• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

3614100102

Alfian Haris Aryawan

Mata Kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan

(RP09-1209)

Teori Analisis Lokasi Industri

Dengan

Segitiga Lokasionalnya

(Alfred Weber, 1909)

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Faktor lokasi merupakan unsur yang tidak pernah lepas dari suatu pembangunan. Dalam hal ini penentuan lokasi ditujukan agar memperoleh kemudahan aksestabilitas dan profit yang tinggi terhadap berjalannya suatu perindustrian.

Kabupaten Sumenep memiliki potensi berbagai jenis hasil perikanan, baik perairan laut beserta hasil olahannya maupun hasil dari pertambakan. Namun, potensi tersebut masih belum termaksimalkan walaupun hasil produksinya berlebih dibandingkan hasil produksi standarnya.

Dengan adanya pembangunan industri, diharapkan akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya. Keberadan industri pengolahan perikanan di Kabupaten Sumenep yang berskala rumah tangga dengan jumlah yang cukup banyak dapat merangsang pertumbuhan sektor perikanan lebih tinggi lagi. Namun, keberadaaan industri berskala rumah tangga tersebut mengalami penurunan kinerja kawasan yang disebabkan oleh menurunnya jumlah industri pengolahan perikanan dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, pada tahun 2007 jumlah industri pengolahan perikanan berskala rumah tangga di Kabupaten Sumenep adalah 9.325 unit. Namun, di tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi 8.705 unit industri. Penyebab turunya industri berskala rumah tangga ini adalah ketidakmampuan bersaing dengan pasar dikarenakan kurangnya inovasi dalam mengelola hasil ikan yang sesuai dengan permintaan pasar. Selain itu, proses pengolahan industri berskala rumah tangga ini masih belum didukung dengan lokasi yang memadahi. Sehingga segala aktivitas pengolahannya dilakukan di lokasi permukiman warga.

Walaupun Kabupaten Sumenep memiliki potensi di sektor perikanan yang cukup memadai, namun tidak cukup membantu permasalahan kemiskinan di Kabupaten Sumenep. Keberadaan industri pengolahan perikanan seharusnya dapat mengatasi masalah kemiskinan yang ada, dikarenakan sektor industri merupakan sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi.

Berdasarka RPJMD Kabupaten Sumenep tahun 2011, pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dianggap belum optimal. Kondisi tersebut diilustrasikan oleh kontributor subsektor perikanan dan kelautan dalam struktur perekonomian hanya 18,15% dari total PDRB Kabupaten Sumenep keseluruhan. Dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat seiring bergulirnya otonomi daerah yang menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan dan perkembangan produk-produk unggulan pada suatu wilayah, akan menyebabkan kesenjangan pembangunan pada tiap-tiap wilayah di Kabupaten

(3)

Sumenep. Sehingga peningkatan nilai tambah sektor perikanan melalui pengembangan industri berbasis peikanan perlu dilakukan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan dimana wilayah yang potensial untuk dikembangkan sebagai industri pengolahan perikanan.

Rumusan Masalah

 Apakah konsep dasar teori lokasi yang sekiranya berkaitan?  Apakah alasan dari pemilihan lokasi?

 Apa saja faktor-faktor lokasi sehingga menjadi lokasi yang terpilih?  Bagaimana implikasi teori terhadap lokasi yang dipilih?

Tujuan

 Dapat menjabarkan teori lokasi yang sekiranya berkaitan dengan permasalahan yang dibahas

 Dapat menjelaskan sebab dari pemilihan lokasi pengembangan lokasi

 Dapat menjabarkan faktor-faktor yang menyebabkan lokasi tersebut menjadi terpilih  Dapat menjelaskan implikasi teori terhadap lokasi yang dipilih.

(4)

KAJIAN TEORI

Analisis Lokasi Alfred Weber (1909).

“Lokasi Industri sebaiknya diletakkan ditempat yang memiliki sewa lahan paling minimal. Tempat yang memiliki total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimaldan cenderung identik dengan keuntungan yang maksimal. (Alfred Weber, 1909).

Teori Weber diatas merupaka teori yang dirumuskan dalam bukunya yang berjudul Über den Standort der Industrien. Teori Weber yang disebut segitiga lokasional, menjelaskan tentang penentuan lokasi yang optimal untuk produksi yang baik didasarkan pada lokasi tetap pasar dan dua lokasi sumber bahan baku.

Untuk mengetahui apakah lokasi optimum lebih ekat dengan sumber input (pasar), digunakan indeks bahan, yaitu perbandingan berat input bahan lokal dengan berat produk akhir. Terkait penentuan lokasi, teori Weber terbagi atas 6.

6 teori Weber terkait penetuan lokasi, antara lain:

1. Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. 2. Sumber daya dan bahan mentah, tidak semua jenis sumber daya alam.

3. Upah tenaga kerja, ada upah yang baku dan telah ditetapkan sehingga jumlahnya sama disetiap tempat, tetapi ada pula upah yang merupakan hasil persaingan antar penduduk.

4. Terdapat satu jenis transportasi serta ketergantungan terhadap biaya transportasi. Besarnya biaya transport dipengaruhi masa bahan baku serta jarak bahan baku menuju pabrik.

5. Adanya kempetisi antar industri

6. Manusia yang selalu berpikir rasional terhadap perkembangan industri Gambar 1, Segitiga Lokasional menurut Alfred Weber

(5)

Dalam teori Weber, terdapat juga beberapa faktor lokasi yang dikemukakan menurut Alfred Weber. Diantaranya:

a) Berdasarkan kelaziman yg terjadi

 Berlaku umum dan praktis untuk setiap kegiatan industri (biaya transport, biaya tenaga kerja, biaya lahan, etc.)

 Berlaku khusus dan hanya terjadi pada kegiatan tertentu pada bobot (bahan mentah dan produk mudah busuk, kelembaban udara, aliran air)

b) Berdasarkan pengaruh ruang

 Faktor regional dimana industri tertarik pada aspek geografis tertentu, jaringan utama orientasi industri (ketersediaan lahan, simpul transportasi, tempat bongkar-muat, pelabuhan). Faktor regional yang murni ekonomi adalah harga bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya transport

 Faktor aglomerasi/deglomerasi dimana dalam jaringan utamanya tidak tergantung pada orientasi geografis, antar industri saling terkait atau saling berjauhan (menekan harga melalui produksi massal, penggunaan mesin yg lebih baik (internal faktor), ketersediaan bantuan (eksternal faktor)

c) Berdasarkan sifat dan keadaan

 Faktor alamiah dan teknis: posisi dan iklim, tingkat upah (umr), kualitas tenaga kerja

 Faktor sosial budaya: tingkat suku bunga, tingkat pendidikan, tingkat kinerja.

Metoda AHP

Dalam jurnal ditemukan bahwa peneliti menggunakan metode AHP. metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang

(6)

kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

(7)

REVIEW JURNAL Metode Penelitian

A. Penentuan faktor-faktor pengembangan industri pengolahan perikanan di kabupaten sumenep.

Tahapan pertama yang dilakukan dalam analisis ini adalah melakukan analisa deskriptif terhadap variabel yang didapat dari tinjauan pustaka untuk dijadikan faktor pengembangan industri pengolahan perikanan. Setelah tahapan tersebut, dilakukan fiksasidengan analisis Delphi. Analisis Delphi yaitu usaha untuk memperoleh konsensus groups/expert yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga diperoleh konvergansi opini. Berikut beberapa tahapan analisis delphi :

 Wawancara Responden

 Reduksi dan Tampilan Data Hasil Wawancara  Iterasi dan Penarikan Kesimpulan

B. Penentuan Prioritas Wilayah pengembangan Industri Pengolahan Perikanan di Kabupaten Sumenep.

Tahap awal penetuan prioritas wilayah pengembangan industri adalah harus diketahui terlebih dahulu bobot tiap variabel. Pembobotan tiap variabel dilakukan menggunakan analisis AHP. Memakai persepsi responden yang dianggap expert sebagai input utamanya. Dalam hal ini, expert yang terkait diperoleh dari hasil analisis stakeholders.

Adapun tahapan analisis AHP pada penelitian ini adalah sebagai berikut: ¤ Mengidentifikasi permasalahan dan menentukan tujuan analisis AHP

¤ Mendetailkan masing-masing kriteria dan alternatif kemudian enyusun ke dalam struktur hierarki

¤ Menentukan responden

¤ Menentukan skala perbandigan ¤ Penyebaran kuisioner

¤ Pengolahan dengan matriks pairwise comparison ¤ Melakukan uji konsistensi.

(8)

Bobot yang diperoleh dari analisis AHP dilakukan analisis multikriteria untuk mengetahui wilayah yang menjadi prioritas pengembangan. Berikut bagan struktur hierarki dalam AHP.

Hasil Penelitian

A. Penentuan Faktor-Faktor Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan di Kabupaten Sumenep

Dari hasil analisis delphi diperoleh faktor-faktor penentu pengembangan industri pengolahan perikanan di Kabupaten Sumenep, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:

Bagan 1, Bagan Struktur Hierarki dalam Metoda AHP

Tabel 1, Faktor Penentu Pengembangan Industri Pengolahan

(9)

Gambar 2, Tingat kepentingan tiap variabel

(10)

B. Penentuan Prioritas Wilayah Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan di Kabupaten Sumenep

Dalam menentukan prioritas wilayah pengembangan industri pengolahan perikanan di Kabupaten Sumenep terlebih dahulu digunakan teknik analisis AHP dengan menggunakan software expert choice untuk menentukan bobot tiap variabel. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2. Dari bobot hasil analisis AHP dijadikan input data untuk melakukan analisis selanjutnya, yaitu multikriteria analisis yang digunakan untuk mengetahui prioritas wilayah pengembangan industri pengolahan perikanan di Kabupaten Sumenep. Hasil bobot AHP dikalikan dengan nilai variabel yang telah distandarisasi satuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

1. Kecamatan Dungkek dengan nilai 0,689355 merupakan kecamatan yang memiliki nilai tertinggi dari hasil perhitungan multikriteria analisis, sehingga sangat berpotensi untuk pengembangan industri pengolahan perikanan. Kecamatan ini memiliki kuantitas bahan bakuyang cukup berpotensi dan

(11)

kuantitas nelayan terbanyak. Selain itu Kecamatan Dungkek merupakan kecamatan yang memiliki kuantitas industri pengolahan ikan dan pengolah ikan terbanyak di Kabupaten Sumenep. Di Kecamatan ini juga terdapat prasarana perikanan yang berupa pabrik es.

2. Kecamatan Sapeken dengan nilai 0,532519 merupakan kecamatan yang memiliki nilai tertinggi dari hasil multikriteria analisis yang berlokasi di wilayah kepulauan. Kecamatan ini menghasilkan produksi ikan dan produk ikan olahan yang berupa ikan kering terbanyak di Kabupaten Sumenep. Dengan demikian kecamatan ini sangat berpotensi dalam penyediaan bahan baku. Selain itu di Kecamatan Sapeken juga terdapat pabrik es. Di kecamatan ini kuantitas industri pengolahan perikanan dan pengolah ikan juga cukup memadai. 3. Kecamatan Ambunten dengan nilai 0,52096 merupakan kecamatan yang

menghasilkan produksi ikan olahan yang cukup banyak, seperti; ikan kering, ikan asapan/pindang dan terasi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Ambunten juga memiliki kuantitas nelayan, industri pengolahan ikan dan pengolah ikan yang cukup memadai.

4. Kecamatan Pragaan dengan nilai 0,510794 merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dan angkatan kerja terbanyak yang dapat menunjang dalam hal ketersediaan tenaga kerja. Kecamatan Pragaan juga memiliki prasarana perikanan yang cukup memadai yang berupa armada dan alat tangkap, sehingga dapat memperlancar dalam memperoleh bahan baku.

5. Kecamatan Masalembu dengan nilai 0,425101 memiliki jumlah alat tangkap terbanyak dan menghasilkan produk ikan olahan berupa ikan kering yang cukup banyak. Selain itu kecamatan ini juga menghasilkan produksi ikan yang cukup memadai. Di Kecamatan Masalembu juga terdapat pabrik es. Kuantitas industri pengolahan ikan dan pengolah ikan di kecamatan ini juga cukup memadai.

6. Kecamatan Raas dengan nilai 0,338187 memiliki kuantitas nelayan dan prasarana perikanan yang berupa armada dan alat tangkap yang cukup memadai, sehingga dapat mempermudah dalam memperoleh bahan baku perikanan. Kontinuitas bahan baku di kecamatan ini juga cukup signifikan. 7. Kecamatan Pasongsongan dengan nilai 0,332017 merupakan kecamatan yang

terletak di WPPS yang sama dengan Kecamatan Ambunten. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang direncanakan untuk kawasan minapolitan oleh Kabupaten Sumenep. Kecamatan Pasongsongan memiliki kuantitas bahan bakuyang cukup melimpah dan produk hasil olahan ikan yang bervariatif,

(12)

seperti; ikan kering, ikan asapan/pindang dan terasi. Selain itu di kecamatan ini juga terdapat pelabuhan perikanan dan pabrik es.

8. Kecamatan Nonggunong dengan nilai 0,2481 memiliki kontinuitas bahan baku paling tinggi di Kabupaten Sumenep. Dengan demikian ketersediaan bahan baku yang terdapat di Kecamatan Nonggunong sangat berkelanjutan.

Dari hasil penelitian dan peta yang dicantumkan diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah yang memiliki potensi sebagai prioritas adalah Kecamatan Dungkek.

Faktor Penentuan Lokasi

Faktor-faktor yang menjadi penentu terhadap lokasi potensial pengembangan industri pengolahan perikanan di Kabupaten Sumenep antara lain, sebagai berikut:

I. Aspek potensi Sumberdaya perikanan

 Ketersediaan bahan baku sumberdaya perikanan

 Faktor Penentuan Lokasi II. Aspek potensi SDM

 Potensi tenaga kerja

 Ketersediaan pengolah ikan

 Ketersediaan nelayan

III. Aspek prasarana industri pengolahan perikanan

 Ketersediaan jaringan listrik

 Ketersediaan jaringan air bersih

 Ketersediaan jaringan jalan

IV. Aspek sarana industri pengolahan perikanan

 Keberadaan prasarana perikanan

(13)

CRITICAL REVIEW Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang di Pilih

Dari jurnal tersebut saya memperoleh informasi yang sangat bermanfaat mengenai penerapan penentuan lokasi potensial dengan metode-metode tertentu. Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi potensial serta Namun, pada kesempatan kali ini saya ingin bereksperimen dengan materi yang telah saya pelajari pada mata kuliah analisis lokasi dan keruangan. Disini saya berpendapat bahwa penentuan lokasi potensial pengembangan industri perikanan di Kabupaten Sumenep juga dapat dianalisis menggunakan teori dari Alfred Weber.

Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan faktor-faktor sebagai penentu lokasi terhadap pengembangan industri perikanan di Kabupaten Sumenep yang terdiri atas aspek SDM yang berupa tenaga kerja, aspek potensi sumberdaya perikanan yang berupa ketersedian sumber bahan baku, aspek prasarana yang berupa jaringan jalan sebagai media terjadinya mobilitas, serta aspek sarana yang berupa keberadaan industri pengolahan perikanan. Jika kita kembai pada teori lokasi industri Weber, Sebagian faktor yang telah disebutkan merupakan faktor yang juga dapat mendukung pelaksanaan analisis menggunakan teori Weber.

Dari ketiga bentuk segitiga lokasional yang dikemukakan oleh Alfred Weber tersebut, dapat disimpulkan bahwa lokasi potensial pengembangan industri perikanan di Kabupaten Sumenep berdasar pada bentuk segitiga (2). Dimana, akibat dari cepatnya pembusukan terhadap ikan yang diperoleh mengharuskan lokasi industri perikanan terletak dekat dengan laut (sumber bahan baku) agar ikan dapat diolah pabrik terlebih dahulu sebelum membusuk. Setelah pengemasan di pabrik (industri perikanan), menggunakan media seperti kaleng sebagai wadah tertutup peletakkan hasil pengolahan ikan membuat daya tahan hasil olahan dari ikan tersebut menjadi tahan lama dan otomatis harga ekonomis dari hasil produksi industri perikanan dapat ditingkatkan.

Gambar 4, Tiga bentuk segitiga lokasional menurut Weber

(1)

(2)

(14)

KESIMPULAN Lesson Learned

Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan pada bab-bab sebelum-nya, maka pelajaran yang saya peroleh adalah:

 Dalam penentuan faktor-faktor, diharapkan agar lebih cermat dan sesuai. Agar analisis sesuai dengan tujuan dilaksanakannya suatu penelitian.

 Dalam menggunakan faktor-faktor penentu lokasi, harus dipastikan bahwa semua faktor sudah sesuai dengan tujuan penelitian. Karena, apabila ada yang tidak sesuai kemungkinan besar akan berpengaruh terhadap hasil akhir penelitian.

 Dalam melakukan penelitian, analisa deskriptif terhadap variabel yang diperoleh dari tinjauan pustaka sangatlah diperlukan guna mengetahui kesesuaian variabel yang akan menjadi faktor penentu lokasi potensial Industri.

 Analisis Delphi yaitu usaha untuk memperoleh konsensus groups/expert yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga diperoleh konvergansi opini. Yang terdiri atas tahapan seperti; wawancara responden, reduksi dan tampilan data hasil wawancara, serta iterasi dan penarikan kesimpulan. Analisis Delphi merupakan analisis yang terkadang terkadang digunakan oleh planner.

 Pemberian penjelasan/deskripsi dalam lembar hasil penelitian (jurnal) merupakan poin penting yang harus selalu dilakukan guna membantu pembaca memahami bentuk penelitian dan data seperti apa yang dibutuhkan oleh seorang peneliti.

 Dari suatu penelitian, berbagai jenis metode penelitian dapat menjadi solusi dari suatu penelitian. Disaat menggunakan satu metode penelitian, metode penelitian lain yang bersangkut dengan tujuan pelaksanaan penelitian dapat menjadi alternatif atau penguat metode penelitian.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Belinda Ulfa, Eko Budi Santoso dan Ema Umilia. 2012. Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan. Surabaya: PWK ITS

Santoso, Eko Budi dan Yuni Astutik. 2013. Prioritas Wilayah Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan di Kabupaten Sumenep.

dhttp://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/2464 (diakses pada tanggal 14 Maret 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini diperoleh hasil : (1) terdapat praktek manajemen laba pada sebagian besar perusahaan yang melakukan SEO, (2) tidak terdapat pengaruh yang

Pada variabel hasil, varietas Dering menunjukkan hasil paling tinggi, hal ini sejalan dengan kemampuannya dalam meningkatkan serapan hara N yung jrgu iinggi.b".rgan

Nah maksudnya, bahwa kemudian ceritanya wes cetho ya, maksudnya aku kemudian membuat karakter suami, karakter istri, anak dan mertua, kemudian ada hal lain yang

Pada umumnya penduduk di Desa Pasireurih merupakan etnis Sunda yang mayoritas beragama Islam (90%). Budaya yang berkembang di lokasi penelitian merupakan kebudayaan

Dari berbagai prespektif tentang makna kata ummah di atas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa kata ummat memiliki arti yang beragam.. Tidak seperti yang diasumsikan

1) Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor). 2) Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat

Berdasarkan data dari hasil siklus I dan siklus II, dapat diketahui bahwa penggunaan strategi pembelajaran induktif yang diterapkan pada pembelajaran IPA tersebut