• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA IBU HIV BERBASIS INFORMATION MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART) ADHERENCE DI POLI UPIPI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA PENELITIAN DESKRIPTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA IBU HIV BERBASIS INFORMATION MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART) ADHERENCE DI POLI UPIPI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA PENELITIAN DESKRIPTIF "

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA IBU HIV BERBASIS INFORMATION

MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART) ADHERENCE

DI POLI UPIPI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN DESKRIPTIF ANALITIK

OLEH:

DESSY ERA PUSPITASARI NIM. 131411123056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA IBU HIV BERBASIS INFORMATION

MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART) ADHERENCE

DI POLI UPIPI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN DESKRIPTIF ANALITIK

UntukMemperolehGelarSarjanaKeperawatan (S.Kep) dalam Program Studi Pendidikan Ners

pada Program Studi Pendidikan Ners FakultasKeperawatanUNAIR

OLEH:

DESSY ERA PUSPITASARI NIM. 131411123056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, JADIKANLAH SABAR DAN

SHOLATMU SEBAGAI PENOLONGMU, SESUNGGUHNYA ALLAH

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, hidayah dan limpahan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM

OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA IBU HIV BERBASIS

INFORMATION MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF

ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART) ADHERENCE DI POLI UPIPI RSUD

Dr. SOETOMO SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Nursalam M.Nurs (Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.

2. Bapak Kusnanto,S.Kp., M.Kes., selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan pada kami untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

(9)

serta kesempatan untuk bergabung dalam penelitian beliau yang berjudul “Prevention Mother to Child Transmission of HIV / AIDS based on

Community Home Based Care”, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai

tepat waktu.

5. Ibu Nuzul Qur’aniati, S.Kep.,Ns.,M.Ng selaku pembimbing II dan dosen wali yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan arahan dan bimbingansehingga penulisan skripsi ini dapat selesai tepat waktu. 6. Ibu Mira Triharini, S.Kp.,M.Kep. dan bapak Makhfudli,

S.Kep.,Ns.,M.Ked.,Trop., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pengajar Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR yang telah mendidik dan membimbing serta memberikan ilmu selama masa perkuliahan.

8. Kepala UPIPI dan Ketua Tim Medik AIDS RSUD Dr. Soetomo Surabaya serta selaku pembimbing klinis penelitian, dr. Erwin Astha Triyono, Sp.PD, K-PTI, FINASIMyang telah memberikan izin dan bimbingan kepada penulis , serta seluruh staff Poli UPIPI yang membantu dan memfasilitasi untuk melakukan penelitian di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya .

9. Semua responden penelitian di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yang telah bersedia menjadi responden dan mendukung penelitian ini.

10.Staf dan rekan-rekan IGD Lt. 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan motivasi dan semangat.

(10)

sepanjang waktu, menguatkan, memberi dukungan, motivasi, dan membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

12.Teman-teman, khususnya B17 AJ1, AJ2, Funtastic 4, yang telah memberikan dukungan dan semangat.

13.Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberi motivasi dan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan

Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah membantu penulis. Jazaakumullaahu khayran katsiran wa ahsanul jazaa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi profesi keperawatan. Aamiin Allaahumma Aamiin

Surabaya, 5 Februari 2016

(11)

ABSTRACT

FACTORS ANALYSIS INFLUENCED TO ANTIRETROVIRAL (ARV) MEDICINE CONSUMPTION ADHERENCE AMONG HIV MOTHERS

BASED ON INFORMATION MOTIVATION BEHAVIORAL SKILLS (IMB) MODEL OF ANTIRETROVIRAL THERAPY (ART)

ADHERENCE

Descriptive analytic study in UPIPI Polyclinic Dr. Soetomo Regional Public Hospital

By: Dessy Era Puspitasari

Introduction: Non-adherence of medication therapy was found among HIV mothers, 59% patients did not come back to take the medicine in UPIPI Polyclinic Dr. Soetomo Regional Public Hospital. The patients adherence was influenced by various factors. This study aimed to analyze factors influenced to antriretroviral (ARV) medicine consumption adherence among HIV mothers based on Information Motivation Behavioral skills (IMB) model of ART adherence. Method: The design of this study was descriptive analytic and cross sectional with 74 sample size of HIV mothers who were taken by using purpossive sampling technique. Independent variable of this study were information, motivation and behavioral skills. Dependent variable was ARV medicine consumption adherence among HIV mothers. Data were taken by using questionnaire and medical record then analyzed by using Logistic Regression statistic test. Result: The result showed that a significant influence between motivation with ARV medicine consumption adherence(p= 0.016). There was no influence of information (p= 0.602) and behavioral skills (p=0.371) to ARV medicine consumption adherence. Conclusion: It can be concluded that motivation influence to ARV medicine consumption adherence among HIV mothers. This study sugests the UPIPI Polyclinic Dr. Soetomo Regional Public Hospital to arrange a health education regularly related to ART adherence and the further research can arrange new research relates to this study with other factors such as the role of taking in medicine caretaker and support group with larger research area and bigger sample size.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Surat Pernyataan... ii

Lembar Pernyataan... iii

Lembar Persetujuan ... iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji Skripsi ... v

Motto ... vi

Ucapan Terimakasih... vii

Abstract ... x

2.1.5 Perjalanan penyakit HIV/AIDS ... 14

2.1.6 Manifestasi klinis ... 15

2.1.7 Klasifikasi klinis HIV/AIDS ... 16

2.1.8 Diagnosis infeksi HIV ... 19

1.1.8.1Diagnosis klinis ... 19

1.1.8.2Diagnosis laboratoris ... 20

1.1.8.3Diagnosis infeksi HIV ... 21

2.1.9 Tatalaksana klinis infeksi HIV/AIDS ... 21

1.1.9.1Tatalaksana umum ... 21

1.1.9.2Tatalaksana khusus ... 21

2.2Konsep Kepatuhan ... 30

2.2.1 Pengertian kepatuhan ... 30

2.2.2 Batasan kepatuhan ... 30

2.2.3 Pengukuran perilaku kepatuhan ... 30

2.2.4 Upaya peningkatan kepatuhan ... 31

(13)

2.2.6 Pengertian kepatuhan minum obat ... 31

2.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV ... 34

2.3.1 Informasi ... 36

2.3.2 Motivasi ... 37

2.3.3 Ketrampilan berperilaku ... 37

2.4Keaslian Penelitian ... 39

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 41

3.2 Hipotesis Penelitian ... 42

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 43

4.2Populasi, Sampel (kriteria inklusi,eksklusi), Besar Sampel (Sample Size)dan Teknik Pengambilan Sampel(Sampling) .... 44

4.2.1 Populasi ... 44

4.2.2 Sampel ... 44

4.2.3 Besar sample ... 45

4.2.4 Sampling ... 46

4.3 Variabel Penelitian ... 46

4.3.1 Klasifikasi variabel ... 46

4.4 Definisi Operasional ... 47

4.5 Instrumen Penelitian ... 50

4.6 Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

4.7 Pengumpulan Data ... 51

4.8 Analisa Data ... 53

4.9 Kerangka Operasional ... 57

4.10 Etika Penelitian ... 57

4.11 Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 59

5.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian ... 59

5.1.2 Krakteristik demografi responden ... 61

5.1.3 Data khusus ... 62

5.2 Pembahasan ... 66

5.2.1 Pengaruh informasi dengan kepatuhan minum obat ARV ... 66

5.2.2 Pengaruh motivasi dengan kepatuhan minum obat ARV ... 68

5.2.3 Pengaruh keterampilan berperilaku dengan kepatuhan minum obat ARV ... 70

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium Klinis HIV/AIDS WHO pada Dewasa Muda dan

Dewasa ... 16

Tabel 2.2 Target terapi Antiretroviral ... 26

Tabel 2.3 Rekomendasi Mulai Terapi ART ... 27

Tabel 2.4 Pilihan Rejimen Terapi ... 28

Tabel 2.5 Pemantauan Respons ART dan Kegagalan Terapi ... 28

Tabel 2.6 ART Lini-Kedua: Pengganti ARV ... 29

Tabel 2.7 ART Lini Ketiga ... 29

Tabel 2.7 Keaslian Penelitian ... 39

Tabel 4.1 Definisi operasional faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada Ibu HIV ... 47

Tabel 4.2 Analisis statistik variabel peneliatian analisis faktor yang mempengaruhikepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV berdasarkan Information Motivation Behavioural Skills (IMB) Model of ART Adherence di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya ... 56

Tabel 5.1 Disribusi karakteristik responden di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 18-22 Januari 2016 ... 61

Tabel 5.2 Distribusi tingkat informasi responden tentang obat ARV di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 18-22 Januari 2016 ... 62

Tabel 5.3 Distribusi tingkat motivasi responden minum obat ARV di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabayapada tanggal 18-22 Januari 2016 ... 63

Tabel 5.4 Distribusi tingkat keterampilan berprilaku minum obat ARV responden di Poli UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabayapada tanggal 18-22 Januari 2016... 64

Tabel 5.5 Distribusi kepatuhan minum obat ARV responden di Poli UPIPIRSUD Dr. Soetomo Surabayapada tanggal 18-22 Januari 2016 ... 65

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Identifikasi masalah masalah faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada Ibu HIV di UPIPI RSUD dr. Soetomo Surabaya ... 6 Gambar 2.1 Diadaptasi dari Information Motivation Behavioral Skills

(IMB) Model of ART Adherence ... 35 Gambar 3.1 Kerangka konseptual diadaptasi dari teori Fisher (2006)

faktor-faktor yang mempengaruhikepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV yang mengadaptasi IMB Model of ART Adherence di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya ... 41 Gambar 4.2 Kerangka kerja analisis faktor yang

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Form Informed Consent ... 79

Lampiran 2: Form Information For Consent ... 80

Lampiran 3: Surat Izin Pengambilan Data Awal ... 83

Lampiran 4: Sertifikat Kelayakan Etik ... 84

Lampiran 5: Surat Permohonan Pengambilan Data ... 85

Lampiran 6: Surat Izin Pengambilan Data ... 86

Lampiran 7: Surat Pernyataan Selesai Penelitian... 87

Lampiran 8: Kuesioner ... 88

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome ALT : Adult T Cell Leukemenia

ASI : Air Susu Ibu

ART : Antiretroviral Therapy ARV : Antiretroviral

CD-4 : Cluster of differentiation 4 CD-8 : Cluster of differentiation 8

CMV : Cytomegalovirus

Depkes : Departemen Kesehatan

DHHS : Departement of Health and Human Service DNA : Deoxyribonucleic Acid

ELISA : Enzym-linked Immunosorbent Assay gp120, gp41 : glikoprotein120, glikoprotein41 HIV : Human Immunodeficiency Virus HTLV : Human T-cell lymphotropic virus IDAV : Immuno Deficiency-Associated Virus IFA : Indirect Immunofluorescence Assays IMB : Information Motivation Behavioral Skills ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas

KDS : Kelompok Dukungan Sebaya

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia LAV : Lymphadenopathy-Associated

LW-IMB-AAQ : The Life Windows Information-Motivation-Behavioral Skills ART Adherence Questionaire

MDG : Millennium Development Goal

NA : Neuraminidase

NNRTIs : Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors NRTIs : Nucleoside Reverse-transcriptase Inhibitors ODHA : Orang Dengan HIV AIDS

PCR : Polymerase Chain Reaction

PMO : Pengawas Minum Obat

RIPA : Radio-Immunoprecipitation Assay RNA : Ribonucleic Acid

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SSP : Sistem Saraf Pusat

TB Paru : Tuberkulosis Paru TH/TS : T-helper/ T-Supressor

UPIPI : Unit Perawatan Intermidiate Penyakit Infeksi VCT : Voluntary Counselling and Testing

WB : Western Blot

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

The Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) saat ini merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. HIV adalah virus menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Infeksi HIV membuat kerusakan progresif sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan AIDS (WHO, 2015). Penderita HIV/AIDS memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS serta untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2014). Pasien yang mendapat pengobatan, harus patuh dalam mengkonsumsi obat ARV seumur hidup, tepat waktu dan disiplin.

Kepatuhan minum obat pada klien HIV/AIDS meliputi ketepatan dalam waktu, jumlah, dosis, serta cara individu dalam mengkonsumsi obat pribadinya. Ketidakpatuhan dalam pelaksanaan terapi akan menurunkan efektivitas kerja obat ARV bahkan meningkatkan resistensi virus dalam tubuh (Djoerban, 2010). Kepatuhan adalah hal yang mutlak dimiliki dan dilakukan oleh penerima ARV sebagai bentuk perilaku mencegah resistensi dan upaya memaksimalkan manfaat terapi serta mengurangi kegagalan pengobatan.

(19)

Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada ibu HIV yang berobat di Unit Perawatan Intermidiate Penyakit Infeksi (UPIPI), penyebab ketidakpatuhan minum obat ARV adalah ibu merasa sudah sehat sehingga tidak lagi minum obat, lupa minum obat ARV, efek samping yang dirasakan ibu setelah minum obat ARV dan jarak rumah ke rumah sakit cukup jauh. Agar kegagalan tidak terjadi, motivasi sangat diperlukan dalam menjalankan kepatuhan terapi ARV, tanpa adanya motivasi terapi ARV tidak dapat dilanjutkan (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Selain itu, pengetahuan ODHA tentang terapi ARV juga dapat mempengaruhi kepatuhan dalam mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati dalam terapi ARV (Dima, et al. 2013).

Kepatuhan terhadap antiretroviral therapy (ART) adalah kunci untuk menekan berkembangnya penyakit HIV, mengurangi risiko resistensi obat, meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, kualitas hidup, dan kelangsungan hidup, serta penurunan risiko transmisi penyakit HIV. Seorang ibu haruslah patuh dalam menjalani terapi ARV untuk mencegah terjadinya transmisi dari ibu ke anak. Ketidakpatuhan minum obat ARV pada ibu dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak (Kemenkes RI, 2011).

(20)

`orang akan mendapat pengobatan ARV di Negara yang berpendapatan menengah ke bawah (WHO, 2014).

Berdasarkan laporan Millennium Development Goal 6 (MDG 6), Proporsi penduduk yang terinfeksi HIV lanjut yang tercakup dalam ART pada tahun 2011 adalah 84,10 persen (24.410 ODHA) dan meningkat menjadi 88 persen pada tahun2012 (30.663 ODHA), 93 persen pada tahun 2013 (39.418 ODHA). Kemudian meningkat kembali pada tahun2014 menjadi menjadi 96 persen (50.400 ODHA). Jumlah ODHA tahun 2014 yang pernah menerima pengobatan ARV sebanyak 84.030 orang (77,76%) dari 108.060 orang yang memenuhi syarat, dari data tersebut ditemukan data jumlah orang yang masih mendapat pengobatan ARV sampai dengan bulan September 2014 adalah sebanyak 45.631 orang, berarti ada 38.399 orang yang berhenti melakukan pengobatan ARV, hal ini menunjukan angka kejadian kegagalan dalam pengobatan ARV yang tinggi (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Laporan Progres HIV-AIDS WHO Regional SEARO tahun 2011 sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV.Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother-to-child HIV transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui (Kemenkes RI, 2012).

(21)

nifas, data menyebutkan pada bulan Januari - September tahun 2015 yang mendapat pengobatan ARV sebanyak 187 orang dan sekitar 111 orang (59%) tidak datang kembali untuk mengambil obat atau tidak patuh dalam menjalani pengobatan (POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2015).

Pengobatan antiretroviral (ARV) menuntut ODHA untuk patuh dan menjalankan pengobatanya secara teratur. Pelanggaran dalam minum obat dapat berakibat fatal, bahkan dapat menyebabkan kegagalan dalam proses pengobatan. Sebuah penelitian mengenai penggunaan ARV, ditemukan bahkan satu saja dosis yang terlewatkan dalam 28 hari, diasosiasikan dengan kegagalan proses perawatan (Montaner, et al., 2004). Ketidakpatuhan dalam pelaksanaan terapi akan menurunkan efektivitas kerja obat ARV bahkan meningkatkan resistensi virus dalam tubuh (Djoerban, 2010).

Dampak yang ditimbulkan akibat ibu terkena HIV cukup besar, bagi individu atau ibu itu sendiri yaitu tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan umur masa produktif yang lebih pendek. Dampak yang terjadi dalam keluarga yaitu terjadinya keretakan dalam rumah tangga, anak-anak merasa tertekan melihat kondisi orang tuanya dalam menghadapi penyakit, mereka kehilangan sumber kasih sayang dan dalam masyarakat, ibu yang terkena HIV mengalami diskriminasi atau penolakan. Secara nasional, dampak yang terjadi akibat ibu terkena HIV adalah meningkatnya angka kematian ibu dan anak dan menurunnya taraf kesehatan ibu dan anak di Indonesia (Kemenkes, 2009)

(22)

Smolenski, & Amico (2014) yang melakukan survei online menggunakan Life Windows IMB-ART-Adherence Questionnaire di Milwaukee Wisconsin pada 312 ODHA menunjukan bahwa informasi (pengetahuan) dan motivasi mempengaruhi tingkat kepatuhan ODHA melalui kemampuan berperilaku. IMB Model of ART Adherence merupakan model perilaku yang secara khusus membahas kepatuhan minum obat ARV pada pasien HIV (Fisher, 2006). Menurut Amico (2006) IMB Model of ART Adherenceberkontribusi besar untuk mendorong upaya memperpanjang dan meningkatkan kualitas hidup pasien HIV dalam ART melalui intervensi perubahan perilaku.

(23)

1.2Identifikasi Masalah

Gambar 1.1 Identifikasi masalah faktor yang mempengaruhikepatuhan minum obat ARV pada Ibu HIV di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kurangnya informasi Ibu HIV tentang terapi ARV dan rendahnya motivasi Ibu HIV dalam menjalani terapi ARV secara teratur memilki pengaruh terhadap keterampilan berperilaku; ibu HIV tidak adekuat dan konsisten dalam menjalani terapi ARV. Hal ini ditunjukkan dari hasil survey ditemukan 111 (59%) ibu HIV tidak datang kembali untuk mengambil obat atau tidak patuh dalam menjalani pengobatan pada bulan Januari-September 2015 di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya (POLI UPIPI RSUD dr Soetomo, 2015).

Ketidakpatuhan dalam minum obat ARV ini menyebabkan viral load meningkat, resistensi obat, menurunnya jumlah Cluster of differentiation 4 (CD-4) status kesehatan objektif memburuk dan status kesehatan subjektif menurun.

(24)

1.3Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh faktor informasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu dengan HIV.

2. Apakah ada pengaruh faktor motivasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu dengan HIV.

3. Apakah ada pengaruh faktor keterampilan berperilaku dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu dengan HIV.

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ibu dengan HIV di POLI UPIPI Dr. RSUD Soetomo Surabaya.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Menganalisa pengaruh informasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

2. Menganalisa pengaruh motivasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

3. Menganalisa pengaruh keterampilan berperilaku dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu dengan HIVdi POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

(25)

1.5.2 Manfaat praktis 1) Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan diharapkan dapat menjadi panduan atau bahan acuan bagi institusi setempat dalam memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada ODHA akan pentingnya pengetahuan dan motivasi dalam kepatuhan minum obat ARV.

2) Bagi profesi

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dan profesi keperawatan tentang perawatan pasien ODHA mengenai kepatuhan minum obat ARV sehingga dapat menambah keberhasilan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.

3) Bagi peneliti

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa konsep, teori, dan pendapat para ahli keperawatan dan hasil – hasil penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

2.1Konsep HIV/AIDS

2.1.10 Definisi HIV/AIDS

The Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Infeksi HIV membuat kerusakan progresif sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan AIDS (WHO, 2015).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan oleh HIV. HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Depkes, 2006).

(27)

limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV (Depkes, 2006).

HIV dapat ditemukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfosit B, sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya (Depkes, 2006).

2.1.11 Asal mula HIV

Tjokoro (1992), virus leukemia Human T-cell lymphotropic virus (HTLV) mempunyai hubungan dengan malignansi pada limfosit T dan dapat memproduksi sel T secara berlebihan serta menyebabkan leukemia. Tiga tipe Retrovirus yang berkerabat, tetapi secara imunologik sangat berbeda telah berhasil didefinisikan, yaitu HTLV serotype I,II,III. Serotipe yang berhasil diasingkan terlebih dahulu adalah HTLV-I yaitu penyebab Adult T Cell Leukemenia (ALT). HLTV-II berhasil diasingkan dari varian sel T yang berasal dari leukemenia yang sangat jarang (hairy cell leukemenia), tetapi belum ditemukan kaitannya secara jelas dengan suatu penyakit khusus HTLV-III merupakan suatu penyebab penyakit imunoregulator yang gawat dengan terganggunya sistem kekebalan didapat yang berat. Hal ini peranan sangat penting pada imunitas seluler.

(28)

mempunyai sifat-sifat yang identik dengan HTLV-III AIDS di Amerika Selatan) .Sifat yang identik diantaranya adalah tropisma yang kuat dan spesifik terhadap sel limfosit T-helper dan menimbulkan kerusakan pada sel tersebut sehingga mengakibatkan penyakit AIDS. Virus AIDS kemudian disebut Human T-Lymphotropic Virus type II Cheerman dan berre (1985), kemudian menyebutkan virus AIDS dengan Lhymnodenopathy AIDS Virus (LAV). Akhirnya oleh komisi taksonomi internasional diberi nama baru yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.1.12 Etiologi

(29)

reverse transcriptase, endonuclease dan protease, serta protein-protein struktural terutama p24 (Hoffmann, Rockstroh, & Kamps, 2006 dalam Kusuma, 2011).

Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih (Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari limfosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag, dan cairan otak penderita AIDS.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim ini lah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV di dalam tubuh tidak dihancurkan oleh T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit, kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius (Price & Wilson, 2006).

(30)

kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500 selper ml darah. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampainol)

Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam sumber infeksi. Disekitar kita banyak sekali sumber infeksi yang beredar, baik yang berada di udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia (Nursalam & Kurniawati, 2009).

(31)

2.1.13 Sifat –sifat umum Retrovirus

Tjokro (1992), retrovirus anggota famili retrovirdae menurut system klasifikasi Baltimore termasuk golongan VI.Retrovirus merupakan virus RNA dengan genom RNA yang berserat tunggal (single-stranded) dengan berat molekul sebesar 6-10 × 10 ⁶ dalton. Besar partikel virus adalah 100 nm dan mempunyai peplos (selubung) dengan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral (bidang 20) dengan struktur anatomik khas seperti yang terlihat pada gambar 3 dan 4, virus mempunyai enzim reverse transciptase (RT), yaitu suatu enzim polymerase DNA yang RNA-Dependent atau varion associated dan enzim ini ditemukan dalam semua anggota family retroviridae.

2.1.14 Perjalanan penyakit HIV/AIDS

(32)

2.1.15 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat berupa gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan asimtomatik berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat. Perjalanan penyakit HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Pertama, merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala infeksi virus tetapi tidak spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, rasa letih dan pembesaran kelenjar getah bening. Dapat juga disertai meningitis aseptic ditandai demam, nyeri kepala, hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak.

Kedua, merupakan tahap asimtomatik, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang.Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi.Disini sedang terjadi internalisasi HIV ke intra seluler. Pada tahap ini aktivitas masih normal.

(33)

Keempat, merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih 10%, diare yang lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih dari satu bulan, kandidiasis oral, oral leukoplakia, tuberculosis paru, dan pneumonia bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari selama sebulan terakhir. Penderita diserbu berbagai macam infeksi sekunder, misalnya pneumonia pneumokistik karinii, toksoplasmosis otak, diare akibat kriptosporidiosis, penyakit virus sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis pada esophagus, trakea, bronkus atau paru serta infeksi jamur yang lain misalnya histoplasmosis, koksidiodomikosis. Dapat juga ditemukan beberapa jenis malignansi, termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarcoma Kaposi. Hiperaktivitas komplemen menginduksi sekresi histamine. Histamin menimbulkan keluhan gatal pada kulit dengan diiringi mikroorganisme di kulit memicu terjadinya dermatitis HIV.

2.1.16 Klasifikasi klinis HIV/AIDS

Berikut adalah stadium HIV-AIDS menurut WHO sebagaimana tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1. Stadium Klinis HIV/AIDS WHO pada Dewasa Muda dan Dewasa (Sumber: Kamya MR, Mermin J, Kaplan JE, 2008, Modifikasi Nasronudin, 2014, dalam Tjokroprawiro 2015).

INFEKSI HIV PRIMER 1. Asimptomatik

2. Sindrom retroviral akut STADIUM KLINIS I 2. Asimptomatik

3. Limfadenopati general menetap STADIUM KLINIS II

1. Simptomatik

2. Penurunan berat badan tanpa sebab jelas (10%)

(34)

4. Herpes zoster

1. Penurunan berat badan dengan sebab tidak jelas (>10%) 2. Diare kronis sebab tidak jelas > 1 bulan

3. Demam dengan sebab tidak jelas > 1 bulan 4. Kandidiasis oris menetap

5. TB Paru

6. Infeksi bakteri berat (pneumoni, empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis, bakterimi).

7. Stomatitis ulseratif nekrotis akut, gingivitis, periodentitis

8. Anemi (HB 8g/dl, neutropeni 500/mm³, trombositopeni 50.000/mm³) sebab tidak jelas, > 1 bulan.

STADIUM KLINIS IV 1. Sindrom wasting HIV 2. Pneumoni pneumokistik 3. Pneumoni bakteri berulang

4. Herpes simplek kronis (genital, anorektal) > 1 bulan 5. Kandidiasis orofagial 11. Infeksi mikobakteri non TBC berat 12. Kriptosporodiosis kronis

13. Infeksi CMV (retinitis pada liver, limpa, pembuluh limfe)

14. Infeksi jamur sistemik (histoplasmosis, koksidio mikosis, penisilosis) 15. Karsinoma servik

16. Lesmaniasis viseral luas atipik 17. Kardiomiopati, nefropati, terkait HIV

(35)

minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi (seroconversion). Meski tidak ada gejala awal yang tampak, seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut kepada orang lain dengan mudah.

Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun, bervariasi antar individu yang satu dan yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, atau mungkin lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus yang terdapat dalam tubuh orang yang terinfeksi. AIDS yang diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai berikut:

1. Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.

2. Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak sembuh-sembuh)

3. Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau

(36)

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati. (Rustana, 2012)

2.1.17 Diagnosis infeksi HIV

3.1.8.1Diagnosis klinis

Diagnosis infeksi HIV/AIDS dapat dibuat berdasarkan klasifikasi klinis WHO. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya di dapatkan 2 gejala mayor dan satu gejala minor (Tjokoprawiro, et al, 2015).

1. Gejala mayor

1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam satu bulan 2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan 3) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan 4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis 5) Demensia/HIV ensefalopati

2. Gejala minor

1) Batuk menetap lebih dari satu bulan 2) Dermatitis generalisata

3) Adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang 4) Kandidiasis oro-faringial

5) Herpes simplek kronik progresif 6) Limfadenopati generalisata

(37)

Apabila didapatkan salah satu tanda/gejala berikut, dilaporkan sebagai kasus AIDS, walaupun tanpa pemeriksaan laboratorium: Sarkoma Karposi, pneumoni berulang.

3.1.8.2Diagnosis laboratoris

Untuk mendeteksi seorang penderita HIV, dapat dilakukan tes langsung pada virus HIV atau secara tidak langsung dengan cara menemukan antibody (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Pemeriksaan pertama terhadap antibody HIV dapat digunakan rapid test untuk melakukan uji tapis, apabila didapatkan hasil positif dilakukan pemeriksaan ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar yang berbeda dan atau menggunakan preparasi antigen yang berbeda dari tes yang pertama, biasanya digunakan enzym-linked immunosorbent assay (ELISA). Apabila tersedia sarana yang cukup dapat dilakukan tes konfirmasi dengan western blot (WB), indirect immunofluorescence assays (IFA), atau dengan radio-immunoprecipitation assay (RIPA). Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi antibody terhadap HIV dapat digunakan bahan dari saliva (Oral Sure) dan urin (Calypte HIV-1 Urine ELISA).

(38)

3.1.8.3Diagnosis infeksi HIV

Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis dan dipastikan melalui pemeriksaan laboratories. Diagnosis HIV/AIDS seyogyanya ditetapkan meliputi diagnosis klinis, definitif, disertai diagnosis status imunologis, diagnosis infeksi sekunder dan atau malignansi (Tjokoprawiro, et al, 2015).

2.1.18 Tatalaksana klinis infeksi HIV/AIDS

2.1.9.1Tatalaksana umum

Menurut Tjokoprawiro, et al. (2015) dukungan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dan memulihkan status imun. Dukungan psikologis dan membudayakan pola hidup sehat.

2.1.9.2Tatalaksana khusus

Pemberian ART kombinasi, terapi infeksi sekunder, terapi malignansi, dan tata laksana sindroma wasting. Dua belas prinsip terapi anti-retroviral (Tjokoprawiro, et al, 2015):

1. Indikasi

ARV harus ditetapkan pemberiannya atas indikasi terapi yang tepat. 2. Kombinasi

Antiretrovirus harus diberikan secara kombinasi, paling tidak melibatkan 3 jenis obat untuk mendapatkan efek optimal serta memperkecil resisten. 3. Pilihan obat

(39)

4. Penentuan saat mulai pemberian

Penetapan saat pemberian berdasarkan stadium klinis.Bila stadium awal perlu disertai pemeriksaan CD4 dan beban virus.

5. Kompleksitas

Terapi antiretrovirus sangat komplek karena beberapa obat dapat mengalami interaksi dan efek samping termasuk potensi interaksi dengan obat non ARV.

6. Resisten

Perlu di sadari adanya potensi terjadinya resisten. Resistensi dapat terjadi ARV lini yang sama dan atau resistensi silang yang dapat terjadi antara Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs) dan sebagian dari PIs dan NRTIs. Perlu di evaluasi secara genetic potensi munculnya gen resisten. Potetnsi resistensi dapat di prediksi dari pemeriksaan genotype sebelum individu mengkonsumsi ARV, melalui pemeriksaan drugs naïve. Bagi yang telah mendapat ARV, pemeriksaan resistensi di lakukan kapan saja, umumnya setelah dua tahun atau lebih mengkonsumsi ARV.

7. Informasi

(40)

bila menghentikan ARV secara sepihak. Pentingnya informasi tentang monitoring pemberian ARV secara klinis, laboratories (biokimiawi, CD4, beban virus), radiologis cara berkala.

8. Motivasi

Motivasi untuk mengkonsumsi ARV harus ada. Penderita perlu di tekankan untuk tidak terlarut pada kesedihan, kecemasan, ketakutan secara berlebihan setelah mengetahui adanya infeksi HIV. Perlu di ingatkan, di sadarkan, di posisikan secara wajar bahwa di dalam tubuhnya terdapat virus yang perlu di eliminer melalui upaya pemberian ARV. Penderita memerlukan obat-obatan secara teratur, dosis tepat, kombinasi tepat untuk keberhasilan suatu pengobatan. Kepada penderita perlu di jelaskan keterkaitan, interaksi, resistensi antara ARV dan obat lain termasuk obat untuk infeksi sekunder.

9. Monitoring

Efikasi pengobatan antivirus ditentukan dan dimonitor melalui pemeriksaan klinis berkala, disertai pemeriksaan laboratories guna menentukan HIV-RNA virus dan hitung CD4 secara periodik dan teratur. Efek samping dan resisten ARV juga perlu dimonitor secara cermat dan hati-hati.

10. Target terapi

(41)

baik oleh tubuh penderita, tanpa efek samping meminimalkan munculnya mutan resisten; (d) klinis, meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin dengan sekor Karnofski mendekati 100 dan di pertahankan selama mungkin. Kesakitan karena HIV dan kematian karena AIDS dapat di tekan serendah mungkin; (e) epidemiologis, transmisi di turunkan secara bermakna, termasuk merubah jalannya epidemiologi infeksi HIV di Indonesia. Jalanya epidemiologi HIV dapat di rubah melalui upaya (1) menurunkan infeksi hiv baru dan meningkatkan layanan pendampingan, rawatan dan pengobatan; (2) mempengaruhi dan intervensi prilaku seksual resiko tinggi dan penguna narkoba suntik; (3) meningkatakan jangkauan hingga sebanyak mungkin ODHA dan penguna narkotika suntik mendapatkan dukungan, perawatan dan pengobatan dengan di sertai layanan konseling dan pemeriksaan sukarela Voluntary Counselling and Testing (VCT) yang bermutu, ramah dan manusiawi.

11. Efikasi

Pengobatan anti retroviral di lakukan secara berkesinambungan. Penderita diharapkan memperoleh hasil maksimal dan efikasi klinik, virologist dan imunologis yang nyata. Penderita perlu ikut berpartisipasi dalam mengikuti perubahan klinis sehingga dapat membantu memperoleh efikasi terapi secara optimal.

12. Interaksi

(42)

Dermatitis HIV atau efek ARV

Mengkonsumsi ARV dalam waktu yang tidak terbatas juga bukan tanpa hambatan. Kalau terjadi perubahan warna kulit, rash dikaji ulang apa sudah ada sebelum terapi ARV (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Pilihan rejimen

Zidovudin. Merupakan ARV dengan mekanisme kerja menghambat enzim reverse trancriptase virus, begitu gugus azidotimidin pada zidovudin mengalami fosforilasi. Diberikan dalam bentuk kombinasi, misal bersama lamivudin dan nevirapin, atau efavirenz. Zidovudin diberikan dalam dosis 600 mg per hari (300 mg per tablet). Efek samping yang paling sering dan perlu pemantauan ketat adalah anemia. Efek samping lain neutropenia, sakit kepala dan mual (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Didanosin. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan sintesis rantai DNA virus. Diberikan secara kombinasi dengan rejimen lain, terutama untuk HIV stadium lanjut. Pemberian dengan dosis 400 mg per hari.Efek samping neuropati perifer, pancreatitis, dan diare (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Lamivudin. Bekerja dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus HIV maupun HBV. Diberikan dengan dosis 300 mg per hari kombinasi dengan obat lain. Efek samping asidosis laktat, hepatomegali disertai steatosis, mual, sakit kepala (Tjokoprawiro, et al, 2015).

(43)

80 mg per hari. Efek samping peningkatan enzim transaminase sesaat, sakit kepala, mual, rash kulit (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Nevirapin. Kerjanya pada alosterik tempat ikatan non-substrat HIV. Pemberian pada 14 hari pertama 200 mg per hari, bila enzim hati tetap baik dosis dilanjutkan 400 mg per hari. Efek samping yang sering adalah rash kulit. Selain itu potensi efek samping seperti mual, sakit kepala, demam, peningkatan enzim hati (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Evfavirenz. Obat ini diberikan dengan dosis 600 mg per hari, sebelum tidur guna mengurangi efek samping pada susunan saraf pusat, terutama mimpi menakutkan (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Pemberian ARV memang berhasil menurunkan kematian akibat AIDS, tetapi masalah yang kemudian timbul adalah munculnya resistensi. Jadi masalah yang harus dihadapi pasien HIV adalah terjadi imunoparesis, imunoparalisis, disusul munculnya infeksi sekunder dan malignansi. Disamping itu dalam perjalanan terapi ARV dihadapkan pada masalah resistensi. Pada situasi seperti ini terapi imunorehabilitasi menjadi penting untuk mendampingi ARV guna mendorong percepatan peningkatan status imun. Keberhasilan terapi ditandai oleh perbaikan klinis, semakin meningkatnya jumlah CD4, semakin menurunnya beban virus (Tjokoprawiro, et al, 2015).

Tabel 2.2 Target terapi Antiretroviral (WHO, 2013 dalam Tjokoprawiro, et al, 2015)

Target Uraian

Klinis Kualitas hidup penderita ditingkatkan seoptimal dan dipertahankan tetap optimal selama mungkin.

(44)

Imunologis Status imun yang terganggu diusahakan untuk dipulihkan. Jumlah limfosit total diusahakan dan dipertahankan > 1200 dan atau CD4 ditingkatkan dan dipertahankan > 500 sel per mm³.

Virologis Jumlah virus dapat ditekan paling tidak dibawah 400 kopi per milliliter atau idealnya di bawah 50 kopi permililiter dan dipertahankan tetap rendah selama mungkin.

Terapeutik Obat ARV dapat diterima oleh tubuh penderita dengan efek samping dan resistensi seminimal mungkin.

Epidemiologis Transmisi infeksi HIV menurun

bermakna.Perjalanan epidemiologi HIV harus dapat dirubah.

Tabel 2.3 Rekomendasi Mulai Terapi ART (WHO, 2013 dalam Tjokroprawiro 2015)

Populasi ODHA Rekomendasi

Dewasa 1) ODHA stadium klinis lanjut (Stadium Klinis WHO 3 atau 4) dan ODHA dengan CD4 ˂ 350 sel/mm³ mendapat prioritas mendapat ART

2) ART dapat dimulai pada ODHA dengan CD4

≥ 350 sel/mm³ dan ≤ 500 sel/mm³ tanpa

memperhatikan stadium klinis WHO.

3) ART diberikan pada ODHA keadaan khusus, tanpa menghiraukan stadium klinis WHO atau jumlah CD4, yaitu ODHA disertai TB aktif; ODHA koinfeksi HBV disertai penyakit liver kronik berat; pasangan terinfeksi HIV (guna menurunkan transmisi ke pasangan tidak terinfeksi).

Wanita hamil dan menyusui

1) Semua ODHA hamil dan menyusui harus dimulai pemberian triple ARV (ART), pemberian dilanjutkan minimal selama berada dalam risiko transmisi HIV dari ibu dan anak.

(45)

ART (terkait kesehatannya), dipertimbangkan penghentian ART setelah periode risiko transmisi ibu ke anak berakhir. ARV dan menyusui 1) Ibu terinfeksi HIV, tetap menyusui eksklusif

disertai pemberian ARV agar dapat mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak. 2) Ibu terinfeksi HIV (anak tidak terinfeksi atau

belum diketahui status infeksi), harus menyusui eksklusif minimal hingga 6 bulan pertama, kemudian disertai makanan tambahan yang sesuai, dan melanjutkan menyusui hingga 12 bulan pertama.

Tabel 2.4. Pilihan Rejimen Terapi (WHO, 2013; Goodman & Gilman’s, 2014 dalam Tjokoprawiro, et al, 2015)

Populasi Rekomendasi

Rejimen ART lini-pertama pada ODHA dewasa

1. ART lini-pertama merupakan kombinasi dua nucleoside reverse-transcriptase inhibitors (NRTIs) ditambah satu non-nucleoside reverse-transcriptase inhibitor (NNRTI).

2. TDF + 3TC (FTC) + EFV

3. Bila TDF + 3TC (FTC) + EFV terdapat kontraindikasi atau tak tersedia, pilihan yang direkomendasi :

1) AZT + 3TC + EFV 2) AZT + 3TC + NVP 3) TDF + 3TC (FTC) + NVP

ART Lini-pertama pada

ODHA hamil dan

menyusui

Kombinasi TDF + 3TC (FTC) + EFV direkomendasi sebagai ART lini pertama bagi wanita hamil, menyusui, termasuk trimester pertama kehamilan dan menyusui.

Tabel 2.5. Pemantauan Respons ART dan Kegagalan Terapi (Tjokoprawiro, 2015)

Semua populasi

1. Pemeriksaan beban virus direkomendasi untuk memantau respon terapi, termasuk penentu kegagalan terapi ARV.

(46)

Tabel 2.6. ART Lini-Kedua: Pengganti ARV (Tjokoprawiro, 2015)

Populasi Rekomendasi

Penggantian rejimen ARV pada ODHA dewasa dan remaja (termasuk ibu hamil dan menyusui)

1. ART lini-kedua ODHA dewasa terdiri dari dua NRTIs + satu ritonafir-penguat PI

2. Pilihan lini-kedua :

1) Bila gagal dengan TDF + 3TC (FTC) berdasar rejimen lini pertama, penggunaan AZT + 3TC, maka NRTI menjadi andalan lini-kedua

2) Bila gagal AZT atau d4T + 3TC berdasar rejimen lini pertama, penggunaan TDF + 3TC (FTC) sebagai NRTI andalan rejimen lini-kedua.

3. Mengutamakan kombinasi NRTI 4. Kombinasi ATV/r dan LPV/r

cenderung dipilih, dan pilihan PI sebagai ART lini-kedua.

Tabel 2.7. ART Lini-Ketiga (Tjokoprawiro, 2015)

Populasi Rekomendasi

Penggantian rejimen ARV pada ODHA dewasa dan remaja (termasuk ibu hamil dan menyusui)

1. ART lini-kedua ODHA dewasa terdiri dari dua NRTIs + satu ritonafir-penguat PI berdasar rejimen lini pertama, penggunaan TDF + 3TC (FTC) sebagai NRTI andalan rejimen lini-kedua.

3. Mengutamakan kombinasi NRTI

(47)

2.2Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturandalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Kepatuhan (compliance atau adherence) mengambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan (Bart, 2004).

2.2.2 Batasan kepatuhan

Kepatuhan terhadap aturan pengobatan sering kali dikenal dengan“Patient Compliance”. Kepatuhan terhadap pengobatan dikhawatirkanakan menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan, seperti misalnya bila tidak minum obat sesuai aturan, maka akan semakin memperparahpenyakit (Bambang, 2006 dalam Rahayu 2011).

2.2.3 Pengukuran perilaku kepatuhan

(48)

perhitungan jumlah pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat mekanis, observasi langsung dari hasil pengobatan (Niven, 2002).

2.2.4 Upaya peningkatan kepatuhan

Upaya meningkatkan kepatuhan bisa dengan meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi oleh tenaga kesehatan yaitudengan memberikan informasi yang jelas pada pasien mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya, keterlibatan lingkungan sosial (keluarga) dan beberapa pendekatan perilaku. Riset telah mempertunjukkan bahwa jika kerjasama anggota keluargadiperoleh, kepatuhan menjadi lebih tinggi (Bart, 2004).

2.2.5 Kepatuhan terhadap kesehatan

Kepatuhan terhadap perawatan merupakan perilaku seseorang untukmentaati aturan dalam hal pengobatan yang meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan olahraga serta konsumsi obat yang harus dikonsumsi, jadwal waktu minum, kapan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk melakukan kontrol tekanan darah (Gunawan, 2001).

2.2.6 Pengertian kepatuhan minum obat

(49)

Lutfey & Wishner (1999) mengemukakan konsep compliance dalam konteks medis, sebagai tingkatan yang menunjukkan perilaku pasien dalam mentaati atau mengikuti prosedur atau saran ahli medis. Horne (2006) mengemukakan compliance sebagai ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat sesuai dengan saran pemberi resep (dokter). Horne, et al. (2005) sebelumnya mengemukakan bahwa istilah compliance menunjukkan posisi pasien yang cenderunglemah karena kurangnya keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai obat yang dikonsumsi. Dalam pengertian persistence, pasien menunjukkan perilaku yang secara kontinyu/rutin mengkonsumsi obat, yang dimulai dari resep pertama sampai resep berikutnya dan seterusnya.

(50)

bahwa dalam adherence perilaku mengkonsumsi obat oleh pasien cenderung mengikuti perencanaan pengobatan yang dikembangkan bersama dan disetujui antara pasien dan profesional.

Selanjutnya Horne, dkk. (2005) dan Horne (2006) menjelaskan pengertian concordance, yaitu perilaku dalam mematuhi resep dari dokter yang sebelumnya terdapat hubungan yang bersifat dialogis antara pasien dan dokter, dan merepresentasikan keputusan yang dilakukan bersama, yang dalam proses ini kepercayaan dan pikiran dari pasien menjadi pertimbangan. Dalam concordance terjadi proses konsultasi, yang di dalamnya terdapat komunikasi dari dokter dengan pasien untuk mendukung keputusan dalam pengobatan.

Horne, dkk.(2006), lebih merekomendasikan pengertian kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan istilah adherence, dan hal ini banyak didukung oleh peneliti-peneliti lain, karena adanya keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan tentang hal-hal yang pasien inginkan atau harapkan dan keputusan yang wajar tentang pengobatan yang dibuat oleh dokter. Osterberg & Blaschke (2005) juga menyarankan penggunaan istilah adherence, karena di dalam pengertian adherence juga terdapat pengertian compliance, dengan tambahan pengertian bahwa di dalam adherence peran pasien cenderung aktif dan terdapat kontrak terapiutik yang terjadi setelah melalui proses komunikasi dan akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

(51)

didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan atau keluarga pasien sebagai orang kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis. 2.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

Information Motivation and Behavioral Skills (IMB) model diperkenalkan oleh Fisher dan Fisher tahun 1992, model ini dirancang untuk mengidentifikasi kepatuhan berhubungan dengan informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku sebagai determinan kritis kepatuhan ART (Amico, et al., 2006).IMB model berpendapat bahwa informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penyakit.Melalui informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku untuk mengurangi risiko penularan, perilaku pencegahan terhadap penyakit juga lebih mudah terwujud.

Informasi berhubungan dengan pengetahuan dasar mengenai penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang dianjurkan. Sementara itu motivasi dipengaruhi oleh motivasi individu dan motivasi sosial. Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit, keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan, 'biaya' yang ditimbulkan dari perilaku berisiko. Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain.

(52)

keadaan/situasi (perceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut. Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan perilaku yang efektif.

Model ini beranggapan bahwa informasi dan motivasi masing-masing dapat memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang. Pengaruh tidak langsung yaitu melalui kerja sama antara informasi dan motivasi dengan keterampilan berperilaku. Model ini juga berpendapat bahwa informasi dapat mempengaruhi motivasi seseorang, begitu juga sebaliknya.

(53)

2.3.2 Informasi

Informasi ini meliputi tentang regimen, penggunaan ARV yang benar, kepatuhan yang adekuat, tentang efek samping dan reaksi obat-obatan, tentang metode dan teori lengkap mengenai kepatuhan (Fisher, 2006). Informasi berhubungan dengan pengetahuan dasar mengenai penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang dianjurkan (WHO, 2003 dalam Amico 2006).

Informasi terkait kepatuhan meliputi informasi akurat yang dimiliki seseorang tentang regimen ART dalam hal bagaimana dan kapan dosis harus diambil, potensi efek samping, dan keputusan mengenai kepatuhan yang mungkin tidak akurat (misalnya, percaya bahwa obat dapat dilewati jika sudah merasa baik) atau akurat (misalnya, memahami bahwa tingkat ketidakpatuhan yang rendah dapat menghambat penekanan virus) (Fisher, 2006).

Pengetahuan ODHA tentang terapi ARV dapat mempengaruhi kepatuhan dalam mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati dalam terapi ARV. Kepatuhan yang tinggi diperlukan untuk keberhasilan program terapi. Aturan minum obat ARV harus ditaati dengan baik, efek samping yang mungkin terjadi, serta mencari pertolongan bila terjadi efek samping pada pasien. Hal ini sangatlah penting untuk menghindari teradinya putus obat ataupun ketidakpatuhan dalam menjalankan terapi ARV (Amico, et al. 2005).

(54)

2.3.4 Motivasi

Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit, keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan, biaya yang ditimbulkan dari perilaku berisiko. Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain (WHO, 2003 dalam Amico 2006).

Motivasi meliputi sikap tentang dampak dari perilaku kepatuhan dan ketidakpatuhan dan evaluasi hasil perilaku tersebut serta persepsi dukungan dari orang lain untuk patuh dalam minum obat dan motivasi untuk memenuhi harapan orang lain (Fisher, 2006).

Motivasi sangat diperlukan dalam menjalankan kepatuhan terapi ARV, tanpa adanya motivasi terapi ARV tidak dapat dilanjutkan (Nursalam dan Ninuk, 2007).Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit, keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan. Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain.

2.3.5 Ketrampilan berperilaku

(55)

memperbarui kepatuhan dalam terapi ARV sesuai keperluan, untuk memperoleh dukungan sosial dan instrumental untuk mendukung kepatuhan dan sebagai penguatan diri untuk patuh dari waktu ke waktu (Fisher, 2006).

Keterampilan berperilaku merupakan kemampuan individu untuk melakukan tindakan pencegahan, memastikan bahwa seseorang mempunyai keterampilan alat dan strategi untuk berperilaku yang didasrkan pada keyakinan (self efficacy) dan perasaan bahwa ia dapat mempengaruhi keadaan/situasi (preceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut. Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan perilaku yang efektif (Amico, et al, 2005).

(56)

2.4 Keaslian Penelitian

N o

Judul

Penelitian Variabel Sampel

(57)
(58)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konseptual yang diadaptasi dari teori IMB Model of ART Adherence oleh Fisher (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV yang mengadaptasi IMB Model of ART Adherence di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Penjelasan kerangka konsep

Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV menurut IMB Model of ART Adherence (Fisher, 2006) yaitu; (1)Informasi berhubungan dengan pengetahuan dasar mengenai penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang dianjurkan. Informasi

1. Regimen, penggunaan ARV

yang benar, kepatuhan yang adekuat

2. Efek samping dan reaksi

obat-obatan

3. Metode dan teori lengkap

mengenai kepatuhan

Motivasi

1. Sikap tentang dampak dari

perilaku kepatuhan dan

6. Memasukkan ke dalam regimen ekologi sosial

4. Penguatan diri untuk patuh

(59)

yang adekuat, tentang efek samping dan reaksi obat-obatan, tentang metode dan teori lengkap mengenai kepatuhan, (2) Motivasi meliputi sikap tentang dampak dari perilaku kepatuhan dan ketidakpatuhan dan evaluasi hasil perilaku tersebut serta persepsi dukungan dari orang lain untuk patuh dalam minum obat dan motivasi untuk memenuhi harapan orang lain (3) Keterampilan berperilaku dipengaruhi oleh motivasi dan informasi. Keterampilan berperilaku ini meliputi keterampilan untuk memperoleh dan mengelola sendiri terapi ARV, untuk meminimalkan efek samping, untuk memperbarui kepatuhan dalam terapi ARV sesuai keperluandan sebagai penguatan diri untuk patuh dari waktu ke waktu.

Ketiga faktor tersebut mempengaruhi kepatuhan Ibu HIV untuk mencapai kepatuhan dalam minum ARV. Kepatuhan (compliance atau adherence) mengambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan (Bart, 2004). Kepatuhan dalam minum ARV ditunjukkan dengan dosis yang tepat: presentase obat ARV di ambil sesuai yang diresepkan, kepatuhan optimal: 95% atau kepatuhan yang lebih pada kebutuhan dosis dari semua pengobatan ARV dan tingkat kepatuhan dari waktu ke waktu.

3.2 Hipotesis

H1: 1. Ada pengaruh informasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

2. Ada pengaruh motivasi dengan kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV di POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

(60)

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah tahapan penelitian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan

(Nursalam, 2013). Bab ini akan membahas tentang: 1) Desain penelitian; 2)

Populasi, sampel, dan teknik sampling; 3) Variabel penelitian; 4) Definisi

Operasional; 5) Instrumen penelitian; 6) Tempat dan Waktu Penelitian; 7)

Prosedur pengumpulan data; 8) Analisa data; 9) Kerangka kerja; 10) Etika

penelitian.

4.1Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian non-eksperimen deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada penelitian ini, variabel dependen dan variabel independen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2013). Peneliti membagikan kuesioner kepada responden yakni ibu positif Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang datang ke POLI Unit Perawatan Intermidiate Penyakit Infeksi

(61)

4.2 Populasi, Sampel (kriteria inklusi,eksklusi), Besar Sampel (Sample Size) dan Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)

4.2.1 Populasi

Populasi target merupakan data dengan karakteristik klinis dan demografi

dengan rata-rata jumlah kunjungan ibu penderita HIV pada bulan Juli dan

September 2015 yaitu sebanyak adalah 182 orang per bulan (4 minggu). Populasi

terjangkau yang merupakan bagian dari populasi target dibatasi oleh tempat dan

waktu. Jumlah populasi terjangkau pada penelitian pada tanggal 18 Januari sampai

22 Januari 2016 sebanyak 74 responden.

4.2.2 Sampel

Peneliti dalam pemilihan subjek penelitian ini menentukan kriteria sampel

dengan kriteria inklusi dan eksklusi untuk mengurangi bias pada hasil penelitian.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria eksklusi adalah

menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi:

1. Ibu HIV yang terdafar dalam rekam medik POLI UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya

2. Ibu HIV yang bertempat tinggal di Surabaya 3. Ibu HIV yang bisa baca tulis

Kriteria Eksklusi:

(62)

4.2.3 Besar sampel

Menurut Nursalam (2013) rumus yang digunakan untuk menentukan besar

sampel, yaitu:

Keterangan:

N= perkiraan jumlah populasi

n= perkiraan besar sampel

z= nilai standar normal untuk = 0,05 (1,96)

p= perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q= 1-p (100%-p)

d= tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

(63)

4.2.4 Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purpossive sampling yang disebut juga judgement sampling. Purpossive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti (sesuai dengan tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2013). Pada penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 18 Januari sampai 22 Januari 2016 didapatkan 74 sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dari penelitian.

4.3 Variabel Penelitian

Menurut Soeparto, et al. (dalam Nursalam, 2013) variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dll). Semua variabel yang diteliti telah di identifikasi terlebih dahulu oleh peneliti, dan di klasifikasikan menjadi variabel bebas (independent), dan variabel tergantung (dependent).

4.3.1 Klasifikasi variabel

1. Variabel Bebas (Independent)

Dalam penelitian ini variabel independen adalah informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku.

2. Variabel Tergantung (Dependent)

(64)

4.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013; Notoadmojo, 2010). Berikut adalah definisi operasional pada penelitian ini.

Tabel 4.1 Definisi operasional faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ibu HIV

Variabel Definisi Operasional

Parameter Alat Ukur

Skala Skor

1 Informasi Sekumpul

-an jumlahkan semua item untuk skor total yang

(Chitra & Gnandurai, 2015) jumlahkan semua item untuk skor total yang

benar. (The

(65)

Variabel Definisi

(66)
(67)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat atau instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pada variabel informasi, motivasi, ketrampilan berprilaku instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pada jenis ini, peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Peneliti menggunakan The Life Windows Information Motivation Behavioral Skills ART Adherence Questionnaire (LW-IMB-AAQ) (The Lifewindows Project Team, 2006). Kuesioner ini terdiri dari 33 pertanyaan, 9 pertanyaan mengenai informasi meliputi cara mengkonsumsi obat, ketepatan minum obat, efek samping obat, dampak minum obat, 10 pertanyaan mengenai motivasi meliputi pengaruh status dan obat HIV pada kehidupan, dan 14 pertanyaan mengenai keterampilan berperilaku meliputi keterampilan dalam melakukan pengobatan dan minum obat.

Pertanyaan mengenai informasi, skor sangat setuju bernilai 1, respon lain bernilai 0. Pertanyaan I3 dan I5 skor sangat tidak setuju bernilai 1, respon lain

bernilai 0. Kemudian jumlahkan semua item untuk skor total yang benar.

Pertanyaan mengenai motivasi, skor sangat tidak setuju bernilai 1, respon lain bernilai 0, pertanyaan M4 dan M5 skor sangat setuju bernilai 1, respon lain

bernilai 0. Kemudian jumlahkan semua item untuk skor total yang benar.

Gambar

Gambar 1.1 Identifikasi masalah masalah faktor yang mempengaruhi
Gambar 1.1 Identifikasi masalah faktor yang mempengaruhikepatuhan minum
Tabel 2.2 Target terapi Antiretroviral (WHO, 2013 dalam Tjokoprawiro, et al, 2015)
Tabel 2.3  Rekomendasi Mulai Terapi ART (WHO, 2013 dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

sesuatu yang memotivasi kemudian remaja akan memulai terapi lagi. i) Remaja biasanya meminum obat ARV dengan patuh hanya pada saat mendekati waktu.

beta ketakutan sendiri untuk masuk.. Jadi saya harus bisa patuh dengan obat supaya tidak.. sakit. Nanti kalau saya sakit

Kesimpulan : Untuk mencapai tingkat kepatuhan minum obat ARV > 95%, diperlukan dukungan dari keluarga, teman dan Forum WPA, serta faktor internal dalam diri