• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang dicita-citakan, maka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang dicita-citakan, maka"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang dicita-citakan, maka pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh di berbagai sektor kehidupan oleh pemerintah dan masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan perlu mendapatkan perhatian dan dukungan yang serius dari pemerintah yang berkewajiban mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suatu kondisi yang menunjang, sehingga dapat saling mengisi dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah yang nyata.

Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia semakin bertambah seiring dengan perkembangan taraf hidupnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut sangat diperlukan sejumlah dana yang dalam dunia perekonomian lazim disebut dengan modal. Modal menjadi faktor yang paling penting dalam menunjang pengembangan kegiatan usahanya. Ditinjau berdasarkan taraf hidup dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka dapat ditemui adanya dua sisi yang berbeda, di satu sisi ada orang atau sekumpulan orang atau badan hukum yang memiliki kelebihan dana dan di sisi lain begitu banyaknya masyarakat baik perorangan maupun lembaga/badan usaha yang membutuhkan dana. Kondisi yang

(2)

demikian ini melahirkan hubungan timbal balik di antara mereka. Dengan adanya kelebihan dana, maka timbul suatu pemikiran untuk menginvestasikan dana tersebut pada suatu usaha yang menguntungkan secara ekonomis maupun sosial. Disinilah kemudian muncul lembaga-lembaga keuangan sebagai perantara yang menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan merupakan perantara keuangan masyarakat.

Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit, pinjaman dan jasa-jasa keuangan lainnya. Fungsi bank pada umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi banyak sektor perekonomian. Namun pada kenyataannya lembaga keuangan yang disebut “bank” ini tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat, mengingat keterbatasan jangkauan penyebaran kredit, keterbatasan sumber dana dan keharusan memberlakukan prinsip bernuansa kehati-hatian. Hal ini semakin nyata terlihat dari banyaknya bank-bank yang ambruk dan di likuidasi.

Menyikapi berbagai kelemahan yang terdapat pada lembaga keuangan “bank” dalam menyalurkan kebutuhan dana, maka muncul lembaga lainnya yang merupakan lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel daripada bank. Lembaga inilah yang kemudian dikenal sebagai “lembaga pembiayaan”, yang menawarkan model-model

(3)

formulasi baru dalam hal penyaluran dana terhadap pihak- pihak yang membutuhkan. Salah satu lembaga pembiayaan tersebut adalah perusahaan leasing.

Usaha leasing di luar negeri sudah mengalami perkembangan yang lama sekali. Di Indonesia leasing baru mulai berkembang sejak dikeluarkanya peraturan kegiatan usaha leasing yang sementara masih terbatas dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian den Menteri Perdagangan Nomor 122/MK/IV/2/1979, nomor 32/M/SK/1974 dan nomor 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974. Beberapa tahun terakhir ini khususnya di kota-kota besar, telah berkembang perusahaan-perusahaan leasing. Bisnis leasing sudah merupakan cara baru untuk membiayai tambahan modal dalam menunjang perkembangan usaha1

Leasing bermula dari perjanjian sewa–beli yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Sewa–beli mulanya timbul untuk menjawab pertanyaan ”bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual mengalami permintaan untuk membeli barangnya, tetapi calon-calon pembeli tersebut tidak

.

Leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa menyewa yang kemudian berkembang dan disebut dengan leasing atau kadang-kadang disebut sebagai lease saja, dan telah berubah fungsinya menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia, leasing sering di istilahkan dengan sewa guna usaha atau sewa pakai.

1

Amin Widjaja Tunggal, Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis dalam Leasing, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hlm 2.

(4)

mampu membayar harga barang-barang sekaligus, dimana penjual bersedia untuk menerima bahwa harga barang tersebut dicicil, tetapi ia juga memerlukan jaminan bahwa barangnya tidak akan dijual oleh pembeli sebelum harganya dibayar lunas?” 2

Dalam perkembangannya, leasing memperkenalkan suatu metode baru untuk memperoleh dan mendapatkan barang modal, yaitu dengan jalan membayar angsuran tiap bulan atau tiap triwulan kepada perusahaan leasing, sehingga lessee (penyewa barang modal, yang biasanya perusahaaan-perusahaan), dapat menggunakan barang

Maka sebagai jalan keluarnya, ditemukan suatu macam perjanjian yaitu perjanjian sewa–beli, dimana selama harga belum dibayar lunas, si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya, tetapi harga sewa tersebut sebenarnya merupakan cicilan atas barang yang dibelinya. Penyerahan hak milik baru akan dilakukan pada waktu dibayarnya angsuran yang terakhir.

Pada umumnya, objek pembiayaan leasing adalah barang–barang modal atau alat-alat produksi yang harganya sangat mahal. Namun, pada masa ini, penggunaan jasa leasing tidak lagi terfokus pada barang-barang modal atau alat-alat produksi saja. Tetapi menjadi lebih luas, mulai dari leasing barang modal yang terbilang mahal, seperti leasing pesawat terbang oleh perusahaan-perusahaan penerbangan, sampai kepada leasing atas barang keperluan kantor maupun keperluan sehari-hari, bahkan terhadap yang tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis, seperti leasing atas kendaraan bermotor untuk dipergunakan secara pribadi sehari-hari.

(5)

modal tanpa harus memilikinya. Bila perusahaan ingin membeli barang modal tersebut, maka hanya harga sisa yang telah disepakati bersama saja yang dilunasi, sedangkan harga barang modal yang digunakan perusahaan ditanggung oleh pihak

leasing. Pihak perusahaan mempunyai hak opsi dimana dapat memilih apakah akan membeli atau memperpanjang pinjaman atau mengakhiri pinjaman leasing tersebut.

Melalui lembaga leasing ini, lessee dapat memanfaatkan keberadaan barang modal yang bersangkutan, dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang optimal, tanpa harus memiliki terlebih dahulu. Berdasarkan pemikiran tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa lessee memperoleh keuntungan melalui penggunaan dari barang modal, bukan dari pemilikan barang modal.

Walaupun lembaga leasing sudah cukup populer dan telah menunjukkan perkembangan yang pesat dalam dunia bisnis (khususnya di Indonesia), namun dalam prakteknya sering timbul permasalahan antara lessor (perusahaan leasing) dan lessee

(penyewa) dalam penggunaan jasa leasing. Berbagai persoalan dan yang utama serta paling sering adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari lessee pada lessor. Tidak terlaksananya kewajiban lessee seperti yang diperjanjikan, merupakan tindakan wanprestasi yang dalam perusahaan leasing. Permasalahannya baru muncul pada saat terjadi wanprestasi oleh lessee yang mengakibatkan lessor harus mengeksekusi objek

(6)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penulis membuat batasan perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan leasing kendaraan bermotor roda empat pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia ?

2. Bagaimana upaya PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia untuk mencegah terjadinya wanprestasi ?

3. Bagaimana pelaksanaan eksekusi oleh PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia dalam upaya menguasai kembali barang modal yang disewakan kepada lessee

yang dalam keadaan wanprestasi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

a. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Wanprestasi dan Eksekusinya pada Pelaksanaan Perjanjian Leasing di PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia” selain untuk melengkapi tugas-tugas dan persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

(7)

Universitas Sumatera Utara, juga mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan, antara lain :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan leasing kendaraan bermotor roda empat pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia ;

2. Untuk mengetahui upaya PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia untuk mencegah terjadinya wanprestasi ; dan

3. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi oleh PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia dalam upaya menguasai kembali barang modal yang disewakan kepada lessee yang dalam keadaan wanprestasi.

b. Manfaat Penulisan.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Dari segi teoretis sebagai suatu bentuk peningkatan pengetahuan penulis di bidang hukum perdata dagang, khususnya dalam penerapan wanprestasi dan eksekusinya pada pelaksanaan perjanjian leasing.

2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan.

(8)

Skripsi yang berjudul “Wanprestasi dan Eksekusinya pada Pelaksanaan Perjanjian Leasing di PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia” ini adalah merupakan hasil karya tulis penulis sendiri. Dari hasil peninjauan kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis ada menemukan perihal wanprestasi dalam perjanjian leasing yang dibuat sebagai judul pada skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu : Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing pada PT. Saseka Gelora Finance.

Namun pokok permasalahan yang diangkat penulis sebagai judul dalam penulisan skripsi ini belum pernah dibahas dalam skripsi-skripsi yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan karya tulis ini terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Wanprestasi

Setiap perjanjian akan menimbulkan adanya prestasi. Prestasi adalah segala sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Apabila prestasi tersebut tidak dilaksanakan, maka akan terjadi wanprestasi. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu wanbeheer yang artinya pengurusan buruk dan wandaad yang artinya perbuatan buruk. Maka

(9)

wanprestasi adalah tidak memenuhi yang diwajibkan seperti yang ditetapkan dalam perikatan.3

Dalam Black’s Law Dictionary, wanprestasi (default) diartikan sebagai:4

Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan bahwa wujud dari tidak memenuhi perikatan atau wanprestasi ada tiga macam, yaitu:

default: by its derivation, a failure an omission of that which ought to be done, specially, the omission or failure to perform a legal or contractual duty; to observe a promise or discharge an obligation (e.g. to pay interest or principal on a debt when due) or to perform an agreement.”, yang artinya wanprestasi adalah kelalaian yang dilakukan, khususnya kelalaian atau kegagalan untuk melakukan kewajiban hukum ataupun perjanjian, untuk melaksanakan janji ataupun kewajiban (misalnya untuk membayar bunga atau hutang pokok pada saat jatuh tempo) atau untuk menjalankan perjanjian.

5

c. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi prestasi.” “a. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi;

b. Debitur terlambat memenuhi prestasi;

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 203

4

Henry Campbell Black,M.A, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn: West Publishing. Co, 1983), hlm 217.

5

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001),hlm 18.

(10)

Menurut Subekti, wanprestasi ada empat macam, yaitu :6

b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan;

“a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

c. Melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.”

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru dapat terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya atau dengan kata lain wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu diluar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi telah ditentukan tenggang waktunya, maka kreditur dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut sommatie.

Menurut Subekti, ada empat sanksi yang dapat dikenakan kepada debitur yang lalai, yaitu:7

b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; “a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau disebut ganti

(11)

c. Peralihan risiko;

d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim.”

Menurut Abdul Kadir Muhammad, akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut: 8

2. Eksekusi

“a. Debitur diharuskan ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);

b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari suatu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUH Perdata); c. Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu;

d. Membayar biaya perkara apabila perkara diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR;

e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (1267 KUH Perdata).”

Eksekusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai: 9

a. Pelaksanaan putusan hakim, pelaksanaan hukuman badan peradilan,

b. Penjualan harta orang karena berdasarkan penyitaan

8

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1982), hlm 6. 9

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005) hlm 288.

(12)

M. Yahya Harahap, dalam bukunya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Perdata, memberikan pengertian eksekusi sebagai berikut: 10

Pedoman tentang tata cara eksekusi diatur di dalam HIR atau RBG, yaitu terdapat dalam Bab Kesepuluh Bagian Kelima HIR atau Titel Keempat Bagian Keempat RBG. Cara–cara menjalankan eksekusi diatur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 258 RBG. Namun pada saat sekarang, tidak semua ketentuan pasal-pasal ini berlaku. Yang masih berlaku adalah Pasal 195 sampai Pasal 208 dan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 240 dan Pasal 258 RBG. Sedangkan Pasal 209 sampai Pasal 223 HIR atau Pasal 242 sampai Pasal 257 RBG yang mengatur tentang sandera (gijzeling), tidak lagi diberlakukan secara efektif.

“Eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Eksekusi merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.”

11

Eksekusi dapat dibedakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :12

a. Eksekusi Riil, yaitu eksekusi yang hanya mungkin terjadi berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan nyata atau riil yang : 1. Telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (res judicata);

10

(13)

2. Bersifat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad, provisionally enforceable);

3. Berbentuk provisi (interlocutory injunction); 4. Berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.

b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas bentuk akta yang gunanya untuk melakukan pembayaran sejumlah uang yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, berupa:

a. Grosse akta pengakuan hutang; b. Grosse akta hipotek;

c. Credietverband ; d. Hak Tanggungan ; e. Jaminan Fidusia

3. Leasing

Istilah leasing berasal dari kata lease dalam bahasa inggris yang berarti sewa. Perjanjian leasing salah satu jenis pembiayaan perusahaan yang merupakan hasil modifikasi dari perjanjian sewa-menyewa.

(14)

Menurut Henry Campbell Black, istilah lease dijelaskan sebagai berikut:13

Equipment Leasing Association di London (Inggris), memberikan definisi sebagai berikut:

“an agreement which give rises to relationship of landlord and tenant (real property) or lessor and lessee (real or personal property)”, yang artinya leasing adalah sebuah persetujuan untuk menimbulkan hubungan antara pemilik tanah dengan petani (benda tidak bergerak) atau antara

lessor dan lessee (benda bergerak atau tidak bergerak).

14

Perjanjian leasing sesuai dengan Perpres Nomor 9 Tahun 2009 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih / ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan atas barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan

lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu”

(15)

(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.”15

a. Jenis Penelitian F. Metode Penulisan

Dalam setiap usaha penulisan haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut:

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis untuk melakukan penelusuran terhadap norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta memperoleh data/keterangan yang terdapat dalam literature, jurnal/hasil penelitian, koran, situs internet dan sebagainya. Metode pendekatan kualitatif bermanfaat untuk

15

Iswi Hariyani, R. Serfianto. D.P., Gebyar Bisnis dengan Cara Leasing, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hlm 67.

(16)

melakukan analisis data secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic).16

b. Data dan Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum perdata yang mengikat, antara lain KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yakni kamus hukum, dan lain-lain.

(17)

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penulisan ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis pada prinsipnya bertendensi pada penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan/atau sekunder yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Untuk memperoleh data pendukung maka dilakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing) dengan menggunakan petunjuk umum yang telah dipersiapkan terlebih dahulu pada informan yang mengetahui pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian.17

d. Analisis Data

Penelitan yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan :

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti;

17

(18)

2. Memilih kaidah-kaidah hukum, azas, atau doktrin yang sesuai dengan penelitian ;

3. Mensistematiskan kaidah-kaidahhukum, azas, atau doktrin ;

4. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal, atau doktrin yang ada ; dan

5. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif maupun induktif sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

G. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya, sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu pembahasan dengan pembahasan yang lain yang teratur menurut sistem.

Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan.

Berikut ini garis besar / sistematika dari penulisan ini, yaitu :

(19)

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum tentang pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, jenis-jenis perjanjian, wanprestasi dan akibatnya dalam perjanjian, serta eksekusi dan jenis-jenisnya.

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN LEASING

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum tentang pengertian perjanjian

leasing, dasar hukum perjanjian leasing, jenis-jenis perjanjian leasing, peranan perjanjian leasing, manfaat perjanjian leasing, perbedaan perjanjian leasing dengan perjanjian lainnya, prosedur terjadinya perjanjian leasing, subjek dan objek perjanjian

leasing, serta hak dan kewajiban lessor dan lessee.

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN LEASING PADA PT. MITSUI LEASING CAPITAL INDONESIA

Dalam bab ini dibahas secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul karya ilmiah yang diajukan. Dalam bab ini diuraikan tentang pelaksaan

(20)

perjanjian leasing kendaraan bermotor roda empat dengan jaminan BPKB pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia, prinsip-prinsip yang diterapkan PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia dalam memilih calon lessee, faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi pada perjanjian leasing di PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia, upaya yang dilakukan terhadap adanya wanprestasi dalam perjanjian leasing pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia, dan pelaksanaan eksekusi oleh PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia dalam upaya menguasai kembali barang modal yang disewakan kepada lessee yang dalam keadaan wanprestasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Penulis akan mencoba untuk memberikan saran-saran yang berguna bagi proses perkembangan permasalahan wanprestasi dan eksekusinya dalam pelaksanaan perjanjian leasing.

Referensi

Dokumen terkait

Keberanian pemimpin untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya, dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin, sesuai

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan adanya kerja keras, ketekunan, dan ketelitian, serta dorongan semangat dan bantuan dari semua pihak baik secara materiil

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran.. Metode:

Dalam setahun terakhir (Agustus 2016–Agustus 2017), persentase penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup tinggi dari 16.28 persen

Lulus dari Satuan Pendidikan SMA/MA/SMK/MAK/Pesantren Mu’adalah atau yang setara dan dibuktikan dengan ijazah, lulus seleksi PMB UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan

Bagian tanaman yang dimanfaatkan oleh Masyarakat desa Salimuran adalah pati sagu untuk bahan makanan, daun untuk bahan atap rumah dan kulit batang untuk bahan kayu

Prevalensi adalah jumlah seluruh kasus kusta baik baru maupun lama, hasilnya adalah jumlah prevalensi kusta tahun 2019 di Kabupaten Blora 1/10.000 penduduk, artinya ada

memperoleh data tentang variabel yakni kedisiplinan mengajar guru. Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data tentang nilai hasil