• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KONSISTENSI VI.1. Pengertian tentang konsistensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KONSISTENSI VI.1. Pengertian tentang konsistensi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Gadjah Mada 1 BAB VI

KONSISTENSI

VI.1. Pengertian tentang konsistensi

Awal perhatian terhadap berbagai cara tanah bereaksi melawan kakas-kakas dari luar telah mendorong fisika tanah modem mengembangkan sebuah konsep yang dikenal sebagai konsistensi tanah. Namun, sebagaimana yang dialami oleh istilah struktur tanah, istilah konsistensi tanah telah mengalami kendala dalam upaya-upayanya untuk mendefinisikan secara kuantitatif dan pasti. Dermisi khas yang telah diusulkan oleh Russell dan Russell (1950), bahwa konsistensi tanah "melukiskan perwujudan kakas-kakas fisik kohesi dan adhesi yang bekerja di

dalam tanah pada berbagai kandungan lengas termasuk kelakuan kearah gravitasi, tekanan, dorongan dan tarikan kecenderungan untuk menempel benda-benda asing (dan) kepekaan seperti yang dibuktikan oleh perasaan dengan jari-jari tangan para pengamat". Dengan lain perkataan, gagasan tersebut mengandung makna mendefinisikan bagaimana "konsisten" nya suatu tanah dapat tetap bertahan terhadap tekanan, atau sampai seberapa jauh dia dapat mempertahankan bentuknya pada saat dikenai kakas-kakas yang cenderung mengubah bentuk. Tidak peduli betapa sulit mendefinisikannya, konsep konsistensi telah mondorong upaya-upaya konstruktif untuk menemukan paling sedikit kriteria semikuantitatif untuk mencirikan apa yang kits kenal dengan istilah watak reologi tanah. Walaupun dari sudut pandang yang mendasar bahwa kepentingan pokoknya berada dalam memberikan arah pada reologi tanah, kajian konsistensi sendiri telah menghasilkan manfaat yang sangat nyata. Dari segi praktek, konsistensi tanah telah bertahan melawan uji waktu dan kriterianya masih digunakan hampir secara universal, terutama oleh para pakar rekayasa keteknikan tanah (soil engineers).

Faktor yang telah lama dikenal sebagai penentu pokok konsistensi tanah adalah tingkat kebasahan tanah, umumnya dinyatakan sebagai massa air yang ada per satuan massa padatan tanah. Kita ambil sebuah contoh agar dapat mendukung gambaran tersebut, yakni suatu tubuh tanah yang bertekstur geluh (loam). Pada saat kering, tanah ini akan relatih keras dan rapuh dan menunjukkan tingkat kekohesifan yang tinggi (atau sementasi dakhilnya kuat) dan ketahanannya terhadap pengolahan tinggi. Namun kalau diolah, tanah yang kering ini akan hancur menjadi gumpalan-gumpalan yang keras dan pejal, atau juga disebut bongkahan, dan bila diolah secara berlebihan bongkahan-bongkahan ini akan hancur dan mendebu. Bila lembab (tetapi tidak terlampau lembab) tanah

(2)

Universitas Gadjah Mada 2 ini akan benjadi remah, yakni bila diolah akan cenderung untuk mudah hancur dan membentuk ikatan yang lepas-lepas (longgar) dari gumpalan-gumpalan kecil dan lunak. Pada keadaan ini, tanah berada pada atau dekat dengan kelembaban optimal untuk pengolahan, karena dia dapat dapat diolah dengan basil olehan terbaik dan dengan penggunaan energi paling kecil. Apabila tingkat kelembaban ditingkatkan, tanah ini akan kehilangan keremahannya dan berubah menjadi seperti pasta, atau menjadi bersifat liat (plastis). Bila ini diolah, selain dia akan hancur menjadi bongkahan-bongkahan, dia cenderung menjadi mudah dibentuk-bentuk (melumpur) dan bila kering akan menjadi sangat keras. Pada keadaan liat tanah ini terlampau basah jika diolah secara efektif, dan bila diolah tanah mungkin akan mengalami kerusakan struktur lewat perusakan meka'nik agregat-agregat alaminya. Jika lengas tanah ditingkatkan lagi dil atas kisaran liat, tanah jenuh ini akan menjadi lengket (lekat) dan jika dioalh akan menjadi pasta melumpur dan cenderung berwatak sebagai suatu zat alir yang kental (viscous liquid). Pada kondisi yang ekstrim, karena air terus ditambahkan dan campuran ini diaduk, maka tanah akan memasuki keadaan yang disebut seduhan (suspensi).

- Angka-angka Atterberg

Dalam perubahan yang berlanjut dari keaddan kering ke lembab, kemudian ke basah, kemudian jenuh, dan akhimya menjadi ke keadaan kelewat jenuh, tahan ini mengalami suatu rangkaian perubahan konsistensi yang dramatis , dari padat keras dan rapuh, menjadi padat lunak renah, menjadi semipadat liat dan dapat dibentuk-bentuk, dan kemudian menjadi suatu zat alir yang lengket dan kental. Perubahan-perubahan ini , kira-kira sembilan puluh tahun yang lampau, oleh Atterberg seorang pakar tanah berkebangsaan Swedia, diupayakan untuk di ben nama, dengan melalui cara uji sederhana dan praktis, atau dengan prosedurprosedur pengujian khusus, yang kemudian dikenal secara global sebagai batasbatas (angka-angka) Atterberg (Atterberg Limits). Prosedur-prosedur ini dirancang untuk menentukan nilai-nilai kelembaban massa yang pada keadaan tersebut suatu tanah nyata berubah dari satu konsistensi ke keadaan konsistensi yang lain. Prosedur ini merupakan prosedur yang sangat sederhana namun pemakaiannya sudah mendunia. Batas-batas konsistensi di sini memang dibatasi hanya pada contoh tanah yang telah diperlakukan secara khusus dengan cara pengerjaan analisis tertentu pula, sehingga sebenarnya sifat-sifat tanah tersebut tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya di lapangan. Namun demikian, konsep yang mendasari angka-ngka Atterberg ini telah diakui sangat bermanfaat

(3)

Universitas Gadjah Mada 3 dan telah diuji melawan zaman, dan bahkan cara ini masih merupakan porsedur baku di beberapa laboratorium.

Secara garis besar pelukisan angka-angka Atterberg dapat dilukiskan seperti dalam Gambar 6.1 dan 6.2. dengan penjelasan singkat sebagai berikut :

(1) Batas penjonjotan (flocculation limit) : Kelembaban massa yang pada saat itu suatu seduhan (suspensi) tanah diubah dari suatu kondisi zat alir menjadi suatu keadaan semi-zat alir (semiliquid) demgan peningkatan kekentalan yang nyata.

(2) Batas cair (liquid limit) : Kelembaban massa yang saat itu sistem tanah-air berubah dari cairan kental ke benda yang liat atau lentur (plastis). Batas ini juga disebut batas liat (plastis) atas (upper plastic limit). Nilai ini diukur dengan suatu alat khusus seperti tampak pada Gambar 6.3. Mat ini diisfi dengan tanah pada kendungan lengas yng berbeda-beda. Suatu alat pembuat celah digunakan untuk membuat celah pada tanah tersebut. Cawan kemudian diketuk-ketukkan pada landasan dengan amplitudo jatuh tertentu sehingga celah tanah menutup kembali sepanjang kira-kira 12 mm. Jumlah ketukan dan kadar air contoh bersangkutan diplotkan, kemudian batas cair ditetapkan dan diinterpolasikan sebagai kandungan air pada saat celah tanah menutup pada ketukan ke 25.

(4)

Universitas Gadjah Mada 4 Gambar 6.2 Hubungan antara keadaan konsistensi

tanah dengan kelebaban massa, secara skema.

(3) Batas gulung (plastic limit) : Kelembaban massa yang saat itu tanah berubah dari keadaan liat (lentur) ke keadaan semikaku dan remah. Ini juga disebut batas plastis (liat) bawah. Pada prakteknya , batas gulung (hat) ini didefinisikan sebagai kandungan lengas khusus (berdasarkan massa) yang saat itu suatu contoh tanah tepat dapat digulung menjadi benang bergaristengah 3 mm tanpa menimbulkan retak (pecah). Sehingga ini merupakan batas bawah kisaran sehingga suatu tanah lempungan (clayey) berada dalam keadaan bersifat hat (plastis).

Gambar. 6.3. Alat untuk menetapkan batas cair atau batas plastic atas Atterberg.

(4) Batas kerut (shrinkage limit) : Kelembaban massa yang saat itu tanah berubah dari suatu keadaan semikaku menjadi padat kaku tanpa ada tambahan volume jenis akibat pengeringan yang masih berlanjut. Biasanya suatu contoh tanah berbentuk silinder yang

(5)

Universitas Gadjah Mada 5 diperoleh saat keadaan hat, ditimbang dan perubahan volumenya mengikut proses kehilangan airnya diukur. Jika tidak ada perubahan volume lagi contoh tanah dikeringkan dan volume akhir serta berat keringnya ditetapkan. Watak dari pengkerutan tanah lempungan ini dilukiskan secara grafik pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4 Kelakuan pengkerutan tanah lempungan secara hipotetis

(5) Batas lekat (sticky limit) : Ini jarang digunakan. Nilai minimum kelambaban massa yang scat itu suatu pasta tanah akan menempel pada sebuah spatula (colet) baja setelah ditarik dari dalam contoh tanah lembab tersebut.

Diakui bahwa prosedur-prosedur ini tidak seluruhnya obyektif. Pada kenyataannya kemampuan untuk melakukan uji (test) ini keterulangannya sangat bergantung kepada kemampuan (ketrampilan) yang didukung oleh keahlian dari hasil pengalaman pelaku analisis, dan masih dapat dikatakan sebagai suatu seni ketimbang ilmu pasti. Analisis ini tidak berlaku bagi tanah-tanah yang bertekstur kasar yang tidak menunjukkan banyak keplastisan , sehingga hanya berarti bagi tanah-tanah yang mengandung cukup banyak lempung (clay). Diyakini bahwa batas-batas Atterberg ini cepat atau lambat akan digantikan oleh metode-metode lain yang lebih teliti dan obyektif.

Suatu indeks yang berasal dari batas-batas konsistensi yang disebut indeks platisitas (plasticity index), didefinisikan sebagai perbedaan antara batas cair dan batas gulung (batas liat). Ini umumnya digunakan sebagai indikator kelempungan (clayeyness) atau plastisitas potensial suatu tanah dan digunakan misalnya dalam sistem klasifikasi perekayasaan keteknikan tanah. Namun. indeks plastisitas tidak hanya bergantung kepada kandungan lempung tetapi juga kepada sifat lempungnya, apakan tipe membengkak atau tidak, maupun pada kation-kation yang terjerap, kandungan bahan organik, dan perlakuan yang diberikan pada contoh tanah.

(6)

Universitas Gadjah Mada 6 VI. 2. Shear strength

Secara kualitatit kekuatan tanah (soil strength) adalah kemampuan suatu tanah untuk melawan kakas-kakas tanpa mengalami kerusakan (kahancuran), apakah oleh pematahan, pemecahan (fragmentasi), atau oleh aliran. Dalam istilah kauntitatif, kekuatan tanah didefinisikan sebagai tekanan maksimal yang dapat dikenakan kepada suatu tanah tertentu tanpa menyebabkan tubuh tanah tersebut rusak (hancur). Meskipun mudah didefinisikan namun ternyata sulit bagaimana menentukan kriteria ini.

Pada tanah tak jenuh, kekuatan tanah dapat meningkat karena tanah menjadi lebih mampat (kompak), sedangkan pada keadaan jenuh atau mendekati jenuh tekanan-tekanan yang disertai getaran dapat kehilangan kekohesiannya dan bahkan dapat menjadi seperti Lumpur (suatu gejala yang disebut sebagai tiksotropi)(thixotrophy). Sehingga cara dan kecepatan penekanan dapat mempengaruhi baik pola perubahan bentuk maupun tingkat kerusakannya.

Karena sebagian besar peristiwa rusaknya tanah akibat geseran , maka timbul istilah yang sering dijumpai, kekuatan geser (shearing strength). Gambar 6.6 menggambarkan dasar pengukuran kekuatan geser suatu benda. Dengan menggunakan hukum Coulomb dijelaskan bahwa kakas tangensial T diperlukan untuk mengimbangi hambatan yang disebabkan oleh gesekan dua benda datar yang saling menunpang. Kakas ini sebanding dengan kakas normal (tegak) yang bekerja pada bidang datar tersebut. T = u N, dan u adalah koefisien gesekan. Semakin kasar permukaan bidang datar yang sailing bersinggungan tersebut dan semakin berat bobot benda tang menumpang akan semakin besar tenaga (kekuatan) yang diperlukan untuk menggeser benda itu agar bergerak.

Gambar 6.6 Pelukisan hukum Coulomb : kakas tangensial T yang diperluka untuk melawan hambatan gesekan antara kedua benda adalah sebanding dengan kakas normal N yang bekerja pada bidang datar tersebut.

(7)

Universitas Gadjah Mada 7 Perlu diingat kembali bahwa hambatan tanah terhadap tekanan yang diberikan dapat dicirikan dengan dua parameter : kekohesifan yang mewakili menempelnya atau pengikatan zarah-zarah tanah yang harus dipatahkan jika tanah tersebut digeser dan sudut gesekan dakhilnya mewakili hambatan gesekan yang dialami tanah jika suatu tanah dip aksa untuk meluncur (menggeser) di atas suatu tanah.

Tanah yang menunjukkan kekohesifan yang kuat, disebut tanah kohesif, umumnya mengandung sejumlah lempung yang memiliki pengaruh pengikatan atau perekatan tanah secara internal. Pasir yang kering, umumnya non-kohesif , sehingga hambatan terhadap geseran hanya disebabkan oleh gesekan antar zarah yang disebabkan olehluncuran dan bergulingnya zarah satu terhadap yang lain. Dalam hal pasir yang lembab, pengaruh tegangan muka pada meniskus air di antara butir-butir tanah menyebabkan kekohesifan senyatanya tanah tersebut, yang hilang akibat pengeringan atau penjenuhan. Inilah alasan mengapa pasir yang lembab di sepanjang pantai cukup kaku dan mampu menahan beban alat-alat transportasi yang lalulalang di atasnya, sementara itu pasir yang di dalam air maupun yang telah kering tidak mampu menahan beban tersebut.

VI.3. Pemampatan (compaction)

Jika dikenai tekanan, tanah cenderung menjadi mampat, atau dapat dikatakan, bahwa tanah tersebut meningkat kerapatan (jarak kedudukan) butirbutirnya. Perlu dibedakan dua istilah penting ini, yakni pemampatan (compaction) dan pemadatan (consolidation). Pemampatan telah digunakan untuk penekanan tubuh tanah talc jenuh yang menyebabkan penurunan volume bagian udaranya. Istilah konsolidasi telah digunakan untuk menyatakan penekanan tanah yang jenuh dengan cara memeras keluar airnya. Istilah kompresi (penekanan) dimaksudkan sebagai tindakan (proses) perapatan (butirbutir) tanah, termasuk baik pemampatan (compaction) maupun pemadatan (konsolidasiXconsolidation).

Ada kaitan erat antara pemampatan dan kelembaban optimal sehingga dengan usaha tertentu akan didapatkan hasil pemampatan tertentu pula. Uji Proctor merupakan salah satu cara untuk mancapai tujuan tersebut. Untuk sejumlah upaya pemampatan tertentu, berat volume (bulk density) tanah yang dihasilkan adalah sebagai fungsi kelembaban tanah. Gambar 6.7 menunjukkan ketergantungan fungsi tersebut. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada keadaan kering berat volume yang dicapai pada mulanya meningkat dengan semakin meningkatnya kelembaban, kemudian mencapai suatu puncak yang disebut kerapatan maksimal yang dicapai pada nilai kelembaban optimum, dan diluar kelambaban ini kerapatannya menurun.

(8)

Universitas Gadjah Mada 8 Gambar 6.7 Kurve hubungan khas lengas-kerapatan bagi suatu tanah

bertekstur sedang yang menunjukkan kerapatan maksimal yang dapat dicapai denagn upaya pemempatan tertentu.

Tanah yang kering sulit dimampatkan karena bahan padat (matrks)nya yang kasar dan kaku dan tingginya derajad ikatan zarah dan zarah, saling mengunci, dan atau hambatan gesekan untuk berubah bentuk. Setelah tanah meningkat kelembabannya, selaput lengas memperlemah ikatan antarzarahnya, menyebabkan membengkak, dan menurunkan gesekan internal dengan cara melumasi zarah-zarah tersebut, sehingga menyebabkan tanah lebih dapat diolah dan dapat dimampatkan. Ada pengaruh besarnya upaya (tenaga) pemampatan terhadap bentuk kurve. Semakin besar upaya pemampatan menyebabkan kurve tersebut digeser ke atas dan ke arah kiri, yang menunjukkan semakin meningkatnya berat volume yang lebih tinggi yang dapat dicapai pada nilainilai lengas optimal yang lebih rendah.

Pengalaman menunjukkan bahwa garis lengkung yang menghubungkan puncak-puncak semua berat volume versus kurve kelembaban setara dengan garis tingkat kejenuhan 80%, dan bahwa bagian-bagian kurve yang menurun cenderung untuk melebar pada suatu garis lengkung yang mewakili tingkat kejenuhan sekitar 85-90%.

(9)

Universitas Gadjah Mada 9 Gambar 6.8 Kelompok kurve lengas versus kerapatan untuk upaya

pemempatan yang berbeda (El> E2> E3 > E4). Perhatikan

bahwa garis kejenuhan 100% , mewakili porositas terisi udara nol, yang dihitung berdasarkan anggapan berat jenis tanah 2,65 g cm 3.

Di dalam kaitannya dengan aspek agronomis, tanah atau lapisan tanah dianggap mampat jika porositas total, dan terutama porositas terisi udaranya begitu rendah, sehingga menghambat aerasi, maupun pada saat tanah dalam keadaan begitu mampat, dan pori-porinya begitu halus, karena menghambat penembusan oleh akar serta drainase. Pemampatan juga mengundang masalah terutama dalam hal pengolahan tanah. Bentuk-bentuk pemampatan yang lain yang seringkali dijumpai. antara lain : kerak permukaan, lapisan subsoil, cadas curi (hardpan), fragipan, orstein.

Gambar

Gambar 6.4 Kelakuan pengkerutan tanah lempungan secara hipotetis
Gambar 6.6 Pelukisan hukum Coulomb : kakas tangensial T yang diperluka  untuk  melawan  hambatan  gesekan  antara  kedua  benda  adalah  sebanding  dengan  kakas  normal  N  yang  bekerja  pada  bidang  datar tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh setiap variabel yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan untuk mengetahui pengaruh yang

Penelitian ini merupakan penelitian tentang tingkat kecemasan dan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field.. Tujuan penelitian ini untuk

Penelitian ini hertujuan untuk mengetahui aktivitas peredaman radikal he has, dari ekstrak metanol kulit hatang pule (Alstonia scholar is) dan kayu rapat (Parameria

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tindakan kelas yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: (1) Aplikasi model pembelajaran kontekstual dengan inkuiri

Dari jumlah di atas yang dihentikan penggunaannya karena rusak berat/hilang tetapi belum dihapuskan adalah _ 0 _ unit senilai Rp.. Ringkasan Laporan Barang

Urutan pengerjaan pembuatan huruf/angka pada bidang plesteran terdiri dari: melukis huruf/angka pada permukaan, menyiapkan permukaan, melekatkan adukan pada permukaan,

Siswa perlu dibekali dengan LKS khusus untuk pembelajaran virtual, sehingga mereka akan memiliki pengalaman belajar yang tidak jauh berbeda dengan rekan- rekannya di kelas

Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa efisiensi rata-rata penggunaan bahan bakar premium yang paling maksimal adalah ketika menggunakan manifold 4 dan dengan penambahan