan distribusi. 4. Data jumlah pelanggan.

5. Data gangguan

(38)

Sistem kerja metode section technique adalah sebagai berikut :

Gambar 2.13 Skema sistem kerja metode section technique

Input  Topologi jaringan

 Mekanisme pengaman sistem pemulihan gangguan

 Laju kegagalan peralatan  Waktu perbaikan kerusakan

Section technique

(39)

Berikut ini adalah alur pengerjaan section technique sebagaimana terlihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Alur pengerjaan section technique

2.14 Keandalan Sistem Distribusi 20 kV

2.14.1 Angka/Laju Kegagalan/ failure rate (λ)

Laju kegagalan λ adalah harga rata-rata dari jumlah kegagalan per satuan

(40)

Untuk selang waktu pengamatan diperoleh :

λ =𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑜𝑓 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑜𝑟 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑒𝑠𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒𝑠 = 𝑓

𝑇 ...(2.1) Keterangan :

λ = Angka/laju kegagalan (failure rate).

f = Jumlah kegagalan (Total number of failure) adalah jumlah kegagalan /gangguan/padam.

T = total of unit test or operating times yaitu jumlah lamanya selang waktu pengamatan .

Rumus diatas menjelaskan bahwa angka /laju kegagalan diperoleh banyaknya padam dibagi dengan waktu, sesuai dengan total waktu pengamatan.

SAIFI (System Average Interruption Frequency Index) merupakan indeks yang menyatakan banyaknya gangguan (padam) yang terjadi dalam selang waktu tertentu pada pelanggan dalam suatu sistem secara keseluruhan.

SAIFI = Ʃ𝜆i.Ni Ʃ𝑁

= jumlah gangguan pelanggan

jumlah pelanggan ...(2.2) Keterangan :

𝜆𝑖 = angka /laju kegagalan pada bagian i.

N𝑖= Jumlah pelanggan yang padam pada bagian i.

(41)

Rumus di atas menjelaskan bahwa SAIFI diperoleh dari jumlah banyaknya padam dikalikan dengan jumlah pelanggan yang padam dibagi dengan total pelanggan yang dilayani. Sehingga apabila pelanggan padam berulang kali dalam sebulan selama satu tahun maka pelanggan padam akan ditambahkan.

2.14.2 Waktu / Lama kegagalan (U)

Lama kegagalan ini merupakan fungsi dari waktu atau umum dari sistem atau saluran selama beroperasi.

Untuk menghitung lama gangguan rata-rata (Average Annual Outage Time).

U= Ʃ𝑡

𝑇 ...(2.3) Keterangan :

t = Lamanya gangguan.

T = Jumlah lamanya selang waktu pengamatan.

u = Waktu kegagalan.

Rumus diatas menjelaskan bahwa waktu kegagalan diperoleh dari jumlah lamanya gangguan dibagi jumlah lamanya selang waktu pengamatan.

(42)

SAIDI = jumlah durasi gangguan pelanggan jumlah pelangga𝑛

= ƩUi.Ni

ƩN ...(2.4) Keterangan :

U𝑖 = Lama kegagalan pada bagian i.

N𝑖 = Jumlah pelanggan yang padam pada bagian i.

N = Jumlah pelanggan yang dilayani.

Rumus di atas menjelaskan bahwa SAIDI diperoleh dari jumlah lamanya kegagalan dikalikan dengan jumlah pelanggan yang padam dibagi dengan total pelanggan yang dilayani. Dalam penelitian ini diambil data gannguan recloser tahun 2015 selama 11 bulan yaitu bulan Januari - November .

2.16 Kepuasan Pelanggan

(43)

Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen.

(44)

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan tentang sikap dan persepsi konsumen mengenai barang / jasa dengan meneliti manifestasi yang terkait dengan produk / jasa yang dilihat. Manifestasi yang terlihat adalah jawaban - jawaban yang diberikan para pelanggan melalui pengisian kuesioner kepuasan konsumen. Kalau para konsumen menunjukkan hal-hal yang bagus tentang produk / jasa pada kuesioner kepuasan pelanggan dan mendemonstrasikan indikasi perilaku positif lainnya. Ketika membentuk suatu kuesioner atau skala yang menilai sikap dan persepsi konsumen dalam upaya membentuk kebutuhan konsumen, perlu mempertimbangkan isu ukuran untuk menjamin bahwa skor yang diperoleh dari instrumen berupa kuesioner mencerminkan informasi yang akurat tentang kontrak yang mendasarinya. Tekanan pada isu pengukuran dalam kepuasan pelanggan sama pentingnya dengan isu pengukuran mengenai instrumen yang dirancang untuk mengukur obyek berupa barang yang bisa diraba.

2.16.1 Model Pengukuran Kepuasan Konsumen

Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan konsumen. Tjiptono (2007) mengemukakan terdapat empat metode untuk mengukur kepuasan konsumen, salah satunya yaitu metode survei kepuasan konsumen.

Metode survei kepuasan konsumen

(45)

positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap konsumen. Pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai cara (Tjiptono, 2007):

1) Directly reported satisfaction

Pengukuran dilakukan secara langsung, melalui pertanyaan dengan skala sebagai berikut; sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas.

2) Derived dissatisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan palanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya yang mereka rusak.

3) Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan. 4) Importance-performance analysis

Gambar

Gambar 2.1 Sistem tenaga listrik
Gambar 2.2 Sistem distribusi tenaga listrik
Gambar 2.3 Konfigurasi jaringan sistem radial
Gambar 2.4 Konfigurasi jaringan ring/loop
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam hal ini Polda DIY sudah menjalankan tugas sesuai dengan Undang – Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu memelihara keamanan dan

Konsekuensi yang lain dari suatu reaktor rangkain paralel adalah karena masih ada reaktan yang banyak belum bereaksi maka dibutuhkanlah suatu recycle yang berakibat

laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang terdiri dari peta wilayah dan penyebaran penduduk di lokasi penelitian, peta jaringan jalan, peta

Astra Honda Mo- tor, dilakukan sebagai berikut: (1) mem- berikan informasi kepada orang tua/wali untuk dapat membantu dalam penegak- kan disiplin dalam belajar, baik

Ketika tombol mouse ditekan memulai Scanning, yang terjadi adalah penekanan tombol mouse dari komputer menggerakkan pengendali kecepatan pada mesin scanner. Mesin

Berdasarkan data fisik lingkungan (abiotik) di bawah tegakan ulin di kedua lokasi penelitian (areal HPH PT. Narkata Rimba dan areal HPH PT. Dharma Satya Nusantara) (Tabel 1), maka

Penelitian tentang Pengembangan Potensi Ekonomi Lokal Daerah Tertinggal dalam Upaya Mengurangi Disparitas Pendapatan antar daerah di Provinsi Lampung ini fokus untuk