• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA TAHUN 2012-2013

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

HANIF UMMU HAPSARI

21109006

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH

(2)
(3)

KEMENTERIAN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stainsalatiga.ac.id email:administrasi@stainsalatiga.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama : HanifUmmuHapsari

NIM : 21109006

Jurusan : Syariah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Judul : Problem Hakim Mediator Dalam Mediasi Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012-2013

Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

Salatiga, 2September2014 Pembimbing,

(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hanif Ummu Hapsari

NIM : 21109006

Jurusan : Syariah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 14 September 2014 Yang menyatakan,

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Real success is determined by two factors. Firs is faith, and second is action”

Kesuksesan sejati ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah keyakinan, dan kedua adalah tindakan.

PERSEMBAHAN

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil‟alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi,M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga; 2. Bapak Drs.Machfudz,M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini;

3. Bapak Beny Ridwan,M.Hum., selaku Ketua Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga;

4. Bapak Sukron Makmun,S.HI,M.Si., selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah;

5. Seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi ilmunya yang sangat bermanfaat;

6. Orang tuaku dan suamiku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi;

7. Teman-teman Syariah angkatan 2009, terutama sabahat peneliti, Ana, Nurul, Dyah, Lia dan Affah;

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin.

Wassalamualaikum wr.wb.

(8)

ABSTRAK

Hapsari Ummu Hanif. 2014. MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013. Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs.Machfudz,M.Ag

Kata Kunci: Mediasi, Perceraian, Pengadilan

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi banyaknya proses mediasi perceraian yang gagal di Pengadilan Agama Salatiga. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Problem apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Bagaimana upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan, yaitu data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara terhadap beberapa hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu memaparkan obyek penelitian apa adanya sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan. Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini mengenai peran hakim mediator dalam upaya meminimalisir angka perceraian. Kemudian secara cermat menelaah, meneliti dan menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada.

(9)
(10)

BAB II. MEDIASI PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Perceraian dalam islam

1. Pengertian talak... 16

2. Hukum talak dalam islam... ……... 20

3. Macam-macam talak... 22

B. Mediasi pada kasus perceraian... 29

1. Pengertian mediasi... 30

2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama …... 33

a. Tahap pra mediasi... 33

b. Tahap proses mediasi... 33

c. Mediasi mencapai kesepakatan... …...….34

d. Mediasi tidak mencapai kesepakatan... 35

e. Tempat penyelenggaraan mediasi... 35

f. Perdamaian di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali... 35

C. Mediasi dalam islam... ... 36

BAB III. TEMUAN PENELITIAN A. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga... 43

B. Problem Hakim mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam mediasi... 44

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar konsultasi sripsi Lampiran II Nota pembimbing Lampiran III Nilai SKK Mahasiswa Lampiran IV Permohonan izin penelitian

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Keluarga yang sakinah yang penuh mawaddah dan rahmah merupakan dambaan setiap orang. Keluarga sakinah dapat dibangun jika setiap unsur keluarga terutama suami isteri memahami tujuan perkawinan dan mengerjakan hak serta kewajiban masing-masing dengan penuh rasa kesadaran. Mereka saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan saling membantu lahir maupun batin. Mereka saling menghargai dan memahami kedudukan dan fungsi masing-masing. Jika ini semua berjalan baik , maka keluarga bahagia yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang akan secara otomatis terbentuk dalam keluarga. Namun di dalam perjalanan rumah tangga jika terjadi perselisihan yang pelik (syiqaq) antara pasangan suami isteri , kemudian mereka membawanya ke Pengadilan Agama , maka disini peran seorang mediator sangat diharapkan dapat menengahi permasalahan mereka hingga diupayakan terjadi perdamaian diantara mereka.

(13)

Maha Esa atau sesuai dengan tuntunan agamanya. Undang-Undang Perkawinan telah mensyaratkan asas mempersukar perceraian, yaitu dengan menentukan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak,dan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Berdasarkan asas mempersukar tersebut, maka seharusnya perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri dalam kehidupan rumah tangga setelah upaya perdamaian tidak dapat terlaksana. Walaupun Undang-Undang Perkawinan telah mengatur secara jelas asas-asas perkawinan, namun kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah dilaksanakan. Kehidupan yang harmonis antara suami istri kadang tidak dapat diwujudkan sehingga tercipta konflik/sengketa antar pribadi suami istri dan berakhir dengan perceraian

(14)

penyelesaian sengketa. (Gunawan Wijaya, dkk, 2001). Mediasi secara formal telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(Perma) No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan terakhir disempurnakan dengan Perma RI No. 1 Tahun 2008, yang menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian sengketa yang harus dilakukan dalam setiap pemeriksaan perkara di pengadilan. Ketentuan Perma telah mengatur secara rinci proses mediasi yang dapat dilakukan dengan bantuan mediator sepanjang sidang berlangsung dan belum diputuskan oleh hakim.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 2008,

pengertian Mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu : “ Mediasi adalah

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu

oleh mediator “. Disini disebutkan kata mediator yang harus mencari “berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa “ yang diterima para pihak.

Pengertian mediator disebutkan dalam pasal 1 butui 5, yaitu : Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa”. Para pihak akan mengambil keputusan sendiri atas dasar negosiasi dengan pihak lawannya.

(15)

Agama pada tahun 2008 berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ( PERMA Nomor. 1/2008 )

Dalam kehidupan rumah tangga sering dijumpai seorang suami atau isteri mengeluh dan mengadu kepada orang lain atau kepada keluarganya, akibat tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak atau karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara suami isteri tersebut. Dan tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan (perceraian).

Salah satu sebab dimungkinannya perceraian tersebut adalah syiqaq (terjadinya perselisihan atau persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri). Namun jauh sebelumnya dalam Al Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 35

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,

Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan

seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam

itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi

taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha

(16)

Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan perselisihan atau persengketaan antara suami isteri yaitu

dengan jalan mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah

pihak untuk membantu menyelesaikan perselisihan tersebut.

(17)

Dalam hukum islam, mencegah perceraian antara suami dan isteri harus selalu diupayakan, sekalipun konflik sudah sampai ubun-ubun, tetapi terus diupayakan untuk mencegah terjadinya perceraian, salah satunya dengan mediasi. Berkenaan dengan hal ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan selanjutnya disebut PERMA No. 1 tahun 2008 yang bertujuan untuk meningkatkan peran haikm dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim sebelum memeriksa perkara lebih lanjut wajib berusaha mendamaikannya, dengan memberi nasihat-nasihat. Namun karena keadaan suami isteri yang bereperkara di pengadilan sudah sangat parah, hati mereka sudah pecah, maka upaya perdamaian selama ini tidak banayak membawa hasil.

Dalam penelitian ini penyusun menjadikan Pengadilan Agama Salatiga sebagai subyek penelitian dengan alasan Pengadilan Agama Salatiga setiap tahunnya angka perceraian terus mengalami peningkatan, sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui sejauh mana peran dan fungsi lembaga mediasi di Pengadilan Agama Salatiga bereperan aktif dalam menekan jumlah angka perceraian.

(18)

persoalan-persoalan, baik yang disebabkan oleh pihak tergugat dan penggugat maupun hambatan-hambatan lain dari pihak pebgadilan.

Penelitian ini terfokus pada problem yang dihadapi hakim mediator

dalam menangani kasus perceraian. Untuk itu penulis mengambil judul “

Problem Yang Dihadapi Hakim Mediator Dalam Mediasi Perceraian

Suami Isteri Di Pengadilan Agama Salatiga “.

B. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini terfokus pada mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti memfokuskan pada beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga?

2. Kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga?

(19)

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini tentunya penulis mempunyai tujuan-tujuan

tertentu sebagai mahasiswa syari‟ah di STAIN SALATIGA. Sebagai

konsekwensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

2. Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

3. Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini semoga bermanfaat untuk;

1. Manfaat Akademik

a. Menambah wawasan tentang proses mediasi dalam menangani kasus perceraian.

(20)

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi:

a. Pengadilan Agama yang diteliti agar lebih meningkatkan kinerja mediatornya agar mampu menghadapi hambatan-hambatan yang dialami dalam kasus perceraian.

b. Masyarakat agar lebih mengetahui dan memahami proses mediasi yang ada di Pengadilan Agama Salatiga khususnya dalam menangani kasus perceraian

E. TELAAH PUSTAKA

Berdasarkan penelusuran data yang peneliti lakukan, terdapat beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan terkait peranan mediasi dalam upaya meminimalisir angka perceraian serta skripsi yang mengacu pada SEMA No. 01 Tahun 2002 dan PERMA No. 02 Tahun 2003.

Diantara karya ilmiah yang memuat tentang hakim mediasi adalah

Skripsi Ainur Rofiq yang berjudul “Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Yogyakarta pasca SEMA No. 01 Tahun 2002”, dalam skripsi ini

(21)

Skripsi Aeni berjudul “Upaya Perdamaian Hakim dalam Upaya

Mencegah Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Purbalingga

Tahun 2005)” menjelaskan bahwa hakim sebagai pihak netral bagi para

pihak yang bersengketa untuk menghentikan persengketaannya yaitu mengupayakan tidak terjadinya perceraian kemudian hakim memberikan nasehat dan menjelaskan konsekuensi yang timbul akibat perceraian, namun tingkat keberhasilan yang dilakukan hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi pihak yang berikai masih minim.

Skripsi Ahmad Jawahir yang berjudul “ Ketidakberhasilan Usaha

Hakim dalam Mendamaikan Perkara Perceraian ( Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Pada Tahun 2007 ), menjelaskan bagaimana usaha Hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi para pihak khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama Yogyakarta. Skripsi ini juga menyebutkan faktor-faktor yang menghambat hakim dalam mendamaikan para pihak yang sudah bulat ingin bercerai, karena keterbatasan waktu dan kemudaratan dalam kehidupan rumah tangga lebih banyak daripada maslahatnya.

(22)

peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam hukum keperdataan.

F. PENEGASAN ISTILAH

1. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa

2. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator

3. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

G. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian dan pendekatan

Penelitian merupakan penelitian field research ( penelitian lapangan), dalam arti data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap sejumlah responden dari beberapa hakim mediator di lingkungan Pengadilan Agama Salatiga.

(23)

sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan . Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini mengenai peran hakim mediator dalam upaya meminimalisir angka perceraian. Kemudian secara cermat menelaah, meneliti dan menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Salatiga, sebab angka perceraian mengalami peningkatan yang signifikan sehingga sejauh mana fungsi dari lembaga mediator ini dalam upaya meminimalisir an.gka perceraian dapat maksimal dengan baik.

3. Sumber Data

a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber. Sumber data utama ini dicatat dan di rekam. Narasumber dipilih dan diurutkan sesuai kapasitasnya.

(24)

4. Prosedur Pengumpulan Data

a. Observasi

Mengadakan pengamatan langsung terhadap mekanisme mediasi di Pengadilan Agama Salatiga dan sejauh mana perannya dalam upaya menekan jumlah perceraian.

b. Wawancara mendalam

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad,1990:174). Wawancara dalam penetian ini dengan menggunakan dialog langsung dengan beberapa Hakim mediasi di Pengadilan Agama Salatiga

c. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan melihat dokumen-dokumen terkait seperti dokumen atau arsip Kantor Pengadilan Agama Salatiga.

5. Analisis Data

Setelah data terkumpul semua maka penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut.

(25)

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif penyelidikan yang menuturkan, menggambarkan, menganalisa dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik survai, interview dan observasi. (Surakhmad 1990:139)

6. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan keabsahan data ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen, oservasi dan mencari informasi dari berbagai pihak yaitu pelaku perceraian dan saksi yang terlibat dalam kasus perceraian tersebut.

H. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penulisan dalam hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

(26)

BAB II MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA: Dalam bab kedua ini penulis memaparkan tentang pengertian perceraian, macam-macam perceraian, mediasi pada kasus perceraian, kemudian memberikan gambaran tentang mediasi secara umum dan mediasi di lingkungan Pengadilan Agama pada umumnya serta memaparkan mediasi dalam Islam.

BAB III TEMUAN PENELITIAN : Dalam bab ini penulis memaparkan tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, problem mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, upaya yang dilakukan hakim mediator dalam mengatasi problem-problem mediasi, serta analisis dari hasil temuan penelitian.

(27)

BAB II

MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

A. Perceraian Dalam Islam

1. Pengertian talak

Talak diambil dari kata “ithlak” yang menurut bahasa artinya

“melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara‟, talak yaitu:

ِةَّي ِج ْو َّزل ا ِةَق َلاَعْلا ُء اَهْن ِا َو ِج ا َو َّزل ا ِةَطِب َرل

Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan

suami istri.

Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi

suaminya. (Ghazaly, 2006:191)Namun ini berlaku untuk talak ba‟in untuk raj‟i seorang suami masih diperbolehkan ruju‟ kepada istri

sebanyak dua kali, selama masih dalam masa iddah

Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara‟ datang

untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi

(28)

menalak istri, ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak lagi begitu seterusnya kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti wanita, Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki pada zaman Jahiliyah menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu. Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra. Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. (Azzam, 2009:255)

Menurut syara‟ yang dimaksud talak ialah memutuskan tali

perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut. Menurut bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan (Umar, 1986:386)Kata “talak” dalam bahasa Arab berasal dari kata “thalaqa- yutahliku-thalaqaqan” yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata thallaqa-yuthaliku-tathliiqan. Jadi kata ini semakna dengan kata taqliq

yang bermakna “irsal” dan “tarku”yaitu melepaskan dan meninggalkan. Menurut Sabiq (2009:2) Kata Talak berasal dari kata thalaq adala h al-ithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam,

(29)

a. Dalil disyariatkan talak

Dalil disyariatkan talak adalah Alquran, sunnah, dan ijma‟.

Dalam Alquran Allah berfirman:

Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk

lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan

cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229)

Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapannya menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami istri dapat membangun rumahtangga sebagai pijakan berlindung dan bersenang-senang di bawah naungannya dan agar dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik. (Azzam, 2009:257)

Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari pada Allah menyebutkan akad antara suami istri sebagai janji yang berat (mitsaq ghalizh) sebagaimana firman Allah: Dan mereka (isteri-isterimu telah mengambil dari kamu perjanjian

(30)

kuat, maka tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Segala sesuatu yang melemahkan hubungan ini dibensi Islam karena mengakibatkan luputnya manfaat dan hilangnya maslahat antara pasangan suami istri tersebut. Telah kami isyaratkan pada hadist Rasulullah.

م نباو دواد ىبا هاور( ْق َلاَّطلا ُالله َىلِإ ِل َلاَحْل ا َضَغْب َأ )مك احلاو هج ا

Artiya:

Sesuatu perkawinan yang dibenci oleh Allah adalah

talak/perceraian. (Ibnu Majah jus 1)

Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara suami istri, dalam pandangan Islam ia keluar dari padanya dan tidak memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong kami orang yang merusak hubungan suami istri terhadap suaminya.

(Azzam, 2009:257)

Sedangkan ijma‟ menyepakati bahwa hubungan suami istri

(31)

2. Hukum Talak Dalam Islam

Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan sabda Rasulullah Saw.

ْق َلاَّطلا ُالله َىلِإ ِل َلاَحْل ا َضَغْب َأ

Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wajalla

adalah talak (Ibnu Majah jus 1)

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak, pendapat yang lebih benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur terhadap nikmat Allah, mengkufuri nikmat Allah haram hukumnya. Talak tidak halal karena darurat misalnya suami ragu terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada istri karena Allah Maha Membalikkan segala hati. Jika tidak ada hajat yang mendorong talak kufur terhadap nikmat Allah secara murni dan buruk adab terhadap suami, hukumnya makruh.

Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum

(32)

adakalanya sunnah seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak pernikahan. Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada orang tua yang bukan memberatkan, karena buruk akhlaknya dan ia tidak tahan hidup bersamanya, tetapi ini tidak mutlak karena umumnya wanita seperti itu. Rasulullah telah mengisyaratkan dengan sabdanya: Wanita yang baik seperti burung gagak yang putih kedua sayap dan kedua kakinya. Hadis ini sindiran kelangkaan

wujudnya Al-A‟shamm artinya putih kedua sayapnya atau kedua kakinya dan atau salah satunya.

Ulama Hanabilah (penganut mazhab Hambali) memperinci hukum talak sebagai berikut haram, mubah, dan kadang-kadang dihukumi sunnah. Talak wajib misalnya talak dari hakam perkara syiqaq, yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak bias didamaikan

lagi, dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila, terhadap istrinya setelah lewat empat bulan.

(33)

mandubatau talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang

sudah keterlaluan yang telah melanggar perintah-perintah Allah, misalnya meninggalkan sholat atau kelakuannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi atau istri sudah tidak menjaga kesopanan dirinya. (Tihami, 2009:250)

3. Macam-macam Talak

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak di bagi menjadi dua yaitu :

1) Talak Raj‟i

Talak Raj‟i yaitu thalaq dimana suami masih mempunyai hak untuk

rujuk kepada istrinya, dimana istri dalam keadaan sudah digauli. Hal ini sesuai dengan Qs Al-Baqarah : 229 yang berbunyi :

(34)

Talak (yang dapat di rujuk) dua kali. Setelah itu boleh

rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan

dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali

sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,

kecuali kalau keduaanya khawatir tidak akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah (Tihami, 2009 :233).

2) Talak Ba‟in

Talak Ba‟in adalah talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak Ba‟in terbagi menjadi dua bagian:

a) Talak ba‟in sughra, yaitu talak yangmenghilangkan hak-hak

rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan nikah baru kepada bekas istrinya. Artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Yang termasuk dalam talak ba‟in sughra ialah :

1) Talak yang dijatuhkan kepada istrinya sebelum berkumpul 2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut Khulu‟ 3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang di

penjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya Hukum talak bain shugra:

(35)

2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)

3. Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal 4. Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah

bekas suaminya dengan berpisan tempat tidur dan mendapat nafkah

5. Rujuk dengan akad dan mahar yang baru

b) Talak ba‟in kubra, ialah talak yang mengakibatkan hilangnya

hak ruju‟ kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu masih ingin melakukanya, baik diwaktu iddah maupun sesudahnya. Yang termasuk dalam thalaq ba‟in kubra adalah: perceraian yang mengandung unsur sumpah seperti ila, zihar,

dan li‟an

Sebagian ulama berpendapat yang termasuk talak bainkubra adalah segala macam perceraian yang mengandung

unsur-unsur seperti: ila, zihar, dan li‟an Hukum talak bain kubra:

1. Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri

2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)

(36)

4. Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain.

Maksudnya apabila seorang suami menceraian istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagi sebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain.Apabila suami yang telah terlanjur menjatuhkan talak sampai tiga kali terhadap istri, tiba-tiba menyesal, tidak boleh minta kepada seorang suami untuk mengawini bekas istrinya itu, dengan permintaan setelah berlalu beberapa waktu dan setelah terjadi persetubuhan supaya menceraikan istrinya, guna memungkkinkan kawin lagi dengan suami pertama itu. Dalam hubungan ini hadis Nabi riwayat Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah dari Ali

memperingatkan, „Allah mengutuk laki-laki muhallil (mengawini perempuan untuk menghalalkan perkawinan kembali dengan bekas suaminya lama) dan laki-laki yang menyuruh orang lain kawin sebagai muhallilnya. (Basyir, 1999:81)

Di tinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, talak dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut:

a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat: 1. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila dijatuhkan

(37)

2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu

dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi‟iyah,

perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialahtiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil,

atau karena suami meminta tebusan (khulu‟), atau ketika istri

dalam haid, semuanya tidak termasuk talak sunni.

3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan, di pertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.

4. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.

b. Talak Bid‟i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid‟i:

1. Talak, yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (menstruasi) baik dipermulaan haid maupun di pertengahannya. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi

pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud. c. Talak la sunni wala bid‟i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori

(38)

1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid,

atau istri yang telah lepas haid.

3. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.

Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang digunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:

a. Talak Syarih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.

Beberapa contoh talak syarih ialah seperti suami berkata kepada istrinya:

1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya ceraikan sekarang juga.

2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga.

Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istri dengan talak syarih maka menjadi jatuhlah talak dengan sendirinya, sepanjang diucapkannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.

b. Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata sindiran, atau samar-samar suami berkata kepada istrinya:

(39)

2. Selesaikan sendiri segala urusanmu. 3. Janganlah engkau mendekati aku lagi.

4. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga. 5. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga. 6. Susullah keluargamu sekarang juga.

7. Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang.

8. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu. 9. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang. 10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.

Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.Tentang kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sindiran ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami. Artinya, jika jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh. (Ghazaly, 2006:195)

B. Mediasi Pada Kasus Perceraian

(40)

Secara detail tentang mediasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Pada saat sidang pertama majelis hakim akan melengkapi berkas-berkas yang diperlukan dalam persidangan seperti : kelengkapan surat gugatan, surat kuasa, surat panggilan para pihak, dan sebagainya. Selanjutnya hakim akan menjelaskan bahwa sesuai prosedur dimana sebelum dijalankannya proses cerai maka para pihak diwajibkan mengadakan mediasi. Kemudian hakim bertanya apakah para pihak mempunyai mediator? Jika tidak maka hakim akan menentukan seorang mediator untuk memimpin mediasi para pihak.

b. Majelis Hakim kemudian menentukan hakim lain untuk menjadi mediator dalam pelaksanaan mediasi tersebut.

c. Mediasi dilakukan di ruang khusus di Pengadilan Agama. d. Umumnya mediasi dilakukan maksimal dua kali

e. Bila dalam mediasi tidak tercapai perdamaian atau rujuk maka barulah proses perkara perceraian dapat dilaksanakan

1. Pengertian Mediasi

(41)

Jadi Mediasi adalah suatu proses dimana kedua belah pihak yang bersengketa atau lebih menunjuk pihak ketiga yang netral dan impartial untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dari sengketa. Selain itu mediasi bersifat pribadi, rahasia, kooperatif dan tidak terikat denag aturan-aturan formal sebagaimana proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Mediasi yang dilakukan oleh para pihak dengan bantuan mediator bertujuan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan dan memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa serta bersifat problem solving, bukan untuk mencari kalah atau menang. Karena itu dalam suatu mediasi mediator hanya menjadi fasilitator yang membantu para pihak dalam mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan mereka, menyiapkan panduan membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat.

(42)

Kompilasi Hukum Islam Pasal 76 ayat 2 namun kenyataannya jarang sekali atau hampir tidak ada hakim yang mengangkat hakamain sebagaimana maksud pasal tersebut.

Mahkamah Agung RI melalaui peraturan Mahkamah Agung RI nomor 1 tahun 2008 telah mengintegrasikan mediasi kedalam proses beracara di Pengadilan sebagai salah satu instrumen untuk mengatasi penumpukan perkara. Pasal 4 peraturan ini menginsyaratkan bahwa seluruh sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian damai dengan bantuan mediator kecuali sengketa yang diselesaikan melalui proses pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan badan penyelesaian sengketa konsumen dan keberatan atas putusan komisi persaingan usaha. Sengketa perdata yang dimaksud dalam pasal ini termasuklah sengketa perkawinan.

(43)

hukum sebagaimana pasal 2 ayat 3 perma ini. Dengan demikian mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar persidangan menjadi suatu keharusan dalam penyelesaian sengketa perdata.

Diwajibkannya mediasi khususnya dalam sengketa perkawinan seperti perceraian membawa manfaat yang besar bagi para pihak karena melalui mediasi akan dicapai kesepakatan dan solusi yang memuaskan dan terselesaikannya problem yang menjadi penyebab keretakan rumah tangga sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga. Namun perlu diingatkan bahwa sengketa perkawinan (perceraian) yang diajukan ke pengadilan tidak jarang saat hari persidangan yang telah ditentukan hanya dihadiri oleh satu pihak saja yaitu pihak Penggugat/ Pemohon atau Tergugat/Termohon tidak diketahui alamat pastinya. Disinilah akan muncul permasalahna apakah persidangan ditunda untuk memanggil Tergugat/Termohon atau pihak yang tidak hadir sebagaimana Pasal 127 HIR/151 RBg, atau ditunda untuk mediasi.

2. Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama

Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama (PERMA No.1 Tahun 2008) a. Tahap Pra Mediasi

1. Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi

(44)

3. Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang bersengketa

4. Para pihak memilih mediator dari daftar nama yang telah tersedia pada hari sidang pertama atau paling lama 2 hari kerja berikutnya 5. Apabila dalam jangka waktu tersebut dalam point 4 para pihak tidak

dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki Ketua Majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalani fungsi mediator

b. Tahap Proses Mediasi

1) Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk Mediator yang disepakati atau setelah ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim Mediator yang ditunjuk

2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak Mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Majelis Hakim

3) Mediator wajib mempersiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para pihak untuk disepakati

4) Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan “Kaukus”

(45)

1) Jika Mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan Mediator

2) Jika mediasi diwakili oleh kuKasa Hukum maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai 3) Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari sidang

yang telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian tersebut

4) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim

untuk dikuatkan dalam bentuk “Akta Perdamaian”

5) Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian maka harus memuat clausula pencabutan gugatan dan clausula yang menyatakan perkara telah selesai d. Mediasi Tidak Mencapai Kesepakatan

1) Jika Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada Hakim

2) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan

(46)

e. Tempat Penyelenggaraan Mediasi

1) Mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan Mediasi diluar Pengadilan

2) Penyelenggaraan mediasi disalah satu ruang Pengadilan Agama tidak dikenakan biaya

f. Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali

1) Para pihak yang bersepakat menempuh perdamaian di tingkat Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali wajib menyampaikan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang mengadili

2) Ketua Pengadilan Agama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama (bagi perkara Banding) atau ketua Mahkamah Agung (bagi perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali) tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian

3) Hakim Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 hari kerja sejak menerima pemberitahuan tersebut

4) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Agama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Majelis Hakim Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali untuk dikuatkan dalam Akta Perdamaian

(47)

C. Mediasi dalam Islam

Mediasi dalam konsep Islam dikenal dengan istilah Shulhu/Ishlah, beberapa ahli fiqih memberikan definisi yang hampir sama meskipun dalam redaksi yang berbeda, artinya yang mudah difahami adalah memutus suatu persengketaan. Dalam penerapan yang kita fahami adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua orang yang saling bersengketa yang berakhir dengan perdamaian.Sedangkan Hanabilah memberikan definisi Al-Sulh adalah kesepakatan yang dilakukan untuk perdamaian antara dua pihak yang bersengketa.(al-Mughni,1984:3)

Praktik al-Sulh sudah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW dengan berbagai bentuk untuk mendamaikan suami isteri yang sedang bertengkar, antara kaum muslimin dengan orang kafir, dan antara satu pihak dengan pihak lain yang sedang berselisih. Al-sulh menjadi metode untuk mendamaikan dengan kerelaan masing-masing pihak yang berselisih tanpa dikukan proses peradilan ke hadapan hakim.Tujuan utamanya adalah agar pihak-pihak yang berselisih dapat menemukan kepuasan atas jalan keluar akan konflik yang terjadi. Karena asasnya adalah kerelaan semua pihak.

(48)



   



128. dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[357] atau sikap tidak

acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik

(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[359]. dan

jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu

(dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.

[357] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari

pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari

pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau

menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.

[358] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya

(49)

[359] Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian

haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian

jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, Maka boleh suami

menerimanya.

Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kisah Saudah binti Zam‟ah isteri Rasulullah SAW disaat ia mencapai usia lanjut, Rasulullah SAW hendak menceraikannya. Lalu Saudah emberikan jatah hariannya kepada Aisyah sebagai tawaran asalkan ia tidak diceraikan. Rasulullah SAW menerima hal tersebut dan mengurungkan niatnya untuk menceraikannya. ( alDimasyqi,1999:426 )

Tafsir ayat ini juga ada dalam kitab Shahih al-Bukhari. Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wanita yang takut akan nusyuz atau sikap acuh tak acuh dari suaminya adalah wanita yang suaminya tidak lagi ada kenginan terhadapnya, yaitu hendak menceraikannya dan ingin menikah dengan wanita lain. Lalusi wanita (isterinya) berkata kepada suaminya:

”Pertahankanlah diriku dan jangan engkau ceraikan. Silahkan engkau menikah lagi dengan wanita lain, engkau terbebas dari nafkah dan kebutuhan untukku”. Maka firman Allah dalam ayat tersebut: maka tidak mengapa bagi keduanya mengusahakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagimereka).

(50)

Dari sebab turunnya ayat ini, penulis berpendapat bahwa Saudah saat itu melakukan upaya perdamaian ketika akan terjadi perceraian. Ia berupaya mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan merelakan jatah harinya diberikan kepada Aisyah, isteri Rasulullah SAW yang paling muda. Dalam hal ini memang tidak ada pihak ketiga sebagai mediator, namun apa yang dilakukan Saudah adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang kemudian ditegaskan dalam syariat Islam dengan turunnya surat An-Nisa‟ ayat 128 tersebut.

Bentuk perdamaian antara suami isteri yang sedang berselisih terdapat dalam al-Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 35. Ayat ini lebih dekat

35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

(51)

dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud

Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri

itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

[293] Hakam ialah juru pendamai

Ayat ini menjelaskan bahwa jika ada syiqaq/persengketaan antara suami isteri, maka Hakim mengutus 2 orang hakam/juru damai. Kedua hakam tersebut bertugas untuk mempelajari sebab-sebab persengketaan dan mencari jalan keluar terbaik bagi mereka, apakah baik bagi mereka perdamaian ataupun mengakhiri perkawinan mereka. Syarat-syarat hakam adalah:

1. Berakal 2. Baligh 3. Adil 4. Muslim

Tidak disyaratkan hakam berasaldari pihak keluarga suami maupun isteri. Perintah dalam ayat 35 diatas bersif atanjuran. ( Sabiq,1998:185 )Bisa jadi hakam diluar pihak keluarga yang lebih mampu memahami persoalan dan mencari jalan keluar terbaik bagi persengketaan yang terjadi diantara suami isteri tersebut.

(52)

mengutus hakam yang memenuhi syarat-syarat seperti layaknya seorang mediator profesional. Seorang hakam juga berhak memberikan kesimpulan apakah perkawinan antara suami isteri layak dipertahankan atau bahkan lebih baik bubar. Tidak berbeda dengan tugas meditor yang melaporkan hasil mediasi dengan dua pilihan, berhasil atau gagal.

Konsep islam dalam menghadapi persengketaan antara suami isteria dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, tidak mungkin dilewati tanpa adanya perbedaan sikap dan pendapat yang berakumulasi pada sebuah konflik. Oleh karena itu, islam selalau memerintahkan kepada pemeluknya agar selalu berusaha menghindari konflik. Namun apabila terjadi, perdamain adalah jalan utama yang harus diambil selama tidak melanggar syariat.

(53)

BAB III

TEMUAN PENELITIAN

A. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga diantaranya sebagai

berikut :

(54)

b. Pembayaran panjar biaya perkara dan penandatanganan Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM)

c. Penunjukan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara oleh Ketua Pengadilan Agama

d. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menentukan hari sidang dengan penetapan

e. Jurusita Pengadilan melakukan pemanggilan kepada para pihak (Penggugat dan Tergugat)

f. Para pihak hadir dalam persidangan

g. Ketua Majelis Hakim memberikan penjelasan kepada para pihak untuk melaksanakan mediasi dengan mediator dari hakim Pengadilan Agama atau bisa juga dari luar Pengadilan Agama

h. Setelah para pihak memilih mediator kemudian ketua majelis membuat penetapan mediator dan selanjutnya para pihak dipersilahkan untuk menemui mediator yang telah disepakati oleh para pihak untuk kesepakatan kapan dilaksanakannya mediasi. Kalau mediator dari luar Pengadilan Agama, bebas dilakukan dimana dan kapan dengan batas waktu maximal 40 hari setelah sidang, kalau mediator dari hakim Pengadilan Agama, maka harus dilaksanakan dikantor Pengadilan Agama. i. Setelah Mediasi selesai dilakukan, kemudian mediator membuat laporan

(55)

j. Kalau mediasinya berhasil maka penggugat diperintahkan untuk mencabut perkaranya dalam sidang berikutnya, kemudian ketua majelis membuat penetapan pencabutan perkara. (Wawancara dengan Bapak Djaenuri, M.H)

Beberapa hakim mediator, dalam melakukan mediasi memang mengikuti aturan PERMA dan pedoman perilaku mediator. Saat akan melakukan mediasi pertama-tama memperkenalkan diri dulu dan memberikan pengertian tentang mediasi, lalu para pihak diminta memperkenalkan diri secara singkat. Membaca resume perkara atau surat gugatan untuk mengetahui pokok permasalahan. Lalu mediator bertanya tentang keinginan para pihak apa tujuan bercerai. Mediasi yang dilakukan oleh beberapahakimmediator telah mengikuti aturan yang ada. Contohnya adalah mediasi dilakukan selama 40 (empat puluh) hari, perpanjangan 14 hari kerja. Berapa kali mediasi dilakukan bergantung pada seberapa parah kasus tersebut dan seberapa besar peluang kembali atau tidak

B. Problem Hakim Mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam Mediasi

Dalam BAB III ini penulis juga akan paparkan hasil dari penelitian di lapangan, yakni hasil wawancara kepada beberapa hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Yang penulis maksud sebagai hakim mediator disini adalah Hakim di Pengadilan Agama Salatiga yang juga bertindak sebagai Mediator.

(56)

1. Karena masalah pernikahan adalah masalah hati. Hati adalah tempat yang paling tidak menentu dalam diri manusia. Apabila hati ini disakiti, maka, menurut penuturan paramediator, sebaik apapun mediasi yang dilaksanakan tidak akan menuju pada kerukunan rumah tangga kembali, apalagi sebelum bercerai, biasanya para pihak sudah menemukan pengganti, sehingga keinginan untuk bercerai sangat besar.

Wawancara di atas menjelaskan bahwa perceraian adalah masalah hati. Masalah hati memang masalah yang sangat individual sehingga sangat sulit untuk diredam. Dalam rumah tangga masalah yang telah mengenai hati tersebut sangat sulit untuk dirukunkan kembali. Ditambah lagi dalam mediasi, sebenarnya masalah rumah tangga yang dialami oleh para pihak sudah sangat memuncak, ibarat gelas, maka sudah pecah. Sehingga para pihak saat berperkara di Pengadilan Agama, mereka sudah berniat untuk bercerai. Hal seperti ini adalah masalah utama sehingga mediasi gagal.

(57)

perceraian. Selain daripada itu, pencitraan tersebut juga telah mengakibatkan citra Pengadilan Agama dalam masalah perceraian tidak dapat rujuk kembali. Hal ini kemudian menjadi kendala dalam proses mediasi yang ada di Pengadilan Agama, karena para Penggugat telah dalam gugatannya semula, yaitu, bercerai. Merupakan tugas berat bagi mediator untuk meyakinkan para pihak tentang citra yang telah tertanam dalam pikiran para Penggugat. Salah satu tugas mediator adalah mengarahkan para pihak supaya tidak berkutat pada definisi tertentu, hal ini sangat sulit dilakukan, sebab mediator dan para pihak baru pertama kali bertemu. Sedangkan mediasi dianggap berhasil apabila para pihak mencabut gugatannya. Secara logis, hampir tidak mungkin bagi para pihak untuk mengubah definisinya pada saat mediasi.

3. Kebanyakan dari para pihak yang ingin bercerai berpendidikan rendah. Sehingga para pihak apabila menghadapi masalah rumah tangga, yang tidak lain merupakan masalah hati, lebih memilih untuk menuntaskan masalah tersebut dalam lembaga pengadilan daripada menganalisis masalah tersebut dan menemukan jalan keluarnya sehingga para pihak bisa rukun kembali.

(58)

seharusnya dilakukan apabila ada khiftum (khawatir) akan ada persengketaan antar suami-istri. Dalam ayat lain, surat An-Nisa‟ ayat 128, apabila istri khawatir suaminya akan nusyuz, maka diadakan perdamaian (mediasi).

(59)

terlaksana. Sebab mediasi pada dasarnya harus dilakukan sendiri oleh para pihak yang berperkara. Ditambah lagi kuasa hukum hanya berpegangan pada surat gugatan, sehingga mediator tidak dapat menjalankan perannya sebagai orang yang mencari alternatif-alternatif penyelesaian masalah secara maksimal.

Penulis menggali lebih dalam mengenai wawancara tersebut bahwa meskipun telah melakukan berbagai pendekatan, sebagian besar para pihak yang telah mengajukan gugatan cerai adalah para pihak yang telah mencapai batas mempertahankan perkawinan atau dapat disebut juga keputusan final sehingga hasil akhir yang didapat adalah perceraian. Beberapahakim berpendapat bahwa mediasi hanyalah bagian kecil dari proses peradilan, sehingga para pihak pun melalui tahap mediasi sebagai bagian dari proses perceraian, bukan sebagai sarana untuk rukun kembali..

(60)

pihak, sehingga apabila dikaitkan dengan PERMA pasal 14 ayat (1) yang berbunyi: Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau parapihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Pasal tersebut memang melegalkan bahwa mediasi boleh diwakili oleh kuasa hukum, namun inti dari mediasi tidak berjalan. Hal ini kemudian dihindari oleh beliau. Beliau pun menuturkan bahwa rata-rata para pihak yang masuk pengadilan memang dalam kondisi rumah tangga yang sudah parah. Hal seperti ini pun juga menurut pandangan beliau selalu mengarah pada kegagalan mediasi.

7. Para pihak tidak kunjung menemukan kesepakatan, maksudnya selama pertemuan para pihak mengaku pikir-pikir lagi, padahal waktu mediasi dilakukan maksimal dalam waktu 40 (empat puluh) hari dan perpanjangan 14 (empat belas) hari. Sehingga para pihak tidak menemukan kesepakatan dan akhirnya gagal. Pak Djaenuri adalah Hakim mediator yang berpandangan bahwa mediasi dikatakan berhasil meskipun para pihak sepakat untuk bercerai secara baik-baik.

(61)

Mediator, sepakat untuk bercerai secara baik-baik adalah keberhasilan mediasi.

8. Para pihak datang ke pengadilan sebenarnya hanya membutuhkan surat secara legal formal. Contoh kasus adalah, ada pihak yang ternyata

sudah talak ba‟in. Hal seperti itu memang tidak mungkin diusahakan

untuk rujuk kembali.

9. Para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama memang sudah mengalami masalah rumah tangga yang sudah akut. Memang sudah pernah diselesaikan secara kekeluargaan, namun tidak selesai dan merasa jalan satu-satunya adalah bercerai.

(62)

juga menerangkan bahwa dalam menghadapi para pihak, kita menghadapinya secara berbeda-beda, bergantung pada kasus masalah. Nasehat dan upaya-upaya tersebut memang seringkali tidak membuahkan hasil sebab pasangan yang telah berperkara ke Pengadilan Agama memang sudah dalam masalah rumah tangga yang memuncak dan sudah berniat kuat untuk bercerai. Sehingga nasehat apapun yang diberikan oleh mediator, seringkali sudah tidak dapat melunakkan hati

para pihak yang bersengketa. Mediator di Pengadilan Agama Salatiga menjalankan fungsi

sebagai mediator dengan baik. Ukuran baik tersebut adalah para mediator bertugas sebagai penasehat yang bersifat netral dalam kasus sengketa tersebut dan tidak mempunyai kewenangan apa pun dalam pengambilan keputusan dalam mediasi. (Wawancara dengan beberapa hakim mediator)

C. Upaya yang dilakukan Hakim Mediator Pengadilan Agama Salatiga

dalam mengatasi Problem dalam Mediasi

(63)

selama ini saat mereka melakukan mediasi banyak pihak yang memang lebih menyetujui bercerai secara baik-baik, artinya meskipun bercerai, pembagian harta seperti nafkah dan harta bersama disetujui dalam mediasi. Namun, ada beberapa pula kasus yang meminta hakim untuk memutuskan nafkah dan harta bersama dalam sidang. Dalam kasus lain, seperti sengketa waris, beberapahakim menuturkan bahwa mediasi sengketa waris mempunyai keberhasilan yang besar daripada sengketa perceraian.

2. Memberikan nasihat mengenai masalah rumah tangga. Tiap para pihak yang dihadapi memberikan nasihat yang berbeda-beda, bergantung masalahnya. Biasanya dalam memediasi beberapa mediator juga akan membandingkan rumah tangga para pihak dan rumah tangga orangtua para pihak, apabila rumah tangga orangtua para pihak dapat bertahan lama. Selain itu, beliau juga menerangkan bahwa tiap manusia mempunyai kelemahan dan kelebihan. Beliau juga menerangkan bahwa dalam perceraian hal yang paling berat adalah masalah anak. Sebab, dampak perceraian bagi anak tidak kecil.

(64)

4. Dalam melakukan mediasi beberapa mediator membaca resume perkara atau surat gugatan untuk mengetahui pokok sengketa kedua pihak yang akan bercerai, hal ini telah sesuai dengan pasal 13 PERMA No.1 tahun 2008. Beberapa mediator menuturkan bahwa saat melakukan mediasi memberikan pemahaman kepada kedua belah pihak bahwa apa pun yang terjadi, maka hubungan sesama manusia harus tetap dijaga.

PERMA No.1 tahun 2008 pasal 15 ayat (4) yang berbunyi “Mediator

wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan merekadan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang

terbaik bagi para pihak.” Berdasarkan pasal tersebutmediator telah memberikan dua pilihan yang sangat baik untuk kebaikan kedua belah pihak. Menurut penilaian penulis, seorang mediator bertanggung jawab terhadap para pihak yang bersengketa ,beliau tidak memaksa kedua belah pihak untuk mediasi yang kedua kali bahwa apabila para pihak sudah bersepekat untuk bercerai. Dalam memediasi beberapamediator juga memenuhi pasal 3 Pedoman Perilaku Mediator yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Mediator wajib memelihara dan mempertahankan ketidak berpihakannya, baik dalam wujud kata,sikap, dan tingkah laku terhadap para pihak yang terlibat sengketa.

(65)

penyelesaian sebuah sengketa yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi mediator.

(3) Dalam menjalankan fungsinya, mediator harus beriktikad baik, tidak berpihak, dan tidak mempunyai kepentingan pribadi serta tidak mengorbankan kepentingan para pihak.

5. Upaya yang tepat untuk mengatasi kegagalan mediasi adalah didirikan lembaga yang berada di desa atau kelurahan yang bisa didatangi dengan mudah oleh suami-istri yang bersengketa sebelum masalah bertambah parah. Lembaga ini sebaiknya berada di luar Pengadilan Agama.

6. Upaya yang dilakukan adalah menasehati para pihak mengenai akibat perceraian yang terjadi. Dampak dilihat dari sisi agama, sisi hukum dan sisi psikis. Dalam sisi psikis, hal yang ditekankan adalah psikis anak.

(66)

pihak yang tujuannya hanya satu, yaitu bercerai tanpa memikirkan akibat yang timbul dari perceraian.

7. Beberapa hakim menasehati untuk kebaikan tidak hanya kedua belah pihak, melainkan juga untuk kebaikan anak mereka. Hasil wawancara di atas juga menerangkan bahwa hakim Pengadilan Agama Salatiga yang bertindak sebagai mediator telah berusaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan dan kesanggupan

8. Menurut beberapa hakim mediator seharusnya lembaga mediasi berdiri sendiri dan terpisah dari badan peradilan supaya dapat menangani kasus perceraian lebih profesional dan dapat dengan dilaksanakan secara maksimal sesui dengan tujuan mediasi yang sebenarnya

9. Menurut salah satu hakim mediator upaya yang dilakukan untuk mediasi adalah bergantung dengan masalah yang dihadapi oleh masing-masing pasangan. Menurut beliau, umumnya akar masalah adalah ketidakpahaman tentang fungsi keluarga dan ketidakpahaman hak dan dan kewajiban suami-istri. Sehingga dalam mediasi, beliau menekankan pada sosialisasi fungsi keluarga. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan persuasif. Ada penjelasan pula secara teori mengenai perceraian dilihat dari hukum Islam dan hukum positif. Beliau pun mengingatkan dampak yang terjadi apabila menjadi janda atau duda.

(67)

sekolah dasar (SD), sehingga sosialisasi tentang hak dan kewajiban suami-istri dan fungsi keluarga sangat dibutuhkan.

10. Upaya yang dituturkan oleh hakim mediator yang lain adalah mediator memberikan wawasan bahwa dampak perceraian tidak hanya bagi pasangan suami istri tersebut, tetapi juga berdampak pada anak.

11. Pada saat melakukan mediasi,mediator mengingatkan kembali pada para pihak tentang kenangan indah pernikahan, sehingga diharapkan konflik yang sementara tidak menghancurkan pernikahan yang telah dibangun bertahun-tahun.

12. Selain itu hakim mediator juga mengarahkan dan menguraikan akar permasalahan dan memberikan nasehat pada pihak agar tidak bercerai. Namun, apabila kedua belah pihak memang sudah mengalami masalah rumah tangga yang akut, maka penyelesaian satu-satunya adalah perceraian. Salah satu hakim mediator berpandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan biasanya memang tidak bisa dirukunkan kembali. Sakit hati memang tidak bisa diganti dengan materi.(Wawancara dengan beberapa hakim mediator)

D. Analisis

(68)

melakukan perdamaian terhadap para pihak yang bersengketa, dalam sidang mediasi tidak sekedar formalitas, tetapi upaya perdamaian dilakukan secara sungguh-sungguh agar para pihak yang bersengketa dapat mengakhiri perkaranya dengan perdamaian.

Menurut analisa penulis, para mediator juga telah melaksanakan peran dan manfaat mediasi. Terbukti pada saat mediasi, hal-hal yang awalnya tidak diketahui dari masing-masing pihak, menjadi terbuka dalam proses mediasi. Dalam mediasi, para mediator memberikan kesempatan bicara yang sama banyak pada masing-masing pihak untuk mengutarakan maksud hati, beban pikiran dan keinginan masing-masing para pihak. Dalam mediasi, seringkali kata-kata kasar keluar. Hal ini menandakan bahwa kebebasan berbicara yang diberikan oleh mediator kadang disalah artikan. Para mediator tersebut juga melakukan diagnosis konflik dalam menangani perkara. Selain membaca surat gugatan, para mediator juga menanyai para pihak tentang kebenaran gugatan tersebut. Setelah itu mediator menggali kepentingan-kepentingan yang seharusnya terpenuhi dari masing-masing pihak. Adanya tuntutan-tuntutan yang keluar dari salah satu pihak juga dikendalikan oleh mediator supaya tidak melebihi kondisi riil pihak lain.

(69)

bukan dari pihak atau kalangan keluarga. Sedangkan menurut pandangan para ulama, sengketa rumah tangga lebih utama dilakuka oleh pihak keluarga sendiri. Hal ini dikarenakan pihak keluarga lebih mengetahui seluk-beluk perkara rumah tangga. Sedangkan para mediator yang beracara pada Pengadilan Agama hanya mengetahui permasalahan dari surat gugatan dan bisa jadi belum mengetahui duduk perkara sebenarnya. Dalam Islam, istilah mediator adalah hakam. Hakam tersebut berasal dari pihak suami dan pihak istri. Maksud hakam tersebut tidak lain adalah untuk merukunkan rumah tangga tersebut kembali.

Secara garis besar interview telah melaksanakan tahap pra-mediasi. Yaitu mediator dengan memperkenalkan diri dan memperkenalkan pemahaman tentang mediasi kepada para pihak. meskipun, tahap pra mediasi tidak dapat dilaksanakan secara ideal, sebab Pengadilan Agama mempunyai asas cepat. Dalam hal ini asas cepat berkaitan langsung dengan proses peradilan. Dalam praktek, para pihak berpekara umumnya menginginkan kasus cepat selesai. Dalam mediasi, para mediator menjelaskan bahwa mediasi adalah salah satu proses beracara di Pengadilan yang harus ditempuh.

(70)

Pengadilan Agama Salatiga. Sedangkan mediator yang betugas di Pengadilan Agama Salatiga adalah Hakim yang belum mempunyai sertifikat tersebut, namun telah menjalani pelatihan kemediatoran. Syarat-syarat mediator yang dijalankan dalam Pengadilan Agama Salatiga memang jauh berbeda dengan syarat-syarat mediator yang dimaksud dalam Islam. Menurut Imam Nawawi dan Wahbah Zuhaili, syarat hakam adalah laki-laki, sedangkan dalam praktek mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, mediator ada juga yang perempuan.

Berdasarkan hasil analisa penulis mengenai keseluruhan wawancara. Para mediator telah melaksanakan pasal 3 Pedoman Perilaku Mediator, utamanya para mediator tidak melakukan keberpihakan terhadap salah satu pihak, telah menggunakan pendekatan persuasif supaya mediasi tidak gagal. Selain itu, mediator juga melakukan pendekatan persuasif berdasarkan kondisi perkara para pihak. Selain itu, para mediator juga telah menyelenggarakan mediasi dengan baik. Telah hadir tepat waktu dan telah menempati tempat mediasi yang disediakan oleh Pengadilan Agama Salatiga. Pada saat mediasi, mediator juga telah menjelaskan secara singkat perihal mediasi, fungsi mediasi dan biodata singkat mediator.

Adapun cara-cara yang dilakukan oleh hakim mediator untuk mendamaikan para pihak adalah:

Referensi

Dokumen terkait

(3) Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, bahwa Efektivitas peran hakim sebagai mediator dalam upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi di Pengadilan Agama Karanganyar dalam

Budaya Malu adalah merupakan Budaya yang perlu dipupuk dalam ber-sosial di dalam masyarakat, terutama adalah Malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik dan

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain: (a) mencatat setiap spesies anggrek baik epifit maupun terresterial yang ditemukan pada setiap titik sampling di

Terhadap perbedaan luas antara Pertimbangan Teknis Pertanahan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi OKI Jakarta tanggal 12 Maret 2015 Nomor

Menurut hemat penulis, apabila melihat fakta seputar konflik Aceh dan kolonial Belanda dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) konflik bermula dari maklumat perang

Pada pengumpulan data tahap kedua, dilakukan pengukuran pada pasien menggunakan axial crutch dan pencatatan hasil terhadap kelompok perlakuan dalam hal nilai

Inokulasi rhizobium Iletrisoy-2 ditambah 1,5 t/ha Santap dan setengah dosis reko- mendasi pupuk NPK dilaporkan Harsono dkk (2011) juga meningkatkan hasil kedelai dari dosis pupuk