• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIKTAT MATA KULIAH ALJABAR LINEAR ELEMENTER (BAGIAN I) DISUSUN OLEH ABDUL JABAR, M.Pd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIKTAT MATA KULIAH ALJABAR LINEAR ELEMENTER (BAGIAN I) DISUSUN OLEH ABDUL JABAR, M.Pd"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

DIKTAT MATA KULIAH

ALJABAR LINEAR ELEMENTER

(BAGIAN I)

DISUSUN OLEH

ABDUL JABAR, M.Pd

JURUSAN/PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP PGRI BANJARMASIN

(2)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Halii MUQADIMAH

Alhamdulillah penyusun ucapkan ke hadirat ALLAH SWT, karena berkat limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan diktat Aljabar Linear ini. Shalawat dan salam juga semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat, serta ummat beliau yang senantiasa istiqamah mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman.

Diktat ini disusun dalam dua bagian, dengan harapan setelah selesai bagian I akan dilaksanakan ujian tengah semester, dan nanti langsung dilanjutkan dengan bagian II. Semoga dengan penyusunan diktat ini dapat membantu mahasiswa dalam belajar Aljabar Linear, tentu saja perlu ditambah dengan buku pendukung lainnya.

Penyusun juga menyadari bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat penyusun harapkan.

Banjarmasin, Maret 2013 Penyusun,

TTD

(3)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Haliii DAFTAR ISI

Halaman

BAB I SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS ……… 1

1.1 Sistem Persamaan Linear ………. 1

1.2 Matriks ……….. 2

1.2.1 Macam-macam matriks ……….. 2

1.2.2 Kesamaan matriks ………. 4

1.2.3 Transpose matriks ……….. 5

1.2.4 Operasi aljabar matriks ……….. 5

1.3 Hubungan SPL dengan Matriks ……….. 7

1.4 Eliminasi Gauss-Jordan ………. 8

1.5 Menentukan invers matriks ……….. 10

1.6 SPL Homogen ……… 11

BAB II DETERMINAN ………. 13

2.1 Pendahuluan ………. 13

2.2 Ekspansi Kofaktor ………. 14

2.3 Reduksi baris menggunakan operasi baris elementer ……… 14

2.4 Metode Cramer ……….. 15

2.5 Hubungan Determinan, Invers Matriks dan Penyelesaian SPL ……….. 17

BAN III VEKTOR DI R2 DAN R3 ……… 18

3.1 Pendahuluan ………. 18

3.2 Operasi-operasi pada Vektor ……….. 18

3.3 Hasil kali titi, panjang vektor, dan jarak ……….. 19

3.4 Proyeksi orthogonal ………. 20

(4)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal1 BAB I

SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS

1.1 Sistem Persamaan Linear Definisi 1.1 : Persamaan Linear

Persamaan linear adalah persamaan yang peubahnya berpangkat satu. Suatu persamaan linear dengan n peubah x1, x2, … , xn dapat dinyatakan dalam bentuk :

a1 x1 + a2 x2 + … + an xn = b (1.1)

dimana a1, a2 , … , an dan b adalah konstanta-konstanta real.

Definisi 1.2 : Penyelesaian Persamaan Linear

Penyelesaian dari persamaan linear (1.1) adalah urutan dari n bilangan s1, s2, … , sn sehingga persamaan tersebut dipenuhi bila

x1= s1, x2 =s2, … , xn = sn (1.2)

disubstitusikan terhadapnya.

Himpunan semua pemecahan persamaan tersebut dinamakan himpunan penyelesaian.

Definisi 1.3 : Sistem Persamaan Linear

Suatu himpunan berhingga dari persamaan- persamaan linear dalam peubah-peubah x1, x2, …, xn dinamakan sistem persamaan linear atau sistem linear.

Suatu urutan bilangan-bilangan s1, s2, … , sn dinamakan pemecahan dari sistem tersebut jika (1.2) adalah pemecahan dari masing-masing persamaan pada sistem tersebut.

Sebuah sistem sebarang yang terdiri dari m persamaan linear dengan n bilangan yangtidak diketahui : a11 x1 + a12 x2 + … + a1n xn = b1 a21 x1 + a22 x2 + … + a2n xn = b2 : (1.3) . am1 x1 + am2 x2 + … + amn xn = bm Definisi 1.4 : Konsistensi

1. Sebuah sistem persamaan yang tidak memiliki penyelesaian dikatakan tidak konsisten. Jika ada setidak-tidaknya satu pemecahan, maka sistem persamaan tersebut dikatakan konsisten.

2. Suatu sistem persamaan linear mungkin tidak memiliki penyelesaian, atau memiliki persis satu penyelesaian, atau memiliki tak berhingga banyaknya penyelesaian.

Dalam 2 dimensi dapat digambarkan sebagai berikut :

Tidak ada penyelesaian Tepat satu penyelesaian Banyak penyelesaian

i k

(5)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal2 1.2 Matriks

Defenisi 1.5: Matriks

Matriks adalah sekumpulan bilangan yang disusun menjadi suatu jajaran persegi panjang yang terdiri atas baris dan kolom dan dibatasi tanda kurung.

Sebuah matriks dapat diberi nama dan nama itu biasanya dinyatakan dengan memakai huruf besar (kapital), seperti A, B, C, …. dan seterusnya.

Contoh 1.1:

(i) Dengan menandai kurung biasa

A =       4 3 5 2 dan B =       3 9 0 11 8 7

(ii) Dengan menandai kurung siku

A =      4 3 5 2 dan B =      3 9 0 11 8 7

Suatu matriks A seperti pada pembahasan terdahulu, yang terdiri dari m baris dan n kolom, maka matriks A berordo m x n dan ditulis dengan lambang Am x n. Sedangkan banyaknya elemen (unsur) matriks A sama dengan m x n buah. Dengan demikian matriks A yang berordo m x n dapat disajikan sebagai berikut :

Am x n =                   mn n n n m m m a a a a a a a a a a a a a a a a ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3 2 1 3 33 23 13 2 32 22 12 1 31 21 11 Contoh 1.2 A 2 x 2 =       1 5 7 2

 adalah matriks berordo 2 x 2

B2 x 3 =         0 12 3 6 4 3

 adalah matriks berordo 2 x 3

1.2.1 Macam-macam Matriks

Jika diperhatikan dari banyaknya baris dan banyaknya kolom serta jenis elemen-elemennya, maka matriks dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:

1. Matriks Baris

Matriks baris adalah matriks yang hanya terdiri dari satu baris atau matriks yang berordo (1 x n) dengan n > 1

Contoh 1.3 : A1 x 3 = (3 5 1)

B1 x 4 = (2 3 7 -6)

2. Matriks Kolom

Matriks kolom adalah matriks yang hanya terdiri dari satu kolaom atau matriks yang berordo (m x 1) dengan m > 1

Baris ke-1 Baris ke-2

Baris ke-m

(6)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal3 Contoh 1.4 : A3 x 1 =            9 3 7 B4 x 1 =                1 2 2 0 C5 x 1 =                  1 15 3 9 8 3. Matriks persegi/kuadrat

Matriks persegi adalah matriks yang banyak barisnya sama dengan banyak kolomnya. Matriks Am x n disebut matriks persegi jika m = n, sehingga sering ditulis Am x n = An.

Pada matriks persegi elemen-elemena11, a22, a33, …, ann disebut elemen-elemen diagonal

utama, dan an1, …, a1n disebut elemen-elemen diagonal samping.

Defenisi: Trace

Trace Aadalah hasil penjumlahan dari elemen-elemen pada diagonal utama dari matriks

persergi A. Trace A = a11 + a22 + … + ann Contoh 1.5: A3x3 = A3 =            8 4 7 0 1 5 3 6 2

Elemen diagonal utamanya adalah 2, -1, 8 Elemen diagonal samping adaaalah 3, -1, 7 Trace A = (2) + (-1) + (8) = 9

4. Matriks diagonal

Matriks diagonal adalah matriks persegi yang semua elemennya bernilai nol, kecuali elemen diagonal utama.

Contoh 1.6: A2 =       1 0 0 2 B3 =           0 0 0 0 3 0 0 0 1 C3 =           1 0 0 0 1 0 0 0 1

5. Matriks segitiga atas

Matriks segitiga atas adalah matriks persegi yang elemen-elemen dibawah diagonal utamanya adalah nol.

Contoh 1.7: D2 =       2 0 1 5 E3 =            3 0 0 8 2 0 4 5 1

6. Matriks segitiga bawah

Matriks segitiga bawah adalah matriks persegi yang elemen-elemen diatas diagonal utamanya adalah nol.

(7)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal4 Contoh 1.8: F2 =       3 1 0 8 G3 =           5 8 7 0 1 2 0 0 7 7. Matriks identitas

Matriks identitas adalah matriks diagonal yang semua nilai elemen-elemen pada diagonal utamanya sama dengan satu, sedangkan elemen lainnya nol. Matriks identitas disebut juga matriks satuan yang dilambangkan dengan “I”.

Contoh 1.9: I2x2 =       1 0 0 1 I3x3 =           1 0 0 0 1 0 0 0 1 8. Matriks nol

Matriks nol adalah matriks yang seluruh elemennya bernilai nol. Matriks nol dinyatakan dengan lambang “O”

Contoh 1.10: O2x3 =       0 0 0 0 0 0 O2x2 =       0 0 0 0 O3x2 =           0 0 0 0 0 0 1.2.2 Kesamaan Matriks

Defenisi 1.6: Kesamaan Matriks

Dua buah matriks A dan B dikatakan sama dan ditulis A=B apabila keduanya berordo sama dan semua unsur-unsur yang bersesuaian sama.

Contoh 1.11: A=       1 5 6 8 4 2 B=        1 6 4 2 10 8 2 4 C=            1 5 6 3 4 12

Maka A=B, tetapi AC dan BC

Contoh 1.12: Jika A=         y x y x 6 9 dan B=       1 6 9 5

Tentukan nilai x dan y apabila A=B! Jawab : A=B maka x + y = 5 x – y = 1 + 2x = 6 x = 3 y = 2

(8)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal5 1.2.3 Transpose Matriks

Defenisi 1.7: Transpose Matriks

Transpose matriks A adalah suatu matriks yang diperoleh dengan cara mengubah setiap elemen baris matriks A menjadi elemen kolom matriks transposenya, atau sebaliknya. Transpose matriks A dilambangkan dengan At atau AT.

Contoh 1.13: A =        4 5 3 1 maka AT = At =       3 4 5 1 B =        3 8 9 5 2 4 maka BT = Bt =           5 3 8 2 9 4

1.2.4 Operasi Aljabar Matriks

Pada pembahasan di atas, kita telah mempelajari pengertian matriks, notasi, ordo matriks, jenis-jenis matriks, kesamaan matriks dan transpose matriks, maka pada sub bahasan ini kita akan membahas operasi (pengerjaan) antar matriks, diantaranya adalah operasi penjumlahan dan pengurangan, perkalian matriks dengan bilangan real (scalar) dan perkalian matriks dengan matriks.

a. Penjumlahan Matriks

Defenisi 1.8: Penjumlahan Matriks

Jika A dan B adalah dua buah matriks yang berordo sama, maka jumlah matriks A dan matriks B (ditulis A+B) adalah sebuah matriks baru yang didapat dengan cara menjumlahkan elemen-elemen matriks A dengan elemen-elemen-elemen-elemen matriks B yang seletak.

Contoh 1.14: Jika diketahui :A(2x3) =       23 22 21 13 12 11 a a a a a a dan B(2x3) =       23 22 21 13 12 11 b b b b b b Maka : (A + B)(2x3) =             23 23 22 22 21 21 13 13 12 12 11 11 b a b a b a b a b a b a Contoh 1.15: Jika : A =         2 5 3 4 1 3 ; B =          3 4 2 6 2 1 ; C =         7 10 1 1 9 8 Tentukan : a). A + B b). B + C Jawab : a) A + B =         2 5 3 4 1 3 +          3 4 2 6 2 1 =                  ) 3 ( ) 2 ( 4 5 ) 2 ( 3 6 4 2 ) 1 ( ) 1 ( 3 =       5 9 1 10 1 2 b) B + C =          3 4 2 6 2 1 +         7 10 1 1 9 8

(9)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal6 =         4 14 3 7 7 7

Sifat-sifat penjumlahan matriks adalah:

b. Perkalian Matriks dengan Bilangan

Defenisi 1.9: Perkalian Matriks dengan Skalar

Jika k adalah bilangan real dan A adalah sebuah matriks maka kA adalah sebuah matriks baru yang didapat dari hasil perkalian k dengan elemen-elemen matriks A.

Misalnya : A =               mn m m m n n a a a a a a a a a a a a ... ... ... ... ... ... 3 2 1 2 23 22 21 1 13 12 11 Maka kA =               mn m m m n n ka ka ka ka ka ka ka ka ka ka ka ka ... ... ... ... ... ... 3 2 1 2 23 22 21 1 13 12 11

c. Perkalian Matriks dengan Matriks

Definisi 1.10: Perkalian Matriks dengan Matriks

Dua buah matriks hanya dapat dikalikan apabila jumlah kolom matriks yang dikalikan sama dengan jumlah baris dari matriks pengalinya. Hasil kali dua buah matriks Amxn dengan Bnxp adalah sebuah matriks baru Cmxp. Cara mendapatkan unsur pada baris ke-i kolom ke-j matriks C adalah dengan mengalikan dan menjumlahkan unsur-unsur baris ke – i matriks A dengan kolom ke-j matriks B.

Missal A =       d c b a ; B =       s r q p maka: AB =       d c b a       s r q p =           ds cq dr cp bs aq br ap Contoh 1.16:

Tentukan hasil perkalian matriks berikut ini:

A =         3 2 3 4 5 1 ; B =            6 2 2 4 1 0 Jawab : A(2x3) . B(3x2) = C(2x2) 1. Sifat Komutatif : A + B = B + A 2. Sifat Assosiatif : (A + B) + C = A + (B + C)

A

mxn

x B

nxp

= C

mxp

(10)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal7 A.B =         3 2 3 4 5 1            6 2 2 4 1 0 =                     ) 6 )( 3 ( ) 2 )( 2 ( ) 1 )( 3 ( ) 2 )( 3 ( ) 4 )( 2 ( ) 0 )( 3 ( ) 6 )( 4 ( ) 2 )( 5 ( ) 1 )( 1 ( ) 2 )( 4 ( ) 4 )( 5 ( ) 0 )( 1 ( =          11 14 33 12 d. Matriks Invers

Definisi 1.11: Matriks Invers

Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang berordo sama dan berlaku AB = BA = I, maka A dapat dibalik, dan B merupakan invers dari matriks A.

e. Sifat-sifat Operasi Matriks

Dari uraian diatas diperoleh sifat-sifat matriks. Untuk setiap matriks A, B dan C (yang dapat dijumlah/dikalikan) dipenuhi:

1. (AB) C = A (BC) ... Sifat Asosiatif 2. A (B + C) = AB + AC ... Sifat Distributif Kiri 3. (B + C) A = BA + CA ... Sifat Distributif Kanan 4. k (AB) = (kA) B = A (kB) ... Perkalian Skalar 5. AI = IA = A ... Sifat Identitas 6. A0 = 0A = 0 ... Sifat Matriks Nol

7. AB  BA ... Tidak Berlaku Sifat Kumulatif 8. (AB)T = BTAT... Sifat perkalian matriks

9. (AB)-1 = B-1A-1

1.3 Hubungan SPL dengan Matriks Proposisi 1.5 : Augmented Matrix

Persamaan (1.3) dapat dituliskan dalam bentuk augmented matrix (matriks yangdiperbesar) sebagai berikut :               m mn m m n n b a a a b a a a b a a a ... ... ... ... ... ... 2 1 2 2 22 21 1 1 12 11 (1.4)

Proposisi 1.6 : Operasi Baris Elementer

Penyelesaian sistem persamaan (1.4) dapat dilakukan dengan operasi baris elementer (OBE) pada matriks diperbesarnya.

(11)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal8 Operasi Baris Elementer :

1. Kalikanlah sebuah baris dengan sebuah konstanta yang tidak sama dengan nol 2. Pertukarkanlah dua baris pada matriks

3. Tambahkanlah perkalian dari satu baris pada baris yang lain.

1.4 Eliminasi Gauss-Jordan

Langkah-langkah menyelesaikan SPL dengan Eliminasi Gauss:

1. SPL diubah dulu menjadi menjadi matriks yang diperbesar (MD) 2. Lakukan OBE pada MD sehingga matriks berbentuk eselon baris (MEB) 3. Kembalikan MBEB menjadi SPL biasa

4. Selesaikan SPL dengan substitusi.

Langkah-langkah menyelesaikan SPL dengan Eliminasi Gauss-Jordan: 1. SPL diubah dulu menjadi menjadi matriks yang diperbesar (MD)

2. Lakukan OBE pada MD sehingga matriks berbentuk eselon baris tereduksi (MEBT) 3. Kembalikan MBEBT menjadi SPL biasa

Proposisi 1.7: Matriks Eselon Baris Tereduksi (MEBT)

MEBT adalah matriks yang memenuhi syarat berikut:

a. Bila terdapat baris tak nol, maka bilangan tak nol pertama adalah 1. 1 ini disebut 1 utama

b. Dua baris tak nol yang berurutan, maka 1 utama baris bawah lebih ke kanan dari 1 utama di atasnya.

c. Baris nol berada di bawah

d. Setiap kolom yang memuat 1 utama bernilai nol di tempat lainnya.

Jika matriks hanya memenuhi syarat a, b, dan c maka matriks tersebut dinamakan MEB. Contoh 1.17 :

Diketahui: x + y = 7 2x – y = 2

Selesaikan SPL di atas menggunakan: a. Eliminasi Gauss b. Eliminasi Gauss-Jordan Penyelesaian a. Eliminasi Gauss Langkah 1: Ubah SPL MD       1 2 2 7 1 1

Langkah 2: Lakukan OBE pada MD sehingga terbentuk MEB

      1 2 2 7 1 1 -2b1 + b2        3 12 0 7 1 1 b2/(-3)       4 1 0 7 1 1

Keterangan: -2b1 + b2 artinya (-2) kali baris 1 tambahkan pada baris ke-2, jika diuraikan:

(-2).1 + 2 = 0 (-2).1 + (-1) = -3 (-2).7 + 2 = -12

(12)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal9

b2/(-3) artinya baris ke-2 dikali –(1/3), jika diuraikan 0/(-3) = 0

-3/(-3) = 1 12/(-3) = 4

Langkah 3: Ubah MEB  SPL x + y = 7

0x + y = 4  y =4, nilai y = 4 disubstitusikan ke persamaan x + y = 7 didapatkan x = 3 Jadi penyelesaian dari SPL di atas adalah x = 3 dan y = 4.

b. Eliminasi Gauss-Jordan Langkah 1: idem

Langkah 2: Lakukan OBE pada MD sehingga terbentuk MEBT

Lanjutan dari atas 

     4 1 0 7 1 1 -b2 + b1       4 1 0 3 0 1

Langkah 3: Ubah MEBT SPL

      4 1 0 3 0 1 x + 0y = 3  x = 3, 0x + y = 4  y = 4 Jadi penyelesaian dari SPL di atas adalah x = 3 dan y = 4. Contoh tambahan eleminasi Gauss

Diketahui persamaan linear

x + 2y + z = 6 x + 3y + 2z = 9

2x + y + 2z = 12 Tentukan Nilai x, y dan z Jawab:

Bentuk persamaan tersebut ke dalam matriks:

-B1+B2 -2B1+B3 3B2+B3

B3/3 (Matriks menjadi Eselon-baris)

Maka mendapatkan 3 persamaan linier baru yaitu

x + 2y + z = 6 y + z = 3 z = 3

Kemudian lakukan substitusi balik maka didapatkan:

y + z = 3 y + 3 = 3 y = 0 x + 2y + z = 6 x + 0 + 3 = 6 x = 3

(13)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal10

Contoh tambahan eliminasi Gauss-Jordan Diketahui persamaan linear

x + 2y + 3z = 3

2x + 3y + 2z = 3 2x + y + 2z = 5 Tentukan Nilai x, y dan z Jawab:

Bentuk persamaan tersebut ke dalam matriks:

-2B1 + B2 -2B1 + B3 -3B2+B3

-1B2 dan B3/8 -4B3 + B2 -3B3+B1

-2B2 + B1 (Matriks menjadi Eselon-baris tereduksi)

Maka didapatkan nilai dari x = 2 , y = − 1 ,dan z = 1

1.5 Menentukan invers matriks

Invers suatu matriks (misalkan invers A) dapat dihitung dengan menggunakan eliminasi Gauss–Jordanterhadap matriks diperbesar [A: I] dimana ukuran I sama dengan ukuran A. Cara perhitungan seperti ini didasarkan dari sifat A A–1 = I. Untuk menentukan solusi dari SPL tersebut maka berdasarkan prosedur yang telah dipelajari sebelumnya , maka dapat dilakukan eliminasi Gauss – Jordan terhadap matriks [A :I] . Jika A memang memiliki invers maka matriks eselon baris tereduksinya akan berbentuk [I:A-1] . Jika setelah melakukan eliminasi Gauss–Jordan tidak diperoleh bentuk [ I :A-1] maka disimpulkan bahwa matriks tersebut tidak memiliki invers.

Contoh 1.18: Diketahui A =             3 4 2 0 1 1 5 5 2

, tentukan A-1 jika ada! Jawab: [A :I] =                                         3 2 2 5 4 3 5 5 3 | | | 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 2 0 0 2 1 0 1 0 | | | 3 2 0 5 3 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 | | | 3 4 2 0 1 1 5 5 2 = [I : A-1] (langkah detailnya sebagai latihan)

Jadi A-1 =                3 2 2 5 4 3 5 5 3

(14)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal11 1.6 SPL Homogen

Definisi 1.12: Sistem Persamaan Linear Homogen

Sebuah sistem persamaan linear dikatakan homogen jika pada persamaan (1.3) nilai bi= 0 untuk setiap i = 1,2,...,m

Tiap-tiap sistem persamaan linear homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1=x2= ... = xn= 0 selalu merupakan penyelesaian. Penyelesaian ini dinamakan penyelesaiantrivial. Jika ada penyelesaian lain yang memenuhi persamaan homogen tersebut, maka penyelesaian tersebut dinamakan penyelesaian tak trivial.

Penyelesaian trivial terjadi jika satu – satunya penyelesaian untuk SPL adalah x = 0 hal ini terjadi jika semua kolom pada matriks diperbesar [A : B] (setelah dilakukan eliminasi Gauss– Jordan ) memiliki satu utama kecuali untuk kolom yang terakhir atau dengan kata lain semua kolom pada matriks A memiliki satu utama . Jika hal yang sebaliknya terjadi yaitu tidak semua kolom pada matriks A ( setelah dilakukan eliminasi Gauss–Jordan ) memilki satu utama atau jika terdapat baris nol maka penyelesaian untuk SPL adalah penyelesaian tak trivial yaitu penyelesaian tak hingga banyak.

TEOREMA 1.1:

Sistem persamaan linear homogen dengan lebih banyak bilangan tak diketahui(peubahnya) daripada banyaknya persamaan, selalu mempunyai tak hingga banyakpenyelesaian.

Contoh 1.19

Diketahui sistem persamaan linear homogen x + 2y = 0

-x - 2y + z = 0 2x + 3y + z = 0 Jawab:

Penyelesaian SPL homogen di atas adalah

                        0 0 0 | | | 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 | | | 1 3 2 1 2 1 0 2 1 ] :

[A B (langkah detailnya sebagai latihan)

Pada matriks yang terakhir terlihat bahwa semua kolom matriks A memiliki satu utama sehingga penyelesaiannya adalah trivial yaitu x = 0, y = 0, dan z = 0.

Contoh 1.20

Diketahui sistem persamaan linear homogen

                                            0 0 0 0 3 0 0 3 1 4 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 w z y x

Penyelesaian SPL homogen di atas:

                                  0 0 0 0 | | | | 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 | | | | 3 0 0 3 1 4 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1

(15)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal12

Pada matriks yang terakhir terlihat bahwa hanya dua kolom dari matriks A yang memiliki satu utama atau terdapat dua baris nol , ini berarti bahwa penyelesaian SPL adalah tak trivial yaitu penyelesaian banyak dengan dua parameter, yaitu x = w dan y = 2z sehingga kalau z = s dan w = t, maka x = t, y = 2s, z = s, dan w = t.

(16)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal13 BAB II

DETERMINAN

2.1 Pendahuluan Defenisi 2.1

Misalkan A matriks kuadrat , fungsi determinan A sering dituliskan sebagai determinan matriks A ( disingkat det(A) atau |A| ) didefinisikan sebagai jumlah semua hasil kali elementer

bertanda dari A.

Hasil kali elementer dari matriks A akan berbentuk :

a1p1. a2p2… . anpn dimana p1,p2, …, pn merupakan permutasi dari bilangan – bilangan 1,2,…,n. Tanda dari a1p1. a2p2… . anpnsendiri ditentukan dari banyaknya bilangan bulat besaryang mendahului bilangan yang lebih kecil ( banyaknya invers ) pada bilanganp1,p2, …, pn, jika banyaknya invers adalah ganjil maka tandanya negatif ( – ) dan jikasebaliknya tandanya positif ( + ).

Contoh 2.1:

Tentukan determinan dari matriks 

     22 21 12 11 a a a a ! Jawab

Karena matriks di atas berukuran 2 x 2 maka kita perlu mencari permutasi dari 1 dan 2

Permutasi Hasil Kali Elementer Banyak Invers Hasil Kali Elementer Bertanda

(1 2) a11a22 0 + a11a22

(2 1) a12a21 1 - a11a22

Determinan matriks a11a22 - a11a22

Contoh 2.2:

Tentukan determinan dari matriks

          33 32 31 23 22 21 13 12 11 a a a a a a a a a ! Jawab

Karena matriks di atas berukuran 3 x 3 maka kita perlu mencari permutasi dari 1, 2, 3

Permutasi Hasil Kali Elementer Banyak Invers Hasil Kali Elementer Bertanda

(1 2 3) a11a22a33 0 + a11a22a33 (1 3 2) a11a23a32 1 - a11a23a32 (2 1 3) a12a21a33 1 - a12a21a33 (2 3 1) a12a23a31 2 + a12a23a31 (3 1 2) a13a21a32 2 + a13a21a32 (3 2 1) a13a22a31 3 - a13a22a31 Determinan matriks aa11a22a33- a11a23a32- a12a21a33+ 12a23a31+ a13a21a32- a13a22a31 Mencari determinan juga bisa menggunakan aturan panah, tapi cara ini terbatas hanya untuk ukuran 2 x 2 dan 3 x 3, yakni: (garis ke kanan bawah positif, garis ke kiri bawah negatif)

a11 a12 a11 a12 a13 a11 a12

a21 a22 a21 a22 a23 a21 a22

(17)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal14 2.2 Ekspansi Kofaktor

Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung determinan adalah ekspansi kofaktor.

Defenisi Minor

Minor elemen aij ( Mij ) yaitu determinan yang didapatkan dengan menghilangkan baris i dan kolom j matriks awalnya.

Defenisi Kofaktor

Kofaktor elemen aij ( Cij ) = (−1 )i+j Mij

Jika A matriks bujur sangkar berukuran nxn , maka dengan menggunakan metode ini perhitungan determinan dapat dilakukan dengan dua cara yang semuanya menghasilkan hasil yang sama yaitu :

– ekspansi sepanjang baris i det(A) = ai1Ci1 + ai2Ci2 + … + ainCin – ekspansi sepanjang kolom j det(A) = a1jC1j + a2jC2j + … + anjCnj Contoh 2.3 Diketahui A =           2 3 0 1 2 0 3 2 1

, Tentukan det (A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor ! Jawab

Cara 1

Akan dicoba menggunakan ekspansi kolom 1 untuk menghitung det (A) Det (A) = a11C11 + a21C21 + a31C31 C11 = (−1 )1+1 M11 = M11= 2 3 1 2 = 4 – 3 = 1 C21 = (−1 )2+1 M21 = − M21 = − 2 3 3 2 = -(4 – 9) = 5 C31 = (−1 )3+1 M31 = M31 = 1 2 3 2 = 2 – 6 = -4 Jadi det (A) = (1 . 1) + (0 . 5) + (0 . -4) = 1 Cara 2

Akan dicoba menggunakan ekspansi baris 1 untuk menghitung det (A) Det (A) = a11C11 + a12C12 + a13C13 C11 = (−1 )1+1 M11 = M11= 2 3 1 2 = 4 – 3 = 1 C12 = (−1 )1+2 M12 = − M12 = − 2 0 1 0 = -(0 – 0) = 0 C13 = (−1 )1+3 M13 = M13 = 3 0 2 0 = 0 – 0 = 0 Jadi det (A) = (1 . 1) + (2 . 0) + (3 . 0) = 1

2.3 Reduksi baris menggunakan operasi baris elementer

Penggunaan metode ini sebenarnya tidak lepas dari metode ekspansi kofaktor yaitu pada kasus suatu kolom banyak mengandung elemen yang bernilai 0. Berdasarkan sifat ini maka matriks yang berbentuk eselon baris atau matriks segitiga akan lebih mudah untuk dihitung

(18)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal15

nilai determinannya karena hanya merupakan perkalian dari elemen diagonalnya. Reduksi baris dilakukan dengan mengubah kolom – kolom sehingga banyak memuat elemen 0. Biasanya bentuk metriks akhir yang ingin dicapai adalah bentuk eselon baris atau bentuk segitiga tetapi ini tidak mutlak. Jika bentuk eselon atau segitiga belum tercapai tetapi dianggap perhitungannya sudah cukup sederhana maka determinan bisa langsung dihitung. Dalam melakukan reduksi baris operasi yang digunakan adalah operasi baris elementer. Pada operasi baris elementer ada beberapa operasi yang berpengaruh terhadap nilai determinan awal , yaitu :

 Jika matriks B diperoleh dengan mempertukarkan dua baris pada matriks A maka det (B) = − det (A)

 Jika matriks B diperoleh dengan mengalikan konstanta k ke salah satu baris matriks A maka det (B) = k det (A)

 Jika matriks B didapatkan dengan menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lainnya, maka det (B) = det (A)

Contoh 2.4 Diketahui:            i h g f e d c b a

A , dimana det (A) = s

Tentukan determinan dari matriks berikut

                                          i h g i f h e g d f c e b d a D i h g c b a f e d C i h g c b a f e d B , 2 2 2 , . Jawab;

Matrik B diperoleh dari mempertukarkan baris 1 dan baris 2 sehingga det(B) = -det(A) = -s Matrik C diperoleh dari mempertukarkan baris 1 dan baris 2, baris kedua dikali 2 dan baris ketiga dikali (-1) sehingga det(C) = -2.(-1)det(A) = 2s

Matriks D diperoleh dengan menambahkan baris yang satu dengan yang lainnya sehingga det(D) = det (A) = s.

2.4 Metode Cramer

jika AX = B adalah sebuah sistem linear n yang tidak di ketahui dan det(A)≠ 0 maka persamaan tersebut mempunyai penyelesaian yang unik

dimana A j adalah matrik yang didapat dengan mengganti kolom j dengan matrik B Contoh 2.5

Gunakan metode cramer untuk menyelesaikan persoalan di bawah ini x1 + 2x3 = 6

-3x1 + 4x2 + 6x3 = 30 -x1 - 2x2 + 3x3 = 8 Jawab:

(19)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal16 A =              3 2 1 6 4 3 2 0 1 dan B =           8 30 6

kemudian ganti kolom j dengan matrik b A1 =           2 3 8 6 4 30 2 0 6 , A2 =             3 8 1 6 30 3 2 6 1 A3 =              8 2 1 30 4 3 6 0 1

dengan metode panah kita dapat dengan mudah mencari determinan dari matrik-matrik di atas

maka,

Menentukan invers suatu matriks dapat juga menggunakan rumus berikut :

) ( ) det( 1 1 A adj A A  , dimana adj(A) = CT, C = {c ij}, cij = kofaktor elemen aij Contoh 2.6

Cari A-1 dari matriks pada contoh 1.18 dengan menggunakan rumus ( )

) det( 1 1 A adj A A  . Jawab Diketahui: A =             3 4 2 0 1 1 5 5 2 Sehingga det(A) = -1 C11 = (-1)1+1M11 = 3 4 0 1  =-3 C12 = -3 2 0 1  =3 C13 = 4 2 1 1   =-2

Dengan cara yang sama diperoleh C21 = 5, C22 = -4, C23 = 2, C31 = 5, C32 = -5, C33 = 3 Sehingga diperoleh C =               3 5 5 2 4 5 2 3 3                 3 2 2 5 4 3 5 5 3 ) (A CT Adj Sehingga 1 1 1    A               3 2 2 5 4 3 5 5 3 =                3 2 2 5 4 3 5 5 3

(20)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal17 2.5 Hubungan Determinan, Invers Matriks dan Penyelesaian untuk Sistem Persamaan Linier

Jika suatu SPL berbentuk AX = B dan A matriks bujur sangkar , maka sifat dari penyelesaian SPL dapat diketahui dari nilai determinan A atau invers matriks A. Berikutini adalah hubungan yang berlaku :

Det (A) ≠ 0  A–1 terdefinisi (ada) penyelesaian tunggal untuk SPL Det (A) = 0  A tidak memilikiinvers

Det (A) = 0 => banyak penyelesaian atau tidak mempunyai penyelesaian

Pada kasus det (A) ≠ 0 untuk menentukan penyelesaiannya dapat digunakan invers matriks untuk menghitungnya, yaitu X = A–1B . Sedangkan pada kasus det (A) = 0 , untuk menentukan penyelesaian SPL harus digunakan eliminasi Gauss–Jordan pada matriks diperbesar [A : B] . Contoh 2.7 Diketahui SPL berikut             3 4 2 0 1 1 5 5 2                      1 2 1 z y x Penyelesaian

Karena det(A)= -1, maka X = A–1B=                3 2 2 5 4 3 5 5 3           1 2 1 =             5 10 12

(A-1 diambil dari contoh 2.6) Dari sini diperoleh x = -12, y = 10, dan z = -5.

(21)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal18 BAB III

VEKTOR DI R2 DAN R3

3.1 Pendahuluan Definisi 3.1

Vektor didefinisikan sebagai besaran yang memiliki arah.

Kecepatan, gaya dan pergeseran merupakan contoh – contoh dari vektor karena semuanya memiliki besar dan arah walaupun untuk kecepatan arahnya hanya positif dan negatif. Vektor dikatakan berada di ruang – n ( Rn ) jika vektor tersebut mengandung nkomponen. Jika vektor bearada di R2 maka dikatakan vektor berada di bidang, sedangkan jika vektor berada di R3 maka dikatakan vektor berada di ruang.

Secara geometris, di bidang dan di ruang vektor merupakan segmen garisberarah yang memiliki titik awal dan titik akhir. Vektor biasa dinotasikan dengan huruf kecil tebal atau huruf kecil dengan ruas garis.

Contoh 3.1

A B v atau v

Dari gambar diatas terlihat beberapa segmen garis berarah ( vektor ) sepertiABdengan A disebut sebagai titik awal , sedangkan titik B disebut titik akhir.

Vektor posisi didefinisikan sebagai vektor yang memiliki titik awal O.

3.2 Operasi–operasi pada Vektor Definisi penjumlahan dua vektor

Jikau dan vadalah dua vektor sebarang berada di ruang yang sama, maka vektor (u + v) adalah vektor yang ditentukan sebagai berikut: Tempatkan vektor v sedemikian rupa sehingga titik awalnya berimpitan dengan titik akhiru. Vektor u + vdiwakili oleh anak panah dari titik awaluhingga titik akhir v.

Contoh 3.2

Definisi Selisih

Jikau dan vadalah dua vektor sebarang berada di ruang yang sama,v dari u didefinisikan sebagai u – v = u + (-v)

Perkalian vektor dengan skalar

Vektor nol didefinisikan sebagai vektor yang memiliki panjang = 0. Misalkan u vektor tak nol dan k adalah skalar, k ∈ R . Perkalian vektor udengan skalark , k udidefinisikan sebagai vektor yang panjangnya |k| kali panjang u dengan arah :

Jika k > 0 ku searah dengan u

Jika k < 0 ku berlawanan arah dengan u Contoh 3.3

u -u 2u

Perhitungan vektor

Diketahui a dan b vektor–vektor di ruang yang komponen–komponennya adalah a= (a1,a2,a3) dan b = ( b1,b2,b3 ) Maka a + b = (a1 +b1, a2+b2, a3+b3 ) u v u + v

(22)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal19

a − b = (a1 – b1, a2 – b2, a3 – b3 ) k .a= ( ka1, ka2, ka3 )

Jika c = AB kemudian titik koordinat A = ( a1,a2,a3 ) dan B = ( b1,b2,b3 ) maka c= (b1 − a1 , b2 − a2, b3 − a3 )

3.3 Hasil kali titik , panjang vektor dan jarak antara dua vektor Panjang Vektor (Norma)

Panjang dari suatu vektor u sering disebut norma (norm) u dan dinyatkan dengan u . Jika u

R2 dengan u = (u1, u2) maka 2 2 2 1 u u

u   . Jika u R3 dengan u = (u1, u2, u3) maka

2 3 2 2 2 1 u u u u    .

Suatu vektor dengan norma satu disebut vektor satuan (unit vector)

Jarak

Jika P1(x1, y1, z1) dan P2(x2, y2, z2) adalah dua titik pada ruang berdimensi 3, maka jarak (distance) d diantara keduanya adalah norma dari vektor P1P2.

Karena P1P2=(x2 - x1, y2 - y1, z2 - z1), maka:

2 1 2 2 1 2 2 1 2 x y y z z x d      

Hal yang sama jika P1(x1, y1) dan P2(x2, y2) adalah dua titik pada ruang berdimensi 2, maka jarak (distance) d diantara keduanya adalah

2 1 2 2 1 2 x y y x d    

Hasil kali titik

Definisi

Jika u dan v adalah vektor-vektor pada pada ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3 dan α adalah sudut antara u dan v, maka hasil kali titik (dot product) atau hasil kali dalam Eucledian (Eucledian inner product) u.v didefinisikan oleh

    0 cos .v u v u

Jika a=(a1, a2, a3) dan b = (b1, b2, b3), maka hasil kali titik vektor a dan b didefinisikan sebagai :

a . b =(a1.b1)+ (a2.b2) +(a3.b3)

Jika a=(a1, a2) dan b = (b1, b2), maka hasil kali titik vektor a dan b didefinisikan sebagai : a . b =(a1.b1)+ (a2.b2)

Jadi hasil kali titik dua buah vektor berupa skalar.

Dengan mengetahui besarnya α , akan diketahui apakah hasil kali titik akan bernilai positif atau negatif atau sebaliknya.

a . b> 0 α lancip , 0 ≤ α< 90o

a . b = 0 α = 90o, a dan b saling tegak lurus a . b< 0 α tumpul, 90o<α ≤ 180o

Contoh

Diketahui u = ( 2, –1,1 ) dan v = ( 1,1,2 ). Tentukan besar sudut yang dibentuk oleh u dan v! Jawab

u . v = 2 –1 + 2 = 3

jika u ≠ 0 dan v ≠ 0 jika u = 0 atau v = 0

(23)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal20

 

1 1 6 22  2 2   u 6 2 1 12 2 2     v 2 1 6 6 3 cos   =>α = cos-1( ½ ) = 60o

Jadi sudut yang dibentuk antara u dan v adalah 60o

3.4 Proyeksi orthogonal

Diketahui vektor a dan b adalah vektor – vektor pada ruang yang sama seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

w2 a

w1 b

Vektor a disusun dari dua vektor yang saling tegak lurus yaitu w1 dan w2 ,jadi dapat dituliskan a = w1+ w2. Dari proses pembentukannya w1 juga disebut sebagai vektor proyeksi orthogonalaterhadapbkarena merupakanhasil proyeksi secara orthogonal vektora terhadapb,sedangkan w2disebut sebagai komponen dari a yang tegak lurus terhadap b.Karena w1 merupakan hasil proyeksi di bmaka dapat dituliskan w1 = k b ,nilai k ini akan menentukan arah dan panjang dari w1 . Jika sudut antara a dan b adalah tumpul , maka tentunya nilai k akan negatif ini juga berarti arah w1 akan berlawanan dengan arah b .

Menghitung w1

Untuk menghitung w1 , harus dihitung terlebih dahulu nilai k. Dengan menggunakan aturan hasil kali titik , diperoleh :

a . b = (w1 + w2) . b

= w1 . b (karena w2 dan b saling tegak lurus makaw2 . b = 0) = w1 b cos

= kb b cos(α adalah 0 atau 180) = k b 2 Jadi .2 b b a k Sehingga w1 = kb = b b b a 2 . w2 = a – w1 Panjang w1 = b b a. Contoh

Diketahui a = (4, 1, 3) dan b = ( 4, 2,–2). Tentukan a. Vektor proyeksi tegak lurus dari a terhadap b! b. Panjang dari vektor proyeksi tersebut !

c. Komponen dari a yang tegak lurus terhadap b ! Jawab:

(24)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal21

a. Misalkan w1 adalah vektor proyeksi tegak lurus dari a terhadap b, maka w1 = k b sedangkan k = 2 1 24 12 ) 2 ( 2 4 ) 2 .( 3 2 . 1 4 . 4 2 2 2         sehingga w1 = ½ ( 4, 2,–2) = (2, 1, -1) b. Panjang w1 = b b a. = 6 6 24 12 ) 2 ( 2 4 ) 2 .( 3 2 . 1 4 . 4 2 2 2     

c. Misalkan w2 merupakan komponen dari a yang tegak lurus terhadap b, maka w2 = a – w1 = (4, 1, 3) - (2, 1, -1) = (2, 0, 4)

3.5 Hasil Kali Silang Definisi

Misalkan u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah vektor-vektor pada ruang berdimensi 3, maka hasil kali silang (cross product) u x v adalah vektor yang disefinisikan sebagai

((u2.v3 – u3.v2), – (u1.v3 – u3.v1), ( u1.v2 – u2.v1)) Atau dalam notasi determinan

         2 1 2 1 3 1 3 1 3 2 3 2 , , v v u u v v u u v v u u

Hubungan antara hasil kali titik dengan hasil kali silang

Jika u, v, dan w adalah vektor-vektor pada ruang berdimensi 3, maka 1. u . (u x v) = 0 2. v . (u x v) = 0 3. 2 2 2

 

2 .v u v u v x

u   (disebut identitas Lagrange

4. u x (u x w) =(u . w)v – (u . v)w 5. (u x u) x w =(u . w)v – (v . w)u Sifat – sifat hasil kali silang

1. a x b = – ( b x a ) 2. a x ( b + c) = a x b + a x c 3. ( a + b) x c = a x c + b x c 4. k ( a x b ) = ( k a ) x b = a x k b 5. a x a = 0

Penerapan Hasil Kali Silang

Hasil kali silang dapat digunakan untuk menghitung luas daerah segitiga yang dibentuk oleh tiga titik misalnya A, B, dan C. Menggunakan rumus berikut:

Luas daerah segitiga ABC = ABxAC

2 1

Contoh

Tentukan luas daerah segitiga yang dibentuk oleh A(2, 1, 1), B(1, 2, 1), dan C(2, 0, 1). Jawab: ) 0 , 1 , 1 ( ) 1 1 , 1 2 , 2 1 (       AB ) 0 , 1 , 0 ( ) 1 1 , 1 0 , 2 2 (       AC ) 1 , 0 , 0 ( 1 0 1 1 , 0 0 0 1 , 0 1 0 1                AC x AB

(25)

Diktat Aljabar Linear Bagian I oleh Abdul Jabar, M.Pd (STKIP PGRI Banjarmasin) Hal22

Luas daerah segitiga = ABxAC

2 1 = 2 1 1 2 1 1 0 0 2 1 2 2 2    

Referensi

Dokumen terkait

memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Gambaran Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo

Ada hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian Pneumonia pada anak balita (OR=3,40) dan (LL&gt;1; UL&gt;1), dimana diketahui anak yang tidak ASI Ekslusif

Sistem informasi adalah berupa suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan data transaksi harian yang mendukung operasi yang

Untuk melihat bangunan atau konstruksi mana dan apa saja yang telah dibuat dengan menggunakan KSLL di daerah rawan gempa dan daerah yang memiliki tanah lunak, baik

Tracer Study akan bermanfaat dalam menyediakan informasi penting mengenai hubungan antara pendidikan tinggi yang dilaksanakan di prodi Pendidikan Fisika dan dunia kerja, menilai

Pembina Jabatan Fungsional yang bersangkutan. Teknis Diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS,

Ada respon semacam surat edaran yang dikeluarkan oleh kepala daerah atau sekretaris daerah bahwa sebelum FITRA melakukan uji akses informasi harus menunjukkan bukti bahwa

Kawasan Sagan Lama adalah salah satu kawasan di Yogyakarta yang masih mempertahankan karakter fisik berupa permukiman dengan persil lahan yang rapi, penempatan vegetasi serta lahan