• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika atau di dekat wilayah tropika bumi ini yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi mencapai 25-260C dan seragam dengan kelembaban rata-rata sekitar 80 %. Komponen dasar hutan itu adalah pohon tinggi dengan tinggi rata-rata sekitar 30 m. Tajuk pepohonan ini sering dapat dikenali karena terdiri dari tiga lapis yaitu pohon, pole, dan tumbuhan bawah. Pepohonan itu tergabung dengan tumbuhan terna, merambat, epifit, pencekik, saprofit, dan parasit. Berbunga, berbuah, dan luruhnya daun serta bergantinya daun sering berlangsung bersinambung sepanjang tahun, dengan spesies berlainan yang terlibat pada waktu yang berbeda-beda (Ewusie, 1990).

Menurut Indriyanto (2006), hutan adalah ekosistem sangat penting mengingat hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa definisi tentang hutan sebagai berikut:

a. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

b. Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem.

c. Hutan adalah masyarakat tetumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan di luar hutan.

d. Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis.

(2)

Berbagai komunitas hutan tropika terbukti sangat stabil, kepadatan populasinya konstan untuk waktu yang lama. Di sisi lain ekosistem itu dibentuk oleh populasi yang selalu berfluktuasi dalam kelimpahannya. Faktor lingkungan merupakan penyebab utama variasi itu yang sukar dihindari oleh komunitas. Apabila tidak ada spesies yang dominan, maka semua populasi secara relative independen, maka mekanisme kendali interspesifik dalam komunitas dapat menahan berbagai pengaruh perubahan abiotik. Spesies dominan berpengaruh lebih besar terjadi pada komunitas hingga interaksi sesamanya lebih besar dan tentunya dengan peran spesies dominan yang lebih besar (Wirakusumah, 2003).

Menurut Haeruman dalam Indriyanto (2006), hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai jumlah jenis tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 jenis tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Jenis tumbuhan termasuk pepohonan besar dan penting dengan jumlah 4.000 jenis, merupakan bagian dari 40.000 jenis tumbuhan di hutan Kalimantan. Hutan tropis sep memiliki sedikitnya 320 pohon dengan ukuran garis tengah lebih dari 10 cm. Hutan hujan tropis Indonesia memiliki ratusan jenis rotan, berbagai jenis anggrek seperti anggrek hutan, dan beberapa jenis seperti umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-obatan.

Menurut Santoso (1996), berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut. a. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan

ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.

b. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000-3.300 m dari permukaan laut.

c. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 3.000-4.100 m dari permukaan laut.

Menurut Vickery dalam Indriyanto (2006), tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan. Keanekaragaman spesies pohon di hutan hujan tropis sangat tinggi dibandingkan di ekosistem lain. Hal ini dapat dilihat setiap mengalami kenaikan ketinggian 100 meter maka vegetasi yang berada di kawasan hutan mengalami perubahan.

(3)

2.2. Floristik Hutan Pegunugan

Secara umum, lebih banyak spesies yang terdapat di wilayah tropik daripada di kutub. Hal ini di sebabkan karena lebih banyak relung yang dapat dieksploitasikan di wilayah tropik itu. Setiap spesies mendiami relung, bagi hewan-hewan relung ditentukan oleh pakan dan ukurannya. Jadi di antara karnivora di suatu komunitas lahan berpohon (woodland) dapat ditemui relung-relung predator. Relung atau ruang-ruang kegiatan spesies merupakan segala dimensi lingkungan meliputi faktor-faktor fisik, kimiawi, dan biologi, waktu seharian atau waktu tahunan (Wirakusumah, 2003).

Ketinggian rata-rata pada lapisan atas pohon di hutan hujan dapat ditetapkan pada tinggi 30m dengan pohon tertinggi tidak lebih dari 55 m. Dengan demikian pohon di hutan hujan biasa lebih tinggi daripada pohon di hutan iklim yang ketinggian tertingginya hanya sampai 46 m. Dalam hal lingkar batang, hutan hujan tropis terkenal dengan kerampingannya dengan lingkar batang 1m yang merupakan bentuk lumrah pada umumnya (Ewusie, 1990).

Selain hutan Dipterocarpaceae yang bernilai berkayu, hutan Borneo kaya dengan pohon buah-buahan yang sangat penting bagi kehidupan di hutan dan bagi penduduk setempat. Jenis-jenis buah ini antara lain adalah mangga Mangifera, durian Durio, Baccaurea (Euphorbiaceae), sukun dan nangka Artocarpus serta rambutan Nephelium. Beberapa jenis ini biasa dipelihara di halaman rumah-rumah penduduk. Di antara palem Borneo, hanya sedikit marga yang menghasilkan buah-buahan, makanan dan produk lain yang secara luas digunakan oleh masyarakat setempat (MacKinnon et al., 2000).

2.3. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuhan. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, dan tekanan uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Pengaruh iklim terhadap kehidupan tumbuhan sangat nyata, terlebih lagi iklim mikro di suatu tempat yang bergantung kepada keadaan topografi dan kondisi atmosfer karena kondisi atmosfer juga ikut menentukan sifat iklim setempat dan regional. Adanya perbedaan iklim akan menimbulkan variasi dalam formasi hutan

(4)

(Arief, 1994). Sebaliknya kondisi vegetasi atau komunitas tumbuhan hutan juga memepengaruhi atau menegendalikan perubahan terhadap unsure-unsur iklim, sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi iklim lokal sangat bergantung kepada kondisi vegetasi yang ada. Suatu contoh bahwa iklim perkotaan sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi vegetasi kota atau hutan kota. Bahkan keberadaan hutan kota di suatu tempat ditinjau dari fungsi ekologinya tidak dapat digantikan oleh hutan di tempat lainnya apalagi dari segi peranannya terhadap pengendalian neraca energi dan neraca air (Indriyanto, 2006).

Iklim merupakan faktor penting pembentukan suatu vegetasi. Untuk setiap jenis tumbuhan dan hewan ada rataan temperatur untuk dapat bertahan. Batasan minimum di atur sebagai permulaan dan temperatur maksimum sebagai akhir untuk organisme hidup terus. Temperatur optimum dimana organisme dapat memanfaatkan fungsinya dengan seefisien mungkin untuk mengalami pertumbuhan dan perkembangan (Tivy, 1993).

2.4. Struktur dan Komposisi Pohon Hutan Pegunungan

Komposisi hutan merupakan penyusun tegakan pohon yang meliputi jumlah jenis maupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan (Wirakusumah, 1990). Komposisi hutan ditentukan oleh faktor-faktor kebetulan terutama waktu pemancaran buah dan perkembangan bibit. Pada daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi (Damanik et al., 1987).

Menurut Nyoman et al., (2008), berdasarkan hasil penelitian di kawasan hutan Pulau Selimpai Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas untuk nilai indeks similaritas (IS) untuk keseluruhan vegetasi dan pohon tergolong tinggi sehingga hal ini menggambarkan vegetasi yang terdapat pada lokasi tersebut hampir sama (mendekati 100%). Astuti (2009), struktur dan komposisi vegetasi pohon dan pole berbeda seiring terjadinya kenaikan tempat.

Mueller dan Ellenberg (1974) dalam Komara (2008), membedakan komponen struktur vegetasi menjadi tiga, yaitu:

a. Struktur vertikal (stratifikasi)

b. Struktur horizontal (distribusi ruang dari jenis-jenis dan individu-individu) c. Struktur kuantitatif (kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas)

(5)

Sedangkan dalam ekologi dikenal lima struktur vegetasi, yaitu: 1) fisiognami vegetasi; 2) struktur biomassa; 3) struktur bentuk hidup; 4) struktur floristik; 5) struktur tegakan.

Lapisan hutan dipengaruhi jumlah populasi tumbuhan dalam hutan tersebut. Untuk mengetahui lapisan hutan perlu dilakukan pengukuran ketinggian semua pohon dan semak di daerah tersebut. Kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas ketinggiannya. Setelah itu dapat diamati grafik jumlah tumbuhan yang berada di atas tanah, maka frekuensi maksimal yang menunjukkan lapisan dalam hutan dapat diketahui (Ewusie, 1990).

Indriyanto (2006), menyatakan bahwa pada hutan tropis terdapat pepohonan yang tumbuh membentuk beberapa stratum tajuk. Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu:

a. Stratum A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atau yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m, dengan tajuk yang lebar dan tidak bersentuhan kearah horizontal dengan tajuk pohon lainnya. b. Stratum B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh

pepohonan yang tingginya 20-30 m, dengan bentuk membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti stratum A.

c. Stratum C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m, dengan bentuk tajuk yang berbubah-ubah. d. Stratum D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh

spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m.

e. Stratum E (E-storey), yaitu tajuk paling bawah yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang tingginya 0-1 m.

Setiap spesies tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk hidup, sehingga persyaratan hidup setiap spesies berbeda-beda, dimana mereka hanya menempati bagian yang cocok bagi kehidupannya. Menurut Clement dalam Barbour et al., (1987) bahwa setiap tumbuhan merupakan hasil kondisi tempat dimana tumbuhan itu hidup, sehingga tumbuhan dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan yang mencapai klimaks dan mampu hidup di tempat tersebut. Kegiatan

(6)

anggota komunitas tergantung penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor fisik dan biotik yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian pada suatu komunitas, pengendali kehadiran spesies dapat berupa satu atau beberapa spesies tertentu atau dapat juga sifat fisik habitat. Namun tidak ada batas yang jelas antara keduanya, sebab keduanya dapat beroperasi bersama-sama atau saling mempengaruhi (Barbour et al., dalam Djufri 2012).

Distribusi semua tumbuhan di alam dapat disusun dalam tiga pola dasar, yaitu acak, teratur dan mengelompok. Pola distribusi demikian erat hubungannya dengan kondisi lingkungan. Organisme pada suatu tempat bersifat saling berinteraksi, sehingga tidak terikat berdasarkan kesempatan semata, dan bila terjadi gangguan pada suatu organisme atau sebagian faktor lingkungan akan berpengaruh terhadap keseluruhan komunitas. Menurut Greig-Smith (1983), bila seluruh faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran spesies relatif kecil, maka faktor kesempatan lebih berpengaruh, dimana spesies yang bersangkutan berhasil hidup di tempat tersebut, hal ini biasanya menghasilkan pola distribusi acak (Djufri, 2012).

Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat, membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan hidup bersama (asosiasi), dan hubungan timbal balik (interaksi) yang saling menguntungkan, sehingga terbentuk suatu derajat keterpaduan (Resosoedarmo & Soedjiran, 1989).

2.5. Karbon Tesimpan

Hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Melalui proses fotosintesis karbon dioksida di udara diserap oleh tanaman dan di ubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C- sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang

(7)

disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya karbon dioksida di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan karbon dioksida yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah & Rahayu, 2007).

Potensi biomassa pohon sangat dipengaruhi antara hubungan volume pohon dengan karbon tersimpan di pohon. Semakin besar volume pohon, maka semakin besar juga karbon tersimpan di pohon tersebut (Rahayu et al., 2012). Menurut Simamora (2013), vegetasi hutan memiliki potensi karbon tersimpan lebih besar dibandingkan karbon tersimpan di lahan perkebunan. Herianto dan Subiandono (2012), jumlah biomasa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan kerapatan yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, berat jenis dan kepadatan setiap jenis pohon.

Pada ekosistem dengan komunitas tumbuhannya sempurna dan keanekaragaman spesies tumbuhannya tinggi, maka produksi karbon dioksida baik oleh aktivitas organisme pengurai, proses respirasi, maupun penggunaan bahan bakar fosil akan diimbangi dengan proses pengikatan/ fiksasi karbon dioksida oleh tumbuh-tumbuhan. Hal demikian menyebabkan ekosistem hutan hujan tropis memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mereduksi pencemaran udara khususnya yang disebabkan gas karbon di udara. Telah diketahui bahwa meningkatnya kandungan karbon dioksida di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca, panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Oleh karena itu, keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006).

Mikroorganisme tanah sangat berperan terhadap dekomposisi bahan organik tanah dan sebagai produk akhir dari proses ini adalah pelepasan CO2

(Barchia, 2009). Oleh karena itu mengukur jumlah karbon dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh

(8)

tanaman, dan pengukuran karbon dalam bagian tanaman yang telah mati (nekromassa) dapat menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara melalui

pembakaran. Siklus biogeokimia karbon mencakup pertukaran/perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi (Sutaryo, 2009), sedangkan respirasi organisme akan mengembalikan CO2 ke atmosfer

(Campbell et al., 2003).

Hutan, tanah laut dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang berpindah secara dinamis diantara tempat-tempat penyimpanan tersebut sepanjang waktu.Tempat penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif (active carbon pool). Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan carbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer. Simpanan karbon lain yang penting adalah deposit bahan bakar fosil. Simpanan karbon ini tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami terpisah dari siklus karbon di atmosfer, kecuali jika simpanan tersebut di ambil dan dilepaskan ke atmosfer ketika bahan-bahn tersebut dibakar. Semua pelepasan karbon dari simpanan ini akan menambah karbon yang berada di kantong karbon aktif (activecarbon pool). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam

jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon (Hardjana, 2011).

Ada enam jenis gas rumah kaca (GRK) yang dapat menimbulkan pemanasan global dan dibicarakan di UNFCC yaitu : karbon dioksida (CO2),

metan (CH4), nitrat oksida (N2O), dan gas-gas yang mengandung fluor seperti

Hydrofluorocarbon (HFC5), perfluorocarbon (PFCs), dan sulphur hexafluoride

(SF6). Dari keenam gas rumah kaca tersebut, karbon dioksida mengambil porsi

terbesar sekitar 75%. Dalam upaya pencegahan terjadinya perubahan iklim maka harus dilakukan penjagaan konsentrasi karbon dioksida tidak melebihi 450 bagian persejuta volume (ppm), agar tidak menimbulkan dampak negatif perubahan iklim (Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Sesudah dilakukannya pengujian simulasi sistem penyala mesin otomatis pada boat berbasis barcode , maka hasil dari pengujian tersebut akan dianalisis sesuai parameter

Penulis lain seperti Surin Pitsuwan 53 dalam tesisnya melihat kepada sejarah latar belakang konflik, usaha orang Melayu untuk mendapatkan status autonomi, aturan-aturan

Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi ini hanya dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keefektifan pendidikan ketrampilan bagi anak berkebutuhan khusus (tunarungu) dalam membentuk sikap kemandirian di

Layanan ini memberikan keseluruhan arahan, desain konten dan struktur program dan proyek atas proyek dan program yang perlu mengimplementasi inisiatif terkait SAP milik Penerima

Untuk mengatasi permasalahan ini pada distribusi-distribusi Linux yang baru digunakan program utility shadow password yang menjadikan file /etc/passwd tidak lagi berisikan

Seperti yang dikemukakan oleh teori Rahmatullah (2010) bahwa salah satu penyebab kemiskinan nelayan di antaranya adalah di pengaruhi oleh alam yaitu kompleksnya

Ini artinya pada saat pengujian dengan komputer native sistem operasi diberikan 1 GB, sedangkan pada saat menggunakan virtualisasi masing-masing mesin virtual juga