• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Sejarah

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun 1952 dengan nama taman ternak yang diprakarsai oleh Drh. Soedjono Kosoemowardjo (Kepala Jawatan Kehewanan Priangan Barat) dengan fungsi utamanya budi daya ternak sapi perah serta pengembangan komoditi ternak lainnya. Tahun 1983 seluruh tanggungjawab diserahkan kepada Dinas Peternakan Provinsi DT I Jawa Barat, selanjutnya tahun 1984 berubah menjadi UPTD dengan nama Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Cikole Lembang. Pada tahun 1999 berubah kembali menjadi UPTD BPT-HMT Ternak Perah. Kemudian pada tahun 2002 berubah menjadi UPTD Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi Perah Cikole Lembang. Kemudian pada tahun 2010 berubah kembali menjadi Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berdasarkan PERDA No. 113 tahun 2009 tentang tugas pokok dan fungsi. Pada tahun 1997-2002, BPPT Sapi Perah Cikole dijadikan main site pada kerjasama teknis “Peningkatan teknologi Sapi Perah” cq. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian dengan Pemerintah Jepang cq. Japan International Cooperation Agency (JICA).

Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang mempunyai tugas pokok sesuai dengan PERDA No.05 Tahun 2002, yaitu melaksanakan sebagian fungsi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat di bidang pengembangan perbibitan ternak. Fungsi operasional dari Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang adalah pengelolaan bibit ternak sapi perah dan hijauan makanan ternak, percontohan dan uji coba, pelatihan dan magang, dan sumber pendapatan (PAD).

Lokasi dan Iklim

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP dan HMT) Cikole Lembang berada di

(2)

Desa Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung dengan jarak 22 Km di sebelah Utara Kota Bandung atau 4 Km dari Ibukota Kecamatan Lembang dan terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah andosol. Berdasarkan kondisi geografis dan topografinya, merupakan dataran tinggi dan beriklim dingin hingga sedang dengan data klimatologis, sebagaimana dipaparkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang

Kondisi Iklim Keterangan

Temperatur Maksimal 24,6 0C

Temperatur Minimal 13,8 0C

Kelembaban 80,5 %

Curah Hujan 2.393 mm/tahun

Evaporasi 3,4 mm/hari

Radiasi 285 cal/cm

Sumber : http://disnak.jabarprov.go.id 10 Januari 2010].

Luas Lahan dan Pemanfaatannya

Luas lahan yang dimiliki hingga saat ini yaitu 61,54 hektar, dengan perincian 9,8 hektar di lokasi Cikole (tahun 1952) dan 51,74 hektar (pengembangan lahan tahun 2002 dan 2003) di Instalasi Subang tepatnya di Desa Dayeuhkolot dan Desa Sukamandi Kecamatan Sagalaherang serta Desa Bunihayu dan Desa Tambakmekar Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang. Dari jumlah lahan tersebut, 56,74 hektar diantaranya sementara ini dimanfaatkan untuk kebun rumput yaitu 5 hektar di Cikole dengan produksi rumput 200-500 ton per ha/tahun dan 51,74 hektar di Instalasi Subang dengan produksi rumput berkisar 90-140 ton per ha/tahun. Sisa lahan lainnya merupakan bangunan (Disnak Prov. Jabar, 2009).

Populasi dan Produksi Susu

Populasi ternak sapi perah yang dikelola saat ini (per awal Januari 2010) sebanyak 184 ekor, terdiri dari 61 ekor sapi perah dewasa (52 ekor laktasi dan 9 ekor kering), 90 ekor sapi muda dan 33 ekor sapi anak. Jumlah produksi yang dihasilkan ± 520 liter per hari atau rata-rata produksi per ekor per hari 12 liter.

(3)

Manajemen Pemeliharaan

Arti pemeliharaan sebenarnya adalah penyelenggaraan semua pekerjaan yang berhubungan dengan kehidupan dan kelanjutan hidup ternak sapi perah. Dalam proses pemeliharaan diusahakan sapi selalu dalam keadaan sehat, tentram, makan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta dapat menghasilkan anak secara teratur setiap tahun dengan produksi susu yang cukup tinggi. Pemeliharaan ternak sapi perah meliputi pemeliharaan umum dan pemeliharaan khusus. Pemeliharaan umum meliputi kebersihan kandang, pengaturan pemberian ransum, pengaturan pemberian air minum, dan penjagaan kebersihan sapi. Pemeliharaan khusus meliputi pemeliharaan sapi bunting, pemeliharaan anak sapi, pemeliharaan sapi dara, dan pemeliharaan sapi jantan (Syarief dan Sumopratowo, 1984).

Pemberian pakan di BPT SP dan HMT Cikole disesuaikan dengan umur dan kondisi fisiologis ternak sapi perah. Pemberian kolostrum pada pedet dilakukan selama tujuh hari, setelah itu diberikan pengganti kolostrum 2,5-8 liter sehari di sesuaikan dengan kualitas keturunan pedetnya. Pemberian pakan pengganti di lakukan sampai sapi berumur empat bulan, dan selama pemberian pakan pengganti di barengi juga hay untuk merangsang kerja rumen sapi. Jumlah susu yang diberikan kepada anak sapi selama masa preweaning (sebelum disapih) berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan, kesehatan, perkembangan kineja usus, perkembangan kelenjar susu, dan kapasitas produksi susu (Khan et al., 2007).

Pada kondisi lepas sapih atau sekitar umur empat bulan, sapi diberikan pakan hay dan digembalakan antara jam 08.00-11.00 WIB serta ditempatkan di kandang exercise. Sapi dara diberikan pakan sebanyak tiga kali sehari, yaitu hijauan rumput gajah ± 50 kg per hari. Sapi laktasi di BPT SP dan HMT Cikole, diberikan pakan sebanyak tiga kali per hari yaitu berupa hijauan (rumput gajah), konsentrat, dan ampas tahu. Pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore sebanyak ± 2% dari bobot tubuh, sedangkan rumput ± 10% bobot tubuh dan ampas tahu diberikan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Formulasi dan kadungan konsentrat yang di berikan pada sapi dewasa dan laktasi masing-masing di perlihatkan pada Tabel 2 dan 3.

(4)

Tabel 2. Formulasi Konsentrat Sapi Perah Dewasa No Bahan % 1 Pollard 40 2 Dedak 15 3 Jagung 20 4 Bungkil Kelapa 14 5 Bungkil Kedelai 9 6 Kapur 1 7 Ultra Mineral 1

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Konsentrat Sapi Perah Dewasa

Zat Makanan Kandungan (%) Standar (%)

Bahan Kering 88,02 87 TDN 70,39 70 Protein 16,63 16 Serat 10,28 11 BETN 55,97 Lemak 6,46 6 Abu 11 11 Ca 1,79 1,2 P 1,18 0,8 Perkandangan

Berdasarkan fungsinya, perkandangan merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya usaha ternak sapi perah. Perkandangan di BPT SP dan HMT Cikole terdiri dari beberapa jenis kandang berdasarkan kondisi fisiologis ternak. Jenis kandang tersebut yaitu kandang beranak, kandang exercise, kandang dara dan kandang laktasi. Bahan lantai kandang terbuat dari semen dan di tambah karpet karet untuk sapi laktasi. Penggunaan karpet karet dapat mengurangi kejadian luka pada kaki bahkan kearah gejala mempercepat penyembuhan. Penggunann karpet karet tidak berpengaruh buruk terhadap konsumsi pakan, berat badan, produksi susu, status fisiologis, dan lama waktu membersihkan kandang

(5)

(Ma’sum, 1990). Atap kandang yang digunakan adalah genteng pada kandang dara dan beranak, bahan asbes pada kandang laktasi, dan bahan fiber glass pada kandang exercise.

Sifat Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah perubahan ukuran dan fungsi dari berbagai bagian tubuh mulai embrio sampai dewasa. Pertambahan bobot badan pada hewan muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ-organ vital, sedangkan pertambahan bobot badan pada hewan tua berupa penimbunan lemak. Bentuk pertumbuhan ternak biasanya mengikuti kurva sigmoid, sehingga dapat diramalkan antara umur dan bobot hidup ternak (Sugeng, 2002).

Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal, kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Ketika bobot badan selama hidup merupakan fungsi dari umur dan waktu, akan menggambarkan sebuah kurva karateristik pertumbuhan yang berbentuk kurva pertumbuhan sigmoid karena menyerupai huruf “S”.

Pertumbuhan secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya bobot badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui ukuran – ukuran tubuh. Kombinasi bobot dan besarnya badan, umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Bobot badan adalah ukuran dari pertumbuhan secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pemberian pakan dan minum sebelum penimbangan dilakukan (Sugeng, 2002).

Tabel 4 dan 5 memperlihatkan data ukuran tinggi pundak (TP) dan Bobot Badan (BB) mulai umur 0-4 bulan (sebelum disapih) dan umur 5-15 bulan (lepas sapih sampai kawin pertama) sapi perah FH betina di BPT SP dan HMT Cikole Lembang.

(6)

Tabel 4. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sebelum Penyapihan (umur 0-4 bulan)

Umur (Bulan) Sampel (Ekor) Peubah BB (Kg) TP (Cm) 0 30 x ± SB KK (%) Min – Max 39,15 ± 2,22 5,7 36-45 55,67 ± 0,78 1,41 54,6-57,2 1 30 x ± SB KK (%) Min – Max 47,15 ± 5,92 12,5 39,1-56,82 56,84 ± 0,86 1,5 55,6-58,6 2 30 x ± SB KK (%) Min – Max 64,63 ± 5,24 8,1 57,1-74,22 60,92 ± 1,47 2,4 58,6-63,6 3 30 x ± SB KK (%) Min – Max 82,47 ± 5,36 6,5 74,3-92,2 65,71 ± 1,53 2,3 62,4-69,3 4 30 x ± SB KK (%) Min – Max 100,45 ± 5,40 5,4 91,7-110,49 70,85 ± 2,0 2,8 67-73,8

Keterangan : BB = bobot badan; TP = tinggi pundak; x = rataan; SB = simpangan baku; KK = koefisien keragaman; Min = minimum; Max = maksimum

Berdasarkan data dari Tabel 4 terlihat, bahwa rataan dari bobot badan dan tinggi pundak dari umur 0–4 bulan mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan dari bobot badan dan tinggi pundak tersebut. Koefisien Keragaman (KK) bobot badan yang besar pada umur 1 bulan menunjukkan bahwa beragamnya bobot badan. Sudono et al. (2003) dan Williamson dan Payne (1993) menjelaskan bahwa pedet perlu diberikan kolostrum sejak kelahirannya agar pertumbuhan dan kesehatannya tetap terjaga. Jumlah susu yang diberikan kepada anak sapi selama masa preweaning (sebelum disapih) berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan, kesehatan, perkembangan kineja usus, perkembangan kelenjar susu, dan kapasitas produksi susu (Khan, 2007).

Berdasarkan Lawrence dan Fowler (2002), faktor utama yang menyebabkan perbedaan bobot lahir adalah (1) genetik dari pejantan induk, (2) umur dan ukuran kondisi tubuh sapi ketika konsepsi, (3) kualitas dan kematangan sel telur saat dibuahi, (4) jumlah anak yang lahir, (5) nutrisi dari induk selama bunting, (6) adanya infeksi penyakit, dan (7) tingkat stress dari induk. Perubahan performa ternak mulai dari kesehatan, tingkah laku, dan kesejahteraaan ternak dapat juga disebabkan oleh

(7)

lingkungan yang panas. Sapi perah pada daerah tropis, periode kebuntingan lebih cepat dua minggu dan bobot lahir ternak menjadi rendah (Hahn, 1982)

Rata-rata bobot lahir anak sapi perah adalah seberat 41,4 kg. Bobot lahir anak jantan 8,5% lebih berat dari pada bobot lahir anak betina. Bobot lahir anak sapi betina yang lahir dari induk pada kelahiran ketiga atau keempat lebih berat 7-8% daripada anak betina yang lahir pada kelahiran pertama. Bobot badan anak sapi kembar rata - rata lebih ringan 15% daripada anak sapi yang lahir tunggal (Kertz et al., 1997). Bobot lahir yang besar biasanya diasosiasikan dengan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena dengan bobot lahir yang besar merupakan salah satu indikasi kematangan fisiologis, cadangan energi dan insulasi yang lebih baik (Lawrence dan Fowler, 2002).

Bobot lahir sapi perah jenis Holstein menurut Syarief dan Sumopratowo (1984) pada pertumbuhan normal adalah 41 kg dan dengan tinggi pundak sebesar 74 cm, sedangkan hasil penelitian di BPT SP dan HMT Cikole seperti terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bobot lahir berkisar antara adalah 36-45 kg dan Tinggi Pundak 54,6-57,2 cm, sehingga data hasil penelitian untuk tinggi pundak lebih kecil dan selang bobot lahir masih termasuk dalam bobot lahir rata-rata normal seperti yang dijelaskan Kertz et al. Hal ini menunjukkan bahwa bobot lahir sapi perah di BPT SP dan HMT Cikole Lembang cukup baik. Berdasarkan Tabel 4 terlihat pertumbuhan yang cukup cepat pada umur lahir (0 bulan) sampai umur disapih (4 bulan). Hal ini sesuai pernyataan Lawrence dan Fowler (2002) bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal. Pertumbuhan pedet yang cukup baik ini perlu dijadikan pertimbangan dalam menentukan standarisasi bibit di BPT SP dan HMT Cikole Lembang.

Sesudah kelahiran dan pada saat ternak ternak mengalami perkembangan pubertas, pertumbuhan sangat tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi dara adalah (1) bangsa sapi dara, (2) besar anak sapi waktu lahir, (3) pengaruh kebuntingan, dan (4) pengaruh ransum yang diberikan (Syarief dan Sumopratowo, 1984). Rata-rata umur dewasa kelamin menurut Salisbury dan VanDemark (1985) adalah 9 bulan, dengan kisaran 5-15 bulan dalam kondisi pakan normal. Pirlo et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor - faktor yang

(8)

menyebabkan penundaan umur kawin pertama adalah (1) birahi yang terlambat, (2) kesalahan dalam deteksi berahi, (3) kurangnya bobot badan, dan (4) faktor lingkungan.

Tabel 5. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Lepas Sapih Sampai Kawin Pertama (umur 5-15 bulan)

Umur (Bulan) Sampel (Ekor) Peubah BB (Kg) TP (Cm) 5 30 x ± SB KK (%) Min – Max 117,34 ± 8,08 6,9 93,99-128,49 75,96 ± 2,79 3,7 69,5-79,8 6 30 x ± SB KK (%) Min – Max 134,38 ± 9,74 7,2 112,59-147,09 80,57 ± 3,90 4,8 72,6-85,4 7 30 x ± SB KK (%) Min – Max 150,12 ± 11,17 7,4 128,18-164,79 84,82 ± 4,93 5,8 75,3-91,4 8 30 x ± SB KK (%) Min – Max 167,90 ± 11,09 6,6 146,78-183,03 88,36 ± 5,92 6,7 77,8-96,4 9 30 x ± SB KK (%) Min – Max 184,52 ± 11,19 6,1 164,48-201,32 91,96 ± 6,63 7,2 79,9-100,6 10 30 x ± SB KK (%) Min – Max 199,91 ± 11,49 5,7 178,58-219,55 95,22 ± 7,14 7,5 82,4-105,6 11 30 x ± SB KK (%) Min – Max 215,07 ± 11,45 5,3 198,68-237,84 97,74 ± 7,08 7,2 84,9-108,6 12 30 x ± SB KK (%) Min – Max 230,16 ± 10,59 4,6 214,22-252,89 100,14 ± 6,97 7,0 87,4-110,2 13 30 x ± SB KK (%) Min – Max 245,36 ± 9,67 3,9 230,12-271,18 102,637 ± 6,98 6,8 89,5-112,5 14 30 x ± SB KK (%) Min – Max 259,50 ± 8,15 3,1 246,32-287,98 105,23 ± 7,09 6,7 91,5-112,6 15 30 x ± SB KK (%) Min – Max 274,41 ± 8,71 3,2 261,62-306,58 107,72 ± 7,06 6,6 94,2-118,1 Keterangan : BB = bobot badan; TP = tinggi pundak; x = rataan; SB = simpangan

(9)

Williamson dan Payne (1993) menjelaskan bahwa tujuan pemeliharaan sapi dara adalah agar dapat mencapai pertumbuhan yang maksimum serta dewasa kelamin awal dengan biaya paling rendah, sehingga keterlambatan dewasa kelamin akan mengakibatkan penambahan biaya. Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa perlu diperhatikan waktu memelihara sapi dara agar mencapai pubertas dengan normal dan memiliki bentuk tubuh yang cukup besar sehingga dapat melahirkan anak dengan normal pada umur yang cukup muda.

Sudono et al (2003) menyatakan sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi berumur 15 bulan dengan bobot badan ± 275 kg, hal tersebut agar sapi dara dapat beranak pada umur dua tahun. Menurut Syarief dan Sumopratowo (1984) sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali pada umur antara 18-20 bulan. Hal ini dilakukan dengan harapan sapi dara mulai beranak untuk pertama kali pada umur 28-30 bulan.

Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum rataan pertumbuhan mengalami peningkatan relatif lebih rendah dengan koefisien keragaman lebih kecil dibandingkan dengan rataan pertumbuhan dan koefisien keragaman pada kondisi sebelum penyapihan. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap lepas sapih sampai kawin pertama hampir memasuki titik infleksi dan fase perlambatan, karena titik infleksi mengindikasikan perubahan fase dari percepatan ke perlambatan.

Berdasarkan hasil penelitian, sapi perah FH betina di BPT SP dan HMT Cikole Lembang dikawinkan pertama sekitar pada umur 15 bulan dengan bobot badan 250 kg, sehingga umur kawin pertama di BPT SP dan HMT Cikole tersebut sesuai dengan pernyataan Sudono et al. (2003) sapi dara dapat dikawinkan pertama pada umur 15 bulan dengan bobot badan ± 275 kg. Rataan bobot badan sapi umur 15 bulan hasil penelitian adalah 274,41 kg dengan kisaran 261,62-306,58 kg, sehingga hasil penelitian tersebut dapat dikatakan telah sesuai dengan standar BPT SP dan HMT Cikole walaupun masih dibawah standar bobot badan yang dinyatakan Sudono et al. (2003). Hal ini memperkuat pernyataan Salisbury dan VanDemark (1985) mengenai umur pubertas sapi FH betina yang dicapai saat umur 9-15 bulan berdasarakan kecukupan nutrisi yang diberikan dengan umur kawin pertama dilakukan setelah birahi pertama. Pemberian pakan yang baik dapat mempercepat

(10)

masak kelamin dan kawin pertama karena tubuh sudah dapat menerima kelahiran berdasarkan dari pertumbuhan tubuh dan reproduksi yang baik.

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Pertama

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sampai Kawin Pertama

Kurva pertumbuhan bobot badan (Gambar1) dan tinggi pundak (Gambar memperlihatkan peningkatan pertumbuhan berdasarkan

menunjukkan bentuk yang sama yaitu pola sigmoid. Pada kehidupan awal secara

B

o

b

o

t

B

ad

an

(

k

g

)

Umur (Bulan)

T

in

g

g

i

Pu

n

d

ak

(

cm

)

masak kelamin dan kawin pertama karena tubuh sudah dapat menerima kelahiran dari pertumbuhan tubuh dan reproduksi yang baik.

. Grafik Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Perah FH Betina Sampai Kawin

. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sampai Kawin

Kurva pertumbuhan bobot badan (Gambar1) dan tinggi pundak (Gambar memperlihatkan peningkatan pertumbuhan berdasarkan umur (bulan) dan menunjukkan bentuk yang sama yaitu pola sigmoid. Pada kehidupan awal secara

Umur (Bulan)

Umur (Bulan)

masak kelamin dan kawin pertama karena tubuh sudah dapat menerima kelahiran

Bobot Badan Sapi Perah FH Betina Sampai Kawin

. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Sampai Kawin

Kurva pertumbuhan bobot badan (Gambar1) dan tinggi pundak (Gambar 2) umur (bulan) dan menunjukkan bentuk yang sama yaitu pola sigmoid. Pada kehidupan awal secara

(11)

umum terlihat terjadi laju pertumbuhan yang cepat, kemudian secara perlahan mengalami penurunan laju pertumbuhan.

Ukuran tubuh dan bobot badan di awal kehidupan atau setelah lahir mengalami pertumbuhan secara cepat, sehingga memerlukan perhatian yang lebih dari peternak. Sebagaimana yang dinyatakan Salisbury dan VanDemark (1985) bahwa dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi terus berkembang sehingga dapat hidup diluar tubuh induknya. Selama minggu-minggu pertama setelah kelahiran, anak sapi membutuhkan penyesuaian diri dalam fungsi faali, sehingga anak sapi membutuhkan perhatian lebih dari peternak. Jika anak sapi tersebut mempunyai performa pertumbuhan yang baik, maka anak sapi tersebut dapat dijadikan bibit dalam peternakan.

Salisbury dan VanDemark(1985) menyatakan perlu perhatian pada sapi dara untuk mencapai pubertas dengan baik dan memiliki bentuk tubuh yang besar agar dapat melahirkan anak dengan selamat pada umur yang muda dan melahirkan ternak dengan bobot badan yang baik.

Pertumbuhan Alometri

Gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus alometrik Y=aXb yang ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan garis regresi logaritma natural (Ln) menjadi Ln Y = Ln a + b LnX, dengan sumbu Y (bobot badan), X (tinggi pundak), a (intersep atau konstanta) dan b (koefisien pertumbuhan relatif). Pertumbuhan Alometri hasil penelitian tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Persamaan Alometrik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (TP) terhadap Bobot Badan (BB) Sapi Perah FH Betina

Hasil Perhitungan

A b Y=aXb

-250 4,34 BB= -250TP4,34

Keterangan : Y= Bobot badan (kg); X= Tinggi pundak (cm); a= koefisien integral; b= koefisien pertumbuhan relatif

Ismayanti (1994) menjelaskan bahwa apabila nilai b=3, maka pertumbuhannya isometrik, yaitu pertambahan tinggi pundak seimbang dengan dengan pertambahan bobot badan sapi. Apabila nilai b>3 atau b<3, pertumbuhan

(12)

masing-masing dinamakan alometrik positif (pertambahan bobot badan lebih cepat daripada pertambahan tinggi pundak) dan pertumbuha

(pertambahan bobot badan lebih lambat dari

Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (cm) terhadap Bobot Badan (kg)

Berdasarkan data hasil penelitian seperti G

memperlihatkan bahwa pertambahan tinggi pundak lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bobot badan (b>3) dengan nila b (4,34).

persamaan regresi yang digunakan, diketah

pundak selama masa pertumbuhan sampai kawin pertama akan

pertambahan bobot badan sebesar 4,34 Kg. Gambar 3 menunjukkan besarnya peningkatan pertambahan bobot badan berdasarkan peningkatan pertambahan tin pundak.

Perbedaan pertumbuhan ukuran tubuh ini disebabkan oleh perbedaan fungsi dan komponen yang menyusun bagian tubuh tersebut. Bagian tubuh yang berfungsi lebih awal atau lebih dini akan berkembang terlebih dulu (

2010). Hafid dan Priyanto (2006) menjelaskan bahwa ada dua arah gelombang pertumbuhan. Gelombang petama merupakan arah

dari arah cranium (tengkorak) di

Sedangkan gelombang kedua merupakan arah distal kaki ke arah proximal

merupakan bagian tubuh yang paling terakhir mencapai pertumbuhan maksimal.

Tinggi Pundak (cm)

B

o

b

o

t

B

ad

an

(

k

g

)

masing dinamakan alometrik positif (pertambahan bobot badan lebih cepat pertambahan tinggi pundak) dan pertumbuhan alometrik negatif (pertambahan bobot badan lebih lambat daripada pertambahan tinggi pundak).

. Grafik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (cm) terhadap Bobot

data hasil penelitian seperti Gambar 3 dan

memperlihatkan bahwa pertambahan tinggi pundak lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bobot badan (b>3) dengan nila b (4,34). Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi yang digunakan, diketahui bahwa setiap pertambahan 1 Cm pundak selama masa pertumbuhan sampai kawin pertama akan mempengaruhi pertambahan bobot badan sebesar 4,34 Kg. Gambar 3 menunjukkan besarnya peningkatan pertambahan bobot badan berdasarkan peningkatan pertambahan tin

Perbedaan pertumbuhan ukuran tubuh ini disebabkan oleh perbedaan fungsi dan komponen yang menyusun bagian tubuh tersebut. Bagian tubuh yang berfungsi lebih awal atau lebih dini akan berkembang terlebih dulu (Sampurna dan Suatha, dan Priyanto (2006) menjelaskan bahwa ada dua arah gelombang pertumbuhan. Gelombang petama merupakan arah antero-posterior yang dimulai

(tengkorak) di bagian depan tubuh menuju kearah pinggang ( Sedangkan gelombang kedua merupakan arah centripetal yang dimulai dari arah

proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang ( merupakan bagian tubuh yang paling terakhir mencapai pertumbuhan maksimal.

Tinggi Pundak (cm)

masing dinamakan alometrik positif (pertambahan bobot badan lebih cepat n alometrik negatif pertambahan tinggi pundak).

. Grafik Pertumbuhan Relatif Tinggi Pundak (cm) terhadap Bobot

dan Tabel 6 memperlihatkan bahwa pertambahan tinggi pundak lebih rendah dibandingkan Berdasarkan hasil analisis ui bahwa setiap pertambahan 1 Cm tinggi mempengaruhi pertambahan bobot badan sebesar 4,34 Kg. Gambar 3 menunjukkan besarnya peningkatan pertambahan bobot badan berdasarkan peningkatan pertambahan tinggi

Perbedaan pertumbuhan ukuran tubuh ini disebabkan oleh perbedaan fungsi dan komponen yang menyusun bagian tubuh tersebut. Bagian tubuh yang berfungsi Sampurna dan Suatha, dan Priyanto (2006) menjelaskan bahwa ada dua arah gelombang yang dimulai bagian depan tubuh menuju kearah pinggang (loin). yang dimulai dari arah ) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling terakhir mencapai pertumbuhan maksimal.

Gambar

Tabel  1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang
Tabel  2. Formulasi Konsentrat Sapi Perah Dewasa  No  Bahan   %   1  Pollard   40  2  Dedak   15  3  Jagung   20  4  Bungkil Kelapa  14  5  Bungkil Kedelai  9  6  Kapur  1  7  Ultra Mineral  1
Tabel    4.  Rataan  Bobot  Badan  dan  Tinggi  Pundak  Sapi  Perah  FH  Betina  Sebelum   Penyapihan (umur 0-4 bulan)
Tabel  5. Rataan Bobot Badan dan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Betina Lepas Sapih  Sampai Kawin Pertama (umur 5-15 bulan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan simulasi program terdiri dari tiga program yang independen, yaitu program simulasi pereduksi Peak to Average Power Ratio (PAPR) pada sistem OFDM dengan

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepercayaan (Trust) , kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction), dan pengalaman aliran

Untuk mengetahui kelebihan muatan pada pelabuhan diperlukan pengukur berat muatan kapal berupa jembatan timbang menggunakan sensor Load Cell kapasitas 10 kg skala

Yang dimaksud dengan tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah.  Melakukan manipulasi aljabar

1) Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa konsumen produk minuman Starbucks Coffe mayoritas adalah laki-laki (61%) dengan rentang usia &gt; 40 tahun (43%), dengan

Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM-M saya dengan judul : Penerapan Metode Porsi Sitanajir (Portofolio Siswa Tanggap Bencana Banjir) Sebagai Upaya Pendidikan

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian