• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERUMBU KARANG KITA. Oleh : Harfiandri Damanhuri Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta Padang ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TERUMBU KARANG KITA. Oleh : Harfiandri Damanhuri Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta Padang ABSTRAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 TERUMBU KARANG KITA

Oleh :

Harfiandri Damanhuri

Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir – Universitas Bung Hatta Padang

ABSTRAK

Isu kerusakan terumbu karang sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 1990-an dan sejak 1995 di Sumatera Barat mendapat perhatian Badan Dunia terhadap pelestarian terumbu karang. Kerusakan karang di Sumatera Barat banyak diakibatkan oleh pengeboman dan labuh jangkar kapal, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang terumbu karang.

Terumbu karang merupakan kerangka organik yang dibentuk oleh ikan, kerang, udang dan biota lainnya yang berfungsi sebagai pelindung pantai. Bentuk karang bermacam-macam ada yang bercabang, berbentuk bunga, bulat padat, cendawan, gundukan dan karang meja. Kerusakan karang lebih banyak diakibatkan oleh faktor alam dan aktifitas manusia serta oleh aktifitas wisata bahari, maka oleh sebab itu perlu upaya pelestarian dan perlindungan terumbu karang agar karang yang ada dapat tumbuh dan berkembang lebih banyak (kondisi baik).

PENDAHULUAN

Sumberdaya lautan perikanan merupakan salah satu sumber data yang terpenting untuk dapat meningkatkan ekonomi penduduk Indonesia pada saat ini. Hal ini disebabkan oleh Indonesia mempunyai kawasan perairan laut yang sangat luas dengan luas kawasannya mencapai 3,1 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km (Dahuri, et.al. 2001).

Di sepanjang pesisir dan lautan Indonesia terdapat kawasan yang sangat “unik” dimana terdapat 5 (lima) macam ekosistem yang sangat produktif seperti : ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem muara, ekosistem rumput laut dan ekosistem padang lamun yang dapat memberikan kontribusi sebagai areal penghasil sumber protein dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan serta pendapatan daerah.

Perikanan laut termasuk di dalamnya ikan hias, untuk wilayah Sumatera Barat masih rendah hasil ekspornya, baru mampu dikirim sebanyak 1.751 kg selama tahun 2001 sedangkan pengiriman ikan untuk domestik baru mampu sebanyak 9.072 kg. Keragaman ikan hias sangat tinggi di kawasan karang dan terumbu karang. Hal ini disebabkan karena terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dan kaya dengan kehidupan alamiah yang banyak.

Terumbu karang tersusun dari hewan, kerang, tumbuhan laut dan biota laut lainnya yang hidup secara bersimbiosis dalam kondisi lingkungan yang sangat baik dan terbatas untuk dapat berkembang biak sebagai suatu kawasan yang disebut sebagai ekosistem terumbu karang.

(2)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 APA ITU TERUMBU KARANG

Banyak pengertian tentang terumbu karang diberikan oleh para ahli, dimulai dengan Darwin (1842), selanjutnya dijelaskan lagi oleh UNESCO (1978), Ditlev (1980), IUCN (1980), Myer dan Randall (1983), Nybakken (1993), Veron (1993), 1996), UNEP (1993), Scott (1994), dan Suharsono (1996), yang telah disyahkan terumbu karang sebagai sistem khas tropik yang dilindungi.

Secara sederhana terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna.

Terumbu karang bukanlah berdiri sendiri, ia tumbuh dan berkembang dalam bentuk koloni yang sangat komplek, maka ia dinamakan “ekosistem terumbu karang“. Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya alam laut yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan organisme yang sangat melimpah dimana terdapat lebih 4.000 species ikan, dan 2.500 jenis ikan karang yang mendiami kawasan laut dunia. (Nash. 1989, IYOR, 1997). Paling banyak tersebar di daerah tropis, sampai daerah sub tropis pada 350 LU dan 320 LS.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan dan mudah mengalami kerusakan akibat eksploitasi sumberdaya lautan, labuh jangkar, limbah rumah tangga, industri, pertanian, transportasi, aliran sungai, penggunaan bahan peledak dan penangkapan ikan, penambangan karang, pengambilan bunga karang, dan kekeruhan perairan akibat aktivitas daratan.

Proses terbentuknya karang memerlukan waktu yang cukup panjang karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkembang, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, kejernihan, arus, substrat dan parameter fisik dan kimia perairan. Kecepatan pertumbuhan karang tidak lebih dari 5 cm tiap tahun, sedangkan untuk tumbuh 10 – 25 cm memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun.

FUNGSI TERUMBU KARANG

Terumbu karang sangat berperan terhadap produktivitas suatu perairan, dimana produktivitas primernya berkisar antara 300 – 5000 gc/m2/th (Meadows dan Campbell, 1988) lebih tinggi dari laut terbuka, upwelling, estuaria, hutan bakau padang lamun dan mampu menampung biomoss hewan yang tinggi antara 490 – 1.400 kg/ha (Baker & Kaeoniam, 1986). Rusaknya terumbu karang secara langsung akan memberikan dampak terhadap hasil tangkapan nelayan, jumlah dan jenis ikan. Hal ini disebabkan oleh terumbu karang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting di dalam perairan.

Terumbu karang memiliki fungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan, perlindungan dan mencari makan bagi ikan, kerang, udang dan biota lainnya. Selain itu karang juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi dan gempuran ombak, menstabilkan keliling pulau-pulau dan garis pantai dari kikisan ombak yang sangat kuat.

Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata bahari dan tempat menangkap ikan bagi para nelayan. Terumbu karang juga dapat dieksploitasi untuk bahan bangunan, cenderamata, bahan obat-obatan, bahan kosmetik dan hiasan akuarium (Welly, 2001), akan tetapi dengan ditemukannya teknologi tranplantasi karang, alangkah baiknya eksploitasi dan pemanfaatan karang untuk keperluan manusia dan ilmu pengetahuan, serta industri adalah

(3)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 dengan memanfaatkan karang–karang

yang sudah dibudidayakan melalui teknik Tranplantasi karang dan ini tentunya tidak memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang.

JENIS-JENIS TERUMBU KARANG Hewan karang dapat dibedakan menurut bentuk (lifeform) ada yang dikenal dengan karang bercabang (brancing), meja

(tabulate), bunga/daun (foliose), kerak

(encrusting), bulat padat (massive), gundukan (sub massive), dan cendawan/jamur (mushroom) (Veron, 1986).

Akan tetapi karang juga dapat dibedakan berdasarkan ordonya (Order Scleractinia), ada yang dikenal dengan terumbu karang hermatipik (reef building) dimana memerlukan cahaya untuk dapat tumbuh dan berkembang, selanjutnya juga ada yang dikenal sebagai karang bukan terumbu karang (reef non building) dikenal dengan istilah ahermatipik, dimana tidak tergantung kepada cahaya untuk hidup biasanya dikenal dengan akar bakau. Sedangkan karang-karang yang tidak mempunyai kerangka dikenal dengan karang lunak “soft coral” dan ada juga karang yang berkaitan dengan sea anemoni.

Selain itu karang juga dapat dibagi berdasarkan struktur atau jarak dengan daratan. Ini berdasarkan teori Darwin (1842) dimana ia membagi karang yang ada di permukaan bumi dengan 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs) Terumbu karang tepi berkembang sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian cukup arus, sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu karang cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang

baik, bahkan sering banyak yang mati karena mengalami kekeringan.

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang tipe penghalang ini terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai terbesar oleh dasar laut yang terlalu dalam bagi pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Umumnya terumbu karang tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupseakan-akan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. 3. Terumbu karang cincin (atoll)

Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkar goba. Kedalaman goba di dalam atoll rata-rata 45 meter. Atoll tertumpu pada dasar lautan yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusunan terumbu karang dapat hidup.

KONDISI TERUMBU KARANG

Saat ini kondisi ekosistem ini sangat buruk sekali, dibeberapa laporan hanya Pulau Pieh yang memiliki kondisi yang sangat baik, sedangkan untuk kabupaten yang lain juga mengalami kondisi yang sama yaitu kategori buruk dimana kondisi karangnya rusak berat. Di bawah ini dapat kita lihat Tabel 1 dan 2 tentang kondisi umum terumbu karang di beberapa kawasan Sumatera Barat.

(4)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 Tabel.1. Distribusi Liputan Karang (%) di Beberapa Pulau Di Sumatera Barat

Tahun 2001 Lokasi HCA (%) HCNA (%) DC (%) ALGA (%) OF (%) Abiotik (%) Total PC (%) Sikuai 3,57 18,22 0,00 74,08 3,62 0,52 21,78 Sirandah 0,8 11,433 0,00 74,75 8,0166 0,00 12,23 Sinyaro 0,633 22,066 0,00 64,75 11,8833 0,00 23,37 Pasumpahan 2,25 19,65 0,00 65,95 12,1166 0,0 21,90

Sumber : Data Primer (2001)

Tabel.2. Data Terumbu Karang Indonesia Tahun 1996

Kondisi Barat Tengah Timur

Sikuai 1,55 % 9,30 % 11,34 %

Sirandah 14,73 % 29,07 % 29,89 %

Sinyaro 25,58 % 40,70 % 22,04 %

Pasumpahan 58,14 % 29,93 % 36,73 %

Sumber : LIPI (1996)

KERUSAKAN TERUMBU KARANG Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan aktifitas manusia. Faktor alam yang dapat menyebabkan kematian seperti gempa, “tsunami”, pemanasan global, blooming organisme laut tertentu (pada predator karang dan reptide) sedangkan aktifitas manusia yang dapat menyebabkan kematian karang antara lain :

1. Pencemaran

Pencemaran dapat berasal dari daratan maupun dari laut. Dari darat seperti sampah rumah tangga, limbah pabrik, hotel, tambang dan pertanian. Limbah tersebut mengalir ke sungai dan akhirnya bermuara ke laut yang akhirnya mencemari laut dan menyebabkan kematian terumbu karang. Sedangkan pencemaran yang berasal dari kapal yaitu sampah yang berasal dari kapal-kapal penumpang, pesiar, perikanan, minyak dan kapal orang. Tumpahan minyak dan oli dari kapal-kapal tersebut juga dapat

mencemari laut yang mematikan bagi terumbu karang.

2. Racun

Racun dari akar-akar tanaman dan zat kimia (potassium/sianida) digunakan untuk menangkap ikan hias karang. Hal ini dilakukan disebabkan karena ikan hias yang laku di pasaran hanya ikan hias yang tidak cacat, sehingga cara yang dianggap mudah sampai saat ini dengan menggunakan racun. Disamping racun tidak menyebabkan ikan mati dan dapat digunakan untuk membius ikan-ikan yang berada disela-sela karang yang tidak mungkin ditangkap dengan menggunakan jaring/pancing. Akan tetapi walaupun racun yang digunakan tidak menyebabkan ikan mati, tetapi racun tersebut dapat membunuh terumbu karang, sehingga penggunaan racun untuk menangkap ikan termasuk perbuatan yang merusak terumbu karang.

(5)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 3. Bom

Penggunaan bom atau bahan peledak untuk menangkap ikan juga melanggar hukum. Cara-cara seperti ini digunakan orang-orang yang serakah, ingin mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat. Akibatnya banyak organisme yang akan mati, tidak hanya ikan, terumbu karang juga akan hancur kena ledakan.

4. Pariwisata Bahari

Pariwisata bahari seperti menyelam, memancing, berlayar, jetski dan lain sebagainya dapat menjadikan penyebab kerusakan terumbu karang jika tidak dilaksanakan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan. Para penyelam pemula yang baru dapat menyelam sehingga kemampuan menyelamnya kurang baik, dapat menginjak dan mamatahkan terumbu karang jika ia langsung menyelam pada tempat yang ada terumbu karangnya. Kapal-kapal yang mengantar para penyelam atau turis memancing ikan juga membuang jangkar secara sembarangan disekitar terumbu karang juga dapat menyebabkan kehancuran terumbu karang.

UPAYA PELESTARIAN TERUMBU KARANG

Pemanfaatan ekosistem pesisir pantai dan laut termasuk ekosistem terumbu karang adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang kadangkala bertentangan dengan beberapa kepentingan yang lainnya.

Karena gangguan manusia terhadap sistem ekologi kawasan pesisir pantai dan laut maka harus disusun dengan baik agar manfaat pengelolaan laut dan pesisir yang didapatkan dari ekosistem dapat menguntungkan manusia dengan tetap menjaga keaslian ekosistemnya.

Sedangkan pelestarian terumbu karang melalui aturan bertujuan untuk melindungi kelangsungan proses alamiah dalam sistem ekologi sehingga fungsi dan manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang dapat mendukung pelestarian terumbu karang seperti :

1. Diharapkan Pemda setempat menetapkan kawasan Pulau Tengah, dan Pulau Tapi sebagai kawasan Taman Laut Agam, dengan demikian aset yang ada ini dapat dikelola dan dikontrol lebih baik supaya kehidupan terumbu karang dan ikan dapat berkembang biak, dan meluas.

2. Menyediakan fasilitas umum untuk memudahkan para pengunjung mendatangi pulau-pulau seperti pembuatan pangkalan kapal, mooring bouy, air minum, pembuangan sampah, dan syarat-syarat khusus kapal yang mesti digunakan.

3. Kegiatan ecoturism di kawasan terumbu karang sudah semakin populer seperti “sport fishing” dalam keadaan terkontrol, bermain perahu layar, snorkling dan scuba diving, berenang dan aktivitas lainnya. Perlu pembagian kawasan kegiatan.

4. Melakukan pengawasan terhadap para pengunjung yang datang dengan aktifitas-aktifitas yang dapat mencemarkan alam dan lingkungan serta kebersihan air dan kebersihan perairan di kedua pulau dan harus dilakukan secara berkelanjutan.

5. Direncanakan pembangunan dan pengembangan pulau yang terprogram dan berkelanjutan dan penyediaan fasilitas untuk dipublikasikan kepada pengunjung pulau.

(6)

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 2/2003 33 DAFTAR PUSTAKA

Darwin, C.R. 1842. The Structure and Distribution of Coral Reefs in Dubinsky, Z. ed. Pages 1 – 8 p. Ecosystems of the Workd 25. Coral Reef. Elsevier. Amsterdam. 1990.

Ditlev, H. 1980. A Field Guide to The Reef Building Coral of The Indo-Pasific. Scandinaving Science Press Ltd. Klampenborg. 291 p. International Year of Reef. 1997. Brosur

Tahun Antar Bangsa Terumbu Karang 97. Pengurus, Biro Filateli Pejabat Pos Malaysia, Kuala Lumpur.

Marthen Welly. 2001. Terumbu Karang Lestari. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Bali. PPLH Bali dan PADI Foundation. Cetakan I, Juli 2001. 14 Hal. Nash, S.V. 1989. Reef Diversity Index

Survey Method For

Nonspecialist. Tropical Coastal Area Management Newsletter. Philippines. 4(3) : 14 – 17.

Scott, P.J.B. 1984. The Coral of Hongkong University Press. 112 p.

Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia. LIPI Jakarta, Indonesia. 115 p.

Unesco. 1978. Coral Reefs : Research Methods. United Nations Educational. Scientific And Cultural Organization, 7 Place de Fontenoy, 75700 Paris, Brothers Ltd. 581 p.

Veron, J. E. N. 1986. Coral of Australia and The Indo-Pasific. The Australian Institute of Marine

Science. Angus & Roberton Publishers. Australia. 644 p. White, A. T. 91987. Coral Reefs, Valuable

Resource of Southeast Asia. ICLARM Education Series No. 1. International Centre of Living Aquatic Resources Management, Manila Philippines. 36 p.

Referensi

Dokumen terkait

%HUNHPEDQJQ\D GHVD &LPDKL VHEDJDL ORNDVL ]RQD LQGXVWUL WHODK GLNRPXQLNDVLNDQ ROHK &DPDW .ODUL .HSDOD 'HVD &LPDKL PHQLODL EDKZD KDO LQL DNDQ GDSDW PHPEDQWX

b) Koefisien variabel X 1 (rasio utang) yang diikuti rasio lancar (X 2 ) sebesar -12,3% menunjukkan bahwa apabila rasio utang yang diikuti rasio lancar turun satu persen

Mungkin suatu yang tidak tepat bila kebersahajaan tersebut kita amati dan analisis dengan kehidupan kita pada saat ini, berubahnya pola hidup suku Gayo saat ini

Dari hasil numerik disimpulkan bahwa pada saat bilangan Froude hulu lebih besar dari satu satuan maka tegangan permukaan perannya menjadi kurang penting dari

Dilihat dari Antropologi Hukum, baru-baru ini marak terjadi suatu kasus penggusuran pedagang kaki lima yang terjadi di Stasiun Kreta Api Bekasi, dengan kasus ini seluruh pedagang

Bahwa instansi yang berwenang melaksanakan putusan Pengadilan dalam perkara pidana adalah Kejaksaan melalui Jaksa sebagai eksekutor, termasuk eksekusi pidana denda yang

ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERAMPILAN PROBLEM SOLVING MAHASISWA PADA PERKULIAHAN MORFOLOGI TUMBUHAN.. Universitas

Dari hasil uji BNT (Tabel 2) diketahui bahwa kadar air rata-rata dari daging buah nanas kering yang dihasilkan dari interaksi perlakuan tanpa pelayuan dan pengeringan vakum pada