• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN DAN TENAGA KERJA KAITANNYA DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN DAN TENAGA KERJA KAITANNYA DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT ABSTRAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN DAN TENAGA KERJA KAITANNYA DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT Faqihuddin1, Dedi Sufyadi2 , Suyudi2

1Jurusan Ekonomi Pertanian (Agribisnis), Program Pascasarjana, Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi no.24 Tasikmalaya 46115 Telp. (0265) 325656

2Jurusan Ekonomi Pertanian (Agribisnis), Program Pascasarjana, Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi no.24 Tasikmalaya 46115,Telp. (0265)325656

faqihuddin@student.unsil.ac.id, dedi_sufyadi@yahoo.co.id,

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015.Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sektor pertanian berkontribusi sebesar 16,92 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat. Kontribusi sektor pertanian di wilayah kabupaten sebesar 23,53 persen lebih besar daripada di wilayah kota sebesar 3,72 persen. Ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat periode 2010-2013 masih tergolong tinggi, namun meski demikian sejak tahun 2012 cenderung menurun. Sektor pertanian berkontribusi untuk menurunkan ketimpangan sebesar 16,25 persen.Peneliti menyarankan agar pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Barat lebih fokus mengarah pada pemerataan pendapatan dengan tetap menjadikan sektor pertanian

sebagai landasan pengembangan bagi sektor industri maupun jasa.

Kata Kunci: Sektor Pertanian, Pendapatan, Tenaga Kerja, Ketimpangan Pendapatan, Jawa barat

ABSTRCT

This study aims to determine how the contribution of the agricultural sector in reducing income inequality in the West Java province. The method used was the case study method. The research was conducted from August to October 2015. Based on the results of analysis show that the contribution of agricultural sector is 16.92 percent of the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of West Java Province. The contribution of the agricultural sector in the district area is 23.53 percent greater than in the urban areas 3.72 percent. Income inequality in West Java province in 2010-2013 is still relatively high, but even then since 2012 tended to decrease. The agricultural sector contributes to reduce inequality by 16.25 percent. Researchers suggest that the economic development in West Java province is more focused on income distribution and make the agricultural sector as the basic for the development of industry and services sectors.

(2)

2

PENDAHULUAN Latar Belakang

Data Jawa Barat Dalam Angka (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jawa Barat yang bekerja pada tahun 2009, memiliki lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa-jasa. Persentase penduduk yang bekerja pada sektor tersebut masing-masing 39,98 ; 27,84 ; 7,55 ; dan 5,83 persen. Dominasi Sektor Pertanian dalam menyerap sebagian besar tenaga kerja di provinsi Jawa Barat ini wajar karena memang potensi tanah yang subur dan iklim yang optimum untuk pembudidayaan pertanian.

Krisis ekonomi yang terjadi pada Tahun 1997 menggoncangkan perekonomian Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Barat. Namun, sektor pertanian terbukti masih dapat bertahan karena memiliki ketahanan terhadap goncangan struktural dari perekonomian makro. Dengan adanya keterkaitan kebelakang dan kedepan sektor pertanian, maka dengan berkembangnya sektor pertanian akan mampu mendorong berkembangnya sektor perekonomian yang lain sehinggga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, berkembangnya sektor pertanian juga akan meningkatkan pendapatan petani sehingga taraf hidup petani meningkat dan pendapatan masyarakat semakin merata.

Mempertimbangkan kondisi faktual bahwa sektor pertanian masih berkontribusi terhadap perekonomian Masyarakat Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat, penelitian ini dirasa perlu untuk dilaksanakan dengan mengkaji secara spesifik bagaimana peran sektor pertanian dalam perekonomian di Provinsi Jawa Barat khususnya peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Daerah Provinsi Jawa Barat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan tercipta formulasi kebijakan pembangunan ekonomi yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan melainkan juga pemerataan dan stabilitasi.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana:

1. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

2. Tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat dan bagaimana dinamikanya.

3 Kontribusi sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Moehar Daniel (2003) studi kasus adalah penelitian yang sifatnya lebih terarah atau terfokus pada sifat tertentu yang tidak berlaku umum, biasanya dibatasi oleh kasus, lokasi, tempat tertentu dan waktu tertentu.

Analisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, terdiri dari beberapa analisis yang akan dilakukan. Analisis tersebut mencakup: 1) Analisis kontribusi PDRB sektor pertanian

(3)

3

terhadap PDRB Total dan penyerapan tenaga kerja; 2) Analisis ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat; dan 3) Analisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

Sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

: Besarnya kontribusi sektor pertanian pada tahun ke-t (%) : PDRB sektor pertanian pada tahun ke-t (rupiah)

: Total PDRB pada tahun-t (rupiah)

Sedangkan analisis penyerapan tenaga kerja oleh Sektor Pertanian ialah dengan menghitung presentase dari total angkatan kerja di Provinsi Jawa Barat yang bekerja di Sektor Pertanian.

Pengukuran ketimpangan pendapatan antar Kabupaten atau Kota di Indonesia dapat dilakukan dengan metode Indeks Williamsons (CVw) dengan rumus (Arief Daryanto dan Yundy Hafizrianda, 2010):

Keterangan :

: Indeks ketimpangan Williamson

: Jumlah penduduk di Kabupaten/Kota ke-i (jiwa) : Penduduk total (jiwa)

: PDRB perkapita atas dasar harga konstan di Kabupaten/Kota ke-i (rupiah)

: PDRB perkapita atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Barat (rupiah)

Kriteria yang digunakan untuk menentukan taraf ketimpangan adalah (Sjafrizal, 2008):

IW ≤0,35 : Ketimpangan taraf rendah 0,35 < IW< 0,50 : Ketimpangan taraf sedang IW ≥ 0,50 : Ketimpangan taraf tinggi

Peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah dilakukan analisis dengan cara menghitung ketimpangan pendapatan daerah tanpa memasukkan nilai PDRB sektor pertanian dalam perhitungan tersebut. Kemudian

(4)

4

dibandingkan dengan besarnya tingkat ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Apabila setelah PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan ketimpangan semakin besar, maka artinya sektor pertanian berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi.

Selanjutnya, untuk melihat signifikansi perbedaan antara besarnya tingkat ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwp) dan besarnya tingkat ketimpangan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwnp) dalam perhitungan, maka dilakukan uji t-berpasangan.

Hipotesisnya:

: = (tidak ada perbedaan antara CVwnp dan CVwp) : ≠ (ada perbeaan antara CVwnp dan CVwp)

Statistik uji yang digunakan diformulasikan sebagai berikut (Walpole, 1988):

Keterangan:

: rata-rata selisih dari - :standar deviasi, dengan formula:

Keterangan:

: Selisih - ke-i : Rata-rata dari selisih

: Banyaknya jumlah data (n-tahun)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat.

Hasil pengolahan data PDRB dapat dilihat bahwa kontribusi rata-rata sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB di Jawa Barat selama 2010-2013 adalah hanya sebesar 16,92 persen, artinya 80,08 persen adalah delapan sektor ekonomi selain sektor pertanian. Namun demikian, apabila dihitung rata-rata kontribusi delapan sektor ekonomi tersebut masing-masing sektor selain sektor pertanian tersebut hanya berkontribusi sebesar 10,01 persen (masih lebih rendah dari rata-rata kontribusi sektor

(5)

5

pertanian). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memiliki berkontribusi dalam perekonomian Jawa Barat.

Selanjutnya dengan memperhatikan tren dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, kontribusi sektor pertanian memang mengalami penurunan. Dalam suatu negara berkembang hal ini menjadi fenomena yang sudah biasa terjadi seiring pergeseran aktivitas ekonomi ke sektor modern. Akrom Hasani (2010) mengungkapkan bahwa dalam sejarah pertumbuhan ekonomi negara-negara maju menunjukkan pentingnya pengaruh tingkat perkembangan struktural yang tinggi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Beberapa komponen yang utama dari proses perubahan struktural tersebut antara lain mencakup pergeseran bertahap dari aktivitas sektor pertanian ke sektor non pertanian.

Menurut Kuznet, peranan sektor pertanian yang semakin menurun disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik,

elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan (income elasticity

of demand) adalah rendah untuk konsumsi atas bahan-bahan makanan. Di pihak lain

permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang konsumsi hasil industri keadaannya adalah sebaliknya.

Perkembangan struktur perekonomian seperti di atas tidak hanya terjadi dalam perekonomian secara nasional akan tetapi juga dalam perekonomian daerah (regional). Seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang-barang konsumsi non pertanian, maka masyarakat (investor) lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor industri sehingga akhirnya seperti yang diungkapkan oleh Sjafrijal (2008) bahwa pertumbuhan daerah perkotaan yang mana industri-industri berada menjadi lebih cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan yang bertumpu pada sektor pertanian. Kondisi seperti ini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Oleh karena itu sektor pertanian perlu terus mendapatkan perhatian dari pemerintah guna mempertahankan kontribusinya dalam perekonomian termasuk jaminan ketersediaan pangan yang mana ketersediaan pangan ini merupakan suatu hal yang menentukan stabilitas perekonomian secara menyeluruh.

Dengan menggambarkan secara terpisah antara kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Wilayah Kabupaten dan Wilayah Kota di Jawa Barat ternyata terbukti bahwa sektor pertanian berkontribusi lebih tinggi pada wilayah kabupaten

(6)

6

dibandingkan dengan kota. Hal ini terjadi karena memang dilihat dari potensi wilayah yang berbeda. Daerah kabupaten masih memiliki lahan yang relatif lebih luas untuk dapat digunakan sebagai tempat usaha di bidang pertanian.

Selanjutnya serapan tenaga kerja oleh sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2013 berkisar antara 19,96 persen sampai dengan 25,27 persen. Sektor pertanian berkisar dari 74,73 persen sampai dengan 79,94 persen, nilai ini memang jauh lebih tinggi dibanding serapan sektor pertanian. Namun, jika dihitung rata-rata per sektor (8 sektor non pertanian) nilainya menjadi hanya berkisar dari 9,34 persen sampai dengan 9,99 persen per sektor. Artinya serapan tenaga kerja oleh sektor pertanian masih lebih tinggi dibanding oleh sektor-sektor non pertanian. Data tersebut juga dapat diartikan bahwa kebutuhan ekonomi rumah tangga di Provinsi Jawa barat sebagian besar pemenuhannya masih bergantung pada sektor pertanian. Meskipun jika dilihat tren data serapan tenaga kerja tersebut menunjukkan bahwa serapan oleh sektor pertanian cenderung menurun sementara oleh sektor non pertanian cenderung meningkat.

Penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sesuai dengan teori perubahan struktural yang dinyatatakan oleh Todaro (2003) bahwa transformasi ekonomi yang dialami oleh Negara sedang berkembang, yang semulanya bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat didominasi oleh sektor industri dan jasa. Lewis dalam Todaro (2003) memperkenalkan Teori Two Sector Surplus Labor, yang membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu sektor pertanian tradisional (pedesaan subsistem) dan sektor industri modern (industri perkotaan) yang ikhtisarnya mengatakan bahwa surplus labor dari sektor pertanian ditransfer sedikit demi sedikit ke sektor industri modern dengan tahapan perkembangan dan pendidikan juga pelatihan untuk calon tenaga kerja yang dibutuhkan. Kelemahan dari teori ini adalah tingkat hasil keuntungan output yang didapat lebih banyak cenderung diminati oleh kaum penguasa daripada para pekerjanya. Perhatian utama model ini adalah pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja dari desa ke kota serta pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja di sektor modern. Perkembangan sektor modem ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri, sedangkan tingkat upah di perkotaan cukup lebih tinggi untuk menarik tenaga kerja dan desa ke kota tetapi tidak naik dengan terlalu cepat. Syarat agar

(7)

7

proses ini berjalan dengan baik ialah hahwa keuntungan yang diperoleh di sektor modern ditanam kembali dalam sektor modern (dan tidak dilarikan ke bank di luar negeri), dan digunakan untuk perluasan usaha (bukan untuk membeli barang modal yang lebih canggih yang justru menghemat tenaga kerja). Syarat lain yaitu bahwa tenaga kerja yang tidak terampil yang mengalir dari desa ke kota semuanya bisa ditampung di sektor modern. Namun demikian, bahwa syarat-syarat dan anggapan-anggapan ini kenyataannya sulit terpenuhi, sehingga kondisi ini dapat menimbulkan suatu kondisi yang timpang.

Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat dan Dinamikanya

ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat tergolong tinggi Hal ini

menunjukkan bahwa di seluruh wilayah Jawa Barat terdapat daerah dengan pendapatan

masyarakat yang terlampau tinggi sementara di sisi yang lain masih terdapat masyarakat

yang pendapatannya terlampau rendah. Hal tersebut tercermin dari tingkat pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat yang tergolong tinggi di Wilayah Jawa-Bali namun kemiskinan di

Jawa Barat masih tetap tinggi.

Tabel 1. Nilai Indeks Williamson di Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2013

Tahun Indeks Williamson

Th 2010 0.632

Th 2011 0.639

Th 2012 0.640

Th 2013 0.636

Sumber : BPS, 2014 (diolah)

Meski demikian, terlihat bahwa mulai tahun 2012 nilai indeks wiliamson yang menggambarkan ketimpangan pendapatan masyarakat di jawa barat terlihat kecenderungan yang menurun meskipun pada tahun 2013 nilai indeks wiliamson masih diatas 0,50 (masih tinggi).

(8)

8

Kontribusi Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat

Kontribusi sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan membandingkan besarnya Indeks Williamson yang memasukkan PDRB dari sektor pertanian (IWp) dalam perhitungan dengan besarnya Indeks Williamson tanpa memasukkan PDRB dari sektor pertanian (IWnp). Perbedaan antara dua Indeks tersebut akan mencerminkan peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Jika setelah nilai PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan nilai IW naik artinya sektor pertanian berperan dalam menurunkan ketimpangan pendapatan. Hasil analisis dapat diGambarkan dalam bentuk grafik. Terlihat bahwa IWnp nilainya lebih tinggi daripada IWp selama 4 (empat) tahun berturut-turut dengan presentase penurunan akibat memasukan sektor pertanian dalam perhitungan pada periode 2010-2013 yaitu 17.13 Persen, 16.53 Persen, 15.73 Persen dan 15.61 Persen sehingga rata-rata penurunan sebesar 16.25 persen.

Selanjutnya untuk meyakinkan maka dilakukan analisis statistik menggunakan alat uji-t berpasangan untk mengetahui signifikansi perbedaan antara nilai ketimpangan dengan dan tanpa PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil uji statistik menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji-T berpasangan antara IWp dan IWnp

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mea n Std . Deviati on Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lowe r Uppe r Pai r 1 IW p - IWnp -.12375 .00 640 .003 20 -.13393 -.11357 -38.692 3 .000

Nilai Sig (2-tailed) 0,000 <α (0,050) artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai ketimpangan (IW) antara yang memasukan PDRB sektor pertanian (IWp) dan tanpa memasukan nilai PDRB sektor pertanian dalam perhitungan (IWnp) artinya sektor pertanian mampu menurunkan nilai IW di Provinsi Jawa Barat. Namun meski demikian,

(9)

9

nilai IWp masih tetap di atas 0,50 artinya masih diperlukan instrumen kebijakan agar kontribusi sektor pertanian terhadap pemerataan pendapatan semakin meningkat.

Oleh Karena itu, mengingat bahwa sektor pertanian masih berkontribusi dalam perekonomian Jawa Barat sekalipun tidak terlalu besar, tetapi bukanlah merupakan tindakan yang bijak untuk meninggalkan sektor tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana supaya wilayah yang memiliki potensi unggul di bidang pertanian harus tetap didukung keberadaannya oleh semua pihak baik masyarakat, swasta maupun pemerintah sebagai regulator. Sektor unggulan pertanian yang ada akan sangat baik kalau diupayakan agar dapat mendukung aktivitas ekonomi sektor yang lain. Secara makro, pembangunan pertanian dikatakan berhasil atau arah pembangunan pertanian dikatakan telah berada pada jalur yang benar apabila sektor tersebut dapat menggerakkan dan berkontribusi terhadap sektor yang lain.

Sebagian ahli ekonomi memandang sektor pertanian adalah sektor penunjang yang positif dalam pembangunan ekonomi pada negara itu. Beberapa ahli telah mengemukakan pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Todaro (2003) yang mengemukakan pembangunan pertanian sebagai syarat mutlak bagi pembangunan nasional bagi khususnya di negara dunia ketiga. Dia melihat sekitar dua per tiga dari bangsa yang miskin menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sebagian besar kelompok miskin tersebut bertempat tinggal di pedesaan. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi adalah: 1. Sumber utama penyediaan bahan makanan. 2. Sumber penghasilan dan pajak. 3. Sumber penghasilan devisa yang diperlukan untuk mengimpor modal, bahan baku, dan lain-lain. 4. Pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi industri pengolahan dan sektor bahan pertanian lainnya.

Daniel (2003) mengemukakan tiga alasan utama mengapa sektor pertanian perlu dibangun lebih dulu:

1. Barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat. Umumnya pembeli barang-barang hasil industri sebagian besar berada dalam lingkungan sektor pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga memenuhi kebutuhan peralatan dan bahan untuk usaha di sektor pertanian diperlukan barang hasil industri. Oleh karena itu, masyarakat sektor pertanian harus ditingkatkan lebih dulu pendapatannya.

(10)

10

2. Untuk menekan ongkos produksi dari komponen upah dan gaji diperlukan tersedianya bahan-bahan makanan yang murah dan terjangkau, sehingga upah dan gaji yang diterima dapat dapakai untuk memenuhi kebutuhan pokok guru dan pegawai. Keadaan ini bisa tercipta bila produksi hasil pertanian terutama pangan dapat ditingkatkan sehingga harganya lebih rendah dan terjangkau oleh daya beli.

3. Industri membutuhkan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian, karena itu produksi bahan-bahan industri memberikan basis bagi pertumbuhan itu sendiri. Keadaan ini bisa tercipta sedemikian rupa sehingga merupakan suatu siklus dan kerja sama yang saling menguntungkan.

Negara berkembang yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan penduduk akibat kemerosotan yang tajam angka kematian dan penurunan yang lambat dalam tingkat kesuburan akan memerlukan permintaan bahan pangan yang lebih besar lagi. Kebutuhan pangan bagi masyarakat dapat tercapai dengan cara meningkatkan produktivitas pertanian sehingga dapat memperbesar output yang dihasilkan. Meningkatkan daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan atas barang manufaktur dan memperluas ukuran pasar itu sendiri.

Selanjutnya permintaan seperti pupuk, peralatan yang lebih baik, traktor dan fasilitas irigasi di sektor pertanian akan mendorong perluasan sektor industri lebih jauh lagi. Selain itu, pada saat surplus pertanian akan diangkut ke daerah perkotaan dan barang manufaktur diangkat ke daerah pedesaan, sarana pengangkutan dan perhubungan akan berkembang. Dampak jangka panjang perluasan sektor sekunder dan tersier ini akan membentuk kenaikan keuntungan di sektor-sektor tersebut, apakah sektor tersebut dikelola oleh swasta ataupun pemerintah.

Tambahan devisa juga dapat dihasilkan oleh sektor pertanian. Meningkatnya produktivitas pertanian akan memacu peningkatan volume ekspor nasional, sehingga perolehan devisa meningkat. Dengan demikian surplus pertanian mendorong pembentukan modal jika barang-barang modal tersebut diimpor dengan menggunakan devisa dari hasil pertanian. Meningkatnya penerimaan pertanian menjadi jalan terbaik bagi pembentukan modal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memobilisasi pendapatan dari sektor pertanian melalui pajak hasil bumi, pajak tanah, pajak pendapatan hasil

(11)

11

pertanian dan biayabiaya lainnya. Terakhir, kenaikan pendapatan daerah pedesaan sebagai hasil surplus dari hasil pertanian cenderung memperbaiki kesejahteraan masyarakat daerah pedesaan, sehingga standar kehidupan sebahagian rakyat pedesaan meningkat.

Peranan sektor pertanian juga tercermin pada saat Indonesia dilanda krisis. Sektor ini terbukti mampu bertahan selama krisis dan dapat tetap menghasilkan devisa bagi Indonesia disaat sektor-sektor lain ikut terpuruk terbawa gejolak krisis moneter 1998. Depresiasi rupiah terhadap dollar yang cukup besar pada saat itu menyebabkan harga komoditi ekspor pertanian dalam rupiah pada saat itu melonjak sangat tinggi, sehingga mendorong peningkatan volume ekspor. Peningkatan volume ekspor tersebut juga karena produk-produk Indonesia dapat bersaing baik secara kompetitif maupun secara komparatif di pasar internasional (Daniel, 2003).

Menurut Soekartawi (2002), pembangunan pertanian pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi keinginan yang ingin dicapai yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata. Pembangunan pertanian dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas tenaga kerja, tanah dan modal. Dengan usaha tersebut maka, partisipasi aktif petani dan masyarakat pedesaan dapat ditingkatkan, sehingga peningkatan tingkat produksi pertanian dapat dicapai secara efisien dan dinamis diikuti pembagian surplus ekonomi antar berbagai pelaku ekonomi secara lebih adil, serta pengembangan sistem agribisnis yang efisien. Sektor pertanian menjadi prioritas utama karena ditinjau dari berbagai segi memang merupakan sektor yang cenderung dominan dalam ekonomi nasional. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian, pengembangan teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi-investasi oleh negara dalam jumlah besar.

Pertanian kini dianggap sebagai sektor pemimpin “leading sector” yang

diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya (Mubyarto, 1989). Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian layak untuk menjadi sektor andalan ekonomi termasuk sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

(12)

12

PENUTUP Simpulan

Dari hasil pembahasan di bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat selama

periode 2010 sampai dengan 2013 rata-rata senilai 16,92 persen, dengan kontribusi di wilayah kabupaten rata-rata 23,53 persen sedangkan di wilayah kota hanya 3,72 persen Kontribusi Sektor Pertanian terhadap serapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat Periode tahun 2010 sampai dengan 2013 rata-rata 21,83 persen.

2) Ketimpangan pendapatan di provinsi Jawa Barat periode 2010 sampai dengan 2013 masih tergolong tinggi, namun meskipun demikian sejak tahun 2012 kecenderungannya menurun.

3) Sektor pertanian berperan dalam mengurangi nilai ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat dalam periode 2010 sampai dengan 2013 sebesar 16,25 persen.

Saran

Dari simpulan di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:

1) Pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Barat lebih fokus mengarah pada pemerataan pendapatan dengan optimalisasi peran sektor pertanian yang menyerap sebagian besar tenaga kerja melalui pemberian instentif bagi petani seperti subsidi dan asuransi pertanian sehingga pelaku usahatani lebih bergairah dan lebih berkembang usahanya.

2) Dilakukan upaya industrialisasi sektor pertanian sehingga pertanian lebih efisien/menguntungkan.

3) Peningkatan kapasitas tenaga kerja melalui pendidikan dan latihan sehingga produktivitas kerjanya dapat lebih meningkat

4) Dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan menggunakan alat analisis yang lebih tajam sehingga dapat dirumuskan kebijakan pembangunan ekonomi yang tepat kaitannya dengan pemerataan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.

PUSTAKA

Akrom Hasani. 2010. Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift

Share Di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003 – 2008. Semarang:

(13)

13

Arief Daryanto dan Yundy Hafiz Rianda. 2010. Model-model Kuantitatif untuk

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan Aplikasi. Bogor : IPB

Press

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. 2010. Jawa Barat Dalam Angka 2010. Bandung: BPS Jawa Barat

Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Pembangunan Daerah Dalam Angka 2014. Jakarta: BPS RI

Moehar Daniel. 2003. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Baduose Media

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Todaro, M. P. Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid ke-1. Edisi Ke-8. Munandar dan Puji [penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Todaro, M. P. Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid ke-2. Edisi Ke-8. Munandar dan Puji [penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Gambar

Tabel 1.  Nilai Indeks Williamson di Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2013
Tabel 2. Hasil Uji-T berpasangan antara IWp dan IWnp  Paired Samples Test

Referensi

Dokumen terkait

Matematika telah banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahan maupun teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern

Pada orang tua dan guru sebagai konselor harus bisa mendefinisikan masalah agar mengetahui titik pusat suatu masalah sebagai konselor yang efektif

Dapat dilihat bahwa angka porositas terbesar terletak pada spesimen B yang merupakan hasil pengecoran dari almuniun yang menggunakan media pasir cetak dengan campuran pasir

siswa, dan (4) belum ada media pembelajaran yang digunakan guru untuk menarik perhatian siswa. Tidak adanya kreativitas guru dalam mengajar dikarenakan guru

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD, keterampilan berpikir kritis siswa, dan respon siswa. Metode

program studi pendidikan fisika dalam mengikuti pengajaran mikro di FKIP Unsyiah tahun akademik 2016-2017 adalah 77.67% untuk hasil observasi yang dilakukan oleh

Jika diperhatikan kegiatan aktivitas guru dalam penelitian inisudah baik dan berjalan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis portofolio yang ada pada

Perencanaan, Pada siklus I, peneliti mempersiapkan kegiatan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan