• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - Analisis campuran siproheptadin HCI dan ketotifen fumarat dengan metode spektrofotometri ultraviolet [EV] aplikasi derivatif - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA PENGANTAR - Analisis campuran siproheptadin HCI dan ketotifen fumarat dengan metode spektrofotometri ultraviolet [EV] aplikasi derivatif - USD Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS CAMPURAN SIPROHEPTADIN HCl DAN KETOTIFEN FUMARAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET (UV) APLIKASI DERIVATIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Progam Studi Ilmu Farmasi

KATA PENGANTAR

Oleh :

Maria Kartika Rachmawatie

NIM: 048114046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(2)

ii

ANALISIS CAMPURAN SIPROHEPTADIN HCl DAN KETOTIFEN FUMARAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET (UV) APLIKASI DERIVATIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Progam Studi Ilmu Farmasi

KATA PENGANTAR

Oleh :

Maria Kartika Rachmawatie

NIM: 048114046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)

iii

Skripsi Berjudul

ANALISIS CAMPURAN SIPROHEPTADIN HCl DAN KETOTIFEN FUMARAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET (UV) APLIKASI DERIVATIF

Yang disusun oleh:

Maria Kartika Rachmawatie

NIM: 048114046

telah disetujui oleh:

Pembimbing I

Christine Patramurti, M.Si., Apt.

Tanggal 27 Mei 2008

(4)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

ANALISIS CAMPURAN SIPROHEPTADIN HCl DAN KETOTIFEN FUMARAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET (UV) APLIKASI DERIVATIF

Oleh:

Maria Kartika Rachmawatie NIM: 048114046

(5)

v

BERDOA DAN BEKERJA

Kita tidak perlu khawatir akan masa depan...

Karena Tuhan akan memenuhi kebutuhan kita...

Bila kita bekerja keras tiap hari.

No

GAINS

without

PAINS

NO ONE IS INDISPENSABLE. NO ONE IS TOTALLY INDEPENDENT

Karya ini saya persembahkan untuk:

Orang tua, kakak, adek, keluarga besar, masku dan sahabat

Seluruh teman-teman angkatan 2004 dan satu kelompok penelitian khususnya,

Dan untuk almamater yang Tika cintai dan hormati

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Kartika Rachmawatie NIM : 048114046

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS CAMPURAN SIPROHEPTADIN HCl DAN KETOTIFEN

FUMARAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET (UV) APLIKASI DERIVATIF

Dengan demikian saya memberika kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan ke internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 26 Mei 2008

Yang menyatakan

Maria Kartika Rachmawatie

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih untuk rahmat-Nya

yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Analisis Campuran Siproheptadin HCl dan Ketotifen Fumarat dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet (UV) Aplikasi Derivatif”.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat banyak

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Drama.

2. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang

selalu sabar membimbing penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. dan Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si.

selaku dosen penguji untuk semua saran dan masukan yang telah

diberikan kepada penulis.

4. Pak Mukmin, Pak Prapto, Mas Sarwanto, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas

Narto, Pak Tatmo, dan Mbak Sari untuk semua bantuannya.

(8)

viii

5. Mama, Papa, Mbak Mesya, Gilang, dan keluarga besar untuk dukungan

baik moril dan materil. Mas Stev buat pantun n joke-nya yang KATRO

abiezz

6. Yosef Bayu Adi yang selalu sabar ngadepin Tika, thanks buat dukungan

dan perhatiannya.

7. Sahabat-sahabat tersayang: Nono, Chika, Vinna, Yoana Rissa M,

S.Farm, Noer, Rintul, Nopheng, Thomas Arian Adrianto, S.Farm.

Thanks…

8. Sahabat-sahabat terbaik selama perjalanan: Rian “Ndoet” (untuk diskusi

n data), Nopheng, Ci Lyd, A Cin, dan Ismiyati “Reni”, semuanya

Thanks...!!!!

9. Teman-teman kelompok praktikum A dan B juga teman-teman angkatan

2004 (FST dan FKK), salam kompak selalu!!!!!

10.Teman-teman KKN: Dita, Yo2k, Tuti, Mami Sita, Dhiyan, Lupe, Teguh,

Donnie, dan Rian “Ndoet”.

Dan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi

ini. Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan saran yang membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Maret 2008

Penulis

(9)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Maret 2008

(10)

x

INTISARI

Siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat merupakan obat antihistamin. Siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat memiliki struktur kimia yang mirip dan keduanya larut dalam metanol, sehingga akan sulit dipisahkan secara konvensional, oleh karena itu kadar kedua senyawa dapat ditentukan secara simultan dengan metode spektrofotometri UV aplikasi derivatif. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui akurasi, presisi, LOD dan LOQ dari metode yang digunakan.

Penelitian ini bersifat non-eksperimental deskriptif. Campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dibuat dalam 2 seri perbandingan dengan 6 kali pengulangan yaitu 2:1 dan 1:1. Penelitian dilakukan dengan membuat spektra serapan, baik spektra normal maupun spektra derivat pertama. Spektra derivatif pertama merupakan plot dA/dλ lawan λ. Panjang gelombang zero

crossing siproheptadin HCl pada derivat pertama ada pada 287 nm, sedangkan panjang gelombang zero crossing ketotifen fumarat ada pada 297 nm. Persamaan kurva baku dibuat dengan persamaan regresi antara konsentrasi vs amplitudo.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode spektrofotometri UV dengan aplikasi derivatif terhadap campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat memiliki akurasi dan presisi yang baik. LOD dan LOQ untuk siproheptadin HCl sebesar 9,13 ppm dan 23,78 ppm, sedangkan untuk ketotifen fumarat sebesar 9,08 ppm dan 29,86 ppm.

Kata kunci : siproheptadin HCl, ketotifen fumarat, aplikasi derivatif

(11)

xi

ABSTRACT

Cyproheptadine HCl and ketotifen fumarate are antihistamine. Cyproheptadine HCl and ketotifen fumarate have similar chemical structure and both soluble in methanol. So, it will be very difficult to separate them conventionally. That’s why the dose from both substances can be conducted simultaneously by using derivative application with ultraviolet spectrophotometry method. This research was aimed to determine the accuracy, precision, LOD and LOQ of the method which is used.

This research was non-experimental descriptive. Cyproheptadine HCl and ketotifen fumarate was made in two comparison of series with six replication, they were 2:1 and 1:1. This research was done by make the absorbance spectra, both normal spectrum or first derivative spectrum. The first derivative spectrum is a plot of dA/dλ vs λ. Cyproheptadine HCl’s zero crossing was at 287 nm at first

derivative spectrum and ketotifen fumarate’s zero crossing was at 297 nm at first derivative. The standart equation curve was made by regression equation between concentration vs amplitude.

The result shows that determination using derivative application of ultraviolet spectrophotometry method towards the mixture of cyproheptadine HCl and ketotifen fumarate has good accuracy and precision. LOD and LOQ of cyproheptadine HCl are 9.13 ppm and 23.78 ppm respectively, while LOD and LOQ of ketotifen fumarate are 9.08 ppm and 29.86 ppm respectively.

Keywords: Cyproheptadine HCl, ketotifen fumarate, derivative application

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... . ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

KATA PENGANTAR ...vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 3

C. Keaslian penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Siproheptadin HCl ... 5

(13)

xiii

B. Ketotifen fumarat ... 6

C. Spektrofotometri Ultraviolet ... 7

D. Analisis multikomponen secara spektrofotometri UV ... 13

E. Spektrofotometri Derivatif………17

F. Parameter Validitas Metode ... 18

G. Keterangan Empiris ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 23

B. Definisi Operasional ... 23

C. Bahan – bahan Penelitian... 24

D. Alat – alat Penelitian... 24

E. Tata Cara Penelitian... 24

1. Pembuatan larutan stok siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat ... 24

2. Pembuatan seri larutan baku siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat ... 25

3. Pengamatan spektra masing – masing senyawa ... 25

4. Penentuan zero crossing masing – masing senyawa ... 25

5. Pembuatan persamaan kurva baku... 25

6. Pengamatan amplitudo larutan sampel dan perhitungan kadar campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat (2:1) dan (1:1)... 26

F. Analisis Hasil ... 27

(14)

xiv

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Pembuatan Larutan Baku ... 29

B. Pengamatan Spektra masing – masing Senyawa... 30

C. Penentuan Zero Crossing masing – masing Senyawa ... 32

D. Pembuatan Persamaan Kurva Baku... 36

E. Penetapan Kadar Sampel dalam Campuran ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 51

BIOGRAFI PENULIS ... 66

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak ... 11

Tabel II. Parameter validitas metode... 21

Tabel III. Data Kurva Baku Siproheptadin HCl ... 38

Tabel IV. Data Kurva Baku Ketotifen Fumarat... 39

Tabel V. Kadar siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dalam sampel 2:1 ... 43

Tabel VI. Kadar siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dalam sampel 1:1 ... 44

Tabel VII. LOD dan LOQ siproheptadin HCl dan Ketotifen fumarat... 45

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus Bangun Siproheptadin HCl ... 5

Gambar 2. Rumus Bangun Ketotifen Fumarat... ……... ...…. ...6

Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik... 8

Gambar 4. Sistem kromofor dari siproheptadin HCl... 10

Gambar 5. Sistem kromofor dan auksokrom dari ketotifen fumarat... 10

Gambar 6. Spektra serapan yang pada panjang gelombang terjadinya serapan maksimum masing-masing komponen tidak saling tumpang tindih... 14

Gambar 7. Spektra serapan tumpang tindih satu daerah... 15

Gambar 8. Spektra serapan tumpang tindih dua daerah ... 16

Gambar 9. Spektrogram derivatif pertama sampai keempat suatu pita gauss ... 18

Gambar 10. Spektra serapan normal dari tiga konsentrasi siproheptadin HCl ... 30

Gambar 11. Spektra serapan normal dari tiga konsentrasi ketotifen fumarat ... 31

Gambar 12. Spektra tumpang tindih dari siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat... 32

Gambar 13. Spektra derivat pertama siproheptadin HCl delta panjang gelombang 1 nm dan 2 nm ... 33

(17)

xvii

Gambar 14. Spektra derivat pertama ketotifen fumarat delta panjang

gelombang 1 nm dan 2 nm ... 34

Gambar 15. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl dan

ketotifen fumarat dengan delta panjang gelombang 1 nm ... 34

Gambar 16. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl dan

ketotifen fumarat dengan delta panjang gelombang 2 nm ... 35

Gambar 17. Kurva baku siproheptadin HCl... 38

Gambar 18. Kurva baku ketotifen fumarat ... 39

Gambar 19. Spektra normal siproheptadin HCl, ketotifen fumarat dan

sampel 2:1... 41

Gambart 20. Spektra normal siproheptadin HCl, ketotifen fumarat dan

sampel 1:1... 41

Gambar 21. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl,

ketotifen fumarat dan sampel 2:1 ... 42

Gambar 22. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl,

ketotifen fumarat dan sampel 1:1 ... 42

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis ketotifen fumarat ... 49

Lampiran 2. Sertifikat analisis siproheptadin HCl ... 50

Lampiran 3. Tabel penimbangan baku siproheptadin HCl dan contoh

perhitungan seri larutan baku siproheptadin HCl... 51

Lampiran 4. Tabel penimbangan baku siproheptadin HCl dan contoh

perhitungan seri larutan baku ketotifen fumarat ... 53

Lampiran 5. Data persamaan kurva baku Siproheptadin HCl... 55

Lampiran 6. Data persamaan kurva baku ketotifen fumarat ... 56

Lampiran 7. Tabel penimbangan baku siproheptadin HCl dan ketotifen

fumarat (2:1) dan contoh perhitungan konsentrasi sampel... 57

Lampiran 8. Tabel penimbangan baku siproheptadin HCl dan ketotifen

fumarat (1:1) dan contoh perhitungan konsentrasi sampel... 59

Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar siproheptadin HCl dan ketotifen

fumarat dalam campuran 2:1... 61

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar siproheptadin HCl dan ketotifen

fumarat dalam campuran 1:1 ... 61

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar ,recovery, koevisien variansi

(KV) siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat... 61

Lampiran 11. Hasil perhitungan kadar, recovery, KV dari sampel... 61

Lampiran 12. Penentuan zero crossing replikasi II ... 65

(19)

xix

Lampiran 13. Penentuan zero crossing replikasi III... 65

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini patient safety merupakan isu kritis yang harus ditangani dengan

tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety salah satunya

berkaitan dengan kesesuaian antara dosis, bentuk sediaan dan umur pasien. Pasien

anak umumnya sulit menerima sediaan dalam bentuk padat, sehingga lebih sering

diberikan dalam bentuk sirup atau pulveres. Sirup merupakan sediaan yang paling

cocok untuk pasien anak karena rasanya yang dapat diterima, tetapi tidak semua

obat dapat diberikan dalam bentuk sirup hal ini terkait dengan masalah stabilitas

dan kelarutannya dalam larutan. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat

dalam bentuk pulveres yang lebih mudah ditelan daripada tablet.

Kelebihan bentuk sediaan pulveres yaitu dokter dapat

mengkombinasikan beberapa zat aktif menjadi satu untuk mencapai tujuan terapi.

Salah satu contoh bentuk kombinasi obat yang sering diberikan oleh Rumah Sakit

X di Yogyakarta untuk pengobatan asma pada pasien anak yaitu kombinasi antara

siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat (2:1) sebagai obat anti-histamin.

Pulveres yang merupakan kombinasi dari siproheptadin HCl dan ketotifen

fumarat (2:1) dibuat dengan cara menggerus tablet kemudian dibagi secara visual

sesuai dengan dosis yang diinginkan dan dikemas. Pembagian obat secara visual

tidak menjamin adanya keseragaman dari sediaan.

(21)

2

Obat hasil racikan yang digunakan di Rumah Sakit X di Indonesia

umumnya tidak melalui pemeriksaan secara kualitatif maupun kuantitatif,

sehingga tidak ada jaminan keamanannya. Menurut KEPMENKES NO.

1197/MENKES/SK/X/2004 mengenai STANDAR PELAYANAN FARMASI DI

RUMAH SAKIT (Anonim, 2007) menyatakan bahwa standar pelayanan farmasi

harus sesuai dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), sehingga obat jadi

hasil produksi suatu industri obat merupakan produk akhir dan tidak

diperkenankan mengalami formulasi ulang di dalam penggunaannya. Adanya

perubahan bentuk sediaan dari tablet menjadi pulveres di dalam produksinya akan

mempengaruhi stabilitas dari sediaan yang dibuat, baik stabilitas fisika maupun

stabilitas kimia. Stabilitas fisika dapat dilihat baik dari segi warna, bau, rasa, dan

bentuknya. Stabilitas kimia dapat dilihat dari kandungan zat aktif yang dapat

diketahui melalui pemerikasaan kuantitatif.

Metode analisis yang sesuai sangat dibutuhkan di dalam pemeriksaan

kuantitatif. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganilisis suatu zat

dalam campuran yaitu secara spekrofotometri baik dengan teknik tunggal ataupun

simultan tergantung dari spektra masing-masing komponen. Siproheptadin HCl

dan ketotifen fumarat memiliki struktur kimia yang mirip dan keduanya larut

dalam alkohol sehingga sangat sulit dipisahkan secara konvensional, oleh karena

itu untuk penetapan kadarnya dapat dilakukan secara simultan. Salah satu teknik

penetapan kadar secara simultan dengan spektrofotometri yaitu metode derivatif.

Spektra derivat pertama merupakan plot dA/dλ lawan λ, sedangkan spektra

derivatif ke dua merupakan plot d2A/dλ2 lawan λ. Persamaan kurva baku dibuat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

3

dengan persamaan regresi antara kadar vs amplitudo. Agar metode ini

memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, perlu dilakukan validasi

metode. Suatu metode dikatakan memiliki validitas baik maka akurasi, presisi,

koefisien korelasi (r) harus memenuhi persyaratan validitas yang didukung oleh

LOD dan LOQ masing-masing senyawa.

1. Permasalahan

Bagaimanakah akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ dari metode

spektrofotometri ultraviolet (UV) dengan aplikasi derivatif untuk penetapan kadar

siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat?

2.Keaslian Penelitian

Penetapan kadar campuran menggunakan spektrofotometri ultraviolet

(UV) dengan aplikasi derivatif sudah banyak dilakukan, akan tetapi, penetapan

kadar siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat menggunakan spektrofotometri

ultraviolet (UV) aplikasi derivatif belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat metodologis : Metode ini diharapkan dapat digunakan sebagai metode alternatif di dalam menetapkan kadar senyawa dalam campuran.

b. Manfaat praktis : Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap memberikan solusi mengenai metode yang cepat dan praktis yang dapat

digunakan untuk penetapan kadar.

(23)

4

B. Tujuan

Untuk mengetahui akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ dari metode

spektrofotometri ultraviolet (UV) dengan aplikasi derivatif di dalam menetapkan

kadar siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dalam campuran.

(24)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Siproheptadin HCl

Siproheptadin HCl mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih

dari 100,5% C21H21N.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : serbuk hablur, putih sampai agak kuning; tidak berbau atau praktis

tidak berbau. Siproheptadin HCl sukar larut dalam air, mudah larut dalam

metanol, larut dalam kloroform, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut

dalam eter (Anonim, 1995). Siproheptadin HCl dapat ditetapkkan kadarnya

dengan metode spektrofotometri ultraviolet, didasarkan adanya serapan

siproheptadin HCl pada daerah ultraviolet. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam

larutan asam, siproheptadin HCl memiliki panjang gelombang serapan maksimum

286 nm (Clarke, 1986).

N CH3 H Cl

C21H21N.HCl.11/2H2O; BM 350,89

Gambar 1. Rumus bangun Siproheptadin HCl (Anonim, 1995)

Siproheptadin HCl memiliki indikasi sebagai hay fever, migren dan

urtikaria. Efek samping dari penggunaan siproheptadin HCl antara lain mual,

(25)

6

muntah, anemia hemolitik, trombositopenia, leukopenia, agranulositosis. Dosis

siproheptadin HCl 4 mg 3-4 kali sehari, rentang dosis: 4-20 mg sehari maksimal

32 mg sehari; untuk anak dibawah 2 tahun tidak dianjurkan; anak 2-6 tahun 2 mg

2-3 kali sehari maksimal 12 mg sehari; anak 7-14 tahun 4 mg 2-3 kali sehari

maksimal 16 mg sehari. Dosis yang diberikan unutk migren adalah 4 mg diikuti 4

mg setelah 30 menit jika diperlukan; dosis penunjang 4 mg tiap 4-6 jam (Anonim,

2000).

B. Ketotifen fumarat

Ketotifen fumarat berbentuk serbuk kristal berwarna putih dengan titik

leleh antara 190˚ sampai dengan 196˚. Ketotifen larut dalam air, etanol, praktis

tidak larut dalam kloroform. Ketotifen fumarat dapat ditetapkan kadarnya dengan

metode spektrofotometri ultraviolet, didasarkan adanya serapan ketotifen fumarat

pada daerah ultraviolet. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam larutan asam, ketotifen

fumarat memiliki panjang gelombang serapan maksimum 297 nm (Clarke, 1986).

S O

N

CH3

C19H19NOS; BM 309,43

Gambar 2. Rumus bangun Ketotifen Fumarat (Anonim, 1989)

Sebagai antihistamin, ketotifen fumarat dilaporkan tidak memiliki manfaat

klinis pada asma bronkial dan terbukti mengecewakan. Efek samping dari

(26)

7

penggunaan ketotifen fumarat antara lain mulut kering, mengantuk, pusing, dan

stimulasi susunan saraf pusat. Ketotifen diberikan dengan dosis 1 mg 2 kali sehari

waktu makan, jika perlu dosis dinaikkan 2 mg 2 kali sehari, sedangkan untuk anak

diatas 2 tahun dosis yang diberikan yaitu 1 mg 2 kali sehari (Anonim, 2000).

C. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)

Spektrofotometer UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan

sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja

dan Suharman, 1995). Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektra dengan

panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan yang diabsorpsi (Khopkar, 1990).

Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas interaksi yang terjadi

antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau molekul (Mulya dan Suharman,

1995). Adanya interaksi tadi akan menyebabkan terjadinya perpindahan energi

dari sinar radiasi ke materi yang disebut absorpsi. Absorpsi oleh atom akan

menyebabkan terjadinya transisi elektronik, yaitu peningkatan energi elektron dari

tingkat dasar (ground state) ke tingkat yang lebih tinggi (excited state). Transisi

ini akan terjadi apabila energi yang diberikan oleh radiasi sama dengan energi

ynag dibutuhkan untuk melakukan transisi tersebut.

Transisi elektronik senyawa organik yang dapat terjadi yaitu transisi dari

orbital σ → σ*, π → π*, n → σ* dan n → π* yang ditunjukkan oleh gambar

berikut:

(27)

8

σ* Antibonding

π* Antibonding

E

n nonbonding

π Bonding

σ Bonding

Gambar 3. Diagram tingkat energi elektron molekul (Skoog, 1985) 1. Transisi elektron n →π*

Transisi jenis ini meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tak

berikatan ke orbital antibonding π* seperti Nitrogen, Sulfur, Oksigen, dan

Halogen. Serapan ini terjadi pada panjang gelombang yang panjang dan

intensitasnya rendah (Sastrohamidjojo, 2001).

2. Transisi elektron n →σ*

Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung heteroatom seperti Nitrogen,

Sulfur, Oksigen, dan Halogen yang memiliki nonbonding elektron (elektron yang

tidak berikatan) di samping elektron σ. Elektron nonbonding ini dapat

dipromosikan, pada panjang gelombang yang sangat pendek ke keadaan

antibonding σ*. Transisi ini terjadi panjang gelombang di bawah 200 nm

(Christian, 2003).

(28)

9

3. Transisi elektron π→π*

Transisi ini terjadi pada elektron di orbital π, yaitu pada ikatan rangkap

dua dan rangkap tiga. Eksitasi ini paling mudah terbaca dan bertanggung jawab

terhadap spektra elektronik dalam daerah UV dan tampak (Christian, 2003).

4. Transisi elektron σ→σ*

Transisi ini memberikan energi yang terbesar dan terjadi pada daerah

ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal, sebagai contoh pada alkana. .

Tingkat energi yang dibutuhkan untuk eksitasi sangat besar (Mulja dan Suharman,

1995).

Transisi elektronik yang berguna dalam penelitian adalah transisi π → π*

dan n → π* karena memberikan spektra pada 200-700 nm. Kedua transisi ini

membutuhkan adanya kromofor dalam struktur molekulnya, yaitu suatu gugus

fungsional tidak jenuh yang meyediakan orbital π yang dapat meyerap pada

daerah ultraviolet (Skoog, 1985).

Selain kromofor, dikenal juga istilah auksokrom. Auksokrom merupakan

gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor mengubah panjang gelombang dan

intensitas serapan maksimum, cirinya adalah heteroatom yang langsung terikat

pada kromofor (Sastrohamidjojo, 2001). Gugus auksokrom paling sedikit

memiliki sepasang elektron bebas yang dapat berinteraksi dengan elektron π,

misalnya -OH, -NH2 (Skoog, 1985).

(29)

10

Sistem kromofor siproheptadin HCl adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Sistem kromofor dari siproheptadin HCl

Sistem kromofor dan auksokrom ketotifen fumarat adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Sistem kromofor dan auksokrom dari ketotifen fumarat

Keterangan = --- dan ---: kromofor

--- : auksokrom

Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan, gas atau uap (Mulja dan Suharman, 1995). Pengaruh pelarut

dan substitusi gugus dapat menggeser intensitas dan panjang gelombang.

Pergeseran menuju panjang gelombang yang lebih panjang disebut sebagai

pergeseran batokromik, sedangkan pergeseran menuju panjang gelombang yang

lebih pendek disebut pergeseran hipsokromik. Pergeseran intensitas menuju

intensitas yang lebih besar disebut pergeseran hiperkromik, sedangkan pergeseran

menuju intensitas yang lebih kecil disebut hipokromik (Sastrohamidjojo, 2001).

(30)

11

Menurut Mulya dan Suharman, untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai, antara lain :

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat unutk analisis.

Pelarut yang sering digunakan pada umumnya dalam analisis Spektrofotometri

UV-Vis adalah air, etanol, sikloheksan, dan isopropanol. Namun demikian perlu

diperhatikan serapan pelarut yang dipakai di daerah UV-Vis (penggal UV = UV

cut off) (Mulja dan Suharman, 1995).

Tabel 1. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak (Day and Underwood, 1996)

Spektrofotometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

Transisi elektron ditentukan oleh konfigurasi elektron dari molekul yang

bersangkutan, maka transisi ditentukan oleh struktur molekul. Sehingga molekul

yang berbeda struktur akan memiliki level energi yang berbeda dan setiap jenis

molekul menyerap radiasi pada daerah spektra tertentu. Hal inilah yang menjadi

dasar analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri. Banyaknya cahaya yang

diserap pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan jumlah molekul yang ada. Jenis pelarut UV cut off (nm) Jenis pelarut UV cut off (nm)

(31)

12

Hal inilah yang menjadi dasar analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri

(Willard, Merrit, Dean, Settle, 1988).

Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan

serapan radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang

diteruskan. Keduanya dikenal sebagai serapan (A) tanpa satuan dan transmitan

dengan satuan persen (%T).

Apabila suatu suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu

larutan dengan intensitas radiasi yang datang (I0), maka sebagian radiasi tersebut

akan diteruskan (It), diapantulkan (Ir) dan diabsorpsi (Ia), sehingga :

I0 = Ir + Ia + It (1)

Harga Ir (± 4%) dengan demikian dapat diabaikan karena pengerjaan dengan

metode spektrofotometri UV-Vis dipakai larutan pembanding sehingga :

I0 = Ia + It (2)

Bouguer, Lambert dan Beer membuat formula secara matematik hubungan antara

transmitan (T) atau serapan (A) terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat

yang dianalisis dan panjang sel. Bila konsentrasi (c) dinyatakan dalam mol/liter,

dan panjang sel (b) dinyatakan dalam cm, persamaan menjadi:

bc T

A=log 1 =!. . (3)

Istilah ! didefinisikan sebagai daya serap molar. Bila c dinyatakan dalam

gram/liter, persamaan menjadi:

c b a

A= . . (4)

(Mulja dan Suharman, 1995)

(32)

13

Serapan jenis didefinisikan sebagai serapan dari larutan 1% zat terlarut

dalam sel dengan ketebalan 1 cm dan diberi lambang A (1cm, 1%) (Anonim,

1995). Menurut Rohman (2007), hubungan antara ε denganE11%cm yaitu:

"= E11%cmxBM

10 (5)

Harga ε bergantung pada luas penampang senyawa yang terkena radiasi

(a) dan probabilitas terjadinya transisi energi yang diserap (p). Hubungan ε dan

variabel tersebut adalah sebagai berikut :

ε = k.p.a (5)

Keterangan :

ε = daya serap molar

k = suatu tetapan 1020 atau 8,7 !1019 p = probabilitas (0-1)

a = area molekul sasaran, untuk molekul zat organik (a = 10A2)

Transisi elektronik yang diperbolehkan (allowed transition) adalah transisi

elektronik yang memberikan harga ε > 104 atau harga p = 0,1–1. Sedangkan untuk

harga ε < 103 atau harga p < 0,01 merupakan transisi yang terlarang (for bidden

transition). Secara umum dapat dikatakan bahwa harga sangat mempengaruhi

puncak spektra suatu zat. Rincian harga ε terhadap puncak spektra adalah sebagai

berikut : 1-10 : sangat lemah; 10-102 : lemah; 102-103 : sedang; 103-104 : kuat;

104-105 : sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).

D. Analisis Multikomponen secara Spektrofotometri Ultraviolet (UV)

Analisis kunatitatif multikomponen merupakan pengembangan analisis

komponen tunggalnya. Prinsipnya adalah mencari serapan atau beda serapan

tiap-tiap komponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi,

(33)

14

sehingga dapat dihitung kadar-kadar masing-masing campuran zat secara serentak

atau salah satu komponen dalam campurannya dengan komponen lainnya (Mulja

dan Suharman, 1995). Pemilihan metode analisis multikomponen didasarkan pada

profil kurva serapan masing-masing komponen. Ada tiga kemungkinan profil

spektra serapan yang diperoleh dari suatu larutan yang mengandung dua

komponen penyerap.

1. Kemungkinan pertama

Spektra tidak saling tumpah tindih atau dimungkinkan untuk menemukan

panjang gelombang saat X menyerap dan Y tidak menyerap (λ1) serta panjang

gelombang saat Y menyerap dan X tidak (λ2). Oleh sebab itu, komponen X dan Y

masing-masing dapat diukur pada panjang gelombang tersebut (Day and

Underwood, 1996). Spektra ini terlihat pada gambar berikut:

X Y

S e r a p a n

λ1 λ2

Panjang gelombang

Gambar 6. Spektra serapan yang pada panjang gelombang terjadinya serapan maksimum masing-masing komponen tidak saling tumpang tindih

(Day and Underwood, 1996)

(34)

15

2. Kemungkinan kedua

Spektra yang tumpang tindih satu daerah, seperti pada gambar berikut:

S X Y

e r a p a n

λ1 λ2

Panjang gelombang

Gambar 7. Spektra serapan tumpang tindih satu daerah (Day and Underwood, 1996)

Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1, X menyerap cukup banyak

bersamaan dengan Y pada λ2. Konsentrasi Y dihitung dari serapannya pada λ2

yang dapat diperoleh dengan mengurangkan serapan terukur dengan sumbangan

serapan larutan X pada λ2 yang dihitung dari serapan molar yang telah diketahui

sebelumnya.

(35)

16

3. Kemungkinan ketiga

Spektra tumpang tindih dua daerah pada gambar berikut :

Ac(λ 2)

Gambar 8. Spektra serapan tumpang tindih dua daerah (Skoog et al., 1994)

Persamaan simultan untuk spektra tumpang tindih dua daerah:

Pada λ1 : A1λ1 = ε1λ1b C1 dan AIIλ1 = ε1Iλ1b C1I

CI dan CII = konsentrasi componen I dan II dalam campuran

Serapan molar ditentukan dengan menentukan spektra serapan dari tiap

komponen secara terpisah dalam larutan yang telah diketahui konsentrasinya.

Kemudian dua konsentrasi yang tidak diketahui ditetapkan dengan menyelesaikan

persamaan simultan yang diperoleh dari pengukuran serapan pada dua panjang

gelombang yang berbeda (Sastrohamidjojo, 2001).

(36)

17

E. Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap

spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak (Connors, 1982). Pada

spektrofotometri konvensional, spektra ini merupakan plot serapan, A, terhadap

panjang gelombang, λ. Pada metode derivatif, plot A vs λ, ini ditransformasikan

menjadi plot

! d dA

vs λ, untuk derivatif pertama, dan d2A/ dλ2 vs λ, untuk derivatif

kedua. Derivasi dapat dibuat yang lebih tinggi, dengan demikian spektrogram

akan bertambah dengan sejumlah pemecahan puncak-puncak yang lebih terinci,

dan puncak spektra yang melebar, terpecah menjadi dua. Metode ini dapat

digunakan untuk analisis campuran tanpa pemisahan terlebih dahulu (Willard et

al., 1988).

Analisis kuantitatif spektra derivatif dilakukan dengan jalan

menggambarkan selisih serapan (ΔA) dua panjang gelombang (ΔA = Aλ1 – Aλ2)

terhadap rata-rata dua panjang gelombang tersebut yang berderet teratur, yaitu :

!

(Mulja dan Suharman, 1995)

Profil penurunan spektra derivat dari spektra normal sampai derivat ke

empat tampak pada gambar berikut ini:

(37)

18

Gambar 9. Bentuk spektrogram derivatif pertama sampai keempat suatu pita Gauss (Rattenbury, 1981)

Berdasarkan gambar 9 dapat dibaca bahwa pada spektra derivat pertama,

garis akan melewati nol pada saat y = 0. Pada panjang gelombang zero crossing

suatu senyawa tidak mempunyai serapan atau =0

! d dA

. Derivatif yang lebih tinggi

dari serapan sering kali dimaksudkan untuk mendapatkan spektra yang lebih

spesifik. Dalam spektra derivatif, kemampuan unutk mendeteksi dan mengukur

gambaran spektra dinaikkan cukup besar. Bentuk spektra yang karakteristik ini

mampu membedakan antara spektra yang sangat mirip dalam sebuah

spektrogram. Lebih jauh spektra ini dapat digunakan unutk analisis kuantitatif,

untuk mengukur konsentrasi dari analit yang mempunyai puncak yang

tersembunyi, misalnya yang bertumpang tindih dengan puncak analit lain dalam

sampel (Willard et al. 1988)

F. Parameter Validitas Metode Analisis

(38)

19

Validitas metode analisis merupakan suatu ukuran untuk membuktikan

bahwa metode yang digunakan memberikan hasil seperti yang diharapkan dengan

ukuran akurasi serta presisi yang memadai (Mulja dan Suharman, 1995). Ada

berbagai parameter untuk menilai apakah suatu metode valid atau tidak,

diantaranya:

1. Akurasi atau kecermatan

Akurasi suatu metode adalah keterdekatan nilai pengukuran dengan nilai

sebenarnya dari analit dalam sampel. Indikasi yang paling umum untuk

menyatakan akurasi ysng tinggi adalah perolehan kembali (% recovery). Akurasi

bahan obat dengan kadar kecil yang masih dapat diterima adalah 90-110%,

akurasi untuk kadar yang lebih besar lagi yaitu 95-105%, akurasi untuk bahan

baku yaitu 80-120% (Mulja dan Hanwar, 2003).

2. Presisi atau ketelitian

Presisi suatu metode analisis yaitu sejumlah pancaran hasil yang

diperoleh dari analisis berulangkali pada suatu sampel homogen. Presisi biasanya

dinyatakan dengan Koefisien Variansi (KV). Suatu metode dikatakan memiliki

presisi yang bagus apabila memiliki nilai KV<2%, tetapi kriteria ini fleksibel

tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi

laboratorium. Untuk bioanalisis KV = 15-20% masih diterima (Mulja dan

Hanwar, 2003).

(39)

20

3. Linearitas

Linearitas dari suatu metode analisis merupakan kemampuan untuk

mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi

analit pada kisaran yang diberikan (Rohman, 2007). Data linearitas dapat diterima

jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 (Anonim, 2004).

4. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)

Limit deteksi (Limit of Detection) adalah konsentrasi analit terendah

dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantitasi.

LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal

terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya 2 atau 3:1 (Rohman, 2007).

Sedangakan limit kuantitasi (Limit of Quantitation) merupakan

konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi

dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Rasio signal to noise LOQ umumnya 10:1 (Rohman, 2007).

5. Range

Range merupakan interval antara kadar terendah sampai dengan kadar

tertinggi dari suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif

menggunakan metode tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi serta

presisi yang memadai. Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan satuan

yang digunakan pada metode analisis, misalnya persen atau ppm (Rohman, 2007;

Anonim, 2005).

(40)

21

Metode analisis dibedakan menjadi empat kategori menurut The United

States Pharmacopea (USP) (2005), yaitu:

1. Kategori I

Mencakup metode-metode analisis kuantitatif, untuk menetapkan

kadar komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.

2. Kategori II

Mencakup metode-metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan untuk menganalisis impurities (cemaran) ataupun degradation

compounds dalam sediaan farmasi.

3. Kategori III

Mencakup metode-metode analisis yang digunakan untuk menentukan

karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi.

4. Kategori IV (tes identifikasi)

Tabel II. Parameter validitas metode yang dipersyaratkan untuk setiap kategori (Anonim, 2005)

Kategori 2 Parameter

analisis Kategori 1 Kuantitatif Kualitatif Kategori 3 Kategori 4

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

LOD Tidak Tidak Ya * Ya

LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Range Ya Ya * * Tidak

* = Mungkin tidak diperlukan (tergantung sifat spesifik tes)

G. Keterangan empiris

Siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat masih digunakan sebagai obat

anti-histamin, keduanya dapat ditetapkan kadarnya menggunakan

spektrofotometri ultraviolet (UV). Baik siproheptadin HCl maupun ketotifen

(41)

22

fumarat larut dalam alkohol, sehingga akan sangat sulit dipisahkan secara

konvensional. Secara teoritis siproheptadin HCl memiliki serapan maksimum

pada panjang gelombang 286 nm, sedangkan ketotifen fumarat pada 297 nm.

Dengan adanya serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan

tersebut memungkinkan terjadinya spektra yang tumpang tindih. Sehingga untuk

penetapan kadar kedua senyawa dalam campuran dapat dilakukan secara

spektrofotometri ultraviolet (UV), salah satunya menggunakan aplikasi derivatif.

Validitas suatu metode dapat dilihat dari akurasi, presisi, linearitas, LOD

dan LOQ. Suatu metode dikatakan valid apabila menghasilkan akurasi pada

rentang 90-110% dan presisi kurang dari 2%

(42)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif karena

tidak ada subjek uji yang dimanipulasi atau dikenai perlakuan.

B. Definisi Operasional

1. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak. Pada metode derivatif, plot

absorban versus panjang gelombang ditransformasikan menjadi plot

! d dA

vs λ

untuk derivat pertama, dan d2A/ dλ2 vs λuntuk derivat kedua.

2. Panjang gelombang zero crossing merupakan panjang gelombang yang memberikan amplitudo nol pada spektra derivatif.

3. Amplitudo merupakan laju perubahan serapan terhadap panjang gelombang (dnA/ dλn), diturunkan dari hukum Lambert-Beer, memiliki hubungan yang

linear terhadap konsentrasi.

4. Campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat yang digunakan memiliki perbandingan 2:1, seperti komposisi dalam pulveres yang diproduksi oleh

Rumah Sakit X di Yogyakarta. Kadar yang dipakai menggunakan satuan ppm.

5. Pengukuran siproheptadin HCl dilakukan pada zero crossing ketotifen fumarat dan pengukuran ketotifen fumarat dilakukan pada zero crossing siproheptadin

HCl

(43)

24

6. Parameter kesahihan metode analisis yang digunakan yaitu akurasi, presisi, LOD dan LOQ.

C. Bahan-bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah siproheptadin HCl

(Pharos), ketotifen fumarat (Dankos), metanol pro analisis (E.Merck).

D. Alat-alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Genesis Spectrofotometer

10UV, kuvet Quartz, neraca analitik merk Scaltec, mikropipet Biohit, dan

seperangkat alat gelas.

E. Tatacara Penelitian 1. Pembuatan larutan stok

a. Pembuatan larutan stok Siproheptadin HCl 1000 ppm

Lebih kurang 10,0 mg baku siproheptadin HCl ditimbang seksama

kemudian dilarutkan dengan metanol pro analysis sampai volume 10,00 ml.

b. Pembuatan larutan stok ketotifen fumarat 1000 ppm

Lebih kurang 10,0 mg baku ketotifen fumarat ditimbang seksama kemudian

dilarutkan dengan metanol pro analysis sampai volume 10,00 ml.

(44)

25

2. Pembuatan seri larutan baku

a. Pembuatan seri larutan baku siproheptadin HCl

Larutan stok siproheptadin HCl dipipet 0,200; 0,250; 0,300; 0,350; 0,400;

0,450; 0,500 ml dimasukkan kedalam labu takar 10,00 ml, kemudian diencerkan

dengan metanol pro analysis hingga tanda sehingga didapat larutan siproheptadin

HCl dengan konsentrasi 20,00; 25,00; 30,00; 35,00; 40,00; 45,00; 50,00 ppm.

b. Pembuatan seri larutan baku ketotifen fumarat

Larutan stok ketotifen fumarat dipipet 0,200; 0,250; 0,300; 0,350; 0,400;

0,450; 0,500 ml dimasukkan kedalam labu takar 10,00 ml, kemudian diencerkan

dengan metanol pro analysis hingga tanda sehingga didapat larutan ketotifen

fumarat dengan konsentrasi 20,00; 25,00; 30,00; 35,00; 40,00; 45,00; 50,00 ppm.

3. Pengamatan spektra masing-masing senyawa

Diambil 1 seri konsentrasi larutan terbesar, kemudian dibaca serapannya

pada rentang panjang gelombang 240-380 nm, kemudian dibuat spektra serapan

normal (panjang gelombang vs absorbansi), spektra derivat pertama (

!

d dA

vs

panjang gelombang).

4. Penentuan zero crossing masing-masing senyawa

Dari spektra derivat pertama masing-masing senyawa, ditentukan panjang

gelombang amplitudonya

[

(

)

]

2

memiliki harga nol.

5. Pembuatan persamaan kurva baku

Dibuat kurva baku antara amplitudo terhadap konsentrasi senyawa dari

derivat pertama untuk larutan baku siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat.

(45)

26

Pengukuran amplitudo siproheptadin HCl dibaca pada zero crossing ketotifen

fumarat, sedangkan amplitudo ketotifen fumarat dibaca pada zero crossing

siproheptadin HCl. Dengan persamaan regresi, akan diperoleh persamaan kurva

baku untuk masing-masing senyawa.

6. Pengamatan amplitudo larutan sampel dan perhitungan kadar campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat (2:1) dan (1:1)

a. Pembuatan sampel campuran siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat Lebih kurang 20 mg siproheptadin HCl dan 10 mg ketotifen fumarat (2:1)

yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol sampai 10,00 ml. Sebanyak

0,220 ml larutan tersebut diencerkan dengan metanol sampai 10,00 ml. Setelah itu

larutan sampel dibaca serapannya pada panjang gelombang 240-380 nm. Dari

serapan normal dibuat derivat pertama (

!

d dA

).

Lebih kurang 10 mg siproheptadin HCl dan 10 mg ketotifen fumarat (1:1)

yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol sampai 10,00 ml. Sebanyak

0,350 ml larutan tersebut diencerkan dengan metanol sampai 10,00 ml. Setelah itu

larutan sampel dibaca serapannya pada panjang gelombang 240-380 nm. Dari

serapan normal dibuat derivat pertama (

!

d dA

).

b. Penentuan kadar masing-masing senyawa campuran

Dari spektra derivat pertama sampel, amplitudo sampel dibaca pada zero

crossing yang telah ditetntukan sebelumnya, dimasukkan ke dalam persamaan

kurva baku masing-masing senyawa. Persamaan kurva baku y = bx + a, dimana y

(46)

27

adalah amplitudo, b adalah koefisien regresi, x adalah kadar senyawa (ppm) dan a

adalah konstanta.

F. Analisis Hasil

Validitas dari metode yang digunakan dalam penetapan kadar

siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dalam campuran secara spektrofotometri

ultraviolet dengan aplikasi metode derivatif dapat ditentukan berdasarkan

parameter berikut:

1. Akurasi

Akurasi metode analisis dinyatakan dengan recovery yang dihitung

dengan cara berikut:

recovery= kadar terukur kadar diketahuix

100%

Jika nilai recovery berada pada rentang 90-110%, maka metode ini dinilai

memiliki akurasi yang baik.

2. Presisi

Presisis metode analisis dinyatakan dengan koefisien variasi (KV) yang

dihitung dengan cara berikut:

100% kur

kadar teru rerata

SE =

KV x

Jika nilai koefisien variasi kurang dari sama dengan 2%, maka metode ini dinilai

memiliki presisi yang baik (Mulja dan Suharman, 1995).

(47)

28

3. Linearitas

Linearitas dilihat dari harga r (koefisien korelasi) dari pengukuran seri

baku pada panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa.

4. LOD dan LOQ

LOD dihitung dari :

Y-Yb = 3Sb

LOQ dihitung dari :

Y-Yb = 10 Sb

Dimana Y merupakan absorban pada panjang gelombang spektra normal,

Yb merupakan intersep dari pengukuran seri larutan baku pada panjang

gelombang spektra normal dan Sb merupakan Sx/y. Y dari masing-masing

senyawa pada panjang gelombang spektra normal dirata-rata kemudian

dimasukkan kedalam persamaan garis panjang gelombang zero crossing

masing-masing senyawa.

(48)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Larutan Baku

Siproheptadin HCl memiliki kelarutan dalam metanol (Anonim, 1995)

sedangkan ketotifen fumarat memiliki kelarutan dalam etanol (Clarke, 1986),

tetapi dalam penelitian pelarut yang digunakan adalah metanol. Hal ini

dikarenakan siproheptadin HCl sukar larut dalam etanol (Anonim, 1995),

sedangkan ketotifen fumarat memiliki kelarutan yang cukup baik dalam metanol.

Metanol yang digunakan sebagai pelarut memiliki kualitas pro analysis,

diperlukan kemurnian cukup tinggi sehingga hasil yang diperoleh diharapkan

cukup akurat.

Larutan baku dari masing-masing senyawa dibuat dalam 7 seri kadar.

Larutan baku siproheptadin HCl dibuat dengan konsentrasi 20,00; 25,00; 30,00;

35,00; 40,00; 45,00 dan 50,00 ppm. Larutan baku ketotifen fumarat dibuat dengan

konsentrasi yang sama dengan ketotifen fumarat yaitu 20,00; 25,00; 30,00; 35,00;

40,00; 45,00 dan 50,00 ppm. Pembuatan seri kadar larutan baku dibuat dalam

rentang yang cukup besar, yaitu 20,00-50,00 ppm baik untuk siproheptadin HCl

maupun ketotifen fumarat, dengan tujuan untuk mendapatkan nilai amplitudo

serapan yang cukup besar, sehingga dapat terlihat jelas kenaikan amplitudo

tersebut. Harga amplitudo (dnA/ dλn) sangat bergantung pada beda serapan (dA)

karena dλ bernilai tetap. Sehingga untuk mendapatkan nilai beda serapan yang

cukup signifikan maka konsentrasi larutan diperbesar.

(49)

30

B. Pengamatan Spektra masing-masing Senyawa

Menurut Day dan Underwood (1996) metanol memiliki UV cut off pada

panjang gelombang 210 nm sehingga metanol memiliki kemampuan untuk

meneruskan sinar pada panjang gelombang lebih panjang dari 210 nm, oleh

karena itu penentuan spektra masing-masing senyawa dilakukan pada panjang

gelombang 220 – 380 nm agar pada saat pengukuran serapan tidak dipengaruhi

oleh metanol.

Penentuan spektra normal untuk masing-masing senyawa dilakukan pada

penelitian ini untuk melihat apakah terjadi spektra yang tumpang tindih antara

siproheptadin HCl dengan ketotifen fumarat sehingga dapat dikuantifikasi

menggunakan derivatif, dengan menghubungkan serapan sebagai fungsi panjang

gelombang akan diperoleh spektra serapan normal dari masing-masing senyawa.

Penentuan spektra normal dilakukan menggunakan tiga seri konsentrasi yang

berbeda untuk memastikan reprodusibilitas dari data yang dihasilkan.

Gambar 10. Spektra serapan normal tiga konsentrasi siproheptadin HCl

(50)

31

Berdasarkan spektra serapan normal siproheptadin HCl pada gambar 10

dapat dilihat bahwa bentuk spektranya stabil walaupun siproheptadin HCl yang

digunakan hanya memiliki kualitas working standart. Puncak serapan maksimum

siproheptadin HCl ada pada panjang gelombang 286 nm. Menurut Clarke (1986),

serapan maksimum siproheptadin HCl ada pada panjang gelombang 286 nm. Hal

ini berarti panjang gelombang yang didapatkan dari penelitian sesuai dengan teori.

Gambar 11. Spektra serapan normal tiga konsentrasi ketotifen fumarat

Berdasarkan spektra serapan normal ketotifen fumarat pada gambar 11

dapat dilihat bahwa bentuk spektranya stabil walaupun ketotifen fumarat yang

digunakan hanya memiliki kualitas working standart. Puncak serapan maksimum

ketotifen fumarat ada pada panjang gelombang 298 nm. Menurut Clarke (1986),

serapan maksimum ketotifen fumarat ada pada panjang gelombang 297 nm,

meskipun panjang gelombang maksimum lebih panjang 1 nm dari teoritis tetapi

masih memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia IV (1995) bahwa panjang

gelombang serapan maksimum yang boleh digunakan adalah ± 2 nm.

Penggabungan antara spektra normal siproheptadin HCl dengan ketotifen

fumarat akan terlihat seperti gambar berikut ini:

(51)

32

Gambar 12. Spektra tumpang tindih antara siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat. (a) spektra siproheptadin HCl (λmax 286 nm); (b) spektra

ketotifen fumarat (λmax 298 nm)

Berdasarkan spektra gabungan di atas dapat dilihat tumpang tindih spektra

siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat terjadi pada panjang gelombang 220-380

nm.

C. Penentuan Zero Crossing masing-masing Senyawa

Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap

spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak (Connors, 1982). Pada

spektrofotometri konvensional, spektra merupakan plot antara serapan, A, dengan

panjang gelombang, λ. Pada spektrofotometri derivatif, plot A vs λ

ditransformasikan menjadi plot

!

d dA

vs λ, untuk derivatif pertama, dan d2A/dλ2 vs

λ, untuk derivatif kedua. Pembacaan serapan suatu senyawa dilakukan pada

panjang gelombang zero crossing yang sudah ditetapkan sebelumnya. Panjang

(52)

33

gelombang zero crossing suatu senyawa merupakan panjang gelombang saat

senyawa tersebut tidak memberikan sinyal atau amplitudonya bernilai nol tetapi

senyawa lain memberikan sinyal.

Berdasarkan spektra normal, dibuat spektra derivat pertama, yaitu dengan

memplotkan amplitudo dA/dλ vs λ. Penentuan amplitudo dA/dλ dilakukan

dengan cara selisih serapan (ΔA = Aλ1 – Aλ2) yang berderet teratur dibagi dengan

delta panjang gelombang. Penggunaan delta panjang gelombang yang optimum

akan meminimalkan pengaruh derau atau noise sehingga pengaruhnya tidak

terlalu besar terhadap bentuk spektra dan juga dapat menunjukkan kejelasan dari

bentuk spektra suatu senyawa.

Spektra derivat pertama dari siproheptadin HCl dengan menggunakan

delta panjang gelombang 1 nm dan 2 nm tampak pada gambar berikut ini:

-0.14

220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305 310 315 320 325

Panjang gelombang (nm)

Delta panjang gelom bang 2 nm Delta panjang gelom bang 1 nm

Gambar 13. Spektra derivat pertama siproheptadin HCl delta panjang gelombang 1 nm dan 2 nm

Berdasarkan gambar 13, pengukuran siproheptadin HCl dengan

menggunakan delta panjang gelombang 1 nm masih banyak terdapat peak jika

dibandingkan spektra derivat dengan delta panjang gelombang 2 nm yang lebih

halus.

(53)

34

Spektra derivat pertama dari ketotifen fumarat dengan delta panjang

gelombang 1 nm dan 2 nm tampak pada gambar berikut ini:

-0.14

220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305 310 315 320 325

Panjang gelombang (nm)

Delta panjang gelom bang 2 nm Delta panjang gelom bang 1 nm

Gambar 14.Spektra derivat pertama ketotifen fumarat delta panjang gelombang 1 nm dan 2nm

Berdasarkan gambar 14, pengukuran ketotifen fumarat dengan

menggunakan delta panjang gelombang 1 nm masih banyak terdapat peak jika

dibandingkan spektra derivat dengan delta panjang gelombang 2 nm yang lebih

halus.

Spektra gabungan akan diperoleh jika kedua spektra derivat pertama

masing-masing senyawa dengan delta panjang gelombang 1 nm digabungkan

menjadi satu seperti gambar berikut ini:

-0.14

220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305 310 315 320 325

Panjang gelombang (nm)

Gambar 15. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl dan

(54)

35

ketotifen fumarat dengan delta panjang gelombang 1 nm

Pembacaan spektra dengan menggunakan delta panjang gelombang 1 nm

belum menghasilkan pemisahan spektra yang jelas seperti terlihat pada gambar

15, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam menentukan panjang

gelombang zero crossing yang akan digunakan untuk mengukur senyawa.

Spektra gabungan akan diperoleh jika kedua spektra derivat pertama

masing-masing senyawa dengan delta panjang gelombang 2 nm digabungkan

menjadi satu seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

-0.14

220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305 310 315 320 325

Panjang gelombang (nm)

Siproheptadin HCl Ketotifen fum arat

Gambar 16. Spektra gabungan derivat pertama siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dengan delta panjang gelombang 2 nm

Berdasarkan gambar 16, jika menggunakan delta panjang gelombang 2 nm

untuk pembacaan serapan lebih menghasilkan pemisahan spektra yang jelas,

sehingga delta panjang gelombang 2 nm merupakan delta panjang gelombang

yang optimum untuk pengukuran. Selain itu terdapat titik potong terhadap

absisnya yang disebut dengan zero crossing. Pada panjang gelombang zero

crossing tersebut spektra derivatnya menunjukkan amplitudo bernilai nol. Apabila

kedua spektra digabungkan, dapat dilihat bahwa pada zero crossing suatu

(55)

36

senyawa, senyawa tersebut tidak memberikan sinyal sedangakan senyawa yang

lain memberikan sinyal.

Spektra derivat pertama siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat sudah

menunjukkan pemisahan yang jelas seperti tampak pada gambar 16. Maka untuk

menentukan zero crossing siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dapat

langsung menggunakan spektra derivat pertama selain itu pita serapan untuk

masing-masing senyawa tidak memiliki panjang gelombang yang hampir sama.

Zero crossing siproheptadin HCl ada pada 265 nm dan 287 nm.

Sedangkan zero crossing ketotifen fumarat ada pada 257 nm dan 297 nm. Panjang

gelombang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 287 nm dan 297 nm. Pada

panjang gelombang 287 nm ketotifen fumarat memberikan sinyal sedangkan

siproheptadin HCl tidak memberikan sinyal, karena amplitudonya bernilai nol

maka pengukuran ketotifen fumarat pada panjang gelombang zero crossing

siproheptadin HCl sehingga tidak akan terganggu siproheptadin HCl dan begitu

juga sebaliknya. Siproheptadin HCl diukur pada panjang gelombang zero crossing

ketotifen fumarat yaitu pada 297 nm.

D. Pembuatan Persamaan Kurva Baku

Berdasarkan panjang gelombang zero crossing yang telah ditetapkan, seri

kadar larutan baku siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat yang telah dibuat

diukur amplitudo serapan derivat pertamanya pada panjang gelombang tersebut.

Pengukuran seri larutan baku dilakukan sebanyak tiga kali, tetapi hanya satu

persamaan kurva baku yang akan digunakan untuk penetapan kadar siproheptadin

(56)

37

HCl dan ketotifen fumarat. Konsentrasi larutan dan amplitudo masing-masing

senyawa dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier sehingga diperoleh

persamaan kurva baku, yaitu sebagai berikut ini:

Y = b X + a

Di mana y = amplitudo (dA/dλ), b = koefisien regresi,

x = konsentrasi, dan a = konstanta.

Persamaan tersebut analog dengan hukum Lambert-Beer, di mana semakin

besar konsentrasi maka semakin besar pula harga amplitudo, sehingga ada

hubungan yang linier antara konsentrasi dengan amplitudo (dA/dλ). Parameter

linearitas dilihat dari harga koefisien korelasi (r). Persamaan kurva baku dikatakan

memiliki linearitas yang baik bila harga koefisien korelasinya melebihi r tabel

pada derajat bebas dan tingkat signifikansi tertentu. Dari setiap pengulangan yang

dilakukan, diperoleh harga r yang melebihi harga r tabel yaitu 0,874 dengan df 5

dan tingkat signifikansi 99%.

Selain berdasarkan r tabel, pemilihan persamaan kurva baku juga

didasarkan pada harga r yang mendekati 1. Harga koefisien korelasi yang

mendekati satu menunjukkan hubungan yang linier antara konsentrasi dengan

amplitudo, sehingga persamaan Lambert-Beer dapat terpenuhi. Berikut ini

merupakan hasil pengukuran amplitudo dan perhitungan koefisien korelasi

masing-masing senyawa.

(57)

38

Tabel III. Data kurva baku siproheptadin HCl pada 297 nm

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Konsentrasi (ppm)

Amplitudo Konsentrasi (ppm)

Amplitudo Konsentrasi (ppm)

Amplitudo

20,20 - 0,0130 20,20 - 0,0120 20,04 - 0,0140 25,25 - 0,0175 25,25 - 0,0155 25,05 - 0,0190 30,30 - 0,0195 30,30 - 0,0185 30,06 - 0,0210 35,35 - 0,0280 35,35 - 0,0230 35,07 - 0,0270 40,40 - 0,0290 40,40 - 0,0260 40,08 - 0,0300 45,45 - 0,0300 45,45 - 0,0285 45,09 - 0,0315 50,50 - 0,0400 50,50 - 0,0330 50,01 - 0,0355

r 0,971 r 0,998* r 0,991

B -8,168.10-4 B -6,825.10-4* B -7,036.10-4

A 3,589.10-3 A - 1,768.10-3* A -7,631.10-4

Berdasarkan tabel III, masing-masing replikasi menghasilkan harga r

yang melebihi r tabel. Persamaan kurva baku dikatakan memiliki linearitas yang

baik selain memiliki harga r yang mendekati 1 juga > 0,99 (Anonim, 2004),

karena menandakan adanya korelsi yang baik antara konsentrasi dengan

amplitudo. Replikasi kedua memiliki harga r yang telah memenuhi persyaratan

linearitas. Didapatkan persamaan kurva baku siproheptadin HCl :

Y = -6,825.10-4 X – 1,768.10-3

Gambar 17. Kurva baku siproheptadin HCl

(58)

39

Tabel IV. Data kurva baku ketotifen fumarat pada 287 nm

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Konsentrasi (ppm)

Amplitudo Konsentrasi (ppm)

Amplitudo Konsentrasi (ppm)

Amplitudo

20,06 0,0125 20,02 0,0130 20,20 0,0130 25,08 0,0160 25,02 0,0170 25,25 0,0180 30,09 0,0210 30,03 0,0205 30,30 0,0210 35,11 0,0230 35,04 0,0230 35,35 0,0230 40,12 0,0270 40,14 0,0280 40,40 0,0275 45,14 0,0285 45,04 0,0290 45,45 0,0295 50,15 0,0335 50,05 0,0340 50,50 0,0340

r 0,993 r 0,995* r 0,994

B 6,694.10-4 B 6,740.10-4* B 6,542.10-4

A - 4,296.10-4 A - 1,227.10-4* A 5,893.10-4

Berdasarkan tabel IV, masing-masing replikasi menghasilkan harga r yang

melebihi r tabel. Persamaan kurva baku dikatakan memiliki linearitas yang baik

selain memiliki harga r yang mendekati 1 juga > 0,99 (Anonim, 2004), karena

menandakan adanya korelsi yang baik antara konsentrasi dengan amplitudo.

Replikasi kedua memiliki harga r yang telah memenuhi persyaratan linearitas.

Didapatkan persamaan kurva baku ketotifen fumarat:

Y = 6,740.10-4 X - 1,227.10-4

Gambar 18. Kurva baku ketotifen fumarat

Gambar

Tabel I.    Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak ....................  11
Gambar 17. Kurva baku siproheptadin HCl.................................................
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektron molekul (Skoog, 1985)
Tabel 1. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak (Day and
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil rekontruksi citra tomografi sinar-X Flourensens 2D pada obyek putar berbentuk prisma pejal yang terbuat dari bahan akrilik dan sebagai poros obyek putar

Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPP-DN) untuk dosen di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) diberikan kepada program studi di PPs Penyelenggara

Nilai total HPS : Rp 8.591.127.000,- (delapan milyar lima ratus Sembilan puluh satu juta seratus dua puluh tujuh ribu rupiah). Sumber pendanaan : APBN Tahun Anggaran 2016 pada

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung paling lambat hari Rabu tanggal 24 April

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung paling lambat hari Rabu tanggal 24 April

PUSAT PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK UNIT LAYANAN PENGADAAN DAERAH KELOMPOK KERJA PROVINSI KEPULAUAN RIAU.. KPKNL

Tidak ada badan usaha yang berminat mengikuti proses seleksi/pemilihan Badan Usaha calon mitra kerjasama Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk Pekerjaan Pembangunan,

[r]