• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Ketersediaan tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah yang memadai sangat penting bagi pembangunan kesehatan di daerah untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan secara lebih baik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) (2009) menyatakan bahwa tujuan pembangunan sektor kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang supaya terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk itu, distribusi tenaga kesehatan yang memadai dibutuhkan agar masyarakat di daerah dapat menikmati pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan akses yang relatif mudah. Dampak positifnya adalah mereka menjadi lebih mungkin hidup di lingkungan masyarakat dengan perilaku yang jauh lebih sehat.

Terkait pentingnya tenaga kesehatan, Bambang (2012) menyatakan salah satu unsur penting yang berperan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sumber daya manusia (SDM) kesehatan. Selain itu, dalam SKN 2012, ada tujuh subsistem yang menentukan pencapaian derajat kesehatan secara nasional, yaitu administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dan pengaturan hukum kesehatan. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional.

SDM kesehatan adalah orang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan. Menurut Adebayo dan Oladeji (2006, dalam Ademiluyi et al., 2009), SDM kesehatan terdiri dari dokter, apoteker, perawat, bidan, ahli teknologi laboratorium, administrator, akuntan dan para pekerja kesehatan lainnya. SDM kesehatan yang bermutu dalam jumlah yang memadai perlu distribusikan secara merata serta bermanfaat secara optimal dalam upaya menjamin keterlaksanaan pembangunan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah ternyata distribusi

(2)

tenaga kesehatan, terutama di daerah, sering tidak memadai sehingga mempersulit pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional tersebut.

Di Indonesia dengan kegiatan pembangunan yang umumnya terkonsentrasi di kota-kota dari daerah-daerah yang relatif sudah maju, salah satu masalah terkait SDM kesehatan adalah masalah maldistribusi tenaga kesehatan. Distribusi tenaga kesehatan yang merata di berbagai daerah idealnya meningkatkan akses pelayanan kesehatan sampai komunitas terpencil. Karena distribusi tenaga kesehatan kurang merata, pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di daerah-daerah yang terpencil tersebut cenderung tidak optimal. Untuk kasus daerah di Indonesia, Supari (2006) menunjukkan bahwa 30% dari Puskesmas di wilayah terpencil tidak memiliki tenaga dokter. Hal ini karena distribusi tenaga kesehatan, baik dari segi jumlah maupun kualitas, lebih banyak ditemukan di wilayah kota dan kelangkaan tenaga kesehatan di daerah ini selama ini terjadi di wilayah Indonesia Bagian Timur maupun Sumatera dibandingkan wilayah Jawa dan Bali.

Rasio tenaga kesehatan Indonesia masih kurang dibanding negara lainnya. Filipina memiliki 58/100.000 dan Malaysia 70/100.000, sedangkan Indonesia 20/ 100.000 untuk dokter, 138/100.000 untuk perawat, dan 35/100.000 untuk bidan (Meliala, 2005). Ini menunjukkan Indonesia termasuk satu dari enam negara Asia Tenggara yang kekurangan tenaga kesehatan yang terlatih. Menurut Budihardja (2012), enam negara ini memiliki kurang dari 23 tenaga kesehatan yang terlatih, yaitu dokter, perawat, dan bidan per 10.000 penduduk. Rasio ini merupakan rasio minimum tenaga kesehatan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan dasar bagi 80 persen anggota masyarakat. Menurut Supari (2006), distribusi tenaga kesehatan tidak merata ini terjadi di daerah tertinggal, terpencil, rawan kerusuhan, bencana alam, dan pemekaran. Bambang (2012) menjelaskan kurang meratanya distribusi tenaga kesehatan terjadi terutama di daerah yang tertinggal, terpencil, perbatasan kepulauan dan daerah yang kurang diminati.

Terkait fenomena kurang meratanya distribusi tenaga kesehatan di daerah-daerah Indonesia, Meliala (2005) mengatakan bahwa keputusan distribusi tenaga kesehatan sering diambil tanpa mendasarkan bukti, sehingga distribusinya tidak merata. Sementara itu, Engger et al (2000) menjelaskan faktor penentu distribusi

(3)

tenaga kesehatan dipengaruhi antara lain oleh gaji, insentif serta mutu manajemen lembaga kesehatan. Menurut hasil penelitian oleh Trisnantoro (2005) dan Ilyas (2006), rata-rata dokter lebih banyak berada di wilayah kota daripada kabupaten. Semakin besar ekonomi di suatu wilayah, semakin banyak tenaga dokter spesialis.

Salah satu kabupaten di wilayah Indonesia Bagian Timur yang mengalami masalah kurang meratanya distribusi tenaga kesehatan adalah Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Menurut data indeks pembangunan kesehatan, Asmat salah satu dari sepuluh kabupaten yang terburuk dalam pembangunan kesehatan di Indonesia (Kemenkes, RI, 2011). Kabupaten ini terdiri dari 8 distrik dengan 139 kampung. Jarak tempuh terjauh dari kota kabupaten adalah 240 km dan terdekat 40 km, dengan luas wilayah 23.746 km² dan jumlah penduduk 76.563 jiwa. Wilayah Asmat umumnya berada di dataran rendah dan pesisir pantai yang berawa dan terdiri dari genangan air. Transportasi kabupaten ke tiap kampung menggunakan alat transportasi air, seperti speedboad, longboad dan kapal tempel, dengan biaya relatif sangat mahal. Hal ini menunjukkan bahwa di kabupaten ini masih banyak daerah yang berjauhan dan terpisah oleh kondisi geografis yang sulit dijangkau.

Tabel 1.1

Luas Wilayah, Jumlah Kampung, Jarak Tempuh, Jumlah Penduduk, dan Biaya Puskesmas Kabupaten Asmat

No Distrik Puskesmas Luas Wilayah (Km2) Jumlah Kampung Jarak Tempuh Satuan (Km) Jarak Tempuh Satuan Jam (Speedboat) Jumlah Penduduk Biaya Ke Puskesmas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Agats Agats 2,963.00 9 0 0 12,891 0 2. Akat Ayam 3,057.00 9 40 45 m 5,375 1.5 3. Sawaerma Sawaerma 5,424.00 28 87 2 13,549 2.5 4. Suru suru Suru Suaru 1,550.00 8 192 5 1,406 4.5

5. Suator Binam 3,205.00 16 240 6 6,453 4 6. Atsj Atsj 4,282.00 22 94 2 13,838 2.5 7. Fayit Basim 968 12 115 3.5 7,025 3.5 8. Pantai Kasuari Kamur 2,297.00 35 127 4 16,026 3.5 Jumlah 139 76,563

(4)

Tabel 1 menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Asmat cukup luas dan beberapa daerah sulit dijangkau, memakai transportasi air, tergantung cuaca dan kondisi alam, dan biaya mahal. Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat memiliki 9 Puskesmas dengan sarana belum memadai, 8 rawat-inap dan 1 non-rawat inap.

Tabel 1.2

Fasilitas Puskesmas Kabupaten Asmat

No Distrik Puskesmas Fasilitas Puskesmas Rawat Jalan Rawat Darurat R. Inap/Jumlah

Tempat Tidur Penunjang lain Poli

Umum Poli KIA

Poli

Gigi UGD Obstetri Dewasa Anak

anak ApotikLoket Lab Pusling Klinik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Agats Agats 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1

2 Akat Ayam 1 0 0 1 0 8 1 1 0 1 0

3 Sawaerma Sawaerma 1 1 0 1 0 12 1 1 1 1 0 4 Suru suru Suru suru 1 0 0 0 0 10 1 1 0 2 0

5 Suator Binam 1 1 0 1 0 8 1 1 0 1 0 6 Atsj Atsj 1 1 1 1 1 12 1 1 1 2 1 7 Fayit Basim 1 0 0 1 0 8 1 1 1 3 0 8 Pantai Kasuari Kamur 1 1 0 1 1 8 1 1 1 4 2

Sumber Data: Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat (2011)

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa fasilitas Puskesmas Kabupaten Asmat masih memerlukan banyak perhatian karena keterbatasan fasilitas ini bisa menjadi kendala dalam pelayanan kesehatan serta mempengaruhi minat petugas kesehatan untuk bertugas di Kabupaten Asmat. Meliala (2009) menyebutkan bahwa selain aspek finansial, salah satu faktor yang mempengaruhi minat petugas kesehatan, dalam kasus ini dokter, untuk bertugas di daerah yang terpencil, kepulauan dan perbatasan adalah minimalnya fasilitas. Kondisi ini mendorong pasien memilih berobat ke RSUD kota kabupaten guna mengurangi risiko tak tertolongnya pasien akibat menyusuri sungai dengan sampan atau boat dengan medan sulit.

Pelayanan kesehatan Kabupaten Asmat yang ditunjukkan dengan jumlah sarana prasarana pelayanan di bidang kesehatan tidak meningkat secara berarti. Sampai 2011 Kabupaten Asmat belum mempunyai Rumah Sakit, hanya memiliki

(5)

5 Puskemas Perawatan, 21 Puskesmas Pembantu dan 15 Polindes, dan pelayanan kesehatan di daerah perairan sungai ditunjang dengan sarana Puskesmas Keliling.

Tabel 1.3

Posyandu dan Kader Posyandu di Kabupaten Asmat

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat (2011)

Di Kabupaten Asmat ada delapan unit Puskesmas dan semuanya dengan status rawat inap (92 tempat tidur). Satu Puskesmas di antaranya dioperasikan pada pertengahan tahun 2007 (Puskesmas Akat) dan satu Puskesmas dioperasikan pada pertengahan 2011 (Puskesmas Tomor) sementara Puskesmas Bayun yakni unit pelayanan kesehatan yang dulu dikelola Keuskupan Agats baru direncanakan diambil-alih oleh Dinas Kesehatan meskipun sudah operasional sejak tahun 2006 atas dukungan dana dan tenaga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat. Di semua Puskesmas sudah ada tenaga dokter, radio komunikasi SSB dan sarana Pusling. Puskesmas Pembantu berjumlah 29 unit dan Polindes berjumlah 33 unit. Sarana laboratorium dasar belum merata di semua Puskesmas. Puskesmas yang belum memiliki laboratorium adalah Puskesmas Akat, Suator, Kamur dan Tomor.

Sampai tahun 2011, sebagian besar masyarakat masih menderita penyakit malaria, diare, kulit, asma, saluran pernapasan dan cacar air. Dengan rincian jumlah penderitauntuk penyakit malaria sebanyak 15.309 orang, penyakit diare sebanyak 8.026 orang, penyakit kulit sebanyak 6.260 orang, penyakit asma 3.013 orang, penyakit saluran pernapasan 8.209 orang dan penyakit cacar air 271 orang. Pembangunan kesejahteraan sosial telah menunjukan hasil-hasil positif berupa pembinaan masyarakat terasing/komunitas adat terpencil, utamanya daerah

(6)

pedalaman dan terpencil dan tertanganinya rehabilitasi korban bencana alam. Akan tetapi, tingkat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah masih sangat terbatas karena kesulitan di dalam berbagai hal, antara lain jangkauan wilayah pelayanan yang terlalu luas, terbatasnya prasarana pendukung, dan terbatasnya biaya operasional.

Kesehatan masyarakat Asmat dilaporkan mengalami tingginya angka penderita penyakit malaria, Diare dan ISPA sangat tinggi disusul dengan penyakit lainnya. Usaha untuk mengetahui perkembangan kesehatan masyarakat dan interpretasi data kesehatan sulit didapatkan. Kondisi kesehatan masyarakat makin menurun, hal ini dapat dilihat pada data meningkatnya kuantitas pengunjung sebagai pasien di Puskesmas, Pustu dan Polindes di wilayah Asmat. Kurangnya kualitas kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh jauhnya jarak tempuh antar-distrik dan wilayah, masih terbatasnya sarana prasarana kesehatan dan kurang memadainya tenaga kesehatan yang melayani masyarakat.

Salah satu masalah yang dihadapi tenaga kesehatan, baik bidan maupun tenaga keperawatan, adalah rendahnya kesadaran warga untuk berobat. Sebagai contoh, obat yang diberikan harus diminum setiap hari, namun ada yang sudah sadar, dan banyak juga yang harus didatangi ke rumah masing-masing. Selain itu, di beberapa kampung, di antaranya adalah kampung Mamugu, masih banyak penderita kusta tetap tinggal serumah dengan istri dan tiga anaknya di rumah panggung tanpa sekat tanpa ada pengobatan yang berarti.

Petugas kesehatan yang ditempatkan pemerintah daerah di kampung pada beberapa distrik yang jauh dari ibukota kabupaten tidak berada di tempat. Tenaga kesehatan PNS maupun pegawai kontrak di kampung tidak disiplin menjalankan tugas. Dedikasi tenaga perawat di kampung itu masih rendah. Dari pengamatan di lapangan, diketahui adanya beberapa kondisi yang kurang mendukung program pembangunan kesehatan. Pembangunan sektor kesehatan Kabupaten Asmat masih menghadapi beberapa kendala, terutama berkaitan dengan kurangnya jumlah dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan, tidak memadainya kemampuan tenaga kesehatan, kurangnya sarana dan prasarana laboratorium di Puskesmas, kurangnya

(7)

mutu perencanaan pengadaan logistik dan kurang tertibnya pelaksanaan sistem informasi kesehatan.

Minimnya tenaga kesehatan bisa menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan dan terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan, yang menyebabkan distribusi tenaga kesehatan tidak proporsional (maldistribusi). Di satu sisi, masyarakat di daerah membutuhkan tenaga kesehatan berkualitas dalam jumlah banyak, tetapi di sisi lain Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat tidak dapat menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas dalam jumlah memadai. Kondisi ini menarik dan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah daerah, sehingga peneliti merasa tertarik meneliti masalah maldistribusi tenaga kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kabupaten Asmat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana maldistribusi tenaga kesehatan terjadi di Kabupaten Asmat?

C. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis masalah maldistribusi tenaga kesehatan yang terjadi di Kabupaten Asmat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun praktis sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam khasanah keilmuan kesehatan masyarakat di bidang kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan.

2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan praktis bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat dalam pembuatan kebijakan distribusi tenaga kesehatan yang menjadi lebih merata, sehingga seluruh

(8)

masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dengan akses yang mudah seperti yang diharapkan.

E. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian dengan topik terkait dengan penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.4 Keaslian Penelitian

Nama Tujuan Penelitian Metode Lokasi Hasil

Rasul, 2007

Melihat kecukupan dan kesesuaian tenaga kesehatan, serta distribusi tenaga kesehatan berbasis wilayah kecamatan.

Observasi Kabupaten

Solok Selatan

Tenaga kesehatan kabupaten Solok selatan belum cukup dibandingkan dengan indikator Indonesia sehat 2010.

Sulli, 2008

Mengetahui distribusi tenaga, sarana kesehatan dan kejadian luar biasa di provinsi Papua.

Observasi, wawancara

Provinsi Papua

Distribusi sarana kesehatan dan tenaga kesehatan tidak merata di setiap kabupaten di Provinsi Papua. Kejadian luar biasa lebih banyak terjadi di pedesaan Fahriany

ah, 2008

Mengetahui gambaran kualifikasi profesional tenaga kesehatan menurut jumlah dan komposisi tenaga di Bangka Belitung.

Observasi Kabupaten

Bangka Belitung

Ketersediaan tenaga di Bangka Belitung dipengaruhi oleh faktor sosiologis, geografis dan

kependudukan. Munga et al., 2009 Mengetahui dilemma desentralisasi-sentralisasi dan distribusi tenaga kesehatan di kabupaten terpencil Tanzania

Metode kualitatif eksploratif Kabupaten terpencil di Taanzania

Rekrutmen tenaga kesehatan terdesentralisasi ditandai dengan prosedur birokrasi yang kompleks dan kadang gagal memperoleh tenaga kesehatan yang diperlukan.

Perbedaan penelitian sekarang dan peneliti sebelumnya adalah kebijakan distribusi tenaga kesehatan, masalah maldistribusi, dan faktor yang mempengaruhi di Kabupaten Asmat, sedangkan penelitian yang lain meneliti distribusi tenaga kesehatan pada tingkat kabupaten lain (Rasul, 2007) dan provinsi (Sulli, 2008 dan Fahrianyah, 2008). Namun, penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya dalam metode yang dipakai dalam penelitian, yaitu metode observasi dan wawancara.

Gambar

Tabel  1  menunjukkan  bahwa  wilayah  Kabupaten  Asmat  cukup  luas  dan  beberapa  daerah  sulit  dijangkau,  memakai  transportasi  air,  tergantung  cuaca  dan  kondisi  alam,  dan  biaya  mahal
Tabel 1.4  Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan nutrisi dari ketiga varietas SHF memiliki nilai yang cukup untuk dijadikan sebagai sumber pakan ternak.. Begitu pula dengan hasil kecernaan in vitro yang

RA NG KUM AN.. proses pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, arsip merupakan suatu rekaman informasi dan tindakan/kegiatan

Pihak bank dan Otoritas Jasa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menjalankan proses penyelesaian pengaduan dan penyelesaian sengketa melalui mediasi model

Diharapkan dengan pengoptimalan fungsi promosi kesehatan, maka di satu sisi masyarakat dapat secara sadar untuk menghindari penyalahgunaan alkohol, dan pada sisi lain

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Pada bab ini diuraikan hal-hal berikut. a) Jelaskan secara rinci potensi unggulan atau masalah di masyarakat sehingga perlu dilakukan pengatasan masalah. Identifikasikan

From Incidental News Exposure to News Engagement: How Perceptions of the News Post and News Usage Patterns Influence Engagement with News Articles Encountered on

Prasetia (2011), dengan judul “Penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) di Puskesmas Kota Mukomuko.” Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus deskripsi,